II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembelajaran Belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan (Miarso; 2009: 105). Proses kegiatan belajar akan terjadi apabila ada hubungan timbal balik yang harmonis. Menurut Prawiradilaga (2008:22) Pembelajaran adalah faktor eksternal yang memfasilitasi proses belajar. Pembelajaran Pada prinsipnya dalam pembelajaran mahasiswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama. Dalam pembelajaran ada beberapa teori mengenai belajar dan pembelajaran yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.1.1 Teori Belajar Behaviorisme Menurut Saryanta (2012: 56) teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini kemudian berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-respon). 2.1.2 Teori Belajar Bermakna Ausubel David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningful). Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Menurut Ausubel pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mat_060909_chapter2.pdf. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dengan demikian disimpulkan bahwa dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Menurut Ausubel ada 4 tipe belajar, yaitu: 1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. 2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan. 3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki. 4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki. Menurut Ausubel dan Novak ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu : (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mat_060909_chapter2.pdf) 1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat. 2. Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip. 3. Informasi yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih meninggalkan bekas sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi pelajaran yang mirip walaupun telah lupa. Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu: 1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna. 2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa. 2.1.3 Hubungan Teori Belajar Bermakna dan Konstruktivisme Teori Belajar Bermakna Ausubel sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Ausubel (Journal Of educational psychology,51.267-272) berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar, akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. 2.1.4 Konstruktivisme Piaget dalam Sagala (2003;22) mengemukakan suatu teori psikologi perkembangan yang berhubungan dengan unsur kognitif. Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari dosen. Kontruksi berarti bersifat membangun. Menurut Sagala (2007:32) menyatakan bahwa Pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara psikologi kognitif dan psikologi sosial. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik adalah: (1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (2) menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, di mana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interprestasi, dan (4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola. Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan sumbangan besar dalam membentuk siswa menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. 2.2 Konsep Sistem Pembelajaran Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, sistem mempunyai 3 ciri yaitu memiliki tujuan tertentu, memiliki fungsi tertentu, ditunjang oleh berbagai komponen. Untuk mencapai tujuan dari sistem, setiap sistem pasti memiliki fungsi tertentu. Agar proses pendidikan berjalan dan dapat mencapai tujuan secara optimal diperlukan fungsi perencanaan, fungsi administrasi, fungsi kurikulum, fungsi bimbingan, dan lain sebagainya. Fungsi inilah yang terus menerus berproses hingga tercapainya tujuan. Untuk melaksanakan fungsinya, setiap sistem pasti memiliki komponen-komponen yang satu sama lain saling berhubungan. Komponen inilah yang dapat menentukan kelancaran proses suatu sistem. Agar fungsi perencanaan dapat berjalan dengan baik, diperlukan komponen silabus, SAP agar fungsi administrasi dapat menunjang keberhasilan sistem pendidikan diperlukan komponen administrasi kelas, administrasi mahasiswa, adminisrasi guru, dan lain sebagainya. Sebagai suatu sistem, setiap komponen harus dapat melaksanakan fungsinya dengan tepat. Menurut Andinurdiansah (2011:25) Ada beberapa sifat komponen dalam suatu sistem, yaitu: 1. Dilihat dari fungsinya, setiap komponen itu ada yang bersifat integral dan ada komponen yang bersifat tidak integral. Komponen integral adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan sistem itu sendiri. Misalnya, komponen guru dan siswa dalam sistem pendidikan. Komponen tidak integral adalah komponen pelengkap yang keberadaannya tidak mempengaruhi sistem. Misalnya komponen perpustakaan dalam suatu sistem lembaga sekolah. 2. Setiap komponen dalam suatu sistem saling berhubungan atau saling berinteraksi, saling mempengaruhi, dan saling berkaitan. Semua komponen yang membentuk sistem harus berfungsi dengan baik sehingga tidak merusak keberadaan sistem secara keseluruhan. 3. Setiap komponen dalam suatu sistem merupakan keseluruhan yang bermakna. 4. Setiap komponen dalam suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Komponen dalam suatu sistem pada dasarnya adalah subsistem dari suatu sistem. Sistem pembelajaran adalah kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Unsur manusiawi dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru/pengajar, pustakawan, laboran, tenaga administrasi serta orang-orang yang mendukung terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Unsur material adalah berbagai bahan pelajaran yang dapat disajikan sebagai sumber belajar, misalnya buku-buku, film, slide, foto, CD, dan lain sebagainya. Unsur fasilitas dan perlengkapan adalah segala sesuatu yang dapat mendukung terhadap jalannya proses pembelajaran, misalnya ruang kelas, penerangan, perlengkapan komputer, audio visual, dan lain sebagainya. Unsur prosedur adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran misalnya strategi dan metode pembelajaran, jadual pembelajaran, pelaksanaan evaluasi, dan lain sebagainya. Sebagai suatu sistem, seluruh unsur yang membentuk sistem itu memiliki ciri saling ketergantungan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Keberhasilan sistem pembelajaran adalah keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Yang harus mencapai tujuan adalah siswa sebagai subjek belajar, sehingga tujuan utama sistem pembelajaran adalah keberhasilan siswa mencapai tujuan. 2.2.1 Konsep Pembelajaran Speaking Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif, oleh karena itu kita harus terampil berbahasa supaya komunikasi berjalan lancar. Suatu komunikasi dikatakan berhasil kalau pesan yang disampaikan pembicara atau penulis dapat dipahami penyimak atau pembaca persis sama seperti yang dimaksudkan pembicara atau penulis tersebut. Speaking merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh : (1) kemampuan mendengarkan, (2) kemampuan mengucapkan, dan (3) penguasaan (relatif) kosa kata. Menurut Ramlannarie (2011:88), speaking merupakan proses berpikir dan bernalar agar pembicaraan seseorang dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh orang lain atau penyimak. Speaking mempunyai kaitan erat dengan keterampilan menyimak. Keduanya merupakan satu kesatuan yang padu. Seseorang dapat berbicara dalam arti menanggapi tuturan dari orang lain tentu melalui menyimak dan sebaliknya seseorang dapat melakukan kegiatan menyimak apabila ada orang yang berbicara. Setiap pakar memiliki pandangan yang berbeda-beda berkaitan dengan pengertian belajar Speaking. “Children in learning their first language appear to do a lot of listening before they speak,and that their listening is accompanied by physical responses (reaching, grabbing, moving, looking and so forth)”, (Brown, 2000: 57) Ini berarti bahwa seperti halnya mempelajari bahasa ibu, anak-anak lebih banyak mendengarkan disertai respon fisik seperti menjangkau, merampas, menggerakkan, melihat dan seterusnya sebelum mereka berbicara. “Learners would benefit from delaying production until speech emerges that learners should be relaxed, take place as opposed and acquisition analysis”,(Krashen dalam Brown, 2000:24) Mereka berpendapat pembelajar lebih berhasil bila mereka melakukan latihan-latihan pengucapan sebelum memproduksinya. Berdasarkan pendapat para pakar bahasa berkaitan dengan Speaking maka dapat disimpulkan pembelajaran Speaking adalah kegiatan menyampaikan suatu pesan atau informasi kepada orang lain dalam bentuk lisan. Pembelajaran ini akan lebih berhasil apabila seseorang sering melakukan latihan dalam pengucapan sebelum mereka menggunakan bahasa. Keberhasilan seseorang dalam berbicara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Keberhasilan menunjukkan kematangan dan kedewasaan pribadinya. 2.2.2 Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Berikut ini disampaikan pendekatan-pendekatan dan metode pembelajaran Bahasa Inggris. Brown (2000:14) menyatakan “Approach; theoritically well-informed position and beliefs about the nature of language, the nature of language learning and applicability of both to pedagogical settings.” Pendekatan pembelajaran bahasa berkaitan erat dengan hakekat bahasa dan hakekat teori pembelajaran bahasa yang bertindak sebagai sumber praktek dan prinsip di dalam pengajaran bahasa. Dengan kata lain pendekatan adalah seperangkat asumsi korelatif yang menangani hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. Pendekatan memberikan hakikat pokok bahasan yang diajarkan. Sedangkan berkenaan dengan metode menurut Brown (2000:13) “ method is described as an overall plan for systematic presentation of language based upona selected approach”. Metode adalah keseluruhan rencana sistematis dalam penyampaian materi pelajaran bahasa berdasarkan pendekatan tertentu. Dengan demikian berbagai teori tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa jelas akan mempengaruhi fokus suatu metode, yaitu menentukan hal-hal yang secara khusus hendak dicapai oleh sesuatu metode pembelajaran bahasa. Dengan kata lain pendekatan bahasa menduduki posisi teoritis, kemudian diterjemahkan dalam metode – metode tertentu yang selanjutnya dilaksanakan melalui teknik-teknik yang sesuai. Berikut ini akan disampaikan pendekatan dan metode pembelajaran bahasa: a. Metode Terjemahan Tata Bahasa Metode ini mendominasi pembelajaran bahasa sejak abad 18 sampai abad 19. Kombinasi penyajian-penyajian singkat butir-butir tata bahasa dan latihan terjemahan merupakan strategi pembelajaran yang banyak diterapkan pada masa itu. Pernyataan kaidah diikuti daftar kosa kata dan latihan-latihan terjemahan menjadi ukuran dan standar pembelajarannya. Menurut Brown, karakteristik-karakteristik metode pembelajaran tata bahasa dan terjemahan tersebut sebagai berikut: Classes are taught in the mother tongue, with little active use of the target language. 1. Much vocabulary is taught in the form of lists of isolated words. 2. Long. Elaborate explanation of the intricacies of grammar are given. 3. Grammar provides the rules for putting words together and instruction often focuses on the form and inflection of words. 4. Reading of difficult classical text, which are treated as exercises in grammatical analysis. 5. Little attention is paid to te content of text, which are treated as exercises in grammatical analysis. 6. Often the only drills are exercise in translating, disconected sentences from the target language into the mother tongue. 7. Little or noattention is given to pronunciation. b. Metode langsung Munculnya metode langsung ini dilatar belakangi pembaharuan kontemporer pembelajaran bahasa. Adapun inti dari pembelajaran dengan metode langsung yaitu kemampuan berkomunikasi secara lisan bukan tulisan. Siswa berlatih berbicara bahasa sasaran setiap hari. Terjemahan tidak diperbolehkan di dalam kelas. Berdasarkan beberapa pendekatan metode pembelajaran yang telah dijelaskan diatas peneliti menggunakan salah satunya yaitu metode pembelajaran langsung. Munculnya metode langsung ini dilatar belakangi pembaharuan kontemporer pembelajaran bahasa. Adapun inti dari pembelajaran dengan metode langsung yaitu kemampuan berkomunikasi secara lisan bukan tulisan. Siswa berlatih berbicara bahasa sasaran setiap hari. Terjemahan tidak diperbolehkan di dalam kelas. Beberapa ciri dari metode langsung menurut Niaelhaq (2011:102), yaitu: 1. Materi pelajaran pertama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat. 2. Gramatika diajarkan hanya bersifat sambil lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal rumus-rumus gramatika, tapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa secara baik. 3. Dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat peraga langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui symbolsimbol atau gerakan-gerakan tertentu. 4. Setelah masuk kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk menerinma dan bercakap-cakap dalam bahasa asing, dan dilarang menggunakan bahasa lain. Dalam metode langsung terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan yaitu: Keunggulan Metode Langsung (Direct Method) Metode langsung dilihat dari segi efektivitasnya memiliki keunggulan antara lain: 1. Siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan dan mengerti kata-kata kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya, apalagi guru menggunakan alat peraga dan macam-macam media yang menyenangkan. 2. Karena metode ini biasanya guru mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimatkalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui oleh siswa dalam bahasa sehari-hari misalnya (pena, pensil, bangku, meja, dan lain-lain), maka siswa dapat dengan mudah menangkap symbol-simbol bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya. 3. Metode ini relatif banyak menggunakn berbagai macam alat peraga: apakah video, film, radio kaset, dan berbagai media/alat peraga yang dibuat sendiri maka metode ini menarik minat siswa, karena sudah merasa senang/tertarik, maka pelajaran terasa tidak sulit. 4. Siswa memperoleh pengalaman langsung dan praktis, sekalipun mula-mula kalimat yang diucapkan itu belum dimengerti dan dipahami sepenuhnya. 5. Alat ucap (lidah) siswa/anak didik menjadi terlatih dan jika menerima ucapan-ucapan yang semula sering terdengar dan terucapkan. Kelemahan Metode Langsung (Direct Method) Namun demikian metode langsung memiliki kekurangan-kekurangan didalamnya yaitu: 1. Pengajaran dapat menjadi pasif, jika guru tidak dapat memotivasi siswa, bahkan mungkin sekali siswa merasa jenuh dan merasa dongkol karena kata-kata dan kalimat yang dituturkan gurunya itu tidak pernah dapat dimengerti, karena memang guru hanya menggunakan bahasa asing tanpa diterjemahkan kedalam bahasa anak. 2. Pada tingkat-tingkat permulaan kelihatannya metode ini terasa sulit diterapkan, karena siswa belum memiliki bahan (perbendaharaan kata-kata) yang sudah dimengerti. 3. Meskipun pada dasarnya metode ini guru tidak boleh menggunakan bahasa sehari-hari dalam menyampaikan bahan pelajaran bahasa asing tapi pada kenyataanya tidak selalu konsisten demikian, guru terpaksa misalnya menerjemahkan kata-kata sulit bahasa asing itu ke dalam bahasa anak didik. c. Metode Audiolingual Metode audiolingual muncul karena tuntutan perubahan pembelajaran bahasa dari seni ke ilmu, yang memudahkan para pembelajar memperoleh bahasa asing secara aktif dan efisien. Tujuan utama metode ini adalah mempelajari bagaimana membiasakan diri menggunakan bahasa sasaran dalam komunikasi. Brown (2000:23) mengungkapkan beberapa karakteristik metode audiolingual, yaitu: 1. New material is presented in dialogue form. 2. There is dependence on mimicry, memoration of set phrases and over learning. 3. Structures are sequenced by means of constractive analysis and taught one at a time. 4. Structural pattern are taught using repetitive drills. 5. There is little or no grammatical explanation. 6. Grammar is taught by inductive analogy rather than by deductive explanation. 7. Vocabulary is strictly limited and learned in context. 8. There is much use of tape, language lab and visual aids. 9. Great importance is attacted to pronunciation. 10. Very little use of the mother tongue by teacher are permitted. 11. Succesful response are immediately reinforced. 12. There is a great effort to get students to produce error-free utterances. 13. There is a tendency to manipulate language and disregard content. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode ini lebih kepada penggunaan alat dalam pembelajarannya karena audiolingual lebih kepada mengingat dan menirukan bahasa yang muncul. d. Metode Pembelajaran Bahasa Komunikatif Pendekatan pembelajaran bahasa komunikatif dilatar belakangi kebutuhan pembelajar mengenai makna-makna komunikatif untuk dipahami dan diekspresikan. Penguasaan kompetensi komunikatif dilakukan dengan praktek-praktek komunikasi fungsional dengan cara berbagi informasi dan mengolah informasi, melalui debat, dialog, diskusi atau bermain. Adapun ciri-ciri pembelajaran bahasa komunikatif, menurut Brown (2000:25), yaitu: 1. Classroom goals are focused on all of the components of communicative competence and not restricted to grammatical or linguistic competence. 2. Language technique are designed to engage the learners in the pragmatic, authentic, functional use of language for meaningful purposes. 3. Students are given opportunities to focus in their own style of learning. 4. Student in the communicative classroom ultimately have to use the language productively and receptively in unrehearsed context outside the classroom. Dengan kata lain pembelajaran Bahasa Inggris komunikatif memiliki karakteristik, yaitu: 1. Tujuan pembelajaran di kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif bukan gramatikal atau linguistik. 2. Teknik-teknik pembelajaran dirancang sesuai dengan kegunaannya, keaslian, fungsi penggunaan bahasa untuk tujuan kebermaknaan. Keteraturan bentuk bahasa bukan merupakan tujuan utama melainkan aspek dalam menyempurnakan tujuan tersebut. 3. Kefasihan dan ketepatan merupakan prinsip yang saling melengkapi dalam berkomunikasi, namun kefasihan lebih penting daripada ketepatan dalam menggunakan bahasa. 4. Pembelajar dalam kelas komunikasi harus menggunakan bahasa secara produktif. 5. Pembelajar diberi kesempatan menggunakan gaya dan strategi belajar masing-masing 6. Peran pebelajar sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan orang yang tahu segala hal. Pebelajar mendorong mereka untuk menyusun makna melalui interaksi dengan bahasa orang lain. Pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan metode komunikatif merupakan metode yang menonjolkan keaktifan peserta didik secara fungsional dan efektif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode langsung dalam proses pembelajarannya, karena metode ini tepat sekali digunakan pada tingkat permulaan maupun atas karena mahasiswa merasa telah memiliki bahan untuk bercakap/berbicara dan tentu saja agar mahasiswa betul-betul merasa tertantang untuk bercakap/berkomunikasi, maka sanksi-sanksi dapat diterapkan bagi mereka yang menggunakan bahasa sehari-hari. Metode langsung cocok diterapkan di D3 ABA DCC Bandar Lampung karena tingkat pendidikan mereka adalah akademi maka dosen akan lebih mudah untuk mengajak mereka berkomunikasi dalam Bahasa Inggris walaupun vocabulary yang mereka miliki masih kurang akan tetapi dosen dapat mengajarkan mereka dengan kalimat-kalimat sederhana dan jumlah dalam setiap kelasnya tidak terlalu besar sehingga mudah untuk mengajak mereka aktif dalam berbicara pada setiap mahasiswa. 2.2.3 Indikator Pembelajaran Bahasa Inggris Kompetensi yang diharapkan setelah mahasiswa mempelajari Bahasa Inggris yaitu kemampuan berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan ragam bahasa yang akurat wacana interaksional monolog terutama dalam wacana berbentuk informasi. Kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa program D3 Bahasa Inggris termasuk kelas D3BI1 dalam keterampilan berbicara ialah, dengan indikator sebagai berikut : 1) Mahasiswa mampu mengungkapkan berbagai keinginan dan perasaan seperti; memberi berita yang menarik perhatian, memberi latar belakang sebuah berita (apa, siapa, di mana,dan lain lain) memberi komentar terhadap informasi yang diterima, meminta informasi dan pendapat, meminta dan memberi komentar dalam konteks wawancara, meminta kepastian, memberi kepastian, menyatakan keraguan, meminta pengulangan, menyatakan persetujuan, menyatakan ketidak setujuan, memberi respon yang kurang disenangi mitra wicara. 2) Melakukan monolog dalam berbagai teks berbentuk prosedur, naratif dan laporan. 3) Kesesuaian informasi yang disampaikan dengan topik yang dibahas, ketepatan pelafalan, ketepatan pilihan kata, kelancaran, intonasi, ekspresi. 2.2.4 Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Taktik Pembelajaran Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pengertian Pendekatan pembelajaran Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Senjaya, 2008 :96). Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan , yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pengertian Strategi Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit bahwa istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan cara dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam pengertian luas sebagaimana dikemukakan Newman dan Logan (dalam Senjaya, 2008 : 110) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp dalam Senjaya (2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Senjaya (2008:115) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan, artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Pengertian Metode Pembelajaran Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan pembelajaran. Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab secara umum menurut kamus Purwadarminta (1997:200), metode adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Metode berasal dari kata method (Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memeroleh sesuatu. Berdasarkan pengertian tersebut di atas jelas bahwa pengertian metode pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal ini dapat menyangkut dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun keagamaan. Unsur– unsur metode dapat mencakup prosedur, sistimatik, logis, terencana dan aktivitas untuk mencapai tujuan. Adapun metode dalam pembahasan ini yaitu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistimatik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat lepas dari interaksi antara sumber belajar dengan warga belajar, sehingga untuk melaksanakan interaksi tersebut diperlukan berbagai cara dalam pelaksanaannya. Interaksi dalam pembelajaran tersebut dapat diciptakan interaksi satu arah, dua arah atau banyak arah. Untuk masing-masing jenis interaksi tersebut maka jelas diperlukan berbagai metode yang tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran tersebut dapat tercapai. Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tugas cakupan yang luas yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat belajar untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam pembelajaran mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam: 1. Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar. 2. Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya. 3. Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran. 4. Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar. 5. Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan kreativitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 6. Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran. 7. Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Pengertian Teknik Pembelajaran Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Pengertian Taktik Pembelajaran Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat). Pengertian Model Pembelajaran Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil dalam Misriyah (2010 : 56) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada caracara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun criteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menemukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada. 2.3 Teknik Information Gap Task Menurut Sudjianto (2004; 5) dalam komunikasi pada umumnya terdapat perbedaan kuantitas dan jenis informasi yang dimiliki diantara dua pihak yang sedang berbicara, untuk menutupi hal tersebut maka diselenggarakan tukar menukar informasi. Untuk menjaga jawaban yang alamiah maka dipakailah text yang memakai information gap. Dan Mazrozikin (2010;16) menyatakan bahwa teknik information gap merupakan gabungan dari teknik yang mana (which face)?, pura-pura lupa (loss of memory), dan membagi informasi (shared information). Kegiatan ini adalah salah satu bentuk dari banyak kegiatan komunikatif. Nation (1996: 8) menyebutnya sebagai split information activities. Kegiatan pembelajaran ini melibatkan minimal satu siswa yang mempunyai informasi dan yang siswa lainnya tidak mempunyainya tetapi memerlukannya. Untuk mendapatkan informasi tersebut siswa yang tidak mempunyainya harus melakukan komunikasi dalam bentuk tertentu. Keterampilan yang dapat dikembangkan dengan kegiatan ini adalah keterampilan berbicara. Dan sintak pembelajaran dengan menggunakan teknik information gap task adalah sebagai berikut: 1) Guru menentukan kompetensi dan topik yang akan dikembangkan, contohnya mendiskripsikan bentuk seperti bulatan, segitiga, garis, empat persegi panjang dan posisi benda. 2) Guru menyiapkan dua lembar kertas dengan gambar yang mirip, umpamanya satu berisi sejumlah gambar bentuk dua dimensi dengan posisi tertentu, dan kertas yang lain berisi gambar bentuk dimensi yang sama tetapi mempunyai posisi yang berbeda. 3) Guru membagi siswa menjadi kelompok bisa berpasangan atau beberapaorang, tiap siswa mendapat gambar yang berbeda dari gambar pasangannya. 4) Guru menjelaskan prosedur kegiatan dimana tiap pasangan harus saling tanya jawab untuk mencari perbedaan dan persamaan. 5) Guru memberikan contoh 6) Setelah selesai salah satu anggota kelompok atau pasangan diminta untuk melaporkan hasil tanya jawabnya. 7) Guru mendiskusikan dan memberikan masukan terkait kesalahan siswa. Catatan: apabila diperlukan (tergantung tingkat kompetensi siswa dan kesiapannya), guru dapat melakukan pengenalan kosakata terkait beserta makna dan pelafalannya. Dalam penelitian ini dosen cukup menjelaskan langkah-langkah kegiatan dan sedikit mengulas kosa kata yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan. Mahasiswa kemudian menjalankan tugas masing-masing untuk menyelesaikan tugasnya. Contohnya mahasiswa membuat sebuah kelompok kemudian salah satu perwakilan anggota memilih sebuah gambar yang tersedia seperti salah satu topik pembahasan tentang family tree kemudian mahasiswa mencoba untuk menebak gambar apa yang terdapat didalamnya dari gambar tersebut dengan cara bertanya kepada dosen . Apabila informasi telah didapatkan kemudian mahasiswa tersebut kembali ke kelompoknya untuk bercerita tanpa membawa gambar tersebut dan anggota lain berusaha untuk menjawab berdasarkan informasi yang telah didapat. Dan information gap task dapat melibatkan aktifitas sebagai berikut: 1. Roleplay (bermain peran) adalah kegiatan memerankan dan mempertontonkan sesuatu hal, baik itu peristiwa-peristiwa yang dialami maupun orang dan tingkah laku. (Sagala, 2003:213) 2. Interview (wawancara) adalah kegiatan menanyai lawan bicara mengenai suatu hal untuk mendapatkan informasi. 3. Game adalah kegiatan yang berupa kegiatan yang membantu perkembangan anak yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional yang di dalamnya terdapat menang-kalah (Freeman dalam Sagala, 2003 :21) Apabila dikaitkan dengan pendekatan komunikatif yang di dalamnya terdapat information gap, jawaban bebas dan feed back, maka ketiga kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Pendekatan Komunikatif Information Gap Task Pendekatan komunikatif Kegiatan Information gap task Roleplay Interview Information gap Jawaban bebas feedback ada ada ada tidak ada tidak ada Ada Ada Ada Ada 2.4 Desain Pembelajaran Desain Pembelajaran merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem pembelajaran. Pendekatan sistem dalam pembelajaran lebih produktif untuk semua tujuan pembelajaran di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi, kegiatan pembelajaran, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil pembelajaran pebelajar yang dikehendaki. Sagala (2003:136) menyatakan desain adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan. Desain sistem pembelajaran meliputi untuk perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi pembelajaran. Penelitian ini menggunakan model desain ASSURE karena model ini tidak menyebutkan strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran dikembangkan melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar peserta didik dikelas (Prawiradilaga, 2008:47). Menurut Prawiradilaga manfaat model ASSURE, yaitu: 1. Sederhana, relative mudah untuk diterapkan. 2. Dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar. 3. Komponen pembelajaran lengkap. 4. Peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk pembelajaran. Model ASSURE juga merupakan model suatu model formulasi untuk kegiatan pembelajaran atau disebut juga model berorientasi kelas. Model ini adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi. Model ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan ASSURE Model mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik. Tahapan dari ASSURE Model, adalah sebagai berikut: 1. Analyze Learner (Analisis Pembelajar) Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri pembelajar yang meliputi : a) General Characteristics (Karakteristik Umum) Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat dalam menyampaikan bahan pelajaran. b) Specific Entry Competencies ( Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar) Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa. Hal ini akan memudahkan dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. c) Learning Style (Gaya Belajar) Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: 1. Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat seperti membaca 2. Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, 3. Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia sudah mempraktekkan sendiri. 2. State Standards and Objective (Menentukan Standard Dan Tujuan) Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat. a) Pentingnya Merumuskan Tujuan dan Standar dalam Pembelajaran Dasar dalam penilaian pembelajaran ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran. Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Sanjaya (2008 : 122-123) berikut ini : 1. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. 2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa 3. Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran 4. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. b) Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD Menurut Smaldino,dkk.,setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut: A = audience Pebelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci. B = behavior Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat diamati. C = conditions Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung. D = degree Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran, antara lain sebagai berikut : 1. Domain Kognitif Domain kognitif, belajar melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang dapat diklasifikasikan baik sebagai verbal / informasi visual atau sebagai keterampilan intelektual. 2. Domain Afektif Dalam domain afektif, pembelajaran melibatkan perasaan dan nilai-nilai. 3. Motor Domain Skill Dalam domain keterampilan motorik, pembelajaran melibatkan atletik, manual, dan ketrampilan seperti fisik. 4. Domain Interpersonal Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang. c) Tujuan Pembelajaran dan Perbedaan Individu Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu). 4. Select Strategies, Tecnology, Media and Materials (Memilih, Strategi, Media dan Bahan ajar) Teknologi, Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung pembelajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan media dan bahan ajar. a). Memilih Strategi Pembelajaran Pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model. ARCS model dapat membantu strategi mana yang dapat membangun Attention (perhatian) , pembelajaran berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan tujuan, Confident (rasa percaya diri), desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction (kepuasan) dari usaha belajar siswa. Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu menentukan metode yang tepat. Beberapa metode yang dianjurkan untuk digunakan ialah (Prawiradilaga, 2007): 1. Belajar Berbasis Masalah (problem-based learning) Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola pikir metakognitif, yakni kemampuan stratregis dalam memecahkan masalah. 2. Belajar Proyek (project-based learning) Belajar proyek adalah metode yang melatih kemampuan pebelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat pekerjaan atau kegiatan sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan. 3. Belajar Kolaboratif Metode belajar kolaboratif ditekankan agar pebelajar mampu berlatih menjadi pimpinan dan membina koordinasi antar teman sekelasnya. b) Memilih Teknologi dan Media yang sesuai dengan Bahan Ajar Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Lesle J.Brigges dalam Sanjaya (2008 : 204) menyatakan bahwa media adalah alat untuk perangsang bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Rossi dan Breidle dalam Sanjaya (2008 : 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bentuk media adalah bentuk fisik dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan. Bentuk media meliputi, sebagai contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide ( gambar diam lewat proyektor) video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks, dan barang bergerak dalam TV). Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk media bisa menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas dari media yang tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan dicapai. Memilih format media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan pokok bahasan atau topik. Peran media pembelajaran menurut Smaldino adalah : Memilih , Mengubah, dan Merancang Materi 1. Memilih Materi yang tersedia Melibatkan Spesialis Teknologi/Media Menyurvei Panduan Referensi Sumber dan Media 2. Mengubah Materi yang ada 3. Merancang Materi Baru 5. Utilize Technology, Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media dan Bahan Ajar) Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini,yaitu: a). Mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak) b). Mempersiapkan bahan c). Mempersiapkan lingkungan belajar d). Mempersiapkan pembelajar e). Menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar) Preview materi Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya. Siapkan bahan Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media. Siapkan lingkungan Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar. Peserta didik Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya. Memberikan pengalaman belajar Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan pengalaman belajar seperti : presentasi di depan kelas dengan projector, demonstrasi, latihan, atau tutorial materi. 5 Require Learner Participation (Mengembangkan Partisipasi Peserta Didik) Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan media yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi ketimbang sekedar memahami dan member informasi kepada siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan proses mental aktif yang dibangun berdasarkan pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima umpan balik informative untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar. 1. Latihan Penggunaan Teknologi Teknologi sebagai Perkakas Teknologi Teknologi sebagai Perangkat Komunikasi Teknologi sebagi Perangkat Penelitian Teknologi sebagai Perangkat Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan Menggunakan Peranti Lunak Pendidikan Menggunakan Media lainnya untuk Latihan 2. Umpan Balik 6. Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi) Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan yaitu: 1. Penilaian Hasil Belajar Siswa, Penilaian Hasil Belajar Siswa yang Otentik, Penilaian Hasil Belajar Portofolio Penilaian Hasil Belajar yang Tradisional / Elektronik. 2. Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media 3. Revisi Strategi, Teknologi, dan Media. Ada beberapa fungsi dari evaluasi antara lain : a. Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa. b. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan. c. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum. d. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan siswa secara individual dalam mengambil keputusan. e. Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan tujuan khusus yang ingin dicapai f. Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk orang tua,guru,pengembang kurikulum,pengambil kebijakan Desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Model berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa disebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp. Secara umum, menurut Supriyatna (2009; 9) model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih, contohnya adalah model ASSURE. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki. 2.5 Evaluasi Pembelajaran Diakhir pembelajaran, dosen mengadakan evaluasi. Wujud evaluasi antara lain menanyakan kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan latihan atau tes, memberikan pesanpesan yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, memberikan tugas kepada mahasiswa, dan sebagainya. Tujuan evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris adalah menyediakan informasi sebagai dasar dalam pengambilan keputuan, penyusunan kebijakan maupun penyusunan pembelajaran Bahasa Inggris pada masa yang akan datang. Keputusan dapat terkait dengan aktifitas pembelajaran yang sedang berjalan perlu diperbaiki, dihentikan, atau dilanjutkan. “Tes merupakan suatu bentuk alat evaluasi untuk mengukur seberapa jauh tujuan pengajaran telah tercapai, jadi berarti evaluasi terhadap hasil belajar. Tes yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu ; 1) harus efisien (parsimony) 2) harus baku (standardize) 3) mempunyai norma 4) objektif 5) sahih (valid) 6) andal (reliable),” Arikunto (2006). Untuk memperoleh tes yang baik, tes tersebut harus dianalisis sehingga memenuhi syarat-syarat tersebut. Analisis tes dimulai dari saat menyusun tes dimana tes yang disusun harus berdasarkan SAP setiap mata kuliah, membuat kisi-kisi terlebih dahulu, baru kemudian menyusun soal sesuai kaidah-kaidah penyusunan soal berdasarkan jenis soal yang diinginkan. Menyusun kisi-kisi soal merupakan langkah awal yang harus dilakukan setiap kali menyusun tes dan menulis soal. Dengan adanya kisi-kisi, penyusun soal dapat menghasilkan tes yang relative sama. Tes Keterampilan Berbicara Tes keterampilan berbicara dimaksudkan untuk mengukur tingkat keterampilan mengungkapkan diri secara lisan. Tingkat keterampilan berbicara ini ditentukan oleh kemampuan untuk mengungkapkan isi pikiran sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan yang sedang dilakukan, bagaimana isi pikiran disusun sehingga jelas dan mudah dipahami, dan diungkapkan dengan bahasa yang dikemas dalam susunan tata bahasa yang wajar, pilihan kata-kata yang tepat, serta lafal dan intonasi sesuai dengan tujuan dan sifat kegiatan berbicara yang sedang dilakukan. Kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat keterampilan berbicara pada mahasiswa DCC Bandar Lampung dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 2.2 Kisi-Kisi Evaluasi Aspek Deskripsi Skor Maksimal Artikulasi -Pengucapan sangat jelas dan tepat tanpa ada kesalahan -Terdapat 1-2 kesalahan dalam artikulasi -Terdapat 3-4 kesalahan