Peningkatan Hasil Tanaman Ubikayu Secara Berkelanjutan Dikirim oleh denok pada 17 April 2016 | Komentar : 0 | Dilihat : 1985 Prof. Dr. Ir. Titiek Islami, M.S Aneka tanaman ubi khususnya ubi kayu merupakan tanaman masa depan. Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak serta berbagai macam bahan baku industri seperti kertas, kain maupun bahan bakar bio. Indonesia sebagai negara produsen ubi kayu terbesar ke 3-4 di dunia, produksinya baru mencapai 19 ton/ha. Ini masih jauh dari potensi yang dapat mencapai 60 ton/ha pada kondisi tanah subur atau sekitar 30 ton/ha pada kondisi tanah marjinal. Titiek Islami memaparkan hal ini dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya, Selasa (19/4/2016). Guru Besar Fisiologi Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) ini menyampaikan pidato pengukuhan berjudul "Peningkatan dan Keberlanjutan Hasil Tanaman Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) dengan Pendekatan Ekofisiologi Tanaman". http://prasetya.ub.ac.id/cmsub/javascript/tiny_mce/plugins/pagebreak/img/trans.gif Menurut istri Guru Besar FP-UB Prof. Wani Hadi Utomo ini, ubikayu dapat ditanam pada kondisi agroklimat marjinal dimana sumber daya lahan rentan terdegradasi. Meskipun begitu, untuk dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi, ubi kayu tetap memerlukan kondisi agroklimat yang prima. Walaupun berumur sekitar 10 - 11 bulan, kondisi prima ubikayu cukup dipenuhi pada fase pertumbuhan awal, yakni empat bulan pertama. Jika sampai periode ini tanaman dapat tumbuh dengan baik, maka dijamin akan memberi hasil tinggi. Disamping itu, hasil tanaman dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan. Selain kondisi tanah, faktor lingkungan yang juga mempengaruhi proses fisiologi tanaman ubikayu adalah temperature, lama penyinaran, intensitas cahaya matahari serta ketersediaan air. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tanaman ubikayu mengangkut unsur hara dalam jumlah yang besar, sehingga jika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik maka akan mempercepat degradasi sumberdaya tanah dan lahan. Karena anggapan ini pula, PT. Perhutani pernah melarang masyarakat untuk menanam ubikayu di lahan miliknya. Disampaikan Titiek, selain unsur hara Kalium, pengangkutan unsur hara Nitrogen dan Phosphor per satuan berat hasil tanaman ubikayu tidak lebih tinggi dibanding tanaman jagung atau tanaman pangan lainnya. "Memang peningkatan hasil akan meningkatkan pengangkutan unsur hara oleh tanaman. Hal ini tentu wajar karena peningkatan hasil tanaman akan menyebabkan kebutuhan unsur hara untuk membentuk jaringan tanaman lebih tinggi," kata ibu tiga orang putera ini. Untuk itu, berdasar penelitian, ada beberapa upaya untuk mempertahankan unsur hara pada lahan pertanian seperti pemupukan yang berimbang, pengembalian biomassa yang tidak dipanen ke lahan, penanaman tanaman yang mampu memperkaya hara tanaman seperti kacang-kacangan serta teknik konservasi olah tanah. Disampaikan Titiek, pemberian pupuk seperti pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tanaman ubikayu dan sekaligus memperbaiki kualitas tanah. Namun karena pupuk kandang sangat cepat terdekomposisi, sehingga harus diberikan setiap kali musim tanam. Ini menyebabkan biaya produksi menjadi lebih mahal. Sebagai alternative, Titik menyampaikan gagasan penggunaan biochar untuk memperoleh teknologi berlanjut pada budidaya ubikayu. Biochar adalah hasil pembakaran dari biomassa tanaman tanpa atau dengan oksigen terbatas. [denok/Humas UB] Artikel terkait Rapat Kerja Pimpinan Fakultas Pertanian Workshop Bambara Groundnut di Fakultas Pertanian Special Issue Agrivita dengan Japanese Forest Society Seminar Internasional Pertanian Bersama BASF Guru Besar Fakultas Pertanian Prof. Nur Basuki Berpulang