DAFTAR ISI (Vol. 3 : Teknik Informatika dan Teknik Kimia) Kata Pengantar Ketua Panitia Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Sambutan Dekan Fakultas Teknologi Industri UII Daftar Isi Makalah Utama Sistem Pendukung Keputusan Rekomendasi Pengadaan Buku Perpustakaan PENS Dengan Metode AHP Wiratmoko Yuwono C-1 Variasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Mendukung Bisnis Industri Kecil Menengah Panji Wishnumurti, Achmad Djunaedi, Wing Wahyu Winarno C-6 Rancang Bangun Aplikasi Wireless Controller Untuk Perangkat-Perangkat Hotspot Berbasis DD-WRT Idris Winarno, Fitri Setyorini C-14 Penggunaan Sistem Cerdas untuk Mengenali Dosen S2 TE UGM pada Lingkungan User Context Aware Amarudin, Widyawan, Warsun Najib C-19 Pengelompokan Koperasi Untuk Analisis Kesehatan Koperasi Menggunakan Fuzzy CMeans (Studi Kasus Dinas Koperasi Dan UMKM Kabupaten Jember) Budi Satria Bakti, Sri Kusumadewi C-27 Adaptive E-Marketing Produk UMKM Berbasis Service Oriented Architecture Wiharto, Wisnu Widiarto, Abdul Aziz C-34 Pemanfaatan Seed Region Growing Segmentation dan Momentum Backpropagation Neural Network untuk Klasifikasi Jenis Sel Darah Putih Nurcahya Pradana T.P., Esti Suryani, Wiharto C-41 Perhitungan Konsentrasi Polifenol Terekstrak (CAL) dan Koefisien Transfer Massa Volumetris Overall (kca) pada Leaching Polifenol dari Kulit Apel Malang dengan Pelarut Metanol-HCl 1% pada Berbagai Diameter Partikel Eni Budiyati, Tri Utami D-1 Pengaruh Konsentrasi Ekstrak abu dan Waktu Perebusan Terhadap Kuat Tarik Serat Pada Proses Delignifikasi Bambu Apus (Gigantochloa apus ) dengan Ekstrak Abu Kelopak Batang Pisang Endah Sulistiawati, Imam Santosa D-7 Pembuatan Serat Tekstil Alami Dari Pohon Pisang Dengan Proses Delignifikasi Menggunakan Ekstrak Abu Limbah Pohon Pisang Dan Identifikasinya Imam Santosa D-12 Pemanfaatan Limbah Batang Pisang (Musa sp.) di Kalimantan Selatan sebagai Alternatif Bahan Baku Pembuatan Kertas Chairul Irawan, Dwita Ariyanti, Pradifta Hernanda D-17 Pengembangan Model Matematik untuk Memperoleh Tegangan Permukaan Larutan Zat Warna pada Pencelupan Benang Kapas Dalyono D-24 Teknik Inaktivasi Enzim Gaultherase dan Ekstraksi Gaultherin secara simultan dengan pelarut Etanol merupakan salah satu cara untuk pengambilan Gaulterin dari Gandapura (Gaultheria Fragantissima) Priyono Kusumo, Mega Kasmiyatun, Mohammad Endy Yulianto D-28 Identifikasi Spektroskopi pada Adsorpsi NO2 Menggunakan Katalis CuO/Zeolit Alam Arif Hidayat, Sutarno D-32 Produksi Glukosa dari Limbah Serat Kelapa Sawit dengan Diluted-Acid Hydrothermal Treatment: Konversi dan Karakterisasi Iryanti Fatyasari Nata, Rahayu Khairunnisa, Fatimah D-36 Kinerja Kombinasi Dari Alat Pirolisis Dengan Destilasi Secara Sinambung Dalam Memproduksi Asap Cair Tempurung Kelapa Siti Jamilatun, Maryudi, Martomo Setyawan D-40 Produksi Ultrafine Ammonium Perkhlorat Menggunakan Spray Dryer: Pendekatan Similaritas Mohamad Djaeni, Cynthia Anggi Maulina*, Ahdayani Rosarrah*, Nurul Asiah**, Ratnawati D-45 Pengaruh Konsentrasi Umpan Terhadap Kinetika Reaksi Depolimerisasi Karagenan Berbantu Ultrasonik Ratnawati, Aji Prasetyaningrum, Dyah Hesti Wardhani D-49 Proses Degumming dengan Perendaman Dalam Larutan Asam Sebagai Usaha Peningkatan Mutu Serat Nanas Sukirman dan Faisal RM D-54 Produksi Glukosa dari Limbah Serat Kelapa Sawit