II. KAJIAN PUSTAKA

advertisement
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembelajaran
Belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang
merupakan hasil transformasi rangsangan (Miarso; 2009: 105). Proses kegiatan belajar akan
terjadi apabila ada hubungan timbal balik yang harmonis. Menurut Prawiradilaga (2008:22)
Pembelajaran adalah faktor eksternal yang memfasilitasi proses belajar. Pembelajaran Pada
prinsipnya dalam pembelajaran mahasiswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama. Dalam pembelajaran ada
beberapa teori mengenai belajar dan pembelajaran yang sesuai dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2.1.1 Teori Belajar Behaviorisme
Menurut Saryanta (2012: 56) teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini kemudian berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur
dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal
yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi
fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan
perilaku S-R (stimulus-respon).
2.1.2 Teori Belajar Bermakna Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar
bermakna (meaningful). Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar
menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya,
tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran
begitu saja. Menurut Ausubel pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mat_060909_chapter2.pdf. Struktur kognitif
meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat siswa. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel
adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang
belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Dengan demikian disimpulkan bahwa dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa
yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke
dalam struktur pengetahuan mereka.
Menurut Ausubel ada 4 tipe belajar, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih
dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan
baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun
secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan
yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan
pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Menurut Ausubel dan Novak ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu :
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mat_060909_chapter2.pdf)
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat
meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses
belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih
meninggalkan bekas sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi
pelajaran yang mirip walaupun telah lupa.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi
belajar bermakna.
2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa.
3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
siswa.
2.1.3 Hubungan Teori Belajar Bermakna dan Konstruktivisme
Teori Belajar Bermakna Ausubel sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta
baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa.
Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Ausubel (Journal Of
educational psychology,51.267-272) berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan
potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan
Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di
tingkat pendidikan dasar, akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan
langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung
akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
2.1.4 Konstruktivisme
Piaget dalam Sagala (2003;22) mengemukakan suatu teori psikologi perkembangan yang
berhubungan dengan unsur kognitif. Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut yaitu
tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal
operational. Aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari dosen.
Kontruksi berarti bersifat membangun. Menurut Sagala (2007:32) menyatakan bahwa
Pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara psikologi
kognitif dan psikologi sosial. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham
karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham
dan mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik adalah: (1)
membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya
tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (2) menempatkan siswa sebagai kekuatan
timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (3) guru
bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, di mana
terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interprestasi, dan (4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola. Teori belajar
konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan sumbangan
besar dalam membentuk siswa menjadi kreatif, produktif, dan mandiri.
2.2 Konsep Sistem Pembelajaran
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk
mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, sistem mempunyai 3 ciri yaitu memiliki tujuan
tertentu, memiliki fungsi tertentu, ditunjang oleh berbagai komponen. Untuk mencapai tujuan
dari sistem, setiap sistem pasti memiliki fungsi tertentu. Agar proses pendidikan berjalan dan
dapat mencapai tujuan secara optimal diperlukan fungsi perencanaan, fungsi administrasi,
fungsi kurikulum, fungsi bimbingan, dan lain sebagainya. Fungsi inilah yang terus menerus
berproses hingga tercapainya tujuan. Untuk melaksanakan fungsinya, setiap sistem pasti
memiliki komponen-komponen yang satu sama lain saling berhubungan. Komponen inilah
yang dapat menentukan kelancaran proses suatu sistem. Agar fungsi perencanaan dapat
berjalan dengan baik, diperlukan komponen silabus, SAP agar fungsi administrasi dapat
menunjang keberhasilan sistem pendidikan diperlukan komponen administrasi kelas,
administrasi mahasiswa, adminisrasi guru, dan lain sebagainya. Sebagai suatu sistem, setiap
komponen harus dapat melaksanakan fungsinya dengan tepat.
Menurut Andinurdiansah (2011:25) Ada beberapa sifat komponen dalam suatu sistem, yaitu:
1.
Dilihat dari fungsinya, setiap komponen itu ada yang bersifat integral dan ada komponen
yang bersifat tidak integral. Komponen integral adalah komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan sistem itu sendiri. Misalnya, komponen guru dan siswa
dalam sistem pendidikan. Komponen tidak integral adalah komponen pelengkap yang
keberadaannya tidak mempengaruhi sistem. Misalnya komponen perpustakaan dalam
suatu sistem lembaga sekolah.
2.
Setiap komponen dalam suatu sistem saling berhubungan atau saling berinteraksi, saling
mempengaruhi, dan saling berkaitan. Semua komponen yang membentuk sistem harus
berfungsi dengan baik sehingga tidak merusak keberadaan sistem secara keseluruhan.
3. Setiap komponen dalam suatu sistem merupakan keseluruhan yang bermakna.
4. Setiap komponen dalam suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar.
Komponen dalam suatu sistem pada dasarnya adalah subsistem dari suatu sistem.
Sistem pembelajaran adalah kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Unsur manusiawi dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru/pengajar, pustakawan,
laboran, tenaga administrasi serta orang-orang yang mendukung terhadap keberhasilan proses
pembelajaran. Unsur material adalah berbagai bahan pelajaran yang dapat disajikan sebagai
sumber belajar, misalnya buku-buku, film, slide, foto, CD, dan lain sebagainya. Unsur
fasilitas dan perlengkapan adalah segala sesuatu yang dapat mendukung terhadap jalannya
proses pembelajaran, misalnya ruang kelas, penerangan, perlengkapan komputer, audio
visual, dan lain sebagainya. Unsur prosedur adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
proses pembelajaran misalnya strategi dan metode pembelajaran, jadual pembelajaran,
pelaksanaan evaluasi, dan lain sebagainya.
Sebagai suatu sistem, seluruh unsur yang membentuk sistem itu memiliki ciri saling
ketergantungan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Keberhasilan sistem
pembelajaran adalah keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Yang harus mencapai
tujuan adalah siswa sebagai subjek belajar, sehingga tujuan utama sistem pembelajaran
adalah keberhasilan siswa mencapai tujuan.
2.2.1 Konsep Pembelajaran Speaking
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif, oleh karena itu kita harus terampil
berbahasa supaya komunikasi berjalan lancar. Suatu komunikasi dikatakan berhasil kalau
pesan yang disampaikan pembicara atau penulis dapat dipahami penyimak atau pembaca
persis sama seperti yang dimaksudkan pembicara atau penulis tersebut.
Speaking merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal
balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa mempunyai aspek komunikasi
dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan
demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh : (1) kemampuan
mendengarkan, (2) kemampuan mengucapkan, dan (3) penguasaan (relatif) kosa kata.
Menurut Ramlannarie (2011:88), speaking merupakan proses berpikir dan bernalar agar
pembicaraan seseorang dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh orang lain atau
penyimak. Speaking mempunyai kaitan erat dengan keterampilan menyimak. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang padu. Seseorang dapat berbicara dalam arti menanggapi
tuturan dari orang lain tentu melalui menyimak dan sebaliknya seseorang dapat melakukan
kegiatan menyimak apabila ada orang yang berbicara.
Setiap pakar memiliki pandangan yang berbeda-beda berkaitan dengan pengertian belajar
Speaking.
“Children in learning their first language appear to do a lot of listening before they
speak,and that their listening is accompanied by physical responses (reaching, grabbing,
moving, looking and so forth)”, (Brown, 2000: 57)
Ini berarti bahwa seperti halnya mempelajari bahasa ibu, anak-anak lebih banyak
mendengarkan disertai respon fisik seperti menjangkau, merampas, menggerakkan, melihat
dan seterusnya sebelum mereka berbicara.
“Learners would benefit from delaying production until speech emerges that
learners should be relaxed, take place as opposed and acquisition
analysis”,(Krashen dalam Brown, 2000:24)
Mereka berpendapat pembelajar lebih berhasil bila mereka melakukan latihan-latihan
pengucapan sebelum memproduksinya.
Berdasarkan pendapat para pakar bahasa berkaitan dengan Speaking maka dapat disimpulkan
pembelajaran Speaking adalah kegiatan menyampaikan suatu pesan atau informasi kepada
orang lain dalam bentuk lisan. Pembelajaran ini akan lebih berhasil apabila seseorang sering
melakukan latihan dalam pengucapan sebelum mereka menggunakan bahasa. Keberhasilan
seseorang dalam berbicara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Keberhasilan menunjukkan
kematangan dan kedewasaan pribadinya.
2.2.2 Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris
Berikut ini disampaikan pendekatan-pendekatan dan metode pembelajaran Bahasa Inggris.
Brown (2000:14) menyatakan
“Approach; theoritically well-informed position and beliefs about the nature of
language, the nature of language learning and applicability of both to pedagogical
settings.”
Pendekatan pembelajaran bahasa berkaitan erat dengan hakekat bahasa dan hakekat teori
pembelajaran bahasa yang bertindak sebagai sumber praktek dan prinsip di dalam pengajaran
bahasa. Dengan kata lain pendekatan adalah seperangkat asumsi korelatif yang menangani
hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. Pendekatan
memberikan hakikat pokok bahasan yang diajarkan.
Sedangkan berkenaan dengan metode menurut Brown (2000:13)
“ method is described as an overall plan for systematic presentation of language based
upona selected approach”.
Metode adalah keseluruhan rencana sistematis dalam penyampaian materi pelajaran bahasa
berdasarkan pendekatan tertentu. Dengan demikian berbagai teori tentang hakekat bahasa dan
pembelajaran bahasa jelas akan mempengaruhi fokus suatu metode, yaitu menentukan hal-hal
yang secara khusus hendak dicapai oleh sesuatu metode pembelajaran bahasa. Dengan kata
lain pendekatan bahasa menduduki posisi teoritis, kemudian diterjemahkan dalam metode –
metode tertentu yang selanjutnya dilaksanakan melalui teknik-teknik yang sesuai.
Berikut ini akan disampaikan pendekatan dan metode pembelajaran bahasa:
a. Metode Terjemahan Tata Bahasa
Metode ini mendominasi pembelajaran bahasa sejak abad 18 sampai abad 19. Kombinasi
penyajian-penyajian singkat butir-butir tata bahasa dan latihan terjemahan merupakan strategi
pembelajaran yang banyak diterapkan pada masa itu. Pernyataan kaidah diikuti daftar kosa
kata dan latihan-latihan terjemahan menjadi ukuran dan standar pembelajarannya.
Menurut Brown, karakteristik-karakteristik metode pembelajaran tata bahasa dan terjemahan
tersebut sebagai berikut:
Classes are taught in the mother tongue, with little active use of the target language.
1. Much vocabulary is taught in the form of lists of isolated words.
2. Long. Elaborate explanation of the intricacies of grammar are given.
3. Grammar provides the rules for putting words together and instruction often focuses
on the form and inflection of words.
4. Reading of difficult classical text, which are treated as exercises in grammatical
analysis.
5. Little attention is paid to te content of text, which are treated as exercises in
grammatical analysis.
6. Often the only drills are exercise in translating, disconected sentences from the target
language into the mother tongue.
7. Little or noattention is given to pronunciation.
b. Metode langsung
Munculnya metode langsung ini dilatar belakangi pembaharuan kontemporer pembelajaran
bahasa. Adapun inti dari pembelajaran dengan metode langsung yaitu kemampuan
berkomunikasi secara lisan bukan tulisan. Siswa berlatih berbicara bahasa sasaran setiap hari.
Terjemahan tidak diperbolehkan di dalam kelas.
Berdasarkan beberapa pendekatan metode pembelajaran yang telah dijelaskan diatas peneliti
menggunakan salah satunya yaitu metode pembelajaran langsung. Munculnya metode
langsung ini dilatar belakangi pembaharuan kontemporer pembelajaran bahasa. Adapun inti
dari pembelajaran dengan metode langsung yaitu kemampuan berkomunikasi secara lisan
bukan tulisan. Siswa berlatih berbicara bahasa sasaran setiap hari. Terjemahan tidak
diperbolehkan di dalam kelas.
Beberapa ciri dari metode langsung menurut Niaelhaq (2011:102), yaitu:
1. Materi pelajaran pertama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat.
2. Gramatika diajarkan hanya bersifat sambil lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal
rumus-rumus gramatika, tapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa
secara baik.
3. Dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat
peraga langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui symbolsimbol atau gerakan-gerakan tertentu.
4. Setelah masuk kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk
menerinma dan bercakap-cakap dalam bahasa asing, dan dilarang menggunakan
bahasa lain.
Dalam metode langsung terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan yaitu:
Keunggulan Metode Langsung (Direct Method)
Metode langsung dilihat dari segi efektivitasnya memiliki keunggulan antara lain:
1. Siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan dan mengerti kata-kata kalimat dalam
bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya, apalagi guru menggunakan alat peraga dan
macam-macam media yang menyenangkan.
2. Karena metode ini biasanya guru mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimatkalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui oleh siswa dalam bahasa
sehari-hari misalnya (pena, pensil, bangku, meja, dan lain-lain), maka siswa dapat
dengan mudah menangkap symbol-simbol bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya.
3. Metode ini relatif banyak menggunakn berbagai macam alat peraga: apakah video,
film, radio kaset, dan berbagai media/alat peraga yang dibuat sendiri maka metode ini
menarik minat siswa, karena sudah merasa senang/tertarik, maka pelajaran terasa
tidak sulit.
4. Siswa memperoleh pengalaman langsung dan praktis, sekalipun mula-mula kalimat
yang diucapkan itu belum dimengerti dan dipahami sepenuhnya.
5. Alat ucap (lidah) siswa/anak didik menjadi terlatih dan jika menerima ucapan-ucapan
yang semula sering terdengar dan terucapkan.
Kelemahan Metode Langsung (Direct Method)
Namun demikian metode langsung memiliki kekurangan-kekurangan didalamnya yaitu:
1. Pengajaran dapat menjadi pasif, jika guru tidak dapat memotivasi siswa, bahkan
mungkin sekali siswa merasa jenuh dan merasa dongkol karena kata-kata dan kalimat
yang dituturkan gurunya itu tidak pernah dapat dimengerti, karena memang guru
hanya menggunakan bahasa asing tanpa diterjemahkan kedalam bahasa anak.
2. Pada tingkat-tingkat permulaan kelihatannya metode ini terasa sulit diterapkan, karena
siswa belum memiliki bahan (perbendaharaan kata-kata) yang sudah dimengerti.
3. Meskipun pada dasarnya metode ini guru tidak boleh menggunakan bahasa sehari-hari
dalam menyampaikan bahan pelajaran bahasa asing tapi pada kenyataanya tidak
selalu konsisten demikian, guru terpaksa misalnya menerjemahkan kata-kata sulit
bahasa asing itu ke dalam bahasa anak didik.
c. Metode Audiolingual
Metode audiolingual muncul karena tuntutan perubahan pembelajaran bahasa dari seni ke
ilmu, yang memudahkan para pembelajar memperoleh bahasa asing secara aktif dan efisien.
Tujuan utama metode ini adalah mempelajari bagaimana membiasakan diri menggunakan
bahasa sasaran dalam komunikasi.
Brown (2000:23) mengungkapkan beberapa karakteristik metode audiolingual, yaitu:
1. New material is presented in dialogue form.
2. There is dependence on mimicry, memoration of set phrases and over learning.
3. Structures are sequenced by means of constractive analysis and taught one at a time.
4. Structural pattern are taught using repetitive drills.
5. There is little or no grammatical explanation.
6. Grammar is taught by inductive analogy rather than by deductive explanation.
7. Vocabulary is strictly limited and learned in context.
8. There is much use of tape, language lab and visual aids.
9. Great importance is attacted to pronunciation.
10. Very little use of the mother tongue by teacher are permitted.
11. Succesful response are immediately reinforced.
12. There is a great effort to get students to produce error-free utterances.
13. There is a tendency to manipulate language and disregard content.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode
ini lebih kepada penggunaan alat dalam pembelajarannya karena audiolingual lebih kepada
mengingat dan menirukan bahasa yang muncul.
d. Metode Pembelajaran Bahasa Komunikatif
Pendekatan pembelajaran bahasa komunikatif dilatar belakangi kebutuhan pembelajar
mengenai makna-makna komunikatif untuk dipahami dan diekspresikan. Penguasaan
kompetensi komunikatif dilakukan dengan praktek-praktek komunikasi fungsional dengan
cara berbagi informasi dan mengolah informasi, melalui debat, dialog, diskusi atau bermain.
Adapun ciri-ciri pembelajaran bahasa komunikatif, menurut Brown (2000:25), yaitu:
1. Classroom goals are focused on all of the components of communicative competence
and not restricted to grammatical or linguistic competence.
2. Language technique are designed to engage the learners in the pragmatic, authentic,
functional use of language for meaningful purposes.
3. Students are given opportunities to focus in their own style of learning.
4. Student in the communicative classroom ultimately have to use the language
productively and receptively in unrehearsed context outside the classroom.
Dengan kata lain pembelajaran Bahasa Inggris komunikatif memiliki karakteristik, yaitu:
1. Tujuan pembelajaran di kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi
komunikatif bukan gramatikal atau linguistik.
2. Teknik-teknik pembelajaran dirancang sesuai dengan kegunaannya, keaslian, fungsi
penggunaan bahasa untuk tujuan kebermaknaan. Keteraturan bentuk bahasa bukan
merupakan tujuan utama melainkan aspek dalam menyempurnakan tujuan tersebut.
3. Kefasihan dan ketepatan merupakan prinsip yang saling melengkapi dalam
berkomunikasi, namun kefasihan lebih penting daripada ketepatan dalam
menggunakan bahasa.
4. Pembelajar dalam kelas komunikasi harus menggunakan bahasa secara produktif.
5. Pembelajar diberi kesempatan menggunakan gaya dan strategi belajar masing-masing
6. Peran pebelajar sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan orang yang tahu segala
hal. Pebelajar mendorong mereka untuk menyusun makna melalui interaksi dengan
bahasa orang lain.
Pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan metode komunikatif merupakan metode
yang menonjolkan keaktifan peserta didik secara fungsional dan efektif.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode langsung dalam proses pembelajarannya,
karena metode ini tepat sekali digunakan pada tingkat permulaan maupun atas karena
mahasiswa merasa telah memiliki bahan untuk bercakap/berbicara dan tentu saja agar
mahasiswa betul-betul merasa tertantang untuk bercakap/berkomunikasi, maka sanksi-sanksi
dapat diterapkan bagi mereka yang menggunakan bahasa sehari-hari. Metode langsung cocok
diterapkan di D3 ABA DCC Bandar Lampung karena tingkat pendidikan mereka adalah
akademi maka dosen akan lebih mudah untuk mengajak mereka berkomunikasi dalam
Bahasa Inggris walaupun vocabulary yang mereka miliki masih kurang akan tetapi dosen
dapat mengajarkan mereka dengan kalimat-kalimat sederhana dan jumlah dalam setiap
kelasnya tidak terlalu besar sehingga mudah untuk mengajak mereka aktif dalam berbicara
pada setiap mahasiswa.
2.2.3 Indikator Pembelajaran Bahasa Inggris
Kompetensi yang diharapkan setelah mahasiswa mempelajari Bahasa Inggris yaitu
kemampuan berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan ragam bahasa yang akurat
wacana interaksional monolog terutama dalam wacana berbentuk informasi.
Kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa program D3 Bahasa Inggris termasuk kelas
D3BI1 dalam keterampilan berbicara ialah, dengan indikator sebagai berikut :
1) Mahasiswa mampu mengungkapkan berbagai keinginan dan perasaan seperti; memberi
berita yang menarik perhatian, memberi latar belakang sebuah berita (apa, siapa, di
mana,dan lain lain) memberi komentar terhadap informasi yang diterima, meminta
informasi dan pendapat, meminta dan memberi komentar dalam konteks wawancara,
meminta kepastian, memberi kepastian, menyatakan keraguan, meminta pengulangan,
menyatakan persetujuan, menyatakan ketidak setujuan, memberi respon yang kurang
disenangi mitra wicara.
2) Melakukan monolog dalam berbagai teks berbentuk prosedur, naratif dan laporan.
3) Kesesuaian informasi yang disampaikan dengan topik yang dibahas, ketepatan pelafalan,
ketepatan pilihan kata, kelancaran, intonasi, ekspresi.
2.2.4 Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Taktik
Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut
adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran;
(4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini
akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang
penggunaan istilah tersebut.
Pengertian Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Senjaya, 2008 :96). Dilihat
dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan , yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan,
yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach).
Pengertian Strategi
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam
pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit bahwa istilah
strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan cara dalam rangka
pencapaian tujuan. Dalam pengertian luas sebagaimana dikemukakan Newman dan Logan
(dalam Senjaya, 2008 : 110) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan
sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera
masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp dalam Senjaya (2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip
pemikiran J. R David, Senjaya (2008:115) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan, artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat
konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree
dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi
pembelajaran deduktif.
Pengertian Metode Pembelajaran
Metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih
dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu
metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan
penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan
pembelajaran. Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab
secara umum menurut kamus Purwadarminta (1997:200), metode adalah cara yang telah
teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Metode berasal dari kata
method (Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memeroleh sesuatu.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas jelas bahwa pengertian metode pada
prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal ini
dapat menyangkut dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun keagamaan. Unsur–
unsur metode dapat mencakup prosedur, sistimatik, logis, terencana dan aktivitas untuk
mencapai tujuan. Adapun metode dalam pembahasan ini yaitu metode yang digunakan dalam
proses pembelajaran.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistimatik dan disengaja untuk
menciptakan kondisi-kondisi agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat lepas dari interaksi antara sumber
belajar dengan warga belajar, sehingga untuk melaksanakan interaksi tersebut diperlukan
berbagai cara dalam pelaksanaannya. Interaksi dalam pembelajaran tersebut dapat diciptakan
interaksi satu arah, dua arah atau banyak arah. Untuk masing-masing jenis interaksi tersebut
maka jelas diperlukan berbagai metode yang tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran
tersebut dapat tercapai. Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk
menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai
tugas cakupan yang luas yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga mempunyai
tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat belajar untuk
mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam pembelajaran
mempunyai ruang lingkup sebagai cara dalam:
1. Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka
memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar.
2. Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan rangsangan
untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya.
3. Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam
menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran.
4. Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar.
5. Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan kreativitas
warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
6. Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran.
7. Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk mencari
pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya
digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a
plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving
something”.
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Pengertian Teknik Pembelajaran
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan
metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik
tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah
pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode
diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif
dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti
teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pengertian Taktik Pembelajaran
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua
orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam
taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi
dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang
satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu
elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu.
Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru,
sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.
Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat).
Pengertian Model Pembelajaran
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang
disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran,
Bruce Joyce dan Marsha Weil dalam Misriyah (2010 : 56) mengetengahkan 4 (empat)
kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan
informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati
demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan
strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur
umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada caracara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi
pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan
tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo,
rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan
dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue
print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang
diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun criteria penyelesaiannya, mulai
dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan
dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai
dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di
Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model
pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik
maupun penelitian tindakan) sangat sulit menemukan sumber-sumber literarturnya. Namun,
jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang
merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan
di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan
model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja
masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru
yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang
telah ada.
2.3 Teknik Information Gap Task
Menurut Sudjianto (2004; 5) dalam komunikasi pada umumnya terdapat perbedaan kuantitas
dan jenis informasi yang dimiliki diantara dua pihak yang sedang berbicara, untuk menutupi
hal tersebut maka diselenggarakan tukar menukar informasi. Untuk menjaga jawaban yang
alamiah maka dipakailah text yang memakai information gap.
Dan Mazrozikin (2010;16) menyatakan bahwa teknik information gap merupakan gabungan
dari teknik yang mana (which face)?, pura-pura lupa (loss of memory), dan membagi
informasi (shared information). Kegiatan ini adalah salah satu bentuk dari banyak kegiatan
komunikatif. Nation (1996: 8) menyebutnya sebagai split information activities. Kegiatan
pembelajaran ini melibatkan minimal satu siswa yang mempunyai informasi dan yang siswa
lainnya tidak mempunyainya tetapi memerlukannya. Untuk mendapatkan informasi tersebut
siswa yang tidak mempunyainya harus melakukan komunikasi dalam bentuk tertentu.
Keterampilan yang dapat dikembangkan dengan kegiatan ini adalah keterampilan berbicara.
Dan sintak pembelajaran dengan menggunakan teknik information gap task adalah sebagai
berikut:
1) Guru menentukan kompetensi dan topik yang akan dikembangkan, contohnya
mendiskripsikan bentuk seperti bulatan, segitiga, garis, empat persegi panjang dan
posisi benda.
2) Guru menyiapkan dua lembar kertas dengan gambar yang mirip, umpamanya satu
berisi sejumlah gambar bentuk dua dimensi dengan posisi tertentu, dan kertas yang
lain berisi gambar bentuk dimensi yang sama tetapi mempunyai posisi yang berbeda.
3) Guru membagi siswa menjadi kelompok bisa berpasangan atau beberapaorang, tiap
siswa mendapat gambar yang berbeda dari gambar pasangannya.
4) Guru menjelaskan prosedur kegiatan dimana tiap pasangan harus saling tanya jawab
untuk mencari perbedaan dan persamaan.
5) Guru memberikan contoh
6) Setelah selesai salah satu anggota kelompok atau pasangan diminta untuk melaporkan
hasil tanya jawabnya.
7) Guru mendiskusikan dan memberikan masukan terkait kesalahan siswa.
Catatan: apabila diperlukan (tergantung tingkat kompetensi siswa dan kesiapannya), guru
dapat melakukan pengenalan kosakata terkait beserta makna dan pelafalannya.
Dalam penelitian ini dosen cukup menjelaskan langkah-langkah kegiatan dan sedikit
mengulas kosa kata yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan. Mahasiswa kemudian
menjalankan tugas masing-masing untuk menyelesaikan tugasnya. Contohnya mahasiswa
membuat sebuah kelompok kemudian salah satu perwakilan anggota memilih sebuah gambar
yang tersedia seperti salah satu topik pembahasan tentang family tree kemudian mahasiswa
mencoba untuk menebak gambar apa yang terdapat didalamnya dari gambar tersebut dengan
cara bertanya kepada dosen . Apabila informasi telah didapatkan kemudian mahasiswa
tersebut kembali ke kelompoknya untuk bercerita tanpa membawa gambar tersebut dan
anggota lain berusaha untuk menjawab berdasarkan informasi yang telah didapat.
Dan information gap task dapat melibatkan aktifitas sebagai berikut:
1. Roleplay (bermain peran) adalah kegiatan memerankan dan mempertontonkan sesuatu
hal, baik itu peristiwa-peristiwa yang dialami maupun orang dan tingkah laku. (Sagala,
2003:213)
2. Interview (wawancara) adalah kegiatan menanyai lawan bicara mengenai suatu hal untuk
mendapatkan informasi.
3. Game adalah kegiatan yang berupa kegiatan yang membantu perkembangan anak yang
utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional yang di dalamnya terdapat
menang-kalah (Freeman dalam Sagala, 2003 :21)
Apabila dikaitkan dengan pendekatan komunikatif yang di dalamnya terdapat information
gap, jawaban bebas dan feed back, maka ketiga kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Pendekatan Komunikatif Information Gap Task
Pendekatan komunikatif
Kegiatan
Information gap task
Roleplay
Interview
Information
gap
Jawaban
bebas
feedback
ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada
2.4 Desain Pembelajaran
Desain Pembelajaran merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan
menggunakan pendekatan sistem pembelajaran. Pendekatan sistem dalam pembelajaran lebih
produktif untuk semua tujuan pembelajaran di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi,
kegiatan pembelajaran, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan belajar saling
berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil pembelajaran pebelajar yang
dikehendaki.
Sagala (2003:136) menyatakan desain adalah pengembangan pengajaran secara sistematik
yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penyusunan perencanaan
pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam
kurikulum yang digunakan. Desain sistem pembelajaran meliputi untuk perencanaan,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan model desain ASSURE karena model ini tidak menyebutkan
strategi pembelajaran secara eksplisit. Strategi pembelajaran dikembangkan melalui
pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar peserta didik dikelas (Prawiradilaga,
2008:47). Menurut Prawiradilaga manfaat model ASSURE, yaitu:
1. Sederhana, relative mudah untuk diterapkan.
2. Dapat dikembangkan sendiri oleh pengajar.
3. Komponen pembelajaran lengkap.
4. Peserta didik dapat dilibatkan dalam persiapan untuk pembelajaran.
Model ASSURE juga merupakan model suatu model formulasi untuk kegiatan pembelajaran
atau disebut juga model berorientasi kelas. Model ini adalah salah satu petunjuk dan
perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi,
menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi. Model ini merupakan rujukan
bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan
dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran dengan
menggunakan ASSURE Model mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu
terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik. Tahapan dari
ASSURE Model, adalah sebagai berikut:
1.
Analyze Learner (Analisis Pembelajar)
Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat menemui kebutuhan belajar siswa
yang urgen sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam
pembelajaran secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci dari diri
pembelajar yang meliputi :
a)
General Characteristics (Karakteristik Umum)
Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable yang konstan, seperti, jenis
kelamin, umur, tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta etnik. Semua
variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat
dalam menyampaikan bahan pelajaran.
b) Specific Entry Competencies ( Mendiagnosis kemampuan awal pembelajar)
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa merupakan sebuah
subyek patokan yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih
banyak sesuai dengan perkembangan psikologi siswa. Hal ini akan memudahkan dalam
merancang suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat diserap dengan
optimal oleh peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
c) Learning Style (Gaya Belajar)
Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan mengantarkan peserta didik
dalam pemaknaan pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan
emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki
peserta didik, yaitu: 1. Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat
seperti membaca 2. Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan lebih bermakna
oleh peserta didik jika pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, 3. Gaya belajar
kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika
dia sudah mempraktekkan sendiri.
2. State Standards and Objective (Menentukan Standard Dan Tujuan)
Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan tujuan dan standar. Dengan
demikian diharapkan peserta didik dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi
tertentu dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan dan standar pembelajaran perlu
memperhatikan dasar dari strategi, media dan pemilihan media yang tepat.
a) Pentingnya Merumuskan Tujuan dan Standar dalam Pembelajaran
Dasar dalam penilaian pembelajaran ini menujukkan pengetahuan dan kompetensi seperti apa
yang nantinya akan dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar dalam
pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga sebelumnya peserta didik dapat
mempersiapkan diri dalam partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran.
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program
pembelajaran seperti yang dijelaskan oleh Sanjaya (2008 : 122-123) berikut ini :
1. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
keberhasilan proses pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar
siswa
3. Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran
4. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas
dan kualitas pembelajaran.
b) Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD
Menurut Smaldino,dkk.,setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah lengkap. Kejelasan
dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media
dan sumber belajar berikut asesmen dalam KBM.
Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:

A = audience
Pebelajar atau peserta didik dengan segala karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun
latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan
rinci.

B = behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perlaku belajar mewakili
kompetensi, tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya
kata kerja yang terukur dan dapat diamati.

C = conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan
baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi belajar
ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang
diterapkan selama proses belajar mengajar berlangsung.

D = degree
Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai dibaku sebagai bukti bahwa
pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan
dalam presentase benar (%), menggunakan kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus
dipenuhi, kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi.
Ada empat kategori pembelajaran, antara lain sebagai berikut :
1. Domain Kognitif
Domain kognitif, belajar melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang dapat
diklasifikasikan baik sebagai verbal / informasi visual atau sebagai keterampilan intelektual.
2. Domain Afektif
Dalam domain afektif, pembelajaran melibatkan perasaan dan nilai-nilai.
3. Motor Domain Skill
Dalam domain keterampilan motorik, pembelajaran melibatkan atletik, manual, dan
ketrampilan seperti fisik.
4. Domain Interpersonal
Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang.
c) Tujuan Pembelajaran dan Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi
yang diberikan. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki
kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan
materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu).
4. Select Strategies, Tecnology, Media and Materials (Memilih, Strategi,
Media dan Bahan ajar)
Teknologi,
Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif adalah mendukung
pembelajaran dengan menggunakan teknologi dan media dalam sistematika pemilihan
strategi, teknologi dan media dan bahan ajar.
a). Memilih Strategi Pembelajaran
Pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran. Selain
itu juga memperhatikan gaya belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung
pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS model. ARCS model dapat
membantu strategi mana yang dapat membangun Attention (perhatian) , pembelajaran
berhubungan yang Relevant dengan keutuhan dan tujuan, Confident (rasa percaya
diri), desain pembelajaran dapat membantu pemaknaan pengetahuan oleh siswa
dan Satisfaction (kepuasan) dari usaha belajar siswa.
Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu menentukan metode yang tepat. Beberapa
metode yang dianjurkan untuk digunakan ialah (Prawiradilaga, 2007):
1. Belajar Berbasis Masalah (problem-based learning)
Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola pikir metakognitif, yakni
kemampuan stratregis dalam memecahkan masalah.
2. Belajar Proyek (project-based learning)
Belajar proyek adalah metode yang melatih kemampuan pebelajar untuk melaksanakan suatu
kegiatan di lapangan. Proyek yang dikembangkan dapat pekerjaan atau kegiatan sebenarnya
atau berupa simulasi kegiatan.
3. Belajar Kolaboratif
Metode belajar kolaboratif ditekankan agar pebelajar mampu berlatih menjadi pimpinan dan
membina koordinasi antar teman sekelasnya.
b) Memilih Teknologi dan Media yang sesuai dengan Bahan Ajar
Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang
secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Lesle J.Brigges
dalam Sanjaya (2008 : 204) menyatakan bahwa media adalah alat untuk perangsang bagi
peserta didik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Rossi dan Breidle dalam Sanjaya (2008
: 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat
dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya.
Media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa
dapat memperoleh pengetahuan. Media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan
yang menciptakan kondisi
yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Bentuk media adalah bentuk fisik dimana sebuah pesan digabungkan dan ditampilkan.
Bentuk media meliputi, sebagai contoh, diagram (gambar diam dan teks) slide ( gambar diam
lewat proyektor) video (gambar bergerak dalam TV), dan multimedia komputer (grafik, teks,
dan barang bergerak dalam TV). Setiap media itu mempunyai kekuatan dan batasan dalam
bentuk tipe dari pesan yang bisa direkam dan ditampilkan. Memilih sebuah bentuk media bisa
menjadi sebuah tugas yang kompleks-merujuk kepada cakupan yang luas dari media yang
tersedia, keanekaragaman siswa dan banyak tujuan yang akan dicapai.
Memilih format media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan pokok bahasan atau
topik. Peran media pembelajaran menurut Smaldino adalah :

Memilih , Mengubah, dan Merancang Materi
1. Memilih Materi yang tersedia
 Melibatkan Spesialis Teknologi/Media
 Menyurvei Panduan Referensi Sumber dan Media
2. Mengubah Materi yang ada
3. Merancang Materi Baru
5. Utilize Technology, Media and Materials (Menggunakan Teknologi, Media dan
Bahan Ajar)
Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya mengikuti langkah-langkah
seperti dibawah ini,yaitu:
a). Mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak)
b). Mempersiapkan bahan
c). Mempersiapkan lingkungan belajar
d). Mempersiapkan pembelajar
e). Menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar)

Preview materi
Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama
proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan
memperhatikan tujuannya.

