pengembangan produk perikanan sebagai strategi memperluas

advertisement
7
PERBANDINGAN DAN PERUBAHAN
Bab ini berisi dua tahap SSM yaitu hasil tahap lima: perbandingan model
konseptual dan dunia nyata, dan hasil tahap enam: menentukan perubahan yang
diinginkan. Ilustrasi untuk tahap lima, dan enam pengelolaan diskusi dan tindakan
model konseptual dapat dilihat pada Tabel 26, 27, 28, 29, 30, dan 31 beserta
narasi yang mengikutinya.
7.1
Perbandingan Model Konseptual dan Dunia Nyata
Tahap lima dilakukan perbandingan antara model konseptual dengan
theoretical framework yang sesuai dengan research interest dan problem solving
interest. Yang dimaksud membandingkan di sini adalah menggunakan model
konseptual yang sudah dibuat untuk membahas situasi problematis dunia nyata.
Checkland dan Poulter (2006) mengingatkan bahwa tahap ini bukanlah
dimaksudkan untuk menilai kekurangan situasi problematik dunia nyata
dibandingkan dengan model konseptual yang “sempurna”. Jadi, model konseptual
merupakan alat buatan yang didasarkan pada sebuah sudut pandang murni
sementara dunia nyata diwarnai oleh beraneka ragam sudut pandang bahkan di
dalam diri satu orang yang terus mengalami perubahan, baik perubahan lambat
maupun perubahan cepat.
Model konseptual yang berisi aktivitas-aktivitas logis yang telah dibuat
kemudian akan dilakukan perbandingan atau comparison. Perbandingan dilakukan
bukan hanya untuk mempertemukan antara aktivitas logis dengan kenyataan di
real world. Perbandingan seperti itu sifatnya adalah melakukan penelitian untuk
menyelesaikan masalah atau problem solving, sehingga tabel untuk problem
solving berisi adakah aktivitas tersebut di real world, bagaimana ukuran kinerja
dan bagaimana penyelesaian masalah.
184
Tabel 26 Pembentukan Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
Mengumpulkan data dan
bahan
-
2
Konsultasi publik
-
3
Menyusun draft/
rancangan awal
-
4
Membahas draft
-
5
Menyempurnakan draft
-
6
Mengajukan rancangan
draft SK
-
7
Menetapkan SK Bupati
-
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
Melalui pembentukan
Sekretariat/Tim Pokja
Pengembangan UKM dengan
tugas, pokok, dan fungsi
masing-masing di bidangnya,
diharapkan masalah
pengorganisasian yang terjadi
pada UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu akan
terselesaikan. Sehingga akan
menghasilkan:
 Keterpaduan program,
kegiatan, dan anggaran antar
organisasi berjalan dengan
baik di bawah koordinator
satu pintu yaitu Sekretariat/
Tim Pokja Pengembangan
UKM
 Pembinaan secara
keseluruhan yang efisien,
efektif, dan terkoordinasi
dengan baik dalam
mengembangkan UKM
Hal ini juga memperkuat
pendapat:
 Bromley (1989) yang
mengemukakan fondasi
konseptual dari kebijakan
publik
 Huseini dan Lubis (2009),
Thoha (2002) tentang
organisasi
Saat ini organisasi/instansi yang memiliki program pengembangan UKM
sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yaitu pemerintah
pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perdagangan;
Kementerian Industri; Kementerian Koperasi dan UKM; Kementerian Pekerjaan
Umum), pemerintah daerah (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat;
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu; Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu; Dinas Bina Marga
Kabupaten Indramayu; Bank Indonesia Cabang Indramayu, dan lain-lain),
185
lembaga swasta (PT. Pertamina Balongan Kabupaten Indramayu, Bank
Perkreditan Rakyat, dan lain-lain) yang di dalam cakupan kerjanya antara lain
memiliki tugas dan kewenangan membina UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan program dan kegiatan di lapangan
seringkali antar instansi/organisasi menimbulkan tumpang tindih pembinaan
maupun pemberian bantuan sarana dan prasarana yang tidak tepat dan efektif.
Kondisi tersebut, boleh jadi malah menambah beban bagi UKM.
Pembentukan Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM dengan tugas,
pokok,
dan
fungsi
masing-masing
di
bidangnya,
diharapkan
masalah
pengorganisasian pada tataran makro akan dapat diselesaikan sehingga akan
menghasilkan:

Keterpaduan program, kegiatan, dan anggaran antar organisasi berjalan
dengan baik di bawah koordinator satu pintu yaitu Sekretariat/Tim Pokja
Pengembangan UKM

Pembinaan maupun pemberian bantuan sarana dan prasarana yang efisien,
efektif, dan terkoordinasi dengan baik dalam rangka pengembangan UKM
sentra industrii pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
Hal ini juga memperkuat pendapat Huseini dan Lubis (2009) bahwa yang
dimaksud dengan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok
manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota
organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu
kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas,
sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
Menurut Blake dan Mounton, diacu dalam Thoha (2002) pengertian
organisasi dengan mengenalkan adanya tujuh unsur yang melekat pada organisasi
yaitu (1) organisasi senantiasa mempunyai tujuan, (2) organisasi mempunyai
kerangka/struktur, (3) organisasi mempunyai sumber keuangan, (4) organisasi
mempunyai cara
yang memberikan kecakapan bagi anggotanya untuk
melaksanakan kerja mencapai tujuan tersebut, (5) di dalam organisasi terdapat
proses interaksi hubungan kerja antara orang-orang yang bekerja sama mencapai
186
tujuan tersebut, (6) organisasi mempunyai pola kebudayaan sebagai dasar cara
hidupnya, dan (7) organisasi mempunyai hasil-hasil yang ingin dicapainya.
Struktur organisasi menurut Child, diacu dalam Huseini dan Lubis (2009)
antara lain yaitu (1) struktur organisasi memberikan gambaran mengenai
pembagian tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagianbagian pada suatu organisasi; dan (2) merupakan sistem hubungan dalam
organisasi yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan
pengintegrasian segenap kegiatan suatu organisasi, baik ke arah vertikal maupun
horizontal.
Menurut pendapat Bromley (1989) yang mengemukakan fondasi konseptual
dari kebijakan publik, dimana memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan
hierarki kebijakan, yaitu: policy level, organizational level, operational level.
Policy level diperankan oleh lembaga yudikatif dan legislatif, sedangkan
organizational level diperankan oleh lembaga eksekutif. Adapun operational level
dilaksanakan oleh satuan pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau
kementerian. Lebih lanjut lagi Bromley (1989) mengingatkan, kebijakan publik
menyangkut dua konsep, yaitu penentuan institutional arrangement dan
penentuan “batas-batas otonomi” dalam proses pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, pada masing-masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk
institutional arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan
tingkat hierarkinya.
Dalam teori yang dikemukakan Bromley, dijelaskan juga mengenai pattern
interaction yang merupakan pola interaksi antara pelaksana kebijakan paling
bawah (street level bureaucrat) dengan kelompok sasaran (target group) sehingga
menentukan dampak (outcome) dari kebijakan tersebut. Dampak dari kebijakan
yang dilaksanakan dapat berupa keberhasilan atau kegagalan berdasarkan
penilaian masyarakat. Dalam kurun waktu tertentu, hasil yang ditetapkan akan
ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik (feedback) bagi semua
level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah perbaikkan atau peningkatan
kebijakan.
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
sangat membutuhkan peran pemerintah dalam peningkatan daya saing, namun
187
yang perlu diperhatikan adalah bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti
kemampuan untuk bersaing dengan usaha (industri) besar tetapi lebih pada
kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk
mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Untuk itu, pemerintah pusat dan
daerah perlu segera membentuk Sekretariat/Tim Pokja Pengembagan UKM dalam
rangka
meningkatkan
koordinasi
agar
keterpaduan
dalam
setiap
instansi/organisasi baik program, kegiatan, dan anggaran berjalan dengan baik,
efektif, dan efisien sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di
Indramayu.
Salah satu permasalahan pada tataran makro adalah program dan kegiatan
pengembangan UKM melalui APBN dan APBD, belum sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di
Indramayu. Hal ini disebabkan antara lain:
-
Pemerintah pusat dan daerah belum memiliki visi bersama secara jangka
panjang
-
Setiap individu dalam organisasi pemerintah pusat dan daerah belum
mempunyai rasa saling memiliki dan bekerja sama dengan baik
-
Usulan program, kegiatan dan anggaran masih banyak yang berasal dari atas
(top down) bukan berasal dari bawah (bottom up)
-
Alokasi dana dari APBN untuk UKM terpecah-pecah dengan jumlah yang
terbatas sehingga penyaluran bantuan untuk UKM pun tidak terfokus
-
Selanjutnya, pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan
dan udang di Indramayu perlu mendapat dukungan yang besar baik dari
pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat agar dapat berkembang lebih
kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah pusat dan
daerah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM, dan upaya pemerintah pusat dan daerah dalam
membuat program, kegiatan, dan anggaran yang mampu menyampaikan
kepentingan UKM dan aspirasi masyarakat (bottom up).
188
Tabel 27 Mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
Tataran makro,
mengevaluasi anggaran
sebelumnya
Tataran makro,
mengevaluasi anggaran
sebelumnya
2
Melakukan diskusi
dengan tataran meso dan
mikro, untuk menjaring
aspirasi masyarakat
3
Menyusun usulan
program dan kegiatan
pengembangan UKM
berdasarkan aspirasi
masyarakat
4
Melakukan diskusi dan
dengar pendapat dengan
tataran meso, mikro,
perguruan tinggi, dan
pihak terkait lainnya
5
Mengajukan usulan
program dan kegiatan ke
Bupati
Mengajukan usulan
program dan kegiatan
ke Bupati
6
Bupati membahas usulan
program dan kegiatan di
tingkat kabupaten
Bupati membahas
usulan program dan
kegiatan di tingkat
kabupaten
7
Bupati menyampaikan
usulan program dan
kegiatan ke tingkat
provinsi
Bupati menyampaikan
usulan program dan
kegiatan ke tingkat
provinsi
-
Menyusun usulan
program dan kegiatan
pengembangan UKM
-
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
Pengalokasian program dan
kegiatan pengembangan UKM
melalui APBD oleh pemerintah
daerah diharapkan sesuai dengan
usulan program, kegiatan, dan
anggaran yang berasal dari aspirasi
masyarakat (bottom up).
Perguruan Tinggi yang berada di
luar sistem, namun berkaitan
dengan institusional arrangement,
dapat dilibatkan perannya dengan
mendampingi tataran meso
(koperasi dan asosiasi) dan tataran
mikro (pelaku usaha/UKM) dalam
pengawalan penyusunan program,
kegiatan, dan anggaran dari mulai
persiapan, pembahasan, sampai
dengan tersusunnya konsep
APBD. Melalui upaya pengawalan
dan keterlibatan tataran meso,
mikro, dan perguruan tinggi
tersebut, diharapkan semua usulan
program, kegiatan, dan anggaran
yang disampaikan dapat terpenuhi
dan terealisasi sesuai kepentingan
dan kebutuhan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan
dan udang di Indramayu.
