9 BAB II PERILAKU SOSIAL PADA SISWA YANG MEMILIKI PRESTASI AKADEMIK RENDAH DI SEKOLAH DASAR Pada bab ini dijelaskan tentang teori yang berkaitan dengan perilaku sosial siswa yang memiliki prestasi akademik rendah. A. Perilaku Sosial 1. Definisi Perilaku Sosial Yusuf (1984:75) mengemukakan bahwa ”perilaku sosial dapat dilihat dari tujuh dimensi, yang meliputi persahabatan, kepemimpinan, sikap keterbukaan, inisiatif sosial, partisipasi dalam kegiatan kelompok, tanggung jawab dalam tugas kelompok, dan toleransi terhadap teman”. Banyak ahli yang mengemukakan mengenai pengertian perilaku sosial diantaranya adalah Elizabeth Hurlock (1995:250) mengemukakan bahwa “perilaku sosial menunjukan terdapatnya tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau kemampuan untuk menjadi orang yang bermasyarakat”. Carolina (Hera Dwiyana,2001:18) mengemukakan bahwa ”tingkah laku sosial merupakan gerakan-gerakan yang tampak dari individu pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosial”. Sedangkan menurut Loree (abin Syamsudin, 1997:74) ’perilaku sosial adalah proses individu melatih kepekaan-kepekaan terhadap rangsangan-rangsangan terutama terhadap tuntutan-tuntutan pokok’. 10 Husain Yusuf (1984:64) mengemukakan pendapatnya bahwa “perilaku yang sudah merupakan satu pola yang relatif menetap yang diperlihatkan oleh individu didalam interaksinya dengan orang lain. Istilah interaksi menunjukan pada adanya aksi dan reaksi individu di dalam hubungan interpersonal”. Perilaku sosial bedasarkan pandangan para ahli, dapat diartikan sebagai tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dan ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Interaksi tersebut terdapat proses saling merespon, saling mempengaruhi serta saling menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Individu akan mengembangkan pola respon tertentu yang sifatnya cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat ditampilkan dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Proses sosialisasi yang dilakukan individu tidak terlepas dari satu lingkungan saja melainkan dapat terjadi dalam lingkungan yang beraneka ragam. Baik individu yang termasuk dalam lingkungan sekolah, sosialisasinya juga dilakukan di lingkungan sekolah karena lembaga pendidikan formal tersebut merupakan salah satu lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku sosial siswa. Husain Yusuf (1984:65) mengemukakan bahwa ”perilaku sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial”. Siswa dalam lingkungan sekolahnya akan berhubungan dengan teman sebaya, guru-guru dan segala sesuatu yang menyangkut proses kegiatan belajar mengajar. Sosialisasi yang dilakukan oleh 11 siswa di sekolah akan terlihat dari partisipasi siswa dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Perilaku sosial siswa berprestasi rendah dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau tingkah laku yang ditampilkan oleh individu dalam situasi sosial di sekolah dengan teman sebaya baik secara individual maupun kelompok. 2. Bentuk Perilaku Sosial Sosialisasi yang dilakukan siswa di sekolah disertai pula dengan adanya hubungan interpersonal, baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau hubungan dengan staf sekolah lainnya. Hubungan interpersonal tersebut membuat siswa akan mengembangkan pola respon tertentu dalam bentuk perilaku. Hubungan antara siswa dengan kehidupan di sekolah merupakan suatu keadaan yang perlu diperhatikan oleh para personil sekolah karena hubungan tersebut akan mempengaruhi perilaku sosial yang ditampilkan oleh siswa. Johnson (Husain Yusuf, 1984:76) dalam menjelaskan interaksi mengutip teori Simson yang menyatakan satu perilaku kelompok (a group behavior) dapat ditandai oleh empat variabel, yaitu: intensitas, interaksi, tingkat persahabatan, jumlah kegiatan yang dilakukan, dan jumlah kegiatan yang dipaksakan kepada kelompok oleh lingkungan eksternal. 