dengan Diluted-Acid Hydrothermal Treatment: Konversi dan Karakterisasi Iryanti Fatyasari Nata Rahayu Khairunnisa Fatimah Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Indonesia [email protected] Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Indonesia Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Indonesia Abstract—Industri pengolahan crude palm oil (CPO) menghasilkan limbah serat kelapa sawit (fiber cake). Limbah ini dapat dikurangi dengan memanfaatkan fiber cake (FC) sebagai bahan baku dalam produksi larutan glukosa. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kadar optimum glukosa dari hasil hidrolisis dengan metode hydrothermal treatment menggunakan variasi konsentrasi katalis H2SO4 dan suhu, FC kering di grinding dan sizing ± 60 mesh selanjutnya dihidrolisis menggunakan reaktor hydrotermal dengan menambahkan H2SO4 (1-3% v/v), variasi suhu 130 oC, 150 oC, 170 oC selama 2 jam. Larutan hasil filtrasi dari hidrolisis dihitung kadar glukosanya dengan metode Fehling. Kadar glukosa optimum diperoleh pada H2SO4 2% (v/v) pada suhu 150 oC sebesar 1,36 mg/mL. Berdasarkan Scanning Electron Microscope dapat diketahui diameter serat sebelum hydrothermal treatment 41,68-233,3 µm dan setelah hydrothermal treatment didapat 24-150 µm. Karakteristik peak selulosa pada fiber cake mengalami peningkatan sebesar 27,57% (selulosa I) menjadi 31,15% (selulosa II) berdasarkan X-Ray Difraction. hasil optimum pada konsentrasi H2SO4 1% dan waktu 10 menit dengan kadar glukosa sebesar 68% dan bioetanol hasil fermentasi sebesar 67%. Keywords—component; fiber cake; hydrothermal treatment; glukosa Hingga saat ini belum ada penelitian tentang biokonversi FC menjadi glukosa menggunakan katalis H2SO4 encer dengan metode HT. Pada penelitian ini difokuskan pada treatment serat kelapa sawit dengan H2SO4 encer metode HT untuk mendapatkan kadar optimum glukosa dengan variasi konsentrasi katalis H2SO4 dan suhu. Karakterisasi dari material sebelum treatment dan sesudah treatment juga dilakukan. I. PENDAHULUAN Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dengan penyebaran hampir di seluruh pulau di Indonesia, termasuk Kalimantan. Kalimantan Selatan sangat berpotensi dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Luas area tanaman kelapa sawit di Kalimantan Selatan mencapai 50.166 Ha, terdiri dari perkebunan rakyat 107.118 Ha, perkebunan besar swasta 237.769 Ha, dan perkebunan besar negara 4.865 Ha [1]. Dalam pengolahan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), industri penghasil CPO menghasilkan limbah diantaranya serat kelapa sawit (fiber cake). Pabrik minyak kelapa sawit mengeluarkan hasil samping sebanyak 0,70 ton meter kubik serat, 0,35 ton meter kubik tempurung dan 1,1 ton meter kubik tandan kosong untuk menghasilkan 1 ton meter kubik minyak sawit mentah [2]. Palm kernel press cake (PKC) yang merupakan residu dari dari esktraksi palm oil mengandung 57,9% selulosa, 18% lignin, dan pada hidrolisis mengandung 14,94% hemiselulose [3]. Penelitian tentang penentuan kadar xylose dari ampas tebu menggunakan metode hydrothermal treatment (HT), hasil optimum pada suhu 170 oC selama 2 jam dan kadar xylose sebesar 78% [4]. Selain ituberbahan baku jerami dengan HT Gambar 1. Serat kelapa sawit keluaran Filter Press PT. Kahuripan Inti Sawit, Kintap, Kalsel. II. METODOLOGI