PERBAIKAN SUMBERDAYA LAHAN (LAND HUSBANDRY) KHUSUSNYA MUTU TANAH PRIORITAS KEBERHASILAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK 1 E.D.Yuniwati 1) Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Wisnuwardhana Malang email: nieyuniwati@winuwardhana ac.id Abstract The low potential of soil fertility, so far is solved by the provision of fertilizer both organic and inorganic, without any other conservation measures. This method is incorrect but less accurate, because fertilizer causes the soil to become passive, so there is no "recycle" soil fertility, so the dose of fertilizer every year continues to grow. The Organic Farming System with land resource management is an agricultural system that can increase crop production without experiencing the degradation of soil fertility. The main principle to obtain sustainable production is not only to consider the soil as a medium for plant growth that should only provide nutrients, water, and environment for the plant, but also treat it as a production subject that must be maintained and maintained in its fertility. Land Resource Improvement is the conservation technology used as the "Land Husbandry" Technology Approach,. This is because Land Husbandry as key of the Land Resources. This approach aims to reduce soil degradation on land by using a land quality index. The main indicator of the determination of the soil quality index by adding organic materials, which used both for organic fertilization as well as from the returning of plant biomass. Organic matter plays an important role in the formation and stabilization of soil aggregates, increasing porosity of the soil, and the ability to store water available, providing nutrients, and food sources as well as micro-soil microorganisms. The purpose of this study is to improve land resources, especially soil quality as the key technology of Land Husbandry conservation, which is the benchmark of success of Organic Farming. The experiment was conducted in Jatikerto Village, Kromengan District, Malang Regency. Organic materials used of manure produced by farmers, compost, and blotong from sugar factory Kebonagung, Malang. The result of this research is that technology can improve the soil quality index (R = 0,8139) and can improve soil aggregation, thus preventing land degradation. This technology can improve the yield of cassava and maize. After being evaluated for 5 years, this technology meets the principle of Organic Farming. The yield of cassava is 39.53 t / ha in the treatment of manure (N + Pk) and and 40,16 t / ha on N + Kmp treatment. Keywords: Land Husbandry, Soil Quality, Cassava, Organic Farming tidak hanya menganggap tanah sebagai media pertumbuhan tanaman yang hanya harus menyediakan hara, air, dan lingkungan bagi tanaman, tetapi juga memperlakukannya sebagai subyek yang perlu dijaga kebutuhan dan kesehatannya. Tanah bukan hanya media kimia dan fisik bagi tanaman, tetapi juga sebagai tempat dan sumber kehidupan jasad mikro tanah yang sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan tanah. Sullivan (2004) menyebutkan beberapa kunci untuk mencapai produksi berkelanjutan, yaitu: (i) memperkecil penggunaan pupuk anorganik dengan meningkatkan “recycling” hara 1. PENDAHULUAN Sumberdaya lahan berkelanjutan mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya dalam hal cara memproduksi biomassa, tetapi juga mencakup aspek sosial dan ekonomi (Sullivan, 2004). Oleh karena itu dalam disertasi ini dibatasi pada produksi berkelanjutan yang secara sederhana dapat diberi batasan sebagai cara untuk memproduksi hasil biomassa optimum tanpa menyebabkan degradasi lahan dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Sullivan, 2004). Prinsip utama untuk mendapatkan produksi berkelanjutan adalah 1 E.D. Yuniwati. Perbaikan Sumberdaya Lahan (Land Husbandry).... 2 tanaman pada lahan pertanian, (ii) melakukan pengolahan tanah minimum, atau jika dapat menerapkan budidaya tanam tanpa olah, (iii) mengusahakan penutupan lahan yang bagus dengan menggunakan tanaman penutup tanah (cover crops), mulsa dan/atau mengembalikan residu tanaman ke lahan. Jika diperhatikan, makna ke tiga kunci tersebut adalah upaya untuk mempertahankan agar kandungan bahan organik tanah tidak mengalami penurunan. Penggunaan pupuk organik dan pengolahan tanah akan mempercepat dekomposisi bahan organik (Peigne et al, 2007), dan penggunaan tanaman penutup tanah, pemberian mulsa dan pengembalian residu tanaman adalah cara yang tepat untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Phien & Vinh, 2002; Amanulloh et al, 2007) Pentingnya bahan organik tanah untuk mempertahankan produksi berkelanjutan telah tidak diragukan lagi (Sullivan, 2004). Pembahasan tentang keberlanjutan produksi tidak lain adalah upaya upaya untuk mempertahankan atau bahkan secara terus menerus memperbaiki mutu tanah (FAO, 2000), dan bahan organik tanah, merupakan salah satu indikator utama mutu tanah (Arnalds, 2004). Di dalam tanah, bahan organik tanah, disamping merupakan sumber utama hara Nitrogen, juga merupakan bahan penyangga tanah (Larson & Pierce, 1994). Sebagai penyangga tanah, bahan organik berperan penting dalam pembentukan dan pemantapan aggregat tanah, yang selanjutnya akan meningkatkan porositas tanah, dan kemampuan menyimpan air tersedia. Secara kimia, peran penyangga bahan organik tanah adalah menyediakan muatan negatif tanah yang sangat penting untuk mengabsorpsi unsur hara, dan dengan demikian mencegah kehilangannya karena pencucian. Disamping peran tersebut, bahan organik merupakan sumber makanan dan sekaligus energi jasad mikro tanah. Adanya kegiatan jasad mikro ini sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan produksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan indeks mutu tanah sebagai kunci teknologi konservasi Land Husbandry, yang manajemen lahan berkelanjutan. Penelitian ini mempelajari pengaruh pemberian bahan organik tanah, khususnya pupuk kandang, terhadap mutu tanah dan keberlanjutan produksi ubikayu yang ditanam pada lahan yang sama secara terus menerus. Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah : 1. Petani dengan pengamalan yang dimiliki mampu merakit teknologi produksi budidaya ubikayu yang memenuhi persyaratan produksi berkelanjutan 2. Teknologi pemeliharaan lahan bukan hanya dapat menurunkan laju degradasi lahan, tetapi justru memperbaiki mutu tanah 2. METODE PENELITIAN Percobaan dilakukan kebun percobaan Fakultas Pertanian yang terletak di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Desa Jatikerto berada pada sekitar 500 m dpl, kira-kira berada 30 km sebelah barat daya kota Malang. Tanah di lokasi percobaan termasuk dalam ordo Alfisols yang berkembang dari bahan induk abu vulkan. Rerata curah hujan tahunan 2250 mm, musim hujan dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan Maret. Temperatur harian rata-rata 30 oC, dengan keragaman 25oC di malam hari dan 33 oC di siang hari. Bahan organik yang digunakan berupa pupuk kandang yang dihasilkan petani, kompos, dan blotong dari pabrik gula Kebonagung, Malang Percobaan ini merupakan bagian dari penelitian untuk mendapatkan produksi berkelanjutan dengan pendekatan “Land Husbandry”. Perlakuan percobaan merupakan usulan petani, yaitu : K : Kontrol (tidak dilakukan pemupukan) N : Tanaman diberi pupuk N dengan dosis 400kg Urea/ha 3 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017 NP : Tanaman dipupuk N dan P (400 kg Urea dan 100 kg SP36/ha) NPK : Tanaman dipupuk N, P dan K (400 kg Urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCl/ha) Pk : Tanaman dipupuk dengan pupuk kandang 10 ton/ha Kmp : Tanaman dipupuk dengan kompos 10 ton/ha N+Pk : Tanaman dipupuk 400 kg Urea/ha dan P. Kandang 5 ton/ha N+Kmp : Tanaman dipupuk 400kg Urea/ha dan Kompos 5 ton/ha NP+Kmp : Tanaman dipupuk 400 kg Urea, 100 kg SP36, dan 5 ton kompos/ha N+BL : Tanaman dipupuk 400 kg Urea dan Blotong 5 ton/ha Ke sepuluh perlakuan tersebut diatur dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan dan menggunakan petak percobaan berukuran 8 X 5 m. Pada percobaan ini digunakan pola tanam tumpangsari ubikayu + jagung. Setek batang ubikayu dengan panjang sekitar 30 cm ditanam sampai kedalaman sekitar 10 cm (1 mata ruas berada di dalam tanah) dengan jarak 1,0 x 1,0 m. Dua biji jagung yang ditanam di samping ubikayu pada jarak sekitar 25 cm dari baris ubikayu dengan jarak di dalam barisan jagung 0,30 cm. Kedua jenis tanaman ditanam secara bersamaan. Pupuk kandang, kompos dan blotong diberikan bersamaan dengan persiapan lahan. Seluruh dosis pupuk SP36 (36%P2O5) dan KCL (50% K2O) dan 1/3 urea (45%N) diberikan pada saat tanam. 1/3 dosis pupuk urea diberikan 60 hari setelah tanam, dan 1/3 sisanya diberikan setelah jagung dipanen (105 hari setelah tanam). Data yang dikumpulkan meliputi hasil tanaman, sifat tanah yang meliputi kandungan bahan organik tanah, struktur tanah, berat isi tanah, kandungan air tanah, KTK, dan kandungan hara N, P dan K. Pengamatan sifat tanah dilakukan sebelum percobaan, dan setiap setelah panen ubikayu. Pengamatan sifat fisik tanah meliputi berat isi tanah, permeabilitas, porositas total, dan kemantapan aggregat dan parameter sifat kimia tanah meliputi pH tanah, kandungan C-organik, N, P, KTK, dan basa dapat ditukar. Parameter sifat fisik dan kimia ini digunakan sebagai indikator penentuan indeks mutu tanah. Mutu tanah ditentukan dari indeks mutu tanah (IMT) yang diperoleh dari data indikator mutu tanah. Indeks Mutu Tanah yang dikembangkan pada disertasi ini didasarkan pada pendekatan Larson dan Pierce (1996), yaitu : IMT = f (I1.........In) Angka indeks ini diperoleh dari hasil analisa indikator tanah dari hasil penelitian tumpangsari ubikayu dan jagung. Beberapa indeks mutu tanah yang dikembangkan Indeks 1 = (BO + agregasi + +porositas+ +N+P+K+KTK)-BV................................ (1) Indeks 2 = {(BO x agregasi xporositas)/BV} +(KTK/(N+P+K)..................................... (2) Indeks 3 = {(BO x agregasi x porositas)/BV+( KTK/ (N+P+K)...................................................(3) Indeks 4 = {(BO x agregasi xporositas)/BV}+(KxP)+(KTKxN) ........(4) Indeks 5 = {(BO x agregasi xporositas)/BV}+(NxP)+(KTKxK)....... .(5) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil Ubikayu Pada penelitian sebelumnya perlakuan pengelolaan tanamanan berpengaruh nyata terhadap hasil maupun biomassa tanaman (Tabel 1). Pada perlakuan kontrol (K) hasil ubikayu yang diperoleh hanya 11,69 t/ha pada tahun 2008 dan 8,95 t/ha pada tahun 2010. Semua perlakuan pengelolaan, bahkan tanpa pupuk N sekalipun, menghasilkan ubikayu E.D. Yuniwati. Perbaikan Sumberdaya Lahan (Land Husbandry).... 4 lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh tanaman tanpa pupuk. Hasil yang diperoleh tanaman yang diberi kompos misalnya (Kmp) adalah 19,69 t/ha pada tahun 2008, dan 25,14 t/ha pada tahun 2010, dimana hasil ini berbeda nyata dengan hasil tanaman tanpa perlakuan. Demikian pula hasil yang diperoleh tanaman yang diberi pupuk kandang saja (Pk). Pemberian pupuk yang disertai bahan organik, terutama pupuk kandang dan kompos (perlakuan N+Pk, N+Kmp) memberi hasil yang tinggi. Hasil ini menunjukkan pentingnya unsur Nitrogen dan C-organik pada tanah Alfisols, Jatikerto. Pemberian Pospat dan Kalium relatif tidak berpengaruh nyata (dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk N tanpa P dan K). Hal ini dapat dipahami karena tanah Alfisols Jatikerto, yang berkembang dari abu vulkan mempunyai kandungan K dalam kategori tinggi dan kandungan bahan organik rendah (< 1 %) (Howeler, 2008). (dibandingkan dengan hasil tanaman yang diberi blotong). Hasil analisis pupuk kandang, menunjukkan bahwa kandungan Nitrogen pada pupuk kandang dan kompos lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan Nitrogen pada blotong. Perubahan hasil ubikayu selama 5 tahun penanaman ubikayu pada lahan yang sama disajikan pada Gambar 1. Pada perlakuan tanpa pupuk terjadi penurunan hasil ubikayu secara sangat tajam sampai tahun ke 3, kemudian hasilnya relatif stabil disekitar 9 t/ha. Penurunan hasil ini tidak diragukan lagi sebagai akibat pemiskinan unsur hara, terutama nitrogen Tabel 1. Pengaruh pengelolaan tanaman terhadap hasil ubikayu dan biomassa tanaman pada ubikayu tahun ke 4 (2011) dan ke 5 (2012) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perlakuan K N NP NPK Pk Kmp N+Pk N+Kmp NP+Kmp N+Bl Hasil ubi (t/ha) 11,69 a 32,34 cd 32,81 cd 30,00 c 21,88 b 19,69 b 35,31 d 33,13 cd 35,53 d 29,06 c 2011 Bagian vegetatif (t/ha) 5,47 a 13,66 b 15,63 b 14,78 b 8,44 a 7,53 a 15,63 b 14,06 b 14,06 b 13,50 b 2012 Hasil ubi Bagian (t/ha) vegetatif (t/ha) 8,95 a 5,22 a 28,56 bc 14,45 d 25,91 bc 11,41 cd 28,64 bc 14,81 d 22,09 b 9,45 bc 25,14 bc 12,34 cd 39,53 de 22,73 ef 40,16 de 22,89 ef 44,06 e 25,08 f 33,22 cd 20,78 e *)Angka yang didampingi huruf sama, pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P=0,05) Hasil yang disajikan pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa hasil tanaman yang diberi N+Bl lebih rendah dibandingkan dengan hasil perlakuan N+Pk atau N+Kmp. Hal ini membuktikan bahwa penyediaan Nitrogen dari pupuk urea masih belum mencukupi sehingga adanya tambahan Nitrogen dari pupuk kandang dan kompos masih dapat meningkatkan hasil Gambar 1. Perubahan hasil tanaman ubikayu selama 5 tahun yang ditanam pada Lahan yang sama dengan berbagai macam pengelolaan lahan Pemberian pupuk Nitrogen memang dapat meningkatkan hasil, tetapi jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada tahun pertama terjadi penurunan yang cukup tajam ( pada tahun pertama hasil yang diperoleh perlakuan N 35,5 t/ha turun menjadi 28,56 t/ha pada tahun ke empat). Pemberian bahan organik yang berupa pupuk kandang (N+Pk) dan kompos (N+Kmp) dapat mempertahankan hasil pada tingakatan yang relatif tinggi (39,53 t/ha pada perlakuan N+Pk dan 40,16 t/ha pada perlakuan N+Kmp). Hal ini ada beberapa kemungkinan, pertama bahan organik yang ditambahkan meningkatkan KTK tanah sehingga 5 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017 mengurangi terjadinya pencucian unsur hara, dan yang kedua bahan organik membantu pembentukan dan pemantapan aggregat tanah seperti yang dikemukakan oleh (Larson and Pierce, 1994) sehingga memperbaiki kondisi fisik tanah untuk pertumbuhan ubikayu. Alasan ini diperkuat dengan hasil aggregat tanah pada perlakuan N+Pk dan N+Kmp mempunyai DMR lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol atau N. Hasil yang disajikan pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa kandungan P kurang mencukupi kebutuhan ubikayu, sehingga perlakuan yang diberi tambahan pupuk P (NP), paling tidak pada tahun pertama dan kedua menghasilkan ubikayu lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa P (perlakuan N). Sebagaimana telah dikemukakan diatas, tanah mempunyai kandungan K tinggi sehingga pemberian K tidak meningkatkan hasil (NPK dibandingkan N atau NP) Hasil Jagung Pengaruh pengelolaan tanaman terhadap hasil biji dan biomassa tanaman jagung pada tahun ke 4 dan ke 5 yang disajikan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pengaruh pengelolaan tanah menghasilkan biji jagung menunjukkan peningkatan lebih tinggi dibandingkan tahun ke 4.(2011). Tanaman yang tidak dipupuk (perlakuan Kontrol) hanya menghasilkan biji 0, 72 t/ha pada tahun ke 4 (2008) dan 0,40 t/ha pada tahun ke 5 (2012). Dibandingkan dengan ubikayu, jagung sangat tanggap terhadap pemiskinan Nitrogen. Pada tahun pertama, hasil yang diperoleh tanaman jagung yang dipupuk Nitrogen 2,93 t/ha turun menjadi 2,60 t/ha pada tahun ke 5 (Tabel 2.). Tabel 2. Pengaruh pengelolaan tanah terhadap hasil jagung pada pola tanam tumpangsari dengan ubikayu No Perlakuan 2011 2012 Bagian IP Hasil Bagian IP vegetatif biji vegetatif (t/ha) (t/ha) (t/ha) 1. K 0,72 a 1,15 a 0,38 0,40 a 0,68 a 0,37 2. N 2,93 cd 3,06 c 0,48 2,60 bc 2,80 bc 3. NP 2,83 cd 2,94 c 2,73 bc 2,85 c 4. NPK 2,96 d 3,18 c 3,04 c 3,08 c 5. Pk 2,43 bc 2,64 bc 2,67 bc 2,85 c 6. Kmp 1,95 b 2,23 b 0,46 2,18 b 2,24 b 7. N+Pk 2,87 cd 2,96 c 3,14 c 3,24 c 8. N+Kmp 2,78 cd 2,87 bc 3,24 c 3,38 c 9. NP+Kmp 2,98 d 3,06 c 0,49 3,07 c 3,28 c 10. N+Bl 2,43 bc 2,58 bc 2,67 bc 2,85 c 0,48 *)Angka yang didampingi huruf sama, pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P=0,05) Hasil biji (t/ha) Penurunan hasil terjadi baik pada hasil jagung maupun ubikayu, penurunan yang terjadi pada ubikayu hanya sekitar 65% (dari 26 t/ha pada tahun pertama (2007) menjadi 8,95 t/ha pada tahun ke lima (2012). Kenyataan ini membuktikan bahwa, disamping dapat tumbuh pada kondisi tanah marjinal, ubikayu lebih sedikit menyerap Nitrogen daripada jagung. Hasil jagung selama 5 tahun dengan pola tanam tumpangsari dengan ubikayu yang ditanam pada pada lahan sama secara terusmenerus disajikan pada Gambar 2. berbeda dengan ubikayu yang menunjukkan kecenderungan relatif tetap, hasil jagung sangat fluktuatif. Pada tahun kedua misalnya, kecuali perlakuan kontrol (K) semua perlakuan memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan tahun yang lalu. Hal ini disebabkan jagung sangat peka terhadap musim, terutama pada awal pertumbuhannya. Jika pada saat ini terjadi hujan terus menerus, seperti yang terjadi pada tahun 2007/2012, pertumbuhan jagung kurang sehat sehingga hasil biji yang diperoleh juga rendah. E.D. Yuniwati. Perbaikan Sumberdaya Lahan (Land Husbandry).... 6 Tabel 3. Pengaruh pemeliharaan lahan terhadap beberapa indikator kualitas tanah pada masa tanam ke 5 tahun 2012 Indikator Mutu tanah Bahan organik (% OM) Agregasi (DMR, mm) 6 Porositas Total (%) Permeabilitas (cm/jam) pH N(%) P(ppm) K(me/100g) KTK(me/100g) 2007 1,44 1,63 1,31 50,56 2,06 6,5 1,04 11,61 1,81 15,27 K 0,69 1,25 1,11 49,5 2,52 6,3 0,74 7,52 1,23 9,36 N 1,23 1,58 1,16 54,3 2,88 6,3 0,74 6,96 1,34 10,8 Perlakuan NP NPK 1,09 1,11 1,50 2,56 1,22 1,21 51,0 51,6 3,55 4,42 6,0 6,1 0,83 0,91 10,2 15,2 1,44 1,57 12,8 12,8 Pk 1,92 2,81 1,22 50,7 5,87 6,4 0,86 12,9 1,68 17,8 Lanjutan Tabel 3. Gambar 2. Perubahan hasil biji jagung pada tanah yang ditanami secara terus-menerus (tumpangsari dengan ubikayu) berbagai pengelolaan tanaman Lebih lanjut data yang disajikan pada Gambar 2. menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pupuk (K) hasil biji jagung yang ditanam pada lahan yang sama secara terus menerus, bahkan pada tahun ke lima dapat dikatakan tidak menghasilkan biji (hasilnya kurang dari 0,5 t/ha). Pemberian pupuk anorganik, walaupun dapat meningkatkan hasil (dibandingkan kontrol), tetapi tidak dapat menghindari penurunan hasil jagung. Penurunan hasil jagung dapat dikurangi dengan pemberian pupuk organik (Pupuk Kandang, Kompos dan Blotong). Indeks Mutu Tanah Hasil pengamatan indikator indeks mutu tanah yang disajikan pada Tabel 3. menunjukkan pada pengamatan tahun 2012 beberapa indikator mutu tanah telah mengalami perubahan jika dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun awal (2007 Indikator Mutu tanah Kmp Bahan organik (% OM) Agregasi (DMR, mm) 6 Porositas Total (%) Permeabilitas (cm/jam) pH N(%) P(ppm) K(me/100g) KTK(me/100g) 2,02 2,36 1,21 51,14 4,24 6,3 1,03 13,43 1,56 21,33 N+Pk 1,79 1,89 1,13 53,9 4,21 6,1 1,08 13,8 1,63 19,8 Perlakuan N+ Kmp 1,90 1,99 1,21 51,48 3,53 6,2 1,05 14,18 1,46 19,31 NP+K mp 2,06 1,60 1,17 52,93 4,28 6,2 1,18 12,86 1,33 18,30 Data yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan Kontrol (K), semua indikator mutu tanah yang diamati (pengamatan musim tanam 2011) dalam penelitian ini mengalami penurunan, terutama terjadi pada indikator bahan organik tanah, struktur tanah, berat volume, kandungan N, K, P, dan KTK tanah. Lebih lanjut, jika diamati pada perlakuan dengan penambahan pemberian pupuk anorganik tidak dapat mempertahankan indikator mutu tanah. Pada perlakuan yang diberi pupuk N, P, dan K sekalipun terjadi penurunan namun kandungan N, P dan K tanah tetap menunjukkan peningkatan dibanding dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kehilangan hara yang terjadi karena pengangkutan hasil panen dan erosi lebih tinggi dibandingkan masukan haranya. Hal ini telah dibuktikan pada hasil penelitian sebelumnya pemberian pupuk organik, baik berupa pupuk kandang, kompos dan blotong mampu memperbaiki indikator mutu tanah, terutama kandungan bahan organik tanah. Kenaikan kandungan bahan organik tanah N+BL 2,13 1,93 1,20 49,59 4,15 6,3 0,91 12,09 1,42 19,33 7 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017 memberikan pengaruh positif terhadap indikator mutu tanah lainnya, terutama struktur tanah dan KTK. Peran bahan organik tanah dalam pembentukan dan pemantapan aggregat tanah telah dibahas oleh banyak pakar (Amanullah, 2007), dan kenaikkan KTK tanah dengan adanya peningkatan kandungan bahan organik tanah adalah konsekwensi wajar dari adanya gugusan karboksil pada bahan organik (Arnalds, 2005). Indeks Mutu Tanah yang dikembangkan didasarkan pada pendekatan Larson dan Pierce (1996), yaitu : IMT = f (I1.........In) Angka indeks ini diperoleh dari hasil analisa indikator tanah dari hasil penelitian tumpangsari ubikayu dan jagung. Sesuai dengan data set minimum ubikayu, maka indikator mutu tanah meliputi kandungan bahan organik, kemantapan agregat, porositas, berat isi tanah dan kapasitas tukar kation, dan serapan hara N, P dan K tanah. Pemilihan indikator ini berdasarkan fungsi masing-masing indikator pada batas ekosistem dan paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ubikayu dan jagung. Hal ini sesuai dengan definisi “Mutu Tanah” yang diambil dari terjemahan dari Soil Quality dan beberapa pakar (Doran and Parkin, 1994; Larson and Pierce, 1994 dan Utomo, 2001) adalah kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya pada batas ekosistem. Dalam penelitian ini penekanan “Mutu Tanah” lebih ditekankan pada fungsi produksi biomassa yaitu menyediakan tempat dan lingkungan tumbuh dan tegak tanaman yang ditentukan oleh sifat fisik tanah (struktur tanah, dan porositas), sifat kimia (kemampuan menyediakan hara tanaman). Pemberian bahan organik sebagai salah satu peningkatan mutu tanah, akan memperbaiki struktur tanah, porositas dan stabilitas agregat tanah (Seybold et al. 1998). Berdasarkan teori diatas, maka dicari dan dikembangkan indeks mutu tanah untuk tanaman ubikayu, dengan cara menggabungkan beberapa indikator tanah, untuk menduga produksi biomassa ubikayu dan jagung. Beberapa indeks yang dikembangkan, seperti yang tertera di depan. Selanjutnya dengan kelima indeks tersebut, dengan teknik analisis korelasi, diuji kesesuaiannya dengan menghubungkan IMT (sebagi absis) dan hasil tanaman (sebagai ordinat). Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan indikator mutu tanah (Tabel 3.) dihitung dengan menambah, menggalikan, membagi indikator mutu tanah. Perhitungan berdasarkan keterkaitan antara indikator yang paling mempengaruhi (bahan organik) dengan kemantapan agregat, porositas, berat isi, kapasitas tukar kation, unsur hara Nitrogen, pospor dan kalium, sehingga terjadi proses pembentukan (agregasi) tanah. Agregasi tanah yang kuat akan memperkecil terjadinya kehancuran tanah yang dapat menyebabkan degradasi tanah Gambar 3. Hubungan antara IMT dengan hasil ubikayu Hasil pengembangan indeks mutu tanah dikorelasikan dengan hasil ubikayu maka diperoleh korelasi (R) tertinggi. Berdasarkan Grafik .3. korelasi tertinggi (R= 0,8139) diperoleh dari persamaan Indeks Mutu Tanah 5 (IMT 5). Hasil korelasi ini membuktikan bahwa dengan indeks mutu tanah dapat mempengaruhi peningkatan hasil ubikayu dan jagung, walaupun penanaman dilakukan secara terus menerus selama 5 E.D. Yuniwati. Perbaikan Sumberdaya Lahan (Land Husbandry).... 8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingginya indeks mutu tanah dapat memperbaiki indikator mutu tanah yang mempengaruhi kualitas tanah dalam menyediakan unsur hara tanaman dan fungsi tanah sebagai produksi tanaman. Adapun Persamaan indeks mutu tanah (IMT5) adalah : IMT = {(BO x Agregasi x porositas)/BV}+ (NxP)+(KTKxK) ......................(5) Selanjutnya dengan menggunakan persamaan diatas, jika digambarkan perubahan indeks mutu tanah setelah 5 tahun, diperoleh gambaran yang menunjukkan adanya agregasi dan degradasi tanah dari awal masa tanam dan akhir masa tanam, sebagai hasil dari perbaikan indeks mutu tanah yang diperoleh dari penambahan pupuk organik (pupuk kandang, kompos, blotong) dan anorganik (Nitrogen). Pembahasan agregasi 250 Dormansi atau penghambatan perkecambahan K I N n terjadi karena gangguan proses tahap-1 NPK d PK 200 e (imbibisi) dan proses tahap-2 (kegiatan N+PK sel, k N+Kmp s reaksi enzimatis dan peningkatanN+BL laju M 150 benih). Proses imbibisi yaitu u respirasi sustainable t u masuknya air dan oksigen diduga dormasi 100 T benih jeruk disebabkan kulit benih bersifat a n a impermeabel terhadap air dan O2, kekerasan degradasi h 50 kulit tersebut sulit ditembus oleh titik tumbuh. Dalam tahap-2 terjadi proses metabolisme belum trejadi karena inaktifnya enzim-enzim awal akhir hal terkait dengan kematangan embrio, hal ini Gambar 4. Perubahan indeks mutu tanah setelah 5 tahun ditanami ubikayu Merujuk dari Gambar 4. dapat dijelaskan bahwa setelah 5 tahun ditanami ubikayu, jika tanpa pemeliharaan lahan yang baik (perlakuan Kontrol, K) terjadi degradasi tanah. Tetapi sebaliknya terlihat jelas bahwa dengan pemeliharaan lahan yang baik (perlakuan kombinasi pupuk anorganik (N) dan pupuk organik (pupuk kandang, kompos, dan blotong) menyumbangkan unsur hara yang dapat memperbaiki beberapa indikator mutu tanah antara lain bahan organik. Perbaikan bahan organik dan indikator mutu tanah lainnya menunjukkan terjadi agregasi tanah, melalui perbaikan indeks mutu tanah, dengan demikian degradasi tanah dapat dicegah. Hal ini disebabkan pemberian kombinasi pupuk an organik dan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, karena pupuk organik merupakan jenis pupuk yang slow release, sehingga pada saat tanah mengalami kekurangan unsur hara, masih tersedia dari pupuk organik tersebut, sehingga dapat memperbaiki indeks mutu tanahnya. Demikian juga untuk kebutuhan produksi tanaman, masih tersedia pada saat diperlukan, sehingga dapat memberikan hasil panen yang relatif stabil dari tahun ke tahun. (Gambar.1 dan 2). dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan teknologi pemeliharaan lahan, dapat memenuhi prinsip manajemen lahan berkelanjutan. 4. KESIMPULAN Hasil percobaan yang disajikan dan dibahas dapat disimpulkan bahwa: (1) Teknologi dari prakarsa petani yang berhasil di rakit petani menjadi teknologi yang meningkatkan hasil ubikayu dan jagung. Setelah di evaluasi selama 5 tahun, teknologi ini memenuhi prinsip pertanian berkelanjutan. Hasil ubikayu mencapai 39,53 t/ha pada perlakuan pupuk kandang (N+Pk) dan dan 40,16 t/ha pada perlakuan N+Kmp, (2) Teknologi hasil prakarsa petani mudah dan tidak rumit penggunaanya, karena menggunakan pemupukan anorganik dengan ditambah organik, teknologi ini terbukti dapat memperbaiki indeksmutu tanah (R=0,8139) dan dapat memperbaiki agregasi tanah, sehingga mencegah terjadinya degradasi lahan 9 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017 5. REFERENSI Amanullah, M.M., K. Vaiyapuri, K. Sathyamuoorthi, S. Pashanivelan, and A. Alagesan, 2007. Nutrient Uptake, Tuber Yield of Cassava (Manihot Esculenta Cranzt.) and Soil Fertility as Influenced by Organic Manures, Journal of Agronomy. 6 : 183-187. Arnalds, A., 2005. Approaches to Landcare – A Century of Soil Conservations in Iceland. Land Degradation & Development. First Edition. CRC Press. Iceland. p. 113-125. Doran, J.W. and T.B. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. In Doran JW., D.C., Coleman, D.F. Bezdicek, and B.A. Stewart (ed). Defining Soil Quality For Sustainable Environtment. Special Publication No. 35. Soil Science Society of Amerika, Madison, Wisconsin. p.321. FAO., 2000. Guidelines and Reference Material on Integrated Soil and Nutrient Management an Conservations for Farmer Fields Schools Doc. Food and Agriculture Organizations of the United Nations. Rome. Hamblin, A., 1985. The Influence of Soil Structure on Water Movement, Crop Root Growth and Water Uptake. Advances in Agronomy. 38: 95-158. Howeler, R.H., 2008. Production Technologies for Sustainable Cassava Production in Asia. In: Proc. 14 th. Symposium of the Intern. Soc. Tropical Root Crops, held in Thiruvananthapuram, Kerala. India. Larson, W.E. and F.J. Pierce, 1994. The Dynamics of Soil Quality as a Measure Sustainable Management. In Doran, J.W., D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, Peigne, J. B.C. Ball. J. Roger Estrade and C. David., 2007. Is Conservation Tillage Suitanable for Organic Farming? A Review. Soil Use and Management. June 2007. 23: 129144. Seybold, C.A., M.J. Mausbach, D.L. Karlen and H.H. Rogers, 1998. Quantification of Soil Quality in The Soil Quality Concept. United States Departement of Argiculture and Natural Resources Conservation Services. Sullivan P., 2003. Intercropping Principles and Production Practices. ATTRA National Sustainable Agriculture Information Service. The National Center for Appropriate Technology (NCAT). http/www. Attra.ncat.org. Retrieved via Internet Explorer Ver. 6, 2 October 2008. Utomo, W.H., H. Suyamto, and A. Sinaga, 2001. Implementation of FPR in the Transfer of Cassava Technologies in Indonesia. In Howeler, R. and S.L. Tan. (ed.). Cassava’s Potential in Asia in The 21th Century. CIAT, Asia Office, Bangkok.