Siapkan bahan
Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan
peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik
harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.

Siapkan lingkungan
Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan
media sesuai dengan lingkungan sekitar.

Peserta didik
Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan
bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi
materinya.

Memberikan pengalaman belajar
Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman. Sebagai guru kita dapat memberikan
pengalaman belajar seperti : presentasi di depan kelas dengan projector, demonstrasi, latihan,
atau tutorial materi.
5 Require Learner Participation (Mengembangkan Partisipasi Peserta Didik)
Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa terhadap materi dan media
yang kita tampilkan. Seorang guru pada era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki
pengalaman dan praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
ketimbang sekedar memahami dan member informasi kepada siswa. Ini sejalan dengan
gagasan konstruktivis bahwa belajar merupakan proses mental aktif yang dibangun
berdasarkan pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima umpan balik
informative untuk mencapai tujuan mereka dalam belajar.
1. Latihan Penggunaan Teknologi
 Teknologi sebagai Perkakas Teknologi
 Teknologi sebagai Perangkat Komunikasi
 Teknologi sebagi Perangkat Penelitian
 Teknologi sebagai Perangkat Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan
 Menggunakan Peranti Lunak Pendidikan
 Menggunakan Media lainnya untuk Latihan
2. Umpan Balik
6. Evaluate and Revise (Mengevaluasi dan Merevisi)
Penilaian dan perbaikan adalah aspek yang sangat mendasar untuk mengembangkan kualitas
pembelajaran. Penilaian dan perbaikan dapat berdasarkan dua tahapan yaitu:
1. Penilaian Hasil Belajar Siswa,

Penilaian Hasil Belajar Siswa yang Otentik,

Penilaian Hasil Belajar Portofolio

Penilaian Hasil Belajar yang Tradisional / Elektronik.
2. Menilai dan Memperbaiki Strategi, teknologi dan Media
3. Revisi Strategi, Teknologi, dan Media.
Ada beberapa fungsi dari evaluasi antara lain :
a. Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa.
b. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian siswa
dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.
c. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.
d. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan siswa secara individual dalam mengambil
keputusan.
e. Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam menentukan
tujuan khusus yang ingin dicapai
f. Evaluasi
berfungsi
sebagai
umpan
balik
untuk
orang
tua,guru,pengembang
kurikulum,pengambil kebijakan
Desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Model
berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem
pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum
sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa disebut sebagai
model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick
and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp. Secara umum, menurut
Supriyatna (2009; 9) model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model
berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural
dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain
pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih,
contohnya adalah model ASSURE.
Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa
keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga,
kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada,
ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan
dan diperbaiki.
2.5 Evaluasi Pembelajaran
Diakhir pembelajaran, dosen mengadakan evaluasi. Wujud evaluasi antara lain menanyakan
kembali kegiatan yang telah dilakukan, memberikan latihan atau tes, memberikan pesanpesan yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, memberikan tugas kepada mahasiswa,
dan sebagainya. Tujuan evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris adalah menyediakan informasi
sebagai dasar dalam pengambilan keputuan, penyusunan kebijakan maupun penyusunan
pembelajaran Bahasa Inggris pada masa yang akan datang. Keputusan dapat terkait dengan
aktifitas pembelajaran yang sedang berjalan perlu diperbaiki, dihentikan, atau dilanjutkan.
“Tes merupakan suatu bentuk alat evaluasi untuk mengukur seberapa jauh tujuan pengajaran
telah tercapai, jadi berarti evaluasi terhadap hasil belajar. Tes yang baik harus memenuhi
beberapa persyaratan tertentu ; 1) harus efisien (parsimony) 2) harus baku (standardize) 3)
mempunyai norma 4) objektif 5) sahih (valid) 6) andal (reliable),” Arikunto (2006). Untuk
memperoleh tes yang baik, tes tersebut harus dianalisis sehingga memenuhi syarat-syarat
tersebut.
Analisis tes dimulai dari saat menyusun tes dimana tes yang disusun harus berdasarkan SAP
setiap mata kuliah, membuat kisi-kisi terlebih dahulu, baru kemudian menyusun soal sesuai
kaidah-kaidah penyusunan soal berdasarkan jenis soal yang diinginkan.
Menyusun kisi-kisi soal merupakan langkah awal yang harus dilakukan setiap kali menyusun
tes dan menulis soal. Dengan adanya kisi-kisi, penyusun soal dapat menghasilkan tes yang
relative sama.
Tes Keterampilan Berbicara
Tes keterampilan berbicara dimaksudkan untuk mengukur tingkat keterampilan
mengungkapkan diri secara lisan. Tingkat keterampilan berbicara ini ditentukan oleh
kemampuan untuk mengungkapkan isi pikiran sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan
yang sedang dilakukan, bagaimana isi pikiran disusun sehingga jelas dan mudah dipahami,
dan diungkapkan dengan bahasa yang dikemas dalam susunan tata bahasa yang wajar, pilihan
kata-kata yang tepat, serta lafal dan intonasi sesuai dengan tujuan dan sifat kegiatan berbicara
yang sedang dilakukan.
Kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat keterampilan berbicara pada
mahasiswa DCC Bandar Lampung dapat dilihat pada pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Kisi-Kisi Evaluasi
Aspek
Deskripsi
Skor
Maksimal
Artikulasi
-Pengucapan sangat jelas dan tepat tanpa ada
kesalahan
-Terdapat 1-2 kesalahan dalam artikulasi
-Terdapat 3-4 kesalahan dalam artikulasi
-Terdapat 5-6 kesalahan dalam artikulasi
30
-terdapat > 6 kesalahan dalam artikulasi
Penempatan
tekanan
. -Tekanan dan jeda dalam berbicara jelas
Intonasi
-Intonasi dalam berbicara jelas
10
-Tekanan dan jeda dalam berbicara tidak jelas
10
-Intonasi dalam berbicara tidak jelas
Pilihan kata
Kata-kata yang digunakan dalam berbicara sesuai
dengan topik dan tidak terdapat kesalahan
pemilihan kata dan penggunaan kata
-Terdapat 1-2 kesalahan pemilihan kata dan
penggunaan kata
-Terdapat 3-4 kesalahan pemilihan kata dan
penggunaan kata
-Terdapat 5-6 kesalahan pemilihan kata dan
penggunaan kata
30
-Terdapat > 6 kesalahan pemilihan kata dan
penggunaan kata
Penguasaan
topic
-Penguasaan topik baik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran
-Tidak menguasai topik dan tidak sesuai dengan tujuan
10
pembelajaran
Kelancaran
Siswa dapat berbicara dengan lancer sesuai dengan
topic pembelajaran
10
-Siswa tidak dapat berbicara dengan lancar dan tidak
sesuai dengan topic pembelajaran
Total
100
(Suwarna, 2002)
2.6 Sikap Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan.
Sikap merupakan aspek penting yang dimiliki seseorang untuk menentukan tindakannya
terhadap obyek. Mulyatiningsih dalam Sunarto (1995;23) menyatakan bahwa sikap adalah
suatu sistem yang berlangsung terus menerus tentang sesuatu yang menyangkut positif atau
negatifnya suatu obyek, perasaan emosional dan kecenderungan orang untuk melakukan
suatu tindakan setuju-tidak setuju. Ada tiga komponen sikap yang menonjol, yaitu perasaan,
pemikiran dan perilaku, dimana masing-masing komponen memiliki karakteristik tersendiri
namun saling terkait antara satu dengan yang lain.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude)
yaitu :
a. Kognitif (cognitive).
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek
sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang
mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara
umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c. Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana
perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan obyek sikap yang dihadapi.
Antara ketiga komponen tersebut berinteraksi selaras dan konsisten artinya bahwa apabila
dihadapkan pada obyek sikap yang sama maka akan membuat pola sikap yang sama.
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar dengan menggunakan teknik
information gap task dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh:
1) Syahari tahun 2010 yang menyatakan Information gap task dapat meningkatkan
kemampuan Speaking siswa dalam hal: (a) Meningkatkan pencapaian kemampuan
speaking; (b) Meningkatkan kemampuan menjawab pertanyaan; (c) Meningkatkan
kemampuan dalam mengekspresikan dan bertukar pendapat dengan menggunakan
kosa kata dan tata bahasa yang tepat dan Information Gap Task juga dapat
meningkatkan situasi di kelas dalam hal: (a) Membuat motivasi murid tinggi; (b)
Meningkatkan interaksi siswa dengan guru dan dengan siswa lain; (c) Meningkatkan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran; (d) Meningkatkan kepercayaan diri
murid untuk berbicara dalam Bahasa Inggris; (e) Menawarkan lebih banyak
kesempatan untuk berlatih speaking.
2) Misriyah tahun 2010, menyimpulkan bahwa proses pembelajaran melalui information
gap task dengan efektif bisa meningkatkan perolehan berbicara bahasa inggris siswa,
seperti aspek vocabulary, fluency, pronounciation, grammar and performance. Siswa
mendapatkan kemajuan yang berarti, mereka lebih berani dan percaya diri untuk
berbicara . Murid senang dan menjadi tertarik dalam latihan berbicara, mereka lebih
banyak mempraktekkan dalam kecakapan berbicara dan mereka mempunyai lebih
banyak kesempatan untuk berbicara. Mereka bisa membuat siswa di kelas lebih
bersemangat, bisa mendorong siswa- siswa untuk berbicara, sehingga mereka
termotivasi untuk berbicara Bahasa Inggris.
3) Kriswanti tahun 2006 mengkaji bahwa Information Gap Task dapat merubah perilaku
belajar siswa ke arah positif yang diikuti dengan peningkatan keterampilan
menyampaikan informasi siswa setelah diterapkan pembelajaran menyampaikan
informasi dengan teknik information gap.
4) Mustofa tahun 2009 menyatakan information gap mampu mengatasi masalah
kelancaran (fluency) siswa dalam berbicara Bahasa Inggris. Teknik ini akan
mendorong siswa tidak tertekan dan ketakutan berbicara bahasa Inggris karena akan
lebih santai berbicara bahasa Inggris dengan teman sebaya dibandingkan mereka
harus berbicara bahasa Inggris di depan kelas sendiri.
Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa information gap task dapat
merubah perilaku siswa menjadi lebih positif dalam menerima materi serta dapat membuat
mahasiswa menjadi lebih percaya diri dalam berbicara dan dapat membuat mereka
bersemangat. Perbedaan dengan penelitian terdahulu, penulis ingin melakukan penelitian
dengan Information Gap Task sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara
siswa dalam Bahasa Inggris.
2.8 Kerangka berfikir
Tujuan pembelajaran bahasa Inggris berbasis kompetensi adalah pencapaian kompetensi itu
sendiri, baik lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris digunakan sebagai sarana belajar.
Keberhasilan proses belajar Bahasa Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
dosen, mahasiswa, teknik, lingkungan belajar dan lain-lain.
Penggunaan salah satu teknik pembelajaran yaitu information gap tasks dapat diterapkan
sebagai variasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya kreatifitas dari
seorang pengajar supaya proses pembelajaran bisa berjalan optimal. Maka dari itu perlu
adanya tindakan-tindakan nyata baik peneliti maupun peserta penelitian tersebut, yang secara
aktif mengamati proses pembelajaran untuk menemukan masalah, mengidentifikasi masalah
tersebut, merencanakan tindakan untuk mengatasi masalah, melakukan tindakan dan
observasi serta mengevaluasi bersama-sama. Penelitian ini dilanjutkan dengan berbagai
upaya peningkatan.
Download