dalam artikulasi -Terdapat 5-6 kesalahan dalam artikulasi 30 -terdapat > 6 kesalahan dalam artikulasi Penempatan tekanan . -Tekanan dan jeda dalam berbicara jelas Intonasi -Intonasi dalam berbicara jelas 10 -Tekanan dan jeda dalam berbicara tidak jelas 10 -Intonasi dalam berbicara tidak jelas Pilihan kata Kata-kata yang digunakan dalam berbicara sesuai dengan topik dan tidak terdapat kesalahan pemilihan kata dan penggunaan kata -Terdapat 1-2 kesalahan pemilihan kata dan penggunaan kata -Terdapat 3-4 kesalahan pemilihan kata dan penggunaan kata -Terdapat 5-6 kesalahan pemilihan kata dan penggunaan kata 30 -Terdapat > 6 kesalahan pemilihan kata dan penggunaan kata Penguasaan topic -Penguasaan topik baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran -Tidak menguasai topik dan tidak sesuai dengan tujuan 10 pembelajaran Kelancaran Siswa dapat berbicara dengan lancer sesuai dengan topic pembelajaran 10 -Siswa tidak dapat berbicara dengan lancar dan tidak sesuai dengan topic pembelajaran Total 100 (Suwarna, 2002) 2.6 Sikap Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan. Sikap merupakan aspek penting yang dimiliki seseorang untuk menentukan tindakannya terhadap obyek. Mulyatiningsih dalam Sunarto (1995;23) menyatakan bahwa sikap adalah suatu sistem yang berlangsung terus menerus tentang sesuatu yang menyangkut positif atau negatifnya suatu obyek, perasaan emosional dan kecenderungan orang untuk melakukan suatu tindakan setuju-tidak setuju. Ada tiga komponen sikap yang menonjol, yaitu perasaan, pemikiran dan perilaku, dimana masing-masing komponen memiliki karakteristik tersendiri namun saling terkait antara satu dengan yang lain. Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu : a. Kognitif (cognitive). Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. b. Afektif (affective) Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. c. Konatif (conative) Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi. Antara ketiga komponen tersebut berinteraksi selaras dan konsisten artinya bahwa apabila dihadapkan pada obyek sikap yang sama maka akan membuat pola sikap yang sama. 2.7 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar dengan menggunakan teknik information gap task dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh: 1) Syahari tahun 2010 yang menyatakan Information gap task dapat meningkatkan kemampuan Speaking siswa dalam hal: (a) Meningkatkan pencapaian kemampuan speaking; (b) Meningkatkan kemampuan menjawab pertanyaan; (c) Meningkatkan kemampuan dalam mengekspresikan dan bertukar pendapat dengan menggunakan kosa kata dan tata bahasa yang tepat dan Information Gap Task juga dapat meningkatkan situasi di kelas dalam hal: (a) Membuat motivasi murid tinggi; (b) Meningkatkan interaksi siswa dengan guru dan dengan siswa lain; (c) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran; (d) Meningkatkan kepercayaan diri murid untuk berbicara dalam Bahasa Inggris; (e) Menawarkan lebih banyak kesempatan untuk berlatih speaking. 2) Misriyah tahun 2010, menyimpulkan bahwa proses pembelajaran melalui information gap task dengan efektif bisa meningkatkan perolehan berbicara bahasa inggris siswa, seperti aspek vocabulary, fluency, pronounciation, grammar and performance. Siswa mendapatkan kemajuan yang berarti, mereka lebih berani dan percaya diri untuk berbicara . Murid senang dan menjadi tertarik dalam latihan berbicara, mereka lebih banyak mempraktekkan dalam kecakapan berbicara dan mereka mempunyai lebih banyak kesempatan untuk berbicara. Mereka bisa membuat siswa di kelas lebih bersemangat, bisa mendorong siswa- siswa untuk berbicara, sehingga mereka termotivasi untuk berbicara Bahasa Inggris. 3) Kriswanti tahun 2006 mengkaji bahwa Information Gap Task dapat merubah perilaku belajar siswa ke arah positif yang diikuti dengan peningkatan keterampilan menyampaikan informasi siswa setelah diterapkan pembelajaran menyampaikan informasi dengan teknik information gap. 4) Mustofa tahun 2009 menyatakan information gap mampu mengatasi masalah kelancaran (fluency) siswa dalam berbicara Bahasa Inggris. Teknik ini akan mendorong siswa tidak tertekan dan ketakutan berbicara bahasa Inggris karena akan lebih santai berbicara bahasa Inggris dengan teman sebaya dibandingkan mereka harus berbicara bahasa Inggris di depan kelas sendiri. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa information gap task dapat merubah perilaku siswa menjadi lebih positif dalam menerima materi serta dapat membuat mahasiswa menjadi lebih percaya diri dalam berbicara dan dapat membuat mereka bersemangat. Perbedaan dengan penelitian terdahulu, penulis ingin melakukan penelitian dengan Information Gap Task sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam Bahasa Inggris. 2.8 Kerangka berfikir Tujuan pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi adalah pencapaian kompetensi itu sendiri, baik lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris digunakan sebagai sarana belajar. Keberhasilan proses belajar Bahasa Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: dosen, mahasiswa, teknik, lingkungan belajar dan lain-lain. Penggunaan salah satu teknik pembelajaran yaitu information gap tasks dapat diterapkan sebagai variasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya kreatifitas dari seorang pengajar supaya proses pembelajaran bisa berjalan optimal. Maka dari itu perlu adanya tindakan-tindakan nyata baik peneliti maupun peserta penelitian tersebut, yang secara aktif mengamati proses pembelajaran untuk menemukan masalah, mengidentifikasi masalah tersebut, merencanakan tindakan untuk mengatasi masalah, melakukan tindakan dan observasi serta mengevaluasi bersama-sama. Penelitian ini dilanjutkan dengan berbagai upaya peningkatan.