- Universitas Lambung Mangkurat

advertisement
DAFTAR ISI
(Vol. 3 : Teknik Informatika dan Teknik Kimia)
Kata Pengantar
Ketua Panitia Seminar Nasional TEKNOIN 2013
Sambutan
Dekan Fakultas Teknologi Industri UII
Daftar Isi
Makalah Utama
Sistem Pendukung Keputusan Rekomendasi Pengadaan Buku Perpustakaan PENS
Dengan Metode AHP
Wiratmoko Yuwono
C-1
Variasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Mendukung Bisnis
Industri Kecil Menengah
Panji Wishnumurti, Achmad Djunaedi, Wing Wahyu Winarno
C-6
Rancang Bangun Aplikasi Wireless Controller Untuk Perangkat-Perangkat Hotspot
Berbasis DD-WRT
Idris Winarno, Fitri Setyorini
C-14
Penggunaan Sistem Cerdas untuk Mengenali Dosen S2 TE UGM pada Lingkungan
User Context Aware
Amarudin, Widyawan, Warsun Najib
C-19
Pengelompokan Koperasi Untuk Analisis Kesehatan Koperasi Menggunakan Fuzzy CMeans (Studi Kasus Dinas Koperasi Dan UMKM Kabupaten Jember)
Budi Satria Bakti, Sri Kusumadewi
C-27
Adaptive E-Marketing Produk UMKM Berbasis Service Oriented Architecture
Wiharto, Wisnu Widiarto, Abdul Aziz
C-34
Pemanfaatan Seed Region Growing Segmentation dan Momentum Backpropagation
Neural Network untuk Klasifikasi Jenis Sel Darah Putih
Nurcahya Pradana T.P., Esti Suryani, Wiharto
C-41
Perhitungan Konsentrasi Polifenol Terekstrak (CAL) dan Koefisien Transfer Massa
Volumetris Overall (kca) pada Leaching Polifenol dari Kulit Apel Malang dengan
Pelarut Metanol-HCl 1% pada Berbagai Diameter Partikel
Eni Budiyati, Tri Utami
D-1
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak abu dan Waktu Perebusan Terhadap Kuat Tarik Serat
Pada Proses Delignifikasi Bambu Apus (Gigantochloa apus ) dengan Ekstrak Abu
Kelopak Batang Pisang
Endah Sulistiawati, Imam Santosa
D-7
Pembuatan Serat Tekstil Alami Dari Pohon Pisang Dengan Proses Delignifikasi
Menggunakan Ekstrak Abu Limbah Pohon Pisang Dan Identifikasinya
Imam Santosa
D-12
Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa sp.) di Kalimantan Selatan sebagai
Alternatif Bahan Baku Pembuatan Kertas
Chairul Irawan, Dwita Ariyanti, Pradifta Hernanda
D-17
Pengembangan Model Matematik untuk Memperoleh Tegangan Permukaan Larutan
Zat Warna pada Pencelupan Benang Kapas
Dalyono
D-24
Teknik Inaktivasi Enzim Gaultherase dan Ekstraksi Gaultherin secara simultan
dengan pelarut Etanol merupakan salah satu cara untuk pengambilan Gaulterin dari
Gandapura (Gaultheria Fragantissima)
Priyono Kusumo, Mega Kasmiyatun, Mohammad Endy Yulianto
D-28
Identifikasi Spektroskopi pada Adsorpsi NO2 Menggunakan Katalis CuO/Zeolit Alam
Arif Hidayat, Sutarno
D-32
Produksi Glukosa dari Limbah Serat Kelapa Sawit dengan Diluted-Acid Hydrothermal
Treatment: Konversi dan Karakterisasi
Iryanti Fatyasari Nata, Rahayu Khairunnisa, Fatimah
D-36
Kinerja Kombinasi Dari Alat Pirolisis Dengan Destilasi Secara Sinambung Dalam
Memproduksi Asap Cair Tempurung Kelapa
Siti Jamilatun, Maryudi, Martomo Setyawan
D-40
Produksi Ultrafine Ammonium Perkhlorat Menggunakan Spray Dryer: Pendekatan
Similaritas
Mohamad Djaeni, Cynthia Anggi Maulina*, Ahdayani Rosarrah*, Nurul Asiah**, Ratnawati
D-45
Pengaruh Konsentrasi Umpan Terhadap Kinetika Reaksi Depolimerisasi Karagenan
Berbantu Ultrasonik
Ratnawati, Aji Prasetyaningrum, Dyah Hesti Wardhani
D-49
Proses Degumming dengan Perendaman Dalam Larutan Asam Sebagai Usaha
Peningkatan Mutu Serat Nanas
Sukirman dan Faisal RM
D-54
Produksi Glukosa dari Limbah Serat Kelapa Sawit
