23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji akut menunjukkan kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik timbal (Gambar 2). Gambar 2. Persentase mortalitas ikan kerapu macan selama uji akut Pada konsentrasi 160 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 50% setelah 24 jam pemaparan. Sedangkan pada konsentrasi 20 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 0 % setelah 24 jam pemaparan dan mencapai 5% setelah 48 jam pemaparan dan 96 jam pemaparan. Sedangkan pada konsentrasi 160 ppm mortalitas ikan mencapai 50% setelah 48 jam hingga 96 jam. Pada kontrol, mortalitas ikan uji sampai pada jam ke-96 mencapai 0% . Hal ini menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama pengujian dalam kondisi yang baik. Toksisitas akut timbal yang tinggi terhadap juvenil ikan kerapu macan, diduga karena kecilnya kemampuan adaptasi ikan kerapu macan untuk memperkecil pengaruh biokimia yang ditimbulkan timbal masuk kedalam tubuh, menyebabkan turunnya kemampuan menyerap oksigen dari lingkungan. 24 Sementara saat ikan dalam kondisi stress, metabolisme tubuhnya akan meningkat dan kebutuhan oksigen akan meningkat pula yang diperlukan dalam mempertahankan kondisi homeostasis. Gerberding (2005) dalam Sabilu (2010) melaporkan bahwa meskipun organisme biasanya mengembangkan perlawanan setelah beberapa saat terpapar oleh timbal akan tetapi kemampuan mengembangkan perlawanan tersebut ditentukan oleh spesies dan efek toksik yang ditimbulkan. Demikian pula Rand and Petrocelli (1985) dalam Sabilu (2010) menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengambilan awal logam berat oleh ikan kerapu macan dapat melalui empat proses utama yakni melalui insang, permukaan tubuh, mekanisme osmoregulasi dan penyerapan melalui makanan. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksik logam berat timbal dan keberhasilan tubuh ikan kerapu macan melakukan proses detoksifikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh sifat toksik timbal terhadap tubuh ikan kerapu macan masih dapat ditolerir oleh tubuh atau telah melewati ambang batas sehingga mengakibatkan kematian. Menurut Connel and Miller (1995), kehadiran xenobiotik dalam tubuh ikan merangsang ikan melakukan perlawanan secara fisiologis untuk meminimalisir dampak racun yang ditimbulkan. Perlawanan tersebut dilakukan melalui proses biotransformasi, detoksifikasi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan organisme melakukan perlawanan ditentukan oleh konsentrasi dan sifat toksik yang dimiliki oleh toksikan maka kemampuan organisme melakukan perlawanan fisiologis akan semakin kecil. Data mortalitas kumulatif juvenil ikan kerapu macan pada uji akut selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistik untuk menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil analisis statistika menunjukkan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturutturut adalah 90,45 ppm, 78,76 ppm, 74,264 ppm dan 68,627 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC50 timbal terhadap ikan kerapu macan akan semakin rendah. Nilai LC50-96 jam timbal pada juvenil ikan kerapu macan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai LC50-96 jam timbal yang dipaparkan pada ikan bandeng di salinitas 16 ppt yaitu 13,43 ppm (Siahaan 2003). Dari nilai LC50-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa 25 timbal bersifat toksik tinggi terhadap juveil ikan kerapu macan. Klasifikasi WHO dan EPA bahwa rentang nilai LC50-96 jam pada konsentrasi antara 1-50 ppm dikatagorikan bersifat toksik yang tinggi (Balazs 1970). Pengaruh bahan toksik dalam waktu singkat dapat diketahui dengan menghitung nilai LC50 suatu substansi terhadap satu atau beberapa spesies. LC50 adalah konsentrasi suatu bahan kimia dalam air yang dapat mematikan 50% dari populasi organisme dalam waktu pemaparan tertentu (OECD 1981 dalam Siahaan 2003). Menurut Connel dan Miller (1995), dampak mematikan suatu bahan toksik merupakan tanggapan yang terjadi akibat zat-zat xenobiotik tertentu mengganggu proses sel dalam makhluk hidup yang melebihi batas toleransi sehingga menyebabkan kematian secara langsung. Gambar 3. Frekwensi pergerakan operkulum juvenil ikan kerapu macan Gerakan operkulum pada konsentrasi lebih tinggi memperlihatkan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ksontrol. Secara berturut-turut frekuensi gerakan operculum pada perlakuan A, B, C, D dan E yaitu 89 kali/menit, 91 kali/menit, 96 kali/menit, 107 kali/menit dan 133 kali/menit (Gambar 3). Tingkah laku ini diduga untuk meningkatkan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh proses biokimia tubuh sebagai pola adaptasi fisiologi sehingga dapat bertahan hidup atau memperlambat efek kematian. Respon fisiologi ini diikuti dengan menurunnya nafsu makan dan umumnya ikan uji cenderung lebih banyak berada di tengah dan permukaan akuarium. 26 4.1.2 Uji Sub Kronis 4.1.2.1 Tingkat Konsumsi Oksigen Kebutuhan oksigen biologi didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan tersebut. Gambar 4. Tingkat konsumsi oksigen juvenil kerapu macan selama 30 pemaparan timbal. hari Pengamatan terhadap tingkat konsumsi oksigen sebelum pemaparan timbal, terlihat bahwa konsumsi oksigen hampir merata pada setiap perlakuan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, insang masih berfungsi dalam keadaan normal. Pengukuran hari ke-10; 20 dan hari ke-30 menunjukkan bahwa pemaparan timbal dengan konsentrasi 0,69 ppm, 3,43 ppm dan 6,86 ppm mengalami penurunan tingkat konsumsi oksigen yaitu 0,52 mg O2/gr berat tubuh ikan/jam, 0,44 mg O2/gr berat tubuh ikan/jam dan 0,34 mg O2/gr berat tubuh ikan/jam. Grafik diatas memberikan indikasi bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal dan semakin lama waktu pemaparan akan menyebabkan konsumsi oksigen akan semakin rendah. Kenyataan menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 27 ppm di hari ke-10 dapat menurunkan tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kerapu macan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatahuddin dkk (2003) dalam Sabilu (2010) bahwa laju konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng akan semakin rendah seiring dengan lama waktu pengamatan dan peningkatan konsentrasi seng dalam air. Demikian halnya dengan penelitian Ghalib dkk (2002) bahwa semakin lama waktu pemaparan timbal pada juvenil ikan bandeng akan menurunkan tingkat konsumsi oksigen. Besarnya selisih konsumsi oksigen pada konsentrasi timbal yang lebih tinggi diakibatkan oleh kerusakan insang dan kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil akibat keracunan logam berat timbal, dimana akibat keracunan timbal, ikan akan mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya. Hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat timbal dengan lendir insang sehingga insang diselimuti lendir yang mengandung timbal dan mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tubuh terganggu. Heath (1987) mengemukakan bahwa logam berat dapat menyebabkan kerusakan insang seperti nekrosis dan lepasnya lapisan epithelium. Sejalan pula dengan laporan Wardoyo (1975) dalam Ghalib (2002) bahwa salah satu jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah insang sehingga menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-gas melalui insang. 4.1.2.2 Respons Hematologi 4.1.2.2.1 Hematokrit Hematokrit (Hct) atau volume packed cell merupakan persentase darah yang dibentuk oleh eritrosit. Pengukuran ini merupakan persentase eritrosit dalam darah lengkap setelah specimen darah disentrifugasi. 28 Gambar 5. Rerata hematokrit juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan Data kadar hematokrit menunjukkan bahwa ada penurunan kadar hematokrit pada semua perlakuan sampai pengukuran pada hari ke-30. Dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi timbal yang dipaparkan maka kadar hematokrit akan semakin rendah (Gambar 5). Pada awal perlakuan, nilai hematokrit berkisar antara 23,19 – 24,70%, setelah dipaparkan timbal selama 30 hari maka nilai hematokrit semakin menurun dan kadar hematokrit paling rendah ditemukan pada konsentrasi 6,86 ppm. Selanjutnya 3,43 ppm dan 0,69 ppm dengan persentase berturut-turut 9,66%, 12,33% 15,10% dan 18,78%. Gambar diatas juga menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 secara nyata dapat menurunkan kadar hematokrit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar hematokrit juvenil kerapu macan berbeda nyata (P<0,05) antar setiap perlakuan. Dari gambar diatas terlihat bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal secara nyata dapat menurunkan kadar hematokrit darah pada juvenil ikan kerapu macan. 4.1.2.2.2 Hemoglobin Hemoglobin (Hb) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Satu gram hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen, dan kadar haemoglobin yang rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi (Kuswardani 2006). 29 Gambar 6. Rerata kadar hemoglobin juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hemoglobin pada semua perlakuan pemaparan timbal selama 30 hari mengalami penurunan dimana semakin tinggi konsentrasi timbal yang dipaparkan maka akan menurunkan kadar hemoglobin dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Gambar diatas memperlihatkan bahwa kadar hemoglobin pada awal penelitian berkisar antara 3,70 – 3,87%. Setelah timbal dipaparkan selama 30 hari terlihat bahwa kadar haemoglobin mengalami penurunan. Kadar hemoglobin paling rendah ditemukan pada konsentrasi 6,86 ppm selanjutnya 3,43 ppm, 0,69 ppm dan 0 ppm, dengan persentase secara berturut-turut 2,64%, 2,86%, 3,23% dan 3,62%. Gambar diatas juga menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat menurunkan kadar hemoglobin dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan kadar haemoglobin juvenil kerapu macan berbeda nyata (P<0,05) antar setiap perlakuan. Dari gambar diatas terlihat bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal secara nyata dapat menurunkan kadar hematokrit darah pada juvenil ikan kerapu macan. 4.1.2.2.3 Eritrosit Eritrosit atau disebut juga sel darah merah merupakan sel yang paling banyak banyak jumlahnya. Pada ikan teleost, jumlah normal eritrosit adalah 1,05x106 - 3,0 x106 sel/mm3 (Robert, 1978 dalam Mulyani, 2006). Data hasil 30 penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian jumlah eritrosit berkisar antara 1,03x106 sel/mm3 – 1,06x106 sel/mm3. Gambar 7. Rerata jumlah eritrosit juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. Selama 30 hari pemaparan timbal, jumlah eritrosit menurun hingga mencapai 0,77x106 sel/mm3 untuk konsentrasi 6,86 ppm dan 0,86 x106 sel/mm3 untuk konsentrasi 3,43 ppm. Sedangkan untuk konsentrasi 0,69 ppm dan 0 ppm nilainya mencapai 0,89x106 sel/mm3 dan 1,0x106 sel/mm3. Gambar diatas menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat menurunkan jumlah eritrosit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah eritrosit berbeda nyata antar setiap perlakuan (P<0,05), hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada konsentrasi yang lebih tinggi secara nyata dapat menurunkan jumlah eritrosit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. 4.1.2.2.4 Leukosit Leukosit atau disebut juga sel darah putih mempunyai bentuk lonjong atau bulat, tidak berwarna dan jumlahnya tiap mm3 darah ikan berkisar antara 20.000-150.000 butir, serta merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan (imun) tubuh. Sel-sel leukosit akan ditranspor secara khusus ke daerah terinfeksi (Mulyani 2006). Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan penurunan disebut leucopenia. 31 Gambar 8. Rerata jumlah leukosit juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian jumlah leukosit berkisar antara 0,61x106 sel/mm3- 0,65x106 sel/mm3 dan selama 30 hari pemaparan timbal telah meningkatkan jumlah leukosit terlihat bahwa jumlah leukosit tertinggi terdapat pada konsentrasi timbal 6,86 ppm yaitu 0,81x106 sel/mm3, kemudian konsentrasi 3,43 ppm sebesar 0,7x106 sel/mm3, 0,69 ppm sebesar 0,65x106sel/mm3 dan 0 ppm sebesar 0,60x106 sel/mm3. Pada gambar 8 menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat meningkatkan jumlah leukosit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah eritrosit berbeda nyata antar setiap perlakuan (P<0,05), hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada konsentrasi yang lebih tinggi secara nyata dapat menaikkan jumlah leukosit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. 4.1.2.3 Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk bisa mengenali tubuh ikan saat stres. Mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hypothalamus melalui sistem saraf. Hipothalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin melalui serabut saraf 32 simpatik. Adanya katekolamin ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Gambar 9. Rerata kadar glukosa darah juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian kadar glukosa darah nilainya berkisar antara 22,90 – 23,28 mmol/liter dan selama 30 hari pemaparan timbal meningkatkan kadar glukosa pada konsentrasi 6,86 ppm selanjutnya 3,43; 0,69 dan 0 ppm sebesar 90,79 mmol/liter; 62,68 mmol/liter; 59,87 mmol/liter dan 46,21 mmol/liter (Gambar 9). Data penelitian menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat meningkatkan kadar glukosa darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah berbeda nyata antara setiap perlakuan (P<0,05), hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada konsentrasi yang lebih tinggi secara nyata dapat menaikkan kadar glukosa dalam darah juvenil ikan kerapu macan. 4.1.2.4 Laju Pertumbuhan spesifik Pengukuran sampai dengan hari ke 30, konsentrasi 0 ppm memberikan pengaruh laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi disusul konsentrasi 0,69 ppm, 3,43 ppm dan 6,86 ppm. Dengan nilai laju pertumbuhan spesifik yaitu 0,24%, 0,14%, 0,07% dan 0,03% BB/hari. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa konsentrasi 6,86 ppm memiliki laju pertumbuhan yang sangat rendah bila 33 dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, dan dapat dikatakan bahwa semakin lama pemaparan timbal dan semakin tinggi konsentrasi timbal akan menurunkan laju pertumbuhan (Gambar 10). Gambar 10. Laju Pertumbuhan spesifik juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. 4.1.2.5 Tingkat Kelangsungan Hidup Gambar 11 menunjukkan penurunan persentase kelangsungan hidup pada semua perlakuan. Persentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan kontrol dengn konsentrasi 0,68 ppm selanjutnya konsentrasi 3,43 ppm dan 6,86 ppm dengan persentase kelangsungan hidup 100%, 88,33%, 78,33% dan 66,67%. Gambar 11. Kelangsungan hidup juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari pemaparan timbal. 34 Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal dipaparkan maka persentase kelangsungan hidup juvenil ikan kerapu macan akan rendah karena adanya kerusakan pada jaringan tubuh ikan khususnya insang menyebabkan kemampuan insang untuk menyerap oksigen semakin berkurang sehingga ikan akan mengalami anemia dan mengakibatkan kematian pada ikan. 4.1.2.6 Kandungan timbal (Pb) dalam daging ikan dan media air laut Pengukuran kandungan timbal dalam daging juvenil ikan kerapu macan dilakukan pada semua perlakuan dan kontrol pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Hasil pengukuran timbal dalam daging juvenil ikan kerapu macan serta pada media air laut dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 dibawah ini. Pada awal perlakuan, rerata kandungan timbal pada daging ikan < 0,05 mg/kg sedangkan pada akhir penelitian kandungan timbal meningkat pada konsentrasi 6,86 ppm disusul konsentrasi 3,43 ppm dan 0,68 ppm yaitu 22,6 mg/kg; 16,9 mg/kg; 9,8 mg/kg dan 0,08 mg/kg, hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam media pemeliharaan diabsorbsi oleh ikan sehingga terakumulasi dalam tubuh ikan. Tabel 1. Rerata kandungan Timbal dalam daging ikan Perlakuan Kandungan Pb (mg/kg) Hari ke-0 Hari ke-30 A <0,05 0,08 B <0,05 9,8 C <0,05 16,9 D <0,05 22,6 Pada Tabel 2 dibawah ini menunjukkan bahwa rerata kandungan timbal dalam air laut pada awal penelitian berkisar antara 0,032 mg/L – 0,094 mg/L, sedangkan pada akhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan timbal pada air laut yaitu < 0,005 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peristiwa absorbsi logam dari air laut kedalam tubuh ikan sehingga dalam waktu 30 hari kandungan 35 timbal dalam tubuh ikan meningkat sedangkan kandungan timbal dalam media air laut berkurang. Tabel 2. Rerata kandungan Timbal dalam media air laut Kandungan Pb (mg/L) Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-30 A 0,032 <0,005 B 0,055 <0,005 C 0,062 <0,005 D 0,094 <0,005 4.1.2.7 Kualitas Air Data kualitas air yang diambil dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas, pH, DO, alkalinitas dan TAN. Suhu air selama penelitian berkisar antara 28,529⁰C. Sedangkan salinitas 34‰, pH berkisar antara 7,72-7,97, kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3,50-3,75 ppm, alkalinitas berkisar antara 76-132 ppm CaCO3, dan kisaran nilai TAN yaitu 0,001-0,231 ppm. Data parameter kualitas air dibawah ini (Tabel 3) menunjukkan bahwa kisaran kualitas air pada uji sub kronis masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan juvenil ikan kerapu macan. Tabel 3. Parameter kualitas air selama uji sub kronis Hari Ke 0 10 20 30 NAB Perlakuan 0 0,69 3,43 6,86 0 0,69 3,43 6,86 0 0,69 3,43 6,86 0 0,69 3,43 6,86 Suhu (⁰C) 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 28,5-29 24-31 Salinitas (‰) 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 30-33 Parameter kualitas air DO Alkalinita pH (mg/L) (mg/L) 7,95-7,96 3,50-3,53 100 7,72-7,95 3,50-3,53 132 7,72-7,93 3,55-3,60 80 7,72-7,76 3,50-3,53 76 7,95-7,96 3,55-3,60 120 7,72-7,95 3,55-3,62 100 7,72-7,93 3,50-3,53 100 7,72-7,76 3,50-3,53 112 7,86-7,90 3,58-3,60 108 7,80-7,95 