A. Bahan Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat kelapa sawit/fiber cake (FC) yang berasal dari PT. Kahuripan Inti Sawit industri CPO (Crude Palm Oil) Kintap, Kalimantan Selatan, aquadest, kertas saring, asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida (NaOH), , indikator metil biru, fehling A, fehling B. B. Persiapan Bahan Baku FC dicuci bersih kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 8 jam. FC yang sudah kering digiling kemudian dihaluskan dan diayak hingga didapatkan ukuran ± 60 mesh. Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3 ISBN 978-602-14272-0-0 D-36 D. Karakterisasi dan Analisis Sample Analisis kandungan glukosa dengan metode Fehling (SNI 01-2891-1992), SEM (Scanning Electron Microscope), dilakukan untuk mengetahui struktur dan morfologi sampel sebelum dan sesudah treatment. XRD (X-Ray Diffraction), dilakukan untuk mengetahui struktur kristal dari sampel sampel sebelum dan sesudah treatment. Crystallinity Index (CrI) dihitung dengan cara: (1) Dimana CrI Amorph. = Crystallinity Index, I002 III. = Kristal, Iam Tabel 1 pH sebelum dan sesudah hidrolisis pH sebelum acid hydrolysis 6,97 pH sesudah acid hydrolysis 6,89 2,21 2,15 1.4 1.2 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Produk Hidrolisis Pengaruh konsentrasi H2SO4 dengan berbagai variasi konsentrasi 1%, 2% dan 3% (v/v) dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa yang dihasilkan pada masing-masing konsentrasi H2SO4. Pengaruh pH terhadap reaksi hidrolisis akan ditinjau, sehingga pengukuran pH sebelum dan sesudah proses hidrolisis telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data terlihat pH mengalami penurunan setelah hidrolisis, hal ini disebabkan oleh terurainya air pada kondisi vakum di dalam reaktor dengan suhu yang tinggi serta adanya penambahan H2SO4 yang menyebabkan pH semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi H2SO4. 2,26 2,23 2,2 2,12 3 Perhitungan kadar glukosa dilakukan dengan metode Fehling, metode ini dipilih karena metode ini merupakan metode analisis gula total secara gravimetri. Metode ini cukup baik digunakan untuk konsentrasi gula yang encer. Adanya glukosa pada saat pengujian ditandai dengan terdapatnya endapan merah bata pada saat kesetimbangan telah tercapai. Kadar glukosa yang didapatkan untuk masing-masing variasi konsentrasi H2SO4 yaitu 0%, 1%, 2% dan 3% (v/v) berturut– turut adalah 0,138 ± 0,015 mg/mL; 0,816 ± 0,075 mg/mL; 1,109 ± 0,052 mg/mL dan 0,613 ± 0,090 mg/mL yang dapat dilihat pada Gambar 2. = Palm kernel press cake yang merupakan residu dari esktraksi palm oil mengandung sekitar 7-9% glukosa dan 3035% karbohidrat. Glukosa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Tujuan hidrolisis dengan penambahan katalis H2SO4 untuk melepaskan lignin yang terikat pada selulosa yang terkandung dalam FC dan untuk mengubah polisakarida menjadi glukosa. Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl, proses hidrolisis merupakan proses untuk memecah struktur polisakarida menjadi selulosa selanjutnya menghasilkan glukosa. Hidrolisat hasil hidrolisis asam harus dinetralisasi terlebih dahulu untuk meminimalisasi produk inhibitor. Netralisasi dilakukan dengan penambahan NaOH 0,1 N untuk menaikkan pH hingga menjadi netral sebelum diukur kadar glukosanya. Konsentrasi Asam (%v/v) 0 1 2 Kadar glukosa (mg/mL) C. Diluted Acid Hydrolisis Treatment FC yang telah dihaluskan sebanyak 5% w/v ditambahkan aquadest dalam 30 mL, setelah itu dilakukan acid hydrolysis treatment dengan reaktor hydrothermal menggunakan katalis H2SO4 dengan variasi konsentrasi 1%, 2% dan 3 % v/v dan variasi suhu 130 oC, 150 oC, 170 oC selama 2 jam. Larutan yang didapat kemudian disaring, hasil penyaringan kemudian diambil padatannya sedangkan hidrolisatnya dianalisis dengan menggunakan metode Fehling untuk menentukan kadar glukosa. 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 Konsentrasi H2SO4 (%v/v) Gambar 2. Hubungan konsentrasi H2SO4 (%) dengan kadar glukosa (mg/mL) pada proses hidrolisis dengan t = 2 jam dan T= 130 oC. Glukosa yang terbentuk cenderung meningkat dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 pada saat hidrolisis sampai pada titik optimalnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam larutan semakin besar. Selulosa yang sebelumnya sukar larut dalam asam selama proses hidrolisis akan terdegradasi menjadi komponen gula sederhana yang mudah larut dalam air. Selain itu, meningkatnya kadar glukosa juga terjadi karena asam yang merupakan zat yang akan menghasilkan ion H+ dalam pengionannya akan meningkatkan jumlah ion H + dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi H2SO4 maka ion H+ yang terbentuk semakin banyak, sehingga proses pemecahan selulosa menjadi glukosa akan berjalan lebih cepat [5]. Pada proses hidrolisis dengan larutan H2SO4 dapat memecah lignin yang terikat pada selulosa. Kadar glukosa yang paling kecil diperoleh pada konsentrasi H2SO4 3% (v/v) yaitu sebesar 0,613 mg/mL. Hal ini dapat disebabkan oleh rentannya selulosa sebagai produk utama dari hidrolisis terhadap asam. Pada konsentrasi asam yang tinggi selulosa dapat terdegradasi menjadi furfural dan asam organik. Sebagai pembanding dilakukan hidrolisis tanpa penambahan H2SO4 dengan kondisi operasi yang sama, glukosa yang terbentuk hanya 0,138 ± 0,015 mg/mL, hal ini cukup membuktikan H 2SO4 pada proses hidrolisis sangat berperan dalam reaksi/pembentukan glukosa. Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3 ISBN 978-602-14272-0-0 D-37 B. Pengaruh Suhu terhadap Produk Hidrolisis Pada tahap selanjutnya perlakuan terhadap produk hidrolisis untuk variasi suhu operasi, tujuannya untuk mengetahui kondisi suhu yang optimal untuk menghasilkan glukosa. Kadar H2SO4 yang digunakan sebesar 2% (v/v) berdasarkan hasil percobaan sebelumnya. Kadar glukosa yang didapatkan untuk masing-masing variasi suhu yaitu 110 oC; 130 oC; 150 oC dan 170 oC berturut-turut adalah sebesar 0,186 ± 0,09 mg/mL; 1,109 ± 0,052 mg/mL; 1,360 ± 0,090 mg/mL dan 1,232 ± 0,06 mg/mL yang dapat dilihat pada Gambar 3. cake sekitar 24-150 µm. Dari perbesaran fiber cake 500x sesudah proses hidrolisis, Gambar 4 (d) dapat dilihat perubahan struktur permukaan FC terlihat lebih kasar dan pecah, hal ini dikarenakan H2SO4 yang bekerja sebagai katalis yang menguraikan selulosa menjadi glukosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan H2SO4 membantu proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa pada serat kelapa sawit yang terikat oleh lignin. 