TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Penggunaan bakteri asam laktat sebagai kultur starter dalam produksi daging fermentasi, produk-produk susu serta sayuran dan buah-buahan adalah salah satu metode pemrosesan pangan tertua yang digunakan untuk menstabilkan produkproduk pangan tersebut hingga diperoleh citarasa yang spesifik. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen dan mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007). Bakteri asam laktat digunakan secara alami pada makanan fermentasi sehubungan dengan timbulnya cita rasa asam (asidifikasi) akibat dari produksi asam laktat dan asetat. Efek asam selama fermentasi. Hal tersebut diakibatkan adanya konversi karbohidrat tersebut merupakan karakteristik penting guna memperpanjang masa simpan dan keamanan produk (Vuyst dan Vandamme, 1994). Perlindungan makanan dari kebusukan dan mikroorganisme patogen oleh bakteri asam laktat (BAL) adalah melalui produksi asam organik, hidrogen peroksida, diasetil (Messens dan De Vugst, 2002), komponen anti jamur seperti asam laktat (Corsetti et al., 1998) atau asam fenulaktik (Lavermicocca et al., 2000) dan bakteriosin (Vuyst dan Vandamme, 1994). Bakteri asam laktat mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan metabolit tertentu. Deskripsi secara umum dari bakteri ini adalah termasuk dalam bakteri Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang, dan menghasilkan asam laktat sebagai mayoritas produk akhir selama memfermentasi karbohidrat (Axelsson, 1998). Bakteri asam laktat terbagi menjadi delapan genus antara lain Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus, Berdasarkan tipe fermentasinya, bakteri asam laktat terbagi menjadi heterofermentatif dan Leuconostoc, Bifidobacterium dan Corinobacterium. homofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehida, diasetil, serta senyawa lainnya (Fardiaz, 1992). 3 Bakteri asam laktat memproduksi berbagai komponen bermassa molekul rendah termasuk asam, alkohol, karbon dioksida, diasetil, hidrogen peroksida dan metabolit lainnya. Banyak metabolit mempunyai spektrum aktivitas yang luas melawan spesies lain dan produksi tersebut dipengaruhi secara luas oleh matriks makanan itu sendiri (Helander et al., 1997). Satu atribut penting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya memproduksi komponen antimikroba, khususnya bakteriosin yang potensial menjadi biopreservatif menggantikan pengawet kimiawi pada bahan makanan guna memperpanjang umur simpan produk. Kemampuan bakteriosin dalam melakukan aktivitasnya sebagai biopreservatif dicapai oleh efek penghambatannya terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et a., 2006). Probiotik Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dikonsumsi untuk memperbaiki secara keseimbangan mikroflora usus. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus dapat menguntungkan kesehatan konsumen kita dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ilmu fisiologi human maupun mikroorganisme memungkinkan dengan tepat penentuan kriteria seleksi mikroorganisme dan yang secara ilmiah membuktikan aktivitasnya bagi promosi kesehatan. Kemampuan probiotik ini tidak terikat pada spesies, melainkan pada strain tertentu dalam suatu spesies. Karakterisitik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik, misalnya: 1. Mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup (survive), untuk melakukan kolonisasi (colonize), serta melakukan metabolisme (metabolize) dalam saluran cerna. 2. Mampu mempertahankan suatu keseimbangan mikroflora usus yang sehat melalui kompetisi dan inhibisi kuman-kuman patogen. 3. Dapat menstimulasi bangkitnya pertahanan imunitas, bersifat non-patogenik, dan non-toksik. 4. Harus mempunyai karakteristik teknologik yang baik, yaitu mampu bertahan hidup secara optimal dan stabil selama penyimpanan (storage) dan penggunaan (use) dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan dan 4 dikeringkan, agar dapat disediakan secara massal dalam industri (Lisal, 2005). Penggunaan mikroba hidup (probiotik) dalam proses fermentasi susu awalnya digunakan sebagai upaya untuk mencegah pertumbuhan jamur dan mengawetkan susu dan bukan dengan pertimbangan kesehatan. Campur tangan manusia berupa seleksi kelayakan konsumsi akhirnya menghasilkan beberapa jenis susu fermentasi, sehingga munculah produk-produk susu fermentasi tradisional di antaranya yogurt, koumis, kefir dan dadih. Susu fermentasi sebagai probiotik efektif sangat dibutuhkan pada berbagai kondisi lingkungan dan kepentingan, sehingga mikroba yang digunakan sebagai probiotik yang efektif harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1) dapat bertahan hidup selama persiapan sampai produksi dengan skala industri; 2) stabil dan tetap hidup dalam jangka waktu lama pada periode penyimpanan dan kondisi lapangan; 3) dapat bertahan hidup, mampu bersaing, tidak hanya sekedar tumbuh dalam saluran pencernaan; dan 4) mampu menimbulkan efek yang menguntungkan bagi inang (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Dadiah Dadiah merupakan produk susu fermentasi tradisional seperti yoghurt yang umumnya terdapat di daerah Sumatera Barat, yang proses pembuatannya sangat sederhana. Susu yang digunakan berasal dari susu kerbau yang diperah kemudian dimasukkan ke dalam tabung bambu dan ditutup dengan daun pisang atau plastik, selanjutnya dibiarkan atau difermentasi secara alami dalam suhu ruang selama satu hingga dua hari sehingga terbentuk gumpalan. Secara umum dadih mempunyai citarasa yang khas yaitu asam dan berwarna putih kekuning-kuningan, serta kental dengan aroma khas (percampuran aroma susu dan bambu) (Suryono, 2003). Dadih yang diproduksi di Sumatera Barat dibuat dengan bahan dasar susu kerbau dengan mengandalkan jasad renik yang ada di alam sebagai inokulan atau tanpa menggunakan kultur starter tambahan. Mikroba diperkirakan dapat berasal dari daun pisang sebagai penutup bambu dan dari susu itu sendiri (Yudoamijoyo et al., 1983) serta dapat juga dari tabung bambu yang digunakan (Zakaria et al.,1998). 5 Antimikroba Senyawa antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Komponen antimikroba terdapat dalam bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan dan terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi pangan (Fardiaz, 1992). Suatu preservatif untuk memperpanjang masa simpan produk pangan harus memenuhi kriteria antara lain: 1) tidak mengubah flavor, bau dan tekstur bahan pangan, aman bagi konsumen dan efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu; 2) preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan; 3) kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; 4) ekonomis (Soeparno, 1994); dan 4) tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan diutamakan bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988). Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, serta jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992). Metabolit yang bersifat antimikrobial yang diproduksi oleh BAL dapat dibagi menjadi dua grup: 1) komponen bermassa molekul rendah (<1000 Da), misalnya asam organik yang mempunyai spektrum aksi yang luas dan 2) protein antimikrobial, dikenal sebagai bakteriosin (>1000 Da) yang secara relatif mempunyai aksi spesifik melawan organisme lain yang mempunyai hubungan dekat dan bakteri Gram positif lainnya (Collado et al., 2010). 6 Asam Organik Asam organik (asetat, laktat, malat, sitrat dan sebagainya) merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH dalam pangan yang berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif pada pH yang mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama pada pangan hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam lain dengan konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan mikroorganisme yang digunakan (Roller, 2003). Asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi pangan dapat menghambat banyak mikroorganisme melalui penurunan pH dan beraksi langsung sebagai antimikroba dalam bentuk yang tidak terdisosiasi. Produksi asam pada pangan hasil fermentasi bergantung pada bakteri asam laktat, terutama jenis Lactococcus, Streptococcus, Pediococcus, Lactobacillus dan Leuconostoc. Asam organik dapat berfungsi sebagai asidulan pangan, flavoring dan pengawet sehingga akan meningkatkan pengawasan terhadap bakteri patogen dan meningkatkan umur simpan (Roller, 2003). Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi oleh energi sel. Keseimbangan asam-basa pada sel mikroba ditunjukkan dengan pH yang mendekati normal. Interaksi dengan senyawa kimia akan mengganggu keseimbangan asam-basa dan mengakibatkan kerusakan sel. Protein, asam nukleat dan fosfolipid dapat rusak oleh perubahan pH. Ketersediaan ion-ion logam akan mengganggu permeabilitas membran, karena membran kurang permeabel terhadap ion dibandingkan dengan molekul yang tidak bermuatan. Perubahan permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transpor nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel (Davidson dan Branen, 1993). Bakteriosin Bakteriosin merupakan protein aktif biologikal atau kompleks protein yang menunjukkan aksi bakteri, biasanya berhubungan dengan spesiesnya. Bakteriosin pada umumnya dihasilkan oleh beberapa bakteri asam lakat telah banyak dilaporkan. 