Hal ini juga memperkuat pendapat
Robbins (2006), Catak & Cilingir
(2010) tentang anggaran
pemerintah
Melalui upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tersebut di atas,
diharapkan akan menghasilkan:

Program, kegiatan, dan anggaran yang lebih terfokus bagi UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu

Pembinaan, pelatihan, dan bantuan sarana dan prasarana yang sesuai dengan
usulan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
189
Hal ini juga memperkuat pendapat Robbin (2006), bahwa anggaran
pemerintah
sendiri
merupakan
instrumen
yang
mencerminkan
prioritas
pemerintah dan preferensi warga negara. Anggaran pemerintah inti dari kebijakan
publik yang mengindikasikan bagaimana sumber daya publik direncanakan untuk
digunakan dalam rangka mencapai tujuan kebijakan (Çatak & Çilingir 2010).
Efektifitas proses penganggaran dindikasikan salah satunya oleh keterlibatan
pemangku kepentingan. Proses mementingkan stakeholders merupakan salah satu
prinsip pelaksanaan tata kelola pemerintahan atau good governance (Mattingly et
al. 2009), oleh karena itu dikenal proses penganggaran partisipatif. Penganggaran
partisipatif merupakan cara strategis untuk menciptakan daerah yang lebih
demokratis dan berpartisipasi. Peserta harus memutuskan isu-isu lokal yang secara
langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan demikian, partisipasi politik
rakyat cenderung meningkat (Pinnington et al. 2009). Penganggaran partisipatif
menawarkan beberapa entry point dan tingkat komitmen untuk keterlibatan
masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki kepentingan. Dalam banyak
kasus, sebagian orang dengan kepentingan tinggi memainkan peran lebih besar
dalam pengambilan keputusan. Sehubungan penganggaran bersifat partisipatif,
maka membuka peluang pengawasan publik, sehingga menciptakan tingkat
akuntabilitas dan transparansi yang lebih tinggi dan mengurangi peluang korupsi.
Negara yang menerapkan konsep desentralisasi, mengindikasikan adanya
kewenangan yang begitu besar di level daerah untuk merumuskan anggaran.
Dalam hal pemasukan, pemerintah daerah tidak sepenuhnya lepas dari
ketergantungan kepada pemerintah pusat. Adanya mekanisme alokasi dana dari
pemerintah yang levelnya lebih tinggi (pemerintah pusat), ke pemerintah yang
levelnya lebih rendah (pemerintah daerah). Dalam lingkup daerah otonom, terjadi
alokasi dana dari pemerintahan daerah ke pemerintahan kecamatan dan desa/
kelurahan. Roadway dan Shah (2007), diacu dalam Fitriati (2012) menjelaskan
dua jenis transfer keuangan dari pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi, yaitu
general purpose transfer dan specific purpose transfer. Kedua jenis transfer ini
menunjukkan adanya mekanisme implementasi program yang disesuaikan dengan
anggaran berbasis kinerja (performance based budget) yang seharusnya
mendukung prinsip money follow function. Kenyataanya di Indonesia, function
190
tidak jalan, kinerja tidak sesuai fungsi, dan aggaran sulit diukur kaitannya dengan
kinerja.
Penyusunan anggaran pada level SKPD maupun tingkat pemerintahan yang
berada di kecamatan dan kelurahan, merupakan level kebijakan pada tataran
operational level (Bromley 1989, diacu dalam Fitriati 2012). Dalam kaitannya
dengan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang
di Indramayu, perencanaan anggaran pada tingkat kelurahan, kecamatan, dan
SKPD, operational level terfasilitasi dalam musrenbang di tingkat masing-masing.
Musrembang dilakukan dengan mengundang para pemangku kepentingan yang
terkait. Pada tingkat pemerintah daerah, wujud dari organizational level
terfasilitasi dari musrenbang yang diselenggarakan oleh kepala daerah. Output
kebijakan anggaran pada organizational level berupa Rancangan Renja Daerah.
Pada level ini, proses musrenbang juga dihadiri oleh pemangku kepentingan yang
terkait di tingkat kabupaten. Selanjutnya, peran policy level dimainkan oleh
Kementerian beserta DPR atau Bupati beserta DPRD selaku lembaga legislatif di
tingkat pusat dan daerah. Dalam konteks perencanaan anggaran, peran yang
dimainkan berupa menetapkan atau menyetujui anggaran serta mengesahkan Draft
RKA Daerah menjadi RKA KKP. Bromley (1989) menjelaskan bahwa untuk
meletakkan fondasi konseptual dari kebijakan publik pada masing-masing level,
maka kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement atau
peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat hierarki.
Dalam kaitannya dengan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu sebagai rujukan penelitian, maka Perguruan Tinggi yang
berada di luar sistem, namun berkaitan dengan institusional arrangement, dapat
dilibatkan perannya dengan mendampingi tataran meso (koperasi dan asosiasi)
dan tataran mikro (pelaku usaha/UKM) dalam pengawalan penyusunan program,
kegiatan, dan anggaran dari mulai persiapan, pembahasan sampai dengan
tersusunnya konsep DIPA.
