kenaikan berat badan ibu hamil trimester iii dan kejadian

advertisement
Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
KENAIKAN BERAT BADAN IBU HAMIL TRIMESTER III
DAN KEJADIAN PREEKLAMSIA-EKLAMSIA
Ika Yudianti, Siti Sundari, Sandra Sabgi Pratiwi
Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang
E-mail: [email protected]
Abstract: This study aimed to find out correlation weight gain of pregnant women with preeclampsiaeclampsia incident. This research used analytical correlation design with cross sectional approach.
The sample is 118 respondents. Implement of this research in march-may 2014 with data in medical
records using the check list. The result of data analysis with Contingency Coefficient test =0,00, that
Ho rejected because <0,05 which means there a correlation weight gain of pregnant women third
trimester with preeclampsia-eclampsia.
Keywords: pregnant women, weight gain, preeclampsia-eclampsia
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia. Desain penelitian yang digunakan analitik korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 118 responden.
Hasil analisis data dengan uji Koefisien Kontingansi didapatkan nilai =0,00, maka Ho ditolak karena
<0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara kenaikan berat badan ibu hamil
trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia.
Kata Kunci: ibu hamil, kenaikan berat badan, preeklamsia-eklamsia
PENDAHULUAN
paritas paling aman ditinjau dari kejadian
preeklamsia dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu
primitua, lama perkawinan 4 tahun juga dapat
berisiko tinggi timbul preeklamsia (Rochjati, 2003).
Kematian maternal pada wanita hamil dan
bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah
usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang
memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya
preeklamsia (Cunningham, 2006). Selain itu ibu
hamil yang berusia  35 tahun telah terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan
jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko
untuk terjadi preeklamsia (Rochjati, 2003).
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak
yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas
merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori,
biasanya disertai kelebihan lemak dan protein
hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa
merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
63
Penyebab kematian ibu yang paling umum
di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung
yaitu perdarahan 28%, preeklamsia-eklamsia
24%, infeksi 11%, sedangkan penyebab tidak
langsung adalah trauma obstetri 5% dan lain-lain
11% (WHO, 2007). Preeklamsia merupakan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria
(Prawirohardjo, 2009).
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan
sebagai sebab preeklamsia adalah iskemi
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat
diterangkan semua hal yang berkaitan dengan
penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor
yang ditemukan sering kali sukar dikemukakan
mana yang sebab dan mana yang akibat
(Wiknjosastro, 2007).
Kira-kira 85% preeklamsia terjadi pada
ISSN
2460-0334
kehamilan
pertama. Paritas 2-3 merupakan
63
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan
kesehatan lain (Cunningham, 2006). Hubungan
antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsiaa
bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk
wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari
19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3%
untuk mereka yang indeksnya  35 kg/m2
(Mansjoer, 2008).
Pada ibu hamil yang mengalami obesitas dapat
beresiko mengalami hipertensi yang mengakibatkan hipoksia plasenta yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis.
Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel
tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal
kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah
dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga
terjadilah hipoksia plasenta (Jaffe dkk 1995 dalam
Al-Farozy, 2008).
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan
membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal
bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam
sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan
terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan
dimana radikal bebas jumlahnya berlebih dominan
dibandingkan antioksidan (Robert 2004 dalam AlFarozy, 2008).
Oksidatif stress pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel
pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel
yang dapat terjadi pada seluruh permukaaan
endotel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklamsia.
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat
oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor
seperti endothelium I, trombosan, dan angiotensin
II sehingga akan terjadi vasokontriksi yang luas
dan terjadilah hipertensi (Roeshadi, 2006).
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan
mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi
agregasi trombosit dan pembentukan thrombus.
64
Secara keseluruhan setelah terjadinya disfungsi
endotel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika
prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan
kegagalan organ, seperti pada ginjal hiperuricemia,
proteinuria, dan gagal ginjal (Al-Farozy, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Puspitasari (2008) di RSUP Dokter Kariadi
Semarang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian preeklamsia yaitu
ibu riwayat hipertensi, obesitas, dan umur saat
hamil.
Ditinjau dari uraian diatas dapat dipahami
bahwa kenaikan berat badan yang berlebih atau
obesitas pada ibu hamil dapat memicu terjadinya
hipertensi, dan hipertensi tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan pada organ ginjal
sehingga dapat terjadi proteinuria.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dengan kejadian preeklamsia-eklamsia.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analitik korelasi yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
hubungan antara variabel yang diteliti dengan
pendekatan cross sectional. Peneliti mengaplikasikan metode tersebut untuk mengetahui
hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil
trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen
Kabupaten Malang.
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang
melahirkan di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen
Kabupaten Malang pada 1 September 2013 sampai
28 Februari 2014 yang memiliki data lengkap
direkam Medis sejumlah 168 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
random sampling dan didapatkan sampel
sebanyak 118 responden.
Sampel penelitian yang dianggap memenuhi
kriteria inklusi adalah 1) ibu yang melahirkan di
RSUD “Kanjuruhan” mulai tanggal 1 September
2013 sampai 28 Februari 2014, 2) terdapat
dokumentasi berat badan pada ANC trimester II,
3) terdapat dokumentasi berat badan minimal 2
ISSN 2460-0334
Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
kali kunjungan pada ANC trimester III.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah check list untuk memperoleh data
kenaikan BB trimester III dan kejadian
preeklamsia-eklamsia yang diperoleh dari catatan
Rekam Medis.
Seluruh data yang diperoleh diolah dengan
langkah editing, coding, transfering, dan tabulating. Kemudian dianalisa menggunakan uji
statistik Koefisien Kontingensi. Setelah data
dianalisis selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan dengan batasan H0 ditolak jika < 0,05
dan H0 diterima jika > 0,05.
HASIL PENELITIAN
Responden pada penelitian ini berjumlah 118
orang, 12,7% responden diantaranya berusia <20
tahun, 62,7% responden berusia 20-35 tahun, dan
24,6% responden berusia >35 tahun.
Paritas dari responden antara lain 40,7%
responden mempunyai paritas 1 atau primigravida,
31,4% responden mempunyai paritas 2 atau multigravida, 18,6% responden mempunyai paritas 3
atau multigravida, dan sejumlah 9,3% responden
mempunyai paritas 4 atau grandemultigravida.
Dilihat dari ada atau tidaknya penyulit pada
responden, 11% diantaranya memiliki penyulit
kehamilan maupun persalinan, sedangkan 89%
responden tidak memiliki penyulit kehamilan
maupun persalinan.
Kenaikan berat badan responden yaitu 35,6%
mempunyai kenaikan berat badan <0,34 kg
(kurang), dan responden yang mempunyai kenaikan
berat badan 0,34-0,5 kg (normal) serta yang
mempunyai kenaikan berat badan >0,5 kg (lebih)
masing-masing adalah 32,2% responden.
Responden yang tidak mengalami
preeklamsia-eklamsia sebanyak 67,8%, sedangkan
yang mengalami preeklamsia-eklamsia sebanyak
32,2% responden.
Untuk mengetahui hubungan kenaikan berat
badan ibu hamil dengan kejadian preeklamsiaeklamsia maka peneliti melakukan tabulasi silang
antara kenaikan berat badan dengan kejadian
preeklamsia-eklamsia. Dari tabulasi silang
didapatkan hampir setengahnya responden
ISSN 2460-0334
Tabel 1. Tabulasi silang kenaikan berat badan ibu
hamil dan kejadian preeklamsia-eklamsia
(29,7%) yang tidak mengalami preeklamsiaeklamsia mempunyai kecenderungan kenaikan
berat badan <0,34 kg (kurang) tiap minggunya.
Sedangkan 21,2% responden yang mengalami
preeklamsia-eklamsia mempunyai kecenderungan
kenaikan berat badan >0,5 kg (lebih) tiap
minggunya (Tabel 1).
Setelah dilakukan uji statistik menggunakan
uji Koefisien Kontingensi didapatkan nilai =0,00,
sehingga dapat dikatakan bahwa H0 ditolak karena
<0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kenaikan berat badan ibu hamil
trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia. Di samping nilai , didapatkan nilai r =
0,444 yang menunjukkan bahwa tingkat hubungan
antara kedua variabel sedang. Kedua variabel
tersebut berhubungan secara positif yang berarti
bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu
hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya
preeklamsia-eklamsia.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa hampir separuh responden mengalami
penambahan berat badan kurang (<0,34 kg) yaitu
sebanyak 35,6% responden; responden yang
mempunyai berat badan normal (0,34-0,5 kg)
sebanyak 32,2%, dan responden dengan kenaikan
berat badan lebih (>0,5 kg) sebanyak 32,2%.
Menurut Istiany (2013), kenaikan berat badan
normal selama hamil yaitu 1-2 kg selama trimester I dan 0,34-0,5 kg per minggu pada trimester II
dan III. Ibu hamil seharusnya mempunyai kenaikan
berat badan yang normal supaya ibu dan bayinya
sehat. Ibu hamil yang mempunyai kenaikan berat
65
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
badan kurang dapat melahirkan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), sedangkan ibu hamil yang
mempunyai kenaikan berat badan lebih dapat
memicu terjadinya diabetes mellitus, penyakit
jantung, dan hipertensi pada kehamilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
separuh responden yaitu sebanyak 67,8%
responden tidak mengalami preeklamsia-eklamsia.
