BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasional Manajemen operasional didefinisikan sebagasi manajemen proses konversi, dengan bantuan fasilitas seperti : tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen masukan (input) yang diubah menjadi keluaran yang diinginkan, berupa barang atau jasa/pelayanan. Di dalam memproduksi barang atau jasa, akan dapat terjadi penambahan sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk melengkapi dan menyempurnakan proses konversi tersebut, sehingga output yang dihasilkan sesuai selera yang diinginkan. Adapun Fungsi Manajemen Operasional, ada tiga pengertian yang penting mendukung pelaksanaan kegiatan manajemen operasional, yaitu : Pertama, manajemen operasional yang dapat dinyatakan, bahwa manajer operasional bertanggung jawab untuk mengelola bagian atau fungsi di dalam organisasi yang menghasilkan barang atau jasa. Kedua, mengenai sistem yang berkaitan dengan perumusan sistem transformasi (konversi) yang menghasilkan barang atau jasa. 1 Terakhir, merupakan unsur terpenting di dalam manajemen operasional, yaitu pengambilan keputusan, khususnya keputusan yang tidak terprogram dan beresiko. 2.2 Jasa 2.2.1 Pengertian Jasa Menurut zeithaml dan bitner (2000: 3), pengertian jasa adalah seluruh aktifitas ekonomi yang hasilnya adalah tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang secara umum dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya : kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan). Sedangkan menurut Kotler (1996: 467), jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu produk fisik. Menurut Rambat Lupiyoadi pengertian jasa sebagai berikut : “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.” Dari berbagai definisi diatas, tampak dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemilik jasa meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak 2 selalu menyadari jasa bukan merupakan barang. Jasa adalah suatu proses aktifitas dan aktifitas-aktifitas tersebut tidak berwujud. 2.2.2 Karakteristik Jasa Jasa memiliki empat karakterisitk utama, yaitu tidak berwujud (intangibility), tidak terpisah (inseperability), bervariasi (varibility), dan mudah lenyap (perishability) (Berry L.L, 1991 : 24). 1. Tidak Berwujud (Intangibility) Produk jasa bersifat tidak berwujud (tidak dapat dilihat, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli) sehingga pelanggan tidak dapat melihat hasil atau manfaat dari jasa sebelum melakukan pembelian. Sebagai contoh, seorang pelanggan jasa bengkel yang ingin memperbaiki kendaraan sepeda motor, tidak dapat membayangkan sebelumnya seberapa jauh manfaat dari servis sepeda motornya tersebut bagi dirinya. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya sendiri. Bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Oleh karena itu untuk mengurangi keraguan pembeli terhadap produk yang akan dikonsumsinya, konsumen dapat mengamati tanda maupun keterangan mengenai kualitas atas dasar lokasi perusahaan, para penyedia jasa, peralatan serta mengenai harga dari produk tersebut. Dengan demikian tugas penyedia jasa adalah untuk: ”mengelola bukti” atau “menyatakan yang tidak nyata”. Oleh sebab itu pemasaran jasa ditantang untuk menambah ide-ide abstrak serta memberikan bukti fisik dan citra pada penawaran abstrak mereka. 3 2. Tidak Terpisahkan (Inseperability) Jasa umumnya diproduksi secara khusus dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaaan. Hal ini tidak berlaku pada barang fisik yang diproduksi, ditempatkan pada persediaan, didistribusikan melalui berbagai pengecer dan akhirnya dikonsumsi. Jika jasa diberikan oleh seseorang, maka orang tersebut adalah merupakan bagian dari jasa tersebut. Hal ini dikarenakan penyedia jasa tersebut juga hadir pada saat jasa tersebut diberikan. Interaksi penyedia jasa dengan penerima jasa merupakan ciri dari pemasaran jasa tersebut. 3. Keanekaragaman (Variability) Dalam bisnis jasa, sangatlah sulit untuk mencapai suatu hasil dengan kualitas yang sesuai dengan standar yang dibuat. Jasa yang diberikan seringkali berubah-ubah tentang dari siapa yang menyediakan, kapan, serta dimana jasa tersebut disediakan. Oleh karena itu konsumen seyogyanya benar-benar yakin pada kualitas dari penyedia jasa apakah lebih baik dari penyedia jasa lainnya. Jika jasa diberikan oleh seseorang maka keberhasilannya tergantung pada kondisi, tenaga, dan mental dari penyedia jasa tersebut ketika usaha jasa tersebut berlangsung. Oleh karena itu pembeli jasa harus lebih berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa. Penyedia jasa dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas jasa yang baik dan tetap konsisten, yaitu dengan melakukan seleksi dan pelatihan bagi karyawan dengan baik, dan mengikuti perkembangan tingkat kepuasan konsumen dengan 4 memperhatikan saran dan keluhan konsumen melalui survey pasar. Dengan demikian pelayanan yang kurang baik dapat diantisipasi dan diperbaiki 4. Mudah Lenyap (Perishability) Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Karakteristik jasa yang mudah rusak bukan merupakan masalah bila permintaannya bersifat konstan (teratur), karena dengan mudah penyedia jasa dapat mengatur pelayanan yang akan diberikan sebelum proses pemberian jasa berlangsung. Karakteristik jasa yang tidak dapat disimpan tidak menjadi masalah bila permintaan tetap karena penyedia jasa dapat dengan mudah untuk lebih dahulu mengatur staf untuk memberikan jasa tersebut. 2.2.3 Kualitas Jasa Suatu cara perusahaan jasa untuk tetap dapat unggul bersaing adalah memberikan jasa dengan kulaitas jasa yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan jasa, kemudian dibandingkannya. Definisi kualitas jasa antara lain : Menurut zeithaml dan bitner (2000 : 81) definisi kualitas jasa adalah : “Kualitas jasa didefinisikan sebagai suatu komponen yang kritikal mengacu pada persepsi konsumen”. 5 Menurut wirasasmita, Sitorus dan Manurung (1999, p. 77) definisi kualitas jasa adalah : “suatu sifat atau ciriyang membedakan nilai dari suatu barang atau jasa dengan nilai dari barang atau jasa yang lain yang sejenis”. Menurut Bitner & Hubert dalam Rush & Oliver (1994, p.77), definisi kualitas jasa adalah: “The consumer’s overall impression of the relative inferiority / superiority of the organization and its service”. Menurut Deming (1982: 176) menyatatakan, bahwa kualitas jasa adalah : “kesesuaian dengan kebutuhan pasar.” Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk atau jasa yang akan dihasilkan Hal ini berarti kualitas jasa, sebagaimana dirasakan oleh konsumen didefinisikan sebagai tingkat ketidaksesuaian antara harapan dan keinginan kosumen dan tanggapan mereka. Menurut Zeithaml, Berry dan Pasuraman (1985) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu : 1. Bukti langsung (tangibles) Meliputi penampilan fasilitas fisik dipakai, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 6 2. Kehandalan (reliability) Yakni tingkat kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. 3. Daya tanggap (responsiveness) Yaitu keinginan para staf perusahaan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4. Jaminan (assurance) Mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. 5. Empati (emphaty) Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. 2.2.4 Model Kualitas Jasa Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hampir sama dengan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan kinerja yang dirasakan (perceived perfomance). Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) merumuskan model kualitas jasa yang menyoroti persyaratanpersyaratan utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model ini mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan delivery jasa (lihat gambar 2.1). kelima gap tersebut adalah : 7 a. Gap antara harapan kosumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan oleh pelanggan secara tepat. Contohnya pengelola catering mungkin mengira para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran, padahal para pelanggan tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan. b. Gap antara persepsi manajemen dan spesikasi kualitas jasa Kadangkala manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu satandar kinerja tertentu yang jelas. Sebagai contoh, manajemen suatu bank meminta para staffnya agar memberikan pelayanan secara cepat tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat. c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Ada beberapa penyebab terjadinya Gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya) atau beban kerja yang melampui batas dan tidak dapat atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungki pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala sering bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. 8 d. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan atau janji yang dibuat oleh wakil (representatives) iklan perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, misalnya brosur suatu lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan yang terbaik ; memiliki sarana kuliah yang lengkap; ruangan praktikum dan perpustakaan lengkap; dan staff pengajarnya profesional. Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan bahwa fasilitasnya biasa-biasa saja, maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi harapan pelanggan dan menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut. e. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan dan bisa juga salah mempersepsikan kualitas jasa tersebut, misalnya seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi pasien dapat menginterprestasikannya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres dengan penyakit yang dideritanya. 9 Gambar 2.1. Model Kualitas Jasa (Gap model) KONSUMEN Komunikasi dari mulut ke mulut Kebutuhan personal Pengalaman yang lalu Jasa yang diharapkan GAP 5 Jasa yang dirasakan MANAJEMEN GAP 1 Penyampaian jasa GAP 4 Komunikasi eksternal GAP 3 Penjabaran jasa GAP 2 Persepsi manajemen Sumber : Parasuraman, A., et al. (1985), “A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for future Research”, Journal of marketing, Vol,49 (Fall), p.44 yang dikutip Fandy Tjiptono (2000:82). 10 Hal – hal pokok yang perlu diperhatikan dalam model pada gambar 2.1. antara lain : Identifikasi atribut kunci kualitas jasa dari sudut pandang manajemen dan konsumen. Penekanan pada kesenjangan (Gap) antara kosumen dan penyedia jasa terutama pada persepsi dan harapan. Pemahaman tentang implikasi teratasinya kesenjangan yang ada terhadap pengelolaan jasa. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Berry dan kawan – kawan tersebut meliputi : 1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa perbandingan antara harapan dan pengalaman. adalah hasil Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka akan bahagia (lebih dari sekedar puas). 2. Penilaian pelanggan pada kualitas jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa dan output dari jasa. 3. Kualitas jasa ada dua macam, yaitu kualitas dari jasa yang normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal. 11 4. Apabila timbul masalah, perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan pelanggan. 2.3. Pelayanan 2.3.1. Definisi Pelayanan Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan orang lain (pelanggan) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh seorang yang dilayani ataupun yang melayani, dalam hal ini terjadi kontak batin antara kedua belah pihak dan kepuasan yang diperoleh bergantung pada situasi saat terjadinya interaksi pelayanan tersebut. Jika upaya saling memuaskan tersebut terjadi hubungan timbal balik, maka dengan demikian kita dapat mengartikan pelayanan sebagai suatu tinadakan seseorang kepada orang lain melalui penyajian produk atau jasa yang sesuai dengan ukuran yang berlaku pada produk atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan orang yang dilayani. Definisi pelayanan menurut Velerie A. Zeithaml dan M. Jo Beitner (2001) memberikan batasan tentang definisi pelayanan sebagai berikut semua aktifitas yang hasilnya tidak merupakan produk dalam fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu mempromosikan dan memberi nilai tambah (seperti kenyamanan, hiburan, kesenagan dan kesehatan). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa atau service mencakup aktifitas 12 atau suatu manfaat yang diperoleh tanpa menyebabkan kepemilikan suatu benda dan penampakan adalah sesuatu yang tidak berwujud. Ciri khusus pelayanan (service) Ciri – ciri pelayanan sebagai produk sangat berbeda dengan produk yang bersifat konkret (physical product) yaitu : a. Pelayanan (service) tidak dapat diraba ataupun disentuh karena sifatnya nyata. b. Proses produksi dan konsumsi pelayanan (service) terjadi pada saat bersamaan. c. Pelayanan (service) tidak dapat ditimbun, karena dalam hal pelaksanaan penggunaan gudang tidak dibutuhkan. d. Pelayanan (service) tidak dapat diraba karena konsumen tidak dapat mencicipinya terlebih dahulu. e. Pelayanan (service) tidak memiliki standar atau ukuran yang objektif. 13 2.4 Pelanggan 2.4.1 Definisi Pelanggan Perbaikan dan kualitas produk atau jasa terletak pada tingkat kepuasan pelanggan. Dan oleh sebab itu, perlu dipahami beberapa hal yang berkaitan dengan pelanggan. Menurut Vincent Gasperz “pelanggan adalah semua orang yang menuntut suatu standar kualitas tertentu dan karena akan memberikan pengaruh informasi (perfoma kita dan perusahaan kita). Berbicara tentang pelanggan yang harus dipuaskan dalam suatu sistem kualitas modern, perlu didefinisikan mengenai jenis – jenis pelanggan tersebut. Pada dasarnya, dikenal ada 3macam pelanggan dalam sistem kualitas modern (Gasperz, 1997: 33) yaitu sebagai berikut : a. Pelanggan internal, merupakan orang yang ada didalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada perfoma pekerjaan kita (perusahaan). Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan, pembayaran gaji, rekruitmen, dan karyawan adalah sebagai contoh dari pelanggan internal. b. Pelanggan antara (intermediate customer), merupakan mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pamakai akhir produk. Distributor yang mendistribusikan produk-produk, agen- 14 agen perjalanan yang memesan kamar hotel untuk pemakai akhir merupakan contoh dari pelanggan antara c. Pelanggan eksternal, merupakan pembeli atau pemakai akhir produk itu, yang sering disebut pelanggan nyata (real customer). Pelanggan eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan. Terkadang pelanggan berbeda antara yang membayar atau pembeli produk berupa barang atau jasa dengan yang menggunakan, untuk memenuhi kebutuhannya dalam posisi ini pelanggan memasuki situasi jual beli dengan harapan – harapan tertentu. Pelanggan mempunyai angan – angan tentang perasaan yang ingin mereka rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi atau ketika mereka menggunakan barang atau jasa yang mereka beli maupun ketika menikmatinya pelayanan yang trlah mereka bayar. Mungkin akan sangat berguna ketika meluangkan waktu sesaat untuk sekedar memikirkan tentang apa yang ditransaksikan ketika seorang pelanggan sedang melakukan hubungan bisnis atau ketika pelanggan sedang membeli produk atau jasa. Mereka mengorbankan sesuatu yang salah satunya adalah uang. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan waktu dan energi yang mereka habiskan untuk berbelanja membandingkan barang atau jasa, harga memutuskan untuk membelinya. 15 Jika harapan – harapan pelanggan telah terpenuhi pada umumnya mereka akan puas dan, jika melampui harapan yang telah diharapkan, pelanggan akan mengekspreikannya pada tingkat yang tertinggi. 2.4.2 Kepuasan Pelanggan Pada hakikatnya tujuan bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Dalam pendekatan TQM, kualitas ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka perusahaan dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Secara spesifik pengertian kepuasan pelanggan tidak dapat dijelaskan dengan tepat. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana seseorang telah atau sudah merasakan apa yang dibutuhkan dan diharapkan pada kegiatan tersebut telah dilakukan secara maksimal. Hal ini dapat terlihat jelas dan terpancar dari sikap pelanggan tersebut. Jika mereka puas maka mereka dapat mengungkapkan dengan kata – kata atau sikap yang menyenangkan kepada pihak pengeloa perusahaan dan begitu pula sebaliknya. 16 Menurut Band (1971: 79) menyatakan secara sederhana definisi kepuasan pelanggan adalah seperti berikut. Satisfaction is the state in which customer needs, wants and expectations, through the transaction cyle, are not or exceeded, resulting in repurchased and continuing loyalty. In other words, if customer satisfaction could be expressed as ratio, it would look like this: customer satisfaction = percevied quality needs, wants and expectations. Engel, et al (1990, p. 545) “mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya memberikan hasil sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.” menurut Ibid (2000 : 146) menyatakan bahwa “kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidakmampuan dikonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang telah dirasakan setelah pemakainya.” Ada kesamaan dari beberapa definisi diatas, yaitu menyangkut komponen pelanggan (harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan adalah perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang diterimanya setelah membeli atau mengkonsumsi produk atau jasa yang dibelinya. 17 Jadi, tingkat kepuasan pelanggan merupakan fungsi perbedaan antara kinerja berada dibawah harapan maka pelanggan akan kecewa. Dan apabila kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan akan puas. Gambar 2.2. Kepuasan pelanggan Tujuan perusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan Produk atau jasa Harapan pelanggan terhadap produk atau jasa Nilai produk atau jasa bagi pelanggan Tingkat kepuasan pelanggan Sumber : tjiptono, (2004 : 147) Karena kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspetasi mereka, perusahaan perlu mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan (Gasperz, 1997: 35) adalah sebagai berikut. 18 1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen pemasok produk atau jasa (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginanya besar, harapan atau ekspetasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya. 2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk atau jasa dari peusahaan maupun peasing-pesaingnya. 3. Pengalaman dari teman-teman, di mana mereka akan menceritakan kualitas produk atau jasa yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada produk atau jasa yang dirasakan berisiko tinggi. 4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat harapan atau ekspetasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenui harapan atau ekspetasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang produk atau jasa itu. 19 Menurut Kotler (1994) , untuk mengukur kepuasan pelanggan ada beberapa cara, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Perusahaan dapat menyediakan formulir berisi keluhan dan saran yang dapat diisi setiap konsumen. Formulir tersebut dapat diletakkan pada setiap pintu masuk dan meja penerima tamu. Di dalam formulir tersebut konsumen dapat menyampaikan keluhan-keluhan mereka secara tertulis, sehingga perusahaan dapat mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh konsumen serta perusahaan dapat mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut.Selain itu konsumen juga diminta untuk memberikan saran-saran peningkatan pelayanan. 2. Survey kepuasan kosumen Bila perusahaan menganggap bahwa sistem keluhan dan saran tersebut kurang berhasil, disebabkan masih ada konsumen yang beranggapan walaupun mereka menuliskan keluhan dan saran, perusahaan tidak menanggapi sehingga akan membuang waktu. Karena adanya anggapan demikian maka perusahaan yang inovatif akan mengadakan suatu survey untuk mengetahui sejauh mana kepuasan konsumen terhadap produk mereka. Pengukuran kepuasan konsumen melalui metode ini dapat dilakukan dengan cara: a. Directly Reported Satisfaction Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan pertanyaan kepada responden untuk mengetahui apakah mereka sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas atau sangat tidak puas terhadap berbagai aspek kinerja 20 perusahaan. Survei ini dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat dan kebutuhan konsumen, yang akan memberikan suatu hasil yang disebut Indeks Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Index) yang menjadi standar kinerja perusahaan dan standar nilai yang tetap dijaga dan ditingkatkan oleh perusahaan. b. Derived Dissatisfaction Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal, yaitu besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. c. Problem Analysis Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok, yaitu masalah yang dihadapi berkaitan dengan penawaran perusahaan, dan saran-saran untuk perbaikan. d. Importance – Performance Analysis (IPA) Responden diminta untuk merangking berbagai atribut penawaran berdasarkan tingkat kepentingan/harapan mereka terhadap setiap atribut tersebut. Selain itu responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing – masing atribut tersebut. Untuk melihat posisi pemetaan atribut – atribut yang dianalisa dibagi menjadi 4 bagian dalam analisis kuadran yaitu : Kuadran A Menunjukkan bahwa atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen perlu mendapatkan prioritas yang lebih, karena keberadaan atribut inilah yang dinilai sangat penting menurut konsumen, sedangkan tingkat pelaksanaan kinerjanya masih belum memuaskan. 21 Kuadran B Menunjukkan bahwa atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen perlu dipertahankan karena pada umumnya pelaksanaannya telah sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. Kuadran C Menunjukkan atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen dinilai kurang penting bagi konsumen sedangkan kualitas kinerjanya dinilai cukup. Kuadran D Menunjukkan atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen dinilai terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya terutama disebabkan karena konsumen menganggap tidak terlalu penting terhadap adanya atribut tersebut, akan tetapi pelaksanaannya dilakukan dengan baik sekali sehingga sangat memuaskan. 22 Gambar 2.3 Quadrant Analysis Extremly Important Concentrate here Keep up the A good work B fair performance excellent performance Low priority possible C overkill D slighly important (Sumber:KotlerPhilip, 2000, Marketing Management, p.443) 3. Ghost shopping Perusahaan dapat mengirimkan orang untuk berpura-pura untuk menjadi pembeli produk mereka maupun produk dari pesaingnya. Pembeli pura-pura ini dapat mengajukan suatu masalah pada wiraniaga yang bertugas dan melihat bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah tersebut. 23 4. Metode pelaporan keluhan Untuk mengukur kepuasan konsumen dapat digunakan metode pelaporan keluhan langsung, yaitu para konsumen ditanyai secara langsung mengenai keluhan mereka dan penilaian mereka terhadap produk perusahaan. Pengukuran kepuasan konsumen ini sangat penting dilakukan perusahaan, karena dapat memberikan masukan pada perusahaan, sekaligus dapat membuat pelanggan merasa diperhatikan oleh perusahaan. Perhatian dari perusahaan ini akan membuat konsumen dihargai, yang pada akhirnya konsumen menjadi loyal terhadap produk dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. 2.4.3 Manfaat kepuasan pelanggan Berdasarkan gambar konsep kepuasan pelanggan diatas, jika perusahaan dimaksud mempertinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka dua unsur berikut harus menjadi fokus perhatian yaitu : nilai produk atau jasa bagi pelanggan dan harapan pelanggan terhadap produk atau jasa. Dari dua unsur tersebut, yang lebih bisa dikendalikan oleh perusahaan hanya unsur nilai produk atau jasa bagi pelanggan, sementara unsur harapan pelanggan terhadap produk atau jasa agak sulit dikendalikan karena hal itu dibangun oleh pelanggan secara intern. Oleh karena itu pelanggan tidak pernah memperoleh kepuasan bila pelanggan memiliki persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Jadi pelanggan akan memperoleh kepuasan bila persepsinya sama atau 24 lebih dari harapannya. Untuk itu perusahaan harus berupaya untuk mempertinggi nilai bagi pelanggan jika ingin mempertinggi kepuasan mereka. 25