Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) HEPATITIS A, HEPATITIS B, SIROSIS HEPATIS Pembimbing : dr. Erik Rohmando Purba , Sp. PD Disusun oleh : Franscisca Dini 406111008 KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 4 MARET – 11 MEI 2013 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 1 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga referat dengan judul “ HEPATITIS A, HEPATITIS B, SIROSIS HEPATIS“ ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso periode 4 Maret 2013 sampai dengan 11 Mei 2013. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya referat ini akan mampu menambah pengetahuan para pembaca sekalian tentang “ HEPATITIS A, HEPATITIS B, SIROSIS HEPATIS”. Dalam penulisan referat ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Erik Rohmando Purba, Sp. PD, selaku Pembimbing penyusunan Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso dan Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam periode 4 Maret 2013 – 11 Mei 2013. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 2 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Penulis menyadari bahwa referat yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Jakarta, Maret 2013 Penulis Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 3 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................i BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hepatitis ....................................................................................3 2.2 Epidemiologi ...........................................................................................3 2.3 Klasifikasi ...............................................................................................4 2.4 Hepatitis Virus ........................................................................................5 A. Hepatitis A .......................................................................................7 B. Hepatitis B ........................................................................................9 2.5 Sirosis Hepatis ......................................................................................25 2.5.1 Epidemiologi .............................................................................25 2.5.2 Etiologi ......................................................................................26 2.5.3 Manifestasi Klinis .....................................................................30 2.5.4 Diagnosis ...................................................................................34 2.5.5 Komplikasi ................................................................................37 2.5.6 Penatalaksanaan ........................................................................38 2.5.7 Prognosis ...................................................................................41 BAB III PENUTUP Kesimpulan ..................................................................................................42 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................44 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 4 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) BAB I PENDAHULUAN Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati terjadi prosesproses penting bagi kehidupan kita yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalm tubuh kita. Sehingga dapat dibayangkan akibat yang akan timbul apabila tejadi kerusakan pada hati. 1 Beberapa penyakit hati antara lain: 1 1. Penyakit hati karena infeksi misalnya hepatitis virus yaitu ditularkan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tatto, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 5 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) 2. Penyakit hati karena racun (misalnya karena alkohol atau obat tertentu). Alkohol bersifat toksik tehadap hati. Adanya penimbunan obat dalam hati (seperti acetaminophen) maupun gangguan pada metabolisme obat dapat menyebabkan penyakit hati. 3. Genetika atau keturunan (misalnya hemokhromatosis) 4. Gangguan imun (misalnya hepatitis autoimun) Penyakit autoimun merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya yang dilawan adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang kronis. 5. Kanker (misalnya Hepatocellular Carcinoma) Kanker hati dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya aflatoxin, polyvinyl chloride (bahan pembuat plastik), virus, dll. Aflatoxin merupakan racun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan dapat mengkontaminasi makanan selama penyim pangan, seperti kacang-kacangan, padi & singkong terutama pada daerah tropis. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati dapat berkembang menjadi kanker hati. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 6 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) BAB II HEPATITIS I. DEFINISI Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional, dll. Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut, dapat pula hepatitis kronik ( hepatitis B,C ) dan ada pula yang kemudian menjadi kanker hati ( hepatitis B dan C ).2 Banyak kasus hepatitis tidak diobati karena dikira hanya serangan flu biasa. Gejala hepatitis yang paling umum adalah nafsu makan hilang, kelelahan, demam, pegal sekujur tubuh, mual dan muntah serta nyeri pada perut. Pada kasus yang parah dapat terjadi air seni yang berwarna gelap, buang air besar yang berwarna pucat, dan kulit serta mata yang menguning (disebut ikterus atau jaundice).3 II. EPIDEMIOLOGI4 Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat, yaitu berkisar dari 39.8% - 68.3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki antibodi anti HAV pada usia 5 tahun. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia bervariasi antara 2.5% di Banjarmasin hingga 25.61% di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok negara dengan Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 7 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa hasil dari pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B , bayi yang mendapat penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45.9%). Prevalensi anti HCV pada donor darah dibeberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka antara 0.5% - 3.37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepaatitis C (15.5%-46.4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A akut (39.8% - 68.3%), sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6.4% - 25.9%). Untuk hepatitis D, walaupun infeksi ini erat hubungannya dengan hepatitis B, di Asia tenggara dan cina infeksi Hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi HbsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil 2.7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Pada tahun 1985, suwigyo melaporkan di Mataram, pada pemeriksaan terhadap 90 karier hepatitis B, terdapat satu anti HDV positif (1.1%) Hepatitis E di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Sintang Kalimantan Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang digunakan untuk aktivitas seharihari. Didapatkan HEV positif sebanyak 28/82 (34.1%). Letupan terjadi pada tahun 1991, hasil pemeriksaan menunjukkan HEV positif 78/92 orang (84.7%). Di daerah lain juga ditemukan adanya HEV seperti di kabupaten bawen, jawa timur. Pada saat terjadi letupan pada tahun 1992, ditemukan 2 kasus HEV dari 34 sampel darah. Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus dari 84 sampel. III. KLASIFIKASI Berdasarkan perjalanan waktu, Hepatitis dapat dibagi menjadi akut dan kronis. Akut berarti sakit selama beberapa minggu, tapi kemudian pulih. Hepatitis kronis berarti hati mungkin sudah terkena radang selama enam bulan atau lebih. Hepatitis virus Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 8 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) kronis dapat menetap di tubuh, dapat menulari orang lain, dan dapat menjadi aktif lagi.3 Berdasarkan penyebabnya, Hepatitis dapat disebabkan oleh; infeksi mikroorganisme virus, obat-obatan, racun, zat kimia seperti alkohol yang berlebihan, penyakit autoimun.5 IV. HEPATITIS VIRUS Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis.Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B yang merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molekulernya dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kemiripan dalam perjalanan penyakitnya.4 Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:4 1. Fase inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. 2. Fase prodromal (pra-ikterik) Yaitu fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat, ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sicknes dapat muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 9 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) derajat rendah umumnya terjadi pada Hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis. 3. Fase ikterus Muncul setelah 5-10 hari, tapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. 4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B. Pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya kurang dari 1% yang menjadi fulminant. Hepatitis kronis adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh berbagai macam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.6 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 10 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Berikut adalah penguraian dari masing-masing tipe hepatitis tersebut. A. Hepatitis A5 Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular melalui makanan atau minuman yang tercemar kotoran (tinja) dari seseorang yang terinfeksi masuk ke mulut orang lain. HAV terutama menular melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak, yang ditangani atau disiapkan oleh seseorang dengan hepatitis A (walaupun mungkin dia tidak mengetahui dirinya terinfeksi). Minum air atau es batu yang tercemar dengan kotoran adalah sumber infeksi lain, serta juga kerangkerangan yang tidak cukup dimasak. HAV dapat menular melalui ‘rimming’ (hubungan seks oral-anal, atau antara mulut dan dubur). Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis. Sekali kita pernah terkena hepatitis A, kita tidak dapat terinfeksi lagi. Namun, kita masih dapat tertular dengan virus hepatitis lain. Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut pada umumnya) dapat termasuk: - Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus) - Kelelahan - Sakit perut kanan-atas - Hilang nafsu makan - Penurunan berat badan - Demam - Mual - Mencret atau diare - Muntah, Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna seperti dempul - Sakit pada sendi. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 11 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Sistem kekebalan tubuh membutuhkan sampai delapan minggu untuk mengeluarkan HAV dari tubuh. Bila timbul gejala, umumnya dialami dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Gejala hepatitis A umumnya hanya satu minggu, akan tetapi dapat lebih dari satu bulan. Kurang lebih 15 persen orang dengan hepatitis A mengalami gejala dari enam sampai sembilan bulan. Kurang lebih satu dari 100 orang terinfeksi HAV dapat mengalami infeksi cepat dan parah (yang disebut ‘fulminant’), yang sangat jarang dapat menyebabkan kegagalan hati dan kematian. Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan meminta tes ini bila kita mengalami gejala hepatitis A atau bila kita ingin tahu apakah kita pernah terinfeksi HAV sebelumnya. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG (Ig adalah singkatan untuk imunoglobulin). Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV. Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV. Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG, kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah. Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV. Pengobatan umum untuk hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur. Juga ada penting minum banyak cairan, terutama bila kita mengalami diare atau muntah. Pemberian Immune globulin dapat membantu mencegah timbulnya penyakit bila kita terpajan pada virus. Immune globulin harus diberikan dalam dua hingga enam minggu setelah kita mungkin terpajan pada HAV. Bila kita menerima immune globulin untuk mencegah hepatitis A, sebaiknya kita juga menerima vaksinasi hepatitis A. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 12 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Cara terbaik untuk mencegah hepatitis A adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi membutuhkan dua suntikan, biasanya diberikan dengan jarak waktu enam bulan. Efek samping pada vaksinasi hepatitis A, jika terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit di daerah suntikan dan gejala ringan serupa dengan flu. Juga tersedia vaksin kombinasi untuk virus hepatitis A dan B. Vaksin HAV sangat efektif – lebih dari 99 persen orang yang menerima vaksinasi mempunyai kekebalan terhadap virus dan tidak akan terkena hepatitis A jika terpajan. Virus hepatitis A (HAV) B. Hepatitis B Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati.5 Seperti halnya dengan virus hepatitis A, kita dapat divaksinasikan terhadap HBV untuk mencegah infeksi. Cara penularan HBV sangat mirip dengan HIV. HBV terdapat dalam darah, air mani, dan cairan vagina, dan menular melalui hubungan seks, penggunaan alat suntik narkoba (termasuk jarum, kompor, turniket) bergantian. Perempuan hamil dengan hepatitis B juga dapat menularkan virusnya pada bayi, kemungkinan besar saat melahirkan. Jumlah virus (viral load) hepatitis B dalam darah jauh lebih tinggi daripada HIV atau virus hepatitis C, jadi HBV jauh lebih mudah menular dalam keadaan tertentu (misalnya dari ibu-ke-bayi saat melahirkan).5 Seperti hepatitis A, hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis akut bergejala. Tetapi berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B dapat menjadi infeksi kronis (menahun). Ini Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 13 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) berarti bahwa sistem kekebalan tubuh tidak mampu memberantas virus dalam enam bulan setelah terinfeksi. Dengan kata lain, virus tersebut terus berkembang dalam hati selama beberapa bulan atau tahun setelah terinfeksi. Hal ini meningkatkan risiko kerusakan hati, kanker hati dan seseorang dengan HBV kronis dapat menularkan orang lain.5 Virus Hepatitis B dengan komponen antigen permukaan (HBs-Ag). Diameter 42 nm, dengan “core” 4 nm. “Coat “surface Virion” antigen” merupakan atau HBsAg. “Surface antigen biasanya diproduksi berlebihan sehingga dijumpai dalam darah Sumber penderita. : Linda M Stannard, 1995 Partikel "Core". Jumlah dan susunan kapsomer partikel ini belum diketahui dengan pasti. Dengan mikroskop elektron terlihat menyerupai sarang. Virion hepatitis B (gambar pembesaran kanan) dan dua inti (ditunjuk dengan panah). Pada hepatitis agresif, hati mengalami kronik, mengecil peradangan fibrotik dan dan dapat menjurus pada gagal hati. Sumber : Linda M Stannard, 1995 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 14 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Kurang dari 10 % orang dewasa yang terinfeksi HBV mengalami infeksi HBV kronis. Kemungkinan menjadi HBV kronis tergantung pada sistem kekebalan tubuhnya. Misalnya, orang dengan sistem kekebalan yang lemah karena pencangkokan organ, melakukan cuci darah karena masalah ginjal, menjalankan kemoterapi, menerima terapi steroid untuk menekan sistem kekebalan, atau akibat infeksi HIV lebih mungkin menjadi HBV kronis dibandingkan dengan orang dengan sistem kekebalan yang sehat. Tidak semua yang terinfeksi HBV mengalami gejala hepatitis. Antara 30 dan 40 persen orang terinfeksi virus ini tidak mengalami gejala apa pun. Gejala, bila ada, biasanya timbul dalam empat sampai enam minggu setelah terinfeksi, dan dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala hepatitis B akut serupa dengan gejala infeksi HAV. Beberapa orang yang mengalami gejala hepatitis B akut merasa begitu sakit dan lelah sehingga mereka tidak dapat melakukan apa-apa selama beberapa minggu atau bulan. Seperti dengan HAV, kurang dari 1 persen orang terinfeksi HBV dapat mengalami infeksi cepat dan berat (‘fulminant’); walaupun hal ini sangat jarang tetapi dapat menyebabkan kegagalan hati dan kematian. Bila sistem kekebalan tubuh tidak mampu mengendalikan infeksi HBV dalam enam bulan, gejala hepatitis B kronis dapat muncul. Tidak semua orang dengan hepatitis B kronis mengalami gejala. Beberapa orang kadang kala mengalami gejala yang hilang setelah beberapa waktu, sementara yang lain mengalami gejala terus-menerus.5 Gejala hepatitis B kronis dapat serupa dengan yang dialami dengan hepatitis B akut. Gejala ini cenderung ringan sampai sedang dan biasanya bersifat sementara. Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk: - ruam - urtikaria (kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak) - artritis (peradangan sendi) - polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan dan kaki). Gejala hepatitis, baik akut maupun kronis, harus dilaporkan pada dokter.5 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 15 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen – HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi antiHBc yang dibuat: antibodi IgM dan antibodi IgG.5 HBsAg AntiHBc IgM AntiHBc IgG AntiHBs Status hepatitis B Negatif Negatif Negatif Negatif Tidak pernah terinfeksi (pertimbangkan divaksinasikan) Positif Positif Positif Negatif Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, masih aktif Negatif Positif Positif Negatif Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, dan dalam proses pemulihan Negatif Negatif Positif Positif Terinfeksi, kemungkinan terjadi lebih dari enam bulan yang lalu, dan dikendalikan secara sukses oleh sistem kekebalan tubuh Negatif Negatif Negatif Positif Pernah divaksinasi terhadap infeksi HBV secara sukses Positif Negatif Negatif Infeksi HBV kronis Positif Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri. Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi:5 Tergantung pada hasil ini, tes tambahan mungkin dibutuhkan. Bila kita tidak pernah terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap HBV, kita tidak membutuhkan Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 16 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) tes tambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut, sebaiknya kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang dibutuhkan. Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes tambahan. Tes ini diminta oleh dokter untuk mengetahui apakah infeksinya aktif dan berapa luas kerusakan pada hati. HBeAg dan Anti-HBe: HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan anti-Hbe adalah antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat terdeteksi dalam contoh darah, ini berarti bahwa virus masih aktif dalam hati (dan dapat ditularkan pada orang lain). Bila HBeAg adalah negatif dan anti-HBe positif, umumnya ini berarti virus tidak aktif. Namun hal ini tidak selalu benar. Beberapa orang dengan hepatitis B kronis terinfeksi dengan apa yang disebut sebagai “precore mutant” (semacam mutasi) HBV. Hal ini dapat menyebabkan HBeAg tetap negatif dan anti-Hbe menjadi positif, walaupun virus tetap aktif dlm hati.5 Viral Load HBV: Tes viral load, yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapat mengetahui apakah HBV menggandakan diri dalam hati. Viral load HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus adalah aktif dan mempunyai potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada hati. Bila viral load di atas 100.000, terutama jika enzim hati juga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila viral load di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe positif, ini menunjukkan bahwa virus dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masih dapat menular padaorang lain. 5 Pemeriksaan Imunologi Hepatitis B7 HbsAg timbul dalam darah enam minggu setelah infeksi dan menghilang setelah tiga bulan. Bila persisten lebih dari enam bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 17 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain. Anti-HBs timbul setelah tiga bulan terinfeksi dan menetap. Kadar Anti-HBs jarang mencapai kadar tinggi dan pada 10-15% pasien dengan Hepatitis B akut tidak pernah terbentuk antibodi. Anti HBs diinterpretasikan sebagai kebal atau dalam masa penyembuhan. Dulu, diperkirakan HBsAg dan anti HBs tidak mungkin dijumpai bersama-sama, namun ternyata sepertiga carrier HBsAg juga memiliki HBsAntibodi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi simultan dengan sub-tipe yang berbeda. HbeAg berkorelasi dengan sintesis virus yang tengah berjalan dan infeksius. Pada masa akut HBeAg dapat muncul transient, lebih pendek daripada HBsAg. Bila persisten lebih dari sepuluh minggu pasien masuk dalam keadaan kronik. Anti-Hbe adalah suatu pertanda infektivitas relatif yang rendah. Munculnya anti-HBe merupakan bukti kuat bahwa pasien akan sembuh dengan baik. HbcAg tidak dapat dideteksi dalam sirkulasi darah, tetapi antibodinya (antiHBc) bisa. IgM antiHBc menunjukkan hepatitis virus akut. Antibodi ini dideteksi setelah HBsAg menghilang dari serum pada 5-6% kasus hepatitis B akut. IgM anti-HBc yang persisten menunjukkan penyakit kronik virus B, biasanya kronik aktif hepatitis. Titer rendah IgG anti-HBc dengan anti-HBs menunjukkan infeksi hepatitis B di masa lampau. Titer tinggi IgG anti-HBc tanpa anti-HBs menunjukkan infeksi virus persisten. HBV-DNA adalah petanda yang paling sensitif untuk replikasi virus. Metode yang digunakan sudah beraneka ragam. Metode yang digunakan adalah polymerase chain reaction (PCR). Satu genom viruspun dapat dideteksi. Bahkan HBV-DNA dapat dijumpai pada serum dan hati setelah HBsAg menghilang, khususnya pada pasien dengan terapi anti-viral. HBV-DNA serum merupakan indikator yang baik untuk kadar viremia, dan pada beberapa penelitian berkorelasi dengan kadar transaminase serum serta paralel dengan HBsAg. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 18 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Perjalanan akut hepatitis tipe B Sumber : Harrison. Textbook of Internal Medicine Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 19 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Perjalanan kronik hepatitis B Sumber : Harrison. Textbook of Internal Medicine. Mutan Hepatitis B7 Genom Varian hepatitis B dijumpai pertama kali pada seorang anak Senegal yang mendapat vaksinasi kemudian dilaporkan lagi pada seorang tentara di Paris yang mendapat tranfusi darah dan seterusnya mulai dijumpai di Taiwan, New Zeland, Spanyol, Mediteran, Timur Tengah dan lain-lain. Pada pasien dijumpai HBsAg positif tetapi tidak dijumpai anti-HBc dan HBeAg. Virus tidak dinetralisasi oleh anti-HBs. Virus ini memiliki epitop permukaan yang sama yaitu S dan pre-S2 tetapi berbeda pada antigen core. Varian ini disebabkan oleh mutasi pada regio pre-core sehingga mengganggu pembentukan dan sekresi HBe-Ag yang merupakan translasi lanjutan dari regio pre-core. Pasien dikorelasikan dengan penyakit hati progresif dan kadar HBV DNA yang tinggi (pada beberapa kasus HBV-DNA dapat negatif). Hepatitis fulminan telah dihubungkan dengan mutan ini. Dengan makin mencoloknya peningkatan jumlah kasus escape mutant hepatitis B virus ini, untuk menunjang penetapan perjalanan klinis hususnya pada penyakit dengan gejala fulminan, serum HBeAg menjadi kurang Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 20 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) bermanfaat sebagai indikator infeksi dan sudah selayaknya dipilih pemeriksaan HBVDNA menggantikannya. Pemilihan Pemeriksaan HBV-DNA Dibandingkan HbeAg7 Saat ini yang paling sering diminta oleh para sejawat klinisi untuk pemeriksaan imunologi terhadap penyakit Hepatitis B yaitu HBsAg, Anti HBs-Ag, HBe-Ag, Anti HBe-Ag dan IgM anti HBc. Pemeriksaan HBV-DNA sangat jarang diminta, mungkin karena harganya yang dirasa masih cukup mahal. Namun sebenarnya sudah lama dianjurkan pemeriksaan kadar HBV-DNA serum untuk menggantikan pemeriksaan HBV e antigen (HBe-Ag), terutama sebagai indikator replikasi virus dan derajat penularan. Dengan pemeriksaan HBV-DNA dapat diinterpretasi replikasi virus yang sesungguhnya dan efisien serta derajat penularan yang tinggi. Ketika dulu pemeriksaan HBV-DNA hanya dapat dilaporkan sebagai positif dan negatif saja, hal ini mungkin belum dirasakan banyak manfaatnya. Tetapi setelah kemudian ada alternatif pemeriksaan HBV-DNA dengan kadar kuantitatif, dobrakan terhadap interpretasi dan pemantauan terapi Hepatitis B meletup diikuti ratusan penelitian mutakhir. Di Indonesia, HBV-DNA telah dapat dilakukan dengan dua alternatif hasil. Kualitatif yaitu positif atau negatif, serta kuantitatif yaitu kadar HBV-DNA. Metode pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan hybridization capture system, nested polymerase chain reaction dan TaqMan PCR system. Di beberapa Negara lain, pemeriksaan molekuler Hepatitis B telah mencakup pula HBV genotyping dan Analisis Sequence Mutant. Untuk pemantauan terapi anti-viral, kadar HBV-DNA harus diperiksa sebelum pengobatan sebagai titik acuan keberhasilan pengobatan. Setelah pengobatan, pemeriksaan reguler berkala HBV-DNA dilakukan untuk melihat keberhasilan pengobatan. Akhir-akhir ini pemeriksaan HBV-DNA dalam kaitannya dengan terapi anti-viral banyak diminta dengan meningkatnya strain Mutant Resisten Lamivudine Hepatitis B. Telah disebutkan di atas bahwa sebenarnya telah sekitar sepuluh tahun terakhir ini Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 21 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) HBe-Ag menjadi tidak populer yaitu sejak ditemukannya mutant HBV yang tidak memproduksi antigen HBe (Pasien Hepatitis B tipe Mutant Negative HBe-Ag). Pada kasus keraguanpun pemeriksaan HBV-DNApun menjadi satu-satunya alternatif test konfirmasi saat ini. Walaupun demikian, bukan berarti pemeriksaan HBV-DNA dapat menggantikan sepenuhnya HBeAg, karena bagaimanapun, pemeriksaan HBeAg cukup murah, mudah dikerjakan dan telah dapat dilaporkan secara semikuantitatif (Elecsys 2010 immunoanalyzer; Roche Diagnostics, GmbH, Germany) sehingga dapat digunakan untuk pemantauan terapi anti-viral, terutama pada pasien dengan HBV-DNA dan HBeAg positif. Dengan menilai manfaat terutama pada hal-hal khusus tersebut di atas, para sejawat dapat melakukan pertimbangan pemilihan pemeriksaan HBe-Ag dan HBV-DNA. Tes Enzim Hati: Tingkat enzim hati – yang disebut SGPT dan SGOT (atau ALT dan AST di daerah lain) – diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut sebagai tes fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi semestinya, dan mungkin ada risiko kerusakan permanen pada hati. Selama infeksi hepatitis B akut, tingkat enzim hati dapat tinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkala atau terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakan hati jangka panjang. 5 Alfa-fetoprotein (AFP): Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker. Karena orang dengan hepatitis B kronis berisiko lebih tinggi terhadap kanker hati, tes ini sering diminta oleh dokter setiap 6 sampai 12 bulan. Memakai tingkat AFP untuk mengetahui keberadaan tumor dapat disalah tafsirkan, jadi tes ini mungkin paling berguna untuk orang dengan sirosis, karena mereka mempunyai kemungkinan lebih tinggi mendapatkan kanker hati.5 Ultrasound: Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan ultrasound atau “gema” untuk mengetahui timbulnya kanker hati pada orang dengan hepatitis B Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 22 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) kronis, karena tes ini lebih peka dalam mendeteksi tumor dibandingkan AFP. Tes ini memang lebih mahal. Ultrasound menggunakan alat, yang disebut sebagai transducer, yang digeser-geserkan pada perut atas untuk mengetahui bentuk, ukuran dan struktur hati. Pemeriksaan dengan ultrasound tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan 10-15 menit. Beberapa ahli mengusulkan melakukan tes ultrasound setiap 6-12 bulan, walaupun, seperti dengan pemeriksaan AFP, tes ini paling berguna untuk orang dengan sirosis. 5 Biopsi Hati: Sayangnya, tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang keadaan hati seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila ada, tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas 100.000 kopi) d an tingkat enzim hati yang tinggi. Biopsi hati biasanya dilakukan di klinik rawat jalan di rumah sakit. Ultrasound kadang kala dipakai untuk menentukan daerah terbaik untuk biopsi. Kita harus telentang, sedikit ke kiri. Daerah kulit yang dipilih dibersihkan.. Kemudian, daerah tersebut disuntik untuk mematikan rasa pada kulit dan jaringan di bawahnya. Sebuah jarum khusus yang tipis ditusuk melalui kulit. Pada saat ini, dokter akan minta kita mengambil napas masuk, keluar dan tahan untuk kurang lebih lima detik. Jarum dimasukkan pada hati dan dikeluarkan lagi. Tindakan ini hanya membutuhkan satuKepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 23 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) dua detik. Sepotong jaringan hati yang kecil dicabut dengan jarumnya, dan diperiksa dalam laboratorium. Proses ini dari awal hanya membutuhkan 15-20 menit. Tetapi setelah itu, kita harus terbaring secara tenang selama beberapa jam untuk menghindari kemungkinan akan perdarahan di dalam. Mungkin akan dirasakan sedikit nyeri pada dada atau bahu, tetapi ini bersifat sementara.5 Orang bereaksi secara berbeda-beda pada biopsi – beberapa orang merasa sakit, sementara kebanyakan merasa heran karena mereka hampir tidak mengalami rasa sakit. Sebagian besar orang menggambarkan proses sebagai membosankan, karena harus terbaring begitu lama setelah dilakukan tindakan. Hasil biopsi biasanya didapat dalam satu minggu, kemudian hasilnya baru akan dijelaskan oleh dokter.5 Orang dengan hepatitis B akut tidak membutuhkan pengobatan. Biasanya seorang yang mengalami gejala hepatitis B akut hanya membutuhkan istirahat di tempat tidur, minum banyak cairan, dan obat penawar rasa sakit yang dapat dibeli tanpa resep, misalnya ibuprofen. 5 Pengobatan hanya disarankan untuk orang dengan hepatitis B kronis. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi viral load HBV menjadi tingkat yang tidak terdeteksi dan mengembalikan enzim hati menjadi normal, dengan harapan untuk menghilangkan baik HBeAg maupun HbsAg. Jika kedua antigen ini dapat dihilangkan dari darah, kemungkin kecil viral load akan meningkat kembali. Waktu terbaik untuk mulai terapi anti-HBV adalah saat viral load HBV di atas 100.000 kopi dan tingkat SGPT sedikitnya dua kali lipat di atas tingkat normal. Memulai terapi pada saat SGPT normal atau hanya sedikit lebih tinggi kemungkinan tidak sama efektif. 5 Ada tiga jenis pengobatan yang disetujui di AS untuk hepatitis B kronis:5 Interferon-alfa Obat ini meniru kegiatan interferon-alfa yang berada secara alami dalam tubuh kita dan berfungsi sebagai antivirus. Obat ini disetujui di AS beberapa tahun yang lalu untuk pengobatan hepatitis B kronis. Dosis yang diberikan 5 juta satuan (IU) setiap Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 24 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) hari atau 10 juta IU tiga kali seminggu – disuntik di bawah kulit atau ke dalam otot selama empat bulan. Pegylated interferon sebuah obat yang mengandung butir polietalin glikol yang sangat kecil yang terikat pada molekulinterferon, sedang diujicobakan untuk mengobati HBVkronis. Obat ini disuntikkan sekali seminggu, dan hasil ujicoba klinis awal memberi kesan bahwa obat ini lebih efektifdaripada interferon biasa. Uji coba klinis tambahan sedangdilakukan untuk meyakinkan keamanan dan tingkatefektifitasnya pegylated interferon untuk mengobati hepatitisB kronis. Lamivudine (3TC) Setelah disetujui untuk mengobati HIV, 3TC juga disetujui untuk mengobati hepatitis B kronis. Orang yang hanya terinfeksi HBV (dan tidak HIV) meminum satu tablet 100mg 3TC setiap hari. Orang dengan HBV dan HIV bersama harus memakai dosis yangdibutuhkan untuk mengobati HIV – 300mg sehari. Adefovir dipivoxil: Penelitian obat ini pada awal untuk pengobatan HIV, tetapi dosis yang efektif untuk HIV menimbulkan efek samping pada ginjal. Dosis yang dibutuhkan untuk mengobati HBV jauh lebih rendah – hanya satu tablet 10mg sehari – dan karena itu risiko efek samping pada ginjal juga lebih rendah. Pada uji coba klinis, adefovir ternyata efektif untuk pengobatan orang dengan hepatitis B kronis yang baru memakai terapi untuk pertama kali, dan juga untuk orang dengan HBV yang sudah resistan terhadap 3TC. Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia: Recombivax HB dan Energix-B. Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia vaksin kominasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 25 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) virus. Vaksin HBV adalah efektif untuk lebih dari 90 persen orang dewasa dan anak yang menerima ketiga dosis semuanya. Tetapi ada penelitian yang memberi kesan bahwa Odha lebih mungkin tidak menjadi kebal/imun terhadap HBV melalui vaksinasi, terutama bila sistem kekebalan tubuhnya sudah lemah. Jadi sebaiknya Odha menerima vaksin hepatitis B saat jumlah CD4nya masih cukup tinggi. Bila kita belum pernah terinfeksi hepatitis B, sebaiknya kita berbicara dengan dokter. Karena Odha lebih mungkin terkena hepatitis B kronis dan fungsi hati yang baik dibutuhkan untuk mengeluarkan sisa obat antiretroviralnya, vaksin hepatitis B sangat disarankan untuk Odha. Melakukan vaksinasi terutama penting untuk orang dengan HIV dan hepatitis C atau penyakit hati yang lain. Jika kita belum divaksinasikan terhadap hepatitis B, masih ada yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi HBV. Upaya ini termasuk penggunaan kondom saat berhubungan seks. Pembersihan jarum suntik yang dipakai bergantian dengan pemutih tidak efektif untuk mencegah hepatitis B pengguna narkoba suntikan sebaiknya selalu memakai jarum baru. Sebaiknya juga benda yang dapat tercemar dengan darah orang lain, misalnya sikat gigi, alat cukur dan jarum tindik, tidak dipakai bergantian. Bila kita belum divaksinasi terhadap hepatitis B dan merasa kita baru-baru terpajan terhadap HBV – misalnya tertusuk dengan jarum suntik bekas pakai, atau berhubungan seks dengan seorang yang terinfeksi hepatitis B – mungkin dapat diminta suntikan imun globulin hepatitis B (HBIG). HBIG disarankan setelah pajanan pada virus hepatitis B karena obat ini memberi perlindungan cepat tetapi jangka pendek terhadap virus tersebut. Pada saat yang sama juga diberikan suntikan pertama vaksinasi hepatitis B. Setelah itu, dua dosis tambahan vaksin hepatitis B diberikan sesuai dengan jadwal untuk melengkapinya dan memberi perlindungan jangka panjang. Proses Kerusakan Hati Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 26 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Hati yang normal halus dan kenyal bila disentuh. Ketika hati terinfeksi suatu penyakit (misalnya hepatitis C), hati menjadi bengkak. Sel hati mulai mengeluarkan enzim alanin aminotransferase ke darah. Dengan keadaan ini dokter dapat memberitahu anda apakah hati sudah rusak atau belum. Bila konsentrasi enzim tersebut lebih tinggi dari normal, itu adalah tanda hati mulai rusak. Sewaktu penyakit hati berkembang, perubahan dan kerusakan hati meningkat. Fibrosis Setelah membengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis", yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis". Sirosis. Kerusakan yang berulang, area besar hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi koreng. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak. Hati mulai menciut dan menjadi keras. Penyakit hepatitis C kronis biasanya dapat menyebabkan sirosis sama seperti kelebihan mengkonsumsi minuman beralkohol. Fungsi hati rusak Sewaktu sirosis bertambah parah, hati tidak dapat menyaring kotoran, racun, dan obat yang ada dalam darah. Hati tidak lagi dapat memproduksi “clotting factor” untuk menghentikan pendarahan. Cairan tubuh terbentuk pada abdomen dan kaki, pendarahan pada usus sering terjadi, dan biasanya fungsi mental menjadi lambat. Pada titik ini, transplantasi hati adalah pilihan satu-satunya. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 27 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Kanker hati Kadang kala kerusakan sel hati diikuti dengan perubahan gen sel yang mana dapat menjadi kanker. Pasien hepatitis C kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita "hepatocellular carcinoma", suatu tipe tumor hati. Pencegahan Kerusakan Hati Sirosis dapat dihentikan dan kadang kala dapat dicegah. Untuk pasien hepatitis C kronis, sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada hati dimana sirosi lebih buruk. Selain itu, jika anda penderita penyakit hepatitis C hindari alkohol secara total. Juga jangan minum alkohol dengan acetaminophen (merupakan kandungan obat sakit kepala dan flu), karena bila dikonsumsi berbarengan dapat menyebabkan kondisi "hepatitis fulminant", yang dapat menyebabkan fungsi hati rusak total. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 28 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) SIROSIS HEPATIS PENDAHULUAN Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Banyak penyakit hati yang ditandai dengan pembentukan fibrosis. Fibrosis ini berasal dari deposit komponen matriks ekstraseluler (contohnya: kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di dalam hati. Pada umumnya proses ini bersifat reversibel, tapi pada sirosis, proses ini bersifat ireversibel. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec pada tahun 1826. Kata sirosis berasal dari bahasa Yunani kirrhos yang berarti permukaan hati yang berwarna kuning orange. Secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata. Pada sirosis hepatis kompensata belum terdapat gejala klinis yang nyata, sedangkan sirosis hepatis dekompensata ditandai dengan gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. EPIDEMIOLOGI Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 29 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis daripada wanita dengan perbandingan 2-4,5 : 1, dan terbanyak didapat pada dekade kelima. ETIOLOGI Hepatitis virus (B, C, D, G) Infeksi hepatitis C dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada hati yang dapat menimbulkan sirosis dalam beberapa dekade. Virus hepatitis B merupakan penyebab sirosis hati yang paling umum di seluruh dunia, khususnya di Asia Tenggara. Hepatitis B, sama halnya seperti hepatitis C, dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan hati yang dapat menimbulkan sirosis dalam beberapa dekade. Hepatitis D, yang terjadi pada individu yang sudah menderita hepatitis B, juga meningkatkan koinfeksi sirosis. Alkohol Alkohol menyebabkan sirosis pada 15% pecandu alkohol berat dalam waktu lebih dari satu dekade. Jumlah alkohol yang dapat menimbulkan sirosis bervariasi pada tiap-tiap individu. Pada wanita, asupan alkohol 2-3 gelas per hari sudah dapat menimbulkan sirosis, sedangkan pada pria 3-4 gelas per hari. Alkohol merusak hati dengan menghambat metabolisme normal dari protein, lemak dan karbohidrat. Metabolik a) Genetic hemochromatosis (iron overload) Biasanya dijumpai pada individu dengan riwayat sirosis dalam keluarga, hiperpigmentasi kulit, diabetes mellitus, pseudogout, dengan kardiomiopati, yang semuanya merupakan tanda kelebihan zat besi. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 30 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) b) Wilson’s disease (copper overload) Kelainan autosomal resesif ini ditandai dengan kadar serum seruloplasmin yang rendah dan kadar zink yang meningkat pada biopsi hati. Juga ditemukan cincin Kayser-Fleisher pada kornea dan perubahan status mental. c) Alpha antitrysin deficiency d) Defisiensi alpha 1-antitrypsin (AAT) e) Cystic fibrosis f) Galactosemia g) Glycogen storage disease h) Hereditary tyrosinemia i) Hereditary hemorrhagic telangiestasi j) Abetalipoproteinemia k) Porphyria Biliary disease a) Extrahepatic biliary obstruction b) Intrahepatic biliary obstruction • Primary biliary cirrhosis Dapat asimptomatik atau dengan keluhan fatigue, pruritus dan ikterus pada kulit dengan hepatomegali. • Primary selerosing cholangitis (PSC) PSC merupakan penyakit kolestatik progresif yang digambarkan dengan pruritus, steatorrhea, defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, dan penyakit metabolik tulang. PSC berhubungan erat dengan inflammatory bowel disease (IBD), khususnya kolitis ulseratif. c) Childhood biliary discase • Byler’s disease (progressive childhood cholestasis) Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 31 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) • Alagilles syndrome (arteriohepatic dysplasia) • Aegenaes syndrome (cholestasis with lymphedema) • Zeliweger’s syndrome • Indian childhood cirhosis Venous outflow obstruction a) Budd – Chiari syndrome b) Veno – Oclusive disease c) Severe right – sided heart failure Drugs, toxins, chemicals : methotrexate, amiodarone, penggunaan acetaminophen secara lama Immunologik a) Autoimmune hepatitis Penyakit ini menyerang sistem imun hati dan menyebabkan inflamasi hati, yang akhirnya menimbulkan jaringan parut dan sirosis. b) Graft – Versus – Host disease Lain-lain a) Infeksi : syphilis, schistosomiasis b) Sarcoidosis c) Non-alcoholic steatohepatitis (NASH) Pada NASH, lemak tertimbun dalam hati dan akhirnya menyebabkan jaringan ikat. Tipe hepatitis ini dihubungkan dengan diabetes, malnutrisi protein, obesitas, penyakit jantung koroner, dan pengobatan dengan kortikosteroid. Hal ini sama dengan yang terjadi pada penyakit hati akibat alkohol, tetapi pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan alkohol. d) Jejunoileacal bypass for obesity e) Hypervitaminosis A f) Crylogenik Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 32 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) PATOLOGI Secara makroskopik, hati awalnya membesar tetapi dengan semakin progresifnya penyakit ini, hati menjadi lebih kecil. Permukaannya ireguler, konsistensinya keras, dan warnanya kuning (jika berhubungan dengan steatosis). Berdasarkan ukuran nodul, ada 3 tipe makroskopik hati yaitu mikronodular, makronodular, dan sirosis campuran. Pada bentuk mikronodular (sirosis Laennec atau sirosis portal), nodul berukuran kurang dari 3 mm. Pada sirosis makronodular (sirosis pasca nekrotik) nodul berukuran lebih dari 3 mm. Pada sirosis campuran terdapat bermacam-macam nodul dengan ukuran yang berbedabeda. Secara mikroskopik sirosis ditandai dengan pembentukkan nodul-nodul yang dikelilingi oleh septa fibrosa. Dalam nodul ini, pembentukkan hepatosit cenderung terganggu. Traktus portal, vena sentral dan pola radial hepatosit tidak ada. Septa fibrosa ini penting dan dapat menggambarkan infiltrat radang, seperti limfosit dan makrofag. PATOGENESIS Peradangan sel sel hati yang menahun menimbulkan nekrosis hati yang luas (hepatoselular) kemudian terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau dengan port sentral (bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat juga terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikuloendotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 33 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa terjadinya sirosis bisa secara mekanik, imunologis dan campuran. Terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis, dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan hati, nekrosis (necrosis bridging) dengan melalui hepatitis kronis agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala Sirosis Keluhan pasien tergantung pada fase penyakitnya. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Gejala awal (sirosis kompensata) meliputi : o Mudah lemas dan lelah o Selera makan berkurang o Perasaan perut kembung o Mual, kadang mencret atau konstipasi o Berat badan menurun o Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 34 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi : o Hilangnya rambut badan o Gangguan tidur, kelelahan, anoreksia, malaise, otot mengecil o Demam tidak begitu tinggi o Gangguan pembekuan darah seperti: perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna (muntah darah dengan atau tanpa melena), epistaksis, gangguan siklus haid o Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat o Perubahan mental Tanda klinis o Spider angioma-spider angiomata (spider telangiektasi) Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. o Eritema palmaris Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 35 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) o Perubahan kuku Muchrche’s nails Berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku, diperkirakan akibat hipoalbumin Terry’s nail Bagian 2/3 proksimal kuku tampak putih dan bagian 1/3 distal berwana merah Clubbing finger o Kontraktur Dupuytren Kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fascia palmaris o Osteoartropati hipertrofi Periostitis proliferatif kronik pada tulang panjang yang dapat menimbulkan nyeri. o Ginekomastia Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 36 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) o Atrofi testis hipogonadisme Menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis. o Ukuran hati bisa membesar, normal atau mengecil o Splenomegali Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Sering ditemukan terutama pada sirosis nonalkoholik. o Asites Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta o Caput medusa Vena kolateral pada dinding perut Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 37 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) o Murmur Cruveilhier-Baumgarten Bunyi vena yang terdengar pada daerah epigastrium akibat hubungan kolateral antara sistem portal dengan vena umbilikus pada hipertensi portal. o Fetor hepatikum Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. o Ikterus Kuning pada kulit, mata, membran mukosa akibat peningkatan kadar bilirubin (lebih dari 2-3 mg/dl). Urin juga tampak berwarna gelap seperti teh pekat, mungkin disebabkan proses penyakit yang berkelanjutan atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya thrombus saluran empedu intrahepatik. o Asterixis Gerakan mengepak-ngepak dan dorsofleksi tangan yang bilateral asinkron pada pasien dengan ensefalipati hepatik. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan / syok. Pada kasus lain, pasien SH datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik sampai koma Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 38 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) hepatikum. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada SH fase lanjutan akibat perdarahan varises esofagus. Hematologi Anemia, Trombositopenia, Lekopenia, DIC, Gangguan fungsi koagulan Paru Sindrom hepato – Pulmoner Ginjal Sindrom hepatorenal, Hiperaldosteron sekunder Jantung Sirkulasi hiperdinamik Endokrin Hipogonadisme, Feminisisasi, Diabetes, Hiperparatiroidisme Neurologi Neuropati perifer Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis SH dengan adanya Splenomegali Ascites Edema pretibial Perdarahan varises (hematemesis) Laboratorium biokimia khususnya penurunan albumin Tanda kegagalan hati berupa : eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral DIAGNOSIS Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksan penunjang lainnya. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 39 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hepatis dini. Pemeriksaan penunjang pada sirosis hepatis meliputi : Pemeriksaan laboratorium Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat, tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengesampingkan adanya sirosis. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat Bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis lanjut. Albumin menurun sesuai dengan perburukan sirosis Globulin meningkat Protrombin time memanjang, mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati Natrium serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites Anemia monokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer Pemeriksaan lainnnya Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi portal. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 40 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Serologi dengan pemeriksaan HBsAg/Anti-HCV untuk mengetahui kemungkinan etiologi dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) untuk mengetahui ada/tidaknya keganasan. Esofagoskopi untuk melihat varises esofogus, kelebihannya dapat melihat langsung sumber perdarahan dan tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan. Punksi Ascites untuk memeriksa tanda-tanda infeksi (SBP : Spontan Bacterial Peritonitis), sel tumor, perdarahan dan eksudat, kultur cairan, pemeriksaan kadar protein, amylase dan lipase. Pemeriksaan lain adalah dengan CTScan. Diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti SH dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Cara biopsi : Biopsi membuta (biopsi hati perkutaneus) melalui sela iga 8 – 9 – 10 depan linea aksilaris media kanan dengan menggunakan jarum Menghini. Aspirasi dilakukan pada posisi pernapasan ekspirasi dalam teknik one second needle biopsy. Biopsi terarah dengan jarum Vim Silverman / Trucut sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi hati / mikroskopis dapat menegakkan diagnosis SH sekitar 80% sedangkan dengan peritoneoskopi (makro / mikroskopis) mendekati 100%. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan ascites yang banyak dan hati mengecil. Sebelum biopsi dilakukan pemeriksaan koagulasi darah terutama jumlah trombosit dan waktu protrombin. Bila perlu sebelum dilakukan biopsi diberikan Vitamin K injeksi berturut-turut selama 3 hari. Indikasi biopsi hati : Menentukan keparahan dan kronisitas hepatitis (kofirmasi hepatitis kronik aktif). Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 41 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Konfirmasi keberadaan dan etiologi suatu penyakit hati kronik bila timbul keraguan sebelumnya (hasil biopsi diagnosis spesifik seperti penyakit hati alkoholik, hemokromatosis). PUO (Pyrexia of Unknown Origin) dengan kenaikan SAP / fosfatase lindi, kemungkinan suatu proses infiltrat hati seperti penyakit hodgkin dan sarkoidosis. Mendiagnosis penyakit sistemik pada keadaan hepatomegali. Keganasan primer dan sekunder. Kontra indikasi biopsi : Tidak kooperatif Gangguan kesadaran Hemangioma Kista hidatid Gangguan kesadaran Sepsis lokal Obstruksi ekstrahepatik komplit KOMPLIKASI Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis tinggi akibat dari komplikasi yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Sirosis hepatis dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, seperti : • Peritonitis bakterial spontan Infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. • Sindrom hepatorenal Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 42 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. • Ensefalopati hepatik Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hepar. Mula-mula ada gangguan tidur berupa insomnia dan hipersomnia, selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. • Sindrom hepatopulmonal Terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. • Perdarahan varises Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus yang pecah akan menimbulkan perdarahan. • Karsinoma hepatoselular PENATALAKSANAAN Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah perusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/Kg BB dan kalori sebanyak 20003000 kkal/hari. Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresivitas kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannnya. Hepatitis autoimun Bisa diberikan steroid atau imunosupresif Penyakit Wilson Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 43 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Diberikan D Penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum dan menambah ekskresi melalui urin. Hemokromatis Flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan Penyakit hati nonalkoholik Menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Hepatitis virus B Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. Hepatitis virus C kronik Kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000mg/hari selama 6 bulan. Penatalaksanaan sirosis dekompensata: Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 44 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Ensefalopati hepatik Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 g/kg BB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Varises esofagus Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat beta blocker (propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin, bolus 250 mcg dilanjutkan tetesan infus kontinu 250 mcg/jam atau oktreotid/sandostatin, Bolus 100 mcg dilanjutkan dengan tetesan infus kontinu 25 mcg/jam selama 8 - 24 jam atau langsung dalam bentuk tetesan infus kontinu dalam dosis 25 – 50 mcg/jam selama 8 – 24 jam. Diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Hematemesis melena - Pemasangan NGT untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran cerna, disamping untuk melakukan bilas lambung dengan air es dan mengetahui apakah perdarahan masih berlangsung. - Jika perdarahan banyak, sistolik < 100 mmHg, nadi 100x/menit atau Hb < 9 g/dl diberi IVFD dekstrosa / saline / transfusi darah. • Vasopressin 2 Amp 0,1 g dalam 1 kolf D5/saline/4 jam 3x sehari. Vasopressin menimbulkan efek samping insufisiensi koroner, sehingga untuk pasien yang mempunyai resiko sebaiknya diberikan somatostatin - Pemasangan SB tube - Vitamin K - Antasida Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 45 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) - AH2 reseptor - Neomisisn untuk sterilisasi usus - Ampisilin / sefalosporin untuk mencegah infeksi sitemik - Laktulosa - Clysma Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati Terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. PROGNOSIS Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertainya. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Derajat Kerusakan Bilirubin serum (mu.mol/dl) Albumin serum (g/dl) Asites PSE/ensefalopati Nutrisi Minimal <35 >35 Nihil Nihil Sempurna Sedang 35-50 30-35 Mudah dikontrol Minimal Baik Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 Berat >50 <30 Sukar Berat Kurus 46 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 47 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) BAB III KESIMPULAN Tips Bagi penderita penyakit hati 1. Diet seimbang Jumlah kalori yang dibutuhkan sisesuaikan dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. pada keadaan tertentu diperlukan diet rendah kalori. 2. Banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk mencegah sembelit. 3. Menjalankan pola hidup yang teratur. 4. Konsultasi dengan dokter anda. Tips mencegah Hepatitis 1. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan. 2. Menghindari penularan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi,suntikan, tatto, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll. 3. Bila perlu menggunakan jarum yang disposable (sekali pakai). 4. Pemeriksaan darah donor terhadap hepatitis virus. 5. Program vaksinasi hepatitis A dan B. Pada Sirosis Hepatis terjadi kerusakan yang berulang, area besar hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi koreng. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak. Hati mulai menciut dan menjadi keras. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 48 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) Tanda klinis SH antara lain Spider angioma-spider angiomata (spider telangiektasi), Eritema palmaris, Perubahan kuku Muchrche’s nails & Terry’s nail, Clubbing finger, Kontraktur Dupuytren, Osteoartropati hipertrofi, Ginekomastia, Atrofi testis hipogonadisme, Ukuran hati bisa membesar, normal atau mengecil, Splenomegali, Asites, Caput medusa, Murmur Cruveilhier-Baumgarten, Fetor hepatikum, Ikterus, Asterixis. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 49 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo,Aru W. Sirosis Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Nurdjanah, Siti. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; p.445-48 2. Speelman P. Hepatitis. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine,Vol 1, 15th ed.USA,McGraw Hill,1998. 3. Sanityoso A, Soemohardjo S, Gunawan S. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S . Hepatitis Viral Akut, Hepatitis B kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta . Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. Hal.429-40. 4. McKinlay R, Matheny SC. Dalam: South-Paul JE, Matheny SC, Lewis EL. Viral Hepatitis. Current Diagnosis And Treatment in Family Medicine. International Edition. United State. McGraw-Hill companies, 2004. Hal 390-97. 5. Mansjoer A, Trijayanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Hepatitis akut, Hepatitis Kronik, Hepatitis Fulminan. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta. Media Aesculapius,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. Hal 513-17 6. Sherlock S, James D. Dalam: Diseases of The Liver and Billiary System, Edisi IX. Blackwel Scientific Publication. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 50 Hepatitis A, Hepatitis B, Sirosis Hepatis Franscisca Dini (406111008) 7. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP. Dalam:Hepatitis virus akut, Hepatitis Virus Kronik. Panduan pelayanan Medik , PAPDI. Jakarta, 2006. Hal. 319-20. 8. http://www.infeksi.com on March 2013 9. http://www.dinkes-dki.go.id on March 2013 10. http://www.kalbefarma.com on March 2013 11. Cirrhosis. Cited from: http://www.en.wikipedia.org/wiki/Cirrhosis on March 2013 12. Cirrhosis.Cited from: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm on March 2013 Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso - Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta, periode 4 Maret – 11 Mei 2013 51