7 Beberapa strain bakteriosin yang diproduksi Lactobacillus plantarum sudah diisolasikan pada dua dekade terakhir dari lingkungan/ekologikal yang berbeda, termasuk ikan, buah, sayuran dan produk susu dan gandum. Strain bakteri asam laktat menghasilkan komponen antimikroba yang tahan panas yang telah dibuktikan sebagai protein di alam, sehingga diperkenalkan sebagai bakteriosin. Bakteriosin aktif pada rentang pH yang luas dan melakukan penghambatan beberapa jumlah bakteri Gram positif termasuk Listeria ivanovii dan beberapa strain akteri patogen (Oh et al., 2000). Bakteriosin telah dikelompokkan pada tiga kelas utama berdasarkan komponen genetik dan kimianya (Klaenhamer et al., 1992). Kelas pertama adalah lantibiotik, yang terdiri atas peptida-peptida kecil dengan residu yang dikeringkan atau dimodifikasi seperti dehydroalanine dan lanthionine (Klaenhamer, 1993). Kelas kedua mencakup bakteriosin yang kecil dan stabil terhadap panas seperti pediocin A, leucocin A, lactacin F, lactococcins, carnobacteriocin A, BM1 dan BM2 (Jack et al., 1995). Kelas ketiga terdiri atas bakteriosin yang kecil dan kurang tahan terhadap panas seperti helveticin J (Klaenhamer et al., 1992). Mekanisme aktivitas bakterisidal dari bakteriosin secara umum sebagai berikut (1) molekul bakteriosin mengalami kontak langsung dengan membran sel; (2) proses kontak ini mengganggu potensial membran berupa destabilisasi depolasrisasi membran sitoplasma, sehingga sel tidak mampu bertahan. Ketidakstabilan membran memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui proses gangguan terhadap proton motive force (PMF) (Gonzalez et al., 1996). Bakteriosin dapat bekerja pada bakteri patogen spesifik tanpa mengganggu mikrobiota yang menguntungkan. Bakteriosin bisa dianggap antibiotik, tetapi berbeda dari antibiotik yaitu : (a) bakteriosin disintetis pada ribosom, b) sel inang kebal terhadap bakteriosin, c) mode aksinya berbeda dari antibiotik, dan d) daya hambatnya sempit sehingga hanya mampu melawan bakteri yang berhubungan dekat dengan strainnya (Ouwehand dan Vesterlund, 2004). Hidrogen Peroksida Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida di bawah kondisi pertumbuhan aerob dan berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau 8 peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2 tersebut sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi bahkan virus (Ray dan Bhunia 2008). Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi suhu, waktu dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif, bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Ouwehand dan Vesterlund, 2004). Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Perubahan kondisi lingkungan seperti pH dan suhu mempengaruhi kecepatan dekomposisi H2O2. Peningkatan suhu dapat meningkatkan keefisienan dalam menghancurkan bakteri, sehingga kecepatan terdekomposisinya juga semakin cepat (Branen, 1993). Enzim Proteolitik Enzim proteolitik atau yang sering disebut dengan protease merupakan berbagai jenis enzim yang mencerna protein menjadi unit-unit yang lebih kecil dengan enzim secara umum bertugas sebagai katalisator dengan cara menurunkan energi aktivasi di dalam sel, bersifat khas (Murray, 2006) dan sebagai katalis pada pemecahan molekul protein dengan cara hidrolisis (Poedjiadi, 1994). Oleh karena yang dipecah adalah ikatan pada rantai peptida, maka enzim tersebut dinamakan peptidase. Enzim-enzim ini meliputi protease-protease pankreas, khimotripsin dan tripsin, bromelin, papain, fungal protease dan Serratia peptidase (Murray, 2006). Tripsin Tripsin (EC 3.4.21.4) merupakan famili serin protease yang memecah protein pada gugus karboksil dari asam amino lisin dan arginin, kecuali protein tersebut diikuti oleh prolin. Tripsin dihasilkan oleh pankreas dalam bentuk tripsinogen yang tidak aktif. Tripsinogen tersebut kemudian disekresikan ke usus kecil, tempat enzim 9 enterokinase mengaktifkannya menjadi tripsin (Poedjiadi, 1994). Tripsin dapat mengaktivasi banyak tripsinogen menjadi tripsin secara autokatalis. Tripsin terdiri atas rantai tunggal polipeptida dari residu 223 asam amino. Bentuk asli tripsin didasarkan sebagai β-tripsin (Sigma-aldrich, 2010b). Tripsin bekerja optimal pada pH 8 dan suhu 50 oC. Tripsin sebaiknya disimpan pada suhu yang sangat rendah (antara -20 dan -80 oC) untuk menghindari terjadinya autolisis. Autolisis dapat dicegah juga dengan menyimpan tripsin pada pH 3. Pepsin Pepsin (EC 3.4.23.1) adalah suatu enzim yang berguna untuk memecah molekul protein menjadi molekul lebih kecil yaitu pepton dan proteosa. Enzim ini dihasilkan oleh sel-sel utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu calon enzim yang belum aktif. Pepsinogen ini kemudian diubah menjadi pepsin yang aktif dengan adanya HCl. Pepsin merupakan katalis untuk reaksi hidrolisis protein dan membentuk pepton dan proteosa (Poedjiadi, 1994). Pepsin aktif pada pH 2-4 dan akan secara permanen inaktif pada pH 8,0 dan akan terdenaturasi secara permanen pada pH 8,5-11 pada temperatur ruang. Aktivitas maksimum pepsin mencapai 90% pada pH 1,5 (Sigma-Aldrich, 2010a). Pepsin memecah gugus protein terutama yang mengandung asam amino fenilalanin, triptofan dan tirosin. Pepsin banyak digunakan di laboratorium untuk analisis protein, persiapan keju dan bahan pangan lain. Bomberg et al. (2004) dalam tulisannya menyatakan bahwa, sensivitas substansi antibakteri yang diproduksi oleh bakteri asam laktat terhadap α– khimotripsin, tripsin, pronase E, fisin, pepsin, papain dan lipase ditentukan dalam penanganan dan kondisi perbanyakan. Semua komponen secara keseluruhan maupun sebagian diinaktivasi oleh beberapa enzim proteolitik. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen tersebut adalah protein alami. Komponen penghambat diproduksi oleh strain-strain yang ada dengan sensitivitas yang berbeda. Bakteri Patogen Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan. Bakteri patogen ini dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan penyebab infeksi. Intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh bakteri patogen yang berkembang di dalam bahan makanan dan menghasilkan toksin, sedangkan infeksi yaitu bakteri 10 yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan. Salah satu penyebab pembusukan dan patogen tular makanan yaitu Staphylococcus aureus dan beberapa jenis Bacillus (Buckle et al., 2007). Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dapat memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan pembentukan gas tetapi tidak memfermentasi laktosa maupun sukrosa (Frazier dan Westhoff, 1988). Salmonella sp. dapat tumbuh pada kisaran suhu 5 oC hingga 45-47 o C dengan suhu optimum 35-37 oC. Salmonella sp. tumbuh pada tingkat keasaman antara 4,5-5,4 dengan pH optimumnya sekitar 7 dan pH minimumnya sekitar 4,5 (Ray dan Bhunia, 2008) serta kadar air minimum 0,94. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw dan jumlah sel. Pada pH kurang dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati secara perlahan (Adam dan Moss, 2007). Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm, soliter maupun berkoloni, anaerobik fakultatif, dan katalase positif (Holt et al., 1994). Escherichia coli dipergunakan sebagai mikroba indikator terhadap kontaminasi feses pada air dan susu, termasuk dalam grup Enterobacteriaceae dan bersifat motil flagella peritrikus (Buckle et al., 2007). Escherichia coli dapat tumbuh optimum pada pH 7-7,5 dengan pH minimum 4 dan pH makksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada makanan yang mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 37 oC dengan kisaran suhu 10-40 oC (Frazier dan Westhoff, 1988). Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) merupakan salah satu dari keempat kelompok bakteri patogenik indikator kontaminasi fekal dan penyebab diare, selain ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin). Enteropathogenic Escherichia coli melekatkan diri pada sel mukosa usus kecil dan membentuk filamentus aktin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (watery diarrehoae) yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis (Arifin, 2009). 11 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus termasuk family Micrococcaceae, merupakan bakteri gram posistif berbentuk kokus yang bergerombol seperti buah anggur dengan diameter berkisar 0,5-1,5 μm, tidak bergerak, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora biasanya termasuk katalase positif. Sel bakteri ini akan terbunuh pada suhu 66 oC selama 12 menit, dan pada suhu 72 oC selama 15 detik. Staphylococcus aureus bersifat anaerobik fakulatif, namun tumbuh dengan cepat di bawah kondisi aerob. Tergolong dalam kelompok bakteri mesofilik dengan kisaran suhu untuk tumbuh 7 hingga 48 oC, dan tumbuh secara cepat pada kisaran suhu 20-37 oC . Bakteri ini dapat tumbuh secara relatif pada aw rendah (0,86) dan pH rendah (4,8), dengan minimum pH 4 dengan kisaran pH 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,07,8. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin apabila substratnya mempunyai komponen yang baik untuk pertumbuhannya (Supardi dan Sukamto, 1999; Holt et al., 1994), serta pada konsentrasi garam dan gula yang tinggi (15%) dan pada keberadaan NO2 (Ray dan Bhunia, 2008). Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogen, memproduksi koagulasi, bersifat proteolitik, lipolitik dan β-hemolitik. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia dan mastitis pada hewan (Fardiaz, 1992). 12