ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TESIS Oleh A. MAHENDRA 067018042/EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 2 pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara. Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha. Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”. Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah diperlukan kebijakan moneter. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 3 Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.Apabila jumlah uang beredar meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar berkurang, maka pertumbuhan ekonomi akan turun. Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah yaitu : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate), giro wajib minimum (reserve requirement ratio), pengaturan kredit dan pembiayaan Di luar empat instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion). a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Jika pemerintah ingin mengendalikan jumlah uang beredar dengan menggunakan instrumen operasi pasar terbuka (OPT), maka pemerintah menjual dan membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia, salah satu alat yang sering digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI kepada setiap pemilik SBI Bank Indonesia memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga. Jika Bank Indonesia ingin mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang ketat atau tight money policy), maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari masyarakat dengan jalan membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar masyarakat semakin tertarik untuk membeli SBI, maka Bank Indonesia menaikkan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 4 tingkat bunga SBI. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia melakukan hal yang sebaliknya, yaitu menarik SBI yang berada di tangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual, maka Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI. b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Untuk membantu Bank Umum yang mengalami kesulitan dana dalam rangka ekspansi kredit, Bank Sentral dapat memberi pinjaman. Pinjaman oleh Bank Sentral kepada Bank Umum tersebut disebut juga fasilitas diskonto atau tingkat diskonto. Yang dimaksud dengan tingkat diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas Bank-Bank Umum yang meminjam ke Bank Sentral. Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam kepada Bank Sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan Bank-Bank Umum untuk meminjam uang dari Bank Sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Hal ini, akan mengurangi keinginan bank- A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 5 bank meminjam uang dari Bank Sentral sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan. c. Giro Wajib Minimum (reserve requirement ratio = RRR) Penetapan cadangan wajib minimum (giro wajib minimum) juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jika Bank Sentral menurunkan giro wajib minimum maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya jika giro wajib minimum dinaikkan maka daya ekspansi kredit Bank Umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang. d. Kredit Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah). Mekanisme jalur kredit dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua, jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003). e. Imbauan Moral (moral persuasion) Selain empat instrumen di atas (yang merupakan kebijakan yang bersifat kuantitatif), Bank Sentral dapat juga melakukan imbauan moral (moral persuasion). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 6 Instrumen ini sangat kualitatif sifatnya dan tidak menuntut Bank Umum untuk menaatinya. Biasanya imbauan moral merupakan pernyataan Bank Sentral (misalnya oleh Gubernur Bank Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi yang lebih bersifat makro untuk dijadikan masukan bagi Bank-Bank Umum dalam pengelolaan aset dan kewajibannya. Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat pengangguran. Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan. Kebijakan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilisasi ekonomi. Berhasil tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, pertama : kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua : jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisa sampai sejauh mana pengaruh kebijakan moneter yang diterapkan pemerintah pusat terhadap pertumbuhan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 7 ekonomi di Indonesia. Untuk itu penulis mengambil judul ”Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah dan mensistemasikan penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan tesis. Penulis mencoba membuat perumusan masalah apakah kebijakan moneter yang selama ini diterapkan pemerintah pusat yang tujuannya untuk stabilisasi ekonomi juga berpengaruh terhadap peningkatan PDB Indonesia . Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Berapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ? 2. Berapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ? 3. Berapa besar pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ? A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 8 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan tesis ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual. 3. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter 2.1.1. Pengertian Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan moneter, terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Kalau kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Kebijakan moneter adalah bagian dari kebijakan ekonomi makro yang meliputi pula kebijakan lain. Selain kebijakan moneter, pemerintah secara simultan melaksanakan kebijakan fiskal (anggaran), kebijakan perdagangan luar negeri (trade policy), dan kebijakan mengenai peraturan dan perizinan (licensing and regulation). Selain itu pemerintah juga melaksanakan kebijakan khusus tentang investasi, pasar modal serta sektor produksi. Tujuan pembangunan yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan berupa pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas, bukanlah sasaran yang didapat melalui pelaksanaan salah satu kebijakan saja. Sementara itu tekanan atau aksentuasi pada A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 9 10 sasaran tujuan pembangunan juga bisa berbeda-beda sesuai dengan keadaan ekonomi yang dihadapi serta kendala sumber (resource constraints) pada kurun waktu suatu kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan. Kebijakan moneter yang baik dan dilakukan dalam waktu yang tepat dapat merupakan bantuan yang amat berharga untuk meredakan resesi. Kebijakan tersebut dapat kita perinci sebagai berikut : a. Pengaruh yang pertama atas pembelanjaan masyarakat dari kebijakan moneter dapat melalui pengaturan atas syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi para peminjam kredit. b. Mempengaruhi pembelanjaan dapat pula melalui kebijakan kredit yang ditujukan kepada jumlah uang total dan aktiva likuid lainnya. c. Kebijakan moneter adalah faktor yang dapat mempengaruhi iklim finansial dalam pengertian bahwa apabila iklim tersebut menyenangkan yaitu jika kredit itu mudah pengaruhnya ialah mendorong pengusaha, penyelenggaraanpenyelenggaraan investasi atau konsumen untuk membelanjakan uangnya, dan sebaliknya jika suasana finansil itu tidak menyenangkan yaitu jika kredit dan uang itu dibikin sesak maka para pengusaha akan berhati-hati dan pengaruh ini akan meluas kepada pengusaha-pengusaha lainnya, sehingga pengaruh kebijakan moneter itu akan mendorong menaikkan atau menekan tingkat pembelanjaan masyarakat. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 11 d. Pengaruh terhadap jumlah pembelanjaan dapat dikatakan dengan tekanan terhadap volume pembelanjaan yang dibiayai melalui perluasan kredit. Sebagian besar dari kebijakan yang ada biasanya tidak dapat dengan langsung mempengaruhi pengeluaran kredit. Tekanan yang terlebih dekat adalah atas biaya-biaya dan jumlah yang tersedia dari kredit jangka pendek. Dengan perkataan lain, kebijakan itu dapat melalui tindakan untuk mempermudah dan mempermurah atau sebaliknya mempersukar dan mempermahal pinjaman kredit jangka pendek. e. Pengaruh moneter dapat pula terasa melalui tekanan ke atas atau tekanan ke bawah yang cukup atas nilai aktiva yang diperjualbelikan, sehingga ia dapat menaikkan atau menurunkan jumlah aktiva yang dapat diterima oleh perdagangan, perseorangan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya. Cara itu dimaksudkan untuk mendorong perusahaan-perusahaan, perseorangan atau lembaga keuangan supaya mereka mempunyai kecenderungan yang lebih besar atau lebih kecil untuk menjual aktivanya guna memperoleh likuiditas. 2.1.2. Instrumen Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi. Banyak faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi namun faktor-faktor ini di luar kontrol pemerintah. Tetapi kebijakan moneter merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga dengan demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 12 Apabila pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak seperti yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi ataupun defisit dalam neraca pembayaran, maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk menghilangkan / mengurangi pengangguran, menekan inflasi dan defisit. Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah yaitu: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate),giro wajib minimum (reserve requirement ratio) dan kredit. Di luar empat instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion). 2.2. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) 1). Pengertian SBI Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pada dasarnya adalah merupakan instrument investasi jangka pendek yang bebas resiko (risk free). 2). Tujuan Penerbitan SBI Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu terakhir membawa Sertifikat Bank Indonesia pada saat jatuh tempo maka dialah yang berhak mencairkannya. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 13 Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. Pada dasarnya, dengan digunakannya SBI maka Bank Indonesia mempunyai alat dalam Operasi Pasar Terbuka walaupun tidak ada surat berharga pemerintah. Hal seperti ini juga dilakukan oleh beberapa Bank Sentral untuk menyedot kelebihan likuiditas perbankan jika kondisi moneter terlalu ekspansif. Perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan kemasyarakat. Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan pengendalian jumlah uang beredar yang terdapat dimasyarakat. 3). Dasar Hukum Penerbitan SBI Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta intervensi rupiah. Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 14 dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia melainkan harus melalui Bank Umum serta pialang pasar uang dan pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 4). Karakteristik SBI 1. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan. 2. Denominasi dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp.100 milyar. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini: Nilai Tunai = Nilai Nominal x 360 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} 3. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai. 4. Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dilakukan secara final sebesar 15 %. 5). Tata cara transaksi SBI 1. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang. 2. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa. 3. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari Kamis. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 15 4. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta melakukan penawaran jumlah SBI yang ingin dibeli serta tingkat diskontonya. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI tidak ditentukan oleh Bank Indonesia melainkan para peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat diskonto yang ditawarkan oleh peserta maka semakin besar kemungkinan peserta tersebut memenangkan lelang. 5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta untuk menghindari terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan (BDS) sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia tanpa dipungut biaya penyimpanan. 6). Hubungan suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi Jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menambah jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia menarik SBI yang berada di tangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual, maka Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI. Jika Bank Indonesia ingin mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang ketat atau tight money policy), maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari masyarakat dengan jalan membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar masyarakat semakin tertarik untuk membeli SBI, maka Bank Indonesia menaikkan tingkat bunga SBI. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 16 2.3. Investasi 2.3.1. Pengertian Investasi Secara umum Investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya.Menurut Sukirno (2000;366), Investasi didefinisikan sebagai : pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain, dalam Teori Ekonomi Investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian. Dalam kaitannya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya, dimana dana investasi tersebut salah satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka Deliarnov (1995:80-81) mengemukakan : ”Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya, juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga”. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 17 2.3.2. Hubungan antara Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi Investasi merupakan suatu faktor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang (bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor ekonomi. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedunggedung perkantoran, infrastruktur seperti jalan raya, bandara, jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi. Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan didalam negeri meningkat, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal. Untuk melihat besarnya pembentukan modal tetap domestik bruto dengan pertambahan PDB (Products National Bruto) adalah dengan melihat Incremental Capital Output Ratio (ICOR).ICOR dapat digunakan untuk menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal, dan menunjukkan kecenderungan penggunaan metode produksi (padat karya atau padat modal) dalam suatu perekonomian. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 18 2.4. Kredit Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah).Mekanisme jalur kredit dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua, jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003). a) Jalur Neraca Perusahaan (balance sheet channel) Jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Pada sisi yang lain, adanya informasi yang asimetris menyebabkan cenderung terjadinya kelambanan dalam perkembangan kredit. Pada satu sisi sering terjadi praktik moral hazard dikalangan peminjam, sehingga menyebabkan keengganan perbankan dalam menyalurkan kredit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan beberapa kebijakan moneter yang akan mempengaruhi posisi neraca perbankan dan neraca perusahaan sebagai peminjam sehingga aktifitas kredit berjalan lancar dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. b) Jalur pinjaman bank (Bank lending channel) Jalur pinjaman bank inti nya adalah digunakannya sejumlah dana (money) yang ada dalam sisi liability pada perbankan (tabungan, deposito, dan dana pihak ketiga A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 19 lainnya) sebagai sumber pembiayaan (kredit) yang merupakan salah satu komponen aset perbankan (Nualtaranee, 2005). Menurut jalur ini, sisi aset juga berpengaruh terhadap aktivitas kredit. 2.4.1. Hubungan antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi Kredit dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan cara jumlah uang beredar dinaikkan, sehingga deposito bank meningkat. Meningkatnya deposito bank menyebabkan kredit perbankan mengalami peningkatan sehingga investasi akan meningkat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Contoh lain misalnya, jika bank sentral menurunkan rasio cadangan minimum, maka cadangan yang ada di bank umum akan meningkat, sehingga dana yang akan disalurkan dalam bentuk kredit akan mengalami kenaikan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka pelipat uang) serta bagaiman jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan jumlah uang terhadap perekonomian. Ada beberapa jalur dalam mana perubahan jumlah uang mempengaruhi kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur dengan pengeluaran total masyarakat) diantaranya : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 20 a. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel) Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama antara sektor moneter dengan sektor riil. Perubahan jumlah uang misalnya, akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi investasi atau bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi ini merupakan bagian dari pengeluaran total (aggregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional. Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya modal dapat dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakan moneter / sektor moneter terhadap keseimbangan pendapatan (sektor riil). b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel) Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat juga melalui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi : 1. Kekayaan yang berupa barang phisik (rumah, tanah, dan sebagainya). 2. Surat berharga 3. Uang tunai Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini konsumsi) telah dijelaskan oleh Pigou (yang sering disebut dengan Pigou effect atau real balance effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut : Perubahan nilai uang kas riil (real cash balance) baik disebabkan oleh karena turunnya harga (dengan jumlah uang tetap) ataupun naiknya jumlah uang (dengan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 21 harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan pendapatan akan berubah. Dengan demikian kebijakan moneter akan mempengaruhi jumlah uang (dimana uang merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu komponen kekayaan ini (dalam hal ini uang kas riil) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance / Pigou effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan pendapatan. c. Jalur Harga Relatip (Teori Portfolio) Teori portfolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang memegan sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang. Beberapa anggapan teori ini antara lain : 1. Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal (marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portfolionya. 2. Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk kekayaan tersebut relatip terhadap bentuk kekayaan yang lain. 3. Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun tersebut dengan bentuk kekayaan lain yang harganya lebih tinggi. 4. Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses perubahan susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus akan dilakukannya sampai pendapatannya marginal dari masing-masing bentuk kekayaannya sama besar. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 22 Perubahan harga relatip sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penyesuaian susunan portfolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang sebagai akibat dari kebijakan moneter yaitu membeli surat berharga oleh Bank Sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang kas dalam portfolionya. Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk kekayaan yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya turun). Produksi (dan dengan demikian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik. Investasi naik akan mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa kenaikan jumlah uang akan dapat menaikkan pendapatan. d. Jalur Langsung (Teori Monetarist) Menurut teori ini pengaruh kebijakan moneter terhadap GNP secara langsung. Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana. Menurut pendapatnya, karena sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks sehingga sukar untuk digambarkan, maka tidak bisa dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa digambarkan secara terperinci. Tenggang Waktu (Lag) Efek Dari Kebijakan Moneter Kebijakan moneter untuk tujuan stabilisasi ekonomi tergantung pada, pertama kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu antara perubahan kebijakan moneter dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi. Jangka waktu antara perubahan kebijakan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 23 dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag). Ada beberapa komponen (unsur) dalam lag efek kebijakan moneter ini. Recognition lag mencakup waktu dari to ke t1, yakni waktu yang diperlukan oleh Bank Sentral untuk mengumpulkan data ekonomi serta menganalisa perubahan kegiatan ekonomi yang diinginkan dengan melakukan kebijakan moneter. Pada waktu t0 tingkat kegiatan ekonomi telah berubah, misalnya terdapatnya kenaikan pengangguran yang cukup besar. Sebelum Bank Sentral mengambil kebijakan moneter guna mengatasi masalah pengangguran ini diperlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengangguran. Administrative lag menunjukkan waktu antara diketahuinya (oleh Bank Sentral) akan diperkirakan untuk merubah kebijakan moneter (t1) dengan waktu dalam mana Bank Sentral betul-betul merubah satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter (t2). Keseluruhan recognition dan administrative lag sering disebut dengan inside lag, yakni jangka waktu antara perubahan keadaan / kegiatan ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrument kebijakan moneter. Outside / impact lag adalah waktu antara perubahan dalam instrument kebijakan moneter (t2) dengan efek dari kebijakan moneter tersebut dalam kegiatan ekonomi. Lag ini mengukur lamanya waktu dalam mentransfer perubahan kebijakan moneter dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi (t3). Masalah lag ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan kebijakan stabilisasi. Lag ini menunjukkan efisiensi kebijakan moneter. Karena adanya A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 24 tenggang waktu (lag) inilah yang sering kebijakan moneter yang ditujukan untuk stabilisasi kegiatan ekonomi malah berakhir dengan ketidakstabilan. Milton Friedman adalah salah satu ahli ekonomi yang mempermasalahkan lag dalam kebijakan moneter dan fiskal. Gambar berikut menjelaskan permasalahan tersebut : Kebijakan Moneter Counter Cyclical GNP KM Restriktip C A Efek KM Ekspansip Kebijakan Moneter (KM) Ekspansip B Efek KM D Restriktip Waktu Gambar 2.1 Kebijakan Moneter Counter Cyclical Adanya lag sering mengakibatkan bahwa kebijakan moneter yang ditujukan untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan timbulnya ketidakstabilan. Misalnya, kebijakan moneter yang ekspansip diambil pada saat perekonomian lesu (titik A). Karena efek kebijakan ini ada tenggang waktu, maka baru terasa justru pada waktu perekonomian membaik, dan bahkan kegiatan ekonomi dapat lebih melonjak A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 25 (titik C) dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijakan moneter ekspansip (perekonomian akan bergerak seperti pada pola garis tidak patah-patah). Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin dapat timbul. Untuk mencegahnya, maka diambil kebijakan moneter yang restriktip. Karena adanya lag, maka efeknya terasa pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan bahkan menurunnya lebih tajam (titik D). Dengan demikian tampak dengan jelas, bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan ketidakstabilan. Garis patah-patah menggambarkan gerak gelombang kegiatan perekonomian sebagai akibat adanya kebijakan moneter, yang lebih tidak stabil dibandingkan tanpa kebijakan moneter. Dalam kaitannya dengan masalah ini Milton Friedman menyarankan aturan bahwa penambahan jumlah uang beredar dilakukan secara ekonomi. Tentukan tingkat pertambahan jumlah uang tertentu dan biarkan tanpa dirubah. Sebab kalau pertambahan jumlah uang ini dirubah-rubah sesuai dengan kegiatan ekonomi (ditambah pada masa resesi) maka yang timbul adalah ketidakstabilan dalam perekonomian, seperti pada gambar di atas. Dengan aturan seperti yang disarankan Friedman ini maka dapat dihindarkan adanya masalah lag serta kesalahan dalam memperkirakan efek kebijakan moneter. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 26 2.6. Model IS-LM Koordinasi antara kebijakan moneter, fiskal dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari model keseimbangan IS-LM (Nopirin, 2000). 1. Model IS Model IS adalah model ekonomi yang menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan yang sesuai dengan keseimbangan dipasar barang. Berikut beberapa model ekonomi makro dalam keseimbangan pasar barang : Fungsi konsumsi C = a + b (Y-T).............................................. (1) Fungsi pajak T = e + t (Y)................................................... (2) Fungsi investasi I = d-n (r)........................................................(3) Pengeluaran pemerintah G = G............................................................. (4) Indentitas pendapatan nasional Y = C + I + G................................................. (5) Dimana : Y : Pendapatan nasional tahun t C : Konsumsi tahun t I : Investasi tahun t G : Pengeluaran pemerintah tahun t T : Pajak tahun t R : Tingkat bunga tahun t a, e, d : Konstanta b, t, n : Koefisien A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 27 Jika persamaan (2) disubstitusikan kedalam persamaan (1) maka didapatlah nilai Ct. Lalu persamaan (1), (3) dan (4) disubstitusikan kedalam persamaan (5) maka didapatlah persamaan IS, yaitu : Y= a − be + d + G n − r ........................................................................(6) (1 − b + bt ) (1 − b + bt ) 2. Model LM Model LM mencerminkan hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan dipasar uang. Model LM diadopsi dari permintaan uang Keynes, dimana permintaan uang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga (Nopirin, 2000) : Md = f (Y,r) MD = F-h (r) + k (Y)..........................................................................................