analisis kebijakan moneter da

advertisement
ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DA
PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA
TESIS
Oleh
A. MAHENDRA
067018042/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil
pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling
bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan
terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan
lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif
akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri.
Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke
tahun tergambar melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
2
pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian,
sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya
disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya
pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan
yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial
cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukan”.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai
kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan
mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat
pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari
tahun ke tahun.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah
pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang
dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah
diperlukan kebijakan moneter.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
3
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.Apabila
jumlah uang beredar meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan naik. Sebaliknya,
apabila jumlah uang beredar berkurang, maka pertumbuhan ekonomi akan turun.
Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah
yaitu : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate), giro wajib minimum (reserve requirement ratio), pengaturan kredit dan
pembiayaan Di luar empat instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter
bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Jika
pemerintah
ingin
mengendalikan
jumlah
uang
beredar
dengan
menggunakan instrumen operasi pasar terbuka (OPT), maka pemerintah menjual dan
membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia, salah satu alat yang
sering digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI kepada setiap pemilik SBI Bank
Indonesia memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga.
Jika Bank Indonesia ingin mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang
ketat atau tight money policy), maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari
masyarakat dengan jalan membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar
masyarakat semakin tertarik untuk membeli SBI, maka Bank Indonesia menaikkan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
4
tingkat bunga SBI. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka
Bank Indonesia melakukan hal yang sebaliknya, yaitu menarik SBI yang berada di
tangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual,
maka Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Untuk membantu Bank Umum yang mengalami kesulitan dana dalam rangka
ekspansi kredit, Bank Sentral dapat memberi pinjaman. Pinjaman oleh Bank Sentral
kepada Bank Umum tersebut disebut juga fasilitas diskonto atau tingkat diskonto.
Yang dimaksud dengan tingkat diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas Bank-Bank Umum yang meminjam ke Bank Sentral. Dalam kondisi
tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam
kepada Bank Sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan Bank-Bank Umum untuk meminjam
uang dari Bank Sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar
bertambah. Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Hal ini, akan mengurangi keinginan bank-
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
5
bank meminjam uang dari Bank Sentral sehingga pertambahan jumlah uang beredar
dapat ditekan.
c. Giro Wajib Minimum (reserve requirement ratio = RRR)
Penetapan cadangan wajib minimum (giro wajib minimum) juga dapat
mengubah jumlah uang beredar. Jika Bank Sentral menurunkan giro wajib minimum
maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang
beredar bertambah. Sebaliknya jika giro wajib minimum dinaikkan maka daya
ekspansi kredit Bank Umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang.
d. Kredit
Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam
bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah). Mekanisme jalur kredit
dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet
channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan
yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua,
jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003).
e. Imbauan Moral (moral persuasion)
Selain empat instrumen di atas (yang merupakan kebijakan yang bersifat
kuantitatif), Bank Sentral dapat juga melakukan imbauan moral (moral persuasion).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
6
Instrumen ini sangat kualitatif sifatnya dan tidak menuntut Bank Umum untuk
menaatinya. Biasanya imbauan moral merupakan pernyataan Bank Sentral (misalnya
oleh Gubernur Bank Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi
yang lebih bersifat makro untuk dijadikan masukan bagi Bank-Bank Umum dalam
pengelolaan aset dan kewajibannya.
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi
yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan
menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan
ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat
pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya
bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu
melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem
perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi
ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.
Kebijakan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilisasi ekonomi.
Berhasil tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor,
pertama : kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi
tersebut, kedua : jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan
ekonomi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisa sampai sejauh mana
pengaruh kebijakan moneter yang diterapkan pemerintah pusat terhadap pertumbuhan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
7
ekonomi di Indonesia. Untuk itu penulis mengambil judul ”Analisis Kebijakan
Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil
sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk lebih
mempermudah dan mensistemasikan penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan masalah
ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan
tesis.
Penulis mencoba membuat perumusan masalah apakah kebijakan moneter yang
selama ini diterapkan pemerintah pusat yang tujuannya untuk stabilisasi ekonomi
juga berpengaruh terhadap peningkatan PDB Indonesia .
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Berapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia ?
2. Berapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
3. Berapa besar pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
8
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh
kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam disiplin ilmu
yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.
3. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik membahas
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kebijakan Moneter
2.1.1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan
kebijakan moneter, terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Kalau kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).
Kebijakan moneter adalah bagian dari kebijakan ekonomi makro yang meliputi
pula kebijakan lain. Selain kebijakan moneter, pemerintah secara simultan
melaksanakan kebijakan fiskal (anggaran), kebijakan perdagangan luar negeri (trade
policy), dan kebijakan mengenai peraturan dan perizinan (licensing and regulation).
Selain itu pemerintah juga melaksanakan kebijakan khusus tentang investasi, pasar
modal serta sektor produksi.
Tujuan pembangunan yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan berupa
pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas, bukanlah sasaran yang didapat melalui
pelaksanaan salah satu kebijakan saja. Sementara itu tekanan atau aksentuasi pada
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
9
10
sasaran tujuan pembangunan juga bisa berbeda-beda sesuai dengan keadaan ekonomi
yang dihadapi serta kendala sumber (resource constraints) pada kurun waktu suatu
kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan.
Kebijakan moneter yang baik dan dilakukan dalam waktu yang tepat dapat
merupakan bantuan yang amat berharga untuk meredakan resesi. Kebijakan tersebut
dapat kita perinci sebagai berikut :
a. Pengaruh yang pertama atas pembelanjaan masyarakat dari kebijakan moneter
dapat melalui pengaturan atas syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi para
peminjam kredit.
b. Mempengaruhi pembelanjaan dapat pula melalui kebijakan kredit yang
ditujukan kepada jumlah uang total dan aktiva likuid lainnya.
c. Kebijakan moneter adalah faktor yang dapat mempengaruhi iklim finansial
dalam pengertian bahwa apabila iklim tersebut menyenangkan yaitu jika
kredit itu mudah pengaruhnya ialah mendorong pengusaha, penyelenggaraanpenyelenggaraan investasi atau konsumen untuk membelanjakan uangnya,
dan sebaliknya jika suasana finansil itu tidak menyenangkan yaitu jika kredit
dan uang itu dibikin sesak maka para pengusaha akan berhati-hati dan
pengaruh ini akan meluas kepada pengusaha-pengusaha lainnya, sehingga
pengaruh kebijakan moneter itu akan mendorong menaikkan atau menekan
tingkat pembelanjaan masyarakat.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
11
d. Pengaruh terhadap jumlah pembelanjaan dapat dikatakan dengan tekanan
terhadap volume pembelanjaan yang dibiayai melalui perluasan kredit.
Sebagian besar dari kebijakan yang ada biasanya tidak dapat dengan langsung
mempengaruhi pengeluaran kredit. Tekanan yang terlebih dekat adalah atas
biaya-biaya dan jumlah yang tersedia dari kredit jangka pendek. Dengan
perkataan lain, kebijakan itu dapat melalui tindakan untuk mempermudah dan
mempermurah atau sebaliknya mempersukar dan mempermahal pinjaman
kredit jangka pendek.
e. Pengaruh moneter dapat pula terasa melalui tekanan ke atas atau tekanan ke
bawah yang cukup atas nilai aktiva yang diperjualbelikan, sehingga ia dapat
menaikkan atau menurunkan jumlah aktiva yang dapat diterima oleh
perdagangan, perseorangan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya. Cara itu
dimaksudkan untuk mendorong perusahaan-perusahaan, perseorangan atau
lembaga keuangan supaya mereka mempunyai kecenderungan yang lebih
besar atau lebih kecil untuk menjual aktivanya guna memperoleh likuiditas.
2.1.2. Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kegiatan ekonomi. Banyak faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi namun faktor-faktor ini di luar kontrol pemerintah. Tetapi kebijakan
moneter merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga dengan
demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
12
Apabila pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak
seperti yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi ataupun
defisit dalam neraca pembayaran, maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk
menghilangkan / mengurangi pengangguran, menekan inflasi dan defisit.
Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah
yaitu: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate),giro wajib minimum (reserve requirement ratio) dan kredit. Di luar empat
instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif),
pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
2.2. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
1). Pengertian SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek
dengan sistem diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pada dasarnya adalah merupakan
instrument investasi jangka pendek yang bebas resiko (risk free).
2). Tujuan Penerbitan SBI
Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu terakhir
membawa Sertifikat Bank Indonesia pada saat jatuh tempo maka dialah yang berhak
mencairkannya.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
13
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan
nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang
giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah.
SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang
primer tersebut.
Pada dasarnya, dengan digunakannya SBI maka Bank Indonesia mempunyai
alat dalam Operasi Pasar Terbuka walaupun tidak ada surat berharga pemerintah. Hal
seperti ini juga dilakukan oleh beberapa Bank Sentral untuk menyedot kelebihan
likuiditas perbankan jika kondisi moneter terlalu ekspansif. Perbankan dapat
memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana
tersebut tidak dipinjamkan kemasyarakat.
Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan pengendalian jumlah
uang beredar yang terdapat dimasyarakat.
3). Dasar Hukum Penerbitan SBI
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli
1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta intervensi
rupiah.
Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu operasi pasar
terbuka, penjualan SBI diprioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun
demikian tidak tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun
perusahaan untuk memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
14
dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia melainkan harus melalui Bank
Umum serta pialang pasar uang dan pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
4). Karakteristik SBI
1. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk
jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
2. Denominasi dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp.100
milyar.
Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini:
Nilai Tunai =
Nilai Nominal x 360
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
3. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya
diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai.
4. Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dilakukan secara final sebesar 15 %.
5). Tata cara transaksi SBI
1. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.
2. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa.
3. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum,
pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari
Kamis.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
15
4. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta melakukan penawaran
jumlah SBI yang ingin dibeli serta tingkat diskontonya. Pemenang lelang adalah
peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto terendah sampai dengan
jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI tidak ditentukan oleh Bank
Indonesia melainkan para peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat
diskonto yang ditawarkan oleh peserta maka semakin besar kemungkinan peserta
tersebut memenangkan lelang.
5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta untuk menghindari
terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan
(BDS) sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia
tanpa dipungut biaya penyimpanan.
6). Hubungan suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi
Jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menambah
jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia menarik SBI yang berada di tangan
masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual, maka
Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI. Jika Bank Indonesia ingin
mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang ketat atau tight money policy),
maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari masyarakat dengan jalan
membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar masyarakat semakin
tertarik untuk membeli SBI, maka Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga SBI.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
16
2.3. Investasi
2.3.1. Pengertian Investasi
Secara umum Investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam
masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru,
pembukaan tanah baru dan sebagainya.Menurut Sukirno (2000;366), Investasi
didefinisikan sebagai : pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal
dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama
menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain, dalam Teori
Ekonomi Investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas
memproduksi sesuatu dalam perekonomian.
Dalam kaitannya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi
untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya, dimana dana investasi tersebut salah
satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan, maka Deliarnov (1995:80-81) mengemukakan : ”Investasi merupakan
pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk
membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua
modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan
bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya,
juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan
jumlah dan harga”.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
17
2.3.2. Hubungan antara Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Investasi merupakan suatu faktor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang (bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi
melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor
ekonomi. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedunggedung perkantoran, infrastruktur seperti jalan raya, bandara, jembatan, alat-alat
transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan
dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi.
Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan
permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi,
kesempatan kerja dan pendapatan didalam negeri meningkat, maka terciptalah
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan tingkat produktivitas
penggunaan modal. Untuk melihat besarnya pembentukan modal tetap domestik
bruto dengan pertambahan PDB (Products National Bruto) adalah dengan melihat
Incremental
Capital
Output
Ratio
(ICOR).ICOR
dapat
digunakan
untuk
menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal, dan
menunjukkan kecenderungan penggunaan metode produksi (padat karya atau padat
modal) dalam suatu perekonomian.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
18
2.4. Kredit
Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam
bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah).Mekanisme jalur kredit
dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet
channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan
yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua,
jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003).
a) Jalur Neraca Perusahaan (balance sheet channel)
Jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan
oleh bank sentral akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Pada sisi yang
lain, adanya informasi yang asimetris menyebabkan cenderung terjadinya
kelambanan dalam perkembangan kredit. Pada satu sisi sering terjadi praktik moral
hazard dikalangan peminjam, sehingga menyebabkan keengganan perbankan dalam
menyalurkan kredit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan beberapa
kebijakan moneter yang akan mempengaruhi posisi neraca perbankan dan neraca
perusahaan sebagai peminjam sehingga aktifitas kredit berjalan lancar dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
b) Jalur pinjaman bank (Bank lending channel)
Jalur pinjaman bank inti nya adalah digunakannya sejumlah dana (money) yang
ada dalam sisi liability pada perbankan (tabungan, deposito, dan dana pihak ketiga
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
19
lainnya) sebagai sumber pembiayaan (kredit) yang merupakan salah satu komponen
aset perbankan (Nualtaranee, 2005). Menurut jalur ini, sisi aset juga berpengaruh
terhadap aktivitas kredit.
2.4.1. Hubungan antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi
Kredit dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan cara jumlah uang
beredar dinaikkan, sehingga deposito bank meningkat. Meningkatnya deposito bank
menyebabkan kredit perbankan mengalami peningkatan sehingga investasi akan
meningkat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Contoh lain
misalnya, jika bank sentral menurunkan rasio cadangan minimum, maka cadangan
yang ada di bank umum akan meningkat, sehingga dana yang akan disalurkan dalam
bentuk kredit akan mengalami kenaikan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan
besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka pelipat uang)
serta bagaiman jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan jumlah uang
terhadap perekonomian. Ada beberapa jalur dalam mana perubahan jumlah uang
mempengaruhi kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur dengan
pengeluaran total masyarakat) diantaranya :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
20
a. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)
Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama antara
sektor moneter dengan sektor riil. Perubahan jumlah uang misalnya, akan
mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi investasi
atau bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi ini merupakan bagian dari
pengeluaran total (aggregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada
gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional.
Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya modal dapat dipandang
sebagai indikator pengaruh kebijakan moneter / sektor moneter terhadap
keseimbangan pendapatan (sektor riil).
b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)
Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat juga
melalui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi :
1. Kekayaan yang berupa barang phisik (rumah, tanah, dan sebagainya).
2. Surat berharga
3. Uang tunai
Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini konsumsi)
telah dijelaskan oleh Pigou (yang sering disebut dengan Pigou effect atau real balance
effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut :
Perubahan nilai uang kas riil (real cash balance) baik disebabkan oleh karena
turunnya harga (dengan jumlah uang tetap) ataupun naiknya jumlah uang (dengan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
21
harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian dari
pengeluaran total. Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan
pendapatan akan berubah.
Dengan demikian kebijakan moneter akan mempengaruhi jumlah uang (dimana
uang merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu komponen kekayaan ini
(dalam hal ini uang kas riil) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance /
Pigou effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan
pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan pendapatan.
c. Jalur Harga Relatip (Teori Portfolio)
Teori portfolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang memegan
sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang. Beberapa
anggapan teori ini antara lain :
1. Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal
(marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portfolionya.
2. Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk
kekayaan tersebut relatip terhadap bentuk kekayaan yang lain.
3. Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun
tersebut dengan bentuk kekayaan lain yang harganya lebih tinggi.
4. Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses perubahan
susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus akan dilakukannya sampai
pendapatannya marginal dari masing-masing bentuk kekayaannya sama besar.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
22
Perubahan harga relatip sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses
penyesuaian susunan portfolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang
sebagai akibat dari kebijakan moneter yaitu membeli surat berharga oleh Bank
Sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang kas dalam portfolionya.
Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk kekayaan
yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya turun). Produksi (dan
dengan demikian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik. Investasi naik akan
mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa kenaikan
jumlah uang akan dapat menaikkan pendapatan.
d. Jalur Langsung (Teori Monetarist)
Menurut teori ini pengaruh kebijakan moneter terhadap GNP secara langsung.
Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana. Menurut pendapatnya,
karena sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks sehingga sukar untuk
digambarkan, maka tidak bisa dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa
digambarkan secara terperinci.
Tenggang Waktu (Lag) Efek Dari Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter untuk tujuan stabilisasi ekonomi tergantung pada, pertama
kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan
ekonomi dan kedua jangka waktu antara perubahan kebijakan moneter dengan
efeknya terhadap kegiatan ekonomi. Jangka waktu antara perubahan kebijakan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
23
dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag). Ada
beberapa komponen (unsur) dalam lag efek kebijakan moneter ini.
Recognition lag mencakup waktu dari to ke t1, yakni waktu yang diperlukan oleh
Bank Sentral untuk mengumpulkan data ekonomi serta menganalisa perubahan
kegiatan ekonomi yang diinginkan dengan melakukan kebijakan moneter. Pada waktu
t0 tingkat kegiatan ekonomi telah berubah, misalnya terdapatnya kenaikan
pengangguran yang cukup besar. Sebelum Bank Sentral mengambil kebijakan
moneter guna mengatasi masalah pengangguran ini diperlukan waktu terlebih dahulu
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengangguran.
Administrative lag menunjukkan waktu antara diketahuinya (oleh Bank Sentral)
akan diperkirakan untuk merubah kebijakan moneter (t1) dengan waktu dalam mana
Bank Sentral betul-betul merubah satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter
(t2). Keseluruhan recognition dan administrative lag sering disebut dengan inside lag,
yakni jangka waktu antara perubahan keadaan / kegiatan ekonomi yang memerlukan
perubahan kebijakan moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrument
kebijakan moneter.
Outside / impact lag adalah waktu antara perubahan dalam instrument kebijakan
moneter (t2) dengan efek dari kebijakan moneter tersebut dalam kegiatan ekonomi.
Lag ini mengukur lamanya waktu dalam mentransfer perubahan kebijakan moneter
dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi (t3).
Masalah lag ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan kebijakan
stabilisasi. Lag ini menunjukkan efisiensi kebijakan moneter. Karena adanya
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
24
tenggang waktu (lag) inilah yang sering kebijakan moneter yang ditujukan untuk
stabilisasi kegiatan ekonomi malah berakhir dengan ketidakstabilan. Milton Friedman
adalah salah satu ahli ekonomi yang mempermasalahkan lag dalam kebijakan
moneter dan fiskal.
Gambar berikut menjelaskan permasalahan tersebut :
Kebijakan Moneter
Counter Cyclical
GNP
KM Restriktip
C
A
Efek KM
Ekspansip
Kebijakan
Moneter (KM)
Ekspansip
B
Efek
KM
D
Restriktip
Waktu
Gambar 2.1 Kebijakan Moneter Counter Cyclical
Adanya lag sering mengakibatkan bahwa kebijakan moneter yang ditujukan
untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan timbulnya ketidakstabilan.
Misalnya, kebijakan moneter yang ekspansip diambil pada saat perekonomian lesu
(titik A). Karena efek kebijakan ini ada tenggang waktu, maka baru terasa justru pada
waktu perekonomian membaik, dan bahkan kegiatan ekonomi dapat lebih melonjak
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
25
(titik C) dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijakan moneter ekspansip
(perekonomian akan bergerak seperti pada pola garis tidak patah-patah).
Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin dapat timbul. Untuk
mencegahnya, maka diambil kebijakan moneter yang restriktip. Karena adanya lag,
maka efeknya terasa pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan bahkan
menurunnya lebih tajam (titik D). Dengan demikian tampak dengan jelas, bahwa
kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk menstabilkan perekonomian justru
berakhir dengan ketidakstabilan. Garis patah-patah menggambarkan gerak gelombang
kegiatan perekonomian sebagai akibat adanya kebijakan moneter, yang lebih tidak
stabil dibandingkan tanpa kebijakan moneter.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Milton Friedman menyarankan aturan
bahwa penambahan jumlah uang beredar dilakukan secara ekonomi. Tentukan tingkat
pertambahan jumlah uang tertentu dan biarkan tanpa dirubah. Sebab kalau
pertambahan jumlah uang ini dirubah-rubah sesuai dengan kegiatan ekonomi
(ditambah pada masa resesi) maka yang timbul adalah ketidakstabilan dalam
perekonomian, seperti pada gambar di atas. Dengan aturan seperti yang disarankan
Friedman ini maka dapat dihindarkan adanya masalah lag serta kesalahan dalam
memperkirakan efek kebijakan moneter.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
26
2.6. Model IS-LM
Koordinasi antara kebijakan moneter, fiskal dan pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dari model keseimbangan IS-LM (Nopirin, 2000).
1. Model IS
Model IS adalah model ekonomi yang menggambarkan hubungan antara tingkat
bunga dan pendapatan yang sesuai dengan keseimbangan dipasar barang.
Berikut beberapa model ekonomi makro dalam keseimbangan pasar barang :
Fungsi konsumsi
C = a + b (Y-T).............................................. (1)
Fungsi pajak
T = e + t (Y)................................................... (2)
Fungsi investasi
I = d-n (r)........................................................(3)
Pengeluaran pemerintah
G = G............................................................. (4)
Indentitas pendapatan nasional
Y = C + I + G................................................. (5)
Dimana :
Y
: Pendapatan nasional tahun t
C
: Konsumsi tahun t
I
: Investasi tahun t
G
: Pengeluaran pemerintah tahun t
T
: Pajak tahun t
R
: Tingkat bunga tahun t
a, e, d
: Konstanta
b, t, n
: Koefisien
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
27
Jika persamaan (2) disubstitusikan kedalam persamaan (1) maka didapatlah
nilai Ct. Lalu persamaan (1), (3) dan (4) disubstitusikan kedalam persamaan (5) maka
didapatlah persamaan IS, yaitu :
Y=
a − be + d + G
n
−
r ........................................................................(6)
(1 − b + bt )
(1 − b + bt )
2. Model LM
Model LM mencerminkan hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan
dipasar uang. Model LM diadopsi dari permintaan uang Keynes, dimana permintaan
uang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga (Nopirin, 2000) :
Md = f (Y,r)
MD = F-h (r) + k (Y)..........................................................................................(7)
Faktor pendapatan relevan dengan adanya motif permintaan uang Keynes yaitu
permintaan uang untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Sedangkan tingkat bunga
berkaitan dengan motif permintaan uang untuk berspekulasi.
Sedangkan Fungsi penawaran uang adalah :
Ms = M...............................................................................................................(8)
Dimana kondisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang adalah :
Md = MS...........................................................................................................(9)
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
28
Gabungan antara fungsi permintaan dan penawaran uang disebut model LM, yaitu :
Y=
M−f h
+ r .................................................................................................(10)
k
k
dimana :
r=
k
M−f k
Y −(
x ) .........................................................................................(11)
h
k
h
3. Model Keseimbangan IS-LM
Untuk mencari keseimbangan IS dan LM, substitusikan persamaan (11) ke
dalam persamaan (6), lalu didapat :
Y=
a − be + d + G
n
k
M−f k
−
x( Y − (
x )) .......................................(12)
(1 − b + bt ) h
(1 − b + bt )
k
h
Dari persamaan tersebut dapat dilihat koordinasi antara kebijakan fiskal dan
moneter, dimana, pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari kebijakan fiskal (G) dan
kebijakan moneter (M). Secara singkat dapat ditulis :
Y = f (G,M)
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
29
2.7. Implimentasi Kebijakan Moneter
a. Masalah Dalam Implimentasi
Penentuan tujuan kebijakan moneter seperti pertumbuhan ekonomi serta neraca
pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijakan
moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan, terutama dalam hal
implimentasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa penguasa moneter harus
menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijakan, seperti
misalnya output, employment serta harga. Kedua, mereka harus menentukan
bagaimana caranya mengatur / mengubah instrument kebijakan moneter (seperti
cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan
/ sasaran kebijakan moneter tercapai.
Bagi Bank Sentral akan mengalami kesulitan di dalam mengatur kebijakan
moneter dikarenakan kurangnya informasi atau kurangnya kepastian mengenai proses
implimentasi kebijakan moneter. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini
beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang indicator serta
target operasional dari implimentasi kebijakan moneter.
Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkaitan dengan
masalah implimentasi, yakni pertama bagaiman efek kebijakan terhadap tujuan yang
ingin dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaran atau belum. Suatu indikator
diperlukan untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka
harus mengubah / memanipulasi instrument kebijakan moneter supaya tujuan /
sasarannya tercapai.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
30
b. Indikator Dalam Implimentasi Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan
informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak ke
arah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan variabel moneter yang
secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijakan moneter terhadap
perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan)
antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijakan moneter. Perubahan sektor
riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator.
Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijakan moneter
itu sejalan / menuju kesasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa
moneter dapat mengubah instrument kebijakan moneter. Dengan demikian indikator
ini memberikan informasi apakah sasarannya akan tercapai atau tidak.
c. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap
hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijakan jual-beli
surat berharga (open market operation). Beberapa syarat harus dipenuhi agar supaya
sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional, antara lain :
1. Bank Sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang
relative pendek.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
31
2. Bank Sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara
merubah instrument kebijakan moneter.
3. Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.
2.8.
Pertumbuhan Ekonomi
2.8.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
i.Teori Ekonomi Klasik
Orang yang pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah
Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya An
Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Inti ajaran
Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan
kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan.
Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan
ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi
apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada
pengangguran, hal itu bersifat sementara.
Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas
pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong
pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun
langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
32
keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat “aturan main”
yang memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga
aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu mendapat keuntungan yang
memadai (tidak hanya sekadar keuntungan minimum) agar dapat mengakumulasi
modal dan membuat investasi baru, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru.
Terhadap pemikiran Smith, perlu dicatat pendapat Schumpeter (1911) dalam bahasa
Jerman, 1934 dalam bahasa Inggris), yang mengatakan bahwa posisi stasioner tidak
akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi.
Sebagai akibat depresi ekonomi dunia tahun 1929-1932, pandangan Smith
kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin
pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan
dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah
uang beredar), dan pengawasan langsung. Ahli ekonomi setelah itu ada yang
mendukung dan memperluas pandangan Keynes. Kedua kelompok ini tetap
mengandalkan mekanisme pasar.
Perbedaannya adalah ada yang menginginkan peran pemerintah yang cukup
besar tetapi ada pula yang menginginkan peran pemerintah haruslah sekecil mungkin.
Walaupun berbeda, kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas
negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada
kaitan dengan tingkat saving dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa
mantap dan berkelanjutan.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
33
Belakangan disadari bahwa pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan
jasa yang melayani kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat
menanganinya apabila tidak diberi hak khusus. Misalnya pembangkit tenaga listrik,
telepon dan air minum. Swasta mungkin berminat menyediakan fasilitas ini apabila
diberi hak monopoli dan karena hal itu mungkin tidak diterima oleh masyarakat dan
penanganannya diambil alih oleh pemerintah. Atau, kalaupun itu dikelola oleh swasta
harus diawasi oleh pemerintah.
Hal lain yang dianggap wajar pemerintah ketika turun tangan adalah mengatur
stok pangan agar tercipta harga yang stabil. Dalam kerangka ekonomi wilayah, ada
pandangan Smith yang tidak bisa diterapkan sepenuhnya, misalnya tentang lokasi
dari kegiatan ekonomi tersebut. Sesuai dengan tata ruang yang berlaku maka lokasi
dari berbagai kegiatan sudah diatur dan kegiatan yang akan dilaksanakan harus
memilih diantara lokasi yang diperkenankan.
Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih
banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi
kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang
diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang
dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain
sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan
ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan
prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
34
prosedur penanaman modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif
sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, teori Smith akan tumbuh subur
pada kondisi pasar sempurna. Kondisi pasar sempurna untuk semua transaksi
memang sulit diwujudkan, namun pemda harus berusaha untuk membuat kondisi
pasar mengarah ke kondisi pasar sempurna. Pemda tidak memberi hak monopoli
(penjual tunggal) atau monopsoni (pembeli tunggal) kepada pihak swasta atas dasar
lisensi, serta informasi tentang pasar disebarluaskan kepada masyarakat.
ii. Teori Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu bersamaan oleh Harrod (1948) di
Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Di antara mereka menggunakan proses
perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya
dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini
melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi
statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).
Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :
1. Perekonomian bersifat tertutup
2. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan
3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta
4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat
pertumbuhan penduduk.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
35
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan
produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat
keseimbangan sebagai berikut :
g = K = n,
Dimana :
g : Growth (tingkat pertumbuhan output)
K : Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan
tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal-output).
Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka :
I
S S Y
S /Y
S
=
= =
=
=
K K Y K K /Y V
Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. Hal ini
lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh. Misalnya, perekonomian
berada dalam kapasitas penuh dengan total pendapatan (Y) = 1.000 triliun rupiah.
Hasrat menabung (s) = 20 %. Karena I = S maka tingkat investasi adalah 20 % x
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
36
1.000 triliun rupiah = 200 triliun rupiah. Misalnya rasio modal-output adalah 5 : 1
(diperlukan modal Rp.5,00 agar terdapat kenaikan produksi sebesar Rp.1,00 per tahun
atau produktivitas modal = 0,20. Besarnya kenaikan output adalah I/v = 200/5 = 40
triliun rupiah. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi adalah
g=
40triliun
= 4%
1.000triliun
Akan tetapi, hal ini hanya tercapai apabila laju pertumbuhan tenaga kerja juga
4%. Contoh diatas dapat dilihat dari sisi lain. Misalnya, kita menginginkan
pertumbuhan ekonomi 5% atau ada kenaikan output sebesar 1.000 triliun rupiah x
0,05 = 50 triliun rupiah. Hal ini berarti investasi haruslah sebesar 50 triliun rupiah x
(v) = 50 triliun rupiah x 5 =250 triliun rupiah. Artinya, tingkat tabungan harus
dinaikkan dari 0,20 menjadi 0,25 atau kekurangannya harus dipinjam dari luar.
Karena s,v,dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup, sulit
tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya
berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi,
kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya
investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan
barang.
Untuk perekonomian daerah, Richardson (Robinson Tarigan, 2003)mengatakan
kekakuan diatas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat
terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/hasil produksi yang berlebihan dapat
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
37
diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocorankebocoran dalam menyedot output daerah.
Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas
penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan
yang tidak terinvestasikan secara lokal dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang
tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa
yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat
menyeimbangkan n dan g. Jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya
menjadi sedikit longgar.
Syarat statistik bagi perekonomian terbuka :
S + M = I + X dapat dirumuskan menjadi :
(s + m) Y = I + X, atau :
I
X
= s+m−
Y
Y
Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah i dapat dirumuskan sebagai impor
daerah-daerah lain.
n
n
j =1
j =1
Xi = ∑ M ji = ∑ M ji Y j
Ekspor daerah i = total impor daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal
propensity to impor) daerah-daerah j dari daerah I dikalikan dengan tingkat
pendapatan masing-masing setiap daerah j.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
38
Dengan demikian, Richardson dalam Tarigan merumuskan persamaan
pertumbuhan suatu wilayah adalah :
gi =
si + mi − ∑ mij Y j / Yi
vi
Catatan :
I
X
= s+m−
Y
Y
I S s.v
s
di mana g =
= =
Y Y
v
v
g i .vi = s i + mi − (∑ m ji Y j ) / Yi
gi =
si + mi − (∑ m ji Y j ) / Yi
vi
Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gi tinggi,
dikehendaki agar : sI (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi, ekspor = kecil,
vi (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang kecil dapat
meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor
adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini, kelebihan atau
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
39
kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau
arus masuk dari setiap faktor di atas.
Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja
interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan
tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang.
Dalam praktiknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan
menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah dan hal ini
membuat pertumbuhan antardaerah menjadi pincang. Artinya, daerah yang maju kian
maju dan yang terbelakang akan makin ketinggalan.Jadi, pertumbuhan antar daerah
akan mengarah kepada heterogenous (makin pincang).
Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi wilayah yang masih
terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Dalam kondisi seperti
ini, biasanya barang modal sangat langkah sehingga sulit melakukan konversi antara
barang modal dengan tenaga kerja. Untuk wilayah seperti itu, bagi sektor yang hasil
produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor (karena biaya
angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan produksi
mengakibatkan produk tidak terserap oleh pasar lokal dan tingkat harga turun drastis
sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu, lebih baik mengatur pertumbuhan
berbagai sektor secara seimbang. Dengan demikian, pertambahan produksi di satu
sektor dapat diserap oleh sektor lain yang tumbuh secara seimbang.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
40
ii.Teori Pertumbuhan Neoklasik
Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M.Solow (1970) dari
Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan
menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi,
dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model
Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya.
Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan
adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syaratsyarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif
disebabkan kemungkinan subsitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti
adanya fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan
pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori
Neoklasik.
Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal,
bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini
terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita
meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu.
Oleh sebab itu, fungsi produksinya berbentuk :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
41
Yi = fi (K,L,t)
Dalam
kerangka
ekonomi
wilayah,
Richardson(RobinsonTarigan,
2003)kemudian menderivasikan rumus di atas menjadi sebagai berikut :
Yi = ai ki + (1-ai) ni + T
Di mana :
Yi = besarnya output
ki = tingkat pertumbuhan output
ni = tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Ti = kemajuan teknologi
a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal
(1-a) = bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal
Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang
menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment). Dengan
demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa :
MPK i = ai
Yi
=p
Ki
MPKI = Marginal productivity of capital
Jika p sudah tertentu dan a konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan tingkat
yang sama.
Syarat keseimbangan bagi keseluruhan system adalah :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
42
∑I = ∑S
i =1
i
i =1
i
(walaupun di suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi).
Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih
kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal
productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari
marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal
tenaga kerja (K/L).
Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi
produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah riil yang
tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah terdapat upah
riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal akan mengalir dari
daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan
balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi.
Sebaliknya, tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah
tinggi. Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor
produksi
di
semua
daerah
sama.
Dengan
demikian,
perekonomian
regional/pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin
sama).
Teori neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi
selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,
perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik,
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
43
kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan
termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus
barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebarluasan informasi pasar.
Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kestabilan politik. Demikian pula model
Neoklasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mutu SDM adalah
menyangkut keahlian dan moral, dan moral sangat dipengaruhi oleh aturan main yang
berlaku. Hal khusus yang perlu dicatat bahwa model Neoklasik mengasumsikan I = S.
Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka menyimpan uang kontan dalam
jumlah besar di rumah (bukan di bank) tanpa tujuan khusus, dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Paham neoklasik melihat
peran kemajuan teknologi/inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan
masyarakat, agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat. Analisis lanjutan
dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan
yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan
seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali (di wilayah tersebut).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
44
iii. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955).
Setiap negara/wilayah perlu melihat sector/komoditi apa yang memiliki potensi besar
dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena
sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan.
Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sector tersebut dapat memberikan
nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relative singkat
dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya
terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar
negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang
sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.
Mensinergikan sector-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan
saling mendukung. Misalnya usaha perkebunan yang dibuat bersinergi dengan usaha
peternakan. Rumput/limbah perkebunan dapat dijadikan makanan ternak, sedangkan
teletong/kotoran ternak bisa dijadikan pupuk untuk tanaman perkebunan. Contoh lain
adalah usaha pengangkutan dan usaha perbengkelan. Dengan demikian, pertumbuhan
sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya.
Menggabungkan kebijakan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan
sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
Selain itu, perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi (Schumpeter
dan lain-lain) yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sangat ditentukan oleh
jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat. Jiwa usaha berarti pemilik modal
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
45
mampu melihat peluang dan berani mengambil resiko membuka usaha baru maupun
memperluas usaha yang telah ada.
Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha tersedia lapangan kerja
tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Angkatan
kerja yang tidak tertampung dapat menciptakan instabilitas keamanan sehingga
investor tidak berminat melakukan investasi dan ekonomi menjadi mandek.
Perekonomian yang mandek membuat makin banyak pencari kerja tidak tertampung
sehingga instabilitas bertambah parah. Apabila jaminan keamanan berusaha sudah
tidak ada, investor yang sudah ada pun akan merelokasi usahanya. Apabila hal ini
terjadi akan terjadi depresi ekonomi dan kemakmuran menjadi menurun.
2.8.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dan hasil
pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling
bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
46
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana mengupayakan
terciptanya pemerataan kesempatan dan pembangunan hasil-hasil pembangunan
dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak
produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu
sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke
tahun tergambar melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu
pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian,
sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya
disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya
pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktifitasnya kegiatan yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung
meningkatkan produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukan”.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai
kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan
mengambil rata-ratanya dalam waktu sama, maka untuk mengatakan tingkat
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
47
pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari
tahun ke tahun atau dapat diformulasikan sebagai berikut :
gt =
ΔGNP
GNP
atau :
gt =
GNPt − GNPt −1
GNPt −1
Dimana :
gt
= pertumbuhan ekonomi
GNP = Real Gross National Product
Δ
= perubahan
2.8.3. Komponen Utama Pertumbuhan Ekonomi
Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. Akumulasi Modal
Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari
pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar ouput
dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaam pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan
bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu daerah (yakni,
nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas
memungkinkan akan terjadinya peningkatan ouput di masa-masa mendatang.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
48
Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan
berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur” ekonomi dan
sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan-jalan raya, penyediaan listrik,
persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi dan
sebagainya, yang kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan
mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif. Sebagai contoh, investasi
yang dilakukan oleh seorang petani sayuran berupa pembelian sebuah traktor baru
pasti dapat meningkatkan produksi sayurannya. Tetapi tanpa fasilitas transportasi
(jalan dan/atau kenderaan) yang memadai guna mengangkut tambahan produksi
tersebut ke pasaran, maka investasi sang petani tersebut tidak akan banyak menambah
produksi pangan.
Di samping investasi yang bersifat langsung seperti itu, banyak cara yang
bersifat tidak langsung untuk menginvestasikan dana dalam berbagai jenis sumber
daya. Pembangunan sistem irigasi akan dapat memperbaiki kualitas tanah pertanian
serta meningkatkan produktivitas lahan per hektar. Jika 100 hektar tanah irigasi dapat
memproduksi output yang sama jumlahnya dengan yang dihasilkan oleh 200 hektar
tanah tanpa irigasi, maka itu berarti pembangunan sistem irigasi tersebut
sesungguhnya telah melipatgandakan “kuantitas” tanah.
Demikian pula, penggunaan pupuk buatan dan pestisida juga akan
meningkatkan produktivitas lahan-lahan pertanian. Semua bentuk investasi tersebut
diatas merupakan sarana untuk meningkaatkan produktvitas sumber daya tanah.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
49
Dampak positif peningkatan seluruh stok tanah yang produktif, untuk berbagai
keperluan, sebenarnya identik dengan pembuka lahan-lahan pertanian baru.
Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan
kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang
sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus
bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan
dalam kerja atau magang, kursus-kursus, dan aneka pendidikan informal lainnya
perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya
manusia yang terampil melalui investasi langsung dalam pembangunan serta
pengadaan gedung-gedung, peralatan dan bahan baku (misalnya, buku-buku,
proyektor film, komputer, peraltan ilmiah, serta alat-alat dan mesin pendidikan
kejuruan seperti mesin bubut dan gerinda).
Pendidikan guru yang bermutu dengan kurikulum yang tepat dan relevan, sama
halnya dengan penyediaan buku-buku ekonomi yang baik, pasti akan dapat
meningkatkan kualitas, kepemimpinan dan produktivitas tenaga kerja.Segenap
kegiatan yang dijelaskan diatas merupakan bentuk-bentuk investasi yang menjurus ke
akumulasi modal. Akumulasi modal akan menambah sumber daya baru (contohnya,
pembukaan tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas
sumber daya yang sudah ada (misalnya, perbaikan sistem irigasi, pengadaan pupuk,
pestisida).
Satu hal penting yang harus dipahami di sini adalah, bahwasanya untuk
mencapai maksud investasi tersebut selalu dituntut adanya pertukaran antara
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
50
konsumsi sekarang dan konsumsi mendatang. Artinya, pihak-pihak pelaku investasi
harus bersedia mengorbankan atau mengurangi konsumsi pada saat sekarang ini demi
memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari.
b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa
tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai
salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja
yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih
besar.
Positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan
ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang
bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga
kerja tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat
dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor-faktor penunjang, seperti
kecakapan manajerial dan administrasi.
Pada tingkat penguasaan teknologi tertentu dan jumlah sumber daya manusia
dan modal fisik yang tertentu pula, kurva kemungkinan-produksi memperlihatkan
jumlah output maksimum yang berupa kombinasi dua jenis komoditi, misalnya saja,
beras (padat karya) dan radio (padat modal atau teknologi), seandainya segenap
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
51
sumber daya yang tersedia dalam perekonomian yang bersangkutan benar-benar
digunakan secara penuh dan efisien.
P1
Radio
P
0
P
P1
Beras
Gambar 2.2 : Dampak kenaikan sumber daya manusia dan fisik
Gambar 2.2 terlihat bahwa peningkatan kuantitas sumber daya sampai dua kali
lipat itu akan menggeser kurva kemungkinan-produksi ke luar secara sejajar, dari P-P
ke P1-P1.
c. Kemajuan Teknologi
Dalam pengertiannya yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena
ditemukannya cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
52
pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti kegiatan menanam jagung, membuat pakaian
atau membangun rumah.
Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :
a. kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral techonological progress)
b. kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving techonological
progress)
c. kemajuan teknologi yang hemat modal (capital-saving technological
progress).
Kemajuan teknologi yang netral (neutral techonogical progress) terjadi apabila
teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi
dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang
sederhana seperti pengelompokkan tenaga kerja (semacam spesialisasi) yang dapat
mendorong peningkatan output dan kenaikan konsumsi masyarakat, adalah
contohnya.
Ditinjau dari sudut analisis kemungkinan produksi, perubahan teknologi yang
netral, yang dapat melipatgandakan output secara konseptual, artinya teknologi yang
mampu melipatgandakan semua input produktif.Sementara itu, kemajuan teknologi
dapat berlangsung sedemikan rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau
tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh
output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang sama).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
53
Penggunaan
komputer
elektronik,
mesin
tekstil
otomatis,
bor
listrik
berkecepatan tinggi, traktor dan mesin pembajak tanah, dan banyak lagi jenis mesin
serta peralatan modern lainnya, dapat diklasifikasikan sebagai kemajuan teknologi
yang hemat tenaga kerja (laborsaving technological progress).
Sedangkan kemajuan teknologi hemat modal (capital-saving technological
progress) merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir
semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negaranegara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja, dan bukan untuk menghemat
modal.
2.8.4 Metode Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengukur pendapatan total
setiap orang dalam perekonomian (Mankiw,2000, hal:72).
Untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi data PDB yang digunakan
adalah data PDB atas dasar harga konstan, sebab pengaruh perubahan harga terhadap
nilai PDB (atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan (Triyanto, 1990, hal : 36).
Adapun cara perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
menggunakan formula :
ΔPDBt =
PDBt − PDBt −1
PDBt −1
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
54
Keterangan :
Δ PDBt = Laju Pertumbuhan Ekonomi
t
= Tahun tertentu
x-1
= Tahun sebelumnya
PDB
= Produk Domestik Bruto
2.9. Penelitian Sebelumnya
Arestis dan Sawyer (2002), melihat bagaimana tingkat bunga sebagai instrumen
utama kebijakan moneter mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
menggunakan metode OLS dengan menggunakan data tahun 2001-2005, dengan
studi kasus di Angeloni salah satu wilayah dalam Zona Euro. Pertumbuhan ekonomi
disini diukur dengan PDB. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa tingkat bunga
berpengaruh signifikan terhadap PDB. Penurunan 1 persen tingkat bunga akan
menurunkan 0,2 hingga 0,35 persen PDB.
Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan
moneter dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode OLS dengan menggunakan data tahun 1961-1982 dan 1961-2000.
Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan antara
kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi persamaan output gap dimana
tingkat pembiayaan bank dalam bentuk kredit menjadi instrumen kebijakan moneter.
Yang kedua mengestimasi Congressional Budget Office (CbO) terhadap output gap,
dan yang ketiga mengestimasi pengaruh tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
55
memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank
dalam bentuk kredit terhadap output dalam kurun waktu 1961-1982.
Didik J.Rachbini (2003), menyimpulkan bahwa stabilitas ekonomi merupakan
prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan
fiskal dan moneter. Evaluasi dan koordinasi penyempurnaan peraturan perbankan
seperti manajemen risiko secara konsolidasi, dan giro wajib minimum (GWM) dapat
meningkatkan kapasitas bank untuk menyalurkan kredit kepada dunia usaha yang
pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
Purbaya Yudhi Sadewa (2005), dalam suatu penelitian pada data periode 20002005 menunjukkan naik turunnya suku bunga SBI mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Hanya saja pengaruhnya akan lebih signifikan jika suku bunga SBI berada
dibawah 10 persen yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
lebih cepat.
Budiman Hutabarat dalam buletin agro ekonomi (2001), mengemukakan
kebijakan moneter mendukung sektor pertanian andalan yang merupakan
penyumbang sektor terbesar kepada PDB.Hal ini dapat terlihat pada tahun 1992,
sektor agribisnis memberikan sumbangan sebesar US $ 6,24 milyar dan meningkat
menjadi US $ 12,96 milyar pada tahun 1997, atau kenaikan sekitar 21 persen per
tahun. Pesatnya laju perkembangan di atas tidak terlepas dari kebijakan ekonomi
makro yang ditempuh pemerintah, termasuk kebijakan di sektor moneter.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
56
Easterly dan Robelo (1993), menemukan bahwa investasi pada negara-negara
sedang berkembang memiliki korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
koefisien yang sangat tinggi dengan menggunakan data dari 43 negara sedang
berkembang selama kurun waktu 20 tahun.
Shekar dan Narendra Nath (2005) dalam suatu penelitian di India,
mengemukakan kebijakan moneter di India memegang peranan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara itu.Sehingga diperlukan intervensi
dan pengawasan dari pemerintah terhadap setiap kebijakan moneter yang dilakukan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.10. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan
sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
2. Kredit mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia, ceteris paribus.
3. Investasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia, ceteris paribus.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
57
2.11. Kerangka Pemikiran
Kondisi Perekonomian
Kebijakan Moneter (Bank Indonesia)
-
Operasi Pasar Terbuka
GWM
Tingkat Diskonto
Pengaturan Kredit dan
investasi
Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan
menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup kebijakan moneter dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya suku bunga SBI, kredit, dan
investasi.
Dengan adanya ruang lingkup tersebut, diharapkan penulis dapat menganalisis
pengaruh suku bunga SBI, kredit, dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia pada kurun waktu
tahun 1986-2005.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
59
3.3 Model Analisis
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model
keseimbangan IS-LM. Model keseimbangan IS-LM dapat kita lihat pada persamaan
berikut, yaitu =
Y=
a − be + d + G
n
k
M−f k
−
x( Y − (
x ))
(1 − b + bt )
(1 − b + bt ) h
k
h
Dari persamaan tersebut dapat dilihat koordinasi antara kebijakan moneter dan
fiskal, dimana pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari kebijakan moneter (M) dan
kebijakan fiskal (G). Secara singkat dapat ditulis :
Y = f (M,G)
Untuk Variabel M dapat disubstitusi dengan kredit (Loan),tingkat suku bunga,
dan investasi hal ini berdasarkan pada teori Balance Sheet Channel dimana uang
dapat diproxi dengan kredit atau tingkat suku bunga.
Model estimasi dapat ditulis, sebagai berikut :
Y = f (X1, X2,X3)…………………………………………………………............1
Dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y = α + β 1X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + μ ……………………………………...............2
Dimana :
Y
: PDB (dalam rupiah)
α
: Intercept
β 1, β 2, β 3
: Koefisien regresi
X1
: Suku Bunga SBI (dalam persen)
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
60
X2
: Kredit (dalam rupiah)
X3
: Investasi (dalam rupiah)
μ
: Term of Error
3.4 Definisi Operasional
1. Pertumbuhan ekonomi di proxy dengan Produk Domestik Bruto (PDB) harga
konstan yang dihitung (dalam satuan miliar rupiah).
2. Suku bunga SBI adalah surat berharga yang diterbitkan oleh BI (dalam satuan
persen).
3. Investasi adalah pengeluaran sejumlah dana yang dilakukan oleh investor atau
pengusaha yang berguna untuk membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan
hasil/profit pada masa yang akan datang yang dihitung (dalam satuan miliar
rupiah).
4. Kredit yang disalurkan (LOAN) adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam
bentuk rupiah dan valas pertahun (dalam satuan miliar rupiah).
3.5 Metode Analisa
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
Ordinary Least Square (OLS) dan pendekatan kointegrasi. Digunakannya metode
kointegrasi ini adalah untuk melihat hubungan dan perubahan struktur jangka panjang
antara variabel-variabel regresi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pengujian
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
61
terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang
sebagai uji prasyarat bagi digunakannya pendekatan kointegrasi.
3.6. Uji Akar-akar Unit
Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas karena pada
prinsipnya uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi apakah data yang digunakan dari
model autoregresif stasioner atau tidak. Untuk melakukan uji akar-akar unit biasanya
digunakan uji yang dikembangan oleh Augemented Dickey-Fuller (ADF) dengan
penaksiran autoregresif sebagai berikut :
k
DYt = a 0 + a1 B j Yt + ∑ biB j DYt + μ t ………………………………………………(1)
i =1
k
DYt = c0 + c1T + c 2 B j Yt + ∑ d i B j DYt + μ t ………………………………………...(2)
i =1
dimana :
T = trend waktu
Yt = Variabel yang diamati pada periode tingkat
B = Operasi kelambanan waktu (backward lag operator)
μ = Residual
Dari hasil regresi persamaan (1) dan (2) akan diperoleh nilai statistic ADF
(Augmented Dickey-Fuller), dengan melihat nilai statistic dari koefisien BjYt pada
persamaan (1) dan (2) kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value)
ADF maka dapat diperoleh kesimpulan. Jika nilai statistic dari koefisien BjYt lebih
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
62
besar dari nilai kritis (critical value) Augmented Dickey-Fuller maka data tersebut
stasioner. Sebaliknya jika data tersebut tidak stasioner maka harus dibentuk variabel
baru dengan melakukan first difference, kemudian dilakukan kembali uji akar-akar
unit sehingga diperoleh data yang stasioner.
3.7. Uji Derajat Integrasi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat perbedaan (difference)
keberapa data yang diamati akan stasioner. Pengujian ini dilakuakn apabila pada uji
akar-akar unit (langkah pertama di atas) dari data yang diamati tidak stasioner.
Adapun bentuk persamaan untuk pengujian derajat integrasi adalah sebagai berikut :
k
DDYt = e0 + e1 B j DYt + ∑ f i B j DDYt + μ t …………………………………………(3)
i =1
k
DDYt = g 0 + g 1T + g 2 B j DYt + ∑ hi B j DDYt + μ t …………………………………(4)
i =1
Dari hasil regresi persamaan (3) dan (4) diperoleh dari nilai statistic ADF
(Augmented Dickey Fuller), dengan melihat nilai statistik dari koefisien BjDYt pada
persamaan (3) dan (4) kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value)
ADF maka dapat diperoleh kesimpulan. Jika nilai statistik dari koefisien BjDYt lebih
besar dari nilai kritis (critical value) Augmented Dickey-Fuller maka data tersebut
stasioner pada derajat I(1). Dalam kaitannya dengan uji derajat integrasi jika variabel
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
63
yang digunakan tidak stasioner pada derajat pertama I(0), harus dilanjutkan sampai
diperoleh suatu kondisi stasioner sampai pada derajat kedua.
3.8. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari pengujian diatas. Uji kointegrasi
dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh variabel mempunyai hubungan
keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak berkointegrasi. Jika
berkointegrasi maka residual berkointegrasi adalah stasioner. Untuk melakukan
pengujian kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang
diuji mempunyai derajat integrasi yang sama, sehingga untuk melakukan uji
kointegrasi harus terlebih dahulu melalui tahap uji akar-akar unit dan uji integrasi.
Metode alternatif yang dapat digunakan untuk pengujian kointegrasi adalah
pengujian Engle Granger (EG). Metode ini merupakan uji kointegrasi yang melihat
residual dari hasil regresi apakah stasioner atau tidak stasioner. Tahap yang dilakukan
adalah meregresikan variabel-variabel dari hasil uji akar-akar unit dan integrasi ke
dalam persamaan regresi kointegrasi sebagai berikut :
Yt = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + ε t ………………………………………………(5)
Dari hasil regresi persamaan di atas diperoleh nilai residual dan diuji
kestasioneran datanya, dengan membandingkan nilai statistic ADF terhadap nilai
kritis ADF. Apabila nilai ADF statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
64
ADF maka residual persamaan kointegrasi adalah stasioner, dengan kata lain
variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan
keseimbangan jangka panjang.
3.9. Uji Kesesuaian
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel
independen secara bersama mampu memberi penjelasan mengenai variabel
dependent.
a.
Uji t-statistik
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah
masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel.
Dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini
digunakan hipotesis sebagai berikut :
Ho : bi = b
Ha : bi ≠ b
Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai parameter hipotesis,
biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila
nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini
berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan)
terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :
t − hitung =
(bi − b)
Sbi
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
65
Dimana :
bi
: koefisien variabel independen ke-i
b
: Nilai hipotesis nol
Sbi
: simpangan baku dari variabel independen ke-i
b.
Uji F-statistik
Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Untuk
pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
Ho : bi = b2 =……………………………bk = 0 (tidak ada pengaruh)
Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh) untuk i =1…..k
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel.
Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh
dengan rumus :
R 2 /(k − 1)
F − hitung =
(1 − R 2 ) /(n − k )
Dimana :
R2
: koefisien determinasi
k
: jumlah variabel independen
n
: jumlah sampel
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
66
Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95 % sebagai berikut :
Ho diterima jika F-hitung < Fα
Ho ditolak jika F-hitung > Fα
3.10. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang
secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah dilakukan,
bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk.
Untuk itu maka perlu melakukan Uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari :
1. Uji Multikolinieritas
Interpretasi persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi
bahwa variable-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi.
Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan
beberapa akibat, untuk itu perlu pendeteksian multikolinieritas dengan besaranbesaran regresi yang didapat, yakni :
a.
Variabel besar (dari taksiran OLS)
b.
Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar
sehingga interval kepercayaan lebar).
c.
Uji t (t rasio) tidak signifikan, suatu variabel bebas yang signifikan baik
secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
67
tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standard error
terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi (a1 – a4)
tidak signifikan.
d.
R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari Uji t.
e.
Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang
tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyelesaikan interprestasi.
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier
klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi
atau μ 1 dengan penggunaan rotasi E ( μ 1, μ j) = 0 ; I ≠ J. Secara sederhana model
klasik mengasumsikan unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak
dipengaruhi unsur distribusi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan
lain.
Oleh karena model regresi mempunyai nilai kelambanan (lag) dari variabel
terikat, maka untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini, akan
dilakukan dengan uji lagrange multiplier test (LM test) dengan membandingkan nilai
X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
a. Jika nilai X2hitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
68
b. Jika nilai X2hitung < nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada
korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.
3. Uji Normalitas
Asumsi model linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu μ 1 mempunyai
nilai rata-rata yang sama dengan 0, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang
konstan. Dengan asumsi ini, OLS estimation akan mempunyai sifat-sifat statistik
yang diinginkan, seperti unbias dan varian yang minimum. Untuk dapat mengetahui
normalnya μ 1 dilakukan dengan J-B test (Jarque – Bera test). Uji ini menggunakan
hasil estimasi residual dan chi-square probability distribution, yaitu dengan
membandingkan nilai JB hitung = X2 hitung dengan nilai X2 tabel, dengan kriteria
keputusan sebagai berikut :
a. Jika JBhitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
μ 1 adalah berdistribusi normal ditolak.
b. Jika JBhitung < nilai X2tabel, maka hipotesis residual μ 1 berdistribusi normal
tidak dapat ditolak.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
69
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum
4.1.1. Keadaan Geografis
Indonesia terletak antara 60 08’ lintang Utara dan 110 15’ lintang selatan dan
antara 940 45’ Bujur Timur dan 1410 95’ Bujur Timur. Negara kesatuan yang
berbentuk Republik ini pada tahun 1999 dibagi menjadi 26 propinsi (sejak 1999
Timur-Timur tidak lagi merupakan wilayah Indonesia), terdiri dari 268 kabupaten, 73
kotamadya, 4.044 kecamatan dan 69.065 desa.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah kurang lebih 17.508
pulau besar dan kecil, diapit oleh dua benua, Australia dan Asia serta dua samudera,
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia. Jarak antara dua tempat di Indonesia dari
barat ke timur adalah 5.110 km dan jarak antara dua tempat dari utara ke selatan
sekitar 1.888 km.
Bila diperbandingkan dengan peta Eropa, maka jarak Barat Timur tersebut
sama dengan jarak London (Inggris) Ankara (Turki); dan bila diperbandingkan
dengan peta Amerika, maka jarak tersebut sama dengan dari Pantai Timur – Barat
Negara Amerika Serikat. Dengan demikian dapat kita maklumi betapa besarnya dan
luasnya wilayah Negara Indonesia, yang mana luas seluruh daratan Indonesia
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
70
berkisar 1,9 juta km2. Luas lautnya berkisar 7,9 juta km2 (termasuk daerah Zona
Economic Exclusive).
Indonesia memiliki iklim musim, di mana terjadi pergantian dua kali setahun,
yaitu musin hujan dan musim kemarau. Sebagian besar wilayah Indonesia
mendapatkan hujan hampir sepanjang tahun sehingga tidak mengherankan apabila
sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian atau sektor
perkebunan. Hal tersebut disebabkan oleh variasi suhu udara untuk seluruh wilayah
dan beribu pulau dan topografi yang sangat berbeda. Dengan demikian suhu udara di
Indonesia berkisar antara 220C - 270 C.
Berdasarkan keadaan di atas, maka adalah wajar bila di wilayah Indonesia
kaya akan potensi alam atau sumber-sumber ekonomi natural berupa :
a. Tersedia lahan yang luas untuk areal pertanian, peternakan, perkebunan, dan
industri.
b. Persediaan potensi perairan sungai, danau dan bahari untuk sektor perikanan,
transportasi, industri dan tenaga kerja manusia.
c. Tersedia potensi sumber energi, seperti minyak bumi dan gas alam.
d. Tersedia potensi hutan yang luas, yang dapat menunjang sektor industri.
e. Potensi budaya, peninggalan sejarah, keindahan alam dan sebagainya.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
71
4.1.2. Gambaran Perekonomian Indonesia
Periode 1966-1970, pemerintah menekankan pada pengendalian inflasi,
membangun kembali hubungan dengan komunitas internasional dan rehabilitasi
infrastruktur fisik. Perekonomian tumbuh pada tingkat rata-rata 6,6 persen pertahun.
Tahun 1968, ditandai sebagai permulaan fase pemulihan, membawa pertumbuhan
ekonomi 10,9 persen. Tahun 1971-1981 merupakan sebuah periode dengan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. GDP riil meningkat rata-rata 7,7 persen
pertahun.
Periode ini ditandai juga sebagai periode penuh dengan ketidak stabilan.
Kegagalan panen besar 1972, mengakibatkan harga beras naik dua kali lipat pada
1973, harga minyak bumi meningkat empat kali lipat; kedua kejadian ini, disertai
kurang tanggapnya reaksi pemerintah, menyebabkan tingkat inflasi yang besar.
Menjelang akhir abad 1970an, Policy Maker mengkhawatirkan kemungkinan
jatuhnya harga minyak bumi sebagai akibatnya november 1978 dilakukan devaluasi
besar, dengan alasan mengembalikan daya saing sektor perdagangan non migas.
Ternyata perkiraan tidak terjadi, dan pada tahun 1979, perang Iran-Iraq, terjadi
peningkatan tajam harga minyak dunia.
Jatuhnya harga minyak bumi menyebabkan meningkatnya hutang luar negeri.
Pada tahun 1982 pertumbuhan ekonomi menurun drastis dan hal ini sebagai tanda
berakhirnya dekade pertumbuhan dan kemelimpahan yang dibiayai minyak bumi.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
72
Kebijakan fiskal yang ketat, manajemen nilai tukar yang efektif, dan
reformasi ekonomi mikro yang tegas yang dilakukan selama periode 1987-1992
menghasilkan proses pemulihan yang cepat. Pertumbuhan ekonomi 1987-1992 naik
rata-rata 6,7 persen pertahun, mendekati pertumbuhan 1971-1981, tetapi kali ini tidak
dicapai melalui minyak bumi. Untuk pertama sekali Indonesia menjadi Negara
eksportir penting barang-barang industri, mengikuti sukses yang ditempuh negaranegara tetangga di Asia Timur. Sektor perdagangan dan swasta semakin kuat dan
mandiri. Sumbangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mulai menyusut dan
proteksi pemerintah semakin kurang menonjol. Awal 1990-an telah berhasil
mengatasi masalah krisis hutang dengan efektif.
Dalam Pelita V perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang
membaik dengan angka pertumbuhan 5,7 % yang melebihi target rata-rata
pertumbuhan 5 %. Untuk menjaga kelangsungan pembangunan selain dari sumber
penghasilan minyak, maka dirasakan perlu digali sumber dana dari dalam negeri
dengan meningkatkan ekspor non-migas. Guna mendukung hal itu, pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan
Perbankan pada 27 Oktober 1988 (Pakto 1988).
Memasuki Tahun 1997 menjadi tahun ujian berat bagi perekonomian
Indonesia. Krisis moneter yang terjadi selama paruh kedua perjalanan perekonomian
nasional tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda untuk kembali. Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), kenaikan harga sembilan bahan pokok (sembako) diluar
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
73
tingkat kewajaran, peningkatan angka pengangguran, laju inflasi melampaui dua
digit, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,65 % atau lebih rendah di banding
pertumbuhan ekonomi tahun 1996 yang mencapai 7,98 % dan beberapa dampak
ikutan dari krisis moneter lainnya seperti meningkatnya aktivitas demokrasi,
kerusakan, dan lain-lain. Tak pelak lagi, fundamental perekonomian Indonesia yang
dengan susah payah telah dibangun selama kurang lebih 30 tahun , dalam sekejap saja
menjadi rapuh.
Pertumbuhan ekonomi tahun 1997 tampaknya kurang menggembirakan
bahkan boleh dikatakan buram. Badai krisis moneter yang melanda negara-negara
kawasan Asia Tenggara, ternyata merembes juga ke Indonesia. Bahkan situasi ini
belum juga pulih hingga ujung tahun 1997. Nilai kurs rupiah terhadap dollar US yang
terus merosot sejak bulan Juli 1997, telah menyebabkan goncangan yang cukup serius
terhadap fundamental perekonomian nasional, yang selama ini dianggap kokoh.
Pada periode 1999-2005, perkembangan ekonomi Indonesia mulai membaik,
karena banyak faktor positif yang mulai berpengaruh. Faktor-faktor tersebut meliputi
: perkembangan ekonomi internasional yang cukup baik, perkembangan sosial politik
dalam negeri, terutama pada periode Presiden Megawati, yang cukup kondusif serta
situasi moneter yang cukup stabil.
Membaiknya perekonomian Indonesia sejak 1999 tidak terlepas dari
kebijakan umum Pemerintah dan juga kebijakan moneter yang dilakukan Bank
Indonesia terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut dilakukan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
74
melalui OPT, intervensi Rupiah di pasar uang dan sterilisasi di pasar valuta asing. BI
juga mengatur pemantauan dan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukan
oleh bank dan LKBB. Ketetapan tersebut berlaku mulai 28 April 2000 bagi bank dan
LKBB serta 28 Maret 2002 bagi perusahaan bukan lembaga keuangan.
4.1.3. Perkembangan PDB Indonesia
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan
merupakan keinginan dari setiap Negara yang sedang berkembang, ini dibutuhkan
demi kelangsungan pembangunan ekonomi di negara tersebut. Pertumbuhan jumlah
penduduk yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga meningkat, maka
dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini hanya bisa didapat
lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto
(PDB) setiap tahunnya.
Dari tahun 1987-1997, PDB nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati angka
7 % dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai Negara dengan pasar yang
berkembang.Akan tetapi, Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 1998 sebesar -0,13 %. Dan sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia
mulai mengalami peningkatan tiap tahun.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
75
Tabel 4.1 Perkembangan PDB di Indonesia
Tahun
PDB (Milyar)
1986
742.461
1987
779.032
1988
824.064
1989
885.519
1990
949.641
1991
1.018.062
1992
1.081.248
1993
1.151.490
1994
1.238.312
1995
1.340.101
1996
1.444.873
1997
1.512.780
1998
1.314.202
1999
1.324.599
2000
1.389.770
2001
1.442.984
2002
1.540.380
2003
1.572.159
2004
1.656.825
2005
1.749.546
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007
PDB Indonesia atas dasar harga konstan pada tahun 1998 tercatat sekitar
Rp.1.314.202 milyar, tahun 1999 Rp. 1.324.599 milyar, tahun 2000 Rp.1.389.770
milyar, tahun 2002 nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan telah mencapai
Rp.1.504.380 milyar. Selanjutnya tahun 2003 PDB Indonesia meningkat sebesar 4,31
% dibandingkan tahun 2002. Pada tahun 2005 nilai PDB atas dasar harga konstan
mencapai Rp.1.749.546 milyar dengan kenaikan pertumbuhan mencapai 5,29 %
dibanding tahun 2004. Hal ini menunjukkan secara perlahan namun pasti, Indonesia
berusaha memperbaiki kondisi perekonomian. Dengan meningkatnya PDB maka
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
76
diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dapat
memiliki pembangunan ekonomi yang sehat.
4.1.4. Perkembangan Suku Bunga SBI
SBI merupakan salah satu instrument moneter Bank Indonesia dalam operasi
pasar terbuka. Tujuan diterbitkannya SBI adalah untuk mengurangi jumlah uang
beredar di masyarakat karena SBI dapat dijual kepada masyarakat ataupun pihak
bank yang mempunyai kelebihan dana.
Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku bunga kredit juga
akan naik sehingga mengurangi minat masyarakat untuk mengambil kredit kepada
Bank.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
77
Tabel 4.2 Perkembangan Suku Bunga SBI
Tahun
Suku Bunga SBI
(dalam persen)
1986
15
1987
16,5
1988
15
1989
11,64
1990
17,87
1991
18,03
1992
13,98
1993
9,08
1994
11,59
1995
13,34
1996
12,26
1997
17,38
1998
37,84
1999
12,64
2000
14,31
2001
17,63
2002
13,12
2003
8,34
2004
7,29
2005
12,83
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007
Suku bunga SBI yang tertinggi terjadi pada tahun 1998, hal ini merupakan
gambaran buruknya perekonomian yang terjadi pada tahun 1998. Sejak tahun 2002
tingkat suku bunga SBI cenderung mengalami penurunan. Hal ini merupakan suatu
hal yang baik bagi perekonomian .
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
78
4.1.5. Perkembangan Investasi
Pada tahun 1992-1993 pertumbuhan investasi positif sebesar 20 persen, pada
1993–1994 investasi semakin meningkat menjadi 61,81 persen. Sejak 1993–1994
sampai 1996-1997 pertumbuhan investasi tetap berlangsung positif, tetapi dengan
tingkat yang semakin menurun; tahun 1997-1998 merupakan lower turning point,
dimana pertumbuhan investasi Indonesia mengalami negatif sebesar -51,65 persen.
Keadaan ini terjadi disebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia disertai
dengan gejolak politik yang menyebabkan banyak investor mengalihkan investasinya
ke luar negeri.
Upaya pemerintah yang dilaksanakan untuk membangkitkan kepercayaan
para investor untuk berinvestasi di Indonesia akhirnya terwujud pada 1999-2000
dimana pertumbuhan investasi di Indonesia kembali positif setelah dua tahun
sebelumnya negatif namun bila ditelaah lebih lanjut, pertumbuhan positif ini lebih
didukung oleh PMDN, sementara PMA terus menurun. Pada tahun 2000-2001,
pertumbuhan investasi Indonesia kembali negatif, yang diperkirakan yang
dimungkinkan oleh kasus WTC di USA, yang kembali mengguncang perekonomian
Indonesia.
Pada tahun 2001-2002 pertumbuhan investasi Indonesia belum pulih, dan
kembali mengalami negatif yang terbesar sejak orde baru, yaitu menjadi negatif 52,49 % keadaan ini mungkin terimbas oleh peledakan bom yang terjadi di Bali, yang
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
79
membawa citra buruk bagi iklim investasi, sehingga menyebabkan para investor
kembali ke luar negeri.
Tabel 4.3 Perkembangan Investasi
Tahun
Investasi
(dalam miliar rupiah)
1986
5771
1987
12669
1988
22583
1989
28066
1990
76511
1991
58571
1992
50663
1993
56629
1994
105482
1995
161976
1996
172041
1997
277194
1998
169629
1999
130873
2000
240216
2001
215170
2002
112374
2003
160283
2004
132224
2005
184071
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,2007
4.1.6. Perkembangan Kredit
Pada periode 1990 hingga 1996 merupakan periode booming disektor
keuangan. Pada tahun 1990-1994, rasio kredit terhadap GDP tumbuh cukup tinggi
yaitu mencapai 35,50 %. Peningkatan kredit disebabkan oleh meningkatnya dana
masyarakat yang disimpan disektor perbankan. Peningkatan dana masyarakat (dana
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
80
pihak ketiga) menyebabkan perbankan leluasa menyalurkan kredit. Bahkan
penyaluran kredit ini telah melebihi kapasitas yang dimiliki sektor perbankan, terlihat
dari kurangnya kepatuhan bank terhadap Legal lending limit dan atau LDR (loan to
deposit ratio). Peningkatan aktivitas sektor perbankan dari sisi kredit dapat dilihat
dari meningkatnya pembiayaan proyek real estate dan properti.
Pasca
krisis
moneter,
sektor
perbankan
mengalami
permasalahan
disintermediasi yang diantaranya disebabkan oleh trauma kredit macet yang sempat
membuat sektor perbankan harus masuk dalam daftar program restrukturisasi
pemerintah. Peningkatan dana pihak ketiga perbankan yang cukup besar pasca
pemulihan perbankan belum berani disalurkan pihak perbankan ke sektor riil.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
81
Tabel 4.4 Perkembangan Kredit
Tahun
Kredit
(dalam miliar rupiah)
1986
21576
1987
27085
1988
34135
1989
42200
1990
44600
1991
74700
1992
116600
1993
125900
1994
154900
1995
194700
1996
242400
1997
306100
1998
476800
1999
366500
2000
320500
2001
358600
2002
410300
2003
477200
2004
595100
2005
625200
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007
4.2.
Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi
Uji akar unit dilakukan dengan menggunakan pendekatan Augmented Dickey-
Fuller (ADF). Pengujian pertama dilakukan pada tingkat level I (0) jika tidak
stasioner pada tingkat level, dilanjutkan pada tingkat first difference I (1).
Berikut hasil uji akar-akar unit variabel-variabel dalam penelitian ini :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
82
Tabel 4.5 Hasil Uji Akar-Akar Unit dan Derajat Integrasi
Level
1st difference
Variabel
ADF
Critical Value Variabel
ADF
Critical Value
PDB
-0.498236
-3.029970
DPDB
-3.366074*
-3.029970
SBI
-3.580618
-3.029970
DSBI
-5.804208**
-3.857386
INV
-3.707945
-3.029970
DINV
-4.175114**
-3.857386
LOAN 0.366796
-3.029970
DLOAN -3.932567**
-3.857386
Sumber : Lampiran 3
Ket :
* : signifikan pada α = 5 %
** : signifikan pada α = 1 %
Dari hasil estimasi uji akar-akar unit dan derajat integrasi, dengan
memperhatikan nilai statistik ADF dapat diketahui bahwa variabel PDB, SBI, INV,
dan LOAN adalah stasioner pada derajat turunan pertama I (1) dengan derajat
kepercayaan lima persen ( α = 5 %). Hal ini berarti bahwa data yang digunakan pada
penelitian ini sudah layak untuk digunakan pada derajat kepercayaan sembilan puluh
lima persen, sehingga tidak diperlukan pemrosesan lebih lanjut atas data untuk
memperoleh hasil stasioner ataupun tidak diperlukan penggantian dari data yang
digunakan.
4.3.
Hasil Uji Kointegrasi
Untuk melihat bagaimana hubungan variabel-variabel tersebut dalam jangka
panjang, metode alternatif yang dapat digunakan untuk pengujian kointegrasi adalah
pengujian Engle Granger (EG). Metode ini merupakan uji kointegrasi yang melihat
residual dari hasil regresi apakah stasioner atau tidak stasioner, yaitu dengan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
83
membandingkan nilai statistik ADF terhadap nilai kritis ADF. Apabila nilai ADF
statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis ADF maka residual persamaan
kointegrasi adalah stasioner. Hasil uji kointegrasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi
1st difference
Variabel
ADF
Critical Value
DRESIDKOINT
-4.696011**
-3.886751
Sumber : Lampiran 11
Prob.
0.0020
Ket :
** : signifikan pada α = 1 %
Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dengan membandingkan nilai statistik
ADF terhadap nilai kritis ADF, maka residual persamaan kointegrasi adalah stasioner
pada tingkat I (1) hal ini dapat dilihat dari nilai ADF stat (4,69) > ADF tab (3,88)
yang berarti kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan
keseimbangan jangka panjang (hubungan kointegrasi).
4.4.
Hasil Estimasi
Untuk mengetahui pengaruh suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia dilakukan estimasi dengan metode Ordinary Least
Square. Dari hasil estimasi tersebut diperoleh persamaan regresi seperti pada tabel
4.7 berikut ini :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
84
Tabel 4.7 Hasil Estimasi Ordinary Least Square
Variabel
Koefisien
t-statistik
11.11806
81.15565
C
-0.006010
-3.669857
Suku Bunga SBI (X1)
0.209339
16.29358**
KREDIT (X2)
0.044185
2.503162*
INVESTASI (X3)
0.975830
R-squared
0.971299
Adjusted R-squared
215.3299
F-statistic
1.246095
D-W stat
Sumber : Lampiran 2
Prob.
0.0000
0.0021
0.0000
0.0235
Keterangan :
** : signifikan pada α = 1 %
* : signifikan pada α = 5 %
Berdasarkan tabel 4.7. di atas, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,9758 yang berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan
regresi, mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB)
sebesar 97,58 persen selama kurun waktu yang diteliti, sedangkan sisanya dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut.
Bila dianalisis secara simultan (serentak) dari masing-masing variabel
bebasnya, maka pengaruhnya terhadap variabel pertumbuhan ekonomi di Indonesia
yang diproxi dengan produk domestik bruto memberikan pengaruh yang cukup
signifikan pada α = 5 %.. Hal ini dapat dilihat dari nilai F-statistik (215,3299) lebih
besar dari F-tabel (3,24) dan apabila dianalisis secara parsial dari masing-masing
variabel bebasnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebasnya
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
dengan tingkat kepercayaan yang berbeda.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
85
Berdasarkan hasil estimasi di atas, variabel suku bunga SBI memiliki
pengaruh yang negatif sebesar 0,0060 dengan nilai t statistik sebesar-3,669. Ini berarti
variabel suku bunga SBI secara statistik memiliki pengaruh yang negatif dan cukup
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila suku bunga SBI mengalami kenaikan
sebanyak 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada penurunan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,0060 miliar rupiah. Hasil studi ini
mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara
suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus.
Hasil estimasi untuk variabel kredit memiliki pengaruh yang positif sebesar
0,2093 dengan nilai t statistik sebesar16,293. Ini berarti variabel kredit secara statistik
memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 99
persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti
apabila kredit mengalami kenaikan sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, maka
akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar
0,2093 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, ceteris paribus.
Sedangkan hasil estimasi untuk variabel investasi memiliki pengaruh yang
positif sebesar 0,0441 dengan nilai t statistik sebesar 2,503. Ini berarti variabel
investasi secara statistik memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
86
tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil
studi ini memberi arti apabila investasi mengalami kenaikan sebanyak 1 persen,
ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sebesar 0,0441 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara investasi dengan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus.
4.5.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
4.5.1. Multikolinieritas
Pengujian masalah multikolinieritas dilakukan dengan uji Korelasi Parsial
(Partial Correlations Examinations), yaitu dengan membandingkan nilai R2y,x dengan
nilai R2x,x dengan kriteria keputusan sebagai berikut :
1. Jika nilai R2y,x < R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah
multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, diterima.
2. Jika nilai R2y,x > R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah
multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, ditolak.
Dari hasil estimasi model regresi, diperoleh nilai R2 sebesar 0,9758 dan
variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
87
Sedangkan hasil dari estimasi auxiliary seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Auxiliary Regresi
Variabel
Nilai R2
SBI
= f (INV, KREDIT)
0.016821
Kredit
= f (SBI, INV)
0.482925
Investasi = f (SBI, KREDIT)
0.487676
Sumber : Lampiran 12
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 dari regresi auxiliary
lebih kecil dari R2 regresi awal (0,9758), sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
model tersebut tidak terdapat multikolinieritas.
4.5.2. Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada tidaknya serial korelasi, dapat dilakukan uji B-G serial
korelasi LM test. Uji ini lebih baik dibandingkan dengan Durbin Watson, karena
lebih mudah diinterpretasikan dan dapat diterapkan untuk regresi yang menggunakan
lag variabel. Berikut ini hasil estimasi dari B-G serial korelasi LM Test :
Tabel 4.9 Hasil Estimasi B-G Serial Korelasi LM Test
F-statistic
Probability
0.168933
2.088973
Obs*R-squared
2.444820
Probability
0.117913
Sumber : Lampiran 13
Berdasarkan hasil uji di atas, menunjukkan bahwa besarnya nilai X2 hitung
(Obs*R-squaredstat) = 2,44 < X2tabel = 7,81. Dengan demikian Hipotesa nol (Ho)
yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi diterima. Artinya dalam model yang
diestimasi tersebut tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) antar faktor
penggangu (error term).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
88
4.5.3. Uji Normalitas (Jarque-Bera Test)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan
yang dapat diketahui melalui uji JB test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual
dan Chi-square probability distribution. Berikut ini hasil estimasi yang dilakukan
dengan uji JB test seperti pada tabel 4.10 di bawah ini :
Tabel 4.10 Hasil Estimasi JB Test
7
Series: Residuals
Sample 1986 2005
Observations 20
6
5
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4
3
2
1
0
-200000
Jarque-Bera
Probability
-100000
0
100000
2.82E-10
-11628.04
221917.5
-155118.1
97495.82
0.499525
2.965697
0.832732
0.659439
200000
Berdasarkan hasil estimasi uji JB test diatas, diperoleh besarnya nilai JarqueBera normality test sebesar 0,833 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 7,81,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB test lebih kecil dari nilai X2 tabel (JB test
hitung
(0,833)
< X2
tabel (7,81)),
ini berarti model empiris yang digunakan dalam model
tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Hasil estimasi terhadap PDB diketahui secara keseluruhan variabel bebas yang
terdiri dari Suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi memiliki nilai koefisien
determinasi R2 sebesar 0,9758 yang mengandung arti ketiga variabel di atas
mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 97,58 % selama
periode 1986 sampai dengan 2005.
2. Variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif sebagaimana yang akan
diperkirakan, namun cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %.
3. Variabel kredit memiliki pengaruh positif sebagaimana yang akan diperkirakan,
namun cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %.
4. Variabel investasi juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 %.
5. Berdasarkan tabel 4.7, nilai R2 lebih besar dari R2 dengan regresi partial. Atas
dasar ketentuan rule of thumb, maka model ini terbebas dari multikolinieritas.
89
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
90
6. Dengan uji LM test, ternyata X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, dengan demikian
model yang diestimasi tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) diantara
faktor error.
