K ALO MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 | ISSN: 1979-0635 BERANDA EVENT LAORAN UTAMA Penyerahan Sertifikat Calon Kepala Sekolah Kota Kendari Dua Event Saat Upacara Bendera HUT RI ke-70 Sultra Siap UKG 2015 Baca di Halaman 4 Baca di Halaman 14 Baca di Halaman 21 KALO MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 ISSN : 1979 -0635 SUSUNAN REDAKSI: PENANGGUNG JAWAB: KEPALA LPMP PROV. SULTRA PENGARAH: KASUBAG. UMUM KASI. FPMP KASI. PEMETAAN MUTU DAN SUPERVISI KASI SISTEM INFORMASI HAL... 2 PEMIMPIN REDAKSI: IRWAN SYAFEI LANDOUW WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: LANG KULO MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEKRETARIS REDAKSI: IRENE IRAWATI ARSANTI GAUDENSIUS DADU BERIBE PENYUNTING / EDITOR: RIYA LAODE MAKRUF TONDA, M.PD Dr. RIDWAN ADI SURYA, M.Si DESIGNER / SETTING LAYOUT: SURIP WIDODO MAGISRAHAYU ANGGOTA REDAKSI: SRI RIANTI AM. RAYS SOESIANA ARIANI KARTINI INCE AMRIANI SULTANIAH AZIR RIKA ERNITA MEKUO KEUANGAN: MUKHSADAT DAHLAN ADMINISTRASI & DISTRIBUSI: SYAMSUL BAHRI DOKUMENTASI: MUH. SYAFRI RUMPA ALAMAT REDAKSI: GEDUNG ICT LPMP PROV. SULTRA Jl. DI. PANJAITAN NO. 83 KEL. WUNDUDOPI, KEC. BARUGA KENDARI, SULAWESI TENGGARA 93116 TELP. 0401 - 3191831 e-mail: [email protected] [email protected] website:http://www.lpmpsultra.net CP : 085241882853 - 082348217689 Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 DAFTAR ISI Penyerahan Sertifikat Calon Kepala Sekolah Kota Kendari ............................................................ 4 SINKRONISASI DAN KOORDINASI PROGRAM LPMP PROV. SULTRA DENGAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA SE-SULTRA........ 6 Konsolidasi Sertifikasi Guru Melalui PPGJ Tahun 2015......................................... 7 PELATIHAN INSTRUKTUR NASIONAL KURIKULUM 2013 SASARAN GURU SD, SMP, SMA / SMK DI MAKASSAR ...................................... 8 KONSEP, KOTEKA, DAN KOIN MODAL UTAMA SUPERVISOR YANG MENARIK DAN MENGINSPIRASI .................................................... 10 Peranan LPMP dalam Rangka Penjaminan Mutu Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara.................. 13 Dua Event Saat Upacara Bendera HUT RI ke-70 ....... 14 REVITALISASI PENGEMBANGAN KARAKTER PENDIDIK MELALUI PENDEKATAN SPRITUAL LEADERSHIP ........................................................... 16 Sultra Siap UKG 2015 .............................................. 21 POPULASI DAN SAMPEL, SEKARUNG DAN SEGENGGAM............................................................. 22 Penilaian Kinerja dalam Perspektif Manajemen Lembaga ............................................... 23 LPMP dan Keterbukaan Informasi Publik.................... 20 Penelitian Tindakan Sekolah ...................................... 21 Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Anak-Anak .... 26 STUDY KEMAMPUAN GURU DALAM MENDESAIN PENILAIAN BERBASIS KELAS .............. 28 LPMP Sultra Gelar Pertandingan Bulutangkis............. 33 RAJA JALANAN ...................................................... 34 Upaya Alternatif Kepala Madrasah Tsanawiyah ...................................... 36 Dokumentasi Seputar Kegiatan LPMP Sultra ............. 40 DARI REDAKSI HAL... 3 Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera bagi kita semua … Seraya dengan penuh berharap dan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan segala kemampuan dan kekuatan pada kami, hingga kami dapat menyelesaikan tugas-tugas rutin yang dilaksanakan oleh Seksi Sistem ­Informasi, tugas rutin tersebut diantaranya menerbitkan Majalah KALO. Majalah ini memuat berbagai macam informasi tentang program-program yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara selama Tahun Anggaran 2015 dan tidak menutup kemungkinan redaksi menerima tulisan dari stakeholder lingkup Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Syukur Alhamdullilah dengan berjalannya waktu kurang lebih satu dekade telah dilalui Majalah Kalo seluruh Tim Re­ daksi berupaya menyajikan berbagai macam berita tersebut dalam bentuk berita informatif seputar kegiatan yang telah dilaksanakan dan informasi pendidikan lainnya yang bermanfaat bagi pembaca. Dengan semangat kebersamaan, kami terus maju pantang mundur berupaya untuk selalu berubah dan bekerja keras dalam mencapai sesuatu yang lebih baik lagi. Semoga topik-topik yang kami sajikan menambah wawasan informasi dan edukatif bagi Pendidik dan Tenaga Kependidi­ kan. Saran, kritik dan masukkan yang membangun senantiasa kami nantikan untuk meningkatkan kualitas majalah pada penerbitan selanjutnya. Salam Redaksi Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENGANTAR REDAKSI LAPORAN UTAMA HAL... 4 Kepala LPMP secara simbolis menyerahkan sertifikat PPCKS kepada Bapak Walikota Kendari. MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Penyerahan Sertifikat Calon Kepala Sekolah Kota Kendari P rofessional Development for Education Personnel (ProDEP) adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Badan Peningkatan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan (BPSDMPK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Pemerintah Australia. dimana bertujuan untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan bagi pengawas dan kepala sekolah serta calon kepala sekolah untuk jenjang Sekolah Dasar/Madrasyah Ibtidayah dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasyah Tsanawiyah. Salah satu program kerjasama tersebut adalah Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS) yang bertujuan untuk mempersiapkan seorang guru yang akan menjadi Kepala Seko- Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 lah. Persiapan ini meliputi beberapa aspek, diantaranya aspek akademik. Program PPCKS LPMP Prov. Sultra meliputi tiga kabupaten/kota yang mendapat program tersebut, yakni Kota Kendari, Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Wakatobi. Kegiatan PPCKS terdiri dari 2 tahapan yaitu diawali seleksi akademik dan bila memenuhi syarat dilanjutkan dengan mengikuti diklat calon kepala sekolah. Dengan sistem In-On-In. Ke- LAPORAN UTAMA Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 5 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA giatan tersebut dimulai bulan September 2014 dan berakhir di bulan Desember 2014. Diakhir diklat dilakukan evaluasi kepada peserta apakah layak atau tidak sebagai calon kepala sekolah. Setelah melewati berbagai diklat dan penilaian, akhirnya 24 peserta PPCKS dari Kota Kendari dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan sertifikat sebagai Calon Kepala Sekolah. Sertifikat ini memberi jaminan bahwa yang bersangkutan layak menjadis seorang Kepala Sekolah. Penyerahan sertifikat ini bersamaan dengan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS) yang dilakukan pada hari Jumad tanggal 30 Januari 2014 di aula bertaqwa Kantor Walikota Kendari yang dihadiri langsung oleh Kepala LPMP Prov. Sulawesi Tenggara, Walikota Kendari, Sekretaris Daerah Kota Kendari, dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Kendari. “Secara akademik, LPMP telah melaksanakan tugas dengan baik yakni telah melakukan diklat calon kepala sekolah dan alhamdulilah, dari 24 peserta yang berasal dari Kota Kendari dinyatakan lulus. Sekarang cakep itu kembalikan ke pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan di daerah khususnya di lingkup Kota Kendari. Kami berharap agar dalam pengangkatan kepala sekolah dapat merujuk kepada hasil yang ada sehingga mereka yang diangkat atau diberi amanah sebagai kepala sekolah telah memiliki ilmu dalam memimpin atau memanage sekolah tersebut. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Walikota Kendari yang barubaru ini telah melantik sejumlah kepala sekolah, diantaranya ada tiga kepala sekolah yang telah kami diklat tersebut telah diangkat menjadi kepala sekolah. Semoga ilmu yang telah mereka dapat dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu sekolah”, demikian sambutan Prof. Dr. H. Hanna, M.Pd selaku Kepala LPMP pada acara penyerahan sertifikat PPCKS, sedangkan Buton Utara dan Wakatobi akan diserahkan dalam waktu dekat. Pada acara tersebut juga Bapak Walikota Kendari, Dr. Ir. H. Asrun, M.Eng pada sambutannya mengatakan, “terimakasih kepada LPMP yang secara akademik telah menyediakan bapak/ibu guru yang hadir hari ini sebagai calon kepala sekolah. Jangan berkecil hati bila bapak/ibu belum menjadi kepala sekolah. Bersabarlah, karena jumlah guru yang sudah ikut diklat calon kepala sekolah saat ini telah lebih besar dibandingkan dengan jumlah sekolah kita yang ada di kota Kendari dan harapan Kepala LPMP akan menjadi prioritas utama dalam pengangkatan kepala sekolah. Yang jelasnya bapak/ibu sudah punya tiket. Untuk menjadi perhatian bapak/ ibu, setiap yang diajukan menjadi kepala sekolah, saya selalu bertanya apakah yang bersangkutan telah mengikuti diklat calon kepala sekolah dan dinyatakan lulus?”. Kalimat ini membuat decak kagum para guru yang hadir seraya bertepuk tangan seolah-olah mendapat secuil harapan. “yang jelasnya bapak/ibu tetap fokus dalam menjalankan tugasnya dengan baik dalam mendidik anak bangsa sehingga bisa menjadi insan yang mandiri, kompetitif dan memiliki pengetahuan yang tinggi dan akhlak yang baik”, tuturnya sekaligus menutup kegiatan tersebut. (Gaudensius) BERANDA SINKRONISASI DAN KOORDINASI PROGRAM HAL... LPMP PROV. SULTRA DENGAN DINAS PENDIDIKAN 6 PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA SE-SULTRA MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Mutu pendidikan suatu bangsa sangatlah penting dalam meningkatkan kepercayaan diri bangsa tersebut. Untuk meraih mutu tersebut tidaklah mudah serta cukup banyak melibatkan berbagai unsur yang terkait. LPMP Sultra sebagai perpanjangantangan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah di daerah memiliki tanggungjawab yang cukup berat dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tidak akan mungkin LPMP Sultra mampu bekerja untuk mencapai tujuan tersebut, tanpa bekerjasama dengan dinas pendidikan didaerah yang bertanggungjawab langsung tentang penyelenggaraan pendidikan daerah. Mengingat pentingnya hal tersebut, kepala LPMP Prov. Sultra Prof. Dr. H. Hanna, M.Pd, memandang perlu diawal tahun 2015 ini mencanangkan sebuah program yakni Sinkronisasi dan Koordinasi Program LPMP Prov. Sultra dan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang pada intinya adalah penyatuan persepsi dan kesamaan pemikiran antara para stakeholder dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten / Kota se-Provinsi Sultra dalam mengupayakan peningkatan mutu pendidikan Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 daerah Sultra termasuk menyikapi Permen tentang Pemberlakuan Kurikulum 2013 dan Perubahan Paradigma Ujian Nasional yang menyenangkan dan Ujian Nasional yang berbasis online. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 26 sampai dengan 28 Januari 2015 bertempat di Aula VIP LPMP Prov. Sultra yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov. Sultra, para kepala Dinas Pendidikan se-Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan dan para operator sertifikasi (AP2SG). Secara keseluruhan, jumlah peserta yang hadir sebanyak 54 orang. Pada acara pembukaan kegiatan tersebut, Prof. Hanna menegaskan bahwa ada tiga hal yang mendasar yang perlu disinkronkan untuk keutuhan pendidikan di Prov. Sultra, yakni: 1.Mengawal Permendikbud No. 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. 2. Implementasi Kurikulum 2013 tidak merata di seluruh Provinsi di Indonesia. Secara keseluruhan hanya sekitar 6 Provinsi yang tetap menerapkan Kurikulum 2013, sisanya ada sebagian Provinsi yang hanya meng- gunakan sekolah pilotting saja yang menggunakan Kurikulum 2013 dan sebagian besar Provinsi juga yang sama sekali tidak menggunakan Kurikulum 2013 (kembali ke Kurikulum KTSP). Dari hasil silahturahim Bapak Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah dengan sejumlah guru di Ambon, beliau berpesan bahwa Kurikulum 2013 tidak dihentikan, akan diimplementasikan tahun depan dimana implementasinya lewat KKG dan MGMP. 3. Persiapan Sertifikasi Guru tahun 2015 pola Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGJ) “Beberapa point yang tidak kalah pentingnya juga adalah mari kita tetap mengawal Kurikulum 2013, pelaksanaan Ujian Nasional Online SMK, dan memberikan pencerahan pada masyarakat terutama siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional bahwa Ujian Nasional bukanlah sesuatu yang menakutkan yang pada akhirnya membuat kebanyakan siswa menjadi stress yang berdampak pada ketidaksiapan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional”, demikian ujarnya. (Gaudensius-Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra) BERANDA Konsolidasi Sertifikasi Guru Melalui PPGJ Tahun 2015 fikasi Guru melalui PPGJ dan Pedoman Penetapan Peserta (Buku 1 edisi revisi) bahwa per tanggal 23 Januari 2015 Prov. Sultra masuk dalam urutan ke 20 dengan prosentase 38,71% yang sudah verifikasi berkas Sehingga menurut Hanna, “LPMP Prov. Sultra mengambil langkah untuk melaksanakan kegiatan Konsolidasi Informasi Pelatihan Kurikulum, Sertifikasi Guru, Penilaian Kinerja dan Penjaminan Mutu Pendidikan se Provinsi Sultra tahun 2015 yang dilaksanakan di 17 kab/kota se Prov. Sultra pada tanggal 12 s.d 14 Februari 2015 dengan tim teknis 2 orang per kab/kota yang terdiri dari unsur kepala seksi dan staf LPMP Prov. Sultra”. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan informasi antara LPMP Prov. Sultra dengan Dinas Pendidikan Kab/Kota se Provinsi Sultra terkait petunjuk teknis pedoman penetapan peserta sertifikasi guru melalui PPGJ yang meliputi alur PPGJ, sasaran PPGJ, persyaratan peserta, penetapan peserta, penetapan bidang studi, jadwal pelaksanaan PPGJ tahun 2015, verifikasi data calon peserta di AP2SG, dan verifikasi berkas, sehingga dapat diketahui penyebab terlambatnya dalam memverifikasi dan memvalidasi berkas calon peserta sertifikasi. Dengan harapan dari kegiatan konsolidasi ini dapat terciptanya kesamaan pemahaman serta kesepakatan antara LPMP Prov. Sultra dengan Dinas Pendidikan Kab/Kota se Prov. Sultra terkait dengan pedoman penetapan peserta sertifikasi guru melalui PPGJ meliputi alur PPGJ, sasaran, persyaratan peserta, penetapan peserta, penetapan bidang studi, jadwal pelaksanaan PPGJ tahun 2015, verifikasi peserta di AP2SG, dan verifikasi berkas, sehingga akan berdampak pada suksesnya pelaksanaan sertifikasi guru tahun 2015 melalui PPGJ. (Soesiana A – Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra) Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 7 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki pelaksanaan program sertifikasi guru (sergur) diwujudkan dengan perbaikan regulasi, pelaksanaan sampai evaluasi program. Perubahan ini diatur dalam Ketentuan Umum Permendikbud No. 9/2010 pasal 1 angka 2 bahwa “mulai tahun 2015 pelaksanaan sertifikasi guru diubah bentuknya dari model Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) menjadi model Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGJ) dengan tujuan untuk menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan.” Model PPGJ ini pelaksanaannya bukan dalam bentuk latihan melainkan bentuk pendidikan profesi yang tentunya memerlukan Satuan Kredit Semester (SKS) sehingga angka kredit yang harus ditempuh oleh seorang guru untuk menjadi profesional sebanyak 36 SKS dengan mempertimbangkan jumlah tatap muka per semester yakni (1) Rekognisi masa lampau (RPL) 10 SKS, (2) Workshop pendalaman materi dan pengembangan perangkat pembelajaran 12 SKS, dan (3) Program pengalaman lapangan (PPL) 14 SKS dalam 16 kali pertemuan. Berdasarkan hasil data rekapitulasi calon peserta sertifikasi guru melalui PPGJ dari Aplikasi Penetapan Peserta Sertifikasi Guru (AP2SG) Provinsi Sultra masih menduduki posisi yang sangat rendah dalam memverifikasi dan memvalidasi berkas calon peserta PPGJ. Begitu pula berdasarkan surat dari Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) tanggal 29 Januari 2015 dengan No. surat 2009/J2/LL/2015 mengenai Pendataan Calon Peserta Serti- BERANDA HAL... 8 PELATIHAN INSTRUKTUR NASIONAL KURIKULUM 2013 SASARAN GURU SD, SMP, SMA / SMK DI MAKASSAR MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA K Oleh : Edy, eberhasilan Implementasi Kurikulum 2013 dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya ketersediaan sarana dan prasarana, kesiapan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah, dukungan orang tua dan masyarakat, serta dukungan manajemen sekolah. Guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Implementasi Kurikulum memiliki posisi yang strategis bahkan menjadi penentu keberhasilan implementasi kurikulum ini. Oleh karena itu, guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah perlu dibekali dengan kompetensi dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas telah dilaksanakan pada tahun 2013 di 6.326 sekolah, mulai jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK, bahkan secara mandiri telah pula dilaksanakan di sejumlah sekolah lainnya. Pada tahun 2014 pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah melatih Kurikulum 2013 pada guru kelas I, II, IV, dan V SD, Kelas VII dan VIII SMP, serta Kelas X dan XI SMA/SMK. Di tahun 2015 ini, pemerintah mencanangkan untuk melaksanakan pelatihan kurikulum 2013 kepada guru kelas III dan VI SD, Kelas IX SMP dan kelas XII SMA/SMK. Melalui langkah ini diharapkan semua guru di semua jenjang Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 S.Pd., M.Si dan Irene Irawati A. pendidikan secara merata memahami penerapan kurikulum 2013. Hasil yang diharapkan pada tahun 2016 kurikulum 2013 dapat diterapkan diseluruh jenis, jenjang, dan kelas satuan pendidikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan mengembangkan program Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 bagi Guru untuk semua jenjang. Untuk itu sebagai langkah awal dilaksanakan kegiatan diklat Instruktur Nasional kurikulum 2013 bagi guru SMA/SMK region Indonesia Timur sebanyak sembilan Propinsi, termasuk diantaranya Propinsi Sulawesi Tenggara, sebagai penyelenggaranya adalah LPPPTK-PTK Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara bertindak sebagai pengirim peserta dengan biaya transportasi ditanggung oleh DIPA LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara. Dalam pelaksanaan pelatihan implementasi kurikulum bagi Kepala Sekolah ditangani secara nasional dengan melibatkan unsur Pusat, PPPPTK, LPMP, LPPKS, dan dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Program pelatihan ini dikembangkan berdasarkan kompetensi yang diperlukan oleh Guru dan Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 serta hasil evaluasi terhadap Implementasi Kurikulum 2013 pada tahun 2013 dan tahun 2014. Pada tahun 2015, pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 untuk jenjang SD dan SMP dilaksanakan pada beberapa region/wilayah. Untuk wilayah Indonesia Timur dilaksanakan di region Makassar Propinsi Sulawesi Selatan. Dasar hukum pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 diantaranya adalah : (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikukulum 2013; Secara umum tujuan Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 adalah agar terjadi perubahan pola pikir (mindset) dan kemampuan guru dalam proses pembelajaran di kelas mulai dari mempersiapkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran sesuai dengan pendekatan dan evaluasi pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan baik dan benar. Sedangkan tujuan khusus dari Pelatihan Instruktur Nasional adalah agar peserta mampu memahami materi pelatihan yang terdiri atas: 1. Rasional Kurikulum 2013 2. Elemen perubahan kurikulum 3. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) BERANDA No A. Materi Pelatihan KONSEP KURIKULUM 2013 7 1. Rasional dan Elemen Perubahan Kurikulum 2013 2 2. SKL, KI, KD dan Strategi Implementasi Kurikulum 2013 2 3. Pendekatan Pembelajaran Tematik Terpadu, Saintifik, dan Penilaian Autentik pada Kurikulum 2013 3 ANALISIS BUKU Analisis Buku Guru dan Buku Siswa 18 C. PERANCANGAN PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN 17 1. Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu 4 2. Perancangan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu 9 3. Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran 4 E. 1. 2. 18 PRAKTIK PEMBELAJARAN TERBIMBING 28 1. Analisis Video Pembelajaran 2 2. Penyusunan RPP 6 3. Peer Teaching 20 TES AWAL DAN TES AKHIR 2 1. Tes Awal 1 2. Tes Akhir 1 TOTAL 72 Tabel 1. Struktur Program Pelatihan IN K13 Tahun 2015 Bagi Guru SD Materi Pelatihan 3. 4. 5. Alokasi Waktu KONSEP KURIKULUM 2013 1.1 Rasional dan Elemen Perubahan Kurikulum 2013 2 1.2 Permendikbud Perangkat Kurikulum 2013 2 1.3 Pembelajaran Tematik Terpadu, Pendekatan Saintifik, dan Penilaian Autentik 2 1.4 SKL, KI, KD dan Indikator Pencapaian Kompetensi dalam Perancangan Pembelajaran 6 HAL... 10 9 PENGGUNAAN BUKU Penggunaan Buku Siswa dan Buku Guru Jumlah Jam B. D. No PERANCANGAN PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN 3.1 Penyusunan Program Tahunan dan Program Semester 4 3.2 Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu 6 3.3 Perancangan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu 6 3.4 Penyusunan RPP 10 3.5 Pelaporan Hasil Belajar 4 PRAKTIK PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TERBIMBING 4.1 Analisis Video Pembelajaran 2 4.2 Praktik Pelaksanaan Pembelajaran 16 TES AWAL DAN TES AKHIR 5.1 Tes Awal 5.2 Tes Akhir TOTAL 1 1 72 Tabel. 2. Struktur Program Pelatihan IN K13 Tahun 2015 Bagi Guru SMP Melalui kegiatan ini, telah menghasilkan 104 orang peserta yang memahami pentingnya penerapan kurikulum 2013. Dari 104 orang peserta, semuanya dinyatakan lulus dan kompeten serta direkomendasikan untuk menjadi Instruktur Nasional pada kegiatan diklat implementasi kurikulum 2013 bagi guru sasaran yang akan dilaksanakan di kabupaten/kota se-Propinsi Sulawesi Tenggara. Dengan dilaksanakannya Diklat instruktur nasional implementasi kurikulum 2013 bagi guru sasaran SD, SMP dan SMA/SMK ini, diharapkan pelaksanaan kegiatan Diklat Implementasi kurikulum 2013 tahun anggaran 2015 dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana dan tujuan yang diharapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. *** Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA 4. Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD); 5. Strategi implementasi Kurikulum 2013 6. Buku Guru 7. Buku Siswa 8. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 9. Penilaian sesuai tuntutan Kurikulum 2013 10.Melaksanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum 2013 11.Skenario pelaksanaan pelatihan dan metodologi pelatihan implementasi kurikulum 2013. Peserta pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 tahun 2015 adalah Calon Instruktur Nasional Guru SD (kelas 3 dan 6) dan Calon Instruktur Nasional Guru SMP (kelas 9 semua Mapel). Jumlah Peserta yang berasal dari Propinsi Sulawesi Tenggara dalam kegiatan ini berjumlah tiga puluh sembilan (39) orang yang terbagi dalam tigabelas mata pelajaran (mapel) dan setiap Mapel berjumlah tiga orang. Semua peserta hadir dalam kegiatan ini dengan rincian nama, instansi dan mapel dapat dilihat dalam tabel. Kegiatan Diklat Implementasi Kurikulum 2013 bagi Instruktur Nasional Guru SMA/SMK dilaksanakan pada tanggal 6 s.d. 12 Juni 2015 di LP3TK- PTK Makassar Sulawesi Selatan sedangkan kegiatan Diklat Instruktur Nasional Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2015 bagi Guru SD dan SMP dilaksanakan mulai tanggal 14 s.d. 21 Juni 2015 bertempat di LPMP Propinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan Diklat Instruktur Nasional Implementasi Kurikulum 2013 bagi Guru SD dan SMP menggunakan pola 72 jam dengan struktur program (tabel 1 dan tabel 2) sebagai berikut: ARTIKEL KONSEP, KOTEKA, DAN KOIN MODAL UTAMA SUPERVISOR YANG MENARIK DAN MENGINSPIRASI Oleh : La Ode Mane Mbeu, M.Pd (Wi. Madya LPMP Prov. Sultra) PENDAHULUAN HAL... 10 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA A.Rasional Indikator utama sebuah pendidikan persekolahan adalah proses pembelajaran. Tidak ada kualitas pendidikan persekolahan tanpa kualitas pembelajaran. Di antara keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen yang sangat menentukan. Tidak ada kualitas pembelajaran tanpa kualitas guru. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran dan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan. Salah satu kegiatan sekaligus gambaran kompetensi seorang kepala sekolah yang mesti dilakukan sebagai suatu rangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan akademik adalah supervisi akademik. Supervisi akademik merupakan upaya membantu mengembangkan dan memberdayakan guru agar kualitas pembelajarannya meningkat dan tujuan akademiknya tercapai. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Mengembangkan kemampuan dalam konteks ini tentu tidak dapat ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) dan/atau kemauan (willingness) dan/atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat. Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah ditegaskan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah adalah kompetensi supervisi. Dengan Permendiknas tersebut berarti seorang kepala sekolah harus kompeten dalam melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru yang dipimpinnya. Dalam rangka itu seorang guru yang berkeinginan menjadi kepala sekolah perlu mengikuti program pendidikan dan pelatihan supervisi akademik dalam peningkatan profesionalisme guru. Demikian pula halnya kepengawasan seorang Kepala Sekolah tidak sekedar dilihat dari tuntutan kompetensinya dan tugas professional belaka, akan tetapi juga perlu dilihat sebagai tugas kepemimpinan, dan manajerial sebagai salah satu langkah penjaminan mutu. Dengan demikian maka pelaksanaan pengawasan dari seorang kepala sekolah tentu banyak yang terikat dengan ketentuan supervisi . Oleh karena itu tugas kepengawasan hanya akan ber- Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 fungsi sebagai alat peningkatan mutu sekolah jika didasari penguasaan kompetensi konsptual(konsep), kompetensi teknikal (koteka), kompetensi komunikasi interpersonal (koin) mulai perencanaan, pelaksanaan hingga tindaklanjutnya serta didukung oleh latihan supervisi yang memadai dan sungguh-sungguh. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013, tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa tugas pengawasan pembelajaran oleh Kepala Sekolah dilakukan dalam bentuk kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan. Dalam kaitannya dengan supervisi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/madrasah, menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu dimensi kompetensi kepala sekolah. Agar kompetensi supervisi kepala sekolah pada sisi konseptual, teknikal dan komunkasi interpersonal baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap tindak lanjut meningkat, maka pembahasan terhadap hal-hal yang terkait dengan itu logis untuk dilakukan. Meskisupervisi itu sangat penting, tetapi hendaknya dilaksanakan dengan cara-cara yang menarik dan menginspirasi. Itulah sebabnya, maka tulisan ini diberi judul” Konsep, Koteka dan Koin”Modal Utama Supervisor yang Menarik dan Menginspirasi. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana strategi pelaksanaan supervisi akademik yang menarik dan menginspirasi itu? 2. Modal yang bagaimana yang perlu dimiliki seorang supervisor sehingga supervisi yang dilakukannya menarik dan menginspirasi guru untuk mengikutinya. 3. Bagaimana merencanakan, melaksanakan supervisi akademik dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik. PEMBAHASAN A. Strategi Supervisi Akademik yang Manarik dan Menginspirasi Secara sederhana, ada empat strategi kegiatan supervisi akademik yang dapat menimbulkan daya tarik, dan menginspirasi. Pertama: Sosialisasikan konsep supervisi secara efektif pada setiap momentum yang tepat kepada semua guru. Kedua: Jaring pandangan dan reaksi guru yang telah mengikuti sosialisasi tentang supervisi akademik dari kepala sekolah. Ketiga: Panggil secara personal penuh kekeluargaan kepada guru-guru yang masih enggan untuk disupervisi lalu ajak diskusi tentang alas an dan pertimbangannya sehingga mereka enggan untuk disupervisi. Keempat yakinkan semua guru bahwa supervisi yang akan dilakukannya bertujuan untuk membantu bukan mencari kesalahan guru. Kalimat pada strategi keempat ARTIKEL kompetensi teknikal yang maksudnya adalah menguasai secara teknik supervisi akademik. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh seorang supervisor dalam melakukan supervisi akademik di antaranya sebabagai berikut: Ditinjau dari sisi tahapannya,supervisi akademik sesungguh terdiri dari tiga tahapan dalam pelaksanaannya. Tahapan tahapan dimaksud sebagai berikut: (1). Tahap praobservasi. (2). Tahap observasi. (3) tahap pascaobservasi. Pada tahap praobservasi ini sesungguhnya adalah pengecekan, pemeriksaan persiapan guru yang akan disupervisi dan komunikasi awal sekaligus pembuatan komitmen/kesepakatan antara supervisor dengan supervisee untuk melaksanakan supervisi di kelas. Tahapan ini, supervisor dapat memanfaatkannya sebagai momentum pemastian sejauhmana kesiapan dan persiapan guru baik mental maupun nonmental. Bagi guru sebagai momentum umpan balik tentang sejauhmana kelengkapan persiapannya dan juga kesemangatan mentalnya. Pada tahap observasi adalah momentum bagi supervisor/kepala sekolah maupun supervisee/guru untuk sama sama masuk di ruang kelas. Kepala sekolah mengamati seluruh aktivitas guru dan siswa yang telah direncanakan hingga selesai dan mencatat apa yang menjadi fakta, data dan informasi yang menjadi temuannya baik yang termasuk kelebihan maupun kekurangan dengan membuang segala bentuk pencatatan terhadap opini, pendapat, angan-angan dan harapan yang tidak menjadi fakta, atau data. Sementara guru melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan apa yang telah dipersiapkannya hingga selesai. Pada tahap pascaobservasi, adalah momentum untuk pertemuan balikan/pertemuan umpan balik. Idealnya segera setelah supervisor dan supervisee keluar dari ruang kelas, maka dilakukanlah pertemuan balikan disuatu tempat yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika karena ada alasan penting sehingga kepala sekolah tidak dapat melakukan pertemuan balikan saat itu, disarnkan agar mencari waktu lain dengan durasi tidak lebih dari 1 minggu. Hal ini dimaksudkan agar apa apa yang tersimpan di memori guru dan kepala sekolah tidak hilang. Modal Koin ( Komunikasi Interpersonal) Kata koin dalam pembahasan ini adalah akronim dari kompetensi interpersonal yang maksud sesungguhnya adalah kemampuan berkomunikasi interpersonal. Seorang supervisor yang hendak mengesankan supervisi yang dilakukannya menarik dan menginspirasi sudah tentu harus menguasai kompetensi ini. Hal ini sangat penting sebab ia akan berkomunikasi dengan para pihak di luar dirinya antara lain adalah guru-guru. Seorang supervisor yang handal tidak cukup menguasai konsep dan teknik sebab meski kemampuan itu kedua diperlukan akan tetapi yang jauh lebih urgen lagi setelah memiliki kedua hal di atas adalah komunikasi interpersonal. Di samping itu, komunikasi ini sejak tahap pra observasi, observasi, balikan dan Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 11 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA inilah yang selalu mendapat penekanan dari kepala sekolah kepada guru sebelum dilakukan supervisi akademik. B. Modal Utama Seorang Supervisor Sebelum Melakukan Supervisi Akademik Pada dasarnya ada tiga modal utama yang mutlak dimiliki oleh seorang supervisor sebelum melakukan supervisi akademik. Modal tersebut adalah: 1. Modal Konsep (Menguasai dan Memahami Konsep Supervisi Akademik) Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, Sergiovani 1989, Glickman, et al; 2007). Pandangan ini menunjukkan bahwa supervise akademik ditujukan untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya dan tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan guru. Jika seorang supervisor melakukan supervisi dengan tujuan selain untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maka yang bersangkutan adalah adalah supervisor yang salah kaprah. Depdiknas (1994) menyatakan bahwa supervisi akademik adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik. Senada dengan pandangan tersebut, Kimball Wiles (1987): “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Inti dari kedua pernyataan di atas adalah bahwa upervise adalah upaya pembinaan dan bantuan dari kepala sekolah atau pihak yang berwenang untuk itu kepada guru agar yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya dan pada akhirnya meningkatkan kualitas prestasi belajar anak didiknya. Searah dengan penegasan di atas, ada juga yang menyatakan bahwa Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pengajaran (Daresh, 2001). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sipapun yang melakukan supervisi akademik harus sejalan dengan tujuan supervisi itu sendiri yakni membanu guru untuk memperbaiki diri berupa motivasi, komitmen, dan integritas diri guru, selain membantu mengembangkan kemampuan dan kualitas pembelajarnya sehingga tujuan yang hendak dicapai dari pembelajaran yang diselenggarakannya dapat tercapai secara efektif dan berkualitas. Esensi dari berbagai konsep tentang supervisi akademik di atas adalah kegiatan untuk membantu guru meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalitasnya sehingga prestasi belajar siswa meningkat baik kuantitas dan kualitasnya. Inilah yang menjadi informasi utama ketika menyosialisasikan program kegiatan supervisi kepada guru baik oleh kepala sekolah maupun supervisor secara umum. 2. Modal Koteka (Kompetensi Teknikal) Kata koteka dalam tulisan ini adalah akronim dari ARTIKEL HAL... 12 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA tindak lanjut sudah diperlukan. Jika kemampuan ini tidak dimiliki, tentu saja supervisi akademik yang menarik apalagi hingga menginspirasi tidak akan terjadi. Ada beberapa tip/trik dalam melakukan komunikasi interpersonal yang menarik di antaranya: (1). Berusaha menyapa lebih dahulu (2) Ketika sudah tatap muka, mulailah dengan pertanyaan seputar kabar diri dan keluarganya. (3) Hindari dominasi dalam diskusi atau komunikasi. (4) Usahakan lebih banyak merespon dan merefleksi hasil pembicaraan supervisee dengan tujuan meneguhkan, menegaskan dan meyakinkan (5). Hindari penggunaan konyungsi atau kata sambung”tetapi, sayangnya, sayang sekali jika hal itu bertalian dengan kelemahan supervisee”. Sangat dianjurkan untuk mnggunakan kata-kata,“yang berpeluang untuk ditingkatkan”, yang memiliki potensi untuk diperbaiki”, masih ada kesempatan untuk diubah” antara lain…….. dsb. Mulyana (2000) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Ia menambahkan bahwa bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti seorang guru dengan murid.. Dalam pandangan Bocner (1978); Cappella (1987); Miller (1990) sebagaimana dikutip DeVito (1997) membahas tiga hampiran untuk membicarakan komunikasi interpersonal ini. Pengertian ini menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal dipahami dengan mengamati komponen-komponen utamanya. (http://id.scribd.com/doc/123691363/Konsep-Dasar-Komunikasi-Interpersonal#scribd, akses 20 Januari 2015 pukul 15.30.) Komponen utama komunikasi adalah pemberi pesan, pesan dan media serta penerima pesan. Karena itulah maka kemampuan supervisor dalam melakukan komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan. Komunikasi interpersonal dapat dilakukan oleh seorang supervisor dengan kata-kata dan kalimat sederhana diantaranya sebagai berikut: Tahap praobservasi: Jika dipanggil maka mulailah komunikasi dan diskusi dengan kata-kata atau kalimat apa kabarnya pak/bu. Bagaimana keadaan keluarga? Jika guru menjawab baik maka supervisornya menyahutinya dengan alhmamdulillah. Kalau kondisinya sudah mulai cair dan tidak tampak ketegangan lagi, supervisor mulailah dengan pertanyaan seputar pesiapan guru misalnya. Begini pak/bu. Saya panggil tujuannya adalah mau komunikasikan hal-hal yang terkait dengan kesiapan dan persiapan rencana supervisi di kelasnya nanti sesuai dengan jadawal yang telah kita sepakati. Setelah ada jawabannya misalnya sudah siap pak, maka