(7) Faktor pendapatan relevan dengan adanya motif permintaan uang Keynes yaitu permintaan uang untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Sedangkan tingkat bunga berkaitan dengan motif permintaan uang untuk berspekulasi. Sedangkan Fungsi penawaran uang adalah : Ms = M...............................................................................................................(8) Dimana kondisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang adalah : Md = MS...........................................................................................................(9) A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 28 Gabungan antara fungsi permintaan dan penawaran uang disebut model LM, yaitu : Y= M−f h + r .................................................................................................(10) k k dimana : r= k M−f k Y −( x ) .........................................................................................(11) h k h 3. Model Keseimbangan IS-LM Untuk mencari keseimbangan IS dan LM, substitusikan persamaan (11) ke dalam persamaan (6), lalu didapat : Y= a − be + d + G n k M−f k − x( Y − ( x )) .......................................(12) (1 − b + bt ) h (1 − b + bt ) k h Dari persamaan tersebut dapat dilihat koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter, dimana, pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari kebijakan fiskal (G) dan kebijakan moneter (M). Secara singkat dapat ditulis : Y = f (G,M) A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 29 2.7. Implimentasi Kebijakan Moneter a. Masalah Dalam Implimentasi Penentuan tujuan kebijakan moneter seperti pertumbuhan ekonomi serta neraca pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijakan moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan, terutama dalam hal implimentasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijakan, seperti misalnya output, employment serta harga. Kedua, mereka harus menentukan bagaimana caranya mengatur / mengubah instrument kebijakan moneter (seperti cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan / sasaran kebijakan moneter tercapai. Bagi Bank Sentral akan mengalami kesulitan di dalam mengatur kebijakan moneter dikarenakan kurangnya informasi atau kurangnya kepastian mengenai proses implimentasi kebijakan moneter. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang indicator serta target operasional dari implimentasi kebijakan moneter. Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkaitan dengan masalah implimentasi, yakni pertama bagaiman efek kebijakan terhadap tujuan yang ingin dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaran atau belum. Suatu indikator diperlukan untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka harus mengubah / memanipulasi instrument kebijakan moneter supaya tujuan / sasarannya tercapai. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 30 b. Indikator Dalam Implimentasi Kebijakan Moneter Indikator kebijakan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum. Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan variabel moneter yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan) antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijakan moneter. Perubahan sektor riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator. Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijakan moneter itu sejalan / menuju kesasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa moneter dapat mengubah instrument kebijakan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah sasarannya akan tercapai atau tidak. c. Target Operasional Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijakan jual-beli surat berharga (open market operation). Beberapa syarat harus dipenuhi agar supaya sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional, antara lain : 1. Bank Sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang relative pendek. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 31 2. Bank Sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara merubah instrument kebijakan moneter. 3. Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator. 2.8. Pertumbuhan Ekonomi 2.8.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi i.Teori Ekonomi Klasik Orang yang pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada pengangguran, hal itu bersifat sementara. Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 32 keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat “aturan main” yang memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu mendapat keuntungan yang memadai (tidak hanya sekadar keuntungan minimum) agar dapat mengakumulasi modal dan membuat investasi baru, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru. Terhadap pemikiran Smith, perlu dicatat pendapat Schumpeter (1911) dalam bahasa Jerman, 1934 dalam bahasa Inggris), yang mengatakan bahwa posisi stasioner tidak akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi. Sebagai akibat depresi ekonomi dunia tahun 1929-1932, pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung. Ahli ekonomi setelah itu ada yang mendukung dan memperluas pandangan Keynes. Kedua kelompok ini tetap mengandalkan mekanisme pasar. Perbedaannya adalah ada yang menginginkan peran pemerintah yang cukup besar tetapi ada pula yang menginginkan peran pemerintah haruslah sekecil mungkin. Walaupun berbeda, kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada kaitan dengan tingkat saving dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mantap dan berkelanjutan. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 33 Belakangan disadari bahwa pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan jasa yang melayani kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat menanganinya apabila tidak diberi hak khusus. Misalnya pembangkit tenaga listrik, telepon dan air minum. Swasta mungkin berminat menyediakan fasilitas ini apabila diberi hak monopoli dan karena hal itu mungkin tidak diterima oleh masyarakat dan penanganannya diambil alih oleh pemerintah. Atau, kalaupun itu dikelola oleh swasta harus diawasi oleh pemerintah. Hal lain yang dianggap wajar pemerintah ketika turun tangan adalah mengatur stok pangan agar tercipta harga yang stabil. Dalam kerangka ekonomi wilayah, ada pandangan Smith yang tidak bisa diterapkan sepenuhnya, misalnya tentang lokasi dari kegiatan ekonomi tersebut. Sesuai dengan tata ruang yang berlaku maka lokasi dari berbagai kegiatan sudah diatur dan kegiatan yang akan dilaksanakan harus memilih diantara lokasi yang diperkenankan. Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 34 prosedur penanaman modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, teori Smith akan tumbuh subur pada kondisi pasar sempurna. Kondisi pasar sempurna untuk semua transaksi memang sulit diwujudkan, namun pemda harus berusaha untuk membuat kondisi pasar mengarah ke kondisi pasar sempurna. Pemda tidak memberi hak monopoli (penjual tunggal) atau monopsoni (pembeli tunggal) kepada pihak swasta atas dasar lisensi, serta informasi tentang pasar disebarluaskan kepada masyarakat. ii. Teori Harrod-Domar Teori ini dikembangkan hampir pada waktu bersamaan oleh Harrod (1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Di antara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi : 1. Perekonomian bersifat tertutup 2. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan 3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta 4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 35 Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = K = n, Dimana : g : Growth (tingkat pertumbuhan output) K : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal-output). Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka : I S S Y S /Y S = = = = = K K Y K K /Y V Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. Hal ini lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh. Misalnya, perekonomian berada dalam kapasitas penuh dengan total pendapatan (Y) = 1.000 triliun rupiah. Hasrat menabung (s) = 20 %. Karena I = S maka tingkat investasi adalah 20 % x A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 36 1.000 triliun rupiah = 200 triliun rupiah. Misalnya rasio modal-output adalah 5 : 1 (diperlukan modal Rp.5,00 agar terdapat kenaikan produksi sebesar Rp.1,00 per tahun atau produktivitas modal = 0,20. Besarnya kenaikan output adalah I/v = 200/5 = 40 triliun rupiah. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi adalah g= 40triliun = 4% 1.000triliun Akan tetapi, hal ini hanya tercapai apabila laju pertumbuhan tenaga kerja juga 4%. Contoh diatas dapat dilihat dari sisi lain. Misalnya, kita menginginkan pertumbuhan ekonomi 5% atau ada kenaikan output sebesar 1.000 triliun rupiah x 0,05 = 50 triliun rupiah. Hal ini berarti investasi haruslah sebesar 50 triliun rupiah x (v) = 50 triliun rupiah x 5 =250 triliun rupiah. Artinya, tingkat tabungan harus dinaikkan dari 0,20 menjadi 0,25 atau kekurangannya harus dipinjam dari luar. Karena s,v,dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup, sulit tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi, kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang. Untuk perekonomian daerah, Richardson (Robinson Tarigan, 2003)mengatakan kekakuan diatas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/hasil produksi yang berlebihan dapat A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 37 diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocorankebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara lokal dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat menyeimbangkan n dan g. Jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya menjadi sedikit longgar. Syarat statistik bagi perekonomian terbuka : S + M = I + X dapat dirumuskan menjadi : (s + m) Y = I + X, atau : I X = s+m− Y Y Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah i dapat dirumuskan sebagai impor daerah-daerah lain. n n j =1 j =1 Xi = ∑ M ji = ∑ M ji Y j Ekspor daerah i = total impor daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal propensity to impor) daerah-daerah j dari daerah I dikalikan dengan tingkat pendapatan masing-masing setiap daerah j. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 38 Dengan demikian, Richardson dalam Tarigan merumuskan persamaan pertumbuhan suatu wilayah adalah : gi = si + mi − ∑ mij Y j / Yi vi Catatan : I X = s+m− Y Y I S s.v s di mana g = = = Y Y v v g i .vi = s i + mi − (∑ m ji Y j ) / Yi gi = si + mi − (∑ m ji Y j ) / Yi vi Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gi tinggi, dikehendaki agar : sI (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi, ekspor = kecil, vi (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang kecil dapat meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini, kelebihan atau A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 39 kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk dari setiap faktor di atas. Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang. Dalam praktiknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah dan hal ini membuat pertumbuhan antardaerah menjadi pincang. Artinya, daerah yang maju kian maju dan yang terbelakang akan makin ketinggalan.Jadi, pertumbuhan antar daerah akan mengarah kepada heterogenous (makin pincang). Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi wilayah yang masih terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Dalam kondisi seperti ini, biasanya barang modal sangat langkah sehingga sulit melakukan konversi antara barang modal dengan tenaga kerja. Untuk wilayah seperti itu, bagi sektor yang hasil produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor (karena biaya angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan produksi mengakibatkan produk tidak terserap oleh pasar lokal dan tingkat harga turun drastis sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu, lebih baik mengatur pertumbuhan berbagai sektor secara seimbang. Dengan demikian, pertambahan produksi di satu sektor dapat diserap oleh sektor lain yang tumbuh secara seimbang. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 40 ii.Teori Pertumbuhan Neoklasik Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M.Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syaratsyarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan subsitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori Neoklasik. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu. Oleh sebab itu, fungsi produksinya berbentuk : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 41 Yi = fi (K,L,t) Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson(RobinsonTarigan, 2003)kemudian menderivasikan rumus di atas menjadi sebagai berikut : Yi = ai ki + (1-ai) ni + T Di mana : Yi = besarnya output ki = tingkat pertumbuhan output ni = tingkat pertumbuhan tenaga kerja Ti = kemajuan teknologi a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal (1-a) = bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment). Dengan demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa : MPK i = ai Yi =p Ki MPKI = Marginal productivity of capital Jika p sudah tertentu dan a konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan tingkat yang sama. Syarat keseimbangan bagi keseluruhan system adalah : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 42 ∑I = ∑S i =1 i i =1 i (walaupun di suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi). Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal tenaga kerja (K/L). Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah riil yang tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah terdapat upah riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi. Sebaliknya, tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah tinggi. Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor produksi di semua daerah sama. Dengan demikian, perekonomian regional/pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin sama). Teori neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik, A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 43 kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kestabilan politik. Demikian pula model Neoklasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mutu SDM adalah menyangkut keahlian dan moral, dan moral sangat dipengaruhi oleh aturan main yang berlaku. Hal khusus yang perlu dicatat bahwa model Neoklasik mengasumsikan I = S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka menyimpan uang kontan dalam jumlah besar di rumah (bukan di bank) tanpa tujuan khusus, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Paham neoklasik melihat peran kemajuan teknologi/inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan masyarakat, agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat. Analisis lanjutan dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali (di wilayah tersebut). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 44 iii. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sector/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sector tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relative singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sector-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung. Misalnya usaha perkebunan yang dibuat bersinergi dengan usaha peternakan. Rumput/limbah perkebunan dapat dijadikan makanan ternak, sedangkan teletong/kotoran ternak bisa dijadikan pupuk untuk tanaman perkebunan. Contoh lain adalah usaha pengangkutan dan usaha perbengkelan. Dengan demikian, pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat. Selain itu, perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi (Schumpeter dan lain-lain) yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat. Jiwa usaha berarti pemilik modal A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 45 mampu melihat peluang dan berani mengambil resiko membuka usaha baru maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Angkatan kerja yang tidak tertampung dapat menciptakan instabilitas keamanan sehingga investor tidak berminat melakukan investasi dan ekonomi menjadi mandek. Perekonomian yang mandek membuat makin banyak pencari kerja tidak tertampung sehingga instabilitas bertambah parah. Apabila jaminan keamanan berusaha sudah tidak ada, investor yang sudah ada pun akan merelokasi usahanya. Apabila hal ini terjadi akan terjadi depresi ekonomi dan kemakmuran menjadi menurun. 2.8.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 46 Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembangunan hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara. Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktifitasnya kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha. Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”. Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu sama, maka untuk mengatakan tingkat A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 47 pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun atau dapat diformulasikan sebagai berikut : gt = ΔGNP GNP atau : gt = GNPt − GNPt −1 GNPt −1 Dimana : gt = pertumbuhan ekonomi GNP = Real Gross National Product Δ = perubahan 2.8.3. Komponen Utama Pertumbuhan Ekonomi Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Akumulasi Modal Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar ouput dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaam pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu daerah (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan ouput di masa-masa mendatang. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 48 Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur” ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan-jalan raya, penyediaan listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya, yang kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif. Sebagai contoh, investasi yang dilakukan oleh seorang petani sayuran berupa pembelian sebuah traktor baru pasti dapat meningkatkan produksi sayurannya. Tetapi tanpa fasilitas transportasi (jalan dan/atau kenderaan) yang memadai guna mengangkut tambahan produksi tersebut ke pasaran, maka investasi sang petani tersebut tidak akan banyak menambah produksi pangan. Di samping investasi yang bersifat langsung seperti itu, banyak cara yang bersifat tidak langsung untuk menginvestasikan dana dalam berbagai jenis sumber daya. Pembangunan sistem irigasi akan dapat memperbaiki kualitas tanah pertanian serta meningkatkan produktivitas lahan per hektar. Jika 100 hektar tanah irigasi dapat memproduksi output yang sama jumlahnya dengan yang dihasilkan oleh 200 hektar tanah tanpa irigasi, maka itu berarti pembangunan sistem irigasi tersebut sesungguhnya telah melipatgandakan “kuantitas” tanah. Demikian pula, penggunaan pupuk buatan dan pestisida juga akan meningkatkan produktivitas lahan-lahan pertanian. Semua bentuk investasi tersebut diatas merupakan sarana untuk meningkaatkan produktvitas sumber daya tanah. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 49 Dampak positif peningkatan seluruh stok tanah yang produktif, untuk berbagai keperluan, sebenarnya identik dengan pembuka lahan-lahan pertanian baru. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan dalam kerja atau magang, kursus-kursus, dan aneka pendidikan informal lainnya perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang terampil melalui investasi langsung dalam pembangunan serta pengadaan gedung-gedung, peralatan dan bahan baku (misalnya, buku-buku, proyektor film, komputer, peraltan ilmiah, serta alat-alat dan mesin pendidikan kejuruan seperti mesin bubut dan gerinda). Pendidikan guru yang bermutu dengan kurikulum yang tepat dan relevan, sama halnya dengan penyediaan buku-buku ekonomi yang baik, pasti akan dapat meningkatkan kualitas, kepemimpinan dan produktivitas tenaga kerja.Segenap kegiatan yang dijelaskan diatas merupakan bentuk-bentuk investasi yang menjurus ke akumulasi modal. Akumulasi modal akan menambah sumber daya baru (contohnya, pembukaan tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas sumber daya yang sudah ada (misalnya, perbaikan sistem irigasi, pengadaan pupuk, pestisida). Satu hal penting yang harus dipahami di sini adalah, bahwasanya untuk mencapai maksud investasi tersebut selalu dituntut adanya pertukaran antara A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 50 konsumsi sekarang dan konsumsi mendatang. Artinya, pihak-pihak pelaku investasi harus bersedia mengorbankan atau mengurangi konsumsi pada saat sekarang ini demi memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari. b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga kerja tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor-faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Pada tingkat penguasaan teknologi tertentu dan jumlah sumber daya manusia dan modal fisik yang tertentu pula, kurva kemungkinan-produksi memperlihatkan jumlah output maksimum yang berupa kombinasi dua jenis komoditi, misalnya saja, beras (padat karya) dan radio (padat modal atau teknologi), seandainya segenap A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 51 sumber daya yang tersedia dalam perekonomian yang bersangkutan benar-benar digunakan secara penuh dan efisien. P1 Radio P 0 P P1 Beras Gambar 2.2 : Dampak kenaikan sumber daya manusia dan fisik Gambar 2.2 terlihat bahwa peningkatan kuantitas sumber daya sampai dua kali lipat itu akan menggeser kurva kemungkinan-produksi ke luar secara sejajar, dari P-P ke P1-P1. c. Kemajuan Teknologi Dalam pengertiannya yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 52 pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti kegiatan menanam jagung, membuat pakaian atau membangun rumah. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu : a. kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral techonological progress) b. kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving techonological progress) c. kemajuan teknologi yang hemat modal (capital-saving technological progress). Kemajuan teknologi yang netral (neutral techonogical progress) terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana seperti pengelompokkan tenaga kerja (semacam spesialisasi) yang dapat mendorong peningkatan output dan kenaikan konsumsi masyarakat, adalah contohnya. Ditinjau dari sudut analisis kemungkinan produksi, perubahan teknologi yang netral, yang dapat melipatgandakan output secara konseptual, artinya teknologi yang mampu melipatgandakan semua input produktif.Sementara itu, kemajuan teknologi dapat berlangsung sedemikan rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang sama). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 53 Penggunaan komputer elektronik, mesin tekstil otomatis, bor listrik berkecepatan tinggi, traktor dan mesin pembajak tanah, dan banyak lagi jenis mesin serta peralatan modern lainnya, dapat diklasifikasikan sebagai kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (laborsaving technological progress). Sedangkan kemajuan teknologi hemat modal (capital-saving technological progress) merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negaranegara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja, dan bukan untuk menghemat modal. 2.8.4 Metode Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian (Mankiw,2000, hal:72). Untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi data PDB yang digunakan adalah data PDB atas dasar harga konstan, sebab pengaruh perubahan harga terhadap nilai PDB (atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan (Triyanto, 1990, hal : 36). Adapun cara perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan formula : ΔPDBt = PDBt − PDBt −1 PDBt −1 A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 54 Keterangan : Δ PDBt = Laju Pertumbuhan Ekonomi t = Tahun tertentu x-1 = Tahun sebelumnya PDB = Produk Domestik Bruto 2.9. Penelitian Sebelumnya Arestis dan Sawyer (2002), melihat bagaimana tingkat bunga sebagai instrumen utama kebijakan moneter mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode OLS dengan menggunakan data tahun 2001-2005, dengan studi kasus di Angeloni salah satu wilayah dalam Zona Euro. Pertumbuhan ekonomi disini diukur dengan PDB. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap PDB. Penurunan 1 persen tingkat bunga akan menurunkan 0,2 hingga 0,35 persen PDB. Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan moneter dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS dengan menggunakan data tahun 1961-1982 dan 1961-2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi persamaan output gap dimana tingkat pembiayaan bank dalam bentuk kredit menjadi instrumen kebijakan moneter. Yang kedua mengestimasi Congressional Budget Office (CbO) terhadap output gap, dan yang ketiga mengestimasi pengaruh tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 55 memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank dalam bentuk kredit terhadap output dalam kurun waktu 1961-1982. Didik J.Rachbini (2003), menyimpulkan bahwa stabilitas ekonomi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. Evaluasi dan koordinasi penyempurnaan peraturan perbankan seperti manajemen risiko secara konsolidasi, dan giro wajib minimum (GWM) dapat meningkatkan kapasitas bank untuk menyalurkan kredit kepada dunia usaha yang pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Purbaya Yudhi Sadewa (2005), dalam suatu penelitian pada data periode 20002005 menunjukkan naik turunnya suku bunga SBI mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hanya saja pengaruhnya akan lebih signifikan jika suku bunga SBI berada dibawah 10 persen yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Budiman Hutabarat dalam buletin agro ekonomi (2001), mengemukakan kebijakan moneter mendukung sektor pertanian andalan yang merupakan penyumbang sektor terbesar kepada PDB.Hal ini dapat terlihat pada tahun 1992, sektor agribisnis memberikan sumbangan sebesar US $ 6,24 milyar dan meningkat menjadi US $ 12,96 milyar pada tahun 1997, atau kenaikan sekitar 21 persen per tahun. Pesatnya laju perkembangan di atas tidak terlepas dari kebijakan ekonomi makro yang ditempuh pemerintah, termasuk kebijakan di sektor moneter. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 56 Easterly dan Robelo (1993), menemukan bahwa investasi pada negara-negara sedang berkembang memiliki korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien yang sangat tinggi dengan menggunakan data dari 43 negara sedang berkembang selama kurun waktu 20 tahun. Shekar dan Narendra Nath (2005) dalam suatu penelitian di India, mengemukakan kebijakan moneter di India memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara itu.Sehingga diperlukan intervensi dan pengawasan dari pemerintah terhadap setiap kebijakan moneter yang dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2.10. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus. 2. Kredit mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus. 3. Investasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 57 2.11. Kerangka Pemikiran Kondisi Perekonomian Kebijakan Moneter (Bank Indonesia) - Operasi Pasar Terbuka GWM Tingkat Diskonto Pengaturan Kredit dan investasi Pertumbuhan Ekonomi Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 58 BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya suku bunga SBI, kredit, dan investasi. Dengan adanya ruang lingkup tersebut, diharapkan penulis dapat menganalisis pengaruh suku bunga SBI, kredit, dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia pada kurun waktu tahun 1986-2005. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 59 3.3 Model Analisis Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model keseimbangan IS-LM. Model keseimbangan IS-LM dapat kita lihat pada persamaan berikut, yaitu = Y= a − be + d + G n k M−f k − x( Y − ( x )) (1 − b + bt ) (1 − b + bt ) h k h Dari persamaan tersebut dapat dilihat koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal, dimana pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari kebijakan moneter (M) dan kebijakan fiskal (G). Secara singkat dapat ditulis : Y = f (M,G) Untuk Variabel M dapat disubstitusi dengan kredit (Loan),tingkat suku bunga, dan investasi hal ini berdasarkan pada teori Balance Sheet Channel dimana uang dapat diproxi dengan kredit atau tingkat suku bunga. Model estimasi dapat ditulis, sebagai berikut : Y = f (X1, X2,X3)…………………………………………………………............1 Dengan spesifikasi model sebagai berikut : Y = α + β 1X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + μ ……………………………………...............2 Dimana : Y : PDB (dalam rupiah) α : Intercept β 1, β 2, β 3 : Koefisien regresi X1 : Suku Bunga SBI (dalam persen) A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 60 X2 : Kredit (dalam rupiah) X3 : Investasi (dalam rupiah) μ : Term of Error 3.4 Definisi Operasional 1. Pertumbuhan ekonomi di proxy dengan Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan yang dihitung (dalam satuan miliar rupiah). 2. Suku bunga SBI adalah surat berharga yang diterbitkan oleh BI (dalam satuan persen). 3. Investasi adalah pengeluaran sejumlah dana yang dilakukan oleh investor atau pengusaha yang berguna untuk membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan hasil/profit pada masa yang akan datang yang dihitung (dalam satuan miliar rupiah). 4. Kredit yang disalurkan (LOAN) adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam bentuk rupiah dan valas pertahun (dalam satuan miliar rupiah). 3.5 Metode Analisa Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dan pendekatan kointegrasi. Digunakannya metode kointegrasi ini adalah untuk melihat hubungan dan perubahan struktur jangka panjang antara variabel-variabel regresi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pengujian A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 61 terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakannya pendekatan kointegrasi. 3.6. Uji Akar-akar Unit Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas karena pada prinsipnya uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi apakah data yang digunakan dari model autoregresif stasioner atau tidak. Untuk melakukan uji akar-akar unit biasanya digunakan uji yang dikembangan oleh Augemented Dickey-Fuller (ADF) dengan penaksiran autoregresif sebagai berikut : k DYt = a 0 + a1 B j Yt + ∑ biB j DYt + μ t ………………………………………………(1) i =1 k DYt = c0 + c1T + c 2 B j Yt + ∑ d i B j DYt + μ t ………………………………………...(2) i =1 dimana : T = trend waktu Yt = Variabel yang diamati pada periode tingkat B = Operasi kelambanan waktu (backward lag operator) μ = Residual Dari hasil regresi persamaan (1) dan (2) akan diperoleh nilai statistic ADF (Augmented Dickey-Fuller), dengan melihat nilai statistic dari koefisien BjYt pada persamaan (1) dan (2) kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value) ADF maka dapat diperoleh kesimpulan. Jika nilai statistic dari koefisien BjYt lebih A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 62 besar dari nilai kritis (critical value) Augmented Dickey-Fuller maka data tersebut stasioner. Sebaliknya jika data tersebut tidak stasioner maka harus dibentuk variabel baru dengan melakukan first difference, kemudian dilakukan kembali uji akar-akar unit sehingga diperoleh data yang stasioner. 3.7. Uji Derajat Integrasi Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat perbedaan (difference) keberapa data yang diamati akan stasioner. Pengujian ini dilakuakn apabila pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas) dari data yang diamati tidak stasioner. Adapun bentuk persamaan untuk pengujian derajat integrasi adalah sebagai berikut : k DDYt = e0 + e1 B j DYt + ∑ f i B j DDYt + μ t …………………………………………(3) i =1 k DDYt = g 0 + g 1T + g 2 B j DYt + ∑ hi B j DDYt + μ t …………………………………(4) i =1 Dari hasil regresi persamaan (3) dan (4) diperoleh dari nilai statistic ADF (Augmented Dickey Fuller), dengan melihat nilai statistik dari koefisien BjDYt pada persamaan (3) dan (4) kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical value) ADF maka dapat diperoleh kesimpulan. Jika nilai statistik dari koefisien BjDYt lebih besar dari nilai kritis (critical value) Augmented Dickey-Fuller maka data tersebut stasioner pada derajat I(1). Dalam kaitannya dengan uji derajat integrasi jika variabel A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 63 yang digunakan tidak stasioner pada derajat pertama I(0), harus dilanjutkan sampai diperoleh suatu kondisi stasioner sampai pada derajat kedua. 3.8. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari pengujian diatas. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh variabel mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak berkointegrasi. Jika berkointegrasi maka residual berkointegrasi adalah stasioner. Untuk melakukan pengujian kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang diuji mempunyai derajat integrasi yang sama, sehingga untuk melakukan uji kointegrasi harus terlebih dahulu melalui tahap uji akar-akar unit dan uji integrasi. Metode alternatif yang dapat digunakan untuk pengujian kointegrasi adalah pengujian Engle Granger (EG). Metode ini merupakan uji kointegrasi yang melihat residual dari hasil regresi apakah stasioner atau tidak stasioner. Tahap yang dilakukan adalah meregresikan variabel-variabel dari hasil uji akar-akar unit dan integrasi ke dalam persamaan regresi kointegrasi sebagai berikut : Yt = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + ε t ………………………………………………(5) Dari hasil regresi persamaan di atas diperoleh nilai residual dan diuji kestasioneran datanya, dengan membandingkan nilai statistic ADF terhadap nilai kritis ADF. Apabila nilai ADF statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 64 ADF maka residual persamaan kointegrasi adalah stasioner, dengan kata lain variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang. 3.9. Uji Kesesuaian Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependent. a. Uji t-statistik Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel. Dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : bi = b Ha : bi ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus : t − hitung = (bi − b) Sbi A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 65 Dimana : bi : koefisien variabel independen ke-i b : Nilai hipotesis nol Sbi : simpangan baku dari variabel independen ke-i b. Uji F-statistik Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : Ho : bi = b2 =……………………………bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh) untuk i =1…..k Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus : R 2 /(k − 1) F − hitung = (1 − R 2 ) /(n − k ) Dimana : R2 : koefisien determinasi k : jumlah variabel independen n : jumlah sampel A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 66 Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95 % sebagai berikut : Ho diterima jika F-hitung < Fα Ho ditolak jika F-hitung > Fα 3.10. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah dilakukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu maka perlu melakukan Uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari : 1. Uji Multikolinieritas Interpretasi persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variable-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu pendeteksian multikolinieritas dengan besaranbesaran regresi yang didapat, yakni : a. Variabel besar (dari taksiran OLS) b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar). c. Uji t (t rasio) tidak signifikan, suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 67 tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standard error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi (a1 – a4) tidak signifikan. d. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari Uji t. e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyelesaikan interprestasi. 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau μ 1 dengan penggunaan rotasi E ( μ 1, μ j) = 0 ; I ≠ J. Secara sederhana model klasik mengasumsikan unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi unsur distribusi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Oleh karena model regresi mempunyai nilai kelambanan (lag) dari variabel terikat, maka untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini, akan dilakukan dengan uji lagrange multiplier test (LM test) dengan membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria penilaian sebagai berikut : a. Jika nilai X2hitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 68 b. Jika nilai X2hitung < nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. 3. Uji Normalitas Asumsi model linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu μ 1 mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan 0, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini, OLS estimation akan mempunyai sifat-sifat statistik yang diinginkan, seperti unbias dan varian yang minimum. Untuk dapat mengetahui normalnya μ 1 dilakukan dengan J-B test (Jarque – Bera test). Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi-square probability distribution, yaitu dengan membandingkan nilai JB hitung = X2 hitung dengan nilai X2 tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut : a. Jika JBhitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual μ 1 adalah berdistribusi normal ditolak. b. Jika JBhitung < nilai X2tabel, maka hipotesis residual μ 1 berdistribusi normal tidak dapat ditolak. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 69 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Keadaan Geografis Indonesia terletak antara 60 08’ lintang Utara dan 110 15’ lintang selatan dan antara 940 45’ Bujur Timur dan 1410 95’ Bujur Timur. Negara kesatuan yang berbentuk Republik ini pada tahun 1999 dibagi menjadi 26 propinsi (sejak 1999 Timur-Timur tidak lagi merupakan wilayah Indonesia), terdiri dari 268 kabupaten, 73 kotamadya, 4.044 kecamatan dan 69.065 desa. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah kurang lebih 17.508 pulau besar dan kecil, diapit oleh dua benua, Australia dan Asia serta dua samudera, Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia. Jarak antara dua tempat di Indonesia dari barat ke timur adalah 5.110 km dan jarak antara dua tempat dari utara ke selatan sekitar 1.888 km. Bila diperbandingkan dengan peta Eropa, maka jarak Barat Timur tersebut sama dengan jarak London (Inggris) Ankara (Turki); dan bila diperbandingkan dengan peta Amerika, maka jarak tersebut sama dengan dari Pantai Timur – Barat Negara Amerika Serikat. Dengan demikian dapat kita maklumi betapa besarnya dan luasnya wilayah Negara Indonesia, yang mana luas seluruh daratan Indonesia A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 70 berkisar 1,9 juta km2. Luas lautnya berkisar 7,9 juta km2 (termasuk daerah Zona Economic Exclusive). Indonesia memiliki iklim musim, di mana terjadi pergantian dua kali setahun, yaitu musin hujan dan musim kemarau. Sebagian besar wilayah Indonesia mendapatkan hujan hampir sepanjang tahun sehingga tidak mengherankan apabila sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian atau sektor perkebunan. Hal tersebut disebabkan oleh variasi suhu udara untuk seluruh wilayah dan beribu pulau dan topografi yang sangat berbeda. Dengan demikian suhu udara di Indonesia berkisar antara 220C - 270 C. Berdasarkan keadaan di atas, maka adalah wajar bila di wilayah Indonesia kaya akan potensi alam atau sumber-sumber ekonomi natural berupa : a. Tersedia lahan yang luas untuk areal pertanian, peternakan, perkebunan, dan industri. b. Persediaan potensi perairan sungai, danau dan bahari untuk sektor perikanan, transportasi, industri dan tenaga kerja manusia. c. Tersedia potensi sumber energi, seperti minyak bumi dan gas alam. d. Tersedia potensi hutan yang luas, yang dapat menunjang sektor industri. e. Potensi budaya, peninggalan sejarah, keindahan alam dan sebagainya. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 71 4.1.2. Gambaran Perekonomian Indonesia Periode 1966-1970, pemerintah menekankan pada pengendalian inflasi, membangun kembali hubungan dengan komunitas internasional dan rehabilitasi infrastruktur fisik. Perekonomian tumbuh pada tingkat rata-rata 6,6 persen pertahun. Tahun 1968, ditandai sebagai permulaan fase pemulihan, membawa pertumbuhan ekonomi 10,9 persen. Tahun 1971-1981 merupakan sebuah periode dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. GDP riil meningkat rata-rata 7,7 persen pertahun. Periode ini ditandai juga sebagai periode penuh dengan ketidak stabilan. Kegagalan panen besar 1972, mengakibatkan harga beras naik dua kali lipat pada 1973, harga minyak bumi meningkat empat kali lipat; kedua kejadian ini, disertai kurang tanggapnya reaksi pemerintah, menyebabkan tingkat inflasi yang besar. Menjelang akhir abad 1970an, Policy Maker mengkhawatirkan kemungkinan jatuhnya harga minyak bumi sebagai akibatnya november 1978 dilakukan devaluasi besar, dengan alasan mengembalikan daya saing sektor perdagangan non migas. Ternyata perkiraan tidak terjadi, dan pada tahun 1979, perang Iran-Iraq, terjadi peningkatan tajam harga minyak dunia. Jatuhnya harga minyak bumi menyebabkan meningkatnya hutang luar negeri. Pada tahun 1982 pertumbuhan ekonomi menurun drastis dan hal ini sebagai tanda berakhirnya dekade pertumbuhan dan kemelimpahan yang dibiayai minyak bumi. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 72 Kebijakan fiskal yang ketat, manajemen nilai tukar yang efektif, dan reformasi ekonomi mikro yang tegas yang dilakukan selama periode 1987-1992 menghasilkan proses pemulihan yang cepat. Pertumbuhan ekonomi 1987-1992 naik rata-rata 6,7 persen pertahun, mendekati pertumbuhan 1971-1981, tetapi kali ini tidak dicapai melalui minyak bumi. Untuk pertama sekali Indonesia menjadi Negara eksportir penting barang-barang industri, mengikuti sukses yang ditempuh negaranegara tetangga di Asia Timur. Sektor perdagangan dan swasta semakin kuat dan mandiri. Sumbangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mulai menyusut dan proteksi pemerintah semakin kurang menonjol. Awal 1990-an telah berhasil mengatasi masalah krisis hutang dengan efektif. Dalam Pelita V perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang membaik dengan angka pertumbuhan 5,7 % yang melebihi target rata-rata pertumbuhan 5 %. Untuk menjaga kelangsungan pembangunan selain dari sumber penghasilan minyak, maka dirasakan perlu digali sumber dana dari dalam negeri dengan meningkatkan ekspor non-migas. Guna mendukung hal itu, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan Perbankan pada 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). Memasuki Tahun 1997 menjadi tahun ujian berat bagi perekonomian Indonesia. Krisis moneter yang terjadi selama paruh kedua perjalanan perekonomian nasional tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda untuk kembali. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kenaikan harga sembilan bahan pokok (sembako) diluar A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 73 tingkat kewajaran, peningkatan angka pengangguran, laju inflasi melampaui dua digit, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,65 % atau lebih rendah di banding pertumbuhan ekonomi tahun 1996 yang mencapai 7,98 % dan beberapa dampak ikutan dari krisis moneter lainnya seperti meningkatnya aktivitas demokrasi, kerusakan, dan lain-lain. Tak pelak lagi, fundamental perekonomian Indonesia yang dengan susah payah telah dibangun selama kurang lebih 30 tahun , dalam sekejap saja menjadi rapuh. Pertumbuhan ekonomi tahun 1997 tampaknya kurang menggembirakan bahkan boleh dikatakan buram. Badai krisis moneter yang melanda negara-negara kawasan Asia Tenggara, ternyata merembes juga ke Indonesia. Bahkan situasi ini belum juga pulih hingga ujung tahun 1997. Nilai kurs rupiah terhadap dollar US yang terus merosot sejak bulan Juli 1997, telah menyebabkan goncangan yang cukup serius terhadap fundamental perekonomian nasional, yang selama ini dianggap kokoh. Pada periode 1999-2005, perkembangan ekonomi Indonesia mulai membaik, karena banyak faktor positif yang mulai berpengaruh. Faktor-faktor tersebut meliputi : perkembangan ekonomi internasional yang cukup baik, perkembangan sosial politik dalam negeri, terutama pada periode Presiden Megawati, yang cukup kondusif serta situasi moneter yang cukup stabil. Membaiknya perekonomian Indonesia sejak 1999 tidak terlepas dari kebijakan umum Pemerintah dan juga kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut dilakukan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 74 melalui OPT, intervensi Rupiah di pasar uang dan sterilisasi di pasar valuta asing. BI juga mengatur pemantauan dan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukan oleh bank dan LKBB. Ketetapan tersebut berlaku mulai 28 April 2000 bagi bank dan LKBB serta 28 Maret 2002 bagi perusahaan bukan lembaga keuangan. 4.1.3. Perkembangan PDB Indonesia Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan keinginan dari setiap Negara yang sedang berkembang, ini dibutuhkan demi kelangsungan pembangunan ekonomi di negara tersebut. Pertumbuhan jumlah penduduk yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga meningkat, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Dari tahun 1987-1997, PDB nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati angka 7 % dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai Negara dengan pasar yang berkembang.Akan tetapi, Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 sebesar -0,13 %. Dan sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mulai mengalami peningkatan tiap tahun. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 75 Tabel 4.1 Perkembangan PDB di Indonesia Tahun PDB (Milyar) 1986 742.461 1987 779.032 1988 824.064 1989 885.519 1990 949.641 1991 1.018.062 1992 1.081.248 1993 1.151.490 1994 1.238.312 1995 1.340.101 1996 1.444.873 1997 1.512.780 1998 1.314.202 1999 1.324.599 2000 1.389.770 2001 1.442.984 2002 1.540.380 2003 1.572.159 2004 1.656.825 2005 1.749.546 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007 PDB Indonesia atas dasar harga konstan pada tahun 1998 tercatat sekitar Rp.1.314.202 milyar, tahun 1999 Rp. 1.324.599 milyar, tahun 2000 Rp.1.389.770 milyar, tahun 2002 nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan telah mencapai Rp.1.504.380 milyar. Selanjutnya tahun 2003 PDB Indonesia meningkat sebesar 4,31 % dibandingkan tahun 2002. Pada tahun 2005 nilai PDB atas dasar harga konstan mencapai Rp.1.749.546 milyar dengan kenaikan pertumbuhan mencapai 5,29 % dibanding tahun 2004. Hal ini menunjukkan secara perlahan namun pasti, Indonesia berusaha memperbaiki kondisi perekonomian. Dengan meningkatnya PDB maka A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 76 diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dapat memiliki pembangunan ekonomi yang sehat. 4.1.4. Perkembangan Suku Bunga SBI SBI merupakan salah satu instrument moneter Bank Indonesia dalam operasi pasar terbuka. Tujuan diterbitkannya SBI adalah untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat karena SBI dapat dijual kepada masyarakat ataupun pihak bank yang mempunyai kelebihan dana. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku bunga kredit juga akan naik sehingga mengurangi minat masyarakat untuk mengambil kredit kepada Bank. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 77 Tabel 4.2 Perkembangan Suku Bunga SBI Tahun Suku Bunga SBI (dalam persen) 1986 15 1987 16,5 1988 15 1989 11,64 1990 17,87 1991 18,03 1992 13,98 1993 9,08 1994 11,59 1995 13,34 1996 12,26 1997 17,38 1998 37,84 1999 12,64 2000 14,31 2001 17,63 2002 13,12 2003 8,34 2004 7,29 2005 12,83 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007 Suku bunga SBI yang tertinggi terjadi pada tahun 1998, hal ini merupakan gambaran buruknya perekonomian yang terjadi pada tahun 1998. Sejak tahun 2002 tingkat suku bunga SBI cenderung mengalami penurunan. Hal ini merupakan suatu hal yang baik bagi perekonomian . A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 78 4.1.5. Perkembangan Investasi Pada tahun 1992-1993 pertumbuhan investasi positif sebesar 20 persen, pada 1993–1994 investasi semakin meningkat menjadi 61,81 persen. Sejak 1993–1994 sampai 1996-1997 pertumbuhan investasi tetap berlangsung positif, tetapi dengan tingkat yang semakin menurun; tahun 1997-1998 merupakan lower turning point, dimana pertumbuhan investasi Indonesia mengalami negatif sebesar -51,65 persen. Keadaan ini terjadi disebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia disertai dengan gejolak politik yang menyebabkan banyak investor mengalihkan investasinya ke luar negeri. Upaya pemerintah yang dilaksanakan untuk membangkitkan kepercayaan para investor untuk berinvestasi di Indonesia akhirnya terwujud pada 1999-2000 dimana pertumbuhan investasi di Indonesia kembali positif setelah dua tahun sebelumnya negatif namun bila ditelaah lebih lanjut, pertumbuhan positif ini lebih didukung oleh PMDN, sementara PMA terus menurun. Pada tahun 2000-2001, pertumbuhan investasi Indonesia kembali negatif, yang diperkirakan yang dimungkinkan oleh kasus WTC di USA, yang kembali mengguncang perekonomian Indonesia. Pada tahun 2001-2002 pertumbuhan investasi Indonesia belum pulih, dan kembali mengalami negatif yang terbesar sejak orde baru, yaitu menjadi negatif 52,49 % keadaan ini mungkin terimbas oleh peledakan bom yang terjadi di Bali, yang A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 79 membawa citra buruk bagi iklim investasi, sehingga menyebabkan para investor kembali ke luar negeri. Tabel 4.3 Perkembangan Investasi Tahun Investasi (dalam miliar rupiah) 1986 5771 1987 12669 1988 22583 1989 28066 1990 76511 1991 58571 1992 50663 1993 56629 1994 105482 1995 161976 1996 172041 1997 277194 1998 169629 1999 130873 2000 240216 2001 215170 2002 112374 2003 160283 2004 132224 2005 184071 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,2007 4.1.6. Perkembangan Kredit Pada periode 1990 hingga 1996 merupakan periode booming disektor keuangan. Pada tahun 1990-1994, rasio kredit terhadap GDP tumbuh cukup tinggi yaitu mencapai 35,50 %. Peningkatan kredit disebabkan oleh meningkatnya dana masyarakat yang disimpan disektor perbankan. Peningkatan dana masyarakat (dana A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 80 pihak ketiga) menyebabkan perbankan leluasa menyalurkan kredit. Bahkan penyaluran kredit ini telah melebihi kapasitas yang dimiliki sektor perbankan, terlihat dari kurangnya kepatuhan bank terhadap Legal lending limit dan atau LDR (loan to deposit ratio). Peningkatan aktivitas sektor perbankan dari sisi kredit dapat dilihat dari meningkatnya pembiayaan proyek real estate dan properti. Pasca krisis moneter, sektor perbankan mengalami permasalahan disintermediasi yang diantaranya disebabkan oleh trauma kredit macet yang sempat membuat sektor perbankan harus masuk dalam daftar program restrukturisasi pemerintah. Peningkatan dana pihak ketiga perbankan yang cukup besar pasca pemulihan perbankan belum berani disalurkan pihak perbankan ke sektor riil. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 81 Tabel 4.4 Perkembangan Kredit Tahun Kredit (dalam miliar rupiah) 1986 21576 1987 27085 1988 34135 1989 42200 1990 44600 1991 74700 1992 116600 1993 125900 1994 154900 1995 194700 1996 242400 1997 306100 1998 476800 1999 366500 2000 320500 2001 358600 2002 410300 2003 477200 2004 595100 2005 625200 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007 4.2. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi Uji akar unit dilakukan dengan menggunakan pendekatan Augmented Dickey- Fuller (ADF). Pengujian pertama dilakukan pada tingkat level I (0) jika tidak stasioner pada tingkat level, dilanjutkan pada tingkat first difference I (1). Berikut hasil uji akar-akar unit variabel-variabel dalam penelitian ini : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 82 Tabel 4.5 Hasil Uji Akar-Akar Unit dan Derajat Integrasi Level 1st difference Variabel ADF Critical Value Variabel ADF Critical Value PDB -0.498236 -3.029970 DPDB -3.366074* -3.029970 SBI -3.580618 -3.029970 DSBI -5.804208** -3.857386 INV -3.707945 -3.029970 DINV -4.175114** -3.857386 LOAN 0.366796 -3.029970 DLOAN -3.932567** -3.857386 Sumber : Lampiran 3 Ket : * : signifikan pada α = 5 % ** : signifikan pada α = 1 % Dari hasil estimasi uji akar-akar unit dan derajat integrasi, dengan memperhatikan nilai statistik ADF dapat diketahui bahwa variabel PDB, SBI, INV, dan LOAN adalah stasioner pada derajat turunan pertama I (1) dengan derajat kepercayaan lima persen ( α = 5 %). Hal ini berarti bahwa data yang digunakan pada penelitian ini sudah layak untuk digunakan pada derajat kepercayaan sembilan puluh lima persen, sehingga tidak diperlukan pemrosesan lebih lanjut atas data untuk memperoleh hasil stasioner ataupun tidak diperlukan penggantian dari data yang digunakan. 4.3. Hasil Uji Kointegrasi Untuk melihat bagaimana hubungan variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang, metode alternatif yang dapat digunakan untuk pengujian kointegrasi adalah pengujian Engle Granger (EG). Metode ini merupakan uji kointegrasi yang melihat residual dari hasil regresi apakah stasioner atau tidak stasioner, yaitu dengan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 83 membandingkan nilai statistik ADF terhadap nilai kritis ADF. Apabila nilai ADF statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis ADF maka residual persamaan kointegrasi adalah stasioner. Hasil uji kointegrasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi 1st difference Variabel ADF Critical Value DRESIDKOINT -4.696011** -3.886751 Sumber : Lampiran 11 Prob. 0.0020 Ket : ** : signifikan pada α = 1 % Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dengan membandingkan nilai statistik ADF terhadap nilai kritis ADF, maka residual persamaan kointegrasi adalah stasioner pada tingkat I (1) hal ini dapat dilihat dari nilai ADF stat (4,69) > ADF tab (3,88) yang berarti kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (hubungan kointegrasi). 4.4. Hasil Estimasi Untuk mengetahui pengaruh suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dilakukan estimasi dengan metode Ordinary Least Square. Dari hasil estimasi tersebut diperoleh persamaan regresi seperti pada tabel 4.7 berikut ini : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 84 Tabel 4.7 Hasil Estimasi Ordinary Least Square Variabel Koefisien t-statistik 11.11806 81.15565 C -0.006010 -3.669857 Suku Bunga SBI (X1) 0.209339 16.29358** KREDIT (X2) 0.044185 2.503162* INVESTASI (X3) 0.975830 R-squared 0.971299 Adjusted R-squared 215.3299 F-statistic 1.246095 D-W stat Sumber : Lampiran 2 Prob. 0.0000 0.0021 0.0000 0.0235 Keterangan : ** : signifikan pada α = 1 % * : signifikan pada α = 5 % Berdasarkan tabel 4.7. di atas, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9758 yang berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan regresi, mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) sebesar 97,58 persen selama kurun waktu yang diteliti, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Bila dianalisis secara simultan (serentak) dari masing-masing variabel bebasnya, maka pengaruhnya terhadap variabel pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang diproxi dengan produk domestik bruto memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada α = 5 %.. Hal ini dapat dilihat dari nilai F-statistik (215,3299) lebih besar dari F-tabel (3,24) dan apabila dianalisis secara parsial dari masing-masing variabel bebasnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebasnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan yang berbeda. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 85 Berdasarkan hasil estimasi di atas, variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh yang negatif sebesar 0,0060 dengan nilai t statistik sebesar-3,669. Ini berarti variabel suku bunga SBI secara statistik memiliki pengaruh yang negatif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila suku bunga SBI mengalami kenaikan sebanyak 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,0060 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. Hasil estimasi untuk variabel kredit memiliki pengaruh yang positif sebesar 0,2093 dengan nilai t statistik sebesar16,293. Ini berarti variabel kredit secara statistik memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila kredit mengalami kenaikan sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,2093 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. Sedangkan hasil estimasi untuk variabel investasi memiliki pengaruh yang positif sebesar 0,0441 dengan nilai t statistik sebesar 2,503. Ini berarti variabel investasi secara statistik memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 86 tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila investasi mengalami kenaikan sebanyak 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,0441 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. 4.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 4.5.1. Multikolinieritas Pengujian masalah multikolinieritas dilakukan dengan uji Korelasi Parsial (Partial Correlations Examinations), yaitu dengan membandingkan nilai R2y,x dengan nilai R2x,x dengan kriteria keputusan sebagai berikut : 1. Jika nilai R2y,x < R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, diterima. 2. Jika nilai R2y,x > R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, ditolak. Dari hasil estimasi model regresi, diperoleh nilai R2 sebesar 0,9758 dan variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 87 Sedangkan hasil dari estimasi auxiliary seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 4.8 Hasil Estimasi Auxiliary Regresi Variabel Nilai R2 SBI = f (INV, KREDIT) 0.016821 Kredit = f (SBI, INV) 0.482925 Investasi = f (SBI, KREDIT) 0.487676 Sumber : Lampiran 12 Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 dari regresi auxiliary lebih kecil dari R2 regresi awal (0,9758), sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinieritas. 4.5.2. Autokorelasi Untuk mendeteksi ada tidaknya serial korelasi, dapat dilakukan uji B-G serial korelasi LM test. Uji ini lebih baik dibandingkan dengan Durbin Watson, karena lebih mudah diinterpretasikan dan dapat diterapkan untuk regresi yang menggunakan lag variabel. Berikut ini hasil estimasi dari B-G serial korelasi LM Test : Tabel 4.9 Hasil Estimasi B-G Serial Korelasi LM Test F-statistic Probability 0.168933 2.088973 Obs*R-squared 2.444820 Probability 0.117913 Sumber : Lampiran 13 Berdasarkan hasil uji di atas, menunjukkan bahwa besarnya nilai X2 hitung (Obs*R-squaredstat) = 2,44 < X2tabel = 7,81. Dengan demikian Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi diterima. Artinya dalam model yang diestimasi tersebut tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) antar faktor penggangu (error term). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 88 4.5.3. Uji Normalitas (Jarque-Bera Test) Uji ini dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan yang dapat diketahui melalui uji JB test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan Chi-square probability distribution. Berikut ini hasil estimasi yang dilakukan dengan uji JB test seperti pada tabel 4.10 di bawah ini : Tabel 4.10 Hasil Estimasi JB Test 7 Series: Residuals Sample 1986 2005 Observations 20 6 5 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 4 3 2 1 0 -200000 Jarque-Bera Probability -100000 0 100000 2.82E-10 -11628.04 221917.5 -155118.1 97495.82 0.499525 2.965697 0.832732 0.659439 200000 Berdasarkan hasil estimasi uji JB test diatas, diperoleh besarnya nilai JarqueBera normality test sebesar 0,833 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 7,81, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB test lebih kecil dari nilai X2 tabel (JB test hitung (0,833) < X2 tabel (7,81)), ini berarti model empiris yang digunakan dalam model tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Hasil estimasi terhadap PDB diketahui secara keseluruhan variabel bebas yang terdiri dari Suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi memiliki nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,9758 yang mengandung arti ketiga variabel di atas mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 97,58 % selama periode 1986 sampai dengan 2005. 2. Variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif sebagaimana yang akan diperkirakan, namun cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %. 3. Variabel kredit memiliki pengaruh positif sebagaimana yang akan diperkirakan, namun cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %. 4. Variabel investasi juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 %. 5. Berdasarkan tabel 4.7, nilai R2 lebih besar dari R2 dengan regresi partial. Atas dasar ketentuan rule of thumb, maka model ini terbebas dari multikolinieritas. 89 A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 90 6. Dengan uji LM test, ternyata X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, dengan demikian model yang diestimasi tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) diantara faktor error. 5.2. Saran Dari hasil studi empiris yang dilakukan mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka dibuat beberapa saran sebagai berikut : 1. Pemerintah diharapkan untuk melaksanakan kebijaksanaan moneter yang tepat dan fleksibel yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan. 2. Hendaknya Pihak Perbankan dapat merespon penurunan SBI dengan melalui penurunan suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3. Bank Sentral sebaiknya memilih kebijaksanaan yang baik dalam menetapkan tingkat bunga atau jumlah cadangan minimum dari bank-bank komersil. 4. Disarankan kepada Bank Indonesia untuk menerapkan jalur kredit (credit channel) sebagai mekanisme transmisi moneter. Jalur kredit dapat menyerap likuiditas lebih cepat sehingga lebih efektif mempengaruhi perekonomian. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA A. Mahendra ABSTRACT : High economic growth is all government target. All government want to reach this goal because economic growth can describe the society condition and can show us about welfare index in a country or region. To reach this is needed by monetary policy. There is three special instrument of monetary policy which used by government to arrange the amount of money supply: open market operation with sale of SBI, ratio requirement reserve, and loan. The data for this study were collected through documentation study. The data obtained were analyzed through multiple linear regression analysis method. The hypothesis was simultaneously or partially tested by using Eviews 4.1. The result of study shows that interest rate, loan and investment have a significant influence on the economic growth and loan is the variable which significantly has a dominant influence on the economic growth. With the value of determination coefficient (R Square) 97,58%, it means that the independent variable of interest rate, loan, and investment can explain economic growth as dependent variable for 97,58% while the remaining 2,42% is explained by the other independent variables which are not included in this study model. (Key words : economic growth, interest rate, loan, investment) Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara. Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha. Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”. Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah diperlukan kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.Apabila jumlah uang beredar meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar berkurang, maka pertumbuhan ekonomi akan turun. Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah yaitu : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate), giro wajib minimum (reserve requirement ratio), pengaturan kredit dan pembiayaan Di luar empat instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion). Tinjauan Pustaka Arestis dan Sawyer (2002), melihat bagaimana tingkat bunga sebagai instrumen utama kebijakan moneter mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode OLS dengan menggunakan A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. data tahun 2001-2005, dengan studi kasus di Angeloni salah satu wilayah dalam Zona Euro. Pertumbuhan ekonomi disini diukur dengan PDB. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap PDB. Penurunan 1 persen tingkat bunga akan menurunkan 0,2 hingga 0,35 persen PDB. Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan moneter dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS dengan menggunakan data tahun 1961-1982 dan 1961-2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi persamaan output gap dimana tingkat pembiayaan bank dalam bentuk kredit menjadi instrumen kebijakan moneter. Yang kedua mengestimasi Congressional Budget Office (CbO) terhadap output gap, dan yang ketiga mengestimasi pengaruh tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank dalam bentuk kredit terhadap output dalam kurun waktu 1961-1982. Didik J.Rachbini (2003), menyimpulkan bahwa stabilitas ekonomi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. Evaluasi dan koordinasi penyempurnaan peraturan perbankan seperti manajemen risiko secara konsolidasi, dan giro wajib minimum (GWM) dapat meningkatkan kapasitas bank untuk menyalurkan kredit kepada dunia usaha yang pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Purbaya Yudhi Sadewa (2005), dalam suatu penelitian pada data periode 2000-2005 menunjukkan naik turunnya suku bunga SBI mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hanya saja pengaruhnya akan lebih signifikan jika suku bunga SBI berada dibawah 10 persen yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) dan pendekatan kointegrasi. Digunakannya metode kointegrasi ini adalah untuk melihat hubungan dan perubahan struktur jangka panjang antara variabel-variabel regresi. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia pada kurun waktu tahun 1986-2005. Definisi Operasional Variabel 1. Pertumbuhan ekonomi di proxy dengan Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan yang dihitung (dalam satuan miliar rupiah). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 2. Suku bunga SBI adalah surat berharga yang diterbitkan oleh BI (dalam satuan persen). 3. Investasi adalah pengeluaran sejumlah dana yang dilakukan oleh investor atau pengusaha yang berguna untuk membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan hasil/profit pada masa yang akan datang yang dihitung (dalam satuan miliar rupiah). 4. Kredit yang disalurkan (LOAN) adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam bentuk rupiah dan valas pertahun (dalam satuan miliar rupiah). Model estimasi dapat ditulis, sebagai berikut : Y = f (X1, X2,X3)……………………………… …………………………............1 Dengan spesifikasi model sebagai berikut : Y = α + β 1X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + μ Dimana : Y : PDB (dalam rupiah) α : Intercept : Koefisien β 1, β 2, β 3 regresi X1 : Suku Bunga SBI (dalam persen) X2 : Kredit (dalam rupiah) X3 : Investasi (dalam rupiah) : Term of Error μ Model Analisis Data Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model keseimbangan IS-LM. Model keseimbangan IS-LM dapat kita lihat pada persamaan berikut, yaitu = Pengujian Hipotesis a − be + d + G n k M−f k Y= − x( Y − ( x )) (1 − b + bt ) (1 − b + bt ) h k Uji Kesesuaian h Koefisien determinasi dilakukan Dari persamaan tersebut dapat untuk melihat seberapa besar variabeldilihat koordinasi antara kebijakan variabel independen secara bersama moneter dan fiskal, dimana mampu memberi penjelasan mengenai pertumbuhan ekonomi adalah fungsi variabel dependent. dari kebijakan moneter (M) dan kebijakan fiskal (G). Secara singkat a. Uji t-statistik dapat ditulis : Uji t merupakan suatu pengujian Y = f (M,G) yang bertujuan untuk mengetahui Untuk Variabel M dapat apakah masing-masing koefisien disubstitusi dengan kredit regresi signifikan atau tidak terhadap (Loan),tingkat suku bunga, dan dependent variabel. investasi hal ini berdasarkan pada teori Dengan menganggap variabel Balance Sheet Channel dimana uang independen lainnya konstan. Dalam uji dapat diproxi dengan kredit atau ini digunakan hipotesis sebagai berikut tingkat suku bunga. : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. Ho : bi = b Ha : bi ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus : (bi − b) t − hitung = Sbi Dimana : bi : koefisien variabel independen ke-i b : Nilai hipotesis nol Sbi : simpangan baku dari variabel independen ke-i b. Uji F-statistik Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : Ho : bi = b2 =………bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh) untuk i =1…..k Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus : F − hitung = R 2 /(k − 1) (1 − R 2 ) /(n − k ) Dimana : R2 : koefisien determinasi k : jumlah variabel independen n : jumlah sampel Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95 % sebagai berikut : Ho diterima jika F-hitung < Fα Ho ditolak jika F-hitung > Fα Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah dilakukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu maka perlu melakukan Uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari : 1. Uji Multikolinieritas Interpretasi persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variable-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu pendeteksian multikolinieritas dengan besaranbesaran regresi yang didapat, yakni : a. Variabel besar (dari taksiran OLS) b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar). A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. c. d. e. Uji t (t rasio) tidak signifikan, suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standard error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi (a1 – a4) tidak signifikan. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari Uji t. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyelesaikan interprestasi. 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam dengan disturbansi atau μ1 penggunaan rotasi E ( μ 1, μ j) = 0 ; I ≠ J. Secara sederhana model klasik mengasumsikan unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi unsur distribusi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Oleh karena model regresi mempunyai nilai kelambanan (lag) dari variabel terikat, maka untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini, akan dilakukan dengan uji lagrange multiplier test (LM test) dengan membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dengan kriteria penilaian sebagai berikut : a. Jika nilai X2hitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak. b. Jika nilai X2hitung < nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. 3. Uji Normalitas Asumsi model linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu μ 1 mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan 0, tidak berkorelasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini, OLS estimation akan mempunyai sifat-sifat statistik yang diinginkan, seperti unbias dan varian yang minimum. Untuk dapat mengetahui normalnya μ 1 dilakukan dengan J-B test (Jarque – Bera test). Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi-square probability distribution, yaitu dengan membandingkan nilai JB hitung = X2 hitung dengan nilai X2 tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut : a. Jika JBhitung > nilai X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual μ 1 adalah berdistribusi normal ditolak. b. Jika JBhitung < nilai X2tabel, maka hipotesis residual μ 1 A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. berdistribusi dapat ditolak. normal tidak Hasil Estimasi Untuk mengetahui pengaruh suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dilakukan estimasi dengan metode Ordinary Least Square. Dari hasil estimasi tersebut diperoleh persamaan regresi seperti pada tabel 4.7 berikut ini : Tabel 1. Hasil Estimasi Ordinary Least Square Variabel Koefisien t-statistik C 11.11806 81.15565 Suku Bunga SBI (X1) -0.006010 -3.669857 KREDIT (X2) 0.209339 16.29358** INVESTASI (X3) 0.044185 2.503162* R-squared 0.975830 Adjusted R-squared 0.971299 F-statistic 215.3299 D-W stat 1.246095 Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (data diolah) Prob. 0.0000 0.0021 0.0000 0.0235 Keterangan : ** : signifikan pada α = 1 % * : signifikan pada α = 5 % Berdasarkan tabel 1. di atas, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9758 yang berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan regresi, mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia (PDB) sebesar 97,58 persen selama kurun waktu yang diteliti, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Bila dianalisis secara simultan (serentak) dari masing-masing variabel bebasnya, maka pengaruhnya terhadap variabel pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang diproxi dengan produk domestik bruto memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada α = 5 %.. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fstatistik (215,3299) lebih besar dari Ftabel (3,24) dan apabila dianalisis secara parsial dari masing-masing variabel bebasnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel bebasnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan yang berbeda. Berdasarkan hasil estimasi di atas, variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh yang negatif sebesar 0,0060 dengan nilai t statistik A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. sebesar-3,669. Ini berarti variabel suku bunga SBI secara statistik memiliki pengaruh yang negatif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila suku bunga SBI mengalami kenaikan sebanyak 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,0060 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. Hasil estimasi untuk variabel kredit memiliki pengaruh yang positif sebesar 0,2093 dengan nilai t statistik sebesar16,293. Ini berarti variabel kredit secara statistik memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila kredit mengalami kenaikan sebesar 1 miliar rupiah, ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,2093 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. Sedangkan hasil estimasi untuk variabel investasi memiliki pengaruh yang positif sebesar 0,0441 dengan nilai t statistik sebesar 2,503. Ini berarti variabel investasi secara statistik memiliki pengaruh yang positif dan cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil studi ini memberi arti apabila investasi mengalami kenaikan sebanyak 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 0,0441 miliar rupiah. Hasil studi ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ceteris paribus. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Multikolinieritas Pengujian masalah multikolinieritas dilakukan dengan uji Korelasi Parsial (Partial Correlations Examinations), yaitu dengan 2 membandingkan nilai R y,x dengan nilai R2x,x dengan kriteria keputusan sebagai berikut : 1. Jika nilai R2y,x < R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, diterima. 2. Jika nilai R2y,x > R2x,x maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikilinieritas dalam model empiris yang digunakan, ditolak. Dari hasil estimasi model regresi, diperoleh nilai R2 sebesar 0,9758 dan variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. Sedangkan hasil dari estimasi auxiliary seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Hasil Estimasi Auxiliary Regresi Variabel Nilai R2 SBI = f (INV, KREDIT) 0.016821 Kredit = f (SBI, INV) 0.482925 Investasi = f (SBI, KREDIT) 0.487676 Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (data diolah) Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 dari regresi auxiliary lebih kecil dari R2 regresi awal (0,9758), sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinieritas. Autokorelasi Untuk mendeteksi ada tidaknya serial korelasi, dapat dilakukan uji B-G serial korelasi LM test. Uji ini lebih baik dibandingkan dengan Durbin Watson, karena lebih mudah diinterpretasikan dan dapat diterapkan untuk regresi yang menggunakan lag variabel. Berikut ini hasil estimasi dari B-G serial korelasi LM Test : Tabel 3. Hasil Estimasi B-G Serial Korelasi LM Test F-statistic Probability 0.168933 2.088973 Obs*R-squared 2.444820 Probability 0.117913 Sumber : Hasil Penelitian,2008 (data diolah) Berdasarkan hasil uji di atas, menunjukkan bahwa besarnya nilai X2 hitung (Obs*R-squaredstat) = 2,44 < X2tabel = 7,81. Dengan demikian Hipotesa nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi diterima. Artinya dalam model yang diestimasi tersebut tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) antar faktor penggangu (error term). Uji Normalitas (Jarque-Bera Test) Uji ini dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan yang dapat diketahui melalui uji JB test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan Chi-square probability distribution. Berikut ini hasil estimasi yang dilakukan dengan uji JB test seperti pada tabel 4.10 di bawah ini : A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. Tabel 4. Hasil Estimasi JB Test 7 Series: Residuals Sample 1986 2005 Observations 20 6 5 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 4 3 2 1 0 -200000 Jarque-Bera Probability -100000 0 100000 Berdasarkan hasil estimasi uji JB test diatas, diperoleh besarnya nilai JarqueBera normality test sebesar 0,833 dan bila dibandingkan dengan nilai X2 tabel = 7,81, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB test lebih kecil dari Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Hasil estimasi terhadap PDB diketahui secara keseluruhan variabel bebas yang terdiri dari Suku bunga SBI, Kredit, dan Investasi memiliki nilai koefisien 2.82E-10 -11628.04 221917.5 -155118.1 97495.82 0.499525 2.965697 0.832732 0.659439 200000 nilai X2 tabel (JB test hitung (0,833) < X2 tabel (7,81)), ini berarti model empiris yang digunakan dalam model tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal. determinasi R2 sebesar 0,9758 yang mengandung arti ketiga variabel di atas mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 97,58 % selama periode 1986 sampai dengan 2005. 2. Variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif sebagaimana yang akan diperkirakan, namun A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. 3. 4. 5. 6. cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %. Variabel kredit memiliki pengaruh positif sebagaimana yang akan diperkirakan, namun cukup signifikan dengan tingkat kepercayaan 95 %. Variabel investasi juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan tabel 4.7, nilai R2 lebih besar dari R2 dengan regresi partial. Atas dasar ketentuan rule of thumb, maka model ini terbebas dari multikolinieritas. Dengan uji LM test, ternyata X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, dengan demikian model yang diestimasi tidak mengandung korelasi serial (autokorelasi) diantara faktor error. Saran Dari hasil studi empiris yang dilakukan mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka dibuat beberapa saran sebagai berikut : 1. Pemerintah diharapkan untuk melaksanakan kebijaksanaan moneter yang tepat dan fleksibel yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan. 2. Hendaknya Pihak Perbankan dapat merespon penurunan SBI dengan melalui penurunan suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. 3. Bank Sentral sebaiknya memilih kebijaksanaan yang baik dalam menetapkan tingkat bunga atau jumlah cadangan minimum dari bank-bank komersil. 4. Disarankan kepada Bank Indonesia untuk menerapkan jalur kredit (credit channel) sebagai mekanisme transmisi moneter. Jalur kredit dapat menyerap likuiditas lebih cepat sehingga lebih efektif mempengaruhi perekonomian. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008. DAFTAR PUSTAKA Deliarnov.1995. Pengantar Ekonomi Makro, UI Press, Jakarta. Gujarati, Damodar.1999. Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta. Mandala, Manurung dan Prathama, Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Marsuki.2005. Analisis Sektor Perbankan, Moneter, Dan Keuangan Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta. Nasution, Mulia.1998. Ekonomi Moneter Uang Dan Bank, Djambatan, Jakarta. Nopirin.1992. Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Sinungan, Huchdarsyah.1984. Kebijaksanaan Moneter, Bina Aksara, Jakarta. Sirojuzilam.2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional, ISEI, Bandung. Sjahrir.1995. Persoalan Ekonomi Indonesia Moneter, Sinar Harapan, Jakarta. Sugiyono.1999. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Tarigan, Robinson.2003. Ekonomi Regional Teori, Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi, Erlangga, Jakarta. Waluya, Harry.1993. Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Solo. Wijaya, Faried.2000. Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta. A. Mahendra: Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia USU e-Repository © 2008.