12 Lindgren dalam Husain Yusuf (1984:75) mengemukakan bahwa : ”Perilaku sosial anak tercermin di dalam sikap dan perasaan yang dapat membawanya kepada tindakan interpersonal yang lebih lanjut. Peristiwa interpersonal dapat dipelajari dari bermacam-macam tindakan yang dilakukan seseorang, yaitu penerimaan (acceptance), penolakan (rejection), agresi, kasih sayang, dan penghindaran (avoidance). Peristiwa interpersonal dapat pula dipelajari dari proses komunikasi dan dari segi kerjasama atau persaingan”. Husain Yusuf (1987:75) mengemukakan bahwa bentuk ”Perilaku sosial siswa di sekolah dapat dilihat berdasarkan tujuh dimensi, yaitu (a) persahabatan, (b) kepemimpinan, (c) sikap keterbukaan, (d) inisiatif sosial, (e) partisipasi dalam kegiatan kelompok, (f) tanggung jawab dalam tugas kelompok dan (g) toleransi terhadap teman”. Ani Insani (1983:14) menuturkan bahwa perilaku sosial siswa disekolah tampak pada kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut : a. Kecenderungan peran sosial dalam kelompok belajar b. Kecenderungan peran sosial dalam menyelesaikan tugas-tugas pribadi c. Kecenderungan peran sosial dalam kegiatan kesiswaan d. Kecenderungan peran sosial dalam pergaulan Berdasarkan pendapat para ahli di atas perilaku sosial siswa di sekolah dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk: a. Kemampuan menjalin hubungan b. Kepemimpinan c. Inisiatif sosial 13 d. Partisipasi dalam kegiatan kelompok e. Tanggung jawab terhadap tugas kelompok f. Toleransi terhadap teman 3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Perilaku sosial seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor eksternal yaitu yang berasal dari pengalaman atau lingkungan maupun faktor internal yaitu potensi yang memang sudah dibawanya sejak lahir. Husain Yusuf (1984:65) mengemukakan bahwa “apa yang telah dipelajari individu dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat, atau pengalamannya dimasa lampau sangat mempengaruhi perilaku sosialnya”. Berikut ini diuraikan beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku sosial yakni keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. a. Keluarga Interaksi dimulai dari dalam keluarga. Peranan orang tua sangat mempengaruhi terhadap proses sosialisasi. Oleh karena itu lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi seorang anak dalam berinteraksi. Husain Yusuf (1984:65) mengemukakan bahwa keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sosial individu. Pada umumnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk 14 membentuk pertumbuhan harga diri, ketaatan dan kebebasan pada anakanaknya, yaitu: 1) Penerimaan anak dengan kasih sayang penuh 2) Penegakan beberapa batas tegas yang tidak boleh dilanggar dalam bertingkah laku 3) Pemberian kebebasan seluas mungkin selama batas-batas yang dimaksud tidak dilanggar oleh anak b. Lingkungan Sekolah Perilaku sosial sebagai seorang siswa dalam lingkungan sekolah merupakan salah satu karateristik siswa. Ani Insani (1983:12) mengartikan perilaku sosial di sekolah sebagai ”aktivitas siswa dalam memainkan peran sosialnya dengan teman sebaya di sekolah”. Seorang siswa yang mampu menampilkan ciri-ciri respon interpersonal secara memadai atau dengan kata lain mampu menampilkan perilaku sosial secara wajar, besar kemungkinan ia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan baik. Dengan kata lain ia akan mampu melihat interpersonalnya secara realistik dengan didasari oleh kesadaran akan diri dan lingkungannya serta tanggung jawab sosialnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Hurlock (1996:260, diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soejarwo) bahwa, ”Anak yang diterima oleh kelompoknya jauh lebih berhasil dalam mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah sebagai kemampuannya 15 daripada anak yang ditolak atau diabaikan oleh anggota kelompoknya. Anak-anak yang diterima oleh teman sebayanya serta berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tidak suka mengacaukan di kelas, sedangkan anak yang ditolak oleh lingkungannya sendiri menunjukan sikap memberontak, bolos, dan suka mengacau”. Sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial bagi siswa mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kepribadian siswa dan pemenuhan kebutuhan sosialnya. Seperti yang dikemukakan oleh Singgih D. Gunarsa (1995:44) bahwa salah satu faktor pembentuk kepribadian anak ialah lingkungan dan teman sebaya. Sejalan dengan pendapat di atas, WA Gerungan (1991:194) mengemukakan, ”...peranan sekolah itu jauh lebih luas. Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan ”pendidikan” pada umumya yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan yang wajar, perangsang potensi-potensi anak, perkembangan kecakapan-kecakapan, belajar kerjasama dengan teman sekelpomok, melaksanakan tuntutantuntutan, dan contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang lain, memperoleh pengajaran...”. c. Lingkungan teman sebaya (Peer Group) Bertambahnya umur anak dengan didorong oleh lingkungan sosialnya, terutama orang tuanya, maka cara berfikir anak semakin maju. Selain itu remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh temanteman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. 16 Elizabeth Hurlock, (1997:28) mengungkapkan bahwa seorang individu untuk dapat lebih menyesuaikan diri dengan tuntutan sosialnya, diperlukan tiga proses sosialisasi. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial (Learning to behave in socially approved ways) yang berarti bahwa dalam kelompok terdapat standar bagi para anggotanya. Individu harus mengetahui perilaku yang diterima oleh anggota kelompoknya. Dalam berkomunikasi misalnya, anak tidak hanya berkata-kata tapi anak dapat berkomunikasi dengan bahasa yang menarik dan dapat dimengerti oleh kelompoknya. 2) Belajar memainkan peran yang dapat diterima (Playing Apporoved Social Rules) yang berarti bahwa setting kelompok memiliki kebiasaan yang telah ditentukan dan disepakati oleh anggotanya. 3) Perkembangan sikap sosial (Development of social Attitude) yang berarti anak dituntut bergaul dengan baik serta harus menyukai orang lain dan aktivitas sosialnya, seperti sikap positif dan atau negatif, perasaan suka dan atau tidak suka terhadap aktivitas sosial. 4. Tipe - Tipe Perilaku Sosial Situasi sosial individu cenderung untuk melakukan interaksi yang saling menguntungkan dan saling memiliki atau menjaga, hal tersebut dinamakan inklusi. Inklusi adalah rasa ikut saling memiliki dalam situasi kelompok. Kebutuhan yang mendasarinya ialah hubungan yang memuaskan dengan orang lain, yang termasuk dalam inklusi bermcam-macam, mulai dari interaksi sampai penarikan atau pengucilan diri sepenuhnya. W.S. Sarlito (2000:149) mengutarakan tipe-tipe perilaku inklusi terdiri dari : a. Perilaku kurang sosial (under social behavior) timbul jika kebutuhan akan inklusi kurang terpenuhi, misalnya sering diacuhkan oleh keluarga sejak kecil. Kecenderungannya, individu ini akan menghindari hubungan dengan orang lain, tidak mau ikut dalam kelompok-kelompok, menjaga 17 jarak antara dirinya dengan orang lain, tidak mau tahu, acuh tak acuh. Dengan kata lain, ada kecenderungan introvert dan menarik diri. b. Perilaku terlalu sosial (over social behavior) psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang sosial, yaitu kebutuhan akan inklusi kurang terpenuhi. Tetapi pernyataan perilakunya sangat berlawanan. Individu yang berperilaku terlalu sosial cenderung memamerkan diri secara berlebihan (exhibitionistic). Individu ini berbicara keras, selalu menarik perhatian orang, memaksakan dirinya untuk diterima dalam kelompok, sering menyebut namanya sendiri, suka mengajukan pertanyaanpertanyaan yang mengagetkan. c. Perilaku sosial (social behavior) adalah perilaku individu yang tidak memiliki masalah dalam hubungan antar peribadi. Berada bersama sengan orang lain atau sendirian bias sama-sama menyenangkan, tergantung pada situasi dan kondisinya. B. Prestasi Akademik 1. Pengertian Prestasi Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi adalah “To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult as well and as quickly as possible” “Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. 18 2. Pengertian Akademik Kata akademik berasal dari bahasa Yunani yakni academos yang berarti sebuah taman umum (plasa) di sebelah barat laut kota Athena. Sesudah itu, kata acadomos berubah menjadi akademik, yaitu semacam tempat perguruan. Para pengikut perguruan tersebut disebut academist, sedangkan perguruan semacam itu disebut academia. Berdasarkan hal ini, inti dari pengertian akademik adalah keadaan orang-orang bisa menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, ilmu pengetahuan, dan sekaligus dapat mengujinya secara jujur, terbuka, dan leluasa (Fadjar, 2002 : 5). Dapat dikatakan, secara umum pengertian akademik berarti proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas atau dunia persekolahan. Kegiatan akademik meliputi tugas-tugas yang dinyatakan dalam program pembelajaran, diskusi, obesrvasi, dan pengerjaan tugas. Dalam satu kegiatan akademik diperhitungkan tidak hanya kegiatan tatap muka yang terjadwal saja tetapi juga kegiatan yang direncanakan (terstruktur) dan yang dilakukan secara mandiri. Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas, prestasi akademik dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar merupakan salah satu bagian dari prestasi akademik karena pengertian akademik sendiri merupakan proses 19 pembelajaran didalamnya yang meliputi kegiatan belajar, pemberian tugas dan evaluasi. 3. Pengertian Prestasi Belajar Belajar merupakan proses psikologis dasar pada diri individu dalam mencapai perkembangan hidupnya. Melalui belajar, individu memperoleh perubahanperubahan dalam dirinya atau kematangan dalam kepribadiannya, baik tyang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun moral spiritual. Sartain (1973: 240) mengartikan belajar sebagai “The Process by wich relatively enduring change in behavior occurs a result of experience or practice.” Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relative tahan lama sebagai hasil dari pengalaman. Witherington (1950: 165) mengartikannya sebagai suatu perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaanpenguasaan pola, respon atau tingkah laku baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan, atau pemahaman. Sumadi (1984: 253) mengemukakan bahwa: “(a) belajar itu membawa perubahan, perilaku baik actual maupun potensial, (b) perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, (c) perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja)”. 20 Nasution (1982: 39) berpendapat bahwa belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Sejalan dengan hal diatas Machr (Sumadi Suryabrata, 1980:85) mengungkapkan empat karakteristik prestasi belajar yaitu : a. Prestasi belajar merupakan perubahan perilaku yang dapat diukur. Pengukuran perubahan perilaku tersebut dapat menggunakan tes prestasi (achievement test) b. Prestasi belajar merupakan hasil perbuatan individu itu sendiri, bukan hasil perbuatan orang lain terhadap indivdu itu. c. Prestasi belajar dapat dievaluasikan tinggi rendahnya berdasarkan atas criteria yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut standar yang dicapai oleh kelompok. Prestasi belajar yang diperoleh para siswa tidak hanya bersifat kognitif intelektual, tapi juga bersifat non kognitif dan non intelektual, yang antara lain diwujudkan dalam bentuk kualitas kepribadian. Sebagaimana pula dikemukakan oleh Abin Syamsudin (1990:143) bahwa hasil belajar individu meliputi aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. 21 S. Nasution (1996:17) mengemukakan prestasi belajar adalah “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” Senada dengan pandangan W.J.S Purwadarrninto ( 1987: 767 ) bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik - baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal - hal yang dikerjakan atau dilakukan “. Berdasarkan hal tersebut, penulis berkesimpulan hahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai manusia secara maksimal dengan hasil yang memuaskan sedangkan prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. Belajar merupakan proses yang berlangsung pada diri individu yang didalamnya terdapat unsur-unsur atau elemen-elemen. Menurut Cronbach (M. Surya 1979:57) ada tujuh elemen dalam proses belajar yaitu: a. Tujuan 22 Perbuatan belajar itu dimulai karena ada tujuan yang ingin dicapai. Hal ini mengandung implikasi bahwa belajar itu akan berlangsung dengan baik, bila belajar atau anak didik menyadari secara jelas tentang tujuan yang akan dicapainya. b. Kesiapan Belajar akan berlangsung secara efisien bila anak didik memilkiki kesiapan, baik kematangan fisik maupun mental. c. Situasi Situasi dapat diartikan sebagai keseluruhan objek atau berbagai kemungkinan yang mempengaruhi tingkah laku individu. Situasi belajar ini perlu diperhatikan, sebab anak didik akan dapat belajar dengan baik bila situasi belajarnya kondusif. d. Interpretasi Interpretasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengarahan perhatian kepada kegiatan-kegiatan situasi, menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman masa lampau, kemudian meramalkan apa yang dapat dilaksanakan atau dilakukan dalam situasi tersebut dalam mencapai tujuan. 23 e. Respons Setelah individu anak didik menafsirkan situasi yang dihadapinya dan melakukan suatu tindakan yang dianggap paling memadai untuk mencapai tujuan. f. Akibat Akibat (konsekuensi) yang dialami individu setelah melakukan tindakan terhadap situasi yang dihadapinya mungkin berhasil (mencapai tujuan yang diharapkan) atau gagal. Jika berhasil, dia akan merasa puas, dan jika gagal dia akan merasa kecewa. g. Reaksi terhadap kegagalan Terdapat berbagai kemungkinan perilaku individu terhadap kegagalan yang dialaminya seperti mengulangi tindakannya dari awal, berdiam diri, dan kompensasi (mencari kepuasan dalam bidang lain) 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap siswa, karena melalui belajar mereka memperoleh pengalaman dari situasi yang dihadapinya. Dengan demikian belajar berhubungan dengan perubahan dalam diri individu sebagai hasil pengalamannya di lingkungan. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi dua macam, diantaranya yaitu faktor yang ada dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berada dari luar diri siswa (faktor ekternal). 24 Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut adalah berbagai karakterisktik yang dimiliki siswa yang mungkin dapat memperlancar atau menghambat siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar diantaranya ialah kecerdasan, bakat, minat, emosi, motivasi, sedangkan yang termasuk faktor ekternal ialah masukan intrumental (instrumental input) yaitu kualifikasi serta kelengkapan belajar, yang terdiri atas guru, metode mengajar, bahan pengajaran, dan enviromental input yang terdiri atas lingkungan sosial, fisik, dan budaya (Abin Syamsuddin, 1990 : 12). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Moh. Surya (1979 : 39 – 40 ) adalah sebagai berikut : a. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisijasmani dan rohani siswa, meliputi dua aspek yakni : 1) Aspek Fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak membekas. 25 2) Aspek Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut : 2.1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungan dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan .menara pengontrol. hampir seluruh aktifitas manusia. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa mak memperoleh sukses. semakin besar peluangnya untuk 26 2.2) Sikap siswa Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,barang,dan sebgainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap merupakan faktor psikologis yang kan mempengaruhi belajar. Dalam hal ini sikap yang akn menunjang belajar seseorang ialah sikap poitif (menerima) terhadap bahan atau pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan tempat dimana ia belajar seperti: kondisi kelas, teman-temannya, sarana pengajaran dan sebagainya. 2.3) Bakat Siswa Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan denikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi 27 sangat cerdas (superior) atau cerdas luar bisa (very superior) disebut juga sebagai gifted, yakni 2.4) Minat siswa Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi seseorang terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualits pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. b. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri dari factor lingkungan dan faktor instrumental sebagai berikut : 1) Faktor-faktor Lingkungan Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: faktor lingkungan alam/non sosial dan faktor lingkungan sosial. Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alami ini ialah seperti: keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat letak gedung sekolah, dan sebagainya. Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan representasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. 2) Faktor-faktor Instrumental Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan 28 mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.Dari semua faktor di atas, dalam penelitian kali ini akan diarahkan pada faktor instrumental yang di dalamnya guru profesional itu akan ditunjukan. Faktor-faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya: Seorang siswa yang conserving terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung mengambil pendekatan yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya seorang siswa yang memiliki kemampun intelegensi yang tinggi (faktor Iternal) dan mendapat dorongan positif dari orang tua atau gurunya (faktor eksternal) akan lebih memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Akibat pengaruh faktor-faktor tersebut di atas muncul siswa-siswa yang berprestasi tinggi, rendah atau gagal sama sekali. Seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor-faktor yang menjadi penghambat proses belajar siswa. 29 1. Faktor Siswa • Kematangan mental dan intelektual • Kematangan fisik dan keterampilan psikomotorik • Faktor-faktor psikologis (minat,motif, sikap, nilainilai, ekpresi, emosional) • Kesehatan, konsep tentang diri pengamatan, situasi, jenis kelamin. 2. Faktor Interaksi Guru dan Siswa • Kognitif • Afeksi • Psikomotorik 3. Faktor Guru • Penguasaan bahan dan pemahaman siswa • Gerak dan daya guru • Faktor psikologis (minat, motif, sikap, nilai-nilai, ekpresi, emosional) Prestasi Belajar 5. Faktor Lingkungan • Fisik • Perlengkapan 4. Faktor Keluarga Siswa • Besarnya keluarga • Struktur dan Sikap • Coheciveness • Kepemimpinannya 6. Faktor Pendorong lainnya • Kondisi siswa sebelumnya • Kondisi sekolah, rumah, tetangga • Kebudayaan, petugas sekolah • Harapan masyarakat, administrasi sekolah Bagan 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar (M. D. Dahlan, 1979:8-9) 30 C. Prestasi Akademik Rendah Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.” Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa. Arif Gunarso (1993 : 77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar, usaha belajar tersebut kemudian akan menunjukan hasil belajar bisa tinggi dan bisa rendah. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun 31 kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifudin Anwar (2005 : 8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi. Pengertian beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasannya prestasi belajar yang rendah tersebut merupakan keberhasilan minimal yang telah dicapai oleh siswa. Seorang siswa akan mendapatkan hasil pretasi yang rendah apabila siswa tersebut tidak melaksanakan usaha belajar yang sebaik mungkin. Faktorfaktor yang memperngaruhi siswa berprestasi rendah, diantaranya adalah : 32 1. Faktor Internal Berprestasi atau tidak, juga dipengaruhi oleh karakteristik anak. Salah satunya penilaian anak terhadap kemampuan yang dimilikinya. Anak yang merasa dirinya mampu, akan berusaha untuk mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan penilaian terhadap kemampuannya. Misalnya, Adi selalu mendapat pujian dari temannya karena jago berhitung. Maka saat mendapat soal yang sulit, ia akan mati-matian memecahkannya. Sebaliknya, anak yang memiliki persepsi atau harga diri yang rendah tidak termotivasi untuk berprestasi tinggi. Faktor lain dalam diri anak adalah, anak yang memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berprestasi, tapi ada juga yang tidak. Dorongan ini bisa berasal dari dalam diri anak, bisa pula dari luar. Misalnya, orangtua selalu memberi hadiah pada saat anak meraih prestasi yang baik, tak perduli ranking satu atau ranking sepuluh. Faktor pendukung lainnya yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri adalah dikarenakan kurangnya fasilitas belajar yang disediakan oleh orang tuanya di rumah sehingga membuat anak tersebut tidak berkeinginan memiliki prestasi yang tinggi. 33 2. Faktor Eksternal Lingkungan rumah selain sekolah juga menjadi penyebab anak berprestasi rendah. Peran orang tua sangat menentukan keberhasilan mereka. Orang tua yang menunjukkan perhatian, dukungan, kesiapan untuk membantu anak, dapat memotivasi anak berhasil di sekolah. Anak dapat berprestasi atau tidak, juga sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam menilai arti penting prestasi sekolah. Orang tua yang kurang menghargai prestasi sekolah tidak akan mendorong anak untuk mencapai hasil yang baik di sekolah. Tetapi, bila orang tua terlalu menuntut anak berprestasi tinggi, juga membuat anak tertekan, tidak bahagia dan ini akan menghambat anak menyerap pelajaran di sekolah. Hubungan ayah dan ibu juga mempengaruhi anak dalam berprestasi. Orang tua yang sering bertengkar dapat menjadikan anak tidak konsentrasi belajar karena merasa tidak nyaman dan tertekan. Pertengkaran orang tua bisa membuat anak stres, belum lagi jika ditambah suasana rumah yang sumpek dan bising. Karena sesunggunya untuk dapat belajar, anak butuh suasana yang nyaman dan tenang. Menurut Armunanto (2004), siswa yang mendapat perhatian dari orangtua akan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan prestasi akademik dari siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa perhatian dan pola 34 asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi akademik seorang anak di sekolah, selain faktor-faktor lain yang mempengaruhi.