tahun 2015 | issn: 1979-0635 laoran utama event

advertisement
K ALO
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2015 | ISSN: 1979-0635
BERANDA
EVENT
LAORAN UTAMA
Penyerahan Sertifikat Calon Kepala
Sekolah Kota Kendari
Dua Event Saat Upacara Bendera
HUT RI ke-70
Sultra Siap UKG 2015
Baca di Halaman 4
Baca di Halaman 14
Baca di Halaman 21
KALO
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2015
ISSN : 1979 -0635
SUSUNAN REDAKSI:
PENANGGUNG JAWAB:
KEPALA LPMP PROV. SULTRA
PENGARAH:
KASUBAG. UMUM
KASI. FPMP
KASI. PEMETAAN MUTU DAN SUPERVISI
KASI SISTEM INFORMASI
HAL...
2
PEMIMPIN REDAKSI:
IRWAN SYAFEI LANDOUW
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI:
LANG KULO
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
SEKRETARIS REDAKSI:
IRENE IRAWATI ARSANTI
GAUDENSIUS DADU BERIBE
PENYUNTING / EDITOR:
RIYA LAODE MAKRUF TONDA, M.PD
Dr. RIDWAN ADI SURYA, M.Si
DESIGNER / SETTING LAYOUT:
SURIP WIDODO
MAGISRAHAYU
ANGGOTA REDAKSI:
SRI RIANTI AM. RAYS
SOESIANA ARIANI
KARTINI
INCE AMRIANI SULTANIAH AZIR
RIKA ERNITA MEKUO
KEUANGAN:
MUKHSADAT DAHLAN
ADMINISTRASI & DISTRIBUSI:
SYAMSUL BAHRI
DOKUMENTASI:
MUH. SYAFRI RUMPA
ALAMAT REDAKSI:
GEDUNG ICT LPMP PROV. SULTRA
Jl. DI. PANJAITAN NO. 83
KEL. WUNDUDOPI, KEC. BARUGA
KENDARI, SULAWESI TENGGARA 93116
TELP. 0401 - 3191831
e-mail: [email protected] [email protected]
website:http://www.lpmpsultra.net
CP : 085241882853 - 082348217689
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
DAFTAR ISI
Penyerahan Sertifikat Calon Kepala Sekolah
Kota Kendari ............................................................ 4
SINKRONISASI DAN KOORDINASI PROGRAM LPMP
PROV. SULTRