BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Dalam hal ini untuk mencegah penyakit, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan seseorang, keluarga atau masyarakat dengan penyedia layanan yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi (Mubarak dan Cahyati, 2009). Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah atau swasta baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan-kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut (Mubarak dan Cahyati, 2009). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat kaitanya dengan waktu, kapan kita memerlukan pelayanan kesehatan dan efektifitas pelayanan tersebut. Menurut (Tjiptoherijanto, 1994), hubungan antara keinginan sehat dengan permintaan akan pelayanan kesehatan terlihat sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Adanya keinginan sehat menjadi konsumsi 1 2 perawatan kesehatan yang melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang menyangkut status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang baik, informasi tentang jenis perawatan yang tersedia. Dari informasi tersebut, masyarakat terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan terhadap suatu pelayanan kesehatan. Penelitian Young, Wolfhiem, Marsh dan Hammany (2012) menunjukkan bahwa WHO dan UNICEF mendukung integrasi manajemen berbasis komunitas yang mendorong kesetaraan. Hal ini berpengaruh terhadap penurunan jumlah kematian anak usia di bawah 5 tahun hingga dua pertiga untuk mencapai tujuan pembangunan milenium keempat tahun 2015. Melalui tenaga kesehatan yang terlatih, integrasi manajemen berbasis komunitas menyediakan pelayanan kepada masyarakat seperti diare, pneumonia, malaria dan perawatan bayi baru lahir sebagai rencana yang efektif untuk meningkatkan akses dan ketersediaan layanan pengobatan pada anak. Menurut penelitian Randolph, Murray, Swanson dan Margolis (2004) dalam meningkatkan akses perawatan di Amerika Serikat adalah dengan meningkatkan jadwal kunjungan anak dalam akses perawatan kesehatan. Terdapat 3 hubungan yang saling berkaitan tentang akses dan kualitas pelayanan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan anak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang pantas dan dibutuhkan (Chung dan Schuster, 2004). Pendapatan orang tua juga memiliki pengaruh terhadap akses perawatan kesehatan pada anak, tidak hanya orang tua dengan pendapatan yang rendah, tetapi orang tua dengan pendapatan kategori menengah juga memiliki keterbatasan dalam mengakses perawatan kesehatan pada anak (Larson dan Halfon, 2009). Akses pelayanan kesehatan banyak dipengaruhi oleh asuransi kesehatan yang dimiliki. Berdasarkan penelitian Kenney (2007), yang dilakukan di 10 negara bagian Amerika yaitu California, Colorado, Florida, Illionis, Lousiana, Missouri, New Jersey, New York, North California dan Texas, bahwa kelompok anak-anak yang sudah terdaftar dalam program asuransi kesehatan anak negara (SCHIP) memiliki akses perawatan kesehatan yang lebih baik. Melalui program ini, pemerintah memberikan pelayanan pada semua anak-anak dengan berbagai kebutuhan latar perawatan belakang kesehatan sosial dalam ekonomi dan mengakses pelayanan kesehatan. Asuransi kesehatan melalui program asuransi kesehatan anak negara dapat meningkatkan akses 4 terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan primer anak. Hal yang sama, pada penelitian yang dilakukan Szilagyi (2012), asuransi kesehatan dapat meningkatkan akses perawatan kesehatan. Asuransi kesehatan dapat meningkatkan kualitas perawatan pada anak-anak secara umum dan anak-anak dengan keterbatasan atau anak-anak penyandang cacat. Anak-anak dengan keterbatasan yang memiliki asuransi kesehatan akan mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan primer, pelayanan spesialis, pelayanan medis serta gigi dan mulut secara cepat dan lebih baik. Oleh karena itu seharusnya anak-anak penyandang cacat mendapatkan perawatan kesehatan yang efektif dan adil melalui asuransi kesehatan. Hasil penelitian menurut Pinto, Wall, Yu, Penido dan Schmidt (2012) bahwa kolaborasi antara transdisiplin pada perawatan primer dan pelayanan kesehatan publik di Brazil, menunjukkan bahwa tenaga kesehatan masyarakat lebih sering bertemu dengan masyarakat dalam praktik dan layanan dibandingkan dokter dan perawat. Tenaga kesehatan masyarakat mempunyai tugas untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang potensial dan membantu pasien dalam mengakses layanan kesehatan oleh dokter dan rencana 5 perawatan dengan bantuan kesehatan masyarakat perawat. memiliki Artinya, peran tenaga penting dalam memberikan pelayanan kesehatan publik. Sementara itu penelitian menurut Rutherford, Dockerty, Jasseh, Howie, Herbison, Jeffries, Leach, Stevens, Mulholland, Adegbola dan Hill (2009), menunjukkan bahwa peningkatan akses perawatan kesehatan pada anak-anak di Gambia tidak hanya meningkatkan ketersediaan fasilitas kesehatan, tetapi juga memberikan dukungan pengasuh dan dukungan keuangan yang dibutuhkan. Selain itu upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan juga terlihat pada realisasi terhadap hak anak dalam mengakses pelayanan kesehatan. Kebijakan pemerintah dalam merealisasikan hak anak terdapat beberapa hambatan, hal ini dapat berdampak pada akses pelayanan kesehatan anak. Menurut hasil penelitian Mehmedbegovic dan Zivanovic (2009) tentang hak anak dalam mengakses pelayanan kesehatan dengan responden 1020 anak usia 0-6 tahun di semua kota di Bosnia Tengah, hasilnya menunjukkan adanya pelanggaran dalam merealisasikan hak anak dalam hal kesetaraan untuk mengakses pelayanan kesehatan. Terdapat perbedaan yang signifikan pada status sosial keluarga di pedesaan dan di 6 perkotaan. Masyarakat di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang baik dan pekerjaan ibu yang lebih mapan daripada masyarakat pedesaan. Akses pelayanan kesehatan di daerah pedesaan dipengaruhi oleh kondisi geografis, waktu dan tenaga yang tidak memadai, ketersediaan pelayanan kesehatan dan masalah ekonomi yang kurang, terbukti 66% keluarga hidup berada di bawah garis kemiskinan. Faktor sosial dan ekonomi mempengaruhi kepemilikan akte kelahiran yang merupakan syarat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan. Pelanggaran tersebut terbukti bahwa 70,5% dari semua responden mengeluarkan biaya sendiri dalam mengakses pelayanan kesehatan, 1,5% berdasarkan pada kepemilikan akte kelahiran dan 11,9% berdasarkan kepemilikan asuransi kesehatan. Berbeda halnya dengan penelitian oleh Peters, Garg, Bloom, Walker, Rrieger dan Rahman (2008) yang dilakukan di negara-negara berkembang dalam mengakses pelayanan kesehatan pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah, hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang di negara berkembang memiliki akses pelayanan kesehatan yang kurang baik dibandingkan dengan orang-orang di negara maju dan orang-orang miskin memiliki akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Meskipun sudah ada 7 perbaikan dalam menyediakan akses perawatan kesehatan di negara-negara berkembang, tetapi sebagian besar populasi memiliki akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Masyarakat miskin di negara-negara berkembang yang menderita suatu penyakit memiliki akses perawatan kesehatan yang terbatas, hal ini dipengaruhi oleh keadaan geografis, ketersediaan pelayanan kesehatan, kondisi keuangan, penerimaan dan kualitas perawatan. Keberhasilan dalam meningkatkan akses perawatan kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu akses ke layanan kesehatan dalam upaya meningkatkan pelayanan pada masyarakat miskin. Hasil penelitian oleh Heywood dan Harahap (2009) tentang fasilitas kesehatan di 15 kabupaten di Jawa menunjukkan bahwa usaha pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan adalah dengan cara melalui fasilitasfasilitas yang ada. Distribusi fasilitas-fasilitas kesehatan relatif baik, khususnya di wilayah Jawa. Hal ini dicapai melalui pendirian pusat-pusat kesehatan masyarakat di tingkat kecamatan dangan berfokus pada fasilitas-fasilitas kesehatan umum yaitu fasilitas dengan penyedia tunggal, misalnya bidan desa, dokter praktek swasta, perawat swasta yang part time. Di samping itu juga adanya fasilitas kesehatan dengan banyak penyedia misalnya Rumah Sakit Umum Daerah 8 (RSUD), Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), Rumah Sakit Bersalin, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan. Dari semua fasilitas kesehatan di 15 kabupaten tersebut, 86% fasilitas kesehatan dengan penyedia tunggal untuk pasien rawat jalan, 13% adalah fasilitas dengan banyak penyedia untuk pasien rawat jalan, dan 1% adalah fasilitas kesehatan dengan banyak penyedia yang memberikan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesetaraan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan cara menyediakan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan. Akses ke pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Selain itu, pemanfaatan pelayanan kesehatan saat anak sakit dipengaruhi oleh faktor pendapatan orang tua, asuransi kesehatan yang dimiliki, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan dukungan pengasuh. Fakta yang ada terdapat hambatan-hambatan masyarakat di pedesaan, dalam mengakses pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, ketersediaan tenaga kesehatan dan ketersediaan pelayanan kesehatan. Menurut WHO dan UNICEF, manajemen berbasis komunitas memiliki dampak yang baik 9 dalam meningkatkan kesetaraan akses pelayanan kesehatan dengan menurunkan angka kematian anak usia di bawah 5 tahun. Selain itu, kolaborasi transdisiplin dapat meningkatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Berdasarkan informasi yang didapatkan peneliti dari beberapa warga di Dusun Pulihan, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, tentang gambaran kesehatan warga secara umum, bahwa sebagian besar warga kurang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal itu berkaitan dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada di Dusun tersebut. Menurut informasi dari warga di Dusun Pulihan, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada terbatas. Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Dusun Pulihan adalah balai pengobatan dan satu bidan yang ada di desa. Menurut target Indonesia Sehat 2014, rasio bidan yaitu 100 per 100.000 penduduk (Keputusan Menteri Kesehatan, 2008). Dengan demikian artinya 1 bidan idealnya melayani 1.000 penduduk (Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2011-2025, 2011). Sedangkan jumlah penduduk di Desa Tajuk tahun 2012 sebesar 3644 orang (BPS Kecamatan Getasan, 2012). Jarak rumah warga terdekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan (Bidan ± 6 KM, balai pengobatan ± 1 KM) sedangkan jarak rumah warga terjauh dengan fasilitas pelayanan kesehatan 10 (Puskesmas ± 20 KM dan Puskesmas pembantu ± 22 KM). Dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan yang ada di Dusun Pulihan terbatas. Selain itu sebagian besar warga di Dusun pulihan jarang memeriksakan kesehatannya. Jika sakit yang ringan seperti flu dan batuk, mereka hanya butuh istirahat, dan jika merasakan pusing dan demam biasanya mereka hanya mengkonsumsi obat yang dibeli di warungwarung saja. Jika sakit yang dirasakan semakin serius mereka baru mencari bantuan pengobatan di bidan desa atau pelayanan kesehatan puskesmas. Selain itu warga di Dusun Pulihan masih mempercayai tradisi yang turun temurun, sehingga dukun merupakan salah satu solusi pengobatan kesehatan dan dekat letaknya. Sistem dalam keluarga terbangun berdasarkan interaksi antar komponen dalam sistem tersebut (keluarga), serta sistem (keluarga) dengan lingkungan. Perubahan dalam satu bagian keluarga akan memberi efek pada seluruh anggota keluarga, begitu juga ketika anak sakit. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi dari keluarga tersebut. Selain itu dapat menimbulkan berbagai dampak yaitu perubahan peran dalam keluarga, gangguan psikologis, masalah keuangan, kesepian akibat perpisahan, perubahan kebiasaan sosial, terganggunya privasi seseorang, otonomi dan perubahan 11 gaya hidup. Ketika anak sakit akan menimbulkan stres, yaitu stres fisik / biologis maupun stres psikologis. Stres psikologis dapat berupa kecemasan, takut, marah, kekecewaan, kesedihan, malu dan merasa bersalah. Stres secara fisik dapat berupa tidak dapat tidur, keengganan untuk bergerak akibat adanya nyeri, kenaikan suhu yang ekstrim, suara yang gaduh, cahaya yang sangat terang atau gelap (Wong, 2007). Oleh karena itu, orang tua harus memberikan perhatian yang serius ketika anak sakit, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk mendapatkan perawatan. Fasilitas pelayanan kesehatan di Dusun Pulihan yang terbatas dan masyarakat lebih memilih untuk membeli obat di warung – warung serta masih mempercayai pengobatan yang turun temurun yaitu dukun, menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana pemanfaatan pelayanan kesehatan saat anak sakit di Dusun Pulihan Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan saat anak sakit di Dusun 12 Pulihan, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang?” 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan saat anak sakit di Dusun Pulihan, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. 1.4. Manfaat Penelitian Memberikan data dasar tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia di Dusun Pulihan, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang pada saat anak sakit.