mulailah dengan kalimat bolehkah sy melihat apa-apa yg telah dipersiapkan itu? Jika jawabannya boleh mka lakukanlah pemeriksaan dengan sesungguhnya mulai dari RPP-nya, Medianya, Instrumen dan segala hal yang terkait dengan kebutuhan pembelajaran di kelas lalu tunjukkan satu satu apa yang sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki sebelum masuk kelas. Untuk dapat memeriksa seperti itu supervisor harus banyak ilmunya dan banyak keterampilannya. Memeriksa hal seperti itu harus menggunakan instrumen yang telah ditetapkan bersama dengan supervisee/guru. Jika hal itu sudah selesai maka supervisor tidak boleh Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 lupa menyampaikan terima kasih pada supervisee/guru atas kesediaan dan kerjsamanya untuk berkomunikasi dengan saya dan mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati. Saya doakan semoga selalu sehat beserta keluarga, dan apa yang masih perlu dilengkapi dan diperbaiki sebelum masuk kelas nanti sudah lengkap semuanya. Catatan hasil pemeriksaan persiapan guru disimpan sebagai alat kontrol dan dokumen hasil pemeriksaan persiapan guru. Untuk tahap ini dipandang selesai. Tahap Observasi kelas. Pada tahap ini, sebelum masuk kelas dianjurkan agar supervisor dan supervisee berada disatu tempat yang telah ditentukan setidaknya ketika menuju kelas sasaran supervisor dan supervisee sama sma menuju kelas dan ketika di depan pintu maka posisi guru hrs di depan kemudian di belakangnya supervisor. Saat di dalam kelas, guru mempersilakan supervisor menempati tempat duduk yang telah disiapkan. Ada beberpa catatan terkait dengan tempat duduk supervisor. Pertama diposisikan bagian depan. Kelemahannya adalah tidak semua ekspresi guru dapat diamati dengan baik. Kedua diposisikan di samping kiri/kanan. Kelemahannya mudah terbagi perhatian kepada anak dan guru sehingga relatif menghilangkan kefokusan. Ketiga diposisikan di belakang. Kelemahannya terkadang anak menampilkan sifat pura-pura dan guru relatif canggung/grogi. Posisi yang disarankan adalah yang memungkinkan supervisi tetap fokus, anak-anak tidak terganggu dan guru cenderung tidak canggung. Apa yang harus dilakukan supervisor di kelas? Jawabannya adalah mengamati dan mencatat apa yang dilakukan/dikerjakan/ditampilkan guru mulai pembukaan pembelajaran sampai dengan menutup pembelajaran berdasarkan Instrumen dan format yang telah disepakati dengan menjauhkan sejauh-jauhnya opini, persepsi dan sejenisnya. Apa yang dilakukan guru? Jawabannya melakukan pembelajaran kepada peserta didik sesuai dengan RPP-nya dengan memanfaatkan media, alat dan bahan yang telah disediakannya melalui konstruksi interaksi multiarah. Tahap ini telah selesai. Tahap pascaobservasi/balikan/umpan balik. Pada tahap ini supervisor dan supervisee berada pada satun tempat. Pada sesi ini yang mengambil inisitif pertama membuka komunikasi adalah adalah supervisornya. Mulailah dengan kalimat-kalimat” bagaimana perasaannya sekarang? Setelah ada jawabannya lalu supervisor merepons dengan kalimat kalimat yang menyejukkan seperti syukurlah dsb. Setelah itu tanya lagi bagaimana pandangannya terhadap tampilannya tadi apakah sudah puas atau bagaimana. Ketika guru menjawab puas atau tidak, supervisor mengajak guru menceritan apa yang sudah dan belum menurutnya. Setelah itu barulah supervisor memberikan penguatan dan umpan balik sebagai berikut: Secara umum tampilannya itu sudah bagus, khususnya pada unsur ini…….yang perlu ditingkatkan/diperbaiki/memiliki peluang/memiliki potensi untuk diperbaiki adalah………..Jika komunikasi seperti ini usai dilakukan maka selanjutnya tetapkan apa apa yang perlu ditindaklanjuti dan kapan dilakukan tindak lanjut tsb. Kesepakatan ini didokumenkan oleh supervisor dan dijadikan salah satu dasar dalam menyusun program tindak lanjut. Bersambung ke Halaman 14..... Widyaiswara LPMP Prov. Sultra sebagai kelompok jabatan fungsional khusus memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik, pengajar dan melatih guru ter­ utama di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. POJOK WIDYAISWARA Peranan LPMP dalam Rangka Penjaminan Mutu Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara Beberapa pertanyaan terkait dengan pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara, antara lain : Bagaimana pendapat Bapak tentang pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini? Dari aspek atau standar yang mana? Karena ada 8 Standar Nasional Pendidikan sesuai Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 dimana masing-masing standar ada indikator yang harus dipenuhi. Disamping itu, banyak hal dan pihak yang terkait untuk menggeneralisasi mengenai kondisi pendidikan di Sultra; misalnya terdapat perbedaan antara satu kab/kota dalam pemenuhan 8 standar nasional pendidikan itu. Dalam aspek ketersediaan gedung/ruangan belajar termasuk kategori baik. Apa harapan Bapak untuk kemajuan pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara dimasa mendatang? Terbangunnya kemitraan yang baik dan berkelanjutan antara Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota dengan LPMP agar bersinergi dalam pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehingga diharapkan Program pembangunan pendidikan tidak tumpang tindih. Salah satu upaya adalah senantiasa dilaksanakan rapat koordinasi dalam penyusunan, pelaksanaan program pendidikan secara berkala, dan dilakukan pula monitoring dan evaluasi dalam rangka mengontrol dan mendapatkan data valid dalam upaya perbaikan selanjutnya. *** Sambungan dari Halaman 12..... Catatan: Dalam tahap pelaksanaan supervisi hindari kata-kata tetapi, syangnya, yang tidak bagus dan sejenisnya jika digunakan untuk menghubungkan antara kondisi tertampil baik dan kurang/tidak baik. Contoh: Pada dasarnya semua persiapannya sudah bagus tetapi atau sayangnya atau yang tidak baik adalah…… Kalimat dengan menggunakan konyungsi/penghubungkan seperti contoh di atas perlu dihindari. Lebih baik gunakan kalimat sbb. Apa yang sudah disipkan/ ditampilkan sudah baik. Yang memungkinkan untuk diperbaiki/ ditingkatkan adalah……..Kalimat seperti ini jauh lebih sejuk secara psikologis daripada kalimat sebelumnya. *** Daftar Pustaka Daresh, John C. 2001. Supervision as proactive leadership. 3rd ed. Prospect Heights, IL: Waveland Press. Glickman, C.D., Gordon, S.P., and Ross-Gordon, J.M. 2007. Supervision and Instructional Leadership A Development Approach. Seventh Edition. Boston: Perason. Mulyana, 2000; Konsep Dasar Komunikasi Interpersonal, http://id.scribd.com/doc/1236913#scribd, akses 20 Januari 2015 pukul 15.30.) Sergiovanni, T.J. 1982. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.. Pusbangtendik, 2006. Supervisi Akademik dalam peningkatan profesionalisme guru. Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah Pendidikan Dasar. Direktorat Tenaga Kependidikan; Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Jakarta ____________,2014. Bahan Pembelajaran Utama Supervisi Akademik, Jakarta. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 13 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sejauh mana keterlibatan LPMP Prov. Sultra dalam melakukan Penjaminan Mutu Pendidikan di Prov. Sulawesi Tenggara, terutama di daerah kepulauan? Secara umum LPMP telah banyak melakukan terobosan-terobosan dibidang pendidikan seperti menfasilitasi peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dalam berbagai program : Menyelenggarakan diklat baik di LPMP maupun di beberapa Kab. /Kota bahkan tenaga teknis lingkup dinas pendidikan Kab./Kota di Sultra . Materinya antara lain: mengenai Penilaian Kinerja Guru (PKG), Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) pendampingan sekolah binaan, kurikulum 2013, dan pendampinagn SB-SNP. Adakah program LPMP yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dalam peningkatan Mutu Pendidikan di Prov. Sulawesi Tenggara? Kalau ada, seperti apa program atau kerjasama tersebut? Sudah ada program kerjasam, antara LPMP dengan pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam bentuk MOU yang hubungannya dengan pendidikan tahun 2013 di kendari. Misalnya Program penyiapan Calon Kepala Sekolah, Pendampingan Kepala sekolah oleh pengawas sekolah dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi kepala sekolah SD di tiga Kab./Kota. EVENT HAL... 14 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Dua Event Saat Upacara Bendera HUT RI ke-70 Kendari (17/08/2015) - Sekitar pukul 07.15 WITA upacara bendera menyambut HUT RI ke-70 dilaksanakan di lapangan Upacara LPMP Prov. Sultra yang diikuti seluruh staf dan karyawan honorer lingkup LPMP Prov. Sultra dengan pemimpin upacara Prof. Dr. Hanna, M.Pd. Dalam sambutannya Hanna mengatakan, “sebelum membacakan sambutan Mendikbud ada dua event dalam peringatan HUT RI ke-70 LPMP Sultra yakni pemberian penghargaan pada staf LPMP yang menerima Satya Lencana Karya Satya 10 tahun dan penyerahan SK CPNS pada 2 (dua)orang Honorer Kategori 2 Kemendikbud LPMP Prov.Sultra.” Ditegaskannya bahwa kepada para penerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya 10 tahun yang berjumlah 6 (enam) orang, diharapkan kerja keras Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 dan pengabdiannya pada Negara RI terus ditingkatkan. Selanjutnya diungkapkan pula, “Pada penerima SK CPNS saya ucapkan selamat atas perjuangan dan pengabdiannya selama ini semoga kedepannya dapat terus bekerja keras demi kemajuan Negara RI.” Kemudian Hanna membacakan sambutan Mendikbud bahwa saat ini kita semua sedang berkumpul, merayakan 70 tahun kemerdekaan bangsa kita tercinta. Dimanapun kita berada, Sang Merah Putih berkibar dengan EVENT untuk meraih semua tujuan mulia kemerdekaan itu. Apalagi bagi kita yang berada di dunia pendidikan. Tanggung jawab kita semua yang berada di dunia pendidikan adalah menuntaskan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Keterdidikan adalah kunci penting untuk merebut kemerdekaan, dan keterdidikan juga jadi kunci penting untuk meraih kemajuan bangsa kita lebih dari sekedar sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Tingkatkan mutu pendidikan kita. Mendidiklah dengan hati dan sepenuh hati, dengan keluhuran budi pekerti dan dengan kedalaman serta keluasan pengetahuan agar bisa jadi teladan. Para pelajar yang saya cintai, Bung Karno, Bung Hatta, dan para perintis Kemerdekaan itu adalah anak-anak muda terdidik. Mereka menggunakan keterdidikannya untuk mendorong kemajuan bangsa. Kalian anak-anak muda juga, kalian terdidik juga dan kalian juga punya kesempatan yang sama untuk menorehkan sejarah di Republik ini. Belajarlah dengan keras, tuntas dan sepenuh hati. Diantara kalian nantinya akan menjadi guru, sastrawan, budayawan, wartawan, pengusaha, dosen, musisi, dokter, insinyur, hakim, politisi, guberbur, menteri, bahkan presiden atau peran-peran lain yang mungkin hari ini belum terbayangkan dan belum ada. Semuanya itu dimulai dari kerja keras dihari-hari ini, dari bangku kelas ini dan dari kerja tuntas di sekolah ini. Harap kalian tengok perjuangan gemilang menuju kemerdekaan 1945 dan perjalanan Republik selama 70 tahun ini. Kalian ambil hikmah dari sejarah, lalu tugas kalian berikutnya adalah membuat sejarah. Kalian adalah pemilik masa depan, jangan menunggu tapi tempalah kepribadianmu, kembangkan prestasimu, jalin persahabatan dengan teman-temanmu, hormatilah orangtuamu dan gurumu, jadikan mereka suluh hidupmu. Hari ini kalian merayakan 70 tahun Indonesia merdeka, harap dicamkan baik-baik bahwa saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan maka kalianlah yang akan memimpin dan mengelola perjalanan bangsa ini. Bergegaslah, bersiaplah dari sekarang. Bawalah Indonesia kita ke puncakpuncak kecermelangan baru. Selamat belajar, selamat berkarya, selamat bekerja keras dan salam hormat untuk semua. Dirgahayu Republik Indonesia …!!! (Soesiana A-Tim Publikasi dan Informasi LPMP Prov. Sultra) Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 15 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA gagah. Angin tanah tercinta ini membelai kain bendera dan mengibargagahkan Sang Merah Putih kita. Baru saja kita selesai menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengiringi pengibaran bendera. Sebuah lagu kebangsaan yang syairnya berotot, mencerminkan gelora kerakyatan dan iramanya membangkitkan semangat luhur bangsa merdeka. Para peserta upacara semua, mari kita lihat dengan seksama Sang Merah Putih yang sudah berada di puncak tiang bendera itu. Mari kita camkan. Hari ini, kita hanya perlu beberapa menit saja untuk membuat Sang Merah Putih sampai di puncak dan berkibar dengan anggun. Mari kita sadari bahwa berbeda dengan kita hari ini, diperlukan waktu puluhan tahun bagi para Perintis Kemerdekaan untuk membuat Sang Merah Putih sampai di puncak. Waktu panjang yang sesak dera perjuangan. Mereka hibahkan waktu, pikiran, tenaga, bahkan nyawa agar Sang Merah Putih bisa sampai di puncak dan berkibar di tanah tumpah darah kita. Bendera itu berkibar bukan karena pemberian, kibaran Sang Merah Putih adalah cerminan perjuangan, ia menandai Kristal cemerlang dari keringat jutaan manusia merdeka di Nusantara ini. Sebuah tanda bahwa Ibu Pertiwi telah melahirkan generasi Perintis Kemerdekaan yang membuat kita semua kini bisa hidup di alam merdeka. Republik merdeka ini diperjuangkan oleh semua komponen, walau gagasan-gagasan utamanya dibentuk dan didorong oleh kaum terdidik, selapis masyarakat yang masa itu berkesempatan meraih pendidikan. Lebih jauh lagi, kemerdekaan digagas dan diperjuangkan bukan hanya untuk menggulung kolonialisme, tetapi juga untuk menggelar kesejahteraan, menggelar keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Generasi itu telah berhasil secara gemilang menggulung kolonialisme, kini giliran kita untuk meneruskan kerja sejarah bangsa ini. Bapak Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa peringatan 70 tahun kemerdekaan ini adalah sebuah pengingat dan penanda bagi kita semua untuk makin kerja keras. Pada Pidato Kenegaraan dalam rangka memperingati 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Bapak Presiden Joko Widodo mengingatkan kita semua, seluruh komponen bangsa, agar kerja untuk rakyat, kerja untuk Negara dan kerja untuk bangsa. Kita sendirilah yang bertanggung jawab REFRESING REVITALISASI PENGEMBANGAN KARAKTER PENDIDIK MELALUI PENDEKATAN SPRITUAL LEADERSHIP SEBUAH LAYANAN INFORMASI BK DAN REVOLUSI MENTAL BANGSA HAL... 16 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA A.Rasional Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasinal Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 berbunyi” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat pasal ini mengandung makna bahwa manusia Indonesia yang didambakan sebagai output pendidikan adalah insan yang cerdas, dengan tiga indikator utama yaitu watak dan adabnya baik serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan kemanusiaannya. Dengan kata lain manusia Indonesia yang diharapkan sebagai output pendidikan termasuk “pendidik” adalah mereka yang berkarakter cerdas/terevolusi mentalnya di manapun berada dan berkiprah. Dalam konteks pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat seiring dengan hasrat pemerintah melakukan revolusi mental, peranan pendidik sangatlah penting dan tidak dapat tergantikan oleh apapun jika mereka menyadari peranannya itu sebagai orang yang disiapkan untuk dapat memulai revolusi mental bangsa ini. Meskipun episentrum revitalisasi pengembangan karakter bangsa dilihat dari segi sistem bukanlah berada ditangan “pendidik” satu-satunya yang sadar akan peran dan tugas mulianya pada penyiapan generasi emas bangsa ini, Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 Oleh : La Ode Mane Mbeu, M.Pd (Wi. Madya LPMP Prov. Sultra) namun setidaknya pendidik yang memilki karakter positif dan cerdas sangat berpengaruh pada upaya pembentukan karakater generasi emas bangsa ini ke depan. Karena itu karakternya sebagai insan yang cerdas, harus terus ditumbuhkembangkan, dan dibangun serta direvitalisasi agar dapat berkontribusi positif dan efektif bagi pengembangan karakter peserta didiknya pada khususnya dan revolusi mental warga sekitarnya secara umum baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping harapan mulia tersebut, karakter dan mental menjadi sendisendi yang menopang sebuah bangsa karena ia menjadi fondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa ditandai dengan semakin lunturnya tata nilai dan karakter bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut masih berdiri tegak. Karakter dan mentalitas rakyat yang kukuh dari suatu bangsa tidak terbentuk secara alami, melainkan melalui interaksi sosial yang dinamis dan serangkaian program revitalisasi pengembangan yang diarahkan oleh pemimpin bangsa tersebut. Dalam perspektif pendidik, tentu banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh be- sar terhadap kehandalan karakter dan mental cerdasnya di dalam berkiprah sebagai warga suatu bangsa. Karena itu untuk meminimalkan pengaruh penetrasi internal dan eksternal terhadap revitalisasi pengembangan karakter pendidik maka ditawarkan sebuah pendekatan yang dikenal dengan Spritual Leadership. Kasus yang terjadi di SMAN 22 Jakarta Timur di mana seorang pendidik diduga kuat melakukan pelecehan seksual kepada siswanya, adanya pendidik SMP di Denpasar yang melakukan pelecehan seksual pada siswanya yang baru duduk di kelas I dan berbagai kasus serupa di tanah air tercinta ini merupakan realitas yang menunjukkan bahwa kemuliaan manusia sebagai manusia mulai tercabik-cabik dan menjadi indikasi kuat pula bahwa akhlak mulia dan kepribadian serta moral terpuji manusia yang menjadi value yang diharapkan selama ini mulai ternoda. Dengan demikian maka perlu ada komitmen yang sungguh-sungguh agar revitalisasi pengembangan karakter dan revolusi mental terutama di kalangan pendidik mesti dilakukan. Hal ini sangatlah logis sebab tanpa komitmen yang kuat untuk merevitalisasinya sudah tentu potensi untuk kehilangan karakter sebagai bangsa secara umum dan pendidik pada khususnya akan hilang selamalamanya. Kehilangan karakter sama dengan kehilangan segalanya. RUBRIK PENDIDIKAN B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Bahasan Ada dua pertanyaan sederhana yang perlu diketengahkan dalam makalah ini. Pertanyaan sederhana yang tentu membuthkan jawaban yang tidak sederhana tersebut adalah: 1. Bagaimanakah karakter sebagai wujud revolusi mental yang perlu dibangun pada pendidik agar menjadi insan yang mandiri, bermartabat dan sejahtera? 2.Bagaimana cara membangun karakter para pendidik sehingga terwujud insan mandiri, bermartabat dan sejahtera? Mengingat bahwa cakupan jenis pendidik cukup luas karena meliputi delapan profesi, maka bahasan dalam makalah ini dimaksudkan pada semua jenis pendidik tersebut. HAL... 17 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA C.Pembahasan 1. Konsep dan Jenis Karakter yang Perlu Dimiliki Pendidik Banyak definisi yang diberikan untuk istilah karakter antara lain bersinonim Character, individuality, personality refer to the sum of the characteristics possessed by a person.: http://www.merriam-webster. com/dictionary/character), Salah satu definisi yang disebutkan oleh Hill (2002) adalah : “Character determines someone’s private thoughts and someone’s actions done. Good characteris the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of behaviour, in every situation”. (Triman Juniarso, 2013: 1) Karakter itu adalah gambaran pikiran dan tingkah laku setiap orang. Karakter yang muncul sebagai ekspresi batin menjadi motivasi untuk melakukan yang baik dan untuk menetapkan standar tingkah laku yang yang lebih baik/lebih tinggi. Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1987: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80). Ditinjau secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situ- ations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan juga pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “alakhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “alkhuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama, atau sopan santun (Faisal Ismail, 1988: 178). Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id, 1986: 23-24). Etika lebih memandang perilaku secara universal, sedang moral memandangnya secara lokal. Untuk mengaplikasikan akhlak, etika, atau moral dalam diri seseorang dimunculkan bidang ilmu yang disebut Pendidikan Akhlak, Pendidikan Etika, atau Pendidikan Moral. A.D Pirous dalam tulisannya yang berjudul “The Nightmare of Loosing” :menegaskan “ You lose your wealth, you lose nothing You lose your health, you BERANDA HAL... 18 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA lose something You lose your character, you lose everything Enam jenis karakter berdasar The Six Pillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts Coalition ( a project of The Joseph Institute of Ethics) adalah sebagai berikut: a. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas, jujur, dan loyal b.Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. c. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar. d.Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain. e. Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam. f. Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. (Triman Juniarso,2013: 1) Arvan menyampaikan bahwa ada 7 prinsip menjadi pendidik yang berkarakter. Ketujuh prinsip itu adalah: 1. Mampu menunjuk ke dalam diri (responsible) 2. Melakukan Perubahan (action) 3. Membuat jarak sependek mungkin 4. Melakukan hal yang penting 5. Mengedepankan Pengaruh 6. Mengubah Paradigma 7. Role model Arvan mengatakan bahwa menjadi” tua” itu pasti dan menjadi dewasa itu pilihan. Jadilan pendidik yang berkarakter dan bertanggungjawab 100 % terhadap apapun yang terjadi dalam hidup dan pekerjaannya. Be Responsible dan berorientasi kepada action atau tindakan. Pendidik yang berkarakter selalu berorientasi kepada tindakan. Setiap kali ada masalah, pendidik berkarakter menyelesaikannya dengan What dan Who. Dia berusaha untuk menjadi leader bagi dirinya sendiri. Selalu menunjuk ke dalam diri dan bukan seperti anak balita yang selalu menunjuk orang lain. What dan Who adalah pertanyaan terpenting para pendidik yang berkarakter dan merevolusi mentalnya. Pendidik yang berkarakter tidak bertanya Why (mengapa), karena itu akar permasalahannya. Tidak juga berkata When (kapan), karena kita hanya menunggu. Perlu diperjelas bahwa pendidik tidak dilarang untuk bertanya mengapa dan kapan dalam kontek lain sepanjang untuk menjadi bahan merevolusi mentalnya dan bukan untuk mengambinghitamkan pihak lain, seperti yang disampaikan oleh Prof. Siswan- Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 dari dalam forum seminar sehari di LPMP Sultra tagl 13 sd 14 Desember 2014 sebagai berikut: CENTRAL THEME OF MENTAL REVOLUTION WHY • AJARAN KOLONIAL DAN ILC YANG BURUK HARUS DIHILANGKAN • BANGSA INDONESIA HARUS BANGKIT DAN SADAR AKAN KEKUATAN DIRINYA WHAT • MENTAL “PENIPU” (munafik), MENTAL “PEMALAS”; MENTAL “SERAKAH”; MENTAL “PENGEMIS; MENTAL “PENJILAT”; MENTAL “PEMECAH-BELAH” HOW • BELAJAR CEPAT • BERUBAH CEPAT DAN ..... JADI VIRUS BAIK BAGI LINGKUNGAN Tentu boleh saja, namun dalam konteks revolusi mental pendidik yang sumbernya dari dirinya dan untuk membatasi diri menyalahkan pihak lain hendaknya dihindari. Contoh: • Mengapa pihak sekolah tak memperhatikan kesejahteraan saya? • Mengapa peserta didik/warga belajar/mahasiswa saya bekerja tidak sopan? • Kapan sekolah akan lebih memperhatikan kesejahteraan saya? • Kapan anak-anak di kelas saya menjadi disiplin? Apa yang terjadi bila pendidik bertanya Who? Maka pendidik yang bersangkutan akan selalu mencari kambing hitam. Contohnya: • Siapa yang membuat keributan di kelas? • Siapa yang membocorkan soal ujian saya? Seorang pendidik berkarakter menggunakan pengaruh (influence) dan bukan kekuatan (power). Kelembutan hati akan membuat orang melakukan perubahan. Dia akan seperti matahari yang tahu kapan harus menyinari dunia dengan cahayanya. Seorang pendidik (pendidik) berkarakter memahami 5 level pemimpin, yaitu: 1. Kekuatan (power/force) 2. Ancaman (tread) 3. Dikasih hadiah/iming-iming (libery) 4. Pakai alasan/menjelaskan (reasonry) 5. Hanya dengan permintaaan (pengaruh) atau simple Request Seorang pendidik yang berkarakter mampu mengubah paradigma (mind set) , dan bukan perilaku. artikel penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter merea. Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak adil dan menuntut agar setiap orang diperlakukan setara (Borba, 2008: 7-8). Tujuh kebajikan itu menjadi pola dasar pembentukan karakter (akhlak mulia) dan revolusi mental pendidik dari sisi kemanusiaannya hingga sepanjang hidup ia akan menggunakannya. Untuk mendasari itu semua perlu terlebih dahulu diajarkan berbagai nilai kebajikan yang harus direalisasikan dalam perilaku nyata oleh setiap manusia dalam kehidupannya sehari hari. Dengan demikian, seseorang akan mendapatkan kualitas sebagai insan kamil, insan yang berakhlak mulia, atau dengan istilah” Michele Borba disebut manusia yang memiliki kecerdasan moral”. Dalam buku 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings (1995), Howard Kirschenbaum menguraikan 100 cara untuk bisa meningkatkan nilai dan moralitas (karakter/akhlak mulia) di satuan-satuan pendidikan/sekolah yang bisa dikelompokkan ke dalam lima metode, yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan moralitas); 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan moralitas); 3) facilitating values and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan moralitas); 4) skills for value development and moral literacy (ketrampilan untuk pengembangan nilai dan literasi moral; dan 5) developing a values education program (mengembangkan program pendidikan nilai). Tawaran Kirschenbaum di atas masih perlu ditambah dengan landasan pengembangan kecerdasan religius, karena hal ini telah banyak diakui sebagai kondisi yang dapat membuat pendidikan karakter dapat dikelola dengan lebih mudah dengan hasil yang relatif baik. Semu aktivitas yang dilandasi ketakwaan kepada Tuhan dapat membangun kesadaran akan adanya pengawasan Tuhan dalam setiap ucapan dan perilaku seseorang (Dr. Marzuki, M.Ag., 2013: 1) 2. Cara dan Pendekatan Dalam Membangun Karakter Pendidik Membangun karakter pendidik tidak seperti mengkonstruksi bangunan fisik. Karakter pendidik tidak bisa dibangun hanya dengan pengenalan dan pembelajaran langsung. Karakter pendidik tidak bisa dibangun hanya dengan pemberian contoh. Meski semua itu diperlukan, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah jadilah contoh teladan. Hal ini penting oleh karena roh dari karakter, akhlak mulia, watak dan moral terpuji adalah keteladanan. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 19 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA The power of paradigm yang terdiri dari melihat (see), mengerjakan (do), dan get. Kredibilitas seorang pendidik tergantung dari apakah yang ia katakan sesuai dengan yang ia lakukan. Satu kata antara perkataan dan perbuatan. Semua itu dimulai dari diri sendiri atau Ibda’ bi nafsik. Pendidik berkarakter melayani peserta didiknya dengan sepenuh hati. (http://wijayalabs.com/2011/07/06/membangun-budaya-pendidik-yang-berkarakter-2/ Borba menawarkan cara untuk menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak, yakni dengan menanamkan tujuh kebajikan utama (karakter mulia): empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, baik hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membentuk manusia berkualitas di mana pun dan kapanpun. Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang bermoral; membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya. Kontrol diri dapat membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar, dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap mural dan baik hati karena ia mampu menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain. Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan ini ia akan memerhatikan hak-hak serta perasaan orang lain. Kebaikan hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar. Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain 9 tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, agama, kepercayaan, kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan toleransi ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan artikel HAL... 20 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menurut Jamal Abdul Naser bahwa spritual leaderhip adalah kepemimpinan yang menjalankan kepemimpinannya senantiasa bersandar kepada Tuahan yang Maha Kuasa dan Maha Esa ( 2012: 2). Ini mengandung makna bahwa apabila membangun karakter pendidik dengan pendekatan spritual leadership maka yang perlu dilakukan pertama dn utama adalah memahamkan kepada pedidik akan nilai-nilai ke-Tuhan-an dan spirit di dalamnya sehingga diharapkan tumbuh perasaan bahwa apabila melakukan perbuatan/kebajikan, Tuhan akan memberikannya sesuatu yang selalu baik dan begitu pula sebaliknya. Searah dengan itu, spiritual leadership adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin/pimpinan dengan senantiasa bersandar kepadaTuhan yang maha dalam segala hal yang terpuji dan ia sadar bahwa: (1) apapun yang diperbuatnya akan dipertanggungjawabkannya kepada Tuhan yang maha dalam segala hal dengan sifat-Nya yang baik itu. (2) apabila perbuatannya bertentangan dengan ajaran Tuhan, maka ia akan masuk neraka dan bila perbuatannya sesuai dengan ajaran Tuhan, maka ia akan masuk surga setelah mati (Mbeu,Mane La Ode, 2013: 5). Berdasar pada uraian di atas, jelaslah bahwa apabila hendak membangun karakter pendidik dengan pendekatan Spritual Leadership, maka terdapat tiga hal penting yang mesti ditanamkan kepadanya yaitu: pertama, pahamkan segala sesuatu yang baik pada dirinya, sesuai dengan norma yang berlaku baik oleh dirinya sendiri maupun dari luar dirinya; kedua, pupuk komitmen untuk berpihak pada hal-hal yang baik dan senantiasa melakukan yang baik dan kebajikan sesuai dengan norma yang berlaku dan akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkaitan dengan itu, Prof. Furkon menguraikan bahwa Spritual Leadership adalah kepemimpinan yang senantiasa menyandarkan kepemimpiannya kepada ajaran Tuhan dan sadar bahwa suatu ketika akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya atau dikerjakannya. Ia adalah pengembala. Pengembala itu sifatnya ikhlas, jujur, amanah dan tahan uji (2011: 4). Bertolak dari konsep kepemimpinan spritual di atas, dapat dikatakan bahwa pendekatan Spritual Leadership adalah upaya membangun karakter “pendidik” menuju insan Indonesia yang mandiri dan bermartabat serta sejahtera dengan mengedepankan pemahaman, komitmen dan implementasi terhadap hal-hal yang bersifat kebajikan dalam segala aspek kehidupannya sesuai dengan norma yang berlaku. Kesejahteraan di sisi ini adalah kesejahteraan spiritual dan bukan kesejahteraan material. Secara siklus, ada beberapa tahapan yang perlu dilewati jika melakukan proses pengembangan karakter pendidik sebagaimana yang diungkap oleh Prof. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 Muh. Nuh dan Prof. Siswandari M.Stat bahwa untuk membangun generasi emas masa depan, diperlukan pemimpin-pemimpin emas. Pemimpin emas hanya akan muncul jika siap dan dipersiapkan dengan kompetensi, soft skill dan profesionalisme. Ketiga hal terebut akan tumbuh jika selalu diasah dan ditempa dengan tiga hal yaitu to learn, to change and to grow (LCG). Agar LCG dapat berbuah manis dan dirasaan oleh banyak orang maka perlu direalisasikan lewat panca As yaitu kerja keras, kerja lugas, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas. Hasilnya anda akan tenang dan menang serta mulia karena menjadi manusia uswatun khasanah dan khairunnas (2013: 4) D.Penutup Berdasarkan urain-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa membangun karakter “pendidik” termasuk hal yang bersifat mendesak dengan mengedepankan pendekatan Spritual Leadership. Karakter yang perlu dibangun itu adalah antara lain, kejujuran, komitmen, keikhlasan, rendah hati dan integritas. Sesuai dengan simpulan di atas, maka disarankan agar segera dilakukan upaya-upaya revitalisasi pengembangan karakter anak bangsa terutama pada “pendidik” mulai dengan usaha sendiri maupun secara kolektif, dan mulailah dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga insan yang mandiri, bermartabat dan sejahtera dapat dicapai. *** DAFTAR PUSTAKA Arif, Rohman,2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama: Yogyakarta A.Nasir, Jamal, 2012. Kepemimpinan Spritual, Bahan Ajar Penyiapan Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo Furkon, M, 2011. Spritual Leadership, Bahan Ajar Penyiapan Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo Http://www.win2pdf.com, 2013. Penguatan Pendidikan Karakter Melalui PKn Multikultural Berbasis Kearifan Lkal di Peruuan Tinggi Http://edukasi.kompasiana.com, 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Pendidik Berkarakter Http://wijayalabs.com, 2013. Membangun Budaya Pendidik Berkarakter Juniarso, Triman, 2013. Pendidikan Karakter, Lagu Lama Diputar Kembali, (http://www.merriam-webster. com/dictionary/character), Mane Mbeu, La Ode, 2013. Spritual Leadership, Bahan Ajar Kompilasi Penyiapan Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo Marzuki, 2013. Konsep Dasar Pendidikan Karakter, Makalah yang telah dipublikasikan Sauri, Sofyan, 2013. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembinaan Profesinalisme Pendidik Berbasis Pendidikan Nilai, Orasi Ilmiah yang dipublikasikan Siswandari, 2014. Peran Strategis Guru,Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah dalam memimpin Revolusi Mental Bangsa Indonesia, LPPKS:Solo BERANDA Sultra Siap UKG 2015 G HAL... 21 kanisme pelaksanaan UKG, maka perlu disusun panduan yang lengkap tentang mekanisme pelaksanaan UKG tahun 2015. Kepala LPMP Sultra mengimbau perlunya kegiatan persiapan teknik UKG guna menetapkan tempat uji kompetensi (TUK), mengkonfirmasi dan menetapkan data peserta UKG pada setiap TUK, dan mengkonsolidasi data peserta uji kompetensi kepala sekolah (UKKS)/ uji kompetensi pengawas sekolah (UKPS). Kegiatan ini berlangsung di Diknas 17 kab/kota se Provinsi Sultra pada tanggal 5 s.d 8 Maret 2015. “Saat ini Provinsi Sulawesi Tenggara data yang belum mengikuti UKA per tanggal 3 Maret 2015 (sumber data: AP2SG) sebanyak 1.248 orang yang tersebar di 17 kab/ kota dan pelaksanaan UKG ini dilaksanakan secara online yang secara serentak di seluruh Indonesia tanggal 17 s.d 28 Maret 2015”, ujarnya. Uji Kompetensi Guru akan dilaksanakan di TUK yang telah ditetapkan dinas pendidikan kabupaten/kota sesuai dengan persyaratan yang telah diverifikasi oleh LPMP. (Soesiana A-Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra) Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA uru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Untuk mengetahui kondisi penguasaan kompetensi seorang guru harus dilakukan pemetaan melalui uji kompetensi guru. Uji kompetensi guru (UKG) dimaksudkan untuk mengetahui peta penguasaan guru pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Peta penguasaan kompetensi guru tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian program pembinaan dan pengembangan profesi guru. Hasil UKG difokuskan untuk identifikasi kelemahan guru dalam penguasaan kompetensi pedagogik dan profesional. UKG wajib diikuti semua guru dalam jabatan baik guru PNS maupun bukan PNS. Persyaratan peserta UKG diantaranya guru yang belum memiliki sertifikat pendidik, Guru PNS dan bukan PNS (GTY) yang mengajar di sekolah swasta atau guru honorer di sekolah negeri yang diangkat oleh Bupati/Walikota, memiliki Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan mengajar mata pelajaran sesuai dengan kualifikasi akademik dan sesuai dengan bidang studi yang akan disertifikasi. Pelaksanaan UKG melibatkan berbagai instansi antara lain BPSDMPK-PMP, LPMP, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Agar seluruh instansi yang terlibat dalam pelaksanaan UKG memiliki pemahaman yang sama tentang me- OPINI POPULASI DAN SAMPEL, SEKARUNG DAN oleh: Wahyu Falah, M.Si Staf Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi LPMP Prop. Sulawesi Tenggara HAL... 22 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA U ntuk mendapatkan makna dari populasi dan sampel, saya mencoba untuk menanyakannya pada beberapa orang. Beragam bahasa yang mereka berikan sebagai jawabannya. Saya: “ Apa itu populasi dan sampel bang?” Abang: “populasi itu sekumpulan penduduk atau hewan atau tumbuhan, seperti yang dikatakan di tivi-tivi. “Bahwa populasi jonga (rusa) di kawasan hutan rawa aopa, Kabupaten Bombana hampir punah” (dengan intonasi seperti pembaca berita di tivi) Abang: ”sampel itu adalah contoh. Seperti kue-kue yang ditawarkan para sales kue di swalayan, menawarkan mencoba sampel kuenya kepada calon pembeli, kalau rasanya enak, bolehlah dibeli per paket”. Saya : “Apa itu populasi dan sampel neng?” Neneng: “ kalau tidak salah, populasi itu...(sambil pegang jidad) adalah penduduk, ada ayah, ibu, anak dan seluruh keluarga, satu negara bahkan dunia” (pasang senyum dipaksakan) Neneng: “Sampel itu sebagian kecil untuk menilai secara keseluruhan. Contohnya, sampel darah, untuk tes golongan darah, cukup diambil beberapa tetes darah sebagai sampel” Saya belum cukup puas dengan jawaban-jawaban di atas. Terasa asal dan pasaran. Saya butuh penjelasan yang Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 SEGENGGAM lebih ilmiah dan gamblang. Oleh karena itu, saya mencoba bertanya pada Pak Raru yang terkenal pelit tapi baik. Saya : “Apa itu populasi dan sampel Pak Raru?” Pak Raru adalah seorang guru yang menguasai banyak ilmu. Konon kabarnya, nama Raru yang diberikan orang tuanya adalah anonim dari raja rumus (raru). Pak Raru :” Populasi dan sampel itu ibarat sekarung dan segenggam. Tergantung konteksnya. Misalnya, saya anggap sekarung beras adalah populasi, segenggam beras adalah sampel. Bisa juga segenggam beras adalah populasi dan beberapa butir beras adalah sampel. Jadi tergantung konteksnya. Syaratnya, sampel masih bagian dari populasi”. Ilustrasi sehari-hari Seorang pedagang langsat (duku) di pasar Mandonga, Kendari, menawarkan kepada pembeli langsatnya dengan cara boleh mencoba dahulu beberapa biji sebelum pembeli memutuskan untuk membeli. Pembeli mencoba beberapa biji langsat dengan cara memilih dibeberapa tempat dari setumpukkan langsat. Kemudian mencicipinya. Diharapkan dengan mencicipi beberapa biji langsat dapat mewakili rasa setumpukkan langsat yang ada, sehingga pembeli memutuskan untuk jadi membelinya atau tidak. *** Ilustrasi di atas menggambarkan contoh populasi dan sampel dalam kehidupan sehari-hari. Setumpukkan langsat adalah populasi dan beberapa biji langsat yang dicicipi pembeli adalah sampel. ARTIKEL HAL... A. Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C. Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”. Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu(barang)”. Selanjutnya, Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah : ”suatu kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.” Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “Feedback from the accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities” Sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Penilaian Kinerja dalam Perspektif Manajemen Lembaga 23 beranda HAL... 24 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA B. Tujuan Penilaian / Evaluasi Kinerja Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:10) adalah : 1.Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. 2. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di embannya sekarang. 3. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. 4. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap pegawai/ staf biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau pejabat yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap pegawai/staf yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi pegawai/staf yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan instansi. Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang pegawai/staf, pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan yang harus diambil : pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melaku- Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 kan penilaian. Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga kerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian antara pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang tertulis dalam suatu instansi atau lembaga kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada. Kebiasaan yang sering dialami seorang pegawai/staf adalah meskipun penilaian kinerja telah selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi apa yang mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja) dianalisis dan perencanaan diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permainan, improvisasi, dan sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan pegawai/staf dalam pekerjaan saat itu. Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara menanyakan pada masing-masing pegawai/staf untuk merumuskan pekerjaannya. Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur kepegawaian yang ada. Dengan alasan para pegawai/staf cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh lembaga. Hal ini bukan berarti pegawai/staf tidak memiliki hak suara dalam merumuskan deskripsi pekerjaan mereka. Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan karena pegawai/staf tidak diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan, tetapi karena seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka. C. Pentingnya dan Tujuan Penilaian Kinerja Mani (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penilaian kinerja penting dalam rangka pengembangan karyawan yang berkinerja tinggi maupun rendah. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi bagi karyawan maupun organisasi dalam rangka mengembangkan kinerja. Ghorpade dan Chen (1995) menyatakan ada 3 alasan yang membuat fungsi penilaian kinerja begitu penting kedudukannya dalam organisasi. Pertama, karena fungsi penilaian kinerja merupakan sesuatu yang inherent dan tak terelakkan dalam setiap jenis organisasi. Pada kondisi ini, (1) organisasi mengetahui prestasi para pekerjanya melalui penilaian kinerja yang dilakukannya, (2) Penilaian diperlukan untuk menghitung kontribusi masing-masing individu terhadap kemajuan organisasi, dan (3) Penilaian kinerja formal dapat beranda yang obyektif. 9. Membantu pegawai mengatasi masalah eksternal, yaitu dengan penilaian unjuk kerja, atasan akan mengetahui apa yang menyebebkan terjadinya unjuk kerja yang jelek, sehingga atasn dapat membantu mengatasinya. 10.Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya unjuk kerja pegawai secara keseluruhan dapat menjadi informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan baik atau buruk. Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu: 1.Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerjaan 2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya. 3. Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion. 4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal. 5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai. 6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai. 7.Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia. 8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif 9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai. 10.Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja adalah sebagai sumber informasi bagi penentuan kebijakan strategi SDM lembaga di masa depan, sebagai suatu alat evaluasi kinerja serta sebagai alat untuk memetakan potensi dari pegawai/staf. (Arsanti – Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra). Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 25 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA melindungi organisasi dari tindakan-tindakan negatif para anggota organisasi. Kedua, Fungsi penilaian kinerja merupakan kegiatan yang penuh dengan konsekuensi-konsekuensi, baik terhadap individu-individu dalam organisasi maupun bagi organisasi itu sendiri. Dari perspektif organisasi, kelemahan-kelemahan sistem dan kesalahan-kesalahan praktik penilaian kinerja akan berakibat terhadap ketidak-efektifan pelaksanaan fingsi-fungsi SDM yang lainnya, seperti fungsi kompensasi, fungsi pelatihan dan pengembangan dan sebagainya. Ketiga, kegiatan penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang menghadapkan penilai pada kondisi yang mengharuskannya untuk mendapatkan hasil penilaian yang bersih, akurat dan peringkat yang berdasarkan pada jasa individual. Pada titik ini, fungsi penilaian kinerja bersama-sama dengan variabel lainnya, menentukan tingkat pencapaian kinerja organisasi. George dan Jones (2002) menyatakan manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan pengembangan karir dan memberikan kesempatan kerja yang adil, sehingga karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi tantangan masa depan. Pentingnya penilaian unjuk kerja atau penilaian kinerja menurut Hariandja (2007) adalah: 1. Penilaian unjuk kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan oleh organisasi 2.Penyesuaian gaji, yaitu penilaian kinerja dapat dipakai sebagai informasi dalam menentukan kompensasi secara layak sehingga dapat memotivasi pegawai. 3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan sesuai dengan keahliannya. 4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelamahan-kelemahan dari pegawai sehingga dapat ditentukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif. 5. Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karir bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi. 6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu unjuk kerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan. 7. Mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan pekerjaan. 8. Meningkatkan adanya perlakuan yang sama terhadap semua pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian beranda HAL... 26 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Anak-Anak Oleh : Fitriani R Keberadaan televisi sebagai kotak ajaib telah mampu menghipnotis anak-anak, untuk menjadikan televisi sebagai salah satu sumber hiburan, berita, pendidikan, di tambah lagi keberadaan media audio visual mengemas aneka tontonan dengan sangat mudah diterima, menarik, mudah diingat, tanpa batas usia, status sosial ekonomi pemirsa, bahkan tanpa harus melakukan penganalisan yang terlalu mendalam. T ayangan televisi saat ini, cukup diminati oleh anakanak tak lepas dari tayangan berbau kekerasan cobalah tengok kartun Naruto, Boboboy , Captain America. Tom and Jery, dll. Bahkan tayangan sinetron pun tak lepas dari acara berbau kekerasan “GGS, Alpha, 7 Harimau, Manusia Harimau”, dll, dan tayangan tersebut tak jarang ditayangkan pada masa Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 prime time yang menunjukkan tayangan tesebut memiliki rating yang cukup tinggi dengan kata lain amat diminati masyarakat, sehingga menghasilkan iklan yang ujunng-ujungnya fulusnya ikut terdongkrak. Sekalipun beberapa dari tayangan tersebut telah ditegur oleh KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ) karena dianggap syarat akan muatan kekerasan, akan tetapi tetap saja nongol dengan alasan telah mengedit tay- angannya. Padahal jika diamati tidak mengurangi unsur kekerasan dalam alur ceritanya. Tayangan berbau kekerasan bagi pelaku hiburan dianggap cukup menjual. Padahal banyak penelitian terhadap konten kekerasan pada media berdampak signifikan terhadap perilaku kekerasan pada anak-anak. Menurut Jean Jasquies Rousseau perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 beranda Bimbingan Orang Tua Keluarga yang merupakan sekolah awal bagi anakanak, mempunyai peran penting guna mendidik, memelihara dan mengawasi anak terhadap apa yang ditontonnya, sekalipun saat ini televisi telah dilengkapi dengan Parent Guide yang bisa kita lihat yang disimbolkan BO (bimbingan orang tua), SU (Semua Usia), akan tetapi simbol tersebut sekedar simbol jika orang tua tidak mengkomunikasikan tentang apa yang ditonton oleh anak, mengarahkan mana yang bisa dicontoh dan tidak, yah bukan pekerjaan yang mudah, akan tetapi tanggung jawab orang tua akan perkembangan kejiwaan atau mewujudkan karakter anak yang baik menjadi suatu tujuan Tanggung Jawab Media Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa: “ Pendidikan Nasional diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan yang mulia, dapat terwujud jika kerjasama berbagai pihak, antara keluarga, pihak sekolah sebagai institusi formal, masyarakat, tak terkecuali bagi media massa yang merupakan bagian dari lingkungan guna mewujudkan anak didik sebagaimana yang diamanahkan dalam UU SISDIKNAS. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait penyiaran sebagaimana pada UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 4 berbunyi “ Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat social”. Dan pasal 36 (5) Isi siaran dilarang : a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Media massa melaksanakan fungsinya sebagai pemberi informasi, memberi hiburan, mendidik. Dalam kontek hiburan saat ini media cendrung hanya mementingkan meraup keuntungan sebesar-besarnya, banyak dengan tayangan berbau tidak mendidik.Coba tengok adakah media yang mau mengekpose bagaimana keberhasilan duta bangsa memenangkan olimpiade sains tingkat Internasional, bagaimana proses perjuangannya, bagaimana reward media bagi mereka, bandingkan dengan reward dan ekpose yang diberikan bagi pemenang ajang pencarian bakat ( Indonesian Idol, KDI, D’Academy,IMB,dll ) yang banyak ditampilkan oleh media. Berharap kedepannya media memberikan tayangan yang menghibur tapi tetap ada unsur mendidik, tak dapat dipungkiri juga bahwa masih ada tayangann media yang bernuansa mendidik sekaligus menghibur tapi amat disayangkan waktu penyiarannya diluar waktu utama ( prime time ),sehingga sering terlewatkan . Media Massa bisa bersinergi dengan Pemerintah dalam memajukan pendidikan melalui tayangan-tayangan yang mendidik. Sesuai amanah UU penyiaran Pasal 3 berbunyi “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”. *** Referensi - Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. - Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 27 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA manusia dalam hal ini tahap perkembangan masa kanakkanak ( 2 tahun s.d. 12 tahun ), perkembangan pribadi anak dimulai dengan semakin berkembangnya fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan, pada masa ini aspek perkembangan kejiwaan anak sangat didominasi pada pengamatan. Tak heran jika kita kita mendapati anak-anak usia 2 s.d. 12 tahun menirukan apa yang ditonton, mengaung ala Serigala, lompat-lompatan seperti Kera Sakti, atau menirukan bagaimana Ben 10 membasmi musuhnya. karena anak lebih pada apa yang diamatinya dalam hal ini tayangan televisi. Terlebih pada masa kanak-kanak belum berkembang penalaran intelektual. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Leonard Eron dan Dr. Rowell Huesman pada tahun 1960 meneliti tentang kebiasan 800 anak yang berusia 8 tahun menonton tayangan TV yang berisi tindakan kekerasan selama berjam-jam cenderung mendorong anak bersifat agresif, setelah 11 tahun kemudian Eron dan Huesmann mencek kembali perilaku anak-anak tersebut , pada saat berusia antara 19 s.d. 30 tahun menunjukkan menjadi semakin agresif dan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangganya. Meminjam konsep teori pembelajaran social yang dikembangkan Bandura asumsi teori ini bahwa kita bisa menjadi lebih melakukan tindakan kekerasan setelah terus menerus menyaksikan tayangan kekerasan, demikian halnya dengan teori Kultivasi yang dikembangkan oleh George Gerbner menekankan bahwa menonton tayangan kekerasan akan membuat kita merasa takut karena tertanam dalam diri kita bayangan dari dunia yang kejam dan berbahaya dipenuhi dengan kekerasan. ARTIKEL STUDY KEMAMPUAN GURU DALAM MENDESAIN PENILAIAN BERBASIS KELAS (CLASSROOM-BASED ASSESSMENT) PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SMP DI KOTA BAUBAU oleh: Isnawati HAL... 28 A MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA bstrak: Penelitian ini dilakukan di Kota Baubau. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) bagaimanakah tingkat pemahaman guru Bahasa Inggris SMP di Kota Bau-Bau tentang penilaian berbasis kelas? 2) Bagaimanakah kemampuan guru Bahasa Inggris SMP di Kota Baubau dalam mendesain penilaian berbasis kelas? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat pemahaman guru tentang penilaian berbasis kelas mata pelajaran bahasa Inggris dan 2) kemampuan guru dalam mendesain penilaian berbasis kelas mata pelajaran bahasa Inggris di Kota Baubau. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah pemberian tes kompetensi akademik tentang penilaian berbasis kelas, wawancara, dan studi dokumen penilaian. Responden terdiri atas 30 orang guru Bahasa Inggris SMP di Kota Bau-Bau. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pemahaman guru tentang penilaian kelas mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam kategori “baik”. Sedangkan kemampuan guru dalam mendesain penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris berada dalam kategori “rendah”. Kata Kunci: Penilaian berbasis kelas, desain penilaian, genre-based teaching. PENDAHULUAN Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. PP No. 19/2005 menggariskan bahwa salah satu kompetensi guru yang berkaitan langsung dengan kinerja guru dalam proses pembelajaran di kelas adalah kompetensi pedagogik. Salah satu tugas dan fungsi guru dalam kompetensi pedagogik adalah sebagai evaluator. Guru sebagai evaluator harus mampu mengevaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, untuk itu mampu mendesain alat penilaian yang sesuai untuk menilai hasil belajar siswa atas materi yang telah mereka pelajari (Usman, 2001). Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 Abas Dalam Standar Isi mata pelajaran Bahasa Inggris SMP (permendiknas 22/2006) dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran Bahasa Inggris adalah meningkatkan kompetensi komunikatif siswa, baik lisan maupun tulis. Dengan kata lain, siswa dipersiapkan untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan bahasa lisan maupun tulisan dalam masyarakat pengguna bahasa (Celce- Murcia, Dornyei dan Thurell : 1995). Sebagai implikasinya dalam proses pembelajaran, ketrampilan berbahasa oral/lisan (oral language) yaitu mendengar (listening) dan berbicara (speaking) serta ketrampilan berbahasa tulis (written language) yaitu membaca (reading) dan menulis (writing) dipelajari secara runtut dan terpadu (integrative). Kemampuan berkomunikasi siswa dieksplorasi melalui kegiatan-kegiatan belajar yang memberi mereka kesempatan untuk langsung menggunakan bahasa lisan dan tulis dengan teks percakapan transactional dan interpersonal, teks fungsional pendek (short-functional text), serta beberapa bentuk teks esai (essay text) seperti descriptive, recount, procedure dan report. Proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajarnya pun menjadi sangat tidak mudah bagi kebanyakan guru, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa dengan grammaroriented dan teacher-centered learning. Guru harus beralih dari sistem penilaian tradisional yang lebih menekankan decontextualized text items dengan Norm-referenced score kepada authentic assesment yang lebih menekankan pada contextualized communicative tasks dengan criterion-referenced score. Dari product-oriented dan non-interactive performance assesment kepada process-oriented assesment. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dua permasalahan khusus yakni: Sejauh manakah tingkat pemahaman guru Bahasa Inggris SMP Kota Baubau tentang penilaian kelas mata pelajaran Bahasa Inggris serta bagaimanakah kemampuan guru Bahasa Inggris SMP Kota Baubau dalam mendesain penilaian kelas Bahasa Inggris. Penilaian (assesment) adalah proses mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh melalui penggunaan alatalat pengukuran yang sesuai (Sukhriani, 2005). Dengan kata lain, proses menilai berarti menanyakan kembali seberapa ARTIKEL untuk mengadopsi tes yang sudah ada di dalam buku paket. Alhasil, guru menjadi tidak mandiri dalam mengembangkan tes sesuai kebutuhan pembelajaran di kelas mereka sendiri. Oleh karena itulah penelitian ini menjadi sangat penting untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam mendesain penilaian kelas untuk empat ketrampilan berbahasa Inggris yaitu listening skill, speaking skill, reading skill dan writing skill. Pembahasan didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui tes kompetensi, wawancara, dan angket ketersediaan dokumen penilaian pada guru responden. Penilaian kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk penilaian yang dikembangkan oleh guru untuk menilai hasil belajar siswa. Dengan demikian, penelitian ini sangat diharapkan dapat memberi manfaat yang seoptimal mungkin bagi peningkatan pemahaman kemampuan guru bahasa Inggris dalam mengembangkan penilaian kelas. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang memiliki variabel mandiri yang tidak membandingkan maupun mencari hubungan. Sampel penelitian ini adalah 30 orang guru dari populasi penelitian adalah yang berjumlah 68 guru mata pelajaran bahasa Inggris Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Kota Baubau. Informasi dikumpulkan melalui tes kompetensi akademik, wawancara, dan studi dokumentasi penilaian pembelajaran berupa dokumen tes formatif yang dimiliki oleh guru. Data yang diperoleh dari tes kompetensi akademik dianalisis secara deskriptif kuantitatif terutama untuk memperoleh informasi nilai yang diperoleh masing-masing objek penelitian. Data yang diperoleh dari checklist dianalisis berdasarkan tingkat penyebaran dan tingkat ketersediaan dokumen. Data dari hasil wawancara akan disajikan sebagai data kualitatif dan digunakan sebagai informasi pendukung untuk mendeskripsikan data dari hasil tes maupun checklist ketersediaan dokumen. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Hasil A. Pemahaman guru tentang penilaian berbasis kelas dan pengembangannya Dari hasil tes kompetensi yang dianalisa dapat dilihat bahwa dari 30 responden penelitian ini hanya ada 6 (20%) orang yang masuk kategori amat baik yang berarti bahwa hanya ada 6 orang yang dapat menjawab dengan 85-100% dari 25 soal yang diberikan. 11 responden berada dikategori baik dengan menjawab dengan benar 75-84% dan hanya ada 2 responden yang berada dikategori cukup dengan menjawab dengan benar 65-74% dari keseluruhan soal yang diberikan. Sebaliknya, 5 responden berada di kategori rendah karena hanya menjawab soal dengan benar sejumlah 55-64% dan 6 responden yang berada di kategori amat rendah karena hanya dapat menjawab soal sejumlah ≥ 54 %. Distribusi kemampuan responden ini dapat dilihat melalui tabel 1 berikut. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 29 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA baik hasil belajar siswa untuk satu periode tertentu. Pada umumnya, data yang diperoleh dimaksudkan untuk mengukur pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan kinerja (performance) siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Hudson (1992) mengemukakan bahwa ada 4 fungsi penilaian yaitu 1) penilaian formatif (formatif assesment); 2) penilaian sumatif (sumatif asssesment); 3) Penilaian evaluasi (evaluative assesment); 4) Penilaian pendidikan (educative asssesment). Ketika guru menilai keberhasilan siswa dalam menguasai bahasa Inggris yang dipelajarinya berarti menilai sejauh mana kompetensinya dalam menggunakan bahasa Inggris yang dipelajarinya dalam berkomunikasi melalui ketrampilan mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Oleh karena itu, penilaian dengan menggunakan paper-and-pen test tidaklah cukup untuk mengukur keseluruhan kompetensi berbahasa siswa. Kompetensi siswa dalam berkomunikasi melalui ketrampilan mendengarkan (listening), berbicara (speaking), serta menulis (writing) perlu diukur dengan menggunakan performance assessment (penilaian kinerja). Gronlund (2006:126) mengatakan bahwa “performance assessment is needed when performance skill is not adequately assessed by paper-and-pencil tests alone”. Hasil Kinerja siswa yang akan dinilai biasanya sudah dinyatakan pada tujuan pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Dalam pembelajaran bahasa, rumusan hasil kinerja sangat mudah dikenali dengan pemakaian kata-kata operasional seperti menulis paragraf, merespon ungkapan, menggunakan ungkapan, dan bermonolog. Cakupan hasil kinerja yang ingin dinilai dari suatu domain kompetensi terkadang sangat luas sehingga guru perlu untuk menganalisis lebih jauh untuk memilih aspek-aspek tertentu yang dapat mewakili keseluruhan domain kinerja yang ingin dilihat. Misalnya, ketika guru hendak menilai kemampuan siswa menceritakan pengalaman masa lalunya secara oral, maka beberapa aspek yang dapat dipakai untuk mewakili kinerja tersebut adalah, kesesuaian retorika (recounting rhetoric), penggunaan bahasa (language use), dan tingkat kelancaran bercerita (fluency). Sementara itu, dari berbagai kesempatan diskusi diketahui bahwa sebagian besar guru mengakui bahwa hal tersulit dalam proses memahami pembelajaran Bahasa Inggris yang berorientasi genre-based sekarang adalah berkaitan dengan penilaian hasil belajar. Guru belum sepenuhnya memahami dan trampil dalam mendesain penilaian yang tepat untuk setiap genre (jenis text) yang dipelajari oleh siswa. Salah satu penyebabnya antara lain adalah bahwa guru belum sepenuhnya memahami cara mengembangkan rubrik tes untuk performance-based assesment, khususnya cara menetapkan kriteria penilaian untuk penilaian keempat ketrampilan berbahasa yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Pada akhirnya, sebagian besar guru menjadi sangat tergantung pada paper and pen test. Tes pun dibuat tanpa kisi-kisi (tes specification) yang jelas karena lebih cenderung ARTIKEL Jumlah Soal Benar Rentang Kategori Jumlah Responden Jumlah Persentasi responden 85-100 Amat Baik 6 20 % 75 - 84 Baik 11 37 % 65 – 74 Cukup 2 7% 55 – 64 Rendah 5 16 % 0 - 55 Amat Rendah 6 20 % 30 100 % Jumlah Tabel 1. Sebaran Kemampuan Pemahaman Guru tentang Penilaian Berbasis Kelas HAL... 30 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Hasil wawancara yang dilakukan terhadap sampel untuk mengetahui secara langsung tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka tentang pengembangan penilaian kelas menunjukan bahwa : 1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang penilaian berbasis kelas. Namun, ada 5 responden yang mengaku tidak tahu sama sekali. 2. Sebagian besar responden cukup mengetahui tujuan dari penilaian berbasis kelas tapi masih ada 5 responden yang menjawab tidak mengetahui tujuan dilakukannya penilaian berbasis kelas. 3.Sebagian besar responden dapat memberi penjelasan dengan tepat mengenai perbedaan penilaian sumatif dan penilaian formatif. Namun ada 3 responden yang sama sekali tidak tahu. 4.Sebagian besar responden dapat memberi penjelasan yang tepat mengenai beberapa tehnik penilaian yang pernah digunakan tapi ada 2 responden yang mengaku tidak mengetahui tehniktehnik penialaiannya. 5. Responden mengaku telah pernah melakukan penilaian terhadap kemampuan listening skill siswa dengan beragam cara atau tes yang digunakan antara lain multiple choice, pemberian response, menilai kosakata dan intonasi, memberi instruksi secara lisan, menjawab pertanyaan guru, melengkapi gap pada dialog kaset. 6. Semua responden menjawab bahwa mereka telah pernah melakukan penilaian speaking skill siswa dengan menggunakan tes atau cara yang bervariasi, antara lain: siswa menjawab pertanyaan lisan, performance test dan interview. 7. 2 responden tidak memberikan respon ketika pertanyaan ini diajukan. Sementara, 28 peserta menjawab bahwa mereka pernah melakukan penilaian untuk mengukur reading skill siswa dengan menggunakan tes/cara antara lain: tes tertulis, membaca teks. 8. Semua responden menjawab bahwa mereka pernah melakukan penilaian untuk mengukur writing Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 skill siswa antara lain: tes tertulis melengkapi kalimat, menyusun kalimat acak, menulis small text, menyusun paragraf dan menulis paragraf. 9. 21 responden memberikan penjelasan yang tepat tentang rubric penilaian, misalnya: Adalah petunjuk penilaian yang terdiri dari uraian atau deskripsi kriteria penilaian dan skor, hanya 3 orang responden yang mengakui pernah menggunakan rubrik dalam proses penilaian hasil belajar siswa. 10.19 orang responden memberi penjelasan tepat mengenai penilaian porofolio antara lain: penilaian dengan mengumpulkan hasil kerja siswa sebagai bukti langsung atas usaha pencapaian dan kemajuan siswa dalam kurun waktu tertentu namun hanya 4 orang responden yang mengaku pernah menngunakan portofolio sebagai instrumen penilaian hasil belajar siswa. 11.25 responden dapat menjelaskan dengan tepat tentang ‘penilaian proyek antara lain: adalah jenis penilaian dimana guru memberikan tugas-tugas khusus kepada siswa untuk mengetahui gambaran yang luas tentang pengetahuan siswa terhadap apa yang telah dipelajari, 4 orang responden mengaku pernah menggunakan ’penilaian proyek’ dalam penilaian hasil belajar bahasa Inggris. 12.24 responden memberikan penjelasan yang yang tepat mengenai ‘penilaian tes’ dan ‘penilaian nontes’, 27 responden mengaku pernah menggunakan penilaian tes, 4 responden mengaku pernah menngunakan penilaian non-tes. 13.19 responden memberikan penjelasan yang tepat mengenai konsep performance-based assessment anatara lain: bentuk penilaian yang dirumuskan sebagai hasil belajar yang dapat diamati berdasarkan apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 14.25 responden menjawab bahwa pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam mendesain penilaian berbasis kelas pembelajaran bahasa Inggris masih belum memadai dan hanya 5 orang yang mengaku sudah memiliki pengetahuan dan ketrampilan memadai dalam hal ini. Sebagian besar responden mengakui bahwa pedoman pelaksanaan penilaian berbasis kelas yang belum tersosialisasi dengan baik menjadi penyebab kesulitan mereka untuk mengembangkan kompetensi mendesain penilaian pembelajaran B Inggris. 15.Berusaha membangkitkan minat siswa dan menjadikan bahasa Inggris pelajaran yang menyenangkan serta menggunakan tehnik penilaian yang sesuai. Belajar dari penilaian yang mengacu pada KBK Aktif dalam kegiatan MGMP Berpedoman pada standar penilian yang diberikan oleh BSNP Mengikuti pelatihan penilaian. ARTIKEL B. Ketersediaan dokumen penilaian kelas Hasil angket ketersediaan dokumen penilaian kelas yang dimiliki oleh guru dapat dilihat melalui tabel 2 berikut ini. Tabel 4.2. Rekapitulasi Ketersediaan Dokumen Penilaian Kelas yang Dimiliki Oleh Guru No Instrumen Ketrampilan Berbahasa Jumlah Responden Yang Memiliki Instrumen Penilaian Jumlah Persentase (%) 1 Listening 0 0 2 Speaking 6 20% 3 Reading 26 87% 4 Writing 25 83% Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 31 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2. Pembahasan Dari paparan hasil temuan di atas dapat dilihat bahwa hanya 6 guru dari 30 sampel yang dapat menjawab soal sebanyak ≥85%. Ini adalah kenyataan yang sangat disayangkan terjadi pada guru-guru bahasa Inggris tersebut. Hal ini diperparah dengan temuan hasil wawancara dimana masih ada juga beberapa responden yang mengaku ”tidak tahu” ketika menjawab pertanyaan menyangkut pengertian penilaian kelas, tujuan penialian kelas, perbedaan penilaian sumatif dan formatif, macam-macam tehnik penilaian bahasa Inggris, tehnik penilaian empat ketrampilan berbahasa, pengertian rubrik penilaian, pengertian penilaian proyek, serta perbedaan bentuk penilaian tes dan non-tes. Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang lebih bersifat konseptual namun harus dipahami bahwa desain penilaian yang efektif hanya dapat dibangun dengan pemahaman konsep yang baik pula. Bagaimana mungkin guru dapat mendesain dan mengembangkan penilaian speaking skill bila ia sendiri tidak memahami tehnik-tehnik penilaian berbicara dan apa itu rubrik serta cara mengembangkannya untuk menilai ketrampilan berbicara? Dari segi praktis, 30 responden yang diwawancarai 28 responden menjawab pernah menerapkan beberapa tehnik penilaian listening skill dan hanya ada 2 responden yang sama sekali belum pernah melakukan penilaian keterampilan tersebut. Namun demikian dari segi ketersediaan dokumen, tidak ada satupun responden yang memiliki dokumen penilaian listening skill. Alasan yang dapat digali dari responden adalah berkenaan dengan kurangnya fasilitas perangkat audio maupun audio-visual yang dapat digunakan untuk penialain listening skill. Semua responden mengaku pernah melakukan penilaian speaking skill dengan tehnik yang variatif baik dialogue speaking maupun monologue speaking. Namun demikian tidak ada satupun responden yang memiliki dokumen penilaian berdialog dan hanya 6 (20%) responden yang memi- liki instrumen penilaian bermonolog. Instrumen yang dimiliki keenam responden tersebut hanya mencakup tes speaking for discribing, speaking for recounting dan speaking for procedural text. Sehubungan dengan hal tersebut, dari wawancara beberapa responden menyebutkan komponen penilaian seperti communicative, fluency, accuracy dan pronunciation dimasukkan sebagai aspek yang patut diperhatikan pada saat menilai kompetensi berbicara siswa. Namun tidak satupun responden yang menyadari bahwa aspek kejelasan dan relevansi ide/pesan dikeseluruhan pidato dan cerita adalah juga penting (Cohen, 1994:283). Dalam dokumen instrumen bermonolog yang dimiliki guru pun tidak jelas adanya komponen-komponen penting penilaian speaking skill yang mestinya dapat mengukur kompetensi speaking siswa. Dengan kata lain, rubrik penilaian speaking skill tidak didesain dan dikembangkan dengan baik sehingga tidak mampu mencerminkan pencapaian speaking skill siswa. Contoh sederhana yang mirip dengan persoalan seperti di atas terdapat pada segmen penilaian ketrampilan writing (menulis). Penilaian writing skill mutlak ada dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dalam proses pembelajaran, memang penilaian writing skill tidak harus ada pada setiap pertemuan. Dalam proses pembelajaran text-type yang mengikuti alur 2 stages and 4 phases, paling tidak pada written stage guru sudah dapat memberikan tes-tes writing yang variatif kepada siswa baik dengan tujuan mengukur kemampuan siswa dalam merangkai kalimat sederhana sampai membangun sebuah text sederhana yang sesuai dengan kaidah dan retorika jenis teks tertentu yang sedang dipelajari. Dari hasil wawancara diketahui bahwa semua responden mengaku pernah melakukan penilaian writing skill dengan berbagai bentuk soal. Dari pemeriksaan ketersediaan dokumen penilaian ditemukan bahwa dokumen penilaian writing skill yang dimiliki oleh 25 (83%) guru didominasi oleh soal-soal yang berbentuk cloze-test, menyusun kata-kata yang diacak menjadi kalimat lengkap dan benar, menyusun kalimat acak menjadi paragraf, melengkapi kalimat rumpang dengan katakata yang tepat, serta menulis kalimat bebas terstruktur. Ketrampilan menulis adalah ketrampilan produktif yang sangat tergantung pada kemampuan siswa menghasilkan tulisan mulai dari level kata, kalimat, paragraf sampai menulis teks sederhana yang melibatkan kemampuan linguistik dan sosiolinguistik siswa dalam menghasilkan teks yang bermakna dan berterima. Oleh karena kompleksnya tuntutan indikator kemampuan dalam ketrampilan menulis inilah, maka semestinya guru menyiapkan instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik atau panduan penskoran hasil tulisan siswa. Dari hasil penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam mendesain instrumen penilaian, mengembangkan rubrik atau pedoman penskoran adalah bagian yang tersulit dilakukan oleh guru. Kesulitan ini tentu saja bukan saja diakibatkan karena kurangnya pemahaman guru pada konsep pengembangan penilaian ketrampilan berbahasa Inggris tapi juga pada hakikat (nature) dari masing-masing ketrampilan berbahasa itu sendiri. ARTIKEL HAL... 32 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Tidak heran jika beberapa guru mengaku telah melakukan penilaian speaking skill tapi instrumen penilaiannya justru dibuat dalam bentuk menjawab soal-soal tertulis pilihan ganda yang sama sekali tidak meminta siswa untuk berbicara. Akhirnya, dapat dinyatakan bahwa secara umum kemampuan guru mapel bahasa Inggris di Kota Baubau dalam mendesain penilaian kelas masih rendah. Dari hasil tes, wawancara dan studi dokumen penilaian, dapat dijelaskan bahwa meskipun ada 19 (63%) guru yang dapat menjawab ≥65% soal dengan benar, masih ada guru yang mengaku belum memahami secara total beberapa aspek penilaian bahasa Inggris. Selain itu, hanya sebagian guru yang memiliki dokumen penilian. Sebagian besar dokumen itu pun tidak didesain dengan tepat untuk mengukur ketrampilan berbahasa siswa. Dalam penelusuran di akhir wawancara diketahui bahwa sebenarnya rata-rata guru dalam sampel penelitian ini mengakui bahwa kemampuan mereka sendiri dalam mendesain penilaian bahasa Inggris masih sangat kurang. Mereka menjelaskan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mengembangkan kemampuan mendesain penilaian tersebut antara lain kurangnya minat siswa terhadap pelajaran bahasa Inggris sehingga penilaian menjadi tidak efektif, belum adanya buku petunjuk penilaian dan sampai saat ini penilaian dilakukan masih mengacu pada KBK, rendahnya motivasi siswa terhadap pelajaran bahasa Inggris dan kurangnya sarana prasarana yang ada di sekolah, dan perbedaan latar belakang siswa yang menimbulkan sikap aktif dan pasif Namun demikian, apapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi secara eksternal, motivasi internal guru itu sendiri justru lebih penting. Guru mesti mampu memotivasi diri untuk terus mempelajari segala sesuatu yang berkenaan dengan penialian kelas mata pelajaran bahasa Inggris. Tidak kalah pentingnya juga yakni dukungan kepala sekolah dalam menfasilitasi guru baik dalam mendesain dan mengembangkan penilaian serta dalam proses pembelajaran. Kita tidak dapat menyangkal bahwa penilaian sebenarnya adalah bagian integral kompetensi mengajar guru. Grundland (2006:12) mengatakan bahwa “Instruction is more effective when well-designed assessment are an integral part of the instruction process”. Dengan menyertakan desain penilaian yang berkualitas dalam setiap proses pembelajaran guru diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif. Kesimpulan dan Saran 1.Kesimpulan a. Tingkat pemahaman guru tentang penilaian kelas mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam kategori baik. b. Kemampuan guru dalam mendesain penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilihat melalui hasil wawancara dan studi dokumen penilaian bahwa masih ada guru yang tidak mampu mendesain instrumen penilaian speaking dan writing dengan tepat, dan ada Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 beberapa guru mendesain instrumen penilaian yang tidak sesuai dengan ketrampilan berbahasa yang dinilai. 2. Saran a. Bagi Guru; perlu lebih inovatif dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional terutama yang berhubungan dengan konsep dan cara mendesain serta mengembangkan penilaian Bahasa Inggris yang tepat dan berkualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih banyak membaca dan mempelajarinya dari berbagai sumber baik dari media cetak, media on-line, membangun communication-link dengan ahli dan narasumber atau teman sejawat yang lebih paham, dan mengikuti seminar, workshop maupun diklat penilaian. b. Bagi Sekolah; kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah harus lebih tanggap pada kebutuhan guru dalam meningkatkan kompetensinya dalam mendesain dan mengembangkan penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris. Dukungan bagi guru dapat diberikan dengan cara memberi fasilitas yang memadai baik dalam bentuk referensi, akses kepada sumber pengetahuan personal maupun internet, keikutsertaan dalam diklat, seminar maupun workshop yang relevan serta pemberian kesempatan membangun jaringan komunikasi profesional dengan teman sejawat didalam sekolah maupun antar sekolah. c. Bagi Dinas Pendidikan Nasional Kota Baubau dan LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara; agar memberi peluang bagi guru dalam mengembangkan kompetensinya dalam mendesain dan mengembangkan penilaian mapel Bahasa Inggris dengan mengadakan program diklat dan workshop penilaian mapel Bahasa Inggris secara reguler paling tidak sekali dalam setahun. *** DAFTAR RUJUKAN Celce- Murcia, M,. Dornyei., Z., dan Thurell., S., 1995. Communicative Competence. A Pedagogically Motivated Model With Content Specification. Isuesses in Applied Linguistics. 6. 5-35. Cohen. D.A., 1994. Assessing Language Ability in the Classroom. 2nd edition. Massachussets. Heinle & Heinle Publisher. Gronlund, E.N., 2006. Assessment of Student Achievement.8th Edition. USA. Pearson Education Inc. Menteri Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Republic Indonesia Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti pendidikan Tinggi. Jakarta. Depdiknas. Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas Sukhriani, Yeni. 2005. Study on Language Testing. Unpublished paper. Dipresentasikan pada Diklat Calon Widyaiswara di PPPG Bahasa, Jakarta. PPPG Bahasa Usman. Uzer,. Moh. 2001. Menjadi Guru Professional. Bandung. PT Remaja Rosdakarya AGENDA HAL... 33 LPMP Sultra Gelar Pertandingan Bulutangkis Kendari (5/8/2015)— Dalam rangka menyambut Ultah RI ke-70 LPMP Sultra mengadakan pertandingan olahraga, salah satunya pertandingan bulutangkis yang diadakan di Aula Besar LPMP Sultra. Menurut salah satu panitia, Edi mengatakan, “ pertandingan bulutangkis dilaksanakan selama 3 hari yang dimulai tanggal 5 Agustus 2015”. “Adapun peserta pertandingan berasal dari masing-masing seksi di wilayah lingkungan LPMP Sultra, namun bertanding secara acak bukan per seksi dan sampai saat ini peserta yang mendaftar sebayak 28 orang” , tandas Edi. Selanjutnya Edi menegaskan bahwa model pertandingan menggunakan model berpasangan dengan system setengah kompetisi, pertandingan pertama kali pasangan Hanna - Syamsul Bahri vs Syafei Landouw – Wahyu. “Awal pertandingan dimenangkan oleh pasangan Syafei Landouw – Wahyu”, kata panitia pertandingan bulutangkis. Menurut panitia walaupun tidak terlalu banyak peserta namun pertandingan ini berlangsung sangat seru dan ramai. *** Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menyambut Hari Ultah RI ke-70 REFRESING RAJA JALANAN Oleh: Wahyu Falah T * HAL... 34 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA et...tet, klakson motor polisi lalu lintas terdengar begitu nyaring di belakangku. Kulirik spion motorku sebelah kanan. Terlihat disitu sebuah motor gede polisi lalu lintas dengan polisi berkaca mata hitam bertengger di atasnya, sambil mengayunkan tangan kirinya seakan melihatku lewat spionku dan menginstruksikan supaya aku menyingkir dari jalur jalannya. “Gawat nih, salah apa aku”, batinku. Kupinggirkan motorku ke bahu jalan dan berhenti. Ee...polisi itu jalan terus, ternyata dia sedang mengawal kendaraan dibelakangnya. Beriringan dua kendaraan, satu tronton yang memuat eskavator dan satunya lagi sebuah mobil toyota avansa dengan beberapa orang berhelm kuning di dalamnya. Rombongan ini berhenti di pendakian tunggala. Tepat di depan kantor imigrasi kendari. Beberapa orang dalam avansa turun dan menjejerkan pembatas jalan berwarna jingga bergaris perak menyala. Sang polisi mengatur lalu lintas yang melintas di depan kantor imigrasi. Beberapa saat kemudian, eskavator mulai aksinya menghancurkan jalanan beraspal di sekitarnya. Aku tertegun memperhatikan kendaraan raksasa itu beraksi. Benda dengan lengan robot yang kuat. Perlahan namun pasti, aspal dan tanah di bawahnya terkuak. Kuturunkan standar motorku. Ingatanku melayang pada peristiwa setahun yang lalu. Peristiwa yang selalu menghantuiku. Aku menyaksikan sebuah kecelakaan lalu lintas di jalan ini dan sampai saat ini tidak pernah kulaporkan pada polisi. ** Siang menjelang sore, saat kejadian itu terjadi. Aku keluar dari lorong cempaka depan pasar panjang. Dari arah wua-wua meluncur sebuah motor dengan kecepatan sedang cenderung cepat, maklum itu pendakian, jadi mesti menaikkan gas, agar tidak mati gigi. Dengan Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 sigap aku menyusul di belakangnya. Kami beriringan. Aku mengambil jarak sekitar 5 meter di belakangnya. Nampaknya ia buru-buru. Di depan kami, ada pete-pete (istilah untuk angkutan kota di Kota Kendari) . Karena pendakiannya semakin terjal, motor di depanku semakin menaikkan gasnya. Aku juga. Kulihat spion pete-pete di depanku, sang supir melihat kami sedang gas. Dia mengercingkan dahi. Tepat sebelum motor di depanku mendekati pete-pete. Pete-pete tersebut membelok ke kanan sedikit dan trak....sang motor menghantam bember belakang kanan pete-pete dan terlempar. Astagfirullah...pengendaranya terlempar, terlepas dari motornya. Motornya terganjal di bawah pete-pete. Sang pengendara adalah seorang bapak kira-kira berusia 50-an terlempar sejauh 10 meter dari pete-pete ke kanan hampir masuk ke selokan. Untung saja tidak ada kendaraan dari arah berlawanan. Dia terkapar di rerumputan di bibir selokan. Saat itu jalanan sepi dan tidak ada ojek yang biasa parkir di mulut jalan tunggala. Mendadak ku hentikan sepeda motorku. Aku menuju ke tempat sang bapak tadi terlempar. Sopir pete-pete pun keluar dan memperhatikan bagian belakang mobilnya yang tergores tertabrak motor. Saat itu tidak ada penumpang dalam pete-petenya. Kaki sang bapak berdarah, kayaknya tulangnya patah. Dia meringkih menahan sakit. “Mari saya antar ke rumah sakit”, aku berujar padanya. Seorang satpam sebuah kantor pembiayaan dekat situ membantuku menaikkan sang bapak di atas sepeda motorku. Aku memboncengnya menuju puskesmas lepolepo. “Tunggu dulu, bagaimana motorku?’, sang bapak cemas mencari-cari motornya. “ Di sana pak, sudah diamankan di halaman kantor pembiayaan. Aku melambai ke arah satpam tadi. Tampaknya dia sedang menginterogasi sang supir. Sesampainya di puskesmas lepo-lepo, REFRESING HAL... cerita tentang semakin sepinya penumpang kala semakin mudahnya kredit motor, harga suku cadang kendaraan semakin tinggi harganya, setoran juga semakin naik, harga bahan bakar merangkak, biaya hidup meroket dan sederetan persoalan hidup lainnya. “Tapi mereka kadang sewenang-wenang di jalan pak? Seolah jalan ini miliknya sendiri, berhenti mendadak tanpa memberi kode lampu weser, seenaknya berhenti di tengah jalan sehingga menyebabkan kemacetan, dan terkadang ugal-ugalan. Pokoknya kita harus laporkan ke polisi”, emosiku. “Jangan de, tidak usah mi. Terkadang juga penumpang pete-pete yang tiba-tiba minta berhenti. Atau menahan petepete bukan pada tempat yang baik untuk berhenti. Biarlah, semoga supir pete-pete yang ugal-ugalan bisa sadar. Kita doakan saja”, bijak sang bapak. Aku terharu atas kebijakan bapak ini. Jelas-jelas bapak ini yang korban, tapi dia malah memaafkan dan mendoakan orang yang mencelakakan dirinya. Sungguh, sangat langkah manusia seperti ini. Aku tertunduk sambil memandangi sepatuku, mencoba mencari hikmah dari kebesaran jiwa orang ini. Dalam hati, aku bertekad, aku harus banyak belajar lagi tentang hidup dan kebijaksanaan. *** Krek krek teng! Bluss...piss...Suara lengan kuat eskavator menghantam benda keras lalu memancarkan air deras membasahi area kerja mereka. Rupanya lengan robotnya mengenai jaringan pipa PAM di jalan itu. Airnya mengalir ke bawah ke arah tempat kuparkirkan motorku. Aku terhenyak dari lamunanku. Ku naikkan standar motorku, aku mengambil jalan berbalik kembali ke arah wuawua. Mudah-mudahan dengan ratanya pendakian tunggala juga menghilangkan kenangan kecelakaan yang kusaksikan dahulu. *** Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 35 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA langsung di tangani cepat oleh para perawat. Aku menunggu. Rupanya jari kelingking kaki kirinya patah. Kini ada perban di kaki dan siku tangan kanannya. Bapak ini sudah mulai tenang. “Bagaimana kakinya pak?”, aku membuka pembicaraan. Dia hanya memelas. Dari raut wajahnya, kelihatan masih kesakitan. “Terima kasih de, sudah antar saya ke puskesmas”, bapak itu menjawab. Saya hanya tersenyum. “Ada keluarga yang bisa kita hubungi?” Sang bapak meraba kantongnya dengan cemas, mencari-cari HP nya. Alhamdulillah HP nya masih berfungi sejak kecelakaan tadi. Dia menelpon ponakannya yang kerja di dealer motor honda wua-wua. Mengabarkan keberadaannya dan berpesan untuk jangan dulu memberi tahu istrinya. Nanti cemas katanya. “ Saya sudah hubungi ponakanku de, ade boleh pulang, terima kasih banyak”, kata bapak itu. “ Sama-sama pak, tapi biar mi saya temani bapak disini sambil menunggu ponakan ta jemput. Kebetulan saya tidak ada kegiatan penting sore ini”, aku mencoba mengakrabkan diri. “ Motorku itu belum lunas cicilannya de, baru jalan 5 bulan kreditnya kasyan”, bapak itu mulai bercerita. “Saya tadi baru pulang mengajar de, kebetulan jam mengajarku sampai jam 2 siang,” sang bapak mengalirkan ceritanya. Dia tinggal di Konda, namanya Suhardi. Mengajar di salah satu SMPN ternama di kota Kendari. “Bagaimana kalau kita menuntut pak?, saya lihat kejadiannya tadi. Saya sudah catat DT mobilnya. Supir pete-pete tadi yang salah pak, dia membelokkan mobilnya agak ke tengah tanpa menyalahkan lampu weser saat kita berdua tadi lagi di belakangnya dengan kecepatan tinggi!”, Aku bersemangat untuk menuntaskan kasus ini. Diluar dugaanku, jawaban pak guru ini. “Tidak usah de, kasyian juga supir pete-pete itu kalau kita tuntut. Mereka orang miskin. Saya punya teman supir pete-pete pernah ARTIKEL Upaya Alternatif Kepala Madrasah Tsanawiyah Dalam Mengatasi Kesulitan Guru Pada Pelaksanaan Kurikulum 2013 Melalui Metode Tutor Guru Sebaya A.ABSTRAK HAL... 36 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pendahuluan Tugas utama kepala sekolah/madrasah adalah mewujudkan keunggulan madrasah yang dipimpinnya. Keunggulan utama madrasah adalah mewujudkan mutu lulusan yang memenuhi dan bahkan melebihi standar. Keunggulan itu perlu didukung dengan keunggulan kompetensi guru yang membangkitkan keunggulan siswa belajar. Kepala madrasah profesional adalah insan pembelajar. Daya adaptasinya tumbuh bersamaan dengan penyikapan terhadap perubahan. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya berubah (Kemendikbud, 2013: 1). Oleh kerena itu, perubahan kurikulum sebagai sesuatu yang seharusnya karena ilmu pengetahuan, teknologi, dan tantangan kehidupan terus berubah. Bersamaan dengan itu, kebutuhan guru untuk mengakomodir kebutuhan siswa pun terus berubah menyesuaikan dengan tantangan jamannya. Pengalaman kita bekerja membuktikan bahwa apa yang kita hasilkan terdahulu selalu memerlukan perbaikan sehingga perubahan merupakan suatu keharusan. Demikian halnya penyempurnaan Kurikulum 2013 (K13) akan diperbaiki dan dikembangkan. Lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan K13, membuktikan bahwa masih terdapat sekolah yang belum siap menerapkan K13 kecuali sekolah di bawah naungan Kemendikbud yang sudah melaksanakan 3 semester secara bertahap dan terbatas telah diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014. Bahkan Kemendikbud memutuskan hanya 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 Oleh: La Marihi (Kepala MTs Negeri 1 BauBau) Kebijakan Kemendikbud di sekolahsekolah, sebagaimana disebutkan di atas sedikit berbeda dengan sekolah/ madrasah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini dibuktikan, selang duapuluh hari keluarnya Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 maka pada tanggal 31 Desember 2014 keluarlah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 207 tentang Kurikulum Madrasah. Pada prinsipnya Permendikbud Nomor 160 Tahun Tahun 2014 dan PMA Nomor 207 Tahun 2014, memiliki persamaan antara lain pemberlakuan Kurikulum 2006 dan K13 juga diterapkan pada MI, MTs.MA secara nasional dimulai pada semester dua tahun pelajaran 2014/2015. Salah satu yang membedakan, kalau sekolah pada naungan Kemendikbud telah dilakukan piloting sekolah percontohan sejak tahun pelajaran 2013/2014, sebaliknya madrasah nanti pada semester satu tahun pelajaran 2014/2015 serta belum ditentukan piloting (madrasah percontohan). Kalaupun ada, baru terbatas pada madrasah yang melakukan pendampingan K13 (dalam proses) yang belum ditetapkan jumlah dan madrasah mana yang menjandi sasarannya. Munculnya PMA Nomor 207 tahun 2014 semakin mempertegas bahwa komitmen Kemenag. terhadap pemberlakuan K13 untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Akidah Akhlak, Fikih, Al Qur’an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam) dan Bahasa Arab. Untuk itu, PMA tersebut mengisyaratkan bahwa agar pendidikan di madrasah ikut menyesuaikan dengan perubahan lingkungan global saat ini. Demikian halnya, dengan MTs Negeri (memenuhi syarat) yang akan melakukan pendampingan K13 sejalan dengan PMA di atas tentu diperhadapkan dengan kesulitan yang dialami selama satu semester tahun pelajaran 2014/2015. Di satu sisi, masih banyak guru belum mendapatkan pelatihan K13, sementara program piloting pendampingan K13 telah berjalan bagi madrasah (MI, MTs, MA) khususnya mata pelajaran umum. Dari berbagai sumber diperoleh informasi bahwa kesulitan cukup serius yang ditemui dilapangan ketika dilaksanakan K13 adalah (1) sulitnya mengubah midset guru, (2) perubahan model pembelajaran dari teacher sentered ke student centered, (3) rendahnya moral spritual, (4) budaya membaca dan meneliti masih rendah, (5) kurangnya penguasaan teknologi informasi, (6) lemahnya penguasaan administrasi, (7) kecenderungan guru yang lebih menekankan aspek kognitif, dan (8) kecenderungan guru yang belum mau menjadi manusia pembelajar (Hidayatullah, 2014). Sejalan dengan hal tersebut, Staf Khusuf Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKMP3) Kemendikbud, Rumiati (2014) mengatakan bahwa salah satu pembeda kurikulum sebelumya adalah scientific approach. Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapakan pendekatan tersebut. Penyebabnya adalah (1) guru kurang memahami proses penilaian sehingga dianggap rumit, (2) guru masih sulit menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar, (3) project based learning dan pelatihan guru. Mencermati berbagai kesulitan tersebut pada umumnya guru-guru madrasah mengalami kesulitan serupa pada penerapan K13. Namun jika diperhatikan lebih jauh kesulitan-kesulitan yang dialami guru di masing-masing madrasah cukup bervariasi terutama dalam hal: ARTIKEL - - - - - B. PEMBAHASAN MASALAH A. Upaya Kepala MTs dalam Mengatasi Kesulitan Guru pada Penerapan K13 Salah satu tugas kepala madrasah yang urgen dengan keberhasilannya adalah kepemimpinan pembelajaran. Oleh karena itu, kepala madrasah menjadi faktor penentu kemajuan dan dinamisasi madrasah terutama berkaitan dengan efektifitas pembelajaran. Menurut Suryosubroto (2004: 30) bahwa kepala madrasah mampu menyelenggarakan gugusan-gugusan tertentu meliputi pengaturan: (1) proses belajar mengajar, (2) kesiswaan, (3) personalia, (4) peralatan pengajaran, (5) gedung dan perlengkapan, (6) keuangan, dan (7) hubungan dengan masyarakat. Poses belajar mengajar (PBM) merupakan inti dari penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (Usman, 1995: 4). Setiap permasalahan dalam PBM, di bawah kepemimpinan kepala madrasah akan terselesaikan. Artinya, pemimpin akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh pengetahuan yang dimiliki terhadap kondisi yang dihadapinya menuju ketercapaian tujuan yang diharapkan, termasuk mencari solusi peningkatan efektiftas PBM K13 serta mengatasinya kesulitannya di madrasah. Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin, ia mempunyai dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan proses pendidikan. Pertama, kepala madrasah adalah pengelola pendidikan di madrasah, dan kedua, kepala madrasah adalah pemimpin formal di madrasahnya (Machali, 2012: 31). Sebagai pengelola pendidikan, kepala madrasah bertanggungjawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi madrasah dengan seluruh subtansinya. Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya mengerakkan para bawahan ke arah tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. Salah satu model kepemimpinan yang paling ideal bagi peningkatan mutu dan kemajuan lembaga madrasah adalah menerapkan kepemimpinan transformasional (transformasional leadership). Implementasi kepemimpinan ini adalah mentransformasikan secara optimal sumber daya madrasah dalam rangka mencapai tujuan sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Istilah transformatif berinduk dari kata to transform, yakni bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda (Danim, 2005: 54). Kepemimpinan transformasional merupakan jenis kepemimpinan baru (new leadership paradigm) yang dipandang efektif mendinamisasikan perubahan, terutama pada lingkungan bersifat transisional (Machali, 2012: 59). Kepemimpinan transformasional kepala madrasah, yaitu kegiatan memimpin dan yang dipimpin berinteraksi dan terintegrasi sehingga kedua pihak berdaya meningkatkan motivasi dan moralnya menjadi satu kesatuan. Peran pemimpin dengan dipimpin karena didasari motif bersama berlandaskan nilai-nilai dan tujuan serta dikuatkan dengan pengakuan bahwa pemimpinya “benar”. Menurut Sergiovanni (1996) bahwa kepemimpinan pembelajaran mencakup moral dan etik berdasarkan tujuan keyakinan, dan nilai yang mempersatukan emosi karena kepala sekolah berpengaruh. Terkait dengan mutu sumber daya manusia yang diperlukan pada abad 21, Andrew J. Rotherham dan Daniel Willingham (2003) menyatakan bahwa memperhatikan tiga hal utama, yaitu mengembangkan kurikulum terbaik, me- Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 37 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA Kurangnya pelatihan K13 Kurangnya pemahaman penilaian K13 Tidak adanya “guru model” penerapan K13 Kurangnya pengetahuan kepala madrasah tentang K13 Rendahnya kualitas kepemimpinan pembelajaran kepala madrasah. Kesulitan-kesulitan penerapan K13 yang dialami di atas, terutama kesulitan pertama, kedua, ketiga dan keempat tidak terlepas dari kepemimpinan transformasional kepala madrasah dalam menyikapi sekaligus mengatasi kesulitan penerapan K13 terutama pada MTs rintisan pendampingan K13. Dengan demikian kesulitan poin kelima akan mempengaruhi ketidak berhasilan seluruh komponen penerapan K13. Untuk itu, diperlukan sumber daya kepala MTs yang memiliki pengembangan daya inisiatif, inovasi, dan kolaborasi agar memfasilitasi guru dalam melaksanakan perubahan atas keputusan bersama. Ketajaman kepala MTs dalam merespon semua kesulitan dalam penerapan K13, diasah melalui komunikasi dan kolaborasi dengan teman sejawat (guru senior) sehingga menemukan ideide baru, memperbaiki strategi dan mempertajam daya analisis guru dalam memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Salah satu upaya tersebut adalah melalui metode latihan tutor sebaya di antara guru dalam mengatasi setiap kesulitan penerapan K13 di internal MTs bersangkutan. Menurut Surya dan Amin (1984) bahwa tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditunjuk untuk membantu siswa-siswa tertentu dalam mengatasi kesulitan belajar. Dari berbagai literatur istilah tutor sebaya banyak dijumpai di kalangan siswa, namun dapat saja dipraktekan di kalangan guru dalam mengatasi kesulitan pembelajaran, khususnya penerapan K13. Tutor sebaya merupakan sekelompok guru yang telah tuntas terhadap bahan dan implementasi K13 sehingga dapat memberikan bantuan secara konsultatif dan dialogis terhadap kesulitan guru dalam merencanakan,melaksanakan, mengevaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran sesuai mata pelajaran yang diampuhnya. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah: (1) Bagaimana upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi kesulitan guru pada penerapan K13?, dan (2) Bagaimana penerapan metode tutor guru sebaya dalam mengatasi kesulitan penerapan K13? Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut (1) Untuk mendeskripsikan upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi kesulitan guru dalam penerapan K13?, (2) Untuk mendeskripsikan penerapan metode tutor guru sebaya dalam mengatasi kesulitan penerapan K.13 Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain sebagai berikut: (1) Bagi guru, sebagai bahan masukan dan referensi dalam mengatasi kesulitan penerapan K13, (2) Bagi kepala sekolah, sebagai bahan informasi dan perbandingan dalam menerapkan K13 di madrasah yang dipimpinnya. 1. Bagi pengambil kebijakan, sebagai bahan referensi dalam memberikan penguatan kepemimpinan kepala madrasah pada umumya dan penerapan K13 pada khususnya. ARTIKEL HAL... 38 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA ningkatkan kompetensi pendidik, dan mengembangkan sistem penilaian terbaik (Kemendikbud, 2013: 21). Kepala MTs bertanggungjawab menjamin seluruh siswa belajar dan guru melaksanakan tugas pendidik dalam mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, membimbing, menilai, dan mengevaluasi siswa. Pembelanjaran berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi yang semakin cepat. Fokus belajar menguatkan sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik) siswa secara berimbang dengan dukungan kepala madrasah sebagai pimpinan dan manajer. Kottler (1999) membedakan pemimpin dan manajer. Tugas pemimpin adalah (1) menetukan arah pengembangan sekolah/ madrasah, mengembangkan misi masa depan, strategi jangka panjang yang menghasilkan perubahan, (2) menyelaraskan hubungan orang-orang berkomunikasi dalam mengembangkan kerjasama, dan membangun komitmen untuk mewujudkannya, (3) memotivasi dan menginspirasi pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa dapat bergerak sesuai dengan tujuan. Tugas kepala sekolah/madrasah sebagai manajer lebih menekankan pada administrasi pengelolaan, yaitu (1) mengembangkan perencanaan dan anggaran, (2) mengembangkan organisasi, struktur organisasi dan pembagian tugas, meningkatkan kapasitas staf, dan mengisi struktur dengan mempertimbangkan kemampuan individu, mengkomunikasikan rencana, mengembangkan sistem monitor pelaksanaan, (3) mengontrol kegiatan dan memecahkan masalah seperti dalam rapat atau dalam pertemuan informal (Kemendikbud, 2013: 5). Sehubungan dengan hal tersebut, idealnya hasil pelatihan K13 diarahkan pada pengembangan pada daya inisiatif, inovasi, dan kolaborasi kepala madrasah agar dapat melaksanakan perubahan berdasarkan keputusan bersama. Munculnya kesulitan-kesulitan penerapan K13 seperti kurangnya pelatihan guru, kurangnya pemahaman penilaian K13, tidak adanya “guru model” penerapan K13. Oleh karena itu, upaya alternatif kepala MTs adalah melakukan perubahan dengan berbagai informasi tentang alasan pentingnya meningkatkan kinerja dan mewujudkan target pencapaian yang lebih baik pada penerapan K13. Ketika kepala MTs menantang para guru untuk mewujudkan perbaikan kesulitan penerapan K13 maka dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merencanakan perbaikan berbasis data guru dengan jalan menilai pemahaman guru termasuk kesulitan-kesulitan yang ditemui sepanjang penerapan K13; 2. Memilih prioritas kesulitan K13 dengan jalan melakukan rapat untuk memperoleh masukan termasuk mencari alternatif solusinya; 3. Menyeleksi anggota team tutor guru sebaya dengan jalan memperhatikan kualifikasi akademik, lama mengajar termasuk hasil penilaian pemahaman K13 dan hasil supervisi kepala madrasah; 4. Menetapkan team tutor guru sebaya maksimal 5 - 10 orang sebagai hasil binaan dan bimbingannya dengan tetap memperhatikan keterwakilan mata/pelajaran dalam bentuk surat keputusan kepala madrasah; 5. Melakukan kegiatan tutor guru sebaya kepada guru bimbingannya serta melaporkan secara berkala tentang kemajuan tutorialnya kepada kepala madrasah; Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 6. Melakukan pengawasan dengan cara menerima konsultasi guru selaku tutor maupun pembimbingan tindak lanjut dari guru yang ditutorial. B. Metode Latihan Tutor Guru Sebaya dalam Mengatasi Kesulitan Penerapan K13 Fakta lapangan menunjukkan bahwa minimnya pelatihan yang diikuti oleh guru madrasah baik di perkotaan maupun di pedesaan membawa pengaruh yang signifikan bagi keberhasilan penerapan K13. Pelatihan yang dilakukan selama ini terbatas pada personal guru dengan jumlah terbatas pula. Kegiatannya pun dilakukan dalam bentuk sosialisasi/bimtek/workshop, biasanya diikuti oleh kepala sekolah dan guru tertentu sehingga tidak melibatkan secara kolektif guru. Oleh karena itu, guru berada dalam posisi dilematis dimana di satu sisi harus menyukseskan penerapan K13 akan tetapi dalam penerapannya kurang memahami penilaiannya bahkan sulit dijumpai “guru model” penerapan K13 di madrasah tempat mengajarnya. Untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam menerapkan K13 yang dianggap sesuai adalah “metode latihan tutor guru sebaya”. Menurut Masiku (2013) bahwa tutor diartikan sebagai orang yang memberikan tutorial sedangkan tutorial adalah bimbingan pembelajaran oleh tutor dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar sipembelajar dapat efisien dan efektif dalam belajar. Lebih lanjut, Surya dan Amin (1984) mengatakan bahwa bantuan yang diberikan teman-teman sebaya pada umumnya dapat memberikan hasil yang cukup baik. Peran teman sebaya dapat menumbuhkan, mengembangkan dan membangkitkan persaingan hasil belajar secara sehat karena siswa (teman) yang dijadikan tutor eksistensi diakui teman sebaya. Kepala MTs dalam menentukan personil tutor sebaya, selain berkaitan dengan kompetensi kepemimpinan pembelajaran juga kompetensi supervisinya. Untuk itu, langkah awal dan selanjutnya adalah melakukan pembimbingan guru sebelum diangkat dan ditetapkan menjadi team tutor guru sebaya. Kegiatan itu meliputi: 1. Melaksanakan supervisi administrasi perencanaan pembelajaran meliputi kalender pendidikan, analisis minggu efektif, Prota, Prosem, Silabus, RPP, jadwal tatap muka, agenda harian, daftar nilai, dan KKM; 2. Melaksanakan supervisi pelaksanaan pembelajaran guru di kelas meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi) dan penutup; 3. Melaksanakan supervisi administrasi hasil pembelajaran guru meliputi buku nilai, ulangan harian, penugasan terstruktur, penugasan tidak terstruktur, penilaian psikomotorik, penilaian akhlak mulia, penilaian kepribadian, remedi, analisis hasil ulangan, dan bank soal; 4. Melaporkan hasil penilaian kepada kepala madrasah disertai kendala secara umum dan tindak lanjut masing-masing guru tutorialnya; Pada tahap berikutnya, kepala MTs melakukan rapat dengan para guru terkait dengan hasil laporan team tutor sebaya. Hasil tersebut segera ditindak lanjuti, dengan cara mencermati permasalahan yang muncul, yaitu (1) apakah dapat dilakukan perbaikan secara personal oleh kepala madrasah, (2) apakan dengan mendatangkan nara sumber khusus jika kesulitan-kesulitan hampir dialami semua guru melalui kegiatan workshop, ARTIKEL PENUTUP A.Kesimpulan Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka dapat disimpukan sebagai berikut: 1. Bahwa upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi kesulitan guru dalam penerapan K13 yang disebabkan oleh kurangnya pelatihan K13, kurangnya pemahaman penilaian K13, tidak adanya “guru model” penerapan K13 maka dilakukan langkah-langkah, sebagai berikut (a) mencanakan perbaikan berbasis data guru, (b) memilih prioritas kesulitan K13, (c) menyeleksi anggota team tutor guru sebaya, (d) menetapkan team tutor guru sebaya, (e) melakukan kegiatan tutor guru sebaya kepada guru, (f) melakukan pengawasan pada penerapan K13. 2. Bahwa metode latihan tutor guru sebaya yang diterapkan kepala MTs dalam mengatasi kesulitan penerapan K13 dengan melaksanakan kegiatan pokok, antara lain (a) melaksanakan supervisi administrasi perencanaan pembelajaran, (b) melaksanakan supervisi pelaksanaan pembelajaran guru di kelas, (c) melaksanakan supervisi administrasi hasil pembelajaran guru, (d) melaporkan hasil penilaian kepada kepala madrasah. B.Saran-saran 1. Sebaiknya sebelum penerapan pendampingan K13 di MTs perlu pendidikan dan pelatihan kepala madrasah sesuai ketentuan peraturan diklat yang berlaku. 2. Sebaiknya para guru senior yang akan dan telah menjadi tutor guru sebaya di madrasah pangkalnya perlu pendidikan dan pelatihan K13 agar menjadi “guru model” penerapan K13. 3.Sebaiknya Kepala MTs menerapkan kepemimpinan transformasional dalam menyikapi setiap kesulitan dalam penerapan K13 pada khususnya maupun meningkatkan mutu keluaran madrasah yang dipimpinya pada umumnya. *** DAFTAR PUSTAKA Danim, Sudarman. 2004. Motivasi Kepemipminan dan Efektifitas Kelompok. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hidayatullah, Furqon. 2013 Delapan Masalah dalam Penerapan Kurikulum 2013. Akses Internet: Tanggal 13 Januari 2015. Kemendibud. 2013. Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah. BPSDM DIKBUD PMP: Jakarta Machali, Imam. 2012. Kepemimpinan Pendidikan dan Pembangunan Karakter. Yogyakarta: PT. Insan Cendekia Madani. Masiku. 2013. Peran Tutor Sebaya. Akses Internet: Tanggal 13 Januari 2015. Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014. Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Kemedikbud: Jakarta KMA Nomor 207 Tahun 2014. Kurikulum Madrasah. Dirjen Pendis Kemenag: Jakarta. Surya dan Amin, 2013. Pentingnya Tutor Teman Sebaya. Akses Internet: Tanggal 13 Januari 2015. Suryosubroto, 2004. Penyelenggaran Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Rumiati, 2013. Tiga Permasalahan Penerapan Kurikulum 2013. Akses Internet: Tanggal 13 Januari 2015. Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635 HAL... 39 MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA (3) apakah harus mengutus atau memberikan rekomondasi kepada pesonal guru untuk mengikuti pelatihan baik dalam bentuk workshop di madrasah lain maupun pelatihan fungsional. Upaya kepala MTs dalam mengatasi kesulitan-kesulitan guru yang setiap saat muncul maka perlu dilakukan komunikasi intensif antara kepala madrasah dengan guru sehingga penerapan K13 berhasil sebagaimana yang diharapkan. Proses kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat menentukan keberhasilan tutorial. Untuk kesuksesan pelaksanaan latihan tutor guru sebaya maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Gunakan latihan ini hanya untuk penerapan K13 yang dilakukan secara otomatis, yakni guru tanpa menggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, tetapi dapat dilakukan dengan cepat seperti aplikasi penilaian bagi guru yang mampu mengoperasikan komputer. 2. Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas, yakni yang dapat menanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan latihan sebelum mereka melakukan. Latihan itu juga mampu menyadarkan guru akan kegunaan setiap materi K13 ketika dalam mengajar saat sekarang ataupun di masa akan datang. 3. Di dalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan pada diagnosa kesulitan guru pada K13, karena latihan permulaan itu kita belum bisa mengharapkan guru dapat menghasilkan keterampilan yang sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajarannya. 4. Kepala madrasah sebagai supervisor harus mampu menunjukan kepada guru dengan benar dari setiap respon dan pertanyaan guru pada setiap kesulitan dan kejadian ditemuinya pada penerapan K13. 5. Kepala madrasah/MTs melalui tutor sebaya yang ditunjuknya tetap memperhitungkan waktu tutorialnya sehinga menimbulkan optimisme pada guru dan kemungkinan rasa gembira karena menghasilkan keterampilan yang baik dalam penerapan K13. 6. Kepala madrasah/MTs dan guru perlu memikirkan dan mengutamakan proses-proses yang esensial/yang pokok atau inti, sehingga tidak tenggelam pada hal-hal yang rendah/tidak perlu dipersoalkan dalam penerapan K13. 7. Kepala madrasah perlu memperhatikan perbedaan individual guru, sehingga kemampuan guru dapat tersalurkan dan dikembangkan melalui tutor guru sebaya. Untuk itu, dalam pelaksanaannya perlu mengawasi dan memperhatikan pengusaan perseorangan guru dalam memahami K13. Dengan langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan guru melalui tutor guru sebaya akan betul-betul bermanfaat bagi guru untuk menguasai kecakapan penerapan K13. Demikian halnya, dapat menumbuhkan pemahaman untuk melengkapi penguasaan penerapan K13 sehingga guru tida lagi menemui kesulitan-kesulitan dalam menerapkannya serta diterima guru secara teori dan praktik di madrasah. GALERI KEGIATAN Dokumentasi Seputar Kegiatan LPMP Sultra HAL... MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA