29 mineralisasi bijih dan geokimia batuan samping vulkaniklastik

advertisement
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
MINERALISASI BIJIH DAN GEOKIMIA BATUAN SAMPING VULKANIKLASTIK ANDESITIK YANG
BERASOSIASI DENGAN ENDAPAN TEMBAGA-EMAS PORFIRI ELANG, PULAU SUMBAWA,
NUSA TENGGARA BARAT
Arifudin Idrus dan Evaristus Bayu Pramutadi
Jurusan Teknik Geologi FT-UGM
Jl. Grafika 2 Bulaksumur 55281, Yogyakarta
Alamat E-mail : [email protected]
ABSTRACT
The Elang porphyry copper-gold deposit, situated in Sumbawa Island at UTM coordinate of 540688
and 9008500 to 541750 and 9009875 was studied. The wall-rock unit of the deposit is mainly
composed of Late Oligocene-Middle Miocene andesitic volcaniclastic rock. This rock was cross-cut by
Miocene-Pleistocene internediate intrusions. Based on the outcrop and subsurface data, the andesitic
volcaniclastic rock was intruded by a series of tonalite porphyry intrusions, which are respectively
called as “first tonalite” (delta tonalite) and “second tonalite” (echo tonalite). The tonalite intrusions
produced a completed overlapping hydrothermal alteration and ore mineralization. Hydrothermal
alteration stages developed in 5 stages consisting of biotite-chlorite±magnetite, chloritesericite±magnetite, sericite-chlorite-clay minerals, kaolinite-ilite, and pyrophyllite-alunite. Geochemical
study on the andesitic volcaniclastic rock is aimed to calculate mass and volume balance of elements
during hydrothermal alteration and mineralization processes. Mass and volume balance is calculated
by using isocon method (after Grant, 1986). As a result, the chlorite-sericite±magnetite, sericitechlorite-clay minerals, kaolinite-ilite, and pyrophyllite-alunite alterations, in general, show a decrease
of mass and volume through the alteration zones. Sulphide was added, which is consistent with the
deposition of copper-bearing sulphide minerals including chalcopyrite, bornite, covelite, pyrite,
sphalerite and galena within the deposit.
Key-words: Ore mineralization, hydrothermal alteration, wall-rock geochemistry, andesitic
volcaniclastic rock and Elang porphyry copper-gold deposit - Sumbawa.
INTISARI
Penelitian dilakukan di endapan tembaga-emas porfiri Elang, yang terletak di Pulau Sumbawa pada
koordinat UTM 540688; 9008500 sampai UTM 541750; 9009875. Endapan tembaga-emas porfiri
Elang tersusun oleh batuan vulkaniklastik andesitik (andesit vulkanik) berumur Oligosen Akhir hingga
Miosen Tengah. Batuan tersebut diterobos oleh sejumlah intrusi intermediet berumur Miosen hingga
Pleistosen. Berdasarkan singkapan batuan dan data bawah permukaan, diketahui bahwa batuan
vulkaniklastik andesitik tersebut diterobos oleh batuan tonalit, yakni Tonalit Pertama (Tonalit Delta)
dan Tonalit Kedua (Tonalit Echo). Intrusi Tonalit Pertama dan Tonalit Kedua tersebut menghasilkan
sistem alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih yang sangat kompleks. Di daerah penelitian
berkembang sedikitnya lima tipe alterasi hidrotermal yang utama, yakni: biotit-klorit±magnetit, kloritserisit±magnetit, serisit-klorit-mineral lempung, kaolinit-ilit, dan pirofilit-alunit. Studi geokimia terhadap
batuan samping vulkaniklastik andesitik dilakukan untuk mengetahui kesetimbangan massa dan
volume (mass and volume balance) batuan vulkaniklastik andesitik selama proses alterasi hidrotermal
dan mineralisasi bijih berlangsung. Berdasarkan analisis kesetimbangan massa dan volume dilakukan
dengan menggunakan metode isocon (Grant, 1986) terhadap sampel batuan vulkaniklastik andesitik
yang teralterasi klorit-serisit±magnetit, serisit-klorit-mineral lempung, kaolinit-ilit, dan pirofilit-alunit
diketahui bahwa batuan vulkaniklastik andesitik mengalami pengurangan massa dan volume selama
proses alterasi hidrotermal. Sulfida mengalami pengkayaan selama proses alterasi berlangsung
menandakan terjadinya pengendapan mineral-mineral sulfida, baik sulfida pembawa tembaga seperti
kalkopirit, bornit, kovelit, maupun sulfida non-tembaga seperti pirit, sfalerit, galena.
Kata kunci: Mineralisasi bijih, alterasi hidrotermal, geokimia batuan samping, vulkaniklastik andesitik
dan endapan tembaga-mas porfiri Elang-Sumbawa.
Latar belakang
Mineralisasi tembaga pada endapan porfiri sangat berkaitan erat dengan proses alterasi
hidrotermal, maka pemahaman mengenai proses alterasi hidrotermal menjadi amat penting dalam
kegiatan eksplorasi. Alterasi hidrotermal menyebabkan perubahan pada mineralogi dan komposisi
batuan yang berinteraksi dengan fluida hidrotermal. Perubahan mineralogi dan komposisi batuan
akibat proses alterasi hidrotermal, erat kaitannya dengan perubahan unsur-unsur kimia pada batuan
yang teralterasi. Dengan mempelajari perubahan komposisi unsur-unsur kimia dalam batuan yang
teralterasi dengan menggunakan pendekatan mineralogi dan geokimia, dapat diketahui seberapa
29
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
intens batuan tersebut telah teralterasi. Hal tersebut akan sangat membantu untuk mengetahui
karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi di daerah tersebut.
Lokasi penelitian
Endapan tembaga-emas porfiri di Elang terletak di bagian selatan pulau Sumbawa, kurang
lebih 40km di selatan Sumbawa Besar, atau sekitar 60km di sebelah timur deposit Batu Hijau
(Gambar 1), atau tepatnya berada pada koordinat UTM 540687,5 ; 9008500 sampai UTM 541750 ;
9009875.
Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian
Metode penelitian
Metode penelitian secara umum dibagi menjadi dua, yaitu penelitian lapangan dan analisis
conto batuan di laboratorium. Pada penelitian lapangan dilakukan pemetaan bawah permukaan
berdasarkan data lubang bor-lubang bor pada penampang A – B (Gambar 2), yakni meliputi
pemetaan litologi dan alterasi hidrotermal. Pada penelitian lapangan juga dilakukan pengambilan
conto batuan vulkaniklastik andesitik untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium, meliputi analisis
petrografi, mineragrafi, dan geokimia. Analisis geokimia batuan menggunakan metode XRF (X-Ray
Fluorescence) dan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectometry) untuk mengetahui
kandungan unsur utama, unsur jejak, dan unsur jarang dalam conto batuan. Data geokimia batuan
tersebut kemudian digunakan untuk melakukan perhitungan kesetimbangan massa dan volume (mass
and volume balance) batuan vulkaniklastik andesitik selama proses alterasi hidrotermal dengan
metode isocon (Grant, 1986).
Geologi
Batuan yang berumur paling tua di daerah Elang adalah batuan vulkaniklastik andesitik
(andesit vulkanik; Maryono dkk., 2005). Batuan tersebut tersebar luas dan merata hingga menutupi
lebih dari 80% area penelitian (Gambar 2), tersusun oleh seri vulkaniklastik dari yang berbutir halus
hingga yang kaya akan fragmen batuan. Komposisi utama batuan tersebut adalah kristal-kristal
plagioklas dan kuarsa (sebagai butiran berukuran 1–30mm, atau sebagai matriks berbutir halus),
mineral mafik biotit dan hornblende berukuan 1–5mm, serta magnetit berukuran halus hingga sekitar
1mm. Kandungan material vulkanik seperti tuff dan lapili hadir dalam jumlah yang bervariasi, dengan
ukuran butir antara kerikil hingga kerakal. Umur dari litologi ini adalah Miosen Awal hingga Miosen
Tengah (Garwin, 2002).
Di daerah Elang dijumpai beberapa intrusi yang kompleks dan bervariasi Berdasarkan
singkapan batuan di permukaan maupun data lubang bor-lubang bor pada penampang A – B,
diketahui keberadaan seri intrusi tonalit yang menerobos batuan vulkaniklastik andesitik. Intrusi tonalit
tersebut diistilahkan sebagai Tonalit Pertama (Tonalit Delta; Maryono dkk., 2005) dan Tonalit Kedua
(Tonalit Echo; Maryono dkk., 2005). Intrusi Tonalit Pertama terbentuk terlebih dulu diikuti oleh intrusi
Tonalit Kedua. Tonalit Kedua dibedakan dari Tonalit Pertama berdasarkan kenampakan kristal-kristal
feldspar, kuarsa, dan hornblende yang lebih melimpah dan lebih kasar daripada kristal-kristal
penyusun Tonalit Pertama. Selain itu, kandungan magnetit Tonalit Kedua relatif lebih sedikit daripada
kandungan magnetit Tonalit Pertama, dan densitas urat penyusun jejaring pada Tonalit Kedua tidak
serapat pada Tonalit Pertama. Tonalit Kedua mengintrusi bagian tengah tubuh intrusi Tonalit Pertama
(Gambar 2). Berdasarkan pengukuran umur dengan menggunakan metode dating U–Pb SHRIMP
terhadap zirkon dalam batuan oleh Garwin (2002), diketahui bahwa seri intrusi tonalit tersebut
berumur berumur 3,7 juta tahun.
30
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Gambar 2 Peta geologi daerah Elang (dimodifikasi dari Maryono dkk., 2005) dan
penampang geologi A-B.
Intrusi yang berumur paling muda adalah intrusi dasit porfiri yang tersingkap di sebelah timur
seri intrusi tonalit (Gambar 2). Dasit porfiri ini dicirikan oleh quartz-eye dengan diameter mencapai
lebih dari 8mm dan sejumlah hornblende tersusun di dalam massa dasar afanitik. Intrusi dasit porfiri
ini memotong zona alterasi dan mineralisasi porfiri. Secara umum tingkat alterasinya tidak terlalu
intens, tanpa perkembangan jejaring urat, sehingga diinterpretasikan bahwa intrusi dasit porfiri ini
terbentuk setelah mineralisasi porfiri terjadi (Maryono dkk., 2005).
Di daerah timur dijumpai tubuh breksi diatrem yang tersusun oleh 2–20% fragmen batuan
tertanam di dalam matriks halus. Fragmen-fragmen tersebut antara lain andesit berbutir halus, diorit
dan sejumlah fragmen batuan tersilisifikasi. Fragmen-fragmen tersebut berdiamater antara 2–30mm,
berbentuk membundar hingga menyudut, dan berasosiasi dengan pirit dalam jumlah yang melimpah
(Maryono dkk., 2005).
Alterasi hidrotermal
Proses intrusi tonalit terhadap batuan vulkaniklastik andesitik menghasilkan zona alterasi
hidrotermal yang cukup kompleks di daerah penelitian. Kompleksitas alterasi hidrotermal dicerminkan
oleh saling overlap antara tipe alterasi yang satu dengan tipe alterasi yang lain. Analisis alterasi
hidrotermal dilakukan terhadap data inti bor dari tujuh lubang bor pada penampang A – B (Gambar 3).
Pembagian satuan alterasi hidrotermal didasarkan pada kumpulan asosiasi mineral sekunder.
31
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Gambar 3 Peta zona alterasi hidrotermal daerah Elang (dimodifikasi dari Maryono dkk.,
2005) dan penampang alterasi A-B.
Fase paling awal alterasi hidrotermal berasosiasi dengan intrusi Tonalit Pertama. Fase
tersebut ditandai oleh proses pembentukan biotit sekunder dari mineral-mineral mafik (hornblende dan
biotit primer) yang diikuti oleh proses kloritisasi mineral-mineral mafik termasuk biotit sekunder yang
sebelumnya terbentuk. Fase ini menghasilkan zona alterasi biotit±magnetit yang dilingkupi oleh zona
luas klorit-epidot di sekelilingnya. Intrusi Tonalit Kedua mengawali fase transisi alterasi hidrotermal.
Zona alterasi biotit±magnetit mengalami pengkayaan biotit sekunder sekaligus mengalami proses
kloritisasi dan membentuk zona alterasi biotit-klorit±magnetit, yang dikelilingi oleh zona alterasi
klorit±magnetit dan zona alterasi klorit-epidot. Aliran fluida magmatik yang keluar dari tubuh pluton
mengakibatkan tubuh pluton mengalami pendinginan dan mendukung pembentukan rekahanrekahan, baik dalam tubuh tonalit maupun batuan yang diterobos, yakni batuan vulkaniklastik
andesitik. Proses tersebut diikuti oleh proses pergantian mineral-mineral silikat dalam batuan oleh
serisit dan kuarsa yang terjadi karena fluida magmatik dari tubuh pluton mengalami penurunan suhu
(akibat bercampur dengan fluida meteorik dan alterasi batuan samping/wall rock alteration). Pada fase
ini zona alterasi klorit±magnetit terekspansi oleh zona alterasi serisit dan membentuk zona alterasi
klorit-serisit±magnetit yang dikelilingi oleh zona alterasi serisit-klorit.
Aliran fluida meteorik yang menjadi semakin intens mempercepat proses pendinginan fluida
magmatik dan mendukung proses pembentukan rekahan-rekahan dalam batuan. Hal tersebut
menyebabkan aliran fluida meteorik dari sekeliling sistem hidrotermal pun menjadi semakin dominan
dan mengakibatkan proses penghancuran feldspar dalam batuan menjadi mineral-mineral lempung
pun menjadi semakin intens. Proses tersebut mengakibatkan pembentukan zona alterasi serisit-kloritmineral lempung yang diikuti oleh pembentukan zona alterasi mineral lempung (kaolinit-ilit dan pirofilitalunit) di sekelilingnya. Zona alterasi kaolinit-ilit dan pirofilit-alunit terbentuk bersamaan, namun pada
lingkungan pembentukan yang berbeda. Alterasi pirofilit-alunit terbentuk pada lingkungan yang lebih
asam akibat pengaruh airtanah yang sangat dominan di dekat permukaan. Proses pembentukan
alterasi mineral lempung merupakan fase akhir alterasi hidrotermal.
32
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Mineralisasi bijih
Tipe mineralisasi bijih di daerah penelitian adalah mineralisasi tembaga porfiri. Mineralisasi
bijih di daerah penelitian ini berasosiasi dengan sejumlah intrusi porfiri yang menerobos batuan
sampingnya. Pada penampang A-B mineralisasi bijih berasosiasi dengan intrusi Tonalit Pertama dan
Tonalit Kedua yang mengintrusi batuan vulkaniklastik andesitik. Mineral bijih di daerah penelitian pada
umumnya hadir sebagai hamburan dalam batuan, atau sebagai pengisi urat baik bersama-sama
dengan kuarsa maupun tidak (Gambar 4). Mineral bijih di daerah penelitian terutama adalah mineralmineral sulfida pembawa tembaga (copper-bearing sulphide), seperti kalkopirit, bornit, dan sejumlah
kovelit, yang berasosiasi dengan pirit dan mineral-mineral oksida besi seperti magnetit, hematit, goetit.
Di beberapa tempat dapat dijumpai sfalerit atau galena sebagai hasil replacement. Pada zona
pengkayaan supergen, bijih tembaga yang dominan adalah kalkosit, yang berasosiasi dengan hematit
dan goetit.
Gambar 4. Conto batuan vulkniklastik andesitik yang menunjukkan urat-urat kuarsa dan kalkopirit.
Geokimia batuan
Geokimia batuan intrusi pembawa mineralisasi
Intrusi pembawa mineralisasi pada penampang A – B adalah Tonalit Pertama dan Tonalit
Kedua. Data geokimia batuan mengindikasikan bahwa, baik Tonalit Pertama maupun Tonalit Kedua,
keduanya tergolong sebagai batuan beku intermediet yang kaya akan silika. Komposisi silika Tonalit
Pertama kurang lebih 60% dengan total alkali (Na+K) sekitar 3,6%, sementara komposisi silika dalam
Tonalit Kedua kurang lebih 58% dengan total alkali sekitar 3,8%. Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa afinitas kedua tonalit tersebut adalah kalk-alkalin (berdasarkan diagram Le Maitre dkk., 1989
dalam Rollinson, 1995). Meski demikian, tingkat mineralisasi keduanya berbeda, tingkat mineralisasi
Tonalit Kedua relatif lebih rendah apabila dibandingkan tingkat mineralisasi Tonalit Pertama. Hal
tersebut kemungkinan karena keberadaan urat-urat kuarsa halus (veinlet kuarsa) pada Tonalit
Pertama relatif lebih banyak.
Geokimia batuan samping teralterasi
Batuan samping di daerah penelitian adalah batuan vulkaniklastik andesitik. Batuan ini
merupakan batuan yang tertua di daerah penelitian. Batuan vulkaniklastik andesitik pada penampang
A – B diterobos oleh intrusi tonalit dan menghasilkan sistem alterasi hidrotermal yang memungkinkan
terjadinya mineralisasi tembaga porfiri. Proses alterasi hidrotermal mengakibatkan perubahan
terhadap mineralisasi dan geokimia batuan yang dapat berupa penambahan (gains) ataupun
pengurangan (losses) terhadap oksida maupun unsur dalam batuan. Untuk melihat perubahan kimia
batuan tersebut, maka dilakukan analisis kesetimbangan massa dan volume dengan metode isocon.
Gresens (1976), dalam Grant (1986) dan Idrus (2006), mengatakan bahwa satu atau lebih
komponen dalam batuan dapat bersifat tidak mobil (immobile) selama proses alterasi (Grant, 1986;
Idrus, 2006). Unsur dan oksida yang umumnya bersifat tidak mobil selama proses alterasi hidrotermal
berlangsung yakni Al2O3, TiO2, P2O5, Y, Nb, dan Hf. Penambahan dan pengurangan komponenkomponen lainnya kemudian dapat dihitung berdasar pada asumsi bahwa perubahan volume itu
merupakan faktor yang berlaku juga untuk semua komponen dalam batuan tersebut (Grant, 1986).
Grant (1986) menggambarkan hubungan tersebut pada grafik linear dengan cara memplot
harga konsentrasi pada batuan teralterasi (ordinat) terhadap harga konsentrasi pada batuan asalnya
33
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
(absis) untuk setiap oksida dan unsur. Garis isocon adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang
ditunjukkan oleh semua komponen yang relatif tidak mobil (Grant, 1986) selama proses alterasi
hidrotermal berlangsung. Oksida atau unsur yang berada di atas garis isocon mengalami
penambahan konsentrasi, sementara oksida atau unsur yang berada di bawah garis isocon
mengalami pengurangan konsentrasi. Perhitungan secara kuantitatif terhadap perubahan konsentrasi
oksida atau unsur tertentu dalam batuan, serta perubahan volume dan massa batuan akibat proses
alterasi hidrotermal sangat bergantung pada gradien garis isocon tersebut.
Untuk perubahan alterasi hidrotermal dari A ke B (harus diketahui bahwa alterasi hidrotermal
A relatif lebih fresh daripada alterasi hidrotermal B), rumus untuk perhitungan perubahan konsentrasi
(Grant, 1986) adalah sebagai berikut:
((
) )
ΔC = (1 S)× C B C A − 1
(i)
B
A
Di mana S adalah gradien grafik isocon. dan C / C adalah perbandingan konsentrasi unsur
batuan yang mengalami alterasi hidrotermal B dengan konsentrasi unsur batuan yang mengalami
alterasi hidrotermal A. ΔC adalah penambahan dan pengurangan oksida utama atau unsur S (persen
berat), unsur jejak (ppm), atau unsur Au (ppb).
Untuk menghitung perubahan volume (ΔV) dan perubahan massa (ΔM) digunakan rumus
sebagai berikut (Grant, 1986):
((
) )
ΔV = (1 S)× ρ B ρ A − 1 × 100
(ii)
ΔM = ((1 S) − 1)× 100
(iii)
Di mana perubahan volume (ΔV) dan perubahan massa (ΔM) dalam satuan persen. ρB / ρA
adalah perbandingan berat jenis batuan yang mengalami alterasi hidrotermal B terhadap berat jenis
3
batuan yang mengalami alterasi hidrotermal A. Harga berat jenis sampel batuan (g/cm ) tersebut
diperoleh lewat analisis densitas berdasarkan prinsip Archimedes.
Tahapan alterasi hidrotermal di daerah penelitian dimulai oleh pembentukan alterasi biotitklorit±magnetit. Alterasi klorit-serisit±magnetit yang terbentuk kemudian meng-overlap alterasi biotitklorit±magnetit, diikuti oleh pembentukan alterasi serisit-klorit-mineral lempung. Alterasi mineral
lempung (kaolinit-ilit dan pirofilit-alunit) terbentuk pada tahap akhir dan meng-overlap alterasi yang
telah terbentuk sebelumnya. Analisis kesetimbangan massa dan volume mengacu pada tahapan
tersebut.
Perubahan alterasi dari alterasi klorit-serisit±magnetit menjadi alterasi serisit-klorit-mineral
lempung mengakibatkan pengurangan massa sebesar kurang lebih 9,09%, dan pengurangan volume
sebesar kurang lebih 4,01% (Gambar 4). Perubahan tersebut kemungkinan berasosiasi dengan
proses pembentukan mineral-mineral lempung dalam batuan yang semakin intens pada alterasi
serisit-klorit-mineral lempung. Terjadi pengkayaan K2O (Gambar 5) yang kemungkinan berkaitan erat
dengan proses pembentukan serisit dalam batuan, sementara pengkayaan MgO kemungkinan
berkaitan dengan bertambahnya intensitas pembentukan klorit dari mineral-mineral mafik dalam
batuan.
Gambar 4. Grafik isocon untuk perubahan dari alte-rasi klorit-serisit±magnetit menjadi alterasi serisitklo-rit-mineral lempung.
34
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Perubahan dari alterasi serisit-klorit-mineral lempung menjadi alterasi kaolinit-ilit
mengakibatkan pengurangan massa sebesar kurang lebih 3,85%, dan pengurangan volume sebesar
kurang lebih 3,38 % (Gambar 6). Pengkayaan Na2O serta pengurangan CaO dan MgO (Gambar 7)
kemungkinan berkaitan erat dengan proses penghancuran feldspar dalam batuan menjadi mineralmineral lempung, yang pada alterasi kaolinit-ilit ini merupakan proses yang sangat dominan. Unsur S
mengalami pengkayaan sementara unsur Cu dan Au mengalami pengurangan sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembentukan mineral-mineral sulfida masih berlangsung, meskipun pembentukan
mineral-mineral sulfida pembawa tembaga semakin tidak dominan. Kemungkinan pirit merupakan
mineral sulfida yang pembentukannya paling dominan pada alterasi ini.
Gambar 5. Perubahan kon-sentrasi oksida dan unsur dalam batuan vulkaniklas-tik andesitik selama
proses alterasi klorit-serisit±mag-netit menjadi alterasi seri-sit-klorit-mineral lempung.
Gambar 6. Grafik isocon untuk perubahan dari alte-rasi serisit-klorit-mineral lempung menjadi alterasi
kaolinit-ilit.
Gambar 7. Perubahan kon-sentrasi oksida dan unsur dalam batuan vulkaniklas-tik andesitik selama
proses alterasi serisit-klorit-mine-ral lempung menjadi alte-rasi kaolinit-ilit.
35
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Perubahan alterasi dari alterasi serisit-klorit-mineral lempung menjadi alterasi pirofilit-alunit
berdampak pada pengurangan volume sebesar kurang lebih 2,91%, sementara massa batuan relatif
tidak mengalami perubahan (Gambar 8).
Gambar 8. Grafik isocon untuk perubahan dari alte-rasi serisit-klorit-mineral lempung menjadi alterasi
pirofilit-alunit.
Terjadi pengkayaan MnO dan Fe2O3 yang kemungkinan berkaitan proses oksidasi terhadap
mineral-mineral sulfida yang menghasilkan oksida-oksida besi. SiO2 mengalami pengurangan, yang
kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya intensitas pembentukan urat-urat kuarsa. Unsur S, Au,
dan Cu terlihat mengalami penambahan, bahkan unsur Cu mengalami penambahan yang sangat
signifikan (Gambar 9). Hal tersebut kemungkinan berasosiasi dengan proses pengkayaan supergen
(supergen enrichment) pada zona alterasi ini.
Gambar 9. Perubahan kon-sentrasi oksida dan unsur dalam batuan vulkaniklas-tik andesitik selama
proses alterasi serisit-klorit-mine-ral lempung menjadi alte-rasi pirofilit-alunit.
Kesimpulan
1. Tipe endapan di daerah penelitian adalah endapan tembaga-emas porfiri, yang terbentuk akibat
proses intrusi batuan intermediet berafinitas kalk-alkalin (Tonalit Pertama dan Tonalit Kedua)
berumur 3,7 juta tahun yang lalu (Garwin, 2002) terhadap batuan vulkaniklastik andesitik berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Tengah.
2. Ada lima zona alterasi hidrotermal utama yang berkembang di daerah penelitian, yakni: alterasi
biotit-klorit±magnetit, yang mewakili fase awal alterasi hidrotermal; alterasi klorit-serisit±magnetit
dan serisit-klorit-mineral lempung, yang mewakili fase transisi; alterasi kaolinit-ilit dan pirofilit-alunit,
yang merupakan fase akhir.
3. Mineral bijih tembaga yang utama adalah kalkopirit, dengan sejumlah bornit dan kovelit, yang
berasosiasi dengan pirit dan magnetit, serta kalkosit pada zona-zona pengkayaan supergen di
dekat permukaan.
36
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
4. Dari hasil analisis kesetimbangan massa dan volume (dengan metode isocon; Grant, 1986)
terhadap batuan samping vulkaniklastik andesitik yang teralterasi, diketahui bahwa batuan
vulkaniklastik andesitik mengalami pengurangan massa dan volume selama proses alterasi
hidrotermal dan mineralisasi bijih.
5. Unsur S mengalami pengkayaan selama proses alterasi hidrotermal menandakan terjadinya
pengendapan mineral-mineral sulfida. Sementara itu, pengendapan bijih tembaga dan emas
semakin berkurang seiring proses alterasi hidrotermal berlangsung. Kecuali pada perubahan dari
alterasi serisit-klorit-mineral lempung menjadi alterasi pirofili-alunit yang kemungkinan berasosiasi
dengan proses pengkayaan supergen.
Daftar pustaka
Garwin, S.L., 2002, The Geologic Setting of Intrusion-related Hydrothermal Systems Near the Batu
Hijau Porphyry Copper-Gold Deposit, Sumbawa, Indonesia: Global Exploration 2002, Integrated
Method for Discovery, Colorado, USA: Society of Economic Geologists Special Publication 9, hal. 333
– 366.
Grant, J.A., 1986, The Isocon Diagram–a Simple Solution to Gresens’ Equation for Metasomatic
Alteration: Economics Geology, vol.81, hal. 1976 – 1982.
Idrus, A., 2006, Petrology, Geochemistry, and Compositional Changes of Diagnostic Hydrothermal
Minerals Within the Batu Hijau Porphyry Copper-Gold Deposit, Sumbawa Island, Indonesia: Ph.D
Thesis, Aachener Geowissenschaftliche Beitrage, 352 hal.
Maryono, A., Lubis, H., Perdanakusumah, A., and Hermawan, W., 2005, The Elang Porphyry and
Gold Mineralization Style Sumbawa, in Indonesian Mineral and Coal Discoveries: IAGI Special Issues
2005, hal. 1 – 17.
Rollinson, H., 1995, Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation, Interpretation, Longman
Group, England, 352 hal.
37
Download