1.6 Kadar glukosa (mg/mL) 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 100 110 120 130 140 150 160 170 180 o Suhu ( C) Gambar 3. Hubungan variasi suhu (oC) dengan kadar glukosa (mg/mL) pada proses hidrolisis dengan t= 2 jam dan konsentrasi H2SO4 2% (v/v). Dengan meningkatnya suhu proses hidrolisis maka kadar glukosa yang dihasilkan juga meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya suhu pada proses hidrolisis dan meningkatnya konstanta laju reaksi sehingga dapat mempercepat laju reaksi. Pada suhu 170 oC terjadi penurunan kadar glukosa, hal ini disebabkan pada suhu yang tinggi selulosa berubah menjadi senyawa lain, glukosa akan terdegradasi menjadi furfural dan hidroksimetilfurfural. Jika furfural dan hidroksimetilfurfural terdekomposisi lanjut, akan didapat asam levulinat dan asam formiat [6, 7] . Kadar glukosa yang terbesar pada suhu 150 oC sebesar 1,109 ± 0,052 mg/mL dan yang terkecil pada suhu 110 oC dengan kadar glukosa 0,186 ± 0,090 mg/mL. C. Karakterisasi Serat Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Hidrolisis Analisis SEM digunakan untuk mengetahui struktur morfologi dari serat kelapa sawit sebelum dan sesudah proses hidrolisis. Pada Gambar 4 (a) dapat dilihat serat kelapa sawit sebelum proses hidrolisis. Diameter serat kelapa sawit antara 41,68-233,3 µm. Dari perbesaran serat kelapa sawit 500x sebelum hidrolisis Gambar 4 (b) dapat dilihat permukaan FC halus dan tidak pecah. Hal ini karena FC masih terikat oleh lignin, hemiselulosa dan komponen lain yang mengikat selulosa (Sundari, et.al, 2012) Proses treatment dengan H2SO4 dapat menghilangkan kandungan komponen-komponen yang mengikat selulosa pada serat kelapa sawit dan mengkonversi selulosa menjadi glukosa. Pada Gambar 4 (c) dapat dilihat serat kelapa sawit sesudah proses hidrolisis. Diameter fiber Gambar 4. SEM images dari fiber cake (a) fiber cake sebelum treatment (b) fiber cake perbesaran 500 kali (c) fiber cake sesudah treatment pada t =2 jam, T=150 oC dan H2SO4 2% (v/v) (d) fiber cake sesudah treatment pada t =2 jam, T=150 o C dan H2SO4 2% (v/v). Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui struktur kristal selulosa dan mengetahui Crystalinity Index (CrI) FC sebelum dan sesudah treatment. FC yang mengandung serat selulosa dalam struktur penyusunnya mempunyai karakteristik peak pada 2 = 18,7° (selulosa I), 22,4° (selulosa II) [8]. Dari Tabel 2 dapat dilihat intensitas serat kelapa sawit pada peak 18,7o dan 22,4o. Tabel 2 Karakteristik peak fiber cake (FC) sebelum dan sesudah treatment Karakteristik Peak Sampel FC FCtreatment CrI (%) Amorph (18,7o) 268 Kristal (22,4°) 370 27,57 495 719 31,15 Struktur kristalin dari selulosa dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan, selulosa merupakan parameter yang menentukan kekuatan dari serat [9]. Terlihat bahwa serat Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3 ISBN 978-602-14272-0-0 D-38 sebelum dan sesudah perlakuan treatment masih memiliki komponen-komponen dengan bentuk amorph (hemiselulosa dan lignin) dan kristal (selulosa) [10]. Pada Tabel 2 dapat dilihat kenaikan derajat kristalinitas dari FC dan FCtreatment. Hal ini dikarenakan hilangnya kandungan lignin dan hemiselulosa setelah proses hidrolisis dengan H2SO4 [11]. Pada Gambar 5 juga menunjukan serat kelapa sawit mengalami peningkatan intensitas setelah proses hidrolisis. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat atas fasilitas dan sarana dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA [1] Gambar 5. X-Ray diffraction serat kelapa sawit untuk FC dan FC-treatment pada t = 2 jam, T=150 oC pada proses hidrolisis dengan H2SO4 2% (w/v). Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya intensitas sebesar 27,57 % (selulosa I) menjadi 31,15 % (selulosa II). Treatment FC dengan H2SO4 dapat meningkatkan jumlah selulosa karena treatment dengan H2SO4 dapat menrestrukturisasi amorphous cellulose menjadi crystalline cellulose [12], sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan katalis H2SO4 pada proses hidrolisis glukosa dari serat kelapa sawit (FC) dapat meningkatkan intensitas atau struktur kristalin dari serat kelapa sawit. I. ICN. Industri Palm Oil Indonesia. http://wwwdataconcoid/Sawit2011ProfilIndustrihtml 2011; Diakses tanggal 18 April 2013. [2] Rosdanelli, Daud WRW. Through drying of oil palm empty fruit bunches (EFB) fiber using superheated steam. University of Campinas 2004;Campinas, Brazil:2027-34 [3] Nabarlatz D, Ebringerova A, Montane D. Autohydrolysis of agricultural byproducts for the production of xylo-oligosaccharides. Carbohydrate Polymers 2007;69:20–8. [4] Boussarsar H, Rogé B, Mathlouthi M. Optimization of sugarcane bagasse conversion by hydrothermal treatment for the recovery of xylose. Bioresource Technology 2009;100:6537-42. [5] Darliah Y. Produksi Xilosa dari Tongkol Jangung (Zea mays L.) dengan Hidrolisis Asam Klorida. Skripsi 2008;Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB Bogor. [6] Mussatto SI, Roberto IC. Alternatives for detoxification of dilute-acid lignocellulosic hydrolyzates for use in fermentative process. Bioresource Technology 2004;93:1-10. [7] Palmqvist E, B. H-H. Fermentation of lignocellulosic hydrolysates. II: inhibitors and mechanisms of inhibition. Bioresource Technology 2000;74: 25-33 [8] Yu Y, Lou X, Wu H. Some Recent Advances in Hydrolysis of Biomass in Hot-Compressed Water and Its Comparisons with Other Hydrolysis Methods. Energy and Fuels 2008; 22:46-60. [9] Vainio, Ulla. Characterisation Of Cellulose- And Lignin-Based Materials Using X-Ray Scattering Methods. Finlandia: Helsinki University Printing House 2007. [10] Taherzadeh MJ, Karimi K. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production: A Review. International Journal of Molecular Sciences 2008;9:1621-51 [11] Maeda RB. Enzymatic Hydrolysis of Pretreated Sugar Cane Baggase using Penicillium funiculosum and Trichoderma harzianum Cellulases. J Process Biochem 2011;30:5-10. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan: Kadar glukosa optimum diperoleh pada konsentrasi H2SO4 2% (v/v) sebesar 1,109± 0,053 mg/mL, kadar glukosa meningkat dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan akan menurun pada konsentrasi asam yang lebih tinggi. 2. Kadar glukosa optimum diperoleh pada suhu 150 oC sebesar 1,360 ± 0,091 mg/mL dan yang terkecil pada suhu 110 oC dengan kadar glukosa 0,187 ± 0,091 mg/mL, meningkatnya suhu membuat asam secara maksimal mengkatalisis pemecahan hemiselulosa dan selulosa menjadi monomernya. 3. Struktur permukaan serat kelapa sawit menjadi pecah setelah hidrolisis dan struktur kristal meningkat karena H2SO4 sebagai katalis dan juga menghilangkan lignin pada serat kelapa sawit. 1. Prosiding Seminar Nasional TEKNOIN 2013 Vol.3 ISBN 978-602-14272-0-0 D-39