5.2. Saran
Dari hasil studi empiris yang dilakukan mengenai pengaruh kebijakan moneter
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka dibuat beberapa saran sebagai
berikut :
1. Pemerintah diharapkan untuk melaksanakan kebijaksanaan moneter yang tepat
dan fleksibel yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi
masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.
2. Hendaknya Pihak Perbankan dapat merespon penurunan SBI dengan melalui
penurunan suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
3. Bank Sentral sebaiknya memilih kebijaksanaan yang baik dalam menetapkan
tingkat bunga atau jumlah cadangan minimum dari bank-bank komersil.
4. Disarankan kepada Bank Indonesia untuk menerapkan jalur kredit (credit
channel) sebagai mekanisme transmisi moneter. Jalur kredit dapat menyerap
likuiditas lebih cepat sehingga lebih efektif mempengaruhi perekonomian.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
A. Mahendra
ABSTRACT : High economic growth is all government target. All government want
to reach this goal because economic growth can describe the society condition and
can show us about welfare index in a country or region. To reach this is needed by
monetary policy. There is three special instrument of monetary policy which used by
government to arrange the amount of money supply: open market operation with sale
of SBI, ratio requirement reserve, and loan.
The data for this study were collected through documentation study. The data
obtained were analyzed through multiple linear regression analysis method. The
hypothesis was simultaneously or partially tested by using Eviews 4.1.
The result of study shows that interest rate, loan and investment have a
significant influence on the economic growth and loan is the variable which
significantly has a dominant influence on the economic growth. With the value of
determination coefficient (R Square) 97,58%, it means that the independent variable
of interest rate, loan, and investment can explain economic growth as dependent
variable for 97,58% while the remaining 2,42% is explained by the other independent
variables which are not included in this study model.
(Key words : economic growth, interest rate, loan, investment)
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi merupakan
suatu gambaran mengenai dampak
kebijakan
pemerintah
yang
dilaksanakan khususnya dalam bidang
ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi
merupakan laju pertumbuhan yang
dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung
menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang terjadi. Bagi daerah,
indikator ini penting untuk mengetahui
keberhasilan pembangunan di masa
yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran
utama keberhasilan pembangunan, dan
hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat
pula dinikmati masyarakat sampai di
lapisan paling bawah, baik dengan
sendirinya maupun dengan campur
tangan pemerintah.
Pertumbuhan harus berjalan
secara beriringan dan terencana,
mengupayakan terciptanya pemerataan
kesempatan dan pembagian hasil-hasil
pembangunan dengan lebih merata.
Dengan demikian maka daerah yang
miskin, tertinggal, tidak produktif akan
menjadi produktif yang akhirnya akan
mempercepat pertumbuhan itu sendiri.
Strategi ini dikenal dengan istilah
“Redistribution With Growth”.
Untuk
melihat
fluktuasi
pertumbuhan ekonomi tersebut secara
riil dari tahun ke tahun tergambar
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
melalui penyajian PDB atas harga
konsumen secara berkala, yaitu
pertumbuhan
yang
positif
menunjukkan adanya peningkatan
perekonomian, sebaliknya apabila
negatif
menunjukkan
terjadinya
penurunan. Pertumbuhan biasanya
disertai dengan proses sumber daya
dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi
umumnya juga disertai dengan
terjadinya pergeseran pekerjaan dari
kegiatan
yang
relatif
rendah
produktivitasnya ke kegiatan yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lain
pertumbuhan ekonomi secara potensial
cenderung meningkatkan produktivitas
pekerja, dan meningkatkan skala unit
usaha.
Kuznets
dalam
Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan
pertumbuhan ekonomi sebagai “
Kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak barang
kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan
teknologi
dan
penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang
diperlukan”.
Pertumbuhan
ekonomi
(Economic Growth) juga merupakan
perubahan nilai kegiatan ekonomi dari
tahun ke tahun untuk satu periode ke
periode yang lain dengan mengambil
rata-ratanya dalam waktu yang sama,
maka untuk mengatakan tingkat
pertumbuhan
ekonomi
harus
dibandingkan
dengan
tingkat
pendapatan nasional dari tahun ke
tahun.
Untuk
dapat
mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tetapi stabil tidaklah pekerjaan yang
mudah untuk dilaksanakan, ini
ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang
dicapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tapi tidak stabil. Untuk
mencapai inilah diperlukan kebijakan
moneter.
Kebijakan
moneter
adalah
tindakan
yang
dilakukan
oleh
penguasa moneter (biasanya Bank
Sentral) untuk mempengaruhi jumlah
uang yang beredar dan kredit yang
pada gilirannya akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat.Apabila
jumlah uang beredar meningkat, maka
pertumbuhan ekonomi akan naik.
Sebaliknya, apabila jumlah uang
beredar berkurang, maka pertumbuhan
ekonomi akan turun.
Ada empat instrumen utama
kebijakan moneter yang digunakan
pemerintah yaitu : operasi pasar
terbuka (open market operation),
fasilitas diskonto (discount rate), giro
wajib minimum (reserve requirement
ratio),
pengaturan
kredit
dan
pembiayaan Di luar empat instrument
tersebut (yang merupakan kebijakan
moneter
bersifat
kuantitatif),
pemerintah dapat melakukan imbauan
moral (moral persuasion).
Tinjauan Pustaka
Arestis dan Sawyer (2002),
melihat bagaimana tingkat bunga
sebagai instrumen utama kebijakan
moneter mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Penelitian ini menggunakan
metode OLS dengan menggunakan
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
data tahun 2001-2005, dengan studi
kasus di Angeloni salah satu wilayah
dalam Zona Euro. Pertumbuhan
ekonomi disini diukur dengan PDB.
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa
tingkat bunga berpengaruh signifikan
terhadap PDB. Penurunan 1 persen
tingkat bunga akan menurunkan 0,2
hingga 0,35 persen PDB.
Hafer, Haslag dan Jones (2002),
meneliti tentang hubungan antara
kebijakan moneter dan output di
Amerika Serikat. Metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode OLS dengan menggunakan
data tahun 1961-1982 dan 1961-2000.
Penelitian ini terdiri dari tiga kajian.
Yang pertama yaitu melihat hubungan
antara kebijakan moneter dan output
dengan
mengestimasi
persamaan
output gap dimana tingkat pembiayaan
bank dalam bentuk kredit menjadi
instrumen kebijakan moneter. Yang
kedua mengestimasi Congressional
Budget Office (CbO) terhadap output
gap, dan yang ketiga mengestimasi
pengaruh tingkat bunga terhadap
output. Hasil estimasi memperlihatkan
bahwa ada korelasi yang signifikan
antara tingkat pembiayaan bank dalam
bentuk kredit terhadap output dalam
kurun waktu 1961-1982.
Didik
J.Rachbini
(2003),
menyimpulkan
bahwa
stabilitas
ekonomi merupakan prasyarat bagi
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkualitas
guna
meningkatkan
kesejahteraan
rakyat.
Stabilitas
tersebut diwujudkan melalui sinergi
antara kebijakan fiskal dan moneter.
Evaluasi
dan
koordinasi
penyempurnaan peraturan perbankan
seperti manajemen risiko secara
konsolidasi, dan giro wajib minimum
(GWM) dapat meningkatkan kapasitas
bank untuk menyalurkan kredit kepada
dunia usaha yang pada akhirnya dapat
memacu pertumbuhan ekonomi.
Purbaya Yudhi Sadewa (2005),
dalam suatu penelitian pada data
periode 2000-2005 menunjukkan naik
turunnya
suku
bunga
SBI
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja pengaruhnya akan lebih
signifikan jika suku bunga SBI berada
dibawah 10 persen yang dapat
mendorong terjadinya pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian
ini
adalah
dengan
menggunakan Ordinary Least Square
(OLS) dan pendekatan kointegrasi.
Digunakannya metode kointegrasi ini
adalah untuk melihat hubungan dan
perubahan struktur jangka panjang
antara variabel-variabel regresi.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder
yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Bank Indonesia
pada kurun waktu tahun 1986-2005.
Definisi Operasional Variabel
1.
Pertumbuhan ekonomi di proxy
dengan Produk Domestik Bruto (PDB)
harga
konstan yang dihitung (dalam
satuan miliar rupiah).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
2. Suku bunga SBI adalah surat
berharga yang diterbitkan oleh BI
(dalam satuan persen).
3.
Investasi adalah pengeluaran
sejumlah dana yang dilakukan oleh
investor atau pengusaha yang
berguna untuk membiayai kegiatan
produksi
untuk
mendapatkan
hasil/profit pada masa yang akan
datang yang dihitung (dalam
satuan miliar rupiah).
4. Kredit yang disalurkan (LOAN)
adalah kredit yang disalurkan bank
umum dalam bentuk rupiah dan
valas pertahun (dalam satuan
miliar rupiah).
Model estimasi dapat ditulis,
sebagai berikut :
Y
=
f
(X1,
X2,X3)………………………………
…………………………............1
Dengan spesifikasi model sebagai
berikut :
Y = α + β 1X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + μ
Dimana :
Y
: PDB (dalam
rupiah)
α
: Intercept
:
Koefisien
β 1, β 2, β 3
regresi
X1
: Suku Bunga
SBI (dalam persen)
X2
: Kredit (dalam
rupiah)
X3
:
Investasi
(dalam rupiah)
: Term of Error
μ
Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan
dalam penelitian ini diadopsi dari
model keseimbangan IS-LM. Model
keseimbangan IS-LM dapat kita lihat
pada persamaan berikut, yaitu =
Pengujian Hipotesis
a − be + d + G
n
k
M−f k
Y=
−
x( Y − (
x ))
(1 − b + bt )
(1 − b + bt ) h
k Uji Kesesuaian
h
Koefisien determinasi dilakukan
Dari persamaan tersebut dapat
untuk melihat seberapa besar variabeldilihat koordinasi antara kebijakan
variabel independen secara bersama
moneter
dan
fiskal,
dimana
mampu memberi penjelasan mengenai
pertumbuhan ekonomi adalah fungsi
variabel dependent.
dari kebijakan moneter (M) dan
kebijakan fiskal (G). Secara singkat
a.
Uji t-statistik
dapat ditulis :
Uji t merupakan suatu pengujian
Y = f (M,G)
yang bertujuan untuk mengetahui
Untuk Variabel M dapat
apakah
masing-masing
koefisien
disubstitusi
dengan
kredit
regresi signifikan atau tidak terhadap
(Loan),tingkat suku bunga, dan
dependent variabel.
investasi hal ini berdasarkan pada teori
Dengan menganggap variabel
Balance Sheet Channel dimana uang
independen lainnya konstan. Dalam uji
dapat diproxi dengan kredit atau
ini digunakan hipotesis sebagai berikut
tingkat suku bunga.
:
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
Ho : bi = b
Ha : bi ≠ b
Dimana bi adalah koefisien
variabel
independen
ke-I
nilai
parameter hipotesis, biasanya b
dianggap = 0. Artinya tidak ada
pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila
nilai t-hitung > t-tabel maka pada
tingkat kepercayaan tertentu Ho
ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel
independen yang diuji berpengaruh
secara nyata (signifikan) terhadap
variabel dependen. Nilai t-hitung
diperoleh dengan rumus :
(bi − b)
t − hitung =
Sbi
Dimana :
bi
:
koefisien
variabel
independen ke-i
b
: Nilai hipotesis nol
Sbi
: simpangan baku dari
variabel independen ke-i
b.
Uji F-statistik
Uji F ini adalah pengujian yang
bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh koefisien regresi secara
bersama-sama terhadap dependen
variabel.
Untuk
pengujian
ini
digunakan hipotesa sebagai berikut :
Ho : bi = b2 =………bk = 0 (tidak ada
pengaruh)
Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh) untuk i
=1…..k
Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai F-hitung dengan
F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka
Ho ditolak, yang berarti variabel
independen secara bersama-sama
mempengaruhi variabel dependen.
Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan
rumus :
F − hitung =
R 2 /(k − 1)
(1 − R 2 ) /(n − k )
Dimana :
R2
: koefisien determinasi
k
: jumlah variabel independen
n
: jumlah sampel
Dengan kriteria pengujian pada tingkat
kepercayaan 95 % sebagai berikut :
Ho diterima jika F-hitung < Fα
Ho ditolak jika F-hitung > Fα
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Ada beberapa permasalahan yang
bisa terjadi dalam model regresi linier,
yang secara statistik permasalahan
tersebut dapat mengganggu model
yang telah dilakukan, bahkan dapat
menyesatkan kesimpulan yang diambil
dari persamaan yang terbentuk. Untuk
itu maka perlu melakukan Uji
penyimpangan asumsi klasik, yang
terdiri dari :
1. Uji Multikolinieritas
Interpretasi persamaan regresi
linier secara implisit bergantung pada
asumsi bahwa variable-variabel bebas
dalam persamaan tersebut tidak saling
berkorelasi. Jika dalam sebuah
persamaan terdapat multikolinieritas
maka akan menimbulkan beberapa
akibat, untuk itu perlu pendeteksian
multikolinieritas dengan besaranbesaran regresi yang didapat, yakni :
a.
Variabel besar (dari taksiran
OLS)
b.
Interval kepercayaan lebar
(karena variasi besar maka
standar error besar sehingga
interval kepercayaan lebar).
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
c.
d.
e.
Uji t (t rasio) tidak signifikan,
suatu variabel bebas yang
signifikan baik secara substansi
maupun secara statistik jika
dibuat regresi sederhana, bisa
tidak signifikan karena variasi
besar akibat kolinieritas. Bila
standard error terlalu besar
maka besar pula kemungkinan
taksiran koefisien regresi (a1 –
a4) tidak signifikan.
R2 tinggi tetapi tidak banyak
variabel yang signifikan dari
Uji t.
Terkadang
nilai
taksiran
koefisien yang didapat akan
mempunyai nilai yang tidak
sesuai
dengan
substansi,
sehingga dapat menyelesaikan
interprestasi.
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan
sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu. Dalam konteks
regresi, model regresi linier klasik
mengasumsikan bahwa autokorelasi
seperti itu tidak terdapat dalam
dengan
disturbansi
atau
μ1
penggunaan rotasi E ( μ 1, μ j) = 0 ; I
≠ J. Secara sederhana model klasik
mengasumsikan unsur gangguan yang
berhubungan dengan observasi tidak
dipengaruhi unsur distribusi atau
gangguan yang berhubungan dengan
pengamatan lain.
Oleh karena model regresi
mempunyai nilai kelambanan (lag)
dari variabel terikat, maka untuk
mendeteksi adanya autokorelasi dalam
model penelitian ini, akan dilakukan
dengan uji lagrange multiplier test
(LM test) dengan membandingkan
nilai X2hitung dengan X2tabel dengan
kriteria penilaian sebagai berikut :
a. Jika nilai X2hitung > nilai X2tabel,
maka
hipotesis
yang
menyatakan bahwa tidak ada
autokorelasi dalam model
empiris
yang
digunakan
ditolak.
b. Jika nilai X2hitung < nilai X2tabel,
maka
hipotesis
yang
menyatakan tidak ada korelasi
dalam model empiris yang
digunakan tidak dapat ditolak.
3. Uji Normalitas
Asumsi model linier klasik
adalah bahwa faktor pengganggu μ 1
mempunyai nilai rata-rata yang sama
dengan 0, tidak berkorelasi dan
mempunyai varian yang konstan.
Dengan asumsi ini, OLS estimation
akan mempunyai sifat-sifat statistik
yang diinginkan, seperti unbias dan
varian yang minimum. Untuk dapat
mengetahui normalnya μ 1 dilakukan
dengan J-B test (Jarque – Bera test).
Uji ini menggunakan hasil estimasi
residual dan chi-square probability
distribution,
yaitu
dengan
membandingkan nilai JB hitung = X2
hitung dengan nilai X2 tabel, dengan
kriteria keputusan sebagai berikut :
a. Jika JBhitung > nilai X2tabel,
maka
hipotesis
yang
menyatakan bahwa residual μ 1
adalah berdistribusi normal
ditolak.
b. Jika JBhitung < nilai X2tabel,
maka hipotesis residual μ 1
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
berdistribusi
dapat ditolak.
normal
tidak
Hasil Estimasi
Untuk mengetahui pengaruh suku
bunga SBI, Kredit, dan Investasi
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia dilakukan estimasi dengan
metode Ordinary Least Square. Dari
hasil estimasi tersebut diperoleh
persamaan regresi seperti pada tabel
4.7
berikut
ini
:
Tabel 1. Hasil Estimasi Ordinary Least Square
Variabel
Koefisien
t-statistik
C
11.11806
81.15565
Suku Bunga SBI (X1)
-0.006010
-3.669857
KREDIT (X2)
0.209339
16.29358**
INVESTASI (X3)
0.044185
2.503162*
R-squared
0.975830
Adjusted R-squared
0.971299
F-statistic
215.3299
D-W stat
1.246095
Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (data diolah)
Prob.
0.0000
0.0021
0.0000
0.0235
Keterangan :
** : signifikan pada α = 1 %
* : signifikan pada α = 5 %
Berdasarkan tabel 1. di atas,
diperoleh nilai koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,9758 yang berarti secara
keseluruhan variabel bebas dalam
persamaan
regresi,
mampu
menjelaskan variasi pertumbuhan
ekonomi di Indonesia (PDB) sebesar
97,58 persen selama kurun waktu yang
diteliti, sedangkan sisanya dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak terdapat
dalam persamaan tersebut.
Bila dianalisis secara simultan
(serentak) dari masing-masing variabel
bebasnya, maka pengaruhnya terhadap
variabel pertumbuhan ekonomi di
Indonesia yang diproxi dengan produk
domestik bruto memberikan pengaruh
yang cukup signifikan pada α = 5 %..
Hal ini dapat dilihat dari nilai Fstatistik (215,3299) lebih besar dari Ftabel (3,24) dan apabila dianalisis
secara parsial dari masing-masing
variabel
bebasnya
menunjukkan
bahwa secara keseluruhan variabel
bebasnya memberikan pengaruh yang
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan tingkat
kepercayaan yang berbeda.
Berdasarkan hasil estimasi di
atas, variabel suku bunga SBI
memiliki pengaruh yang negatif
sebesar 0,0060 dengan nilai t statistik
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
sebesar-3,669. Ini berarti variabel suku
bunga SBI secara statistik memiliki
pengaruh yang negatif dan cukup
signifikan pada tingkat kepercayaan 95
persen terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. Hasil studi ini memberi
arti apabila suku bunga SBI
mengalami kenaikan sebanyak 1
persen, ceteris paribus, maka akan
berdampak
pada
penurunan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
sebesar 0,0060 miliar rupiah. Hasil
studi ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh
yang negatif antara suku bunga SBI
dengan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, ceteris paribus.
Hasil estimasi untuk variabel
kredit memiliki pengaruh yang positif
sebesar 0,2093 dengan nilai t statistik
sebesar16,293. Ini berarti variabel
kredit secara statistik memiliki
pengaruh yang positif dan cukup
signifikan pada tingkat kepercayaan 99
persen terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. Hasil studi ini memberi
arti apabila kredit mengalami kenaikan
sebesar 1 miliar rupiah, ceteris
paribus, maka akan berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan ekonomi
di Indonesia sebesar 0,2093 miliar
rupiah. Hasil studi ini mendukung
hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara
kredit dengan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia, ceteris paribus.
Sedangkan hasil estimasi untuk
variabel investasi memiliki pengaruh
yang positif sebesar 0,0441 dengan
nilai t statistik sebesar 2,503. Ini
berarti variabel investasi secara
statistik memiliki pengaruh yang
positif dan cukup signifikan pada
tingkat kepercayaan 95 persen
terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Hasil studi ini memberi arti
apabila investasi mengalami kenaikan
sebanyak 1 persen, ceteris paribus,
maka
akan
berdampak
pada
meningkatnya pertumbuhan ekonomi
di Indonesia sebesar 0,0441 miliar
rupiah. Hasil studi ini mendukung
hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara
investasi
dengan
pertumbuhan
ekonomi di Indonesia, ceteris paribus.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Multikolinieritas
Pengujian
masalah
multikolinieritas dilakukan dengan uji
Korelasi Parsial (Partial Correlations
Examinations),
yaitu
dengan
2
membandingkan nilai R y,x dengan
nilai R2x,x dengan kriteria keputusan
sebagai berikut :
1. Jika nilai R2y,x < R2x,x maka
hipotesis yang menyatakan
bahwa
ada
masalah
multikilinieritas dalam model
empiris
yang
digunakan,
diterima.
2. Jika nilai R2y,x > R2x,x maka
hipotesis yang menyatakan
bahwa
ada
masalah
multikilinieritas dalam model
empiris
yang
digunakan,
ditolak.
Dari hasil estimasi model
regresi, diperoleh nilai R2 sebesar
0,9758 dan variabel independen secara
parsial berpengaruh signifikan secara
statistik.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
Sedangkan hasil dari estimasi auxiliary
seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Hasil Estimasi Auxiliary Regresi
Variabel
Nilai R2
SBI
= f (INV, KREDIT)
0.016821
Kredit
= f (SBI, INV)
0.482925
Investasi = f (SBI, KREDIT)
0.487676
Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (data diolah)
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat
dilihat bahwa nilai R2 dari regresi
auxiliary lebih kecil dari R2 regresi
awal (0,9758), sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam model
tersebut
tidak
terdapat
multikolinieritas.
Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada tidaknya
serial korelasi, dapat dilakukan uji B-G
serial korelasi LM test. Uji ini lebih
baik dibandingkan dengan Durbin
Watson,
karena
lebih
mudah
diinterpretasikan dan dapat diterapkan
untuk regresi yang menggunakan lag
variabel. Berikut ini hasil estimasi dari
B-G serial korelasi LM Test :
Tabel 3. Hasil Estimasi B-G Serial Korelasi LM Test
F-statistic
Probability
0.168933
2.088973
Obs*R-squared
2.444820
Probability
0.117913
Sumber : Hasil Penelitian,2008 (data diolah)
Berdasarkan hasil uji di atas,
menunjukkan bahwa besarnya nilai X2
hitung (Obs*R-squaredstat) = 2,44 <
X2tabel = 7,81. Dengan demikian
Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan
bahwa tidak ada autokorelasi diterima.
Artinya dalam model yang diestimasi
tersebut tidak mengandung korelasi
serial (autokorelasi) antar faktor
penggangu (error term).
Uji Normalitas (Jarque-Bera Test)
Uji ini dilakukan untuk
mengetahui normal atau tidaknya
faktor gangguan yang dapat diketahui
melalui uji JB test. Uji ini
menggunakan hasil estimasi residual
dan
Chi-square
probability
distribution. Berikut ini hasil estimasi
yang dilakukan dengan uji JB test
seperti pada tabel 4.10 di bawah ini :
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
Tabel 4. Hasil Estimasi JB Test
7
Series: Residuals
Sample 1986 2005
Observations 20
6
5
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4
3
2
1
0
-200000
Jarque-Bera
Probability
-100000
0
100000
Berdasarkan hasil estimasi uji JB test
diatas, diperoleh besarnya nilai JarqueBera normality test sebesar 0,833 dan
bila dibandingkan dengan nilai X2
tabel = 7,81, maka dapat disimpulkan
bahwa nilai JB test lebih kecil dari
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Hasil estimasi terhadap PDB
diketahui
secara
keseluruhan
variabel bebas yang terdiri dari
Suku bunga SBI, Kredit, dan
Investasi memiliki nilai koefisien
2.82E-10
-11628.04
221917.5
-155118.1
97495.82
0.499525
2.965697
0.832732
0.659439
200000
nilai X2 tabel (JB test hitung (0,833) < X2
tabel (7,81)), ini berarti model empiris
yang digunakan dalam model tersebut
mempunyai residual atau faktor
pengganggu yang berdistribusi normal.
determinasi R2 sebesar 0,9758
yang mengandung arti ketiga
variabel
di
atas
mampu
menjelaskan
pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 97,58
% selama periode 1986 sampai
dengan 2005.
2. Variabel suku bunga SBI memiliki
pengaruh negatif sebagaimana
yang akan diperkirakan, namun
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
3.
4.
5.
6.
cukup signifikan dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
Variabel kredit memiliki pengaruh
positif sebagaimana yang akan
diperkirakan,
namun
cukup
signifikan
dengan
tingkat
kepercayaan 95 %.
Variabel
investasi
juga
memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan
tingkat kepercayaan 95 %.
Berdasarkan tabel 4.7, nilai R2
lebih besar dari R2 dengan regresi
partial. Atas dasar ketentuan rule
of thumb, maka model ini terbebas
dari multikolinieritas.
Dengan uji LM test, ternyata X2
hitung lebih kecil dari X2 tabel,
dengan demikian model yang
diestimasi tidak mengandung
korelasi
serial
(autokorelasi)
diantara faktor error.
Saran
Dari hasil studi empiris yang
dilakukan
mengenai
pengaruh
kebijakan
moneter
terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia,
maka dibuat beberapa saran sebagai
berikut :
1. Pemerintah diharapkan untuk
melaksanakan
kebijaksanaan
moneter yang tepat dan fleksibel
yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi struktur potensi ekonomi
masyarakat daerah (resource base)
yang akan digerakkan.
2. Hendaknya Pihak Perbankan dapat
merespon penurunan SBI dengan
melalui penurunan suku bunganya
untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
3. Bank Sentral sebaiknya memilih
kebijaksanaan yang baik dalam
menetapkan tingkat bunga atau
jumlah cadangan minimum dari
bank-bank komersil.
4. Disarankan kepada Bank Indonesia
untuk menerapkan jalur kredit
(credit
channel)
sebagai
mekanisme transmisi moneter.
Jalur kredit dapat menyerap
likuiditas lebih cepat sehingga
lebih
efektif
mempengaruhi
perekonomian.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
DAFTAR PUSTAKA
Deliarnov.1995. Pengantar Ekonomi Makro, UI Press, Jakarta.
Gujarati, Damodar.1999. Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.
Mandala, Manurung dan Prathama, Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi
Moneter, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Marsuki.2005. Analisis Sektor Perbankan, Moneter, Dan Keuangan Indonesia,
Mitra Wacana Media, Jakarta.
Nasution, Mulia.1998. Ekonomi Moneter Uang Dan Bank, Djambatan, Jakarta.
Nopirin.1992. Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta.
Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Sinungan, Huchdarsyah.1984. Kebijaksanaan Moneter, Bina Aksara, Jakarta.
Sirojuzilam.2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional, ISEI, Bandung.
Sjahrir.1995. Persoalan Ekonomi Indonesia Moneter, Sinar Harapan, Jakarta.
Sugiyono.1999. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Tarigan, Robinson.2003. Ekonomi Regional Teori, Bumi Aksara, Jakarta.
Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi, Erlangga, Jakarta.
Waluya, Harry.1993. Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Solo.
Wijaya, Faried.2000. Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.
A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
USU e-Repository © 2008.
Download