Sedangkan 32,2% responden mengalami
preeklamsia-eklamsia. Hal ini berarti dari 118
responden hanya sebagian kecil responden yang
mengalami preeklamsia-eklamsia. Apa yang
menjadi penyebab preeklamsia dan eklamsia
sampai sekarang belum diketahui, namun menurut
Cunningham (2006) faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya preeklamsia-eklamsia
yaitu paritas, umur, riwayat hipertensi, sosial
ekonomi, dan obesitas.
Hasil tabulasi silang antara berat badan
dengan kejadian preeklamsia-eklamsia
menunjukkan bahwa hampir separuh responden
yaitu 29,7% yang tidak mengalami preeklamsiaeklamsia mempunyai kenaikan berat badan <0,34
kg (kenaikan berat badan kurang) tiap minggunya.
Sedangkan 21,2% responden yang mengalami
kejadian preeklamsia-eklamsia mempunyai
kenaikan berat badan >0,5 kg(kenaikan berat
badan lebih) tiap minggunya. Data tersebut
menunjukkan bahwa berat badan memengaruhi
terjadinya preeklamsia-eklamsia. Hal ini terbukti
dari hasil analisis yang didapatkan. Berdasarkan
hasil uji analisis koefisien kontingensi didapatkan
nilai =0,00 sehingga dapat dikatakan bahwa H0
ditolak karena <0,05 yang berarti bahwa ada
hubungan antara kenaikan berat badan ibu hamil
trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia. Di samping nilai , didapatkan nilai r =
0,444 yang menunjukkan bahwa tingkat hubungan
antara kedua variabel sedang. Kedua variabel
tersebut berhubungan secara positif yang berarti
bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu
hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya
preeklamsia-eklamsia Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Puspitasari (2008) di
RSUP Dokter Kariadi Semarang yang
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian preeklamsia yaitu
66
ibu riwayat hipertensi, obesitas, dan umur saat
hamil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan
berat badan lebih (obesitas) merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya preeklamsiaeklamsia.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan
sebagai sebab preeklamsia adalah iskemi plasenta.
Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat
diterangkan semua hal yang berkaitan dengan
penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklamsia dan eklamsia. Diantara faktor-faktor
yang ditemukan sering kali sukar dikemukakan
mana yang sebab dan mana yang akibat
(Wiknjosastro, 2007).
Terjadinya preeklamsia bukan hanya
disebabkan oleh berat badan saja, umur ibu saat
hamil dan paritas ibu yang sedang hamil juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya
preeklamsia. Hasil penelitian yang didapatkan dari
tabel silang antara umur dengan kejadian
preeklamsia-eklamsia menunjukkan bahwa dari
12,7% responden yang berumur <20 tahun 4,2%
responden diantaranya mengalami preeklamsiaeklamsia; 62,7% responden yang berusia 20-35
tahun 17% responden diantaranya mengalami
preeklamsia-eklamsia. Sedangkan dari 24,6%
responden yang berumur >35 tahun 11%
responden diantaranya mengalami preeklamsiaeklamsia. Dilihat dari persentase yang ditunjukkan,
preeklamsia-eklamsia cenderung terjadi pada ibu
hamil resiko tinggi yaitu yang berumur <20 tahun
dan >35 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun
dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita
yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap
terjadinya preeklamsia. Menurut Bobak (2005),
usia yang rentan terkena preeklamsia adalah usia
< 18 atau > 35 tahun. Seperti yang telah dijelaskan
Manuaba (2010), pada usia < 18 tahun, keadaan
alat reproduksi belum siap untuk menerima
kehamilan. Hal ini akan meningkatkan terjadinya
keracunan kehamilan dalam bentuk preeklamsia
dan eklamsia. Sedangkan pada usia 35 tahun atau
lebih, menurut Rochjati, P (2003) rentan terjadinya
berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi, dan
ISSN 2460-0334
Yudianti, Kenaikan berat badan ibu hamil trimester III dan kejadian preeklamsia-eklamsia
eklamsia. Hal ini disebabkan karena tenjadinya
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan
jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, juga
diakibatkan karena tekanan darah yang meningkat
seiring dengan pertambahan usia. Sehingga pada
usia 35 tahun atau lebih dapat cenderung
meningkatkan risiko terjadinya preeklamsiaeklamsia.
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-35 tahun. Namun dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa masih banyak responden
yang mengalami kejadian preeklamsia-eklamsia
pada usia 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan banyak
faktor yang dapat menyebabkan preeklamsiaeklamsia. Bisa jadi responden yang mengalami
preeklamsia-eklamsia pada usia 20-35 tahun
tersebut mengalami peningkatan berat badan yang
lebih atau merupakan kehamilan yag pertama.
Selain itu ada kemungkinan juga mempunyai
riwayat hipertensi sebelumnya sehingga mereka
mengalami preeklamsia-eklamsia walaupun
tergolong dalam usia yang aman untuk kehamilan
dan persalinan.
