Jurnal1.com – JAKARTA: Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini akan menguntungkan para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang produknya berorientasi pasar ekspor. Terutama produk UKM yang menggunakan bahan baku lokal. Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Kemenkop & UKM, Emilia Suhaimi mengatakan produk ekspor UKM yang bahan bakunya lokal akan memiliki keberuntungan karena dalam perdagangan di pasar global selalu menggunakan kurs dolar. “Namun pelaku UKM yang berorientasi ekspor ini harus memiliki kreatifitas yang tinggi untuk menghasilkan produk-produk berkualitas yang berbasis sumberdaya dan budaya lokal. Sebab ini merupakan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki UKM dalam menghadapi persaingan di pasar global,” ujarnya. Keunggulan ini, tegas dia, juga dapat memperkuat pondasi UKM. Dia memberi contoh saat krisis moneter 1998 lalu, peranan UKM terbukti mampu bertahan usahanya. Bahkan mampu berkontribusi cukup besar dalam menyokong PDB, sehingga UKM dianggap menjadi penopang ekonomi nasional. “Justru lebih hebatnya lagi sebagian besar UKM itu menggunakan modal sendiri. Mereka tidak mau pinjam modal dari bank. Sehingga usaha mereka tidak terpengaruh oleh naiknya suku bunga pada saat krisis moneter yang lalu,” puji Emilia. Karena itu, lanjut dia, peranan UKM yang berhasil melakukan ekspor, menjadi sangat penting dalam menghadapi persaingan pasar global. Sebab salah satu indikator utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah net ekspor. “Net ekspor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sehingga dapat merangsang meningkatnya pendapatan dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya. Tentu saja, kata Emilia, jumlah ekspor harus lebih besar dari pada jumlah impor. Karena apabila jumlah ekspor lebih kecil dari impor, maka net ekspor akan berakibat pada turunnya pendapatan nasional. “Kalau kami perhatikan, hampir banyak negara telah mengembangkan kawasan pasar bebas, seperti ASEAN, CAFTA, MEE dan NAFTA,” cetusnya. Guna mendukung pengembangan pasar bebas itu, menurut dia, negara harus melakukan trade facilitation berupa penyederhanaan, standarisasi, dan harmonisasi terhadap prosedur perdagangan dan payment. “Negara melakukan regionalisasi pasar (pasar bebas) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, pemerataan pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut,” papar Emilia. Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha ini menjelaskan bahwa Indonesia sejak 2012 cenderung mengalami defisit perdagangan, sehingga semua pelaku usaha terus didorong untuk mencapai surplus perdagangan. “Total perdagangan Indonesia selama dua tahun terakhir, pada 2013 turun 3,28 persen dibanding 2012, dan 2014 turun 3,98 persen dibanding 2013,” ungkapnya. Begitu pun nilai ekspor non migas mengalami penurunan 3,93 persen pada 2013, dan 3,43 persen pada 2014. Karena itu dalam kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini, bisa dimanfaatkan para pelaku UKM untuk terus meningkatkan ekspornya. ARIEF RAHMAN MEDIA