BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran bahasa Indonesia perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak baik oleh guru bidang studi bahasa Indonesia, keluarga, maupun masyarakat. Kedudukan dan peranan bahasa Indonesia marupakan keberhasilan dalam setiap aspek pendidikan. Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan siswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu guru dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis. Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran dikelas, terkait dengan kemampuan guru, baik sebagai perancang pembelajaran maupun sebagai pelaksana dilapangan. Selain itu,guru dituntut mampu melakukan pembaharuan khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu dengan merancang pembelajaran berdasarkan pengalaman belajar siswa sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna(Wahab. A dalam Winihasih 2006). Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia (Keraf, 1979:16).Tanpa adanya suatu bahasa, manusia tidak bisa berkomunikasi, apalagi mengungkapkan ide-ide atau konsep-konsep yang ada dalam pikirannya kepada orang lain. Oleh karena itu, bahasa dipandang sebagai hal yang pertama dan utama dalam kehidupan manusia untuk mengadakan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat berkomunikasi, manusia memakai sistem tanda-tanda atau lambang-lambang bunyi yang dinyatakan 1 dengan sadar. Bunyi-bunyi disusun menjadi kata dan kata-kata disusun menjadi kalimat berdasarkan peraturan-peraturan tertentu. Dengan adanya kalimat-kalimat itulah manusia bisa berkomunikasi dengan orang lain. Pada umumnya bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam. Untuk itu, para pemakai bahasa komunikatif memerlukan pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai ragam bahasa yang dapat mendukung pengembangan pengetahuan keterampilan berkomunikasi. Penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari ada secara lisan, dan ada juga secara tertulis. Pemakaian bahasa secara lisan dapat dijumpai dalam siaran televisi, siaran radio, dan dalam percakapan, baik secara formal maupun non formal. Sedangkan pemakaian bahasa secara tertulis dapat dijumpai dalam kegiatan suratmenyurat, karang-mengarang, mencatat dan pembuatan laporan-laporan. Bahasa memegang peran penting sebagai alat perhubungan antar anggota masyarakat, dengan demikian menentukan pula pergaulan di masyarakat. Menyadari akan pentingnya fungsi bahasa dengan ruang lingkup yang luas, dari pergaulan masyarakat sampai pada pemanfaatan ilmu pengetahuan, artinya bahwa bahasa Indonesia dipergunakan di segala bidang pendidikan. Di samping itu, fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun, dan diungkapkan kepada orang lain sebagai bahan komunikasi. Pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan bahwa : “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia telah diresmikan menjadi bahasa negara berdasarkan UUD RI Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi : “ Negara ialah bahasa Indonesia”. 2 Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik seebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahasa Indonesia mendukung seluruh aktivitas di segala segi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan kehidupan warga negara Indonesia secara individual juga sangat penting. Sehubungan dengan hal itu, sekolah sebagai lambang pendidikan formal mempunyai peran yang cukup besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Karena pada dasarnya tujuan pengajaran bahasa pada setiap jenjang pendidikan adalah untuk meningkatkan keterampilan be mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengajaran kalimat merupakan salah satu pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia mulai tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah. Pengajaran menganalisis kalimat majemuk berupa penggunaan kalimat tunggal, pengembangan serta penggabungan kalimat. Pengajaran tata kalimat di SMP oleh guru bahasa Indonesia disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Pengajaran kalimat diberikan secara terpadu dengan unsuunsur kebahasaan yaitu struktur dan kosa kata, dalam aspek keterampilan yang ada yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. . Dalam penggunaan bahasa Indonesia kalimat merupakan unsur terkecil utama yang mendukung terbentuknya sebuah paragraph-wacana dan menjadi baik apabila kalimat-kalimat pendukungnya tersusun secara baik pula. Dan apabila kita memegang peranan penting dalam pemakian bahasa Indonesia sehari-hari, baik lisan maupun tulisan. 3 Dengan menggunakan kalimat majemuk bertingkat biasanya siswa dapat menyusun suatu paragraf atau wacana. Tidak hanya dengan menggunakan kalimat tunggal saja. Kalimat majemuk bertingkat bagian-bagian kalimat seperti subjek, predikat, objek dan keterangan (adverbal), yang dapat diperluas menjadi pola kalimat baru. Dan bisa juga dengan menghubungkan beberapa kalimat tunggal, yang dihubungkan dengan kata penghubung. Unsur-unsur kalimat yang digunakan tidak sederajat atau sejajar. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam menganalisis kalimat majemuk masih banyak menemui suatu hambatan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian siswa dalam menerima pembelajaran, siswa tidak memperhatikan pada saat guru menjelaskan (bermain-main). Kurangnya perhatian guru terhadap siswa, karena guru juga manusia biasa pasti ada saja kekurangan yang harus disempurnakan lagi sehingga menjadi lebih baik. Solusi yang harus ditingkatkan adalah membaca buku lebih rajin dan yang paling utama adanya minat belajar siswa harus dibangkitkan. Untuk kriterian ketuntasan minimal (KKM) yang harus dicapai siswa adalah 8,0. Bagi siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 8,0 akan melakukan remidi (mengulang) samapai siswa itu memang benar-benar mengerti terhadap materi yang diajarkan. Adapun tahapan yang harus diterapkan dalam strategi pembelajaran konstruktivisme yaitu: orientasi, eksplorasi, interpretasi, rekreasi, dan evaluasi. Maka peneliti memilih objek seperti ini, karena peneliti ingin menggali potensi siswa mengenai kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat dengan penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme dan nantinya hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran 4 bahasa Indonesia. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat dengan Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013? 2. Bagaimanakah langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013? 1.3 Tujuan Penelitian Segala sesuatu yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Dalam hal ini ada tujuan yang ingin dicapai. 1.3.1 Tujuan Umum - Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya dan ikut menyumbangkan pikiran dalam rangka pembinaan dan perkembangan bahasa Indonesia. - Sebagai umpan balik bagi guru dalam proses mengajar bahasa Indonesia. 5 1.3.2 Tujuan Khusus - Untuk mendapatkan informasi yang pasti dalam strategi pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua. - Untuk menemukan langkah-langkah apa saja yang di tempuh untuk meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme pada siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ini memfokuskan pada : 1. Peningkatan kemampuan menganalisis kalimat majemuk. 2. Menerapkan strategi pembelajaran konstruktivisme. 1.5 Mamfaat Penelitian Setiap bentuk usaha yang dilakukan pasti memiliki harapan-harapan yang dicapai sehingga hasilnya bisa bermanfaat. Demikian halnya pada penelitian ini yang memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut: 1.5.1 Mamfaat Teoritis - Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan terhadap keterampilan berbahasa khususnya keterampilan menganalisis kalimat majemuk. - Dapat memberikan masukan kepada guru bidang studi bahasa Indonesia di SMP Nusa Dua. 6 1.5.2 Manfaat Praktis - Guru Penelitian ini akan bermamfaat bagi guru sebagai masukan untuk lebih kreatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam menganalisis kalimat majemuk. - Bagi Siswa Hasil penelitian ini akan bermamfaat bagi siswa kelas VIII.1 di SMP Nusa Dua, karena dengan metode konstruktivisme kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk dapat ditingkatkan. - Bagi Peneliti Hasil penelitian ini akan bermamfaat bagi peneliti karena peneliti sebagai calon guru yang nantinya dapat menerapkan media gambar dalam pengajaran menganalisis kalimat majemuk. - Bagi lembaga Bagi lembaga, tempat penelitian menempuh pendidikan hasil penelitian ini dapat di manfaatkan sebagai referensi serta digunakan sebagai bahan pengajaran mata kuliah penulisan karya ilmiah. 1.6 Asumsi Rencana penelitian ini berdasarkan seperangkat asumsi. Adapun yang dimaksud asumsi adalah anggapan dasar yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan. Hal ini merupakan suatu pegangan yang sangat penting dalam mengadakan suatu penelitian. Seperangkat asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut : 7 1. Semua siswa memiliki fasilitas yang sama dalam mengikuti proses pembelajaran. 2. Pengajaran tentang kalimat majemuk di kelas VIII.1 SMP Nusa Dua telah sesuai dengan berdasarkan kurikulum yang berlaku. 3. Guru yang mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VIII.1 SMP Nusa Dua memiliki kewenangan mengajarkan bahasa Indonesia . 8 BAB II LANDASAN TEORI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan berpikir dan bernalar serta memperluas wawasan. Untuk menyampaikan ide atau gagasan, kita hendaknya mendalami penggunaan bahasa Indonesia terutama penggunaan struktur kalimat tunggal maupun kalimat majemuk. Kalimat majemuk dalam bahasa Indonesia ada tiga jenis, yaitu : kalimat majemuk rapatan, kalimat majemuk setara (koordinator) dan kalimat majemuk bertingkat (sub ordinatif). Dari bentuk kalimat majemuk yang ada, penulis hanya membahas kalimat majemuk bertingkat (sub ordinatif) saja, namun kiranya penulis singgung sedikit pengertian kalimat, pengertian kalimat majemuk, pengertian kalimat majemuk rapatan dan pengertian kalimat majemuk setara. 2.1 Pengertian kalimat Kalimat adalah kesatuan ujaran yang terkecil, berintonasi dan mengandung pikiran serta didukung dengan situasi (Zainuddin,1991:59).Menurut Keraf, (1970:154) kalimat adalah suatu kumpulan kata-kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap. Kalimat juga didefinisikan sebagai suatu bahasa yang relatif 9 dapat berdiri sendiri yang mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa (Tarigan,1985:5). Mencermati pendapat diatas, maka dapat dikemukakan bahwa kalimat mengandung nilai-nilai makna, perasaan dan dapat dipahami oleh kontribusi pemikiran yang mampu melahirkan suasana komunikasi yang berkesinambungan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat penulis simpulkan bahwa kalimat adalah suatu bahasa yang mengandung makna, pesan yang digunakan untuk mengutarakan isi pikiran atau perasaan dalam situasi tertentu yang relatif berdasarkan pada unsur alphabet kata, intonasi, frase dan klausa yang dapat dipahami oleh orang lain baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. 2.2 Pengertian Kalimat Majemuk Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut mengenai kalimat majemuk, perlu kiranyaa disinggung sedikit penjelasan kalimat tunggal. Kalimat tunggal adalah suatu kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak boleh membentuk pola yang baru (Keraf,1978:169). Contoh :Anak itu menendang bola Kalimat diatas adalah sebuah kalimat tunggal, kalimat tunggal ini bisa dirubah menjadi kalimat majemuk. Cara mengubahnya ada bermacam-macam, ada dengan jalan memperluas salah satu unsurnya. Contoh: Anak yang kau sebut kemarin itu, menendang bola. Bentuk kalimat semacam ini disebut kalimat majemuk. 10 Jadi kalimat majemuk adalah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasannya itu membentuk satu atau lebih pola kalimat yang baru disamping pola yang sudah ada (Keraf, 1978: 187) 2.3 Pembagian Kalimat Majemuk Menurut Heru Suparman (1981:23) kalimat majemuk dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a) kalimat majemuk rapatan, b) kalimat majemuk setara, dan c) kalimat majemuk bertingkat. 2.3.1 Kalimat Majemuk Rapatan Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat yang mempunyai kesamaan unsur, maka kalimat-kalimat itu dapat digabungkan menjadi kalimat majemuk dengan menuliskan atau menyebutkan satu kali unsur-unsur yang sama itu atau merapatkan unsur-unsur lain. 2.3.2 Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara adalah kalimat tunggal yang digabungkan menjadi sebuah kalimat yang lebih besar, dan tiap-tiap kalimat tunggal yang digabungkan itu tidak kehilangan unsur-unsurnya(Herusantosa,1981:133). 2.3.3 Kalimat Majemuk Bertingkat Kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan kalimat majemuk rapatan dan kalimat majemuk setara. Kalimat majemuk bertingkat seluk-beluk yang cukup banyak variasinya. Pada kalimat majemuk bertingkat terdapat istilah induk kalimat, anak kalimat dan bahkan kadang-kadang ada cucu kalimat dan cicit kalimat. Istilah induk kalimat memberitahukan kepada kita bahwa pada kalimat majemuk bertingkat terdapat kalimat yang tidak sederajat kedudukannya. 11 Selanjutnya akan dijelaskan pengertian kalimat majemuk bertingkat: kalau sebuah unsur dari kalimat sumber (kalimat tunggal) dibentuk menjadi sebuah kalimat dan kalimat bentuknya ini digabungkan dengan sisa kalimat sumbernya, maka akan terbentuklah kalimat majemuk bertingkat dengan ketentuan: 1. Sisa kalimat sumber disebut induk kalimat 2. Kalimat bentuknya disebut anak kalimat 3. Anak kalimat diberi nama sesuai dengan sumber yang akan digantinya.(Herusantosa,1981:56) Contoh : Kedatangannya disambut oleh rakyat kemarin. Kalau kalimat tunggal diatas kita analisis menurut jabatannya akan terjadi - Kedatangannya = Subjek - Disambut = Predikat - Oleh rakyat = Objek pelaku - Kemarin = Keterangan tempat Ternyata kalimat diatas terdiri dari empat unsur, tiap unsur yang ada dapat diganti atau dikembangkan dengan kalimat. Misalnya : - Unsur kemarin diganti dengan ketika matahari mulai condong ke barat Penjelasan : 1) Induk kalimat - Kedatangan disambut oleh rakyat 2) Anak kalimat : - Ketika matahari mulai condong ke barat 12 Dalam tata bahasa Indonesia juga dijelaskan pengertian kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajat, salah satu pola atau lebih menduduki fungsi tertentu dari pola yang lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat (Keraf,1978:189). Begitu juga dalam tata bahasa Indonesia dikatakan pengertian kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang dibangun oleh beberapa pola kalimat atau klausa bebas. Hubungan antarklausa bersifat koordinatif, atau secara popular disebut hubungan setara. Karena itu, ada pustaka yang menyebutnya kalimat majemuk setara (Mulyono,2002:110). Berdasarkan ketiga pendapat diatas kita tidak menemukan suatu perbedaan prinsip, tetapi cara penyampaiannya yang berbeda sehingga dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang salah satu unsur kalimat tunggal yang diperluas dan hasil perluasannya membentuk pola kalimat baru. Pola kalimat yang kedudukannya lebih tinggi disebut induk kalimat, sedangkan pola kalimat yang kedudukannya lebih rendah disebut anak kalimat atau pola kalimat yang digabungkan tidak sederajat atau setara. Perlu juga diketahui hubungan kalimat majemuk bertingkat ada secara ekslisit dan implisit. 1) Kalimat majemuk yang berhubungan secara eksplisit adalah hubungan anatara anak kalimat dan induk kalimat yang ditandai dengan adanya kata penghubung: karena, jika, oleh karena, kecuali dan sebagainya. Semua kata sambung yang mendahului anak kalimat langsung menjadi tanda atau jenis anak kalimat 13 tersebut. Kata tugas : agar, supaya menunjukkan bahwa anak kalimat tersebut pengganti keterangan tujuan. Contoh : 2) a. Agar Ayah tetap sehat, saya memberikan obat ini kemarin. b. Jika ia menepati janjinya, aku akan memberikan hadiah. Kalimat majemuk bertingkat yang berhubungan secara implisit adalah apabila hubungan antara anak kalimat dan induk kalimat tanpa menggunakan kata sambung, melainkan hanya ada jeda atau hubungan batin. Contoh : a. Habis manis sepah dibuang. b. Ia menepati janjinya, aku akan member hadiah 2.4 Unsur-Unsur Kalimat Majemuk Bertingkat Unsur yang terdapat pada kalimat majemuk bertingkat meliputi unsur subjek, objek, dan keterangan (adverbal). Tiap-tiap unsur dapat diganti dengan kalimat. 1) Kalimat Majemuk Bertingkat Pengganti Anak Kalimat Subjek Contoh : 1) Kalimat tunggal : Gadis sedang naik ke atas panggung 2) Kalimat majemuk bertingkat : Gadis yang menjadi juara naik ke atas panggung Penjelasan : 1) Induk Kalimat (IK) 2) Anak Kalimat (AK) : Gadis sedang naik ke atas panggung : yang menjadi juara 14 2) Kalimat Majemuk Bertingkat Pengganti Anak Kalimat Predikat Contoh : 1) Kalimat tunggal : Mereka belajar 2) Kalimat majemuk bertingkat : Mereka adalah anak-anak yang mempelajari puisi Penjelasan : 3) 1) Induk Kalimat(IK) : Mereka belajar 2) Anak kalimat : Anak-anak yang mempelajari puisi Kalimat Majemuk Bertingkat Pengganti Anak Kalimat Objek Contoh : 1) Kalimat tunggal : Guru menasehati anak kemarin 2) Kalimat Majemuk bertingkat : Guru menasehati murid yang tidak pernah masuk Penjelasan : 4) 1) Induk kalimat (IK) : Guru menasehati anak kemarin 2) Anak kalimat (AK) : Murid yang tidak pernah masuk kemarin Kalimat Majemuk Berttingkat Pengganti Anak Kalimat Keterangan (Adverbal). Contoh : 1) Kalimat tunggal : Ayah menulis surat tadi pagi 2) Kalimat majemuk bertingkat : Ayah menulis surat ketika ibu membaca Koran 15 Penjelasan : 5) 1) Induk kalimat (IK) : Ayah menulis surat tadi pagi 2) Anak kalimat (AK) : ketika ibu membaca Koran Pengembangan Unsur-Unsur Kalimat Menjadi Kalimat Majemuk Bertingkat Unsur yang dapat dikembangkan pada kalimat majemuk bertingkat meliputi unsur, 1) subjek, 2) predikat, 3) objek dan 4) keterangan (adverbal). 1. Pengembangan subjek memiliki empat cara yaitu: a) Menggunakan kata ganti penghubung b) Anak kalimat didahului oleh kata penghubung c) Anak kalimat berbentuk kalimat langsung d) Anak kalimat menggunakan struktur kalimat Tanya 2. Pengembangan Predikat (Sebutan) Pengembangan Predikat mempunyai dua cara yaitu: a) Anak kalimat terletak di belakang titik dua. b) Anak kalimat berbentuk kalimat langsung. 3. Pengembangan Objek a) Anak Kalimat Objek Penderita b) Anak Kalimat Objek Pelaku c) Anak KalimatObjek Penyerta atau Objek Berkepentingan d) Objek Berkata Depan 4. Pengembangan Keterangan (Adverbal) 16 a) Anak Kalimat Keterangan Waktu b) Anak Kalimat Keterangan Tempat c) Anak Kalimat Keterangan Sebab d) Anak Kalimat Keterangan Akibat e) Anak Kalimat Keterangan Syarat f) Anak Kalimat Keterangan Tujuan g) Anak Kalimat Keterangan Perlawanan h) Anak Kalimat Keterangan Perbandingan i) Anak Kalimat Keterangan Alat j) Anak Kalimat Keterangan Keadaan k) Anak Kalimat Keterangan Perwatasan l) Anak Kalimat Keterangan Jumlah m) Anak Kalimat Keterangan Asal n) Anak Kalimat Keterangan Modalitas o) Anak Kalimat Keterangan Derajat 2.5 Konstruktivisme 2.5.1 Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori tentang proses orang belajar. Teori ini memandang seseorang sebagai makhluk yang aktif dalam mengonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam konteks pembelajaran, siswa dipandang sebagai individu yang aktif membangun pemahamannya sendiri dan pengetahuan dunia sekitarnya dengan mengalami sendiri dan merefleksikan pengalaman tersebut. Dalam konstruktivisme, guru berperan 17 sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran konstruktivisme, penambahan pengetahuan baru dilakukan oleh siswa sendiri. Pengembangan pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan berupa masalahmasalah dari dunia nyata yang relevan dengan kebutuhan siswa,untuk dibahas dan dicari jalan keluarnya ( Oliver dalam Mudjiman, 2008: 25). Trianto (2009:106) mengatakan bahwa dalam pembelajaran kontruktivisme, siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, menyesuaikan informasi baru dengan aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Dalam hal ini siswa harus benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus belajar bekerja mengerjakan dan mencari solusi yang terbaik. 2.5.2 Karakter Strategi Pembelajaran Konstruktivisme Wena (2009:140) mengungkapkan karakter strategi pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut : a. Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. b. Siswa didorong untuk menemukan / mengfontruksi sendiri konsep yang sedang dikaji. c. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya jawab menyelesaikan tugas bersama. d. Pada dasarnya untuk menjadi kreatif seseorang harus bekerja keras. 2.5.3 Model Pembelajaran Berdasarkan Konstruktivisme Prisip-prisip pembelajaran dengan strategi pembelajaran konstruktivisme telah melahirkan berbagai macam model pembelajaran. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang menekannkan bahwa proses belajar siswa adalah pelaku 18 aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Baharudin dan Esa (2008:128-139) memaparkan beberapa model pembelajaran yang didasarkan kontruktivisme anatara lain discovery learning,reception learning, aisted learning, active learning, the accelerated learning, quantum learning, dan contextual teaching and learning. Dari tujuh model pembelajar tersebut, peneliti hanya menggunakan model pembelajaran reception learning karena model pembelajaran ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu menekankan keaktifan siswa dalam belajar dan menekankan cara-cara siswa mengkonstruksi pengetahuan yang sudah ada, agar dapat menjadi bagian dari pengetahuan yang baru. Selain itu, model pembelajaran ini menekankan beberapa tahap yang dapat memotivasi siswa dalam belajar, di antarannya melalui diskusi, observasi, eksperimen/percobaan, pemutaran film-film, atau tugas-tugas belajar. Melalui eksperimen yang dilakukan, siswa dapat menunjang sistematika berpikir dalam menuangkan idenya. Desain Pembelajaran Konstruktivisme. Unsur-unsur desain menurut Mudjiman (2008:30) yaitu: a. Penetapan masalah, utamanya oleh guru, tetapi sejauh mungkin melibatkan siswa. b. Pengelompokan siswa dengan mempertimbangkan berbagai faktor sehingga kelompok tersebut dapat produktif. c. Upaya menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang akan dicari, sesuai dengan pemahaman kostruktivisme. d. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan menjawab masalah. e. Pengomunikasian hasil kerja kelompok dengan kelompok lain; dan 19 f. Refleksi terhadap kegiatan yang telah dijalankan dalam upaya memecahkan masalah. 2.5.4 Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme seperti yang dinyatakan oleh Thansoulos (dalam Mudjiman 2008:28) memiliki beberapa prinsip antara lain: a. Lebih berkepentingan dengan belajar bukan mengajar. b. Mendorong insiatif pembelajaran dalam melakukan kegiatan belajar. c. Menganggap pembelajaran sebagai penentu keterlaksanaan rencana untuk mencapai tujuan belajar. d. Lebih mendorong munculnya rasa keingintahuan secara ilmiah, tidak buatan. e. Memperhitungkan kepercayaan sikap dan motivasi pembelajaran dalam mendorong mereka belajar. f. Menganggap belajar sesuatu yang tidak mungkin terpisah dengan segala sesuatu yang telah diketahui pembelajaran. g. Belajar adalah aktif dan memerlukan orang lain dalam pelaksanaannya. 2.5.5 Langkah-Langkah Strategi Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Wena (2009:140-143) terdapat 5 tahapan strategi pembelajaran konstruktivisme adalah: orientasi, eksplorasi, interprestasi, rekreasi, dan evaluasi. 1. Orientasi Tahap ini diawali dengan orientasi untuk menyepakati tugas dalam langkah pembelajaran. Dalam hal ini guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu langkahlangkah pembelajaran, hasil akhir yang diharapkan dari siswa, serta penilaian yang 20 diterapkan. Menurut Borich (dalam Wena, 2009:140) “ tahap orientasi sangat penting dilakukan pada awal pembelajaran, karena dapat memberikan arah atau petunjuk bagi siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan”. 2. Eksplorasi Dalam tahap ini, siswa melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. Melakukan kegiatan eksplorasi, siswa dirangsang untuk meningkatkan rasa ingin tahunya (curiosity) dan hal tersebut dapat memacu kegiatan belajar selanjutnya. 3. Interpretasi Dalam hal ini hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi,tanya jawab, atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali. Tahap interpretasi sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran karena melalui tahap interpretasi siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) sehingga terbiasa dalam memecahkan masalah meninjau dari berbagai aspek. 4. Rekreasi Dalam tahap ini siswa ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. Menurut Clegg dan Berch (dalam Wena,2009:141) “ pada setiap akhir suatu pembelajaran, sebaiknya siswa dituntut untuk mampu menghasilkan sehingga informasi yang telah dipelajari menjadi bermakna, lebih-lebih untuk memecahkan masalah yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari”. 21 5. Evaluasi Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa. Hal-hal yang dinilai selama proses pembelajaran adalah kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan/argumentasi, kemampuan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, sedangkan evaluasi pada akhir pembelajaran adalah evaluasi terhadap produk kreatif yang dihasilkan siswa. Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi. 2.5.6 Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar Mengajar (PBM). 2.5.7 Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar. 1. Makna Belajar Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan arti sebuah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut: 1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. 2) Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. 22 3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. 4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. 5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan. 6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui pelajar konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul Suparno 2001:61). 2. Peran Pelajar Bagi kaum konstrutivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri apa yang mereka pelajari. Pelajar sendirilah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui serta menyelesaikan ketegangan antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru (Paul Suparno, 2001:62). Belajar merupakan proses organik untuk menemukan sesuatu bukan suatu proses 23 mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka. Pengertian yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain-lain untuk membentuk konstruksi yang baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membentuk sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Menurut Fosnot (1989) dalam Paul Suparno (2001:62) belajar berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses selalu memperbaiki tingkat pemikiran yang tidak lengkap. 3. Makna Mengajar Bagi kaum konstruktivis menurut Bettencourt (1989) dalam Paul Suparno(2001:65) mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. 4. Fungsi dan Peran Pelajar Pengajar sebagai mediator dan fasilitator, menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut: 24 a) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Oleh karena itu jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru. b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keigintahuan murid dan membantu mereka mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik. c) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran murid jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid (Paul Suparno, 2001:66). Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar yaitu: a) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan b) Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga sungguh terlibat. c) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar. 25 d) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar. e) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir bedasarkan pengandaian yang tidak diterima guru (Paul Suparno, 2001: 66). 2.5.8 Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktivisme 1. Kelebihan 1) Berpikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berpikir untuk menyelesaikan masalah, menjana ide dan membuat keputusan. 2) Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. 3) Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri kepahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru. 4) Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru. http//strategipembelajarankonstruktivisme.wordpress.com/2012/12/09/met ode-konstruktivisme/.(strategi pembelajaran). 26 2. Kelemahan 1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi, 2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda, 3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa, dan yang kebih penting lagi, dan 4) Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.http//strategipembelajarankonstruktivisme.wordpress.com/20 12/12/09/metode-konstruktivisme/.(strategi pembelajaran) 27 BAB III METODE PENELITIAN Di dalam mengadakan suatu penelitian, peneliti harus menggunakan sebuah metode. Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam kegiatan mengadakan penelitian dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan (Netra, 1974:1). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quozi eksperimen. Quozi eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan tindakan kepada siswa dan semua populasi atau siswa digunakan sebagai subjek eksperimen data (Satyasa, 2008:24). Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka dalam penelitian ini metode yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu: (1) jenis penelitian, (2) subjek, objek, dan tempat penelitian, (3) rancangan penelitian, (4) prosedur penelitian, (5) pengumpulan data, dan (6) analisis data. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Istilah dalam bahasa inggrisnya adalah Classroom Action Research (CAR) yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Menurut Caar dan Kemmis (Wardani 2007:1-3) penelitian tindakan kelas merupakan penelitian dalam bidang sosial yang menggunakan refleksi diri sebagai metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat di dalamnya,serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. 28 PTK sebagai penelitian dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan dapat meningkatkan pembelajaran di kelas. Dalam penelitian tindakan kelas memiliki tiga pengertian yaitu: 1. Penelitian menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodelogi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermamfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2. Tindakan menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan siswa. 3. Kelas dalam hal ini terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang dimaksud dengan istilah kelas adalah kelompok siswa dalam kurun waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula (Arikunto, 2010:1). 3.2 Subjek, Objek, Tempat Penelitian Subjek penelitian adalah orang yang dikenai tindakan (Wendra,2007:53). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian atau individu yang akan diteliti adalah siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung yang jumlah siswa laki-laki 15 orang dan jumlah siswa perempuan 19 orang dengan jumlah seluruhnya 34 orang dalam satu kelas. Objek yang mencerminkan proses mencakup tindakan yang dilakukan dan materi yang digunakan. Objek yang mencerminkan produk mencakup yang diharapkan mengalami perbaikan respon siswa (Wendra,2007:54). Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan menganalisis kalimat 29 majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme pada siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. Sedangkan lokasi/tempat penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Nusa Dua Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. 