Selain umur ibu saat hamil, paritas ibu yang
sedang hamil juga merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya preeklamsia-eklamsia.
Berdasarkan tabel silang antara paritas dengan
kejadian preeklamsia-eklamsia didapatkan hasil
yaitu dari 40,7% responden primigraviga 10,2%
responden mengalami preeklamsia-eklamsia;
18,6% responden multigravida 9,3% mengalami
preeklamsia-eklamsia; 9,3% responden grandemultigravida 2,5% mengalami preeklamsiaeklamsia. Dilihat dari hasil persentase tersebut,
preeklamsia-eklamsia cenderung terjadi pada
primigravida. Hal ini sesuai dengan Bobak (2005)
dimana kira-kira 85% preeklamsia terjadi pada
kehamilan pertama (primigravida). Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari
kejadian preeklamsia dan risiko meningkat lagi
pada grandemultigravida.
Pada primigravida sering mengalami stress
dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang
terjadi pada primigravida menyebabkan
peningkatan pelepasan corticotropic-releasing
hormone (CRH) oleh hypothalamus, yang
ISSN 2460-0334
kemudian menyebabkan peningkatan kortisol.
Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk
berespons terhadap semua stressor dengan
meningkatkan respons simpatis, termasuk respons
yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung
dan mempertahankan tekanan darah. Pada wanita
dengan preeklamsia-eklamsia, tidak terjadi
penurunan sensitivitas terhadap vasopeptidavasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar
volume darah langsung meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah.
Di samping faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan preeklamsia-eklamsia, peneliti juga
menemukan adanya penyulit dalam kehamilan
maupun persalinan. Hasil penelitian didapatkan
bahwa dari 11% responden yang memiliki penyulit
10,2% responden mengalami preeklamsiaeklamsia. Hal ini berarti bahwa hampir seluruh
responden yang mengalami preeklamsia-eklamsia
memiliki penyulit dalam kehamilan maupun
persalinan. Adapun penyulit yang ditemukan dalam
penelitian ini antara lain KPD, IUGR, kala II lama,
partus macet, diabetes mellitus, fetal distress,
perdarahan PP, dan IUFD.
Penyulit yang mungkin terjadi pada ibu yang
mengalami preeklamsia-eklamsia adalah
perdarahan, IUGR, IUFD, solusio plasenta, dan
kematian neonatal (Cunningham, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian diatas penyulit yang
ditemukan oleh peneliti tetapi tidak ditemukan
dalam Cuningham (2006) yaitu KPD, kala II lama,
partus macet, diabetes mellitus, dan fetal distress.
Sedangkan penyulit yang mungkin terjadi menurut
Cunningham (2006) tetapi tidak ditemukan dalam
penelitian ini adalah solusio plasenta dan kematian
neonatal.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa responden dengan kenaikan
berat badan kurang sebanyak 35,6%. Responden
dengan kenaikan berat badan normal sebanyak
32,2%. Responden dengan kenaikan berat badan
lebih sebanyak 32,2%. Responden yang tidak
mengalami preeklamsia-eklamsia sebanyak 67,8%
dan responden yang mengalami preeklamsia-
67
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 63-68
eklamsia sebanyak 32,2%. Terdapat hubungan
yang signifikan antara kenaikan berat badan ibu
hamil trimester III dengan kejadian preeklamsiaeklamsia (=0,00, <0,05). Dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi kenaikan berat badan ibu
hamil trimester III, semakin tinggi risiko terjadinya
preeklamsia-eklamsia
Saran yang dianjurkan berdasarkan penelitian
adalah hendaknya petugas kesehatan perlu
meningkatkan upaya promotif untuk mengajak ibu
hamil dalam melaksanakan pemeriksaan ANC
secara rutin minimal 4 kali selama hamil untuk
mengetahui keadaan ibu hamil dan konseling pada
ibu hamil dan keluarga tentang tanda bahaya pada
kehanilan sebagai upaya preventif terhadap
terjadinya preeklamsia-eklamsia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farozy, Anwarusysyamsi. 2008. Peran Minyak Ikan
Dalam Mencegah Terjadinya Preeklamsia.
Yokyakarta: FK UNMUH
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta: EGC
68
Cunningham, F Gary. 2006. Obstetri William Edisi 21.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius
Manuaba, I B G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: YB-PSP
Puspitasari, Apriliani. 2008. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Preeklamsia
pada Ibu Hamil di RSUP Dokter Kariadi
(skripsi). Semarang: UNS
Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil.
Surabaya: Pusat safemotherhood
Roeshadi, H.R. 2006. Upaya Menurunkan Angka
Kesakitan dan Angka Kematian Ibu Pada
Penderita Preeklamsia dan Eklamsia
disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru
Besar tetap dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan. Medan
WHO. 2007. Penyebab Kematian Ibu. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
ISSN 2460-0334
Download