Melalui upaya pengawalan dan keterlibatan tataran meso, mikro, dan
perguruan tinggi tersebut, diharapkan mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat
dapat terpenuhi dan terealisasi sesuai kepentingan dan kebutuhan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
191
Tabel 28 Peningkatan peran koperasi dan asosiasi
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
2
3
1
Tataran meso menjalin
hubungan dengan tataran
makro untuk mendapatkan
pengakuan eksistensi
kelembagaan
Tataran meso
menjalin hubungan
dengan tataran makro
untuk mendapatkan
pengakuan eksistensi
kelembagaan
2
Tataran meso memperoleh
masukan dari tataran
makro dan mikro,
perguruan tinggi,
masyarakat, dan
pemangku kepentingan
lainnya terhadap setiap
kegiatan UKM yang telah
dilaksanakan
Mengikuti atau terlibat
dalam program dan
kegiatan pemerintah yang
berkaitan dengan UKM,
baik dalam bentuk
seminar, pameran, dan
Musrenbang Kabupaten
Melakukan diskusi dan
rapat dengar pendapat
(hearing) dengan berbagai
pemangku kepentingan,
termasuk perguruan tinggi
Mengikuti perancangan
Rencana Kerja Anggaran
(RKA) yang berkaitan
dengan UKM oleh setiap
Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) sebelum
dikonsultasikan dengan
Bappeda
Mengikuti Musrenbang
Kabupaten dengan
mengundang pemangku
kepentingan seperti Kepala
Dinas dan perangkat
SKPD terkait, dll
Menyampaikan program
dan kegiatan kepada
pemerintah daerah yang
berkaitan dengan UKM
pada setiap SKPD
Tataran meso
memperoleh
masukan dari tataran
makro dan mikro
untuk kegiatan UKM
yang akan
dilaksanakan
3
4
5
6
7
-
-
-
-
-
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
4
Dalam pengembangannya,
koperasi dan asosiasi di
Indramayu yang berdiri karena
program pemerintah belum
mampu meningkatkan
perannya sebagai fasilitator
yang mewakili kepentingan
UKM di tataran mikro.
Koperasi dan asosiasi di
Indramayu perlu meningkatan
perannya yang lebih pro aktif
dan dinamis mengikuti
perkembangan terkini untuk
mendukung daya saing UKM
sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di
Indramayu, melalui
peningkatan SDM
koperasi/asosiasi,
penyempurnaan ADRT yang
lebih bermanfaat, membuat
mekanisme koperasi/asosiasi
lebih jelas dan sistematis.
Hal ini memperkuat pendapat:
Barbara (1995) dan Soekanto
(2002) tentang peran dan
peranan.
192
1
2
3
8
Melakukan proses
negosiasi untuk membuat
kesepakatan (collective
action) dengan tataran
makro
-
9
Meningkatkan peran
koperasi dan asosiasi
sebagai fasilitator yang
mewakili kepentingan
UKM di tataran mikro
-
4
Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu dan Asosiasi
Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) yang ada saat ini, belum memiliki peran
yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih
rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal.
Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi dan asosiasi
itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi
atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi dan asosiasi
itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya.
Masyarakat belum tahu betul bahwa dalam koperasi dan asosiasi konsumen,
juga berarti pemilik, dan berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan
koperasi dan asosiasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus.
Ditambah lagi, adanya kegiatan koperasi dan asosiasi yang memanfaatkan
program bantuan atau dukungan pemerintah bagi kepentingan pribadi (pemburu
rente).
Koperasi dan asosiasi di Indramayu perlu meningkatan perannya yang lebih
pro aktif dan dinamis mengikuti perkembangan terkini untuk mendukung daya
saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Pemerintah pusat dan daerah agar memperkuat dan memantapkan asosiasi dan
koperasi usaha yang telah ada, sehingga asosiasi dan koperasi dapat meningkatkan
perannya masing-masing antara lain dalam peningkatan SDM dan manajemen,
pengembangan jaringan informasi usaha, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk
pengembangan UKM khususnya bagi usaha anggotanya.
193
Menurut Barbara (1995) peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dan bersifat stabil. Soekanto (2002) mendefinisikan, peranan merupakan aspek
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Sitio dan Tamba (2001) mengemukakan, bahwa koperasi sebagai suatu
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang
memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja
sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan
jasmaniah para anggotanya. Asosiasi, persatuan antara rekan usaha; persekutuan
dagang; perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama; tautan dalam
ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara
gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera; berasosiasi/bergabung, berhubungan
(antara cita-cita, gambar, angan-angan, dan lain-lain); mengasosiasikan/
membayangkan sesuatu (pikiran, anggapan, dan lain-lain) atas dasar kesan-kesan
yang sudah ada; pengasosiasian dan hal (cara, perbuatan) mengasosiasikan.
Coleman (1988) mendefinisikan modal sosial sebagai entitas-entitas yang
berbeda, yang memiliki dua elemen yang sama, terdiri dari beberapa aspek
struktur sosial, dan memfasilitasi tindakan aktor (aktor pribadi maupun
perusahaan) dalam struktur organisasi. Konsep ini memperluas konsep asosiasi
vertikal maupun horizontal dan perilaku antar entitas.
Terkait masalah peran koperasi dan asosiasi di Indramayu sebagai fasilitator
yang mewakili kepentingan UKM di tataran mikro, adalah koperasi dan asosiasi
yang bukan organisasi bentukan underbow pemerintah maupun bukan pelaku
tunggal yang bergerak sendiri. Koperasi dan asosiasi ini merupakan model hybrid
(campuran) yang paling mendekati the nature of industry, sebagai bentuk
dinamika antara kelompok sosial di level mikro dengan struktur tata kelola di
level meso yang menjamin pengembangan UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
194
Tabel 29 Peningkatan kualitas SDM
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
Menjalin dan membangun
hubungan dengan tataran
makro, meso, dan unit usaha
penunjang (lembaga
pembiayaan/ permodalan,
lembaga pendidikan/
pelatihan, dll) untuk
pengakuan eksistensi
kelembagaan
Menjalin dan
membangun
hubungan dengan
tataran makro dan
meso untuk
pengakuan eksistensi
kelembagaan
UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu perlu
mengembangkan atau
meningkatkan kualitas SDM
nya melalui keikutsertaan
dalam kegiatan pendidikan,
pelatihan, training, studi
banding dll.
2
Melakukan diskusi utuk
mendapatkan masukan
tentang keteranpilan SDM
dari semua pihak terkait
Melakukan diskusi
utuk mendapatkan
masukan tentang
keteranpilan SDM
dengan tataran makro
UKM juga perlu menyediakan
anggaran khusus untuk
kegiatan peningkatan kualitas
SDM nya.
3
Mendapatkan pembinaan/
pelatihan keterampilan SDM
dari tataran makro, meso, dll
Mendapatkan
pembinaan/ pelatihan
keterampilan SDM
dari tataran makro
4
Menyediakan anggaran
khusus untuk kegiatan
peningkatan keterampilan
SDM, melalui kerja sama
dengan lembaga keuangan/
permodalan, unit usaha
besar, dll
-
Selajutnya, pemerintah pusat
dan daerah, lembaga
pembiayaan/keuangan,
koperasi, asosiasi, dan pihak
terkait lainnya juga perlu
meningkatkan perannya dalam
mendukung atau
memberdayakan UKM.
5
Melakukan kerja sama dengan
lembaga pendidikan/pelatihan,
studi banding, dll
-
6
Meningkatkan kualitas SDM
dalam rangka mendukung daya
saing UKM
-
Hal ini juga memperkuat
pendapat Saydam (2005),
Notoatmodjo (2003) tentang
SDM dan keterampilan SDM
Permasalahan kualitas SDM ini timbul akibat tingkat pendidikan SDM pada
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang
masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan
berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hasil produksi.
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas SDM antara lain
(1) perencanaan tenaga kerja, untuk merencanakan jumlah dan jenis tenaga kerja
195
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan guna mencapai tujuan perusahaan; (2)
rekruetmen atau penarikan SDM, agar perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja
sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dan dapat mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tersebut maka dapat
ditempatkan sesuai dengan keahliannya masing-masing; dan (3) pengembangan
tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan/training, sehingga dapat
meningkatkan SDM yang pontensial tersebut menjadi tenaga kerja yang produktif,
mampu dan terampil serta menjadi efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
organisasi yang selanjutnya dapat mengurangi ketergantungan organisasi untuk
menarik karyawan baru.
Kesimpulan tersebut selaras dengan pendapat Saydam (2005), mengatakan
bahwa sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan tidak saja
sebagai objek (dianggap sebagai salah satu produksi) tetapi sebagai subjek yang
menentukan keberhasilan organisasi itu untuk mencapai tujuan. Selanjutnya
dikatakan bahwa SDM paling menetukan dibanding dengan mesin-mesin atau
peralatan apapun yang ada dalam perusahaan itu. Belum dapat dibayangkan suatu
organisasi dapat berjalan lancar tanpa ada sumber daya manusia (SDM) di
dalamnya.
Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa keterampilan SDM menyangkut dua
aspek yaitu aspek fisik (kualitas fisik) dan aspek non fisik (kualitas non fisik)
yang menyangkut kemampuan bekerja, berfikir dan keterampilan-keterampilan
lain. Hal ini juga memperkuat pendapat Werther dan Davis (1996) bahwa SDM
adalah manusia yang siap, mau, dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha
pencapaian tujuan perusahaan.
Kualitas SDM menurut Ruky (2003) adalah tingkat pengetahuan,
kemampuan, dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh SDM. Tingkat itu
dibandingkan dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu oleh
organisasi yang memiliki SDM tersebut. Kemampuan pegawai sebagai SDM
dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya untuk peningkatan
produktivitas kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsur
terpenting yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuan dan mengembangkan misinya.
196
Selanjutnya, keterampilan sumber daya UKM berhubungan dengan tingkat
pendidikan dan pelatihan, pengalaman, kinerja yang dimiliki UKM dalam
melaksanakan aktvitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawab anggotanya untuk
mencapai tujuan organisasi. Menurut Nawawi (2000) bahwa pelatihan merupakan
peningkatan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
seseorang dan dapat digunakan untuk pengembangan pegawai dalam menghadapi
peningkatan tanggung jawabnya pada masa mendatang bersamaan dengan
peningkatan kepangkatannya serta dilakukan untuk pegawai lama dan baru.
Nawawi (2000) menyatakan bahwa kinerja dalam arti untuk prilaku dalam
bekerja (performance) yang positif, merupakan gambaran kongkrit kemampuan
dalam mendaya gunakan sumber-sumber kualitas, yang berdampak pada
keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi non
profit. Kinerja yang tinggi terlihat dari proses pelaksanaan pekerjaan yang
berlangsung efektif dan efisien, yang terus menerus diperbaiki kualitasnya.
Disamping itu juga dapat diketahui dari prestasi atau hasil kerja yang berkualitas,
dan selalu sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat yang dilayani,
sebagai bukti bahwa sumber-sumber kualitas berdaya guna secara efektif.
Selanjutnya, tataran mikro (pelaku usaha/UKM) memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso
(koperasi dan asosiasi) yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee (2003),
embeddedness digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus
pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang
dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan
kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga
menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan.
Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya peningkatan kualitas SDM
untuk memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di
antara para tataran (makro, meso, dan mikro). Selain itu, tataran meso harus
persuasif dalam meminta partisipasi dari pelaku tataran mikro untuk mengikuti
program-program penguatan dan pemberdayaan UKM. Perilaku individu yang
197
saling terkait dan saling memengaruhi melalui alat komunikasi yaitu interaksi
sosial.
Tabel 30 Pemenuhan modal usaha
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
Menjalin dan membangun
hubungan dengan tataran
meso, makro, dan unit
usaha penunjang untuk
pengakuan eksistensi
kelembagaan
Menjalin dan
membangun hubungan
dengan tataran makro
dan perbankan untuk
pengakuan eksistensi
kelembagaan
UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu
diharapkan menjalin interaksi,
dan mendapatkan/ memperoleh
masukan dari pemerintah pusat
dan daerah, asosiasi, dan
koperasi dalam pemenuhan
modal usaha.
2
Melakukan diskusi untuk
mendapatkan masukan
tentang permodalan
dengan semua pihak
terkait
Melakukan diskusi
untuk mendapatkan
masukan tentang
permodalan dengan
tataran makro
3
Mendapatkan bantuan
permodalan dari tataran
makro, meso, dll
Mendapatkan bantuan
permodalan dari tataran
makro
4
Melakukan kerja sama
dengan lembaga keuangan/
permodalan, dll dalam
pemberian kredit/
pinjaman modal usaha
Melakukan kerja sama
dengan lembaga
keuangan/permodalan
dalam pemberian
kredit/ pinjaman modal
usaha
5
Pemenuhan modal usaha
untuk keberlangsungan
produksi
Pemenuhan modal
usaha untuk
keberlangsungan
produksi
Pemerintah juga perlu
memperluas skim kredit khusus
dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan bagi UKM,
untuk membantu peningkatan
permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa
inansial formal, sektor jasa
finansial informal, skema
penjaminan, leasing dan dana
modal ventura.
Pembiayaan untuk UKM
sebaiknya menggunakan
Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) yang ada, maupun non
bank. LKM bank antara Lain:
BRI unit
Desa dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR).
 Hal ini juga memperkuat
pendapat Sawir (2005)
tentang permodalan
Permasalahan modal ini timbul akibat produk jasa lembaga keuangan
sebagian besar masih berupa kredit modal kerja dengan besaran terbatas,
sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Kesulitan untuk menambah
modal usaha memberikan berbagai dampak kepada UKM, diantaranya adalah
sulitnya (1) melakukan perluasan/akses pasar, (2) meningkatkan kelembagaan, (3)
mendapatkan bahan baku, (4) melakukan peningkatan kemampuan SDM
198
khususnya dalam peningkatan kualitas mutu dan pengembangan produk, dan (5)
melakukan promosi usaha.
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kapasitas modal bagi UKM
antara lain (1) meningkatkan akses ke lembaga pembiayaan usaha dengan
memenuhi aspek legalitas usaha/sesuai persyaratan yang diminta; dan (2)
melakukan kemitraan dengan sesama UKM maupun usaha besar, dll.
Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema
penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank.
LKM bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh
Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani
UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM. Yang harus dilakukan
sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan
dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam
legitimasi operasionalnya.
Kesimpulan tersebut selaras dengan pendapat Levin dan Tadeli (2002),
berdasarkan hasil risetnya tentang cost and benefit partnership organization,
menyimpulkan bahwa organisasi yang melakukan kemitraan memperoleh
beberapa hal (1) dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya, (2) dapat
meningkatkan profitnya secara maksimum, (3) kemitraan cenderung dapat
meningkatkan kinerja sumber daya manusia yang ada, dan (4) organisasi yang
bermitra dapat saling mengontrol kualitas produk yang dihasilkan.
Ketersedian modal akan memperlancar kegiatan usaha, sehingga dapat
mengembangkan modal itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
Sawir (2005) bahwa modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk
membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Menurut Adnan dan
Kurniasih (2000) bahwa gabungan modal yang terdiri dari modal sendiri dan
modal asing pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan modal guna
199
menjalankan usahanya sampai pada suatu volume penjualan yang diharapkan.
Volume penjualan yang meningkat, pada umumnya akan disertai dengan
peningkatan produksi dalam jangka panjang diikuti pula oleh perkembangan
usaha tersebut. Peningkatan volume penjualan ini, pada akhirnya akan
meningkatkan pangsa pasar dan mencerminkan daya saing yang tinggi.
Selanjutnya, tataran mikro (pelaku usaha/UKM) memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso
(koperasi dan asosiasi) yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee (2003),
embeddedness digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus
pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang
dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan
kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga
menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan.
Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya pemenuhan modal usaha
untuk memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di
antara para tataran. Selain itu, tataran meso harus persuasif dalam meminta
partisipasi dari pelaku tataran mikro untuk mengikuti program-program penguatan
dan pemberdayaan UKM.
Saat ini ketersediaan bahan baku ikan sulit dikendalikan, ada dua kesulitan
yang dihadapi yaitu (1) sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak karena
tergantung dari hasil melaut nelayan sehingga harga ikan sulit terkontol, dan (2)
bahan baku ikan tidak tahan lama disimpan dalam cool box/wadah penyimpanan,
sehingga harus segera diproses. Kondisi lain yang sering terjadi yaitu tidak
tersedianya modal pada saat harga ikan naik atau saat pesanan bahan baku ikan
datang, sehingga menyebabkan keberlangsungan produksi terganggu yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan proses produksi terhenti sama sekali.
Kesulitan dalam keberlangsungan produksi memberikan berbagai dampak
kepada UKM, diantaranya adalah (1) sulitnya melakukan pengelolaan usaha, (2)
sulitnya meningkatkan usaha, dan (3) produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan/
permintaan konsumen.
200
Tabel 31 Pemenuhan bahan baku
No
Model Konseptual
Dunia Nyata
1
Menjalin dan membangun
hubungan dengan tataran
makro, meso, dan unit usaha
penunjang untuk pengakuan
eksistensi kelembagaan
Menjalin dan
membangun hubungan
dengan tataran makro
untuk pengakuan
eksistensi kelembagaan
2
Mempererat hubungan
(keterlekatan) melalui
keterlibatan pelaku usaha/
UKM pada program
kegiatan tataran meso,
seperti diskusi, sarasehan,
seminar maupunpameran
-
3
Melakukan kerja sama
dengan lembaga
pembiayaan/ keuangan, dll
untuk ketersediaan
anggaran pembelian bahan
baku
Melakukan kerja sama
dengan lembaga
pembiayaan/ keuangan
untuk ketersediaan
anggaran pembelian
bahan baku
4
Melakukan interaksi dan
kerja sama dengan TPI,
pemasok bahan baku di
dalam/luar sentra, unit usaha
besar, dll
Melakukan kerja sama
dengan pemasok bahan
baku di luar sentra
Pemenuhan bahan baku di
UPI
Pemenuhan bahan baku
di UPI
5
Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian
Masalah
UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu
diharapkan menjalin interaksi,
dan mendapatkan/memperoleh
masukan dari pemerintah pusat
dan daerah, koperasi dan
asosiasi, dalam pemenuhan
bahan baku.
Selain itu juga terbentuk kerja
sama dengan lembaga
keuangan, dalam pemberian
modal/kredit pinjaman.
Serta kerja sama pemenuhan
bahan baku dengan unit usaha
penunjang (TPI, pemasok
bahan baku di dalam atau di
luar sentra, dan usaha besar)
sehingga kelancaran proses
produksi tidak terganggu.
Hal ini juga memperkuat
pendapat Tambunan (2001),
Skousen (2004) tentang bahan
baku
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan keberlangsungan produksi
bagi UKM antara lain (1) meningkatkan modal usaha, (2) mengelola ketersediaan
bahan baku di UPI; (3) melakukan kemitraan/kelembagaan untuk menunjang
pengadaan bahan baku; dan (4) meningkatkan kerja sama dengan sesama UKM
atau pemasok bahan baku.
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
diharapkan menjalin interaksi, dan mendapatkan/memperoleh masukan dari
pemerintah pusat dan daerah, asosiasi, dan koperasi dalam pemenuhan bahan
baku, dan terbentuk kerja sama dengan lembaga keuangan dalam pemberian
modal/kredit pinjaman serta kerja sama pemenuhan bahan baku dengan unit usaha
penunjang (TPI, pemasok bahan baku di dalam atau di luar sentra, dan usaha
besar) sehingga kelancaran proses produksi tidak terganggu.
201
Menurut Tambunan (2001), salah satu faktor yang mempengaruhi
keberlangsungan usaha/daya hidup adalah pengadaan bahan baku. Suatu proses
produksi sangat bergantung pada pengadaan bahan baku, karena keberadaan
bahan baku merupakan bahan dasar atau bahan utama yang digunakan dalam
proses produksi. Keberadaan bahan baku akan sangat mempengaruhi daya hidup
usaha atau keberlangsungan produksi karena bahan baku merupakan mata rantai
dalam proses produksi yang pada akhirnya akan menentukan besarnya laba yang
dihasilkan.
Menurut Skousen dan Smith (2004), bahan baku adalah barang-barang yang
dibeli untuk digunakan dalam proses produksi. Kieso et al. (2002) menyatakan
bahwa bahan baku yang ada ditangan tetapi belum dialihkan ke produksi
dilaporkan sebagai persediaan bahan baku. Menurut Niswonger et al. (1999)
menyatakan persediaan bahan baku terdiri dari biaya bahan langsung dan bahan
tidak langsung yang belum memasuki proses produksi.
Menurut Sofjan (2008), pembelian bahan baku merupakan salah satu fungsi
yang penting dalam berhasilnya operasi suatu perusahaan. Fungsi ini dibebani
tanggung jawab untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas bahan-bahan yang
tersedia pada waktu dibutuhkan dengan harga yang sesuai dengan harga yang
berlaku. Pengawasan perlu dilakukan terhadap pelaksanaan fungsi ini, karena
pembelian menyangkut investasi dana dalam persediaan dan kelancaran bahan ke
dalam pabrik.
Selanjutnya, bahwa bahan baku merupakan barang-barang yang digunakan
untuk diproses yang kemudian menjadi produk, dimana bahan baku tersebut harus
berkualitas sehingga produk yang dihasilkan bermutu tinggi. Pemenuhan bahan
baku adalah salah satu faktor produksi paling penting dalam menjaga
keberlangsungan kegiatan usaha produksi pada UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Selanjutnya, tataran mikro (pelaku usaha/UKM) memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso
(koperasi dan asosiasi) yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee (2003),
embeddedness digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus
202
pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang
dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan
kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga
menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan.
Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya pemenuhan bahan baku untuk
memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di antara para
tataran. Selain itu, tataran meso harus persuasif dalam meminta partisipasi dari
pelaku tataran mikro untuk mengikuti program-program penguatan dan
pemberdayaan UKM.
7.2
Perubahan yang Diinginkan
Dalam tahap enam SSM ini adalah tahap perumusan saran tindak untuk
perbaikan, penyempurnaan, dan perubahan situasi dunia nyata. Penentuan
perubahan ini dapat berupa rekomendasi yang searah dengan research interest dan
problem solving interest penelitian, atau perubahan yang dilakukan dapat berupa
rekomendasi sehingga 1) argumennya dapat diterima, dan 2) secara budaya dapat
dimungkinkan.
Temuan penelitian pada pengembangan UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang mengangkat tiga sistem yang berjalan di tataran berbeda
namun mempunyai hubungan timbal balik, saling terhubung dan saling
mempengaruhi (Gambar 52).
SSM berbasis riset tindakan mensyaratkan perubahan yang positif dan
memberikan manfaat untuk jangka panjang. UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu dengan rujukan seperti dalam penelitian ini,
membagi realitas dalam tiga sistem yang berjalan. Ketiga sistem di tiga tataran itu
saling terhubung dan saling mempengaruhi satu dengan lain. Selanjutnya, untuk
melihat kontribusi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di
Indramayu dalam pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat dengan kerangka NIES.