3,55-3,62 80 7,86-7,93 3,50-3,75 104 7,90-7,95 3,70-3,73 100 7,88-7,97 3,58-3,60 116 7,95-7,96 3,55-3,64 104 7,90-7,96 3,60-3,73 100 7,88-7,90 3,55-3,60 88 6,8-8,3 >3,5 ppm 30-500 TAN (mg/L) 0,030 0,027 0,010 0,016 0,096 0,119 0,162 0,231 0,012 0,004 0,001 0,003 0,056 0,117 0,182 0,331 36 4.2 Pembahasan Umum Timbal termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia dan mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2 (Palar 2004). Adanya persenyawaan timbal yang masuk kedalam ekosistem menjadi sumber pencemaran dan dapat berpengaruh terhadap biota perairan sebagai contoh dapat mematikan ikan terutama pada fase larva (juvenil) karena toksisitasnya tinggi. Organisme perairan khususnya ikan yang mengalami keracunan logam berat akan mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya, hal ini terjadi karena bereaksinya logam berat dengan fraksi dari lendir insang sehingga insang diselimuti oleh gumpalan lendir dari logam berat yang mengakibatkan proses pernafasan dan metabolisme tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hasil pengamatan pada uji akut menunjukkan bahwa gejala klinis terlihat sesaat setelah pemaparan timbal. Gejala klinis yang teramati yaitu terjadinya perubaan tingkah laku, antara lain gerakan berenang yang tidak teratur dan terkejut-kejut, cenderung berada di permukaan, frekuensi gerak operkulum terus menerus dengan bukaan yang lebih lebar dan selanjutnya ikan cenderung diam dan kehilangan refleks. Respon tersebut karena adanya pengaruh sifat timbal yang menyerang sistem saraf pusat, mengganggu proses sel dan sistem kerja jaringan tubuh ikan kerapu macan sampai melewati batas toleransi menyebabkan kematian secara langsung. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai LC50-96 jam logam berat timbal terhadap juvenil ikan bandeng selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam berturut-turut adalah 90,45 ppm, 78,76 ppm, 74,264 ppm dan 68,627 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC50 akan semakin rendah. Hal ini berarti bahwa juvenil ikan kerapu macan akan mengalami kematian yang lebih cepat apabila terpapar timbal dengan konsentrasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsentrasi yang rendah. Menurut Hutagalung (1984), daya toksik logam berat terhadap organisme perairan dapat diketahui dengan mengukur LC50. Biasanya waktu yang digunakan adalah 96 jam, semakin kecil nilai LC50 maka semakin besar sifat toksik logam beratnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Hutagalung (1991) dalam Ghalib (2002) bahwa semakin besar 37 kadar logam berat maka daya toksisitasnya akan semakin besar pula. Timbal yang masuk kedalam tubuh juvenil ikan kerapu macan akan bersifat sebagai xenobiotik abiotik yang menghambat kerja asetilkolinesterase (AchE) sehingga terjadi akumulasi astilkolin (ACh) dalam susunan saraf pusat. Selanjutnya akumulasi tersebut akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai dapat mengakibatkan kematian. Sedangkan akumulasi pada neuromuskuler akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya reflex dan paralisis. Hal ini menyebabkan difusi oksigen kedalam kapiler darah terganggu. Pergerakan oksigen kedalam kapiler darah di insang ditentukan oleh perbedaan tekanan oksigen yang terdapat dalam insang dengan tekanan oksigen dalam kapiler darah insang. Sedangkan tekanan oksigen dalam insang sangat ditentukan oleh struktur lamella. Jika struktur lamella insang terganggu atau rusak, maka dapat dipastikan akan menurunkan kemampuan insang mengikat oksigen. Heath (1987) dalam Ghalib (2002) mengemukakan bahwa logam berat dapat menyebabkan kerusakan insang seperti nekrosis dan lepasnya lapisan epithelium. Sejalan dengan itu maka Wardoyo (1975) mengemukakan bahwa salah satu jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan insang, sehingga menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gasgas melalui insang. Oleh karena itu , kerusakan struktur lamella yang sangat ringan sekalipun dapat mempengaruhi proses respirasi pada juvenil ikan kerapu macan. Pengaruh kerusakan insang terhadap sistem respirasi ikan kerapu macan selanjutnya ditunjukkan dengan pengukuran tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen pada dasarnya menunjukkan tingkat metabolisme. Konsumsi oksigen adalah indikator respirasi yang juga menunjukkan metabolisme energetik. Pengukuran tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu macan mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal dan semakin lama waktu pemaparan menyebabkan konsumsi oksigen semakin rendah. Toksisitas logam berat timbal juga mempengaruhi kondisi hematologi ikan kerapu macan. Gambaran darah ikan digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan yang sedang dialami, karena darah memiliki fungsi vital bagi tubuh ikan, antara lain sebagai pengangkut zatzat kimia seperti hormon, pengangkut hasil buangan metabolisme dan pengangkut 38 oksigen dan karbondioksida. Hasil pengukuran menunjukkan adanya penurunan kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit dan terlihat bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat menurunkan kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam darah ikan kerapu macan. Sedangkan jumlah leukosit mengalami peningkatan mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10. Penurunan atau peningkatan parameter hematologi dalam darah menunjukkan telah terjadi penyimpangan fisiologis pada ikan kerapu macan. Berkaitan dengan fungsi vital darah dalam metabolisme tubuh, sehingga diduga hal tersebut mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh ikan kerapu macan. Menurut Saeni (1989), logam berat timbal dapat mengganggu kerja enzim dan fungsi protein, dan hal ini diperkuat dengan tingkat pertumbuhan ikan kerapu macan menurun pada perlakuan dengan pemaparan konsentrasi timbal yang lebih tinggi. Pada pengamatan kadar glukosa darah terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah ikan kerapu macan. Pada perlakuan dengan konsentrasi timbal yang lebih tinggi akan memberikan pengaruh peningkatan kadar glukosa dalam darah. Hasil juga menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol, kadar glukosa darah juga mengalami kenaikan namun masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Kadar glukosa dalam darah digunakan sebagai indikator stress pada ikan kerapu macan. Marcel et al. (2009) mengemukakan bahwa naik turunnya kadar glukosa darah ikan mengindikasikan bahwa ikan sedang lapar atau sedang kenyang. Naiknya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang, artinya nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi. Sebaliknya pada saat kadar glukosa darah turun, maka ikan akan merasa lapar sehingga diperlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pada saat ikan stress menyebabkan kadar glukosa dalam darah terus naik yang diperlukan untuk mengatasi homeostasis. Dengan tingginya kadar glukosa dalam darah tersebut maka sinyal dari saraf pusat menandakan bahwa ikan merasa kenyang dan tidak mau makan. Relevan dengan kondisi yang terjadi dalam penelitian ini dimana ikan kerapu macan pada perlakuan kontrol selalu menunjukkan respon yang lebih baik terhadap makanan 39 yang diberikan. Naiknya kadar glukosa darah dibutuhkan untuk proses memperbaiki homeostasis selama stress, namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan dapat terpenuhi apabila glukosa dalam darah dapat segera masuk kedalam sel, dan ini sangat bergantung pada kinerja insulin. Jika kondisi ini dicapai oleh ikan kerapu macan maka seharusnya ikan akan lebih respon terhadap makanan sehingga dapat memberikan dampak pertumbuhan yang lebih baik bagi ikan, akan tetapi hasil yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat tidak diikuti dengan dampak pertumbuhan yang lebih tinggi pula. Oleh karena itu diduga bahwa peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan indikasi bahwa telah terjadi stress pada ikan kerapu macan akibat toksistas logam berat timbal. Kandungan logam berat timbal dalam tubuh ikan pada akhir penelitian menunjukkan bahwa terjadi akumulasi timbal dalam tubuh juvenil ikan kerapu sehingga pada konsentrasi yang tertinggi (6,86 ppm) ikan tersebut mengakumulasi timbal sebanyak 22,8 mg/kg dalam waktu 30 hari. Sedangkan konsentrasi timbal dalam media pemeliharaan mencapai <0,005 mg/L. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Darmono (1995) bahwa Pb termasuk kelompok logam berat yang diregulasi oleh organisme air tetapi terus-menerus terakumulasi dalam jaringan organisme sehingga kandungannya terus bertambah dengan konsentrasi logam dalam air, dan hanya sedikit sekali yang diekskresikan. Data kualitas air juga menunjukkan bahwa kisaran kualitas air pada penelitian masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan juvenil ikan kerapu macan sehingga parameter kualitas air dalam penelitian ini bukanlah sebagai faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan juvenil ikan kerapu macan.