MADRASAH: SEJARAH KELAHIRANNYA HINGGA NIZAMIYYAH

advertisement
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015, 43-60
ISSN: 2086-3594
MADRASAH:
SEJARAH KELAHIRANNYA HINGGA NIZAMIYYAH
Erlan Muliadi
Abstrak: Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam awal
yang didirikan oleh Nizam Al Mulk pada masa pemerintahan
Dinasti Saljuq. Madrasah sebagai sebuah institusi yang mampu
mengantarkan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam
dan selanjutnya berkontribusi positif bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia Barat. Dalam sejarah berdirinya madrasah,
terdapat dua teori yang menjelaskan tentang proses transformasi
dari masjid ke madrasah. Teori pertama dari Ahmad Shalaby
menyatakan bahwa proses transformasi madrasah terjadi secara
langsung yaitu dari masjid ke madrasah, sedangkan George
Makdisi menyatakan bahwa transformasi berlangsung melalui
perantara masjid-khan kemudian menjadi madrasah. Terlepas dari
pertentangan proses transformasi madrasah tersebut, dalam
catatan sejarah bahwa madrasah merupakan lembaga par
exellenxe. Madrasah berkembang menjadi sebuah lembaga
pendididkan Islam yang mampu melahirkan tokoh-tokoh muslim
dari zaman dahulu hingga sekarang.
Kata Kunci: Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pendidikan, Madrasah
Pendahuluan
enelusuri jejak historis dari lembaga pendidikan Islam
(madrasah) merupakan hal yang sangat menarik, dan
urgen sehingga latar belakang historis menjadi titik awal
dalam pengembangan madrasah menuju arah yang lebih baik bagi
dunia pendidikan masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah
kemudian menjadi hal yang penting guna mengambil pelajaran,
seperti diungkapkan oleh Donald V. Gawronski dalam Minhaji
bahwa “Sejarah adalah upaya interpretasi terhadap segala sesuatu
M

Jurusan PAI, FITK, IAIN Mataram. Email: [email protected]
Copyright © 2015 el-Hikmah
Tersedia online di http://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/el_hikmah
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
seputar kehidupan manusia dan juga masyarakat, tujuan pokoknya
adalah untuk mengembangkan pemahaman terhadap aktifitas
manusia bukan hanya yang terjadi pada masa lalu tapi juga masa
sekarang (Minhaji, 2010:14).
Madrasah merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang
telah memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dunia
pendidikan Islam pada masa lalu, masa sekarang bahkan masa yang
akan datang. Madrasah sebagai elemen dalam pendidikan dalam
kancah dunia Islam awal, pertengahan dan modern telah mengalami
berbagai macam perkembangan, dari sejak kelahirannya telah
berevolusi dalam berbagai hal, baik institusi, kurikulum maupun
manajemen pengelolaan. Perkembangan madrasah dari masa ke
masa memberikan dampak yang positif bagi kemajuan
perkembangan dunia keislaman di seluruh dunia termasuk juga di
Indonesia.
Namun, dalam catatan sejarah madrasah bukanlah merupakan
lembaga pendidikan awal yang ditelurkan Islam, tercatat bahwa
pendidikan awal umat Islam diselengarakan dalam beberapa tahap
dan mengalami perkembangan sehingga madrasah bisa muncul
sebagai wahana baru penyelenggaraan pendidikan bagi umat Islam,
penyelenggaran pendidikan Islam di masjid merupakan awal dari
tempat bagi pendidikan Islam itu sendiri (Zuziyanti, dkk, 2012:75).
Tercatat dalam berbagai literatur bahwa kuttab, rumah, istana, dan
perpustakaan serta banyak lagi istilah tempat yang digunakan dalam
menyelenggarakan pendidikan Islam pada masa awal.
Mengetahui secara jelas dari sejarah kelahiran hingga pendirian
madrasah Nizamiyyah oleh Nizham Al-Mulk yang dikatakan
sebagai tonggak awal lembaga pendidikan Islam (madrasah)
merupakan hal yang penting dan akan menjadi bagian dari tujuan
ditulisnya makalah ini. Penulisan artikel ini dengan menggali
informasi-informasi dari literatur-literatur yang penulis temukan.
Dan mencoba untuk menganalisa dengan pendekatan sosio-historis
yang artinya penulis mencoba bukan hanya memaparkan sejarah
secara deskriptif akan tetapi juga mencoba untuk melihat kaitan
44
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
kemunculan madrasah ini dengan keadaan masyarakat yang
mengitarinya.
Institusi Pendidikan Islam Pra-madrasah
Dalam catatan sejarah, madrasah merupakan anak kandung dari
lembaga pendidikan yang telah ada pada masa awal Islam, lembaga
pendidikan Islam pada dasarnya telah mulai diperkenalkan oleh
Nabi Muhammad SAW pada awal kelahiran Islam, Nabi
Muhammad SAW menjadikan Masjid sebagai sarana dalam
berbagai aktivitas, berupa dakwah, pendidikan dan ibadah. Begitu
juga ketika Nabi hijrah ke Madinah, Nabi membangun masjid
dalam rangka mendidik umat Islam, dalam tulisan Munir Ud Din
Ahmed, mengatakan bahwa: “Muhammad used sit in his mosque in
Madina to teach his companions” (Ahmed, 1968:115).
Pada perkembangan selanjutnya seiring bertambahnya jumlah
umat Islam dan perkembangan dari ilmu pengetahuan yang pesat,
sehingga masjid tak mampu lagi menampung jumlah umat yang
ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, dan juga masjid secara
fungsi utama sebagai tempat beribadah telah terganggu dengan
halaqah yang dihelat. Fungsi masjid sebagai tempat pendidikan
dalam perkembangannya dipertimbangkan kembali, sehingga
mendorong dibukanya lembaga pendidikan baru. Dalam hal ini,
terdapat
sejumlah
teori
yang
menjelaskan
alasan
dipertimbangkannya kembali masjid sebagai tempat pendidikan,
sehingga terjadi transformasi lembaga pendidikan dari masjid ke
bentuk lainnya, ialah Pertama, kegiatan pendidikan di masjid
dianggap telah mengganggu fungsi utama lembaga itu sebagai
tempat ibadah. Kedua, berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai
akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, timbulnya
orientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagian guru
mulai berfikir untuk mendapatkan rizeki melalui kegiatan
pendidikan (Maksum, 1999:55-56).
Masjid pada dasarnya bukanlah merupakan lembaga tunggal
sebagai wadah diadakannya pendidikan Islam, melainkan terdapat
beberapa tempat dan institusi pendidikan Islam awal, pra klasik
45
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
hingga munculnya penggunaan madrasah secara terminologi untuk
pertama kalinya.
Pada masa Islam awal (zaman Rasullah) selain masjid, institusi
yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar,
membaca, menulis, dan menghafal al-Quran pada zaman Rasulullah
saw dikenal sebagai Darul Arqam ( rumah kediaman sahabat, alArqam bin Abi al-Arqam r.a), sebagai tempat yang digunakan nabi
dalam dakwah menyampaikan risalah Islam, rumah sahabat ini
merupakan tempat dicetaknya generasi awal umat Islam yang
terbukti ketaatannya, pengabdiannya pada Rasulullah dan Allah
SWT. Jika mencermati proses belajar mengajar yang dilakukan pada
masa awal ini (Darul Arqam) berlangsung secara sistematis dan
telah menggariskan tujuannya dengan jelas, yaitu mendidik kader
Islam sehingga output yang dihasilkan merupakan generasi terbaik
umat Islam sepanjang sejarah peradaban dunia, sehingga tak
berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa lembaga pendidikan ini
merupakan lembaga pendidikan fenomenal pertama yang
diselenggarakan umat Islam di kota Mekkah.
Selanjutnya seiring perkembangan jumlah umat Islam, perluasan
wilayah kekuasaan Islam, sesuai dengan kebutuhan dan perubahan
masyarakat muslim maka lembaga pendidikan merupakan suatu
kebutuhan mendasar bagi umat Islam itu sendiri. Perkembangan
dan kebutuhan masyarakat ditandai oleh :
1. Perkembangan ilmu, kaum muslimin pada awalnya
membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya,
begitu juga membutuhkan keterampilan membaca dan menulis.
Ibn Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan Islam,
orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya
berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki. Pada masa Umawi,
masyarakat muslim telah banyak memerhatikan al-‘ilm alnaqliyah, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an alKarim yang meliputi: al-Tafsir, al-Qira’at, al-Hadits dan ushul
fiqh, dan Ulum al-Lisaniyah seperti ‘ilmlughah, ‘ilm an-nahw, ‘ilm alBayan, dan al-Adab. Pada masa Abbasiyah sangat mungkin
masyarakat muslim mulai berhubungan dengan al-‘ulum
46
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
al’Aqliyah atau ilmu kealaman, seperti kedokteran, filsafat, dan
matematika.
2. Perkembangan kebutuhan, pada masa awal, yang menjadi
kebutuhan utama ialah mendakwahkan Islam. Karena itu,
sasaran pun pada mulanya ditujukan pada orang-orang dewasa.
Ketika keadaan semakin baik, penganut Islam semakin banyak
dan kuat, terdapatlah kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
lebih maju, termasuk mempersiapkan pegawai. (Nizar (ed),
2009:131-132)
Beberapa hal di atas menunjukkan akan pentingnya mendirikan
sebuah lembaga pendidikan sebagai gerbong menuju
perkembangan Islam dan peradaban Islamyang maju. Pendirian
lembaga pendidikan ini juga dinilai penting karena penyebaran
agama, perluasan wilayah dengan pembentukan negara dan
dinamika masyarakat yang terus berubah—beberapa latar belakang
pendirian lembaga pendidikan Islam disampaikan Prof. Machasin
dalam perkuliahan Sejarah Sosial dan kelembagaan Pendidikan
Islam pada tanggal 6 Oktober 2012.