dengan Diluted-Acid Hydrothermal Treatment:
Konversi dan Karakterisasi
Iryanti Fatyasari Nata
Rahayu Khairunnisa
Fatimah
Program Studi Teknik Kimia
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, Indonesia
[email protected]
Program Studi Teknik Kimia
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, Indonesia
Program Studi Teknik Kimia
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, Indonesia
Abstract—Industri pengolahan crude palm oil (CPO)
menghasilkan limbah serat kelapa sawit (fiber cake). Limbah ini
dapat dikurangi dengan memanfaatkan fiber cake (FC) sebagai
bahan baku dalam produksi larutan glukosa. Penelitian ini
bertujuan mendapatkan kadar optimum glukosa dari hasil
hidrolisis dengan metode hydrothermal treatment menggunakan
variasi konsentrasi katalis H2SO4 dan suhu, FC kering di grinding
dan sizing ± 60 mesh selanjutnya dihidrolisis menggunakan reaktor
hydrotermal dengan menambahkan H2SO4 (1-3% v/v), variasi suhu
130 oC, 150 oC, 170 oC selama 2 jam. Larutan hasil filtrasi dari
hidrolisis dihitung kadar glukosanya dengan metode Fehling.
Kadar glukosa optimum diperoleh pada H2SO4 2% (v/v) pada suhu
150 oC sebesar 1,36 mg/mL. Berdasarkan Scanning Electron
Microscope dapat diketahui diameter serat sebelum hydrothermal
treatment 41,68-233,3 µm dan setelah hydrothermal treatment
didapat 24-150 µm. Karakteristik peak selulosa pada fiber cake
mengalami peningkatan sebesar 27,57% (selulosa I) menjadi
31,15% (selulosa II) berdasarkan X-Ray Difraction.
hasil optimum pada konsentrasi H2SO4 1% dan waktu 10
menit dengan kadar glukosa sebesar 68% dan bioetanol hasil
fermentasi sebesar 67%.
Keywords—component; fiber cake; hydrothermal treatment;
glukosa
Hingga saat ini belum ada penelitian tentang biokonversi
FC menjadi glukosa menggunakan katalis H2SO4 encer
dengan metode HT. Pada penelitian ini difokuskan pada
treatment serat kelapa sawit dengan H2SO4 encer metode HT
untuk mendapatkan kadar optimum glukosa dengan variasi
konsentrasi katalis H2SO4 dan suhu. Karakterisasi dari material
sebelum treatment dan sesudah treatment juga dilakukan.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar
di dunia, dengan penyebaran hampir di seluruh pulau di
Indonesia, termasuk Kalimantan. Kalimantan Selatan sangat
berpotensi dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Luas area tanaman kelapa sawit di Kalimantan Selatan
mencapai 50.166 Ha, terdiri dari perkebunan rakyat 107.118
Ha, perkebunan besar swasta 237.769 Ha, dan perkebunan
besar negara 4.865 Ha [1]. Dalam pengolahan minyak kelapa
sawit atau crude palm oil (CPO), industri penghasil CPO
menghasilkan limbah diantaranya serat kelapa sawit (fiber
cake). Pabrik minyak kelapa sawit mengeluarkan hasil
samping sebanyak 0,70 ton meter kubik serat, 0,35 ton meter
kubik tempurung dan 1,1 ton meter kubik tandan kosong
untuk menghasilkan 1 ton meter kubik minyak sawit mentah
[2]. Palm kernel press cake (PKC) yang merupakan residu
dari dari esktraksi palm oil mengandung 57,9% selulosa, 18%
lignin, dan pada hidrolisis mengandung 14,94% hemiselulose
[3]. Penelitian tentang penentuan kadar xylose dari ampas tebu
menggunakan metode hydrothermal treatment (HT), hasil
optimum pada suhu 170 oC selama 2 jam dan kadar xylose
sebesar 78% [4]. Selain ituberbahan baku jerami dengan HT
Gambar 1. Serat kelapa sawit keluaran Filter Press PT.
Kahuripan Inti Sawit, Kintap, Kalsel.
II.
METODOLOGI
A. Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serat kelapa sawit/fiber cake (FC) yang berasal dari PT.
Kahuripan Inti Sawit industri CPO (Crude Palm Oil) Kintap,
Kalimantan Selatan, aquadest, kertas saring, asam sulfat
(H2SO4), natrium hidroksida (NaOH), , indikator metil biru,
fehling A, fehling B.
B. Persiapan Bahan Baku
FC dicuci bersih kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 70 oC selama 8 jam. FC yang sudah kering digiling
kemudian dihaluskan dan diayak hingga didapatkan ukuran ±
60 mesh.
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3
ISBN 978-602-14272-0-0
D-36
D. Karakterisasi dan Analisis Sample
Analisis kandungan glukosa dengan metode Fehling (SNI
01-2891-1992), SEM (Scanning Electron Microscope),
dilakukan untuk mengetahui struktur dan morfologi sampel
sebelum dan sesudah treatment. XRD (X-Ray Diffraction),
dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dari sampel
sampel sebelum dan sesudah treatment. Crystallinity Index
(CrI) dihitung dengan cara:
(1)
Dimana CrI
Amorph.
= Crystallinity Index, I002
III.
= Kristal, Iam
Tabel 1 pH sebelum dan sesudah hidrolisis
pH sebelum
acid hydrolysis
6,97
pH sesudah
acid hydrolysis
6,89
2,21
2,15
1.4
1.2
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Produk Hidrolisis
Pengaruh konsentrasi H2SO4 dengan berbagai variasi
konsentrasi 1%, 2% dan 3% (v/v) dilakukan untuk mengetahui
kadar glukosa yang dihasilkan pada masing-masing
konsentrasi H2SO4. Pengaruh pH terhadap reaksi hidrolisis
akan ditinjau, sehingga pengukuran pH sebelum dan sesudah
proses hidrolisis telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari data terlihat pH mengalami penurunan setelah hidrolisis,
hal ini disebabkan oleh terurainya air pada kondisi vakum di
dalam reaktor dengan suhu yang tinggi serta adanya
penambahan H2SO4 yang menyebabkan pH semakin menurun
dengan semakin tingginya konsentrasi H2SO4.
2,26
2,23
2,2
2,12
3
Perhitungan kadar glukosa dilakukan dengan metode Fehling,
metode ini dipilih karena metode ini merupakan metode
analisis gula total secara gravimetri. Metode ini cukup baik
digunakan untuk konsentrasi gula yang encer. Adanya glukosa
pada saat pengujian ditandai dengan terdapatnya endapan
merah bata pada saat kesetimbangan telah tercapai. Kadar
glukosa yang didapatkan untuk masing-masing variasi
konsentrasi H2SO4 yaitu 0%, 1%, 2% dan 3% (v/v) berturut–
turut adalah 0,138 ± 0,015 mg/mL; 0,816 ± 0,075 mg/mL;
1,109 ± 0,052 mg/mL dan 0,613 ± 0,090 mg/mL yang dapat
dilihat pada Gambar 2.
=
Palm kernel press cake yang merupakan residu dari
esktraksi palm oil mengandung sekitar 7-9% glukosa dan 3035% karbohidrat. Glukosa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Tujuan hidrolisis
dengan penambahan katalis H2SO4 untuk melepaskan lignin
yang terikat pada selulosa yang terkandung dalam FC dan
untuk mengubah polisakarida menjadi glukosa. Umumnya
asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl, proses hidrolisis
merupakan proses untuk memecah struktur polisakarida
menjadi selulosa selanjutnya menghasilkan glukosa. Hidrolisat
hasil hidrolisis asam harus dinetralisasi terlebih dahulu untuk
meminimalisasi produk inhibitor. Netralisasi dilakukan dengan
penambahan NaOH 0,1 N untuk menaikkan pH hingga menjadi
netral sebelum diukur kadar glukosanya.
Konsentrasi
Asam (%v/v)
0
1
2
Kadar glukosa (mg/mL)
C. Diluted Acid Hydrolisis Treatment
FC yang telah dihaluskan sebanyak 5% w/v ditambahkan
aquadest dalam 30 mL, setelah itu dilakukan acid hydrolysis
treatment dengan reaktor hydrothermal menggunakan katalis
H2SO4 dengan variasi konsentrasi 1%, 2% dan 3 % v/v dan
variasi suhu 130 oC, 150 oC, 170 oC selama 2 jam. Larutan
yang didapat kemudian disaring, hasil penyaringan kemudian
diambil padatannya sedangkan hidrolisatnya dianalisis dengan
menggunakan metode Fehling untuk menentukan kadar
glukosa.
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Konsentrasi H2SO4 (%v/v)
Gambar 2. Hubungan konsentrasi H2SO4 (%) dengan kadar
glukosa (mg/mL) pada proses hidrolisis dengan t = 2 jam dan
T= 130 oC.
Glukosa yang terbentuk cenderung meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi H2SO4 pada saat hidrolisis sampai
pada titik optimalnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula
dalam larutan semakin besar. Selulosa yang sebelumnya sukar
larut dalam asam selama proses hidrolisis akan terdegradasi
menjadi komponen gula sederhana yang mudah larut dalam
air. Selain itu, meningkatnya kadar glukosa juga terjadi karena
asam yang merupakan zat yang akan menghasilkan ion H+
dalam pengionannya akan meningkatkan jumlah ion H + dalam
larutan. Semakin tinggi konsentrasi H2SO4 maka ion H+ yang
terbentuk semakin banyak, sehingga proses pemecahan
selulosa menjadi glukosa akan berjalan lebih cepat [5]. Pada
proses hidrolisis dengan larutan H2SO4 dapat memecah lignin
yang terikat pada selulosa. Kadar glukosa yang paling kecil
diperoleh pada konsentrasi H2SO4 3% (v/v) yaitu sebesar
0,613 mg/mL. Hal ini dapat disebabkan oleh rentannya
selulosa sebagai produk utama dari hidrolisis terhadap asam.
Pada konsentrasi asam yang tinggi selulosa dapat terdegradasi
menjadi furfural dan asam organik. Sebagai pembanding
dilakukan hidrolisis tanpa penambahan H2SO4 dengan kondisi
operasi yang sama, glukosa yang terbentuk hanya 0,138 ±
0,015 mg/mL, hal ini cukup membuktikan H 2SO4 pada proses
hidrolisis sangat berperan dalam reaksi/pembentukan glukosa.
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3
ISBN 978-602-14272-0-0
D-37
B. Pengaruh Suhu terhadap Produk Hidrolisis
Pada tahap selanjutnya perlakuan terhadap produk
hidrolisis untuk variasi suhu operasi, tujuannya untuk
mengetahui kondisi suhu yang optimal untuk menghasilkan
glukosa. Kadar H2SO4 yang digunakan sebesar 2% (v/v)
berdasarkan hasil percobaan sebelumnya. Kadar glukosa yang
didapatkan untuk masing-masing variasi suhu yaitu 110 oC;
130 oC; 150 oC dan 170 oC berturut-turut adalah sebesar 0,186
± 0,09 mg/mL; 1,109 ± 0,052 mg/mL; 1,360 ± 0,090 mg/mL
dan 1,232 ± 0,06 mg/mL yang dapat dilihat pada Gambar 3.
cake sekitar 24-150 µm. Dari perbesaran fiber cake 500x
sesudah proses hidrolisis, Gambar 4 (d) dapat dilihat
perubahan struktur permukaan FC terlihat lebih kasar dan
pecah, hal ini dikarenakan H2SO4 yang bekerja sebagai katalis
yang menguraikan selulosa menjadi glukosa. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penambahan H2SO4 membantu proses
hidrolisis selulosa menjadi glukosa pada serat kelapa sawit
yang terikat oleh lignin.