3.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Kunandar (2008:45) menjelaskan penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis, terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti. Sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan-tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan. Penelitian tindakan kelas lebih diarahkan pada praktik pemecahan masalah yang terjadi dalam proses belajar-melajar. Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan suatu tindakan secara bertahap (bersiklus). Berdasarkan refleksi awal tersebut maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur sebagai berikut. 1. Perencanaan atau Planning adalah tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk. 2. Tindakan atau acting adalah pembelajaran seperti apa yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya meningkatkan kemampuan menganalisi kalimat majemuk bertingkat. 30 3. Pengamatan atau observing adalah pengamatan penelitian terhadap peran serta siswa selama pembelajaran dan pengamatan terhadap hasil kerja siswa dan; 4. Refleksi atau reflecting adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar-mengajar selanjutnya. Skema 01. Siklus atau Langkah – langkah Rancangan Penelitian Menurut Kurt Lewin . ` Refleksi awal Pelaksanaan tindakan II Observasi dan evaluasi II Penentuan tindakan terbaik Rencana tindakan I Refleksi tindakan I Rencana tindakan II Pelaksanaan tindakan I Observaesi dan evaluasi I Rencana tindakan III Refleksi tindakan II Observasi dan evaluasi III Pelaksanaan tindakan III Siklus I diawali dengan melakukan refleksi awal, setelah refleksi awal dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah merumuskan rencana tindakan I. Apabila perumusan rencana tindakan I sudah mantap, barulah diadakan pelaksanakan tindakan I dengan memberikan siswa contoh kalimat majemuk bertingkat untuk memberikan gambaran tentang menganalisis kalimat majemuk bertingkat, kemudian 31 diadakan observasi dan evaluasi terhadap tindakan I. Langkah selanjutnya melaksanakan refleksi tindakan I. Apabila pelaksanaan tindakan I belum optimal maka perlu dilakukan perancanaan tindakan II. Setelah perancanaan tindakan II sudah selesai, kemudian diadakan pelaksanaan tindakan II. Selanjutnya diadakan observasi dan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan II. Setelah proses belajar mengajar selesai, kemudian diadakan refleksi terhadap tindakan II. Selanjutnya sampai menemukan peningkatan di siklus III. Demikian seterusnya, sampai ditemukan keputusan tindakan terbaik. 3.4 Prosedur Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas, kegiatan penelitian tidak hanya dilakukan sekali tetapi secara multisiklus. Oleh karena, dalam melakukan suatu tindakan pembelajaran, selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Oleh karena itu, perubahan atau peningkatan dapat diikuti dari waktu ke waktu selama tindakan dilaksnakan. Namun, jika hasilnya belum sesuai dengan harapan berarti perlu dilakukan perbaikan pada tahap siklus berikutnya. Perbaikan akan terus dilakukan sampai diperoleh hasil yang diinginkan. Dengan demikian, tahap siklus akan ditentukan oleh tercapainya tujuan penelitian tindakan kelas secara optimal. 3.4.1 Refleksi Awal Refleksi awal bertujuan untuk mengumpulkan data – data awal mengenai permasalahan serta kendala – kendala yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. Pada tahapan ini peneliti melakukan pra tes untuk mengetahui kemampuan dasar 32 yang dimiliki oleh siswa, hasil pra tes ini digunakan sebagai titik tolak untuk menentukan kemajuan yang dicapai pada pelaksanaan penelitian. 3.4.2 Perencanaan Tindakan Supaya penelitian ini dapat berlangsung dengan baik, maka diperlukan penyusunan perencanaan yang matang. Tahap perencanaan tindakan disusun sebagai berikut : 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Menyusun skenario pembelajaran 3. Mempersiapkan media pembelajaran yang akan dipakai dalam kegiatan prates. 3.4.3 Pelaksanaan Tindakan Tindakan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua adalah dengan menggunakan penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme. Adapun skenario yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 02. Skenario kerja dalam penelitan tindakan kelas (PTK) NO (1) PENELITI (2) 1. - 2. - 3. - 4. - SISWA (3) Kegiatan Awal Membuka pelajaran dan - Memberitahukan siswa yang melakukan absensi tidak hadir Memberikan apersepsi tentang - Menyimak apersepsi dengan pelajaran yang akan dibahas seksama Menginformasikan tujuan - Menyimak dengan kosentrasi pembelajaran Menyampaikan indikator - Menyimak sambil mencatat pembelajaran yang akan seperlunya dilakukan Kegiatan Inti 33 (1) 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. (2) Eksplorasi - Guru bertanya tentang materi kalimat majemuk bertingkat - Guru menjelaskan materi kalimat majemuk bertingkat - Guru menjelaskan cara menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme - Guru menyuruh siswa untuk mengamati sebuah teks wacana dalam buku pelajaran Elaborasi - Guru meminta siswa untuk mencari sebuah teks wacana yang bertema objek wisata bali (3) - Siswa menjawab batas yangmereka ketahui - Mencatat hal-hal penting dan bertanya terhadap hal yang kurang dipahami - Menyimak penjelasan guru dengan baik - Siswa mencermati teks wacana dalam buku pelajaran. - Siswa menganalisis kalimat majemuk bertingkat dalam teks wacana yang dibawanya - Guru menyuruh siswa untuk menganalisis teks wacana yang dibawa oleh masing-masing siswa Konfirmasi - Guru memberikan komentar salah satu siswa terhadap hasil - Menganalisis kalimat majemuk bertingkat dalam teks wacana - Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terkait materi kalimat majemuk bertingkat - Guru menjawab pertanyaan siswa dengan informasi yang tepat dan benar - Guru menyimpulkan hasil pembelajaran Penutup - Guru menutup pembelajaran dan mengucapkan salam penutup 34 Siswa lain membuat komentar tentang menganalisis teks wacana yang dibacakan oleh temannya Mendengarkan komentar guru dengan baik Siswa yang kurang paham bertanya dengan sopan Siswa mencatat jawaban dari pertanyaan yang diajukan Siswa mendengarkan dengan seksama Membalas salam. 3.4.4 Observasi dan Evaluasi Observasi dan Evaluasi dilaksanakan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pelaksanaan tindakan dan mengetahui keberhasilan tindakan. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mencatat semua kegiatan yang terjadi selama tindakan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan setelah satu siklus dilaksanakan secara tuntas. Pemberian yang diberikan berupa tes untuk mendapatkan data tentang kemampuan setiap siswa mengenai menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme. 3.4.5 Refleksi Berdasarkan hasil analisis data observasi dan evaluasi pada siklus I dilakukan refleksi yang bertujuan untuk menganalisis kelemahan-kelemahan tindakan pada siklus I. Kelemahan tersebut dilihat dari masalah-masalah dialami siswa pada saat pelaksanaan kegiatan menganalisis kalimat majemuk bertingkat dengan penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme. 3.5 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Metode pengumpulan data sangat erat hubungannya dengan data yang dikumpulkan. Apabila dalam penelitian diperlukan data yang bermacam-macam maka yang dipakai untuk mengumpulkan data berbeda-beda pula sesuai dengan jenis data yang hendak dikumpulkan. Untuk mencari data yang diharapkan, maka dalam penelitian ini, digunakan metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data utama (data primer). Mengenai menganalisis unsur-unsur kalimat majemuk bertingkat. 35 kemampuan siswa dalam 3.5.1 Metode Wawancara Wawancara adalah salah satu cara mendapatkan informasi mengenai suatu hal, Wirajaya (2008:10). Informasi ini diperoleh dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang kesulitan dan kendala dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 3.5.2 Metode Observasi Metode observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk mengetahui seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya prilaku, dan proses lainnya, Kunandar (2008:143). Observasi atau pengamatan bagaimana siswa mempersiapkan diri menerima pelajaran, bagaimana sikap siswa ketika mengerjakan tugas, bagaimana sikap siswa saat melakukan latihan menulis eksposisi. 3.5.3 Metode Tes Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penelitian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan (Nurkencana, 1992:34). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan siswa untuk mendengarkan dengan seksama menggunakan tes untuk memperoleh data primer yang menyangkut kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat. Tes yang dapat dipakai adalah tes yang berbentuk objektif berjumlah 20 soal yang mempunyai bobot masing-masing adalah 1. SMI= 1x20= 20. 36 Norma absolut skala sebelas adalah suatu susunan atau tingkatan yang terdiri dari kategori. Masing - masing dinyatakan dari 0 sampai dengan 10. Angka 0 menyatakan kategori terendah dan angka 10 menyatakan kategori tertinggi. Tabel 03. Acuan lengkapnya pedoman konversi skala sebelas adalah sebagai berikut. No Tingkat Kesukaran Skor Standar (1) (2) (3) 01. 95% - 100% 10 02. 85% - 94% 9 03. 75% - 84% 8 04. 65% - 74% 7 05. 55% - 64% 6 06. 45% - 54% 5 07. 35% - 44% 4 08. 25% - 34% 3 09. 15% - 24% 2 10. 5% - 14% 1 11. 0% - 4% 0 Dengan demikian selanjutnya akan diperoleh skor mentah dengan kriteria penguasaan yang dapat dicari sebagai berikut : Penguasaan 95% = 95 x 20 = 19 100 Penguasaan 85% = 85 x 20 = 17 100 37 Penguasaan 75% = 75 x 20 = 15 100 Penguasan 65% = 65 x 20 = 13 100 Penguasaan 55% = 55 x 20 = 11 100 Penguasaan 45% = 45 x 20 = 9 100 Penguasaan 35% = 35 x 20 = 7 100 Penguasaan 25% = 25 x 20 = 5 100 Penguasaan 15% = 15 x 20 = 3 100 Penguasaan 5% = 5 x 20 = 1 100 Penguasaan 0% = 0 x 20 = 0 100 Berdasarkan perhitungan konversi tersebut diatas, maka pedoman konversinya adalah sebagai berikut. Tabel 04. Pedoman perhitungan konversi menganalisis kalimat majemuk bertingkat No Skor Mentah Skor Standar (1) (2) (3) 01. 19 -20 10 02. 17 -18 9 03. 15 -16 8 04. 13 -14 7 38 (1) (2) (3) 05. 11 – 12 6 06. 9 – 10 5 07. 7 -8 4 08. 4-6 3 09. 3-4 2 10. 1 1-2 11. 0 0 (Nurkancana, 1992 : 98) Contoh : Jika seorang siswa dalam mengerjakan soal dengan memperoleh skor sebanyak 20, maka siswa tersebut akan meperoleh nilai 10 dengan predikat istimewa, demikian juga apabila meperoleh skor mentah 3, maka nilainya adalah 2 dengan predikat buruk sekali. Selanjutnya ditentukan predikat nilai standar yang dimulai dari 1 – 10. Predikat tersebut dapat dirinci sebagai berikut. Tabel 05. Klasifikasi Tingkat Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Strategi Pembelajaran Konstruktivisme. Normal Absolut Skala 11 Nilai Kriteria (1) (2) (3) 87 – 100 10 Istimewa 79 - 86 9 Baik sekali 71 – 78 8 Baik 39 (1) (2) (3) 62 – 70 7 Lebih dari cukup 54 – 61 6 Cukup 46 – 53 5 Hampir cukup 38 – 45 4 Kurang 29 – 37 3 21 – 28 2 12 – 20 1 Kurang sekali Buruk Buruk sekali (Depdikbud, 1980 : 10) 3.6 Analisis Data Setelah pengumpulan data, data yang terkumpul dianalisis. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu dimana data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh simpulan. Data yang diperoleh pada pelaksanaan siklus ke-N. Data yang harus dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme. Untuk mendapat gambaran secara umum tentang kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung, tahun pelajaran 2012/2013 maka perlu dicari nilai rata-rata yang diperoleh siswa. Untuk memperoleh nilai rata-rata digunakan rumus seperti berikut : 40 M = ∑fx N Keterangan : M = Mean (angka rata-rata) ∑fx = jumlah skor standar N = jumlah individu yang diteliti atau banyak siswa (Nurkancana, 1986:152) 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini disesuaikan dengan tahap-tahap pembelajaran serta prosedur yang sudah ditentukan dalam rencana tindakan. Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas tersebut, diperoleh data yang diperlukan untuk dievaluasi. Data yang diperoleh berupa hasil observasi terhadap siswa selama pelaksanaan tindakan kelas dan data hasil tes kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siswa kelas VIII.1 setiap akhir pelaksanaan tindakan. 4.1.1 Observasi Awal Berdasarkan pengamatan langsung yang penulis lakukan di kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013, dapat penulis catat tetang beberapa hal yaitu: (1) jumlah siswa dalam satu rombongan dikatan tidak gemuk dan tidak kurus artinya sudah memenuhi syarat dalam satu ruangan, (2) pengembangan bahan ajar oleh guru masih kurang, sehingga guru terkesan kurang kreatif, (3) pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan tidak diterapkan oleh guru, sehingga siswa menjadi pasif dan tidak bersemangat dalam pelajaran menganalisis kalimat majemuk bertingkat, (4) guru cenderung menggunakan metode ceramah, dan (5) siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, ide, bakat dan kreatifitasnya dalam bentuk berdiskusi kelompok kecil. 4.1.2 Hasil Tes Awal Pada pelaksanaan tes awal, peneliti tidak memberikan penjelasan lengkap tentang materi yang akan diberikan kepada siswa, peneliti hanya memberikan 42 gambaran tentang materi menganalisis kalimat majemuk bertingkat. Penelitian ini dilakukan pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2013. Peneliti memperoleh data yang diperlukan dengan memberikan tes soal menganalisis kalimat majemuk. Hasil dari penelitian tes awal ini, hanya mendapatkan data dari hasil tes menjawab soal menganalisis kalimat majemuk bertingkat, tanpa memberikan materi tentang cara menganalisis kalimat majemuk bertingkat. Adapun data tes awal dari hasil tes menganalisis kalimat majemuk bertingkat yang berjudul “ Tanah Lot” http//strategipembelajarankonstruktivisme.wordpress.com/2012/12/09/metodekonstruktivisme/.(strategi pembelajaran) Tabel 06. Hasil Tes Awal Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. No (1) 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Nama Siswa (2) Agni Manik Sriasih Agus Ryan K. Agus Suardana Agus Surya Aristin Ayu Pradnya, IGst. Ayu Thesya J. Buma Dyatmika Bayu Setyo Nugroho Deby Choiriah Devi Kusuma Wati Ega Aprilia Wati, A.A Elisabeth W. Faradyla Putri Vidy Feny Damayanti D. Candle Yuniko Dewi Guntur Kresta Putra Irvan P.W., I Pt Nadila Ayu Pertiwi Oki Krisnayanthi Safaico Churotul A. Sariani Skor Mentah (3) 12 10 11 8 10 11 10 11 11 10 11 11 11 11 11 14 13 9 11 10 11 43 Skor Standar (4) 6 5 6 4 5 6 5 6 6 5 6 6 6 6 6 7 7 5 6 5 6 Keterangan (5) Cukup Hampir Cukup Cukup Kurang Hampir Cukup Cukup Hampir Cukup Cukup Cukup Hampir Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Cukup Hampir Cukup Cukup (1) 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. (2) Sendy Nia Faleh Septiari Silviana Suarta Suwantika Trisna Sari Vinesy Indah Kesia Wahyu Budi S. Widya Adnyana Wisnu Bayu Bianggi Yudi Antara Widya Yudi Ardita Yuni Nuryanti P. Jumlah Rata-rata (3) 10 8 11 8 10 11 8 11 8 8 11 11 7 - (4) 5 4 6 4 5 6 4 6 4 4 6 6 4 184 5,41 (5) Hampir Cukup Kurang Cukup Kurang Hampir Cukup Cukup Kurang Cukup Kurang Kurang Cukup Cukup Kurang 4.1.3 Analisis Data Tes Awal Dari pengelompokan prestasi yang diperoleh siswa serta persentasinya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 07. Pengelompokan Prestasi Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Tes Awal. No Kategori Rentangan skor X F FX Persen (%) Nilai ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Istimewa 87-100 10 0 0 0 2. Baik Sekali 79-86 9 0 0 0 3. Baik 71-78 8 0 0 0 4. Lebih dari Cukup 62-70 7 2 14 5,89% 5. Cukup 54-61 6 17 102 50% 44 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 6. Hampir Cukup 46-53 5 8 40 23,52% 7. Kurang 38-45 4 7 28 20,59% 8. Kurang Sekali 29-37 3 0 0 0 9. Buruk 21-28 2 0 0 0 10. Buruk Sekali 13-20 1 0 0 0 34 184 100% Jumlah (8) 184 34 = 5,41 (Cukup) Berdasarkan tabel di atas, tes menganalisis kalimat majemuk bertingkat yang diikuti oleh 34 siswa, diketahui nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 5,41 dengan rincian, siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 2 orang (5,89%), siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 17 orang (50%), siswa yang memperoleh nilai 5 sebanyak 8 orang (23,52%), dan siswa yang memperoleh nilai 4 sebanyak 7 orang (20,59%), sehingga kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada tes awal dikelompokkan dengan kategori cukup. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan hasil belajar dengan melanjutkan ke tahap berikutnya. 4.1.4 Refleksi Berdasarkan hasil tes awal pada tabel 09 diketahui bahwa skor standar siswa 184 dengan nilai rata-rata 5,41 berkategori cukup. Hasil tes tersebut belum memenuhi target yang ditentukan oleh peeneliti yaitu 8. Dari hasil yang diperoleh siswa masih banyak ditemukan masalah, hal ini disebabkan karena: (1) siswa kurang 45 memperhatikan penjelasan mengenai tes, (2) siswa menganggap tes awal tida serius, (3) beberapa siswa mengerjakan tes awal dengan seadanya atau tidak serius, (4) siswa sungkan untuk bertanya, (5) beberapa siswa belum memahami pengertian kalimat majemuk bertingkat. 4.1.5 Siklus I 4.1.5.1 Perencanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, dimulai pada hari Kamis tanggal 21 Maret 2013 untuk materi, hari Jumat tanggal 22 Maret 2013 untuk evaluasi. Dalam perencanaanya, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti yaitu: 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2. Menyiapkan format observasi kegiatan siswa dan teks kalimat majemuk bertingkat. 3. Menyiapkan tes untuk menguji pemahaman materi pada siswa. 4. Menjelaskan materi dengan lebih sabar berdasarkan hasil refleksi. 5. Mengaktifkan keingintahuan siswa melalui berbagai pertanyaan. 6. Mengurangi metode ceramah dan memperbanyak latihan pada siswa. 4.1.5.2 Pelaksanaan Tabel 08. Skenario Tindakan Siklus I No (1) 1. Kegiatan Guru (2) Pembukaan Absensi Apersepsi Menyampaikan pembahasan materi Menyampaiakan tujuan. 46 Kegiatan Siswa (3) Siswa merespon sesuai absen Siswa memperhatikan. (1) 2. 3. (2) (3) pembelajaran. Inti a. Orientasi a. Orientasi Siswa mendengarkan dengan Guru memperkenalkan dan seksama penjelasan dari guru menjelaskan materi yaitu Siswa memperhatikan menganalisis kalimat majemuk Beberapa sisw mencoba bertingkat menunjukkan contoh kalimat Guru memunjukkan. majemuk bertingkat. b. Eksplorasi b. Eksplorasi Guru meminta siswa Masing-masing siswa menjawab menjawab pertanyaan dari pertanyaan dari rumusan rumusan masalah. masalah. c. Interpretasi c. Interpretasi Guru meminta siswa Masing-masing siswa mengumpulkan hipotesis di mengumpulkan hipotesis di meja guru agar tidak diubah meja guru agar tidak diubah lagi. lagi. d. Rekreasi d. Rekreasi Guru meminta siswa mendata Siswa mendata fakta-fakta yang fakta-fakta yang mendukung mendukung ataupun ataupun yang berentangan bertentangan dengan jawaban dengan jawaban hipotesis atau hipotesis masing-masing. mereka. e. Evaluasi e. Evaluasi Guru mengembalikan jawaban Masing-masing siswa menerima yang dibuat oleh siswa. jawaban Guru membimbing siswa Dengan bimbingan guru, siswa untuk menemukan jawaban mencoba menemukan jawaban yang benar atau dapat diterima yang benar sesai dengan data sesuai dengan data atau yang diperoleh informasi yang diperoleh Siswa bersama guru, berdasarkan data yang merumuskan simpulan dri dikumpulkan temuan hipotesis. Guru merumuskan simpulan dari temuan hipotesis dan jawaban yang benar berdasarkan data yang relevan. Penutup Mengadakan refleksi tentang Mengadakan refleksi tentang materi yang telah diberikan materi yang telah berlangsung Memberikan penguatan pada Siswa menyimak penjelasan tugas yang telah dikerjakan guru tentang hasil pekerjaannya siswa 47 (1) (2) Mempersiapkan tindakan untuk berikutnya (3) scenario pertemuan Siswa sebagai upaya memperbaiki kekurangan. 4.1.5.3 Observasi Pada kegiatan observasi dapat diketahui bahwa prilaku siswa sudah mendapatkan hasil yang lebih baik atau tidak. Adapun hal-hal yang diamati yaitu: (1) siswa sudah mulai aktif mengikuti proses pembelajaran dengan tekun, (2) siswa lebih mendengarkan penjelasan guru, (3) apabila belum mengerti, siswa sudah percaya diri untuk bertanya. 4.1.5.4 Hasil Tes Siklus I Adapun hasil tes yang duperoleh siklus I dengan tes objektif sebanyak 20 butir soal dalam buku LKS (Ayo Belajar Bahasa Indonesia ) SMP semester 2 kelas VIII.1 adalah sebagai berikut. Tabel 09. Hasil Penelitian Siklus I Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. No (1) 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. Nama Siswa (2) Agni Manik Sriasih Agus Ryan K. Agus Suardana Agus Surya Aristin Ayu Pradnya, IGst. Ayu Thesya J. Buma Dyatmika Bayu Setyo Nugroho Deby Choiriah Devi Kusuma Wati Ega Aprilia Wati, A.A Elisabeth W. Faradyla Putri Vidy Feny Damayanti D. Skor Mentah (3) 14 12 12 11 12 13 12 12 13 11 13 12 13 13 48 Skor Standar (4) 7 6 6 6 6 7 6 6 7 6 7 6 7 7 Keterangan (5) Lebih dari Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup (1) 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. (2) Candle Yuniko Dewi Guntur Kresta Putra Irvan P.W., I Pt Nadila Ayu Pertiwi Oki Krisnayanthi Safaico Churotul A. Sariani Sendy Nia Faleh Septiari Silviana Suarta Suwantika Trisna Sari Vinesy Indah Kesia Wahyu Budi S. Widya Adnyana Wisnu Bayu Bianggi Yudi Antara Widya Yudi Ardita Yuni Nuryanti P. Jumlah Rata-rata (3) 12 14 14 11 13 11 14 13 12 13 8 12 14 10 12 12 12 13 10 7 - (4) 6 7 7 6 7 6 7 7 6 7 4 6 7 5 6 6 6 7 5 4 215 6,32 (5) Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Kurang Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Kurang 4.1.5.5 Analisis Data Siklus I Dari pengelompokan prestasi yang diperoleh siswa serta persentasenya, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Pengelompokan Prestasi Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siklus I No. Kategori Rentan gan Skor X F FX Persen (%) Nilai ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Istimewa 87-100 10 0 0 0 49 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 2. Baik Sekali 79-86 9 0 0 0 3. Baik 71-78 8 0 0 0 215 34 = 6,32 (Lebih dari Cukup) 4. Lebih dari Cukup 62-70 7 15 105 44,11% 5. Cukup 54-61 6 16 96 47,06% 6. Hampir Cukup 46-53 5 2 10 5,89% 7. Kurang 38-45 4 1 4 2,94% Kurang Sekali 29-37 3 0 0 0 9. Buruk 21-28 2 0 0 0 10. Buruk Sekali 13-20 1 0 0 0 34 215 100% 8. Jumlah Berdasarkan tabel di atas, maka diketahui nilai rata-rata kelas VIII.1 adalah 6,32 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 15 orang (44,11%), siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 16 orang (47,06%), siswa yang memperoleh nilai 5 sebanyak 2 orang (5,89%), dan siswa yang memperoleh nilai 4 sebanyak 1 orang (2,94%) sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siklus I dikategorikan lebih dari cukup. 4.1.5.6 Refleksi Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tindakan I, diketahui bahwa nilai rata-rata dari 34 siswa adalah 6,32 dengan kategori lebih dari cukup. Prestasi siswa meningkat, 50 tetapi nilai tersebut belum memenuhi target yang ditentukan oleh peneliti, yaitu 8,0. Untuk memperoleh simpulan tentang hasil tindakan yang dilakukan, maka secara rutin peneliti menganalisis hasil tindakan tersebut dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis pertama untuk pelaksanaan tindakan yang diambil, bahwa pelaksanaan sesuai atau tidak dengan rencana. Analisis kedua tersebut kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat. Pada penelitian tindakan I ini, ditentukan beberapa kelemahan, baik di penelitian maupun masalah yang dihadapi siswa, yang harus diperbaiki lagi dalam tindakan II. Kelemahan penelti dalam tindakan I adalah: (1) pemberian materi yang agak cepat, (2) ceramah yang terlalu banyak mendominasi, (3) peneliti belum memberikan pertanyaan yang memancing keingintahuan siswa secara maksimal. Adapun masalah yang dihadapi siswa adalah: (1) siswa kurang memperhatikan materi yang telah dijelaskan, (2) siswa belum dapat memanfaatkan waktu yang tersedia untuk megerjakan tes, (3) sebagian besar siswa masih ada yang malu untuk bertanya. Semua kelemahan dan masalah yang dalam tindakan I akan diperbaiki dengan mengadakan tindakan II. Diharapkan dengan memperbaiki kelemahan dan mengatasi masalah yang terjadi, akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui strategi pembelajaran konstruktivisme. 51 4.1.6 Siklus II 4.1.6.1 Perencanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 11 April 2013 untuk materi dan Jumat tanggal 12 April 2013 untuk evaluasi. Dalam perencanaannya, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti yaitu: 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2. Menyiapkan format observasi kegiatan siswa dan teks objektif 3. Menyiapkan tes untuk menguji pemahaman materi pada siswa 4. Memperbaiki cara penyampaian materi. 5. Menjelaskan materi dengan lebih sabar. 6. Mengaktifkan keingintahuan siswa melalui berbagai pertanyaan. 7. Mengurangi metode ceramah dan memperbanyak latihan pada siswa. 8. Memberikan penjelasan pada siswa bahwa selain kalimat tunggal, kalimat majemuk bertingkat dalam menganalisis sebuah wacana dan kemampuan mengutarakan pendapat tentang kalimat majemuk betingkat juga sangat penting. 4.1.6.2 Pelaksanaan Tabel 11. Skenario Tindakan Siklus II No. 1. 2. Kegiatan Guru Kegiatan siswa Pembukaan Absensi Siswa merespon sesuai absen Aprsepsi Siswa memperhatikan dengan seksama. Menyampaikan pokok bahasan materi Menyampaikan tujuan pembelajaran. Inti 52 (1) (2) a. Orientasi Guru memperkenalkan dan menjelaskan materi kembali Guru menunjukkan contoh kalimat majemuk bertingkat yang berbeda dari pertemuan sebelumnya. b. Eksplorasi guru meminta beberapa siswa, menunjukkan kalimat majemuk bertingkat seperti SPOK Guru memancing keaktifan siswa untuk bertanya mengenai kegiatan tersebut. c. Interpretasi Guru membimbing siswa untuk menentukan rumusan masalah dalam kegiatan menganalisis kalimat majmeuk bertingkat untuk dipecahkan. d. Rekreasi Guru meminta siswa menjawab pertanyaan dari rumusan masalah Guru meminta masing-masing siswa mengumpulkan hipotesis di meja guru agar tidak diubah lagi Guru meminta siswa mendata fakta-fakta yang mendukung ataupun yang bertentangan dengan jawaban atau hipotesis mereka e. Evaluasi Guru mengembalikan jawaban yang dibuat oleh siswa Guru membimbing siswa untuk menentukan jawaban yang benar atau dapat diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan data yng dikumpulkan Guru merumuskan simpulan dari temuan hipotesis dan 53 (3) a. Orientasi Siswa mendengarkan dengan seksama penjelasan dari guru Siswa memperhatikan b. Eksplorasi Beberapa siswa mencoba menunjukkan contoh kalimat majmeuk bertingkat Siswa mulai aktif bertanya agar lebih memahami c. Interpretasi Siswa dengan bimbingan guru, menentukan rumusan masalah yang akan dipecahkan. d. Rekreasi Masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari rumusan masalah Masing-masing siswa mengumpulkan hipotesis di meja guru agar tidak diubah lagi Siswa mendata fakta-fakta yang mendukung ataupun bertentangan dengan jawaban atau hipotesis masingmasing. e. Evaluasi Masing-masing siswa menerima jawabannya Dengan bimbingan guru, siswa mencoba menemukan jawaban yang benar sesuai dengan data yang diperoleh Siswa bersama guru, merumuskan simpulan dari temuan hipotesis dan jawaban yang benar. (1) 3. (2) jawaban yang benar berdasarkan data yang relevan Penutup Mengadakan refleksi tentang materi yang telah diberikan Member penguatan pada tugas yang telah dikerjakan siswa Mempersiapkan scenario tindakan untuk pertemuan berikutnya. (3) Mengadakan refleksi tentang materi yang telah berlansung Siswa upaya memperbaiki kekurangan. 4.1.6.3 Observasi Pada kegiatan observasi dapat diketahui bahwa perilaku siswa sudah mendapatkan hasil yang lebih baik atau tidak. Adapun hal-hal yang diamati yaitu: (1) siswa sudah aktif mengikuti proses pembelajaran dengan tekun, (2) siswa lebih mendengarkan penjelasan guru, (3) apabila belum mengerti siswa sudah percaya diri untuk bertanya. 4.1.6.4 Hasil Tes Siklus II Adapun hasil tes yang diperoleh dari pelaksanaan siklus II dengan soal objektif sebanyak 20 butir soal adalah sebagai berikut. Tabel 12. No (1) 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. Hasil Penelitian Siklus II Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. Nama Siswa (2) Agni Manik Sriasih Agus Ryan K. Agus Suardana Agus Surya Aristin Ayu Pradnya, IGst. Ayu Thesya J. Buma Dyatmika Bayu Setyo Nugroho Skor Mentah (3) 15 15 15 12 14 15 13 14 54 Skor Standar (4) 8 7 7 6 7 8 7 7 Keterangan (5) Lebih dari Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Cukup (1) 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. (2) Deby Choiriah Devi Kusuma Wati Ega Aprilia Wati, A.A Elisabeth W. Faradyla Putri Vidy Feny Damayanti D. Candle Yuniko Dewi Guntur Kresta Putra Irvan P.W., I Pt Nadila Ayu Pertiwi Oki Krisnayanthi Safaico Churotul A. Sariani Sendy Nia Faleh Septiari Silviana Suarta Suwantika Trisna Sari Vinesy Indah Kesia Wahyu Budi S. Widya Adnyana Wisnu Bayu Bianggi Yudi Antara Widya Yudi Ardita Yuni Nuryanti P. Jumlah Rata-rata (3) 14 12 15 14 15 14 14 15 14 14 14 13 14 14 13 14 13 14 14 13 13 13 13 14 15 13 - (4) 7 6 8 7 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 7 242 7,11 (5) Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Kurang Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Kurang 4.1.6.5 Analisis Data Siklus II Dari pengelompokan prestasi yang diperoleh siswa serta persentasenya, dapat dilihat pada table berikut. Tabel 13. Analisis Data Hasil Siklus II Kategori Rentangan skor X F FX Persen (%) Nilai ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Istimewa 87-100 10 0 0 0 No 55 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2. Baik Sekali 79-86 9 0 0 0 3. Baik 71-78 8 6 48 17,64% 4. Lebih dari Cukup 62-70 7 26 182 76,47% 5. Cukup 54-61 6 2 12 5,89% 6. Hampir Cukup 46-53 5 0 0 0 7. Kurang 38-45 4 0 0 0 8. Kurang Sekali 29-37 3 0 0 0 9. Buruk Buruk Sekali 21-28 2 0 0 0 13-20 1 0 0 0 34 242 10. Jumlah (8) 242 34 = 7,11 (Baik) 100% Berdasarkan tabel diatas, maka diketahui nilai rata-rata kelas adalah 7,11 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 8 sebanyak 6 orang (17,64%), siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 26 orang (76,47%), dan siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 2 orang (5,89%) sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat dalam soal objektif pada siklus II diketegorikan baik. 4.1.6.6 Refleksi Setelah diadakan penelitian siklus II, maka diketahui nilai rata-rata dari 34 siswa adalah 7,11 dengan kategori baik. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes perlu diadakan refleksi untuk menegtahui bahwa tindakan yang dilakukan sudah tepat atau 56 belum. Pada saat proses pembelajaran, peneliti melihat antusias siswa dalam mengikuti pelajaran dan mencoba menemukan jawaban dengan panduan pertanyaan pemancingan keaktifan dari peneliti, hasil tes siswa pun semakin meningkat, akan tetapi setelah dikoreksi masih terdapat sedikit kekurangan yaitu siswa lebih mempioritaskan kosa kata, padahal dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa juga perlu memperdalam kemampuan untuk memahami maksud yang ingin disampaikan oleh cerita lewat wacana dan memberikan pendapat tentang wacana tersebut. Mengetahui kekurangan tersebut, peneliti berupaya memperbaiki penyampaian materi agar lebih diserap oleh siswa dan menyempurnakan kemampuan mereka dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat. Peneliti juga harus memberikan pertanyaan pemancing keaktifan siswa secara lebih teratur melelui penelitian berikutnya. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti akan mengadakan tindakan III sebagai upaya memperbaiki kekurangan pada tindakan II. 4.1.7 Siklus III 4.1.7.1 Perencanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, pada hari kamis tanggal 18 April 2013 untuk materi dan evaluasi dilaksanakan pada hari jumat tanggal 19 April 2013. Adapun hal-hal yang dipersiapkan peneliti dalam perencanaan pembelajaran adalah: 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 57 2. Menyiapkan format observasi kegiatan siswa dan tek kalimat majemuk bertingkat. 3. Menyiapkan tes untuk menguji pemahaman materi pada siswa. 4. Memperbaiki cara penyampaian materi. 5. Menjelaskan materi dengan lebih sabar. 6. Mengaktifkan keingintahuan siswa melalui berbagai pertanyaan. 7. Mengurangi metode ceramah dan memperbanyak latihan pada siswa. 8. Memberikan penjelasan pada siswa bahwa selain, kalimat tunggal, kalmia majemuk dalam menganalisis dan kemampuan mengutarakan pendapat tentang menganalisis kalimat majemuk bertingkat juga sangat penting. 4.1.7.2 Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, peneliti menyiapkan skenario tindakan yang digunakan saat pelaksanaan tindakan siklus III. Diharapkan dengan adanya susunan tindakan yang teratur, dapat memudahkan peneliti saat mengajar di dalam kelas. Tabel 14. Skenario Tindakan Siklus III No. (1) 1. 2. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa (3) (2) Pembukaan Absensi Siswa merespon sesuai absen Apersepsi Siswa memperhatikan dengan seksama. Menyampaikan pokok materi Menyampaikan tujuan pembelajaran. Inti a. Orientasi a. Orientasi Guru memperkenalkan dan Siswa mendengarkan secara menjelaskan materi yaitu seksama penjelasan dari guru menganalisis kalimat majemuk Siswa memperhatikan bertingkat Beberapa siswa mencoba Guru menunjukkan sebuah menunjukkan anak kalimat 58 (2) (3) (1) contoh kalimat majemuk dalam bentuk cerita rakyat. b. Eksplorasi Guru meminta beberapa siswa, menunjukkan anak kalimat dan induk kalimat dalam cerita rakyat tersebut Guru memancing keaktifan siswa untuk bertanya mengenai kegiatan tersebut Guru membimbing siswa untuk menentukan rumusan masalah dalam kegiatan menganalisis kalimat majemuk bertingkat untuk dipecahkan. c. Interpretasi Guru meminta siswa menjawab pertanyaan dari rumusan masalah. d. Rekreasi Guru meminta masing-masing siswa mengumpulkan hipotesis di meja guru agar tidak diubah lagi Guru meminta siswa mendata fakta-fakta yang mendukung ataupun yang bertentangan dengan jawaban atau hipotesis mereka. e. Evaluasi Guru mengembalikan jawaban yang dibuat oleh siswa Guru membimbing siswa untuk menentukan jawaban yang benar atau dapat diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan data yang dikumpulkan Guru merumuskan simpulan dari temuan hipotesis dan jawaban yang benar berdasarkan data yang relevan. 59 dan induk kalimat dalam cerita rakyat tersebut. b. Eksplorasi Siswa mulai aktif bertanya agar lebih memahami Siswa dengan bimbingan guru, menentukan rumusan masalah yang akan dipecahkan. c. Interpretasi Masing-masing siswa menjawab pertanyaan darirumusan masalah. d. Rekreasi Masing-masing siswa mengumpulkan hipotesis di meja guru agar tidak diubah lagi Siswa mendata fakta-fakta yang mendukung ataupun bertentangan dengan jawaban atau hipotesis masingmasing. e. Evaluasi Masing-masing siswa menerima jawabannya Dengan bimbingan guru, siswa mencoba menentukan jawaban yang benar sesuai data yang diperoleh Siswa bersama guru, merumuskan simpulan dari temuan hipotesis dan jawaban yang benar. 3. (1) Penutup (2) Mengadakan refleksi tentang materi yang telah diberikan Member penguatan pada tugas yang telah dikerjakan siswa (3) Mengadakan refleksi tentang materi yang telah berlansung Siswa menyimak penjelasan guru tentang hasil pekerjaan siswa sebagai upaya memperbaiki kekurangan. 4.1.7.3 Observasi Dari hasil observasi diketahui bahwa perilaku siswa sudah menampakkan hasil atau belum. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, perilaku siswa dalam proses pembelajaran telah menampakan hasil yang baik. Adapun hal-hal yang diamati, antara lain : (1) siswa telah mampu menganalisis kalimat majemuk bertingkat dengan lebih baik, (2) siswa telah mampu dalam mengemukakan pendapatnya tentang kalimat majemuk bertingkat yang diberikan oleh peneliti tanpa malu-malu seperti sebelumnya. 4.1.7.4 Hasil Tes Siklus III Adapun hasil tes yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan III dengan menjawab soal objektif mengenai menganalisis kalimat majemuk bertingkat sebanyak 20 butir soal, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15. Penelitian Siklus III Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. No (1) 01. 02. 03. 04. 05. Nama Siswa (2) Agni Manik Sriasih Agus Ryan K. Agus Suardana Agus Surya Aristin Ayu Pradnya, IGst. Skor Mentah (3) 15 15 15 15 15 60 Skor Standar (4) 8 8 8 8 8 Keterangan (5) Lebih dari Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup 06. (1) 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. Ayu Thesya J. (2) Buma Dyatmika Bayu Setyo Nugroho Deby Choiriah Devi Kusuma Wati Ega Aprilia Wati, A.A Elisabeth W. Faradyla Putri Vidy Feny Damayanti D. Candle Yuniko Dewi Guntur Kresta Putra Irvan P.W., I Pt Nadila Ayu Pertiwi Oki Krisnayanthi Safaico Churotul A. Sariani Sendy Nia Faleh Septiari Silviana Suarta Suwantika Trisna Sari Vinesy Indah Kesia Wahyu Budi S. Widya Adnyana Wisnu Bayu Bianggi Yudi Antara Widya Yudi Ardita Yuni Nuryanti P. Jumlah Rata-rata 18 (3) 15 15 15 15 18 15 18 15 15 18 16 15 15 15 16 15 15 16 15 15 16 15 15 15 15 15 18 15 - 9 (4) 8 8 8 8 9 8 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 8 277 8,14 Lebih dari Cukup (5) Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Lebih dari Cukup Cukup Lebih dari Cukup Kurang Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Cukup Cukup Cukup Lebih dari Cukup Hampir Cukup Kurang 4.1.7.5 Analisis Data Siklus III Dari pengelompokan prestasi yang diperoleh siswa serta persentasinya, maka penjelasan yang lebih rinci tentang pengelompokan prestasi serta persentasenya dapat dilihat pada tabel berikut. 61 Tabel 16. Analisis Data Hasil Siklus III Kategori Rentangan skor X F FX Persen (%) Nilai ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Istimewa 87-100 10 0 0 0 2. Baik Sekali 79-86 9 5 45 14,70% 3. Baik 71-78 8 29 232 85,30% 4. Lebih dari Cukup 62-70 7 0 0 0 5. Cukup 54-61 6 0 0 0 6. Hampir Cukup 46-53 5 0 0 0 7. Kurang 38-45 4 0 0 0 8. Kurang Sekali 29-37 3 0 0 0 9. Buruk 21-28 2 0 0 0 10. Buruk Sekali 13-20 1 0 0 0 34 277 100% No Jumlah 62 277 34 = 8,14 (Baik Sekali) Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai rata-rata kelas adalah 8,14 yang berarti berkategori baik sekali, dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 9 sebanyak 5 orang (14,70%), siswa yang memperoleh nilai 8 sebanyak 29 orang (85,30%). Berdasarkan nilai rata-rata kelas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat telah meningkat dan mencapai target yang diinginkan peneliti, maka dengan demikian penelitian ini hanya dilaksanakan sampai pada siklus III. 4.1.7.6 Refleksi Dari hasil observasi dan hasil tes yang diperoleh pada siklus III diketahui bahwa kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat dalam menjawab soal objektif telah meningkat. Siswa yang berjumlah 34 orang, hamper seluruhnya telah mampu menganalisis kalimat majemuk bertingkat dengan baik, terbukti melalui rata-rata kelas yang meningkat 8,14 pada siklus III. Maka ketuntasan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat baik secara individu maupun klasikal telah mencapai criteria yang ditentukan peneliti. Berdasarkan hasil yang dicapai dari pelaksanaan siklus III, maka peneliti tidak perlu lagi melanjutkan pelaksanaan ke siklus berikutnya. 4.2 Rekapitulasi Hasil Penelitian Tabel 17. Rekapitulasi Hasil Penelitian Tes Awal, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Peningkatan Kemampuan Menganalisis Kalimat Majemuk Bertingkat melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme pada Siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. Siklus No. Nama Siswa S-0 S-I S-II S-III Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 63 01. Agni Manik Sriasih 61 70 72 76 Meningkat 02. Agus Ryan Kurniantara 51 60 68 72 Meningkat 03. Agus Suardana, 56 60 68 74 Meningkat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 04. Agus Surya Aristina 44 56 60 72 Meningkat 05. Ayu Pradnya, I Gst 52 60 68 72 Meningkat 06. Ayu Thesya Julyastini 60 68 72 80 Meningkat 07. Buma Dyatmika 52 60 64 72 Meningkat 08. Bayu Setyo Nugroho 56 60 68 74 Meningkat 09. Deby Choiriah 56 64 68 72 Meningkat 10. Devi Kusuma Wati 52 56 60 72 Meningkat 11. Ega Aprilia Wati, A.A 60 64 72 80 Meningkat 12. Elisabeth Wirasasmita 56 60 68 72 Meningkat 13. Faradyla Puri Vidy 60 68 72 80 Meningkat 14. Feny Damayanti D. 56 64 68 72 Meningkat 15. Candle Yuniko Dewi 56 60 68 72 Meningkat 16. Guntur Kresnta Putra 68 70 72 80 Meningkat 17. Irvan P.W 64 68 70 76 Meningkat 18. Nadila Ayu Pertiwi 52 56 68 72 Meningkat 19. Oki Krisnayanthi 56 64 68 74 Meningkat 20. Safaico Chorutul A 52 56 64 72 Meningkat 21. Sariani 60 68 70 76 Meningkat 22. Sendy Nia Faleh 52 64 68 72 Meningkat 23. Septiari 44 56 64 72 Meningkat 24. Silviana 60 68 70 76 Meningkat 25. Suarta 44 44 64 72 Meningkat 26. Suwantika 52 60 68 74 Meningkat 64 27. Trisna Sari 60 68 70 76 Meningkat 28. Vinesy Indah Kesia 44 48 64 72 Meningkat 29. Wahyu Budi S. 56 60 68 72 Meningkat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 30. Widya Adnyana 44 56 64 72 Meningkat 31. Wisnu Bayu Bianggi L. 44 56 64 74 Meningkat 32. Yudi Antara Wijaya 56 64 68 72 Meningkat 33. Yudi Ardita 60 70 72 80 Meningkat 34. Yuni Nuryanti Putri H. 44 48 64 72 Meningkat JUMLAH 1.848 2.074 2.296 2.518 Meningkat RATA-RATA 54,35 61 67,52 74,05 Meningkat Keterangan : S – 0 = Tes awal S–I = Siklus I S – II = Siklus II S – III = Siklus III 4.3 Pembahasan Hasil penelitian ini diketahui berdasarkan hail observasi dan hasil kemampuan siswa menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui strategi pembelajaran konstruktivisme. Berdasarkan hasil yang diperoleh siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat dari tes awal hingga siklus III, nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan secara bertahap. 65 Agar lebih jelas, peneliti membuat tabel perbandingan nilai rata-rata kelas dari pra siklus hingga siklus III yang diperoleh selama melaksanakan penelitian di kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung, tabel perbandingan tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa dari pra siklus hingga siklus III. Adapun tabel perbandingan nilai rata-rata yang menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar pada siswa selama pra siklus hingga siklus III adalah sebagai berikut. Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tes awal sampai siklus III, sebagaian besar nilai skor standar siswa mengalami peningkatan. Dimulai dari tes awal, nilai rata-rata kelas adalah 5,41 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 2 orang (5,89), siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 17 orang (50%,), siswa yang memperoleh nilai 5 sebanyak 8 orang (23,52%), dan siswa yang memperoleh nilai 4 sebanyak 7 orang (20,59%), sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada tes awal dikelompokkan dengan ketegori cukup. Pada hasil tes siklus I, nilai rata-rata kelas adalah 6,32 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 15 orang (44,11%), siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 16 orang (47,06%), siswa yng memperoleh nilai 5 sebanyak 2 orang (5,89%), dan siswa yang memperoleh nilai 4 sebanyak 1 orang (2,94%), sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siklus I dengan kategori lebih dari cukup. Pada hasil tes siklus II, nilai rata-rata kelas adalah 7,11 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 8 sebanyak 6 orang (17,64), siswa yang memperoleh nilai 7 sebanyak 26 orang (76,47%), dan siswa yang memperoleh nilai 6 sebanyak 2 orang 66 (5,89%), sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siklus II dikategorikan baik. Pada hasil tes siklus III, nilai rata-rata siswa adalah 8,14 dengan rincian siswa yang memperoleh nilai 9 sebanyak 5 orang (14,70%), siswa yang memperoleh nilai 8 sebanyak 29 orang (85,30%), sehingga kemampuan siswa dalam menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siklus III dikategorikan baik sekali. Berdasarkan pada hasil observasi siswa selama mengikuti pembelajaran menganalisis kalimat majemuk bertingkat di dalam kelas, dari tes awal hingga siklus III menunjukkan peningkatan antara lain: (1) siswa aktif dalam proses pembelajaran, (2) siswa aktif bertanya, (3) siswa semangat untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pembangkit keaktifan dari peneliti. 4.2.1 Langkah-langkah strategi pembelajaran konstruktivisme a. Orientasi Dalam hal ini guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu langkah-langkah pembelajaran, hasil akan diharapkan dari siswa, serta nilai yang diterapkan. Tahap orientasi sangat penting dilakukan pada awal pembelajaran, karena dapat memberikan arah atau petunjuk bagi siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. b. Eksplorasi Dalam tahap ini, siswa melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. c. Interpretasi 67 Dalam hal ini hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, Tanya jawab, atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali. Tahap interpretasi sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran karena melalui tahap interpretasi siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi. d. Rekreasi Dalam tahap ini siswa ditugaskan untuk menganalisis sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topic/masalah yang dikaji menurut masing-masing. Pada akhirnya setiap akhir suatu pembelajaran, sebaiknya siswa dituntut untuk mampu menghasilkan sehingga informasi yang telah dipelajari menjadi bermakna. e. Evaluasi Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa. Hal-hal yang dinilai selama proses pembelajaran adalah kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan/argumentasi, kemampuan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, sedangkan evaluasi pada akhir pembelajaran adalah evaluasi terhadap produk kreatif yang dihasilkan siswa. 68 BAB V PENUTUP Hasil penelitian sudah jelas dengan rinci pada Bab IV. Lengkapnya suatu penelitian haruslah disertai dengan kesimpulan akhir. Oleh karena itu, pada Bab V dikemukakan simpulan penelitian mengenai peningkatan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme pada siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. Pada bagian ini akan diuraikan secara rinci tentang simpulan dan saran. 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. 1. Strategi pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat pada siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini terbukti dari masing-masing siklus sebagai berikut. a. Hasil pelaksanaan siklus awal kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung masih kurang dilihat dari skor rata-rata siswa 54,35. b. Hasil pelaksanaan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme pada siklus I dilihat dari skor rata-rata sebesar 61. 69 c. Hasil pelaksanaan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme pada siklus II dilihat dari skor rata-rata sebesar 67,52. d. Hasil pelaksanaan kemampuan menganalisis kalimat majemuk bertingkat melalui penerapan strategi pembelajaran konstruktivisme siklus III dilihat dari skor rata-rata sebesar 74,05. Di sini dapat dilihat terjadi peningkatan setiap siklus melalui stratrgi pembelajaran konstruktivisme. Yang menyebabkan terjadinya peningkatan nilai siswa menganalisis kalimat majemuk bertingkat karena siswa mendapat pengetahuan baru tentang menganalisis kalimat majemuk bertingkat, melalui strategi pembelajaran konstruktivisme wawasan siswa dalam mengasah kemampuannya dalam menganalisis kalimat majemuk sangatlah baik. Karena disni siswa yang aktif (selalu ingin tahu), dan guru hanya sebagai pendamping dalam proses pembelajaran. 2. Langkah-langkah strategi pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran menganalisis kalimat majemuk bertingkat adalah sebagai berikut. a. Orientasi Dalam hal ini guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu langkah-langkah pembelajaran, hasil akan diharapkan dari siswa, serta nilai yang diterapkan. Tahap orientasi sangat penting dilakukan pada awal pembelajaran, karena dapat memberikan arah atau petunjuk bagi siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. b. Eksplorasi Dalam tahap ini, siswa melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: membaca, 70 melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. c. Interpretasi Dalam hal ini hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, Tanya jawab, atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali. Tahap interpretasi sangat penting dilakukan dalam kegiatan pembelajaran karena melalui tahap interpretasi siswa didorong untuk berpikir tingkat tinggi. d. Rekreasi Dalam tahap ini siswa ditugaskan untuk menganalisis sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topic/masalah yang dikaji menurut masing-masing. Pada akhirnya setiap akhir suatu pembelajaran, sebaiknya siswa dituntut untuk mampu menghasilkan sehingga informasi yang telah dipelajari menjadi bermakna. e. Evaluasi Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa. Hal-hal yang dinilai selama proses pembelajaran adalah kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan/argumentasi, kemampuan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, sedangkan evaluasi pada akhir pembelajaran adalah evaluasi terhadap produk kreatif yang dihasilkan siswa. 71 5.2 Saran Untuk mengatasi masalah atau hambatan yang dihadapi siswa kelas VIII.1 SMP Nusa Dua Badung dalam melakukan proses pembelajaran menganalisis kalimat majemuk bertingkat perlu diperhatikan hal-hal berikut. a. Bahasa Indonesia perlu dibina dan dikembangkan seperti mengadakan ceramah-ceramah bahasa Indonesia di sekolah. b. Para siswa hendakanya membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia, terutama dalam pembelajaran disekolah, dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. c. Kesadaran siswa dalam membaca harus ditingkatkan, karena dalam membaca dengan kosentrasi kita dapat menganalisis kalimat majemuk betingkat dengan benar. Karena dalam pelajaran berbahasa ada 4 keterampilan yang harus kita miliki antara lain: menyimak, bebicara, membaca, dan menulis. d. Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang disempurnakan, hendaknya tersedia lebih banyak sehinggga siswa dapat memiliki pengetahuan penggunaan klausa dan prase dalam menganalisis kalimat mejmuk betingkat. e. Buku-buku yang ada kaitannya dengan menganalisis kalimat majemuk khususnya kalimat majemuk bertingkat hendaknya disediakan sehingga siswa yang ingin mendalami masalah yang terkait akan semakin mudah mempelajarinya. Dimana sumber/buku sangatlah berperan penting dalam pembelajaran. 72 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi dkk. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta-Latihan ke-7. Baharudin, dan Esa.2008. Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group. Battencourt dan Suparno. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieneka Cipta. Depdibud. 1980. Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fosnot. 1989. Metodelogi pembelajaran.Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. http//strategipembelajarankonstruktivisme.wordpress.com/2012/12/09/metodekonstruktivisme/.(strategi pembelajaran) . Herusantosa. 1991. “Sintaksis I”. Singaraja: Fakultas Keguruan Universitas Udayana. Herusuparman. 1981. “Sintaksis II”. Singaraja: Fakultas Keguruan Universitas Udayana. Keraf, Goris.1970. Tata Bahasa Indonesia. Ende- Flores: Nusa Indah. .1978. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT.Raja Grafindo Prasada. Kurt Lewis. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Ghalia Indonesia Anggota IKAPI. Mudjiman. 2008. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada: University Press. Mulyono, Iyo.2002.Bahasa Indonesia,Pengembangan Kalimat dan Problematiknya. Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari-ABA Bandung. Netra, Ida Bagus.1974. Metodelogi Penelitian. Singaraja : IKIP UNUD Nurkancana W.dan Sumartana. 1986. “Evaluasi Pendidikan”.Solo : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. . 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional 73 Suparno,Paul.2001. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT. Santyasa, M. 2008. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarigan.1985. Pendidikan Keterampilan Bahasa Indonesia. Jakarta. UT. Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka Wahab, A dalam Winasih.2006. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press. Wena, 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Akasa. Wendra, I Wayan. 2007. Buku Ajar Penulisan Karya Iilmiah. Singaraja : Universitas pendidikan Ganesha. Wirjaya Asep Yudha,Sudarmawati dkk. 2008.Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk /SMP/Mts Kelas VIII.Surakarta: CV. Putra Nugraha. Zainudin.1991. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT.Rineka Cipta. 74 75