Penggunaan framework NIES pada pengembangan UKM untuk tataran
makro, menghasilkan regulasi sebagai faktor pembentuk pengembangan UKM
sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu di tingkat
makro. Selecting relevant of human activity systems dalam regulasi ini adalah (1)
203
regulasi yang terkait dengan penyusunan peraturan pemerintah/daerah tentang
pembentukan Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM yang juga mengatur
tupoksi (tugas, pokok dan fungsi), dan (2) regulasi yang terkait dengan
mekanisme penyerapan aspirasi masrakat.
Pengembangan UKM
pada tataran MAKRO:
REGULASI
Pengembangan UKM
pada tataran MESO:
PERAN KOPERASI
DAN ASOSIASI
Pengembangan UKM
pada tataran MIKRO:
PERMASALAHAN
INTERNAL
Sumber: diadopsi dari Nee (2003)
Gambar 52 Perspektif tiga tingkat kerangka kelembagaan.
Penggunaan framework NIES pada pengembangan UKM untuk tataran
meso menghasilkan peran koperasi dan asosiasi pada UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, yang bukan organisasi
bentukan underbow pemerintah maupun bukan pelaku tunggal yang bergerak
sendiri (pemburu rente). Koperasi dan asosiasi ini sebagai bentuk dinamika antara
kelompok sosial di level mikro dengan struktur tata kelola di level meso yang
menjamin pengembangan UKM.
Selecting relevant of human activity systems dalam regulasi ini adalah (1)
kesepakatan yang merupakan hasil proses negosiasi antara koperasi dan asosiasi
yang mewakili kepentingan individu di tataran mikro dengan pemerintah pusat
204
dan daerah (tataran makro) untuk dapat mempengaruhi substansi regulasi agar
menghasilkan regulasi yang menjamin tercapainya pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu; (2) pemantauan dan
penegakan aturan yang dilakukan koperasi dan asosiasi terhadap pelaku usaha/
UKM (tataran mikro).
Penggunaan framework NIES pada pengembangan UKM untuk tataran
mikro menunjukkan adanya kendala/permasalahan internal berupa kualitas SDM,
permodalan, dan bahan baku pada pelaku usaha/UKM yang merupakan basis
pengembangan di tataran mikro pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk
ikan dan udang di Indramayu. Penelitian ini menghasilkan kendala/permasalahn
internal yang merupakan faktor pembentuk pengembangan UKM di tingkat
mikro.
Selecting relevant of human activity systems pada tataran mikro adalah (1)
decoupling dan compliance, yaitu membangun hubungan antara pelaku usaha/
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dengan
pemerintah pusat dan daerah, serta membangun konsensus antara tataran mikro
(pelaku usaha/UKM) dengan tataran makro (pemerintah pusat dan daerah); (2)
membangun kerja sama diantara pelaku usaha/UKM, dan pelaku usaha/UKM
dengan lembaga pembiayaan/keuangan, lembaga pelatihan/pendidikan, pemasok
bahan baku, usaha besar, perguruan tinggi, dll.
Berdasarkan kesimpulan pengembangan UKM untuk tataran makro, meso
dan mikro di atas, menunjukkan adanya hubungan timbal balik di antara tiga
tataran tersebut. Hubungan timbal balik ini berupa hubungan sinergis pada tiga
tingkat kerangka kelembagaan berbasis daya saing. Penggunaan framework NIES
pada pengembangan UKM untuk tiga tingkat kerangka kelembagaan secara
keseluruhan menunjukkan adanya (1) regulasi, (2) peran koperasi dan asosiasi,
dan (3) kendala/permasalahan internal dalam mendukung tercapainya daya saing
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Dalam konteks UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di
Indramayu sebagai rujukan penelitian, hubungan tersebut dapat diwakili, pertama,
hubungan secara top-down (makro ke meso dan mikro) yang timbul dari
kebutuhan terhadap aturan yang jelas, yang memberikan kesempatan dan
205
kepastian usaha bagi UKM untuk dapat menjalankan usahanya, mengakses
sumber daya produktif dan mendapatkan perlindungan usaha dari persaingan yang
tidak sehat. Aturan yang jelas juga dapat mendorong terbentuknya usaha
bersama/kolektif yang memungkinkan tercapainya skala usaha dan efisiensi usaha
yang lebih tinggi di antara UKM, yang difasilitasi melalui koperasi atau asosiasi.
Kedua, hubungan secara bottom up (dari mikro ke meso ke makro), dimana
aspirasi UKM yang disalurkan melalui koperasi dan asosiasi menjadi masukan
bagi kebijakan di tingkat makro yang dibutuhkan untuk penguatan kelembagaan
dan kapasitas UKM. Berkembangnya UKM sentra industri pengolahan kerupuk
ikan dan udang di Indramayu dengan ciri khas masing-masing produk kerupuk
ikan dan udang, juga dapat mempengaruhi pengembangan struktur kebijakan dan
pembinaan yang perlu disediakan untuk mendukung pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Selanjutnya, untuk
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu hubungan
timbal balik di antara tiga tataran sebenarnya sudah berjalan, meskipun masih
perlu dioptimalkan.
SSM berbasis pemecahan masalah, dari paparan komparatif di atas maka
rekomendasi kebijakan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk
ikan dan udang di Indramayu yaitu meningkatkan kapasitas UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang berdaya
saing didukung oleh kebijakan yang tepat oleh pemerintah pusat dan daerah.
Selanjutnya, kebijakan tersebut di atas dapat dicapai melalui strategi
pengembangan UKM sebagai berikut:
1) Membentuk Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM.
2) Menetapkan mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat.
3) Memperkuat peran koperasi dan asosiasi sebagai fasilitator bagi kepentingan
UKM di tataran mikro.
4) Meningkatkan keterampilan SDM.
5) Memperkuat aspek permodalan.
6) Memperkuat manajemen bahan baku.
Download