1.6
Kadar glukosa (mg/mL)
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
100
110
120
130
140
150
160
170
180
o
Suhu ( C)
Gambar 3. Hubungan variasi suhu (oC) dengan kadar glukosa
(mg/mL) pada proses hidrolisis dengan
t= 2 jam dan
konsentrasi H2SO4 2% (v/v).
Dengan meningkatnya suhu proses hidrolisis maka kadar
glukosa yang dihasilkan juga meningkat, hal ini disebabkan
oleh meningkatnya suhu pada proses hidrolisis dan
meningkatnya konstanta laju reaksi sehingga dapat
mempercepat laju reaksi. Pada suhu 170 oC terjadi penurunan
kadar glukosa, hal ini disebabkan pada suhu yang tinggi
selulosa berubah menjadi senyawa lain, glukosa akan
terdegradasi menjadi furfural dan hidroksimetilfurfural. Jika
furfural dan hidroksimetilfurfural terdekomposisi lanjut, akan
didapat asam levulinat dan asam formiat [6, 7] . Kadar glukosa
yang terbesar pada suhu 150 oC sebesar 1,109 ± 0,052 mg/mL
dan yang terkecil pada suhu 110 oC dengan kadar glukosa
0,186 ± 0,090 mg/mL.
C. Karakterisasi Serat Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah
Hidrolisis
Analisis SEM digunakan untuk mengetahui struktur
morfologi dari serat kelapa sawit sebelum dan sesudah proses
hidrolisis. Pada Gambar 4 (a) dapat dilihat serat kelapa sawit
sebelum proses hidrolisis. Diameter serat kelapa sawit antara
41,68-233,3 µm. Dari perbesaran serat kelapa sawit 500x
sebelum hidrolisis Gambar 4 (b) dapat dilihat permukaan FC
halus dan tidak pecah. Hal ini karena FC masih terikat oleh
lignin, hemiselulosa dan komponen lain yang mengikat
selulosa (Sundari, et.al, 2012) Proses treatment dengan H2SO4
dapat menghilangkan kandungan komponen-komponen yang
mengikat selulosa pada serat kelapa sawit dan mengkonversi
selulosa menjadi glukosa. Pada Gambar 4 (c) dapat dilihat
serat kelapa sawit sesudah proses hidrolisis. Diameter fiber
Gambar 4. SEM images dari fiber cake (a) fiber cake sebelum
treatment (b) fiber cake perbesaran 500 kali (c) fiber cake
sesudah treatment pada t =2 jam, T=150 oC dan H2SO4 2%
(v/v) (d) fiber cake sesudah treatment pada t =2 jam, T=150
o
C dan H2SO4 2% (v/v).
Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal
selulosa dan mengetahui Crystalinity Index (CrI) FC sebelum
dan sesudah treatment. FC yang mengandung serat selulosa
dalam struktur penyusunnya mempunyai karakteristik peak
pada 2 = 18,7° (selulosa I), 22,4° (selulosa II) [8]. Dari
Tabel 2 dapat dilihat intensitas serat kelapa sawit pada peak
18,7o dan 22,4o.
Tabel 2 Karakteristik peak fiber cake (FC) sebelum dan
sesudah treatment
Karakteristik Peak
Sampel
FC
FCtreatment
CrI
(%)
Amorph
(18,7o)
268
Kristal
(22,4°)
370
27,57
495
719
31,15
Struktur kristalin dari selulosa dapat mempengaruhi
produk yang dihasilkan, selulosa merupakan parameter yang
menentukan kekuatan dari serat [9]. Terlihat bahwa serat
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3
ISBN 978-602-14272-0-0
D-38
sebelum dan sesudah perlakuan treatment masih memiliki
komponen-komponen dengan bentuk amorph (hemiselulosa
dan lignin) dan kristal (selulosa) [10]. Pada Tabel 2 dapat
dilihat kenaikan derajat kristalinitas dari FC dan FCtreatment. Hal ini dikarenakan hilangnya kandungan lignin
dan hemiselulosa setelah proses hidrolisis dengan H2SO4 [11].