Lembaga pendidikan Islam pra madrasah dalam dunia Islam
tercatat sangat bervariatif seiring perkembangan Islam, lembaga
pendidikan Islam masa klasik tersebut antara lain :
1. Suffah
Pada masa Rasulullah saw, shuffah adalah suatu tempat yang
telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini
menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka
yang tergolong miskin
2. Kuttab/maktab
Tempat untuk menulis, atau tempat di mana dilangsungkan
kegiatan tulis-menulis
3. Majlis
Istilah majlis dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama
Islam. Mulanya merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanan
belajar mengajar. Pada perkembangan selanjutnya majlis berarti
sesi di mana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung
4. Halaqah
47
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
5.
6.
7.
8.
48
Halaqah artinya lingkaran. Proses pembelajaran yang dilakukan
dengan cara para santri duduk mengitari/mengelilingi gurunya
(Rahman, 1984:264). Kegiatan halaqah ini biasanya dilakukan
dimasjid atau di rumah-rumah.
Masjid
Dalam sejarah Islam, masjid memiliki fungsi sebagai tempat
berlangsungnya proses belajar mengajar dari zaman nabi saw
sampai tahap Islamberikutnya.
Khan
Khan merupakan sebuah bangunan yang didirikan di samping
masjid, sebagai tempat penginapan bagi para pelajar yang datang
dari berbagai kota. Selain itu, khan juga dijadikan sebagai
tempat belajar. Khan ini dibangun ketika masjid sebagai tempat
beribadah menjadi terganngu dengan adanya kegiatan
pembelajaran diseputarnya.
Ribath
Dalam kaitannya dengan pendidikan, ribath berarti tempat
kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi, biasanya ribath dihuni oleh sejumlah orang miskin
yang secara bersama-sama menjalankan aktivitas keilmuan
disamping melakukan praktik-praktik sufistik.
Rumah-rumah Ulama
Pada masa awal perkembaangan Islam, Nabi SAW
menyampaikan risalah Islam dirumah beliau sendiri dan juga
dirumah para sahabat, ada beberapa alasan mengapa rumah
ulama sebagai alternatif lembaga pendidikan antara lain: Pertama,
alasan keamanan seperti terjadi pada masa Nabi saw
menyampaikan dakwah Islam secara sembunyi-sembunyi, kedua,
munculnya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan umum,
dimana muncul kecenderungan untuk memusuhi bahkan
melarang pengetahuan umum diajarkan lembaga pendidikan
yang terbuka. Ketiga, ketika lembaga-lembaga pendidikan
diintervensi oleh penguasa, sehingga bagi ulama yang berbeda
faham keagamaan dan politik tidak diperkenankan mengajar di
lembaga-lembaga pendidikan terbuka.
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
9. Perpustakaan
Dalam sejarah Islam masa klasik, perpustakaan bukan hanya
merupakan tempat kumpulan buku, tetapi juga berfungsi
sebagai tempat atau sarana belajar, saling tukar-menukar
informasi, dan berdiskusi bagi para guru dan ilmuan. Selain itu
juga, di perpustakaan dilakukan aktivitas penterjemahan,
penulisan naskah, dan penjilidan.
10. Obsevatorium dan Rumah Sakit
Sebagimana perpustakaan, Obsevatorium juga difungsikan
sebagai lembaga pendidikan atau sebagai tempat untuk
transmisi ilmu pengetahuan. Di Obsevatorium ini sering
diadakan kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
Mehdi Nakosteen (1964:45) memberikan gambaran beberapa
jenis pendidikan Islam awal yang ada di dunia muslim, yaitu:
Organization of Muslim Education, 750-1350
Known as maktabs
Known as
1) Bait al-Hikams (house of
or kuttabs (writing
1) Mosque schools
wisdom)
schools)
(masjid)
2) Bookshops as centers of
2) Mosque circles
research
(halaqa)
3) Literary salons as center of
3) Madrasahs,
exchange of views and
outside of
disputation of issues
mosque, offering
both secondary
and college
disilines
5 or 6 to 14
To 18 or above
University education and
elementary
Secondary-college
post-university education
mostly outside the
The transition from
1) Public libraries, semimosque in shops or secondary to college
public libraries, and
tutors’ house
was flexible and
private libraries in home
based upon
of scholars, as center of
individual initiative
reserach and scholarship
2) Higer education also was
carried on in some
mosques exclusively, such
as Al-Azhar
49
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
Beberapa catatan tentang lembaga pendidikan Islam di atas
memberikan kita gambaran akan varian lembaga yang ada dan
berkembang di dunia muslim era awal, dan sekali lagi menjadi
indikasi akan perhatian besar umat Islam pada ilmu pengetahuan,
sehingga dalam catatan sejarah era golden age merupakan era yang
layak dicapai umat Islam karena besarnya perhatian, penghargaan
dan antusiasme kaum muslim terhadap ilmu pengetahuan.
Sejarah Berdirinya Madrasah
Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai
bentuk dan variasi seperti yang digambarkan diatas, di samping
lembaga yang bersifat umum seperti masjid dan lembaga-lembaga
lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya, secara umum, pada
abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan Islam
Disebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai berikut:
sistem pendidikan Mu’tazilah, sistem pendidikan Ikhwan al-Safa’.
Sistem pendidikan bercorak fiqih, sistem pendidikan bercorak
tasawuf dan sistem pendidikan bercorak filsafat (Shalaby, 1954:1).
Ahli lain menyebutkan bahwa institusi yang digunakan oleh
masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Falasuf menggunakan: Daral-Hikmah, al-Muntadiyat, Hawanit, dan
Warraq’in
2. Mutasawwif menggunakan: al-Zawaya, al-Ribat, al-Masajid dan
halaqat al-Dzikr
3. Syi’iyyin menggunakan: Dar al-Hikmah, al-Masajid, Pertemuan
Rahasia
4. Mutakallimin menggunakan:al-masajid, al-maktabat, Hawanit, alWarraqin, dan al-Muntadiyat
5. Fuqaha (ahli Hadits): al-Katatib, al-Madaris, al-masajid. (Hassan,
1988:16)
Dalam sejarah Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat
pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifat khas. Ahmad Shalaby
menyebutkan tempat-tempat itu. Ia membagi institusi-institusi
pendidikan Islam tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
sebelum madrasah dan sesudah madrasah (Maksum, 1999:52).
50
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
Madrasah dengan demikian dianggap tonggak baru dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam. Madrasah yang dimaksud ialah
madrasah yang dibangun oleh Nizam al-Mulk, namun yang perlu
diingat bahwa sekalipun madrasah mulai berkembang institusiinstitusi sebelum madrasah itu tetap digunakan sesuai sifat
tradisionalnya sekalipun jumlah dan peminatnya sedikit.
Dalam berbagai literatur juga, kita menemukan bahwa madrasah
terkenal yang dibangun oleh umat Islam yaitu madrasah Nizamiyah
dibawah komando Nizam Al Mulk pada tahun 459 H, yang
menjadi tonggak awal sejarah madrasah di dunia. Akan tetapi
Madrasah Nizamiyah ini pada dasarnya bukanlah merupakan
madrasah pertama yang didirikan, tercatat dalam literatur bahwa
sebelum pendirian madrasah Nizamiyyah ini, telah terdapat
madrasah
Baihaqiyah yang didirikan di Nisapur, madrasah
Sa’diyyah dan Madrasah di Khurasan yang dibangun 165 tahun
sebelum madrasah Nizamiyah didirikan (Habib dalam Suwito,
2008:215; lihat juga Quraishi, 1983:26-27).
Madrasah Nizamiyah menjadi madrasah pertama yang sangat
terkenal dan beberapa sejarawan juga menyebutnya sebagai
madrasah yang pertama kali dibangun, ini didasarkan pada Nizam
al Mulk merupakan orang yang sangat berjasa dalam membangun
jaringan lembaga pendidikan besar yang bernama madrasah.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh madrasah Nizamiyah ini juga
melampui dari madrasah-madrasah yang dibangun sebelumnya.
Ahmad Shalaby, misalnya menjadikan pendirian Madrasah
Nizamiyyah ini sebagai pembatas, untuk membedakan dengan era
pendidikan sebelumnya (Maksum, 1999:61; Lihat juga Bayard,
1962:19). Era baru itu ialah pada adanya ketentuan-ketentuan yang
jelas dalam komponen-komponen pendidikan.Nizam al-Mulk
bukan orang pertama mendirikan madrasah, akan tetapi, ia telah
berjasa membesarkan nama lembaga pendidikan madrasah, dan dari
skala usaha, ia adalah orang pertama yang membangun jaringan
lembaga pendidikan yang besar yang bernama madrasah.
Menurut ahli sejarah Islam Lainnya, bahwa Nizam al-Mulk
adalah orang yang mula-mula mendirikan madrasah dalam Islam,
51
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
karena pada masa sebelum Nizam al-Mulk adalah pengajaran
Agama diberikan di masjid-masjid, bukan di gedung-gedung
madrasah, seperti yang dilakukan oleh Nizam al-Mulk. Sedangkan
BaitulHikmah di Baghdad dan Darul Ilmi di Kairo adalah gedung
perpustakaan, bukan gedung madrasah. Hanya gedung
perpustakaan pada masa itu bukan saja tempat membaca tetapi juga
tempat belajar dan berdebat dalam berbagai macam masalah dan
berbagai macam ilmu pengetahuan (Hanifi, 1962:174-175). Oleh
karena itu setengah ahli sejarah menamakan BaitulHikmah di
Baghdad dan DarulIlmi (Darul Hikmah) di Kairo itu adalah
perpustakaan.
Seperti dijelaskan diatas bahwa transformasi kelembagaan
pendidikan Islam mengalami beberapa fase perkembangan sebelum
term madrasah menjadi lembaga pendidikan yang digunakan oleh
lembaga pendidikan Islamdidunia. Secara garis besar terdapat dua
teori yang mengungkapkan transformasi lembaga pendidikan Islam
(masjid) ke madrasah, yaitu teori yang dinyatakan George Makdisi
dan Ahmad Shalaby.
George Makdisi mengungkapkan bahwa transformasi masjid ke
madrasah terjadi secara tidak langsung, dengan perantara, Makdisi
mengajukan teori bahwa asal muasal pertumbuhan madrasah
merupakan hasil dari tiga tahap, yaitu: tahap masjid, tahap masjidkhan dan tahap madrasah. Tahap masjid berlangsung sekitar abad
ke delapan dan sembilan, masjid yang dimaksud bukanlah masjid
yang digunakan untuk shalat jumat untuk seluruh kota (masjid
Jami’) akan tetapi masjid biasa yang di samping untuk shalat juga
sebagai majlis ta’lim. Tahap kedua adalah lembaga masjid-khan
yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan khan (asrama,
pemondokan) yang masih bergandengan dengan masjid, dan
setelah dua perkembangan tadi kemudian muncullah madrasah
yang khusus diperuntukkan sebagai lembaga pendidikan (Makdisi,
1991:1-56).
Berbeda dengan Makdisi, Ahmad Shalaby mengatakan
transformasi ini secara langsung tanpa perantara. Ahmad Shalaby
menjelaskan bahwa perkembangan masjid ke madrasah terjadi
52
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
secara langsung, karena perkembangan madrasah merupakan
konsekuensi logis dari perkembangan dan semakin ramainya
kegiatan pengajian yang diadakan di masjid sehingga mengganggu
ketentraman dalam beribadah di masjid (Shalaby, 1954:55).
Dua pendapat di atas terlihat agak berbeda, namun pada
dasarnya memiliki kesamaan secara implisit, perbedaan hanyalah
pada rincian pentahapannya, Ahmad Shalaby menyatakan
perubahan secara langsung, dari masjid yang telah mengalami
modifikasi, yang telah dilengkapi dengan serambi-serambi belajar
dan tempat-tempat pemondokan. Gambaran ini menyerupai apa
yang dimaksud oleh Makdisi sebagai masjid-khan.
Madrasah Nizamiyyah
Sebagai tonggak sejarah baru dalam lembaga pendidikan Islam,
madrasah Nizamiyyah menjadi hal yang penting untuk dikaji, di
samping merupakan pembatas dari lembaga pendidikan Islam
seperti yang diungkapkan Ahmad Shalaby, madrasah Nizamiyyah
adalah merupakan lembaga yang menjadi sentral pengembangan
keilmuan Islam pada masa itu.
Sebagai suatu ide, madrasah khususnya madrasah Nizamiyah
mempunyai pengaruh yang monumental dalam tradisi keilmuan
masyarakat dunia Islam khususnya, tradisi madrasah juga secara
historis memberikan dampak yang signifikan terhadap tradisi
akademik Barat—dalam berbagai tempat dalam bukunya, Makdisi
memberikan penjelasan bahwa bagaimana pengaruh yang
ditularkan madrasah Nizamiyah kepada keilmuan Barat (Baca juga
pernyataan Mehdi Nakosteen, [2003:50]).
Latar belakang berdirinya madrasah Nizamiyah
Sebelum mendirikan madrasah, seperti yang dijelaskan di atas
bahwa kaum muslimin mengenal berbagai macam lembaga
pendidikan Islam yang variatif. Kemunculan madrasah sebagai
model lembaga pendidikan baru dalam dunia Islam, tak terlepas
dari kekuasaan dunia Islampada masa Dinasti Saljuq.
53
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
Penggagas berdirinya madrasah ini adalah seorang wazir
terkenal Dinasti Saljuq yang bernama Nizam al-Mulk (465-485 H),
ia menjadi wazir pada masa pemerintahan Sultan Alb Arsalan dan
Sultan Malik Syah (Hitti, 2002:607-608).
Madrasah Nizamiyyah ini didirikan dekat pinggir sungai Dijlah,
di tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad, mulai dibangun pada
tahun 457 H/1065 M dan selesai pada tahun 459 H. Madrasah ini
tetap hidup sampai pertengahan abad keempat belas Miladi, yaitu
ketika dikunjungi oleh Ibnu Bathuthah (al-Jumbulati, Al-Tuwaanisi,
1994:31).
Madrasah-madrasah Nizam al-Mulk ini termasyhur di seluruh
penjuru dunia. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan
madrasah yang besar. Diantaranya di Baghdad, Balkh, Naisapur,
Harat, Ashfahan, Basran, Marw, Mausul, dan lain-lain. Bahkan pada
tiap-tiap kota diseluruh Irak dan Khurasan ada satu madrasah.
Madrasah-madrasah Nizamiyyah itu dapat disamakan dengan
fakultas-fakultas masa sekarang ini, karena mengingat guru-guru
yang menjadi pengajar adalah ulama-ulama kelas wahid dalam
catatan sejarah tokoh dunia Islam, diantara guru-guru tersebut
ialah:
a. Abu Ishak As-Syirazi (wafat 476 H=1083 M)
b. Abu Nashr As-Shabbagh (477 H=1084 M)
c. Abul Qasim Al’Alawi (482 H=1089)
d. Abu Abdullah Al Thabari (495 H=1101 M)
e. Abu Hamid Al-Ghazali (505 H =1111 M)
f. Radliyud-Din Al-Qazwaini (575 H=1179 M)
g. Al-Firuzabadi (817 H=1414 M) dan lain-lain. (Yunus, 1990:7374)
Madrasah Nizamiyyah berada pada wilayah otoritas dari Dinasti
Saljuq. Dinasti Saljuq sendiri memiliki kekuasaan yang sangat luas,
masyarakat yang berada pada wilayah kekuasaan, tentunya dengan
jumlah yang besar disamping juga memiliki latar belakang agama,
suku bangsa, sosial dan budaya yang berbeda, bentangan kekuasaan
yang luas dan masyarakat yang multikultural inilah yang kiranya
menjadi salah satu faktor dari berbagai macam faktor pendirian
54
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
madrasah sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan.
Seperti yang penulis jelaskan di atas mengutip pendapat pakar
sejarah pendidikan Islam bahwa pendirian madrasah ini merupakan
konsekuensi logis dari pertambahan jumlah murid atau peserta
didik pada masa pertumbuhan dan perkembangan dunia Islam,
oleh karena itu, pendidikan sejatinya harus mengalami
perkembangan yang pada awal cenderung berorientasi individual
menjadi massal.
Akan tetapi, di samping motifasi kependidikan, juga kita tidak
bisa pungkiri bahwa pendirian madrasah ini juga memiliki
kepentingan politik dari Dinasti Saljuq sendiri. Dinasti Buwaihi
yang menguasai kekhalifahan Bani Abbasiyah saat itu, yang
kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Saljuqyang notabenenya
menganut aliran keagamaan syi’i, sedangkan Dinasti Saljuq sendiri
menganut aliran Sunni.
Aliran Sunni dan Syi’i memiliki doktrin atau ideologi pilitik yang
berbeda, sehingga apabila ingin menghilangkan pengaruh yang
ditinggalkan oleh Dinasti Buwaihi yang ada di tengah-tengah
masyarakat, maka untuk mengatasinya, Dinsati Saljuq melakukan
propaganda yang salah satunya dengan pendirian madrasah
Nizamiyyah ini, sebagai contoh, Universitas Nizamiyyah di
Baghdad didirikan untuk menandingi Universitas al-Azhar di Kairo
yang dikuasai Dinasti Fatimiyyah yang beraliran Syi’ah (Suwito,
2008:152).
Dari uraian di atas, maka tampak bahwa pendirian madrasah
Nizamiyyah pada masa Dinasti Saljuq ini sarat dengan kepentingan
pemerintah. Kepentingan ideologis-politik penguasa tampaknya
dominan di samping kepentingan kependidikan agama dan
kepentingan pribadi dari penguasa saat itu.
George Makdisi dalam tulisannya memberikan gambaran
tentang motivasi Nizam al-Mulk lebih memilih pendirian madrasah
daripada lembaga lainnya untuk tujuan ideologis-politik, Makdisi
menjelaskan (Penulis ringkas sedikit):
55
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
“Why did Nizam al-mulk choose to endow a network of madrasas rater than a network
of masjids?.....,the answer is seems to me, is that the madrasa alone, already in exsitence
as an institution, could answer his particular need. He founded his network of madrasa
to implement his political-polices throughout the vast lands of the empire under his way.
The institution which could be lend itself to such use had to be one which could be
established without ties of an official religious nature, such as to bring it under the
jurisdiction of the caliph, as in the jami’ where the caliph was the final appointing
authority, or in the masjid where the imam was responsible to the caliph, or even in a
madrasa whose administrative committee represented the community of the local school of
law. To manipulate a cathedral mosque or mosque-college was out of question . therefore
the institution Nizam choose as an instrument of his policies was one whose
administration could be kept outside the reach of the caliph’s authority, an authority
which had its place the public opinion of the times”. (Makdisi, 1991:51)
(Mengapa Nizam al Mulk lebih memilih mendirikan madrasah dari pada
masjid? ... menurutku, jawabannya ialah dengan adanya madrasah itu
sendiri, keberadaannya sebagai sebuah institusi siap untuk memenuhi
kebutuhan atau tujuan tertentu. Dia membangun madrasah untuk
mempertahankan hegemoni kekuasan dan kepentingan politik -ideologi.
Lembaga itu sendiri merupakan salah satu tempat yang tepat untuk
menerapkan hal tersebut (politik-ideologi) sehingga mampu meredam
gejolak paham keagamaan lain (syiah), untuk menundukkan paham tersebut
tunduk pada kekuasaan khalifah, seperti didalam masjid imam bertanggung
jawab penuh terhadap khalifah, atau juga seperti di madrasah yang
merepresentasikan kelompok tersebut sebagai wadah sekolah hukum.
Untuk menjadikan masjidjami dan masjidyang didalamnya dihelat
pendidikan tidak berkembang, untuk ituNizam memilih cara untuk
menyebarkan paham keagamaannya yaitu pendirian sebuah institusi selain
masjid pada saat itu, sehingga dengan wadah itu ideologinya dapat tersebar
dimasyarakat pada masa itu.)
Materi Pendidikan Madrasah Nizamiyah
Madrasah Nizamiyyah yang dibangun atas beberapa motifasi
dan kepentingan yang mengitarinya berimbas pada materi
pendidikan yang diajarkan didalamnya, madrasah Nizamiyyah yang
dijadikan alat propaganda oleh Bani Saljuq dalam menekan
pengaruh aliran keagamaan syi’ah dan dalam rangka menyebarkan
aliran Sunni diseluruh wilayah kekuasaan dinasti Bani Saljuq.
Untuk memuluskan kepentingan yang diemban oleh institusi
ini, maka Bani Saljuq memasukkan materi keagamaan Sunni didalam
56
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
rangkaian kurikulum madrasah Nizamiyyah. Sehingga cukup
beralasan mengapa materi keagamaan cukup mendominasi dalam
“salah satu aspek kurikulum” madrasah pada saat itu—penyebutan
salah satu aspek kurikulum, karena kurikulum bukan hanya daftar
mata pelajaran (materi) an sich. Kurikulum itu berisi tujuan, isi,
cara/metode dan evaluasi (materi kuliah yang disampaikan Prof.
Dr. Sutrisno: UIN Sunan kalijaga, 13/10/2012).
Yang lebih penting lagi, karena pemilihan materi pelajaran
memiliki kaitan dengan tujuan politis, atau tujuan-tujuan sektarian,
maka tekhnik penyampaiannya pun cenderung tertutup dan bersifat
indoktrinasi. Ideologisasi dari materi-materi pelajaran tidak
memberikan kesempatan untuk mengembangkan cara berpikir
bebas, lebih jauh lagi keterlibatan penguasa ini juga menyangkut
metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar, metode
yang dominan digunakan adalah metode iqra (ceramah) dan imla
(dikte), dan proses belajar mengajar hanya terbatas pada menghafal,
membaca dan mengulang ucapan orang-orang sebelumnya, tanpa
tambahan dan pembaharuan (Maksum, 1999: 72-74).
Menurut Basy’ar Awad dalam Suwito, bahwa bukti dominasi
ilmu-ilmu keagamaan dalam madrasah dibuktikan dari dokumen
wakaf madrasah Nizamiyyah, yakni :
a. Nizamiyyah merupakan wakaf yang disediakan untuk
kepentingan penganut madzhab Syafi;i dalam fiqih dan ushul
fiqh
b. Harta benda yang diwakafkankepada Nizamiyyah adalah untuk
kepentingan penganut mazhab Syafi.i dalam fiqih dan ushul
fiqh.
c. Pejabat-pejabat utama Nizamiyyah harus bermadzhab Syafi’i
dalam fiqh dan ushul fiqh; ini mencakup mudarris, wa’idh dan
pustakawan
d. Nizamiyyah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bidang
kajian al-Qur’an
e. Nizamiyyah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bahasa
arab, dan
57
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
f. Setiap staf menerima bagian tertentu dari penghasilan yang
diperoleh dari harta wakaf Nizamiyyah. (Suwito, 2008:155)
Menurut Mahmud Yunus, rencana pengajaran di madrasah
Nizamiyyah pada saat itu tidak diketahui dengan jelas, namun bisa
dikatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizamiyyah pada saat itu
didominasi oleh ilmu-ilmu keagamaan atau ilmu-ilmu syari’ah.
Bukti-buktinya adalah:
a. Tidak ada seorang ahli sejarah yang mengatakan bahwa di
antara materi pelajaran yang diajarkan di madrasah Nizamiyyah
adalah ilmu kedokteran, ilmu falak, dan ilmu passti. Tetapi
mereka hanya menyebutkan bahwa di antara materi
pelajarannya adalah nahwu, ilmu kalam, dan ilmu fiqh.
b. Guru-guru yang mengajar di madrasah Nizamiyyah adalah
ulama syari’ah seperti: Abu Ishaq al-Syarazi, al-Ghazali, alQazwaini, ibn al-Jauzi dan lain-lain. Tidak dikatakan bahwa di
sana juga ada guru filsafat. Maka madrasah Nizamiyyah itu
adalah madrasah syari’ah bukan madrasah filsafat.
c. Pendiri madrasah Nizamiyyah itu bukanlah orang yang
membela filsafat dan bukan pula orang yang membantu
pembebasan filsafat
d. Zaman berdirinya madrasah Nizamiyyah bukanlah zaman
keemasan filsafat melainkan zaman penindasan terhadap
filsafat. (Yunus, 1990:75)
Catatan Akhir
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lembaga
pendidikan Islam sejak masa Rasulullah sampai saat ini nampak
sangat variatif. Hal ini tidak lepas dari faktor perkembangan
peradaban maupun kebutuhan manusia. Semangat untuk dapat
membaca dan menulis merupakan kekuatan lembaga pendidikan
Islam pra madrasah untuk berkembang lebih pesat. Selain itu
aktifitas menulis beserta hasil tulisannya juga menjadi sumbangan
tersendiri bagi kemajuan lembaga pendidikan era ini.
Di awal perkembangannya, meskipun telah banyak lembaga
pendidikan yang berbeda-beda, namun lembaga pendidikan Islam
58
El-HiKMAH, Vol. 9, No. 2, Desember 2015
ini belum menampakkan diri sebagai sebuah sistem yang
terorganisir dengan rapi. Lembaga pendidikan Islam baru benarbenar nampak ketika lahirnya Madrasah Nizamiyyah yang
dipelopori oleh Nizam al Mulk.
Dua ahli sejarah pendidikan Islam menyatakan transformasi
Masjid ke madrasah yaitu tanpa perantara atau secara langsung oleh
Ahmad Shalaby dan George Makdisi menyatakan bahwa
transformasi masjid ini melalui perantara yaitu dari masjid, masjidkhan kemudian madrasah.
Lahirnya lembaga madrasah yang menjadi pembeda dari
pendidikan pra madrasah dan pasca madrasah (Madrasah
Nizamiyyah) secara resmi tidak semata-mata didorong oleh
kebutuhan ilmu pengetahuan di masa itu, namun juga dicampuri
oleh kepentingan politik para penguasa. Maka tidak mengherankan
jika sampai saat ini pendidikan juga seringkali dipolitisi, sebab sejak
awal perkembangannya hal ini pun memang telah banyak dilakukan
oleh para penguasa.
Daftar Pustaka
Ahmad Shalaby, History Of muslim Education, Beirut: Dar AlKashshaf, 1954.
Akh. Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, Yogyakarta: Suka
Press, 2010.
Ali al-Jumbulati & Abdul F. Al-Tuwaanisi, Dirasatun Muqaaranatun
fit-Tarbiyatil Islamiyyah, terj. Arifin. Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Times, Washington, D.C
: The Middle East Institute, 1962.
Erlan Muliadi, Sejarah Peradaban Islam. Jember: Bina Insan, 2012.
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin. Bandung: Penerbit Pustaka,
1984.
George makdisi, Religion, Law and Learning in Classical Islam, USA:
Variorum, 1991.
59
Madrasah: Sejarah Kelahirannya… (Fitriatunnisa)
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung,
1990
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos,
1999.
Manzoor A. Hanifi, A Survey Of Muslim Institutions And Culture, New
Delhi: Kalan Mahal, 1962
Mansoor A. Quraishi, Some Aspects of Muslim Education, Lahore:
Universal Books, 1983.
Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins Of Western Education.
Colorado: University Of Colorado Press, 1964.
,Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis
Abad Keemasan Islam, terj. Joko. Surabaya: Risalah Gusti, 2003.
Muhammad Hassan, Madaris al-Tarbiyah fi al-Hadarah al-Islamiyah,
Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1988.
Munir Ud Din Ahmed, Muslim Education and the Scholars’ Social
Status, Zurich: Dar Islam, 1968.
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, terj. Cecep Lukman dan Dedi
S. Riyadi. Jakarta: Serambi, 2002
Samsul Nizar & M. Syaifudin, Isu-Isu Kontemporer Tentang Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Pendidikan
Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.
60
Download