BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang dapat membentuk citra suatu bangsa adalah bidang pariwisata. Indonesia merupakan negara yang memiliki kenampakan alam memukau serta kaya budaya, pariwisata Indonesia sangat berpotensi sebagai destinasi wisata dunia. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menimbang bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional, dan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Beberapa tahun terakhir, sektor pariwisata Indonesia menunjukan kemajuan. Statistik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menunjukkan bahwa selama periode 2007-2011 sektor pariwisata selalu berada di posisi lima besar dalam ranking devisa atas 10 ekspor barang terbesar. Hal ini terbukti melalui terpilihnya salah satu icon parisiwata Indonesia sebagai keajaiban dunia pada tahun 2011 yang diselenggarakan organisasi New7Wonders, yaitu Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur. Di tahun 2013, Indonesia juga dipercaya xviii 1 2 untuk menjadi tuan rumah dalam beberapa acara internasional seperti Miss World dan APEC di Bali, serta The 3rd Islamic Solidarity Games di Palembang. Adanya acara-acara internasional tersebut tentu saja menarik wisatawan mancanegara untuk mendukung langsung negaranya di Indonesia. Hal ini merupakan peluang untuk memperkenalkan pariwisata Indonesia kepada dunia. Banyak objek wisata di Indonesia timur yang mulai dilirik oleh wisatawan mancanegara sebagai destinasi wisata. Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menyebutkan bahwa selama tahun 2012 jumlah wisatawan mancanegara mencapai 8.044.462 orang. Jumlah ini meningkat sebesar 5,16% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara tentu saja menjadi peluang untuk mengembangkan bisnis perhotelan dan biro perjalanan wisata di Indonesia. Saat ini banyak hotel yang memilih konsep budget hotel untuk backpacker dan luxury resort untuk rich traveler. Perkembangan bisnis tersebut harusnya menjadi motivasi para pengusaha bisnis perhotelan dan pariwisata untuk menjadikan perusahaannya go public di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga mereka dapat menarik investor untuk turut andil dalam perkembangan perusahaannya melalui kepemilikan saham. Namun kenyataannya di BEI, jumlah perusahaan pada sub sektor ini hanya sedikit dan perdagangan sahamnya tidak likuid. Harga saham perusahaan-perusahaan di sub sektor perhotelan dan pariwisata jauh dibawah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan saham perusahaan-perusahaan di sub sektor perhotelan dan pariwisata kurang diminati. Fenomena perdagangan saham yang kurang diminati xix 3 di sub sektor perhotelan dan pariwisata, membuat sebuah perusahaan di sub sektor ini delisting dari BEI pada 4 Oktober 2011, yaitu PT Anta Express Tour & Travel Services (ANTA). Dalam trading saham, seorang investor harus melakukan analisis teknikal atas volatilitas harga saham dan analisis fundamental melalui laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi. Akuntansi harus dipahami agar investor dapat mengambil keputusan bisnis dengan tepat, dengan kata lain akuntansi adalah bahasa bisnis. Investor harus mampu menafsirkan rasiorasio keuangan sebagai prediktor kinerja keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, rasio-rasio keuangan perusahaan-perusahaan sub sektor perhotelan dan pariwisata akan dihitung lagi dengan formula Z-Score yang disebut Diskriminan Altman. Diskriminan Altman digunakan untuk menilai kesehatan kinerja keuangan perusahaan. Setelah mengetahui posisi kesehatan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut, barulah dianalisis pengaruhnya terhadap harga saham. Dalam penelitian yang dilakukan Hadi dan Anggraeni (2008: 184) menyatakan bahwa model prediksi Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga prediktor yang dianalisa yaitu Altman model, Zmijewski model dan Springate model. Dengan adanya fenomena tersebut, maka mendorong peneliti untuk menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di BEI. xx 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di BEI? 2. Apakah terdapat perbedaan harga saham untuk perusahaan dengan kategori sehat dan tidak sehat? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di BEI. 2. Untuk menganalisis perbedaan harga saham untuk perusahaan dengan kategori sehat dan tidak sehat. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Kontribusi Teoretis a. Mendapatkan pemahaman baru mengenai model Diskriminan Altman untuk menilai kesehatan kinerja keuangan perusahaan beserta pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan. b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi penelitian selanjutnya. xxi 5 2. Kontribusi Praktis a. Mengetahui aplikasi model Diskriminan Altman di dunia nyata (praktis). b. Sebagai bahan evaluasi untuk kebijakan yang telah dikeluarkan, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi kondisi kesulitan keuangan. c. Sebagai informasi untuk menilai kinerja keuangan perusahaan terhadap harga saham, sehingga dapat mengambil keputusan investasi dengan tepat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas analisis laporan keuangan untuk menilai kesehatan kinerja keuangan perusahaan dengan hanya menggunakan model Diskriminan Altman. Penilaian kesehatan kinerja keuangan tersebut hanya untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan, bukan sebagai faktor penentu kesulitan keuangan. Penelitian ini dibatasi pada perusahaan yang hanya menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada tanggal 31 Desember selama 3 tahun berturut-turut selama periode 2010-2012. Sedangkan laporan keuangan yang diteliti meliputi neraca dan laporan laba rugi. Periode penelitian dilakukan selama tiga tahun karena menurut Aryati dan Manao (lihat Agustina, 2008a: 3) hasil penelitian Altman menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan yang digunakan sebagai prediktor mempunyai tingkat keakuratan prediksi 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Tingkat keakuratan tersebut akan mengalami penurunan untuk periode waktu yang lebih lama. xxii