Pada Gambar 5 juga menunjukan serat kelapa sawit
mengalami peningkatan intensitas setelah proses hidrolisis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium
Operasi Teknik Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Lambung Mangkurat atas fasilitas dan
sarana dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Gambar 5. X-Ray diffraction serat kelapa sawit untuk FC dan
FC-treatment pada t = 2 jam, T=150 oC pada proses hidrolisis
dengan H2SO4 2% (w/v).
Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya intensitas
sebesar 27,57 % (selulosa I) menjadi 31,15 % (selulosa II).
Treatment FC dengan H2SO4 dapat meningkatkan jumlah
selulosa
karena
treatment
dengan
H2SO4
dapat
menrestrukturisasi amorphous cellulose menjadi crystalline
cellulose [12], sehingga dapat disimpulkan bahwa
penambahan katalis H2SO4 pada proses hidrolisis glukosa dari
serat kelapa sawit (FC) dapat meningkatkan intensitas atau
struktur kristalin dari serat kelapa sawit.
I.
ICN. Industri Palm Oil Indonesia. http://wwwdataconcoid/Sawit2011ProfilIndustrihtml 2011; Diakses tanggal 18 April 2013.
[2] Rosdanelli, Daud WRW. Through drying of oil palm empty fruit
bunches (EFB) fiber using superheated steam. University of Campinas
2004;Campinas, Brazil:2027-34
[3] Nabarlatz D, Ebringerova A, Montane D. Autohydrolysis of
agricultural byproducts for the production of xylo-oligosaccharides.
Carbohydrate Polymers 2007;69:20–8.
[4] Boussarsar H, Rogé B, Mathlouthi M. Optimization of sugarcane
bagasse conversion by hydrothermal treatment for the recovery of
xylose. Bioresource Technology 2009;100:6537-42.
[5] Darliah Y. Produksi Xilosa dari Tongkol Jangung (Zea mays L.)
dengan Hidrolisis Asam Klorida. Skripsi 2008;Departemen Teknologi
Industri Pertanian, IPB Bogor.
[6]
Mussatto SI, Roberto IC. Alternatives for detoxification of dilute-acid
lignocellulosic hydrolyzates for use in fermentative process.
Bioresource Technology 2004;93:1-10.
[7]
Palmqvist E, B. H-H. Fermentation of lignocellulosic hydrolysates. II:
inhibitors and mechanisms of inhibition. Bioresource Technology
2000;74: 25-33
[8]
Yu Y, Lou X, Wu H. Some Recent Advances in Hydrolysis of Biomass
in Hot-Compressed Water and Its Comparisons with Other Hydrolysis
Methods. Energy and Fuels 2008; 22:46-60.
[9] Vainio, Ulla. Characterisation Of Cellulose- And Lignin-Based
Materials Using X-Ray Scattering Methods. Finlandia: Helsinki
University Printing House 2007.
[10] Taherzadeh MJ, Karimi K. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to
Improve Ethanol and Biogas production: A Review. International
Journal of Molecular Sciences 2008;9:1621-51
[11] Maeda RB. Enzymatic Hydrolysis of Pretreated Sugar Cane Baggase
using Penicillium funiculosum and Trichoderma harzianum Cellulases.
J Process Biochem 2011;30:5-10.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan:
Kadar glukosa optimum diperoleh pada konsentrasi
H2SO4 2% (v/v) sebesar 1,109± 0,053 mg/mL, kadar
glukosa meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
H2SO4 dan akan menurun pada konsentrasi asam yang
lebih tinggi.
2. Kadar glukosa optimum diperoleh pada suhu 150 oC
sebesar 1,360 ± 0,091 mg/mL dan yang terkecil pada
suhu 110 oC dengan kadar glukosa 0,187 ± 0,091
mg/mL, meningkatnya suhu membuat asam secara
maksimal mengkatalisis pemecahan hemiselulosa dan
selulosa menjadi monomernya.
3. Struktur permukaan serat kelapa sawit menjadi pecah
setelah hidrolisis dan struktur kristal meningkat karena
H2SO4 sebagai katalis dan juga menghilangkan lignin
pada serat kelapa sawit.
1.
Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3
ISBN 978-602-14272-0-0
D-39
Download