1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki sumber daya alam yang begitu kaya dan beraneka ragam. Semua kekayaaan alam itu terhampar di atas permukaan bumi dan terkandung di dalam perut bumi, seperti sumber daya hutan yang melimpah, air bersih, dan potensi bahan mineral. Banyak daerah di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam seperti mineral namun belum dieksploitasi secara maksimal, salah satunya adalah potensi pertambangan mineral logam (emas). Emas merupakan logam yang banyak digunakan sebagai perhiasan dan cadangan devisa negara. Emas memiliki kekerasan berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs) dan berat jenis yang tergantung pada kandungan logam dan jenis logam lain yang berpadu di dalam emas. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan. Mineral ikutan umumnya berupa kuarsa, karbonat, turmalin dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Emas dalam bentuk cebakan (mineral deposit) di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas primer dan emas sekunder. Cebakan emas primer terbentuk oleh aktifitas hidrotermal yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan mineral utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau tersebar pada batuan. Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer akan menghasilkan cebakan emas sekunder. Menurut Anonim (2013), terdapat beberapa mineral strategis di Kabupaten/Kota di Indonesia (Gambar 1.1) 1 2 Gambar 1.1 Peta potensi mineral strategis di Indonesia, Badan Geologi (2013) (http://webmap.psdg.bgl.esdm.go.id/geosain/neraca mineral) Berdasarkan peta tersebut, terdapat indikasi adannya potensi emas di daerah penelitian (Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat) dan didukung dengan adanya aktifitas penambang emas di dekat daerah penelitian. Menurut informasi geologi daerah penelitian ini, terdapat pada busur kepulauan yang terdiri dari satuan batuan beku dengan mineral peridotit dalam kompleks ofiolit dan satuan batupasir konglomeratan yang diendapkan tidak selaras di atas batuan beku, dimana terdapat batuan beku yang tersilisifikasi berupa urat-urat tipis (kuarsa) yang tersebar di tubuh batuan dan sebagian teralterasi argilik dengan ditemukannya mineral lempung dan pirit dalam batuan dan juga dalam batupasir konglomeratan terdapat kehadiran alterasi argilik dan silisik dengan mineral pirit. Selain pada batuan beku (mineral peridotit) silisifikasi juga hadir dalam breksi dengan fragmen peridotit yang membentuk tekstur pengisian berupa crustiform-colloform, cockade, dan urat-urat dalam breksi. Batuan beku yang tersilisifikasi banyak tersingkap di daerah sungai yang mencirikan adanya struktur yang berperan dalam proses mineralisasi daerah penelitian. Pada daerah dekat penelitian juga terdapat mata air panas sebagai indikasi adanya aktifitas hidrotermal. 3 Dalam ekplorasi mineral emas hampir tidaklah mungkin mendapatkan respon geofisika secara langsung dari emas karena kandungan emas sangat kecil dalam lingkungan pengendapannya (sekitar 2 – 30 gr/ton). Namun secara tidak langsung, pendeteksian secara geofisika dapat mendeteksi keberadaan endapan emas yang berhubungan dengan batuan dasarnnya yang telah teralterasi, struktur, dan mineral yang biasannya menjadi petunjuk penting keberadaan endapan emas. Metode eksplorasi yang efektif, efisien, dan ekonomis untuk pendugaan zona prospek mineral logam, yang berasosiasi dengan mineral emas, di daerah penelitian dilakukan dengan mengkombinasikan metode geofisika yaitu metode magnetik dan metode polarisasi terinduksi. Metode magnetik digunakan untuk mencari sebaran dari zona alterasi serta memetakan batas yang diperkirakan berpotensi sebagai zona mineral berdasarkan nilai intensitas magnetik dari suatu batuan. Selain itu, metode magnetik juga digunakan sebagai rekomendasi lintasan metode polarisasi terinduksi. Tahap eksplorasi selanjutnya menggunakan metode polarisasi terinduksi kawasan waktu, yang efektif digunakan sebagai indikator kehadiran mineral logam serta dapat memetakan kondisi bawah permukaan secara horizontal dan vertikal, sebagai data pendukung untuk mengukur nilai resistivitas dan chargeabilitas suatu batuan dalam penentuan dan penyebaran zona alterasi mineral logam. Dengan menerapakan kedua metode tersebut diharapkan dapat ditentukan keberadaan dan penyebaran zona alterasi mineral logam yang berasosiasi dengan mineral emas, dan dapat memperkirakan volumennya berdasarkan nilai anomali magnetik dan anomali polarisasi terinduksi sebagai indikasi keberadaan mineral logam. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana persebaran mineral logam yang berasosiasi dengan emas di daerah penelitian berdasarkan anomali magnetik dan polarisasi 4 terinduksi dan berapa perkiraan volume sumber daya mineral logam di daerah penelitian. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui persebaran mineral logam yang berasosiasi dengan emas di daerah penelitian berdasarkan data anomali magnetik dan polarisasi terinduksi 2. Menghitung perkiraan volume mineral logam di daerah penelitian 1.4 Batasan Masalah Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah 1. Pemodelan 3D berdasarkan data polarisasi terinduksi tanpa data bor 2. Luasan daerah penelitian dibatasi dengan data magnetik 3. Menghitung potensi sumber daya mineral logam di daerah penelitian berdasarkan data polarisasi terinduksi tanpa data laboratorium 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat pada penelitian ini adalah tersediannya peta sebaran dan cadangan sumber daya alam (mineral logam) sebagai kekayaan negara.