14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kanker paru merupakan jenis penyakit kanker yang sulit disembuhkan, sehingga telah menjadi penyebab kematian dengan frekuensi yang tinggi di dunia (Dienstmann et al. 2011). Angka tahan hidup lima tahun penderita kanker paru hanya sekitar 16%, jauh dibawah kanker kolon, kanker prostat, kanker payudara dan kanker serviks yang rata-rata bisa mencapai lebih dari 70% (American Cancer Society 2012). Di Indonesia, angka kematian akibat kanker paru juga cukup tinggi. Rata-rata tercatat 1.000 pasien kanker paru setiap tahun dengan angka tahan hidup rata-rata hanya sekitar 6 bulan (Hudoyo 2012). Berbagai upaya pengobatan seperti pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi dilakukan untuk meningkatkan angka tahan hidup pasien kanker paru (Spira & Ettinger 2004). Namun demikian, pasien kanker paru 80–90% diketahui telah berada pada stadium III dan IV ketika diagnosa pertama dilakukan (Sone et al. 2007). Tindakan pembedahan dan radioterapi pada stadium ini sudah tidak efektif dilakukan karena sel kanker telah menyebar, sehingga pengobatan berbasis kemoterapi merupakan pilihan utama yang saat ini dilakukan (Hudoyo 2012). Dalam perkembangannya, target terapi dari jenis obat kemoterapi yang ada terus dikembangkan untuk mengurangi terjadinya dampak negatif terhadap pasien. Pengobatan berbasis sistem terapi target terhadap protein spesifik pada sel kanker dalam berbagai bentuk seperti senyawa kimia sederhana dan antibodi menjadi solusi yang saat ini telah dikembangkan (Shawver et al. 2002; Kim et al. 2005). Dua jenis protein yang menjadi target terapi pada kasus kanker paru diantaranya adalah EGFR (Epidermal Growth Factor Reseptor) dan KRAS (Kirsten Rat Sarcoma) (Mok et al.2009). Protein EGFR dan KRAS merupakan dua jenis protein yang berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan kematian sel (Sakurada et al. 2006; Ronen et al. 2006). Pada sel normal protein ini berperan mengatur jalannya sinyal pertumbuhan sel secara teratur. Namun, pada sel kanker kedua protein ini mengalami perubahan karakteristik akibat adanya perubahan struktur asam amino penyusunnya (Rosell et al. 2006). Susunan asam amino protein tersebut disandikan oleh gen EGFR dan gen KRAS (Sakurada et al. 2006; Ronen et al. 2006). Mutasi pada gen EGFR dapat menyebabkan perubahan karakteristik enzim tirosin kinase, bagian dari protein EGFR, yang memicu proliferasi sel secara terus menerus dan menghambat apoptosis (Sakurada et al. 2006). Mutasi pada gen KRAS juga dapat menyebabkan dampak yang sama dengan mutasi pada gen EGFR (Ronen et al. 2006). Analisis perubahan karakteristik protein EGFR dan KRAS dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis DNA berbasis biologi molekuler (Sung & Cho 2008). Analisis mutasi gen berbasis biologi molekuler sebagai diagnosa utama pasien kanker paru menjadi sangat penting dilakukan untuk memilih tindakan pengobatan yang tepat antara obat kemoterapi yang umum dan obat terapi target yang lebih spesifik agar pasien memperoleh peningkatan kualitas kesehatan. Secara keseluruhan pengobatan kemoterapi dan terapi target menunjukkan median survival yang sama sekitar 6 bulan, namun demikian hasil 15 analisis lebih lanjut penggunaan obat berbasis terapi target pada pasien yang tepat dapat memperlama tingkat kekambuhan. Pengobatan kemoterapi pada pasien yang mengalami mutasi gen EGFR hanya memberikan dampak peningkatan ketahanan terhadap kekambuhan sekitar 5,4 bulan, sedangkan dengan menggunakan obat terapi inhibitor tirosin kinase dapat meningkat hingga 10,4 bulan. Dampak sebaliknya terjadi jika obat inhibitor tirosin kinase diberikan kepada pasien yang tidak mengalami mutasi gen EGFR, pasien dapat mengalami penurunan ketahanan terhadap kekambuhan hingga dibawah 3 bulan (Mok et al. 2009). Metode standar analisis mutasi gen yang digunakan saat ini adalah DNA sekuensing. Teknik ini paling akurat untuk mendeteksi adanya perubahan nukleotida pada sekuen DNA. Namun demikian, untuk aplikasi medis metode ini memiliki kekurangan diantaranya limit deteksi mutasi yang rendah, sehingga kurang cocok digunakan untuk sampel dengan frekuensi mutasi yang rendah (Krypuy et al. 2006). Beberapa peneliti telah melakukan pengembangan teknik deteksi yang cepat, dan memiliki sensitivitas serta akurasi yang tinggi, namun sederhana dan mudah dilakukan sebagai alternatif dari teknik sekuensing seperti teknik pyrosequensing (Ogino et al. 2005), mutant enrichment-PCR (Kawada et al. 2008), Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) (Siegfried et al. 1997), dan Denaturing High Performance Liquid Chromatography (DHPLC) (Karim et al. 2011). Teknik High Resolution Melting (HRM) dan Restriction Fragment Length Polymorphisme (RFLP) merupakan teknik deteksi mutasi gen lainnya yang telah dikembangkan. Teknik ini lebih sederhana, cepat dan memiliki akurasi serta sensitivitas yang tinggi jika dibandingkan dengan teknik DNA sekuensing (Krypuy et al. 2006; Kawada et al. 2008). Aplikasi kedua metode ini dalam analisis sampel pasien kanker telah dikembangkan secara terpisah. Krypuy et al. (2006) telah melakukan deteksi mutasi gen KRAS pada 30 sampel kanker paru dari hasil biopsi menggunakan teknik HRM, dan berhasil mendeteksi mutasi gen KRAS kodon 12 dan 13 dengan performa dan sensitivitas yang baik. Namoto et al. (2006) telah melakukan analisis mutasi gen EGFR dari sampel sitologi kanker paru menggunakan teknik HRM. Teknik RFLP telah dilakukan oleh Kawada et al. (2008) untuk mengetahui terjadinya mutasi pada gen EGFR pada kasus kanker paru menggunakan enzim restriksi spesifik untuk membedakan antara jenis gen mutan dan wild type. Teknik RFLP juga telah dilakukan untuk mendeteksi mutasi gen KRAS pada kanker kolon (Nollau et al. 1996). Di Indonesia, analisis mutasi gen EGFR dan KRAS berbasis biologi molekuler sebagai diagnosa utama untuk menentukan tindakan pengobatan belum banyak dilakukan. Keterbatasan fasilitas pengujian sel kanker berbasis mutasi gen merupakan kendala utama. Penyediaan sampel berbasis histologi yang saat ini digunakan sebagai sampel standar untuk pengujian mutasi gen juga hanya dapat dilakukan melalui proses operasi yang cenderung terbatas pada rumah sakit tertentu, tersedia dalam jumlah sedikit dan bersifat invasif (melukai pasien) (Pang et al. 2012). Cairan pleura yang banyak dihasilkan pada pasien kanker paru stadium lanjut telah digunakan sebagai bahan untuk mengetahui adanya mutasi gen melalui preparasi sampel sitologi, namun teknik ini juga terbatas hanya dapat dilakukan oleh rumahsakit yang memiliki fasilitas analisis patologi sel. Rumah sakit daerah yang memiliki fasilitas terbatas memiliki kesulitan untuk 16 mengirimkan sampel pada laboratorium rujukan yang telah memiliki fasilitas lengkap. Penggunaan cairan pleura yang disimpan dalam kertas saring sebagai media pengiriman sampel untuk analisis mutasi gen merupakan harapan solusi yang belum pernah dilakukan. Analisis mutasi gen sebagai diagnosa utama untuk menentukan tindakan pengobatan yang tepat merupakan hal yang sangat penting, maka pengembangan kombinasi metode analisis PCR-HRM dan RFLP untuk mengetahui adanya mutasi gen pada sampel cairan pleura pasien kanker paru yang disimpan dalam kertas saring sebagai media penyimpanan sementara dan pengiriman sampel dilakukan dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diarahkan untuk mengetahui profil mutasi gen pada pasien kanker paru di Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai data awal untuk mengetahui karakteristik pola mutasi gen pada pasien kanker paru di Indonesia. Adapun analisis mutasi gen yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah analisis mutasi gen EGFR pada ekson 19 dan 21 serta mutasi gen KRAS pada kodon 12 dan 13. Pemilihan jenis dan posisi gen ini didasarkan pada hasil penelitian di beberapa negara yang menunjukkan bahwa kedua jenis mutasi ini memiliki prevalensi yang dominan (Lynch et al. 2004). Mutasi gen EGFR sering terjadi pada ekson 18, 19, 20 dan 21, namun menurut Lynch et al. (2004) mutasi yang paling banyak ditemukan adalah delesi pada ekson 19 dan mutasi titik pada ekson 21. Mutasi gen KRAS ditemukan pada ekson 2 kodon 12 dan 13 (sering) dan ekson 3 kodon 59 dan 61 (jarang) (Cox & Der 2003; Molina & Adjei 2006). Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan metode PCRHRM dan RFLP dalam mendeteksi adanya mutasi gen EGFR dan KRAS pada sampel cairan pleura yang disimpan dalam kertas saring, dan untuk mengetahui prevalensi mutasi gen EGFR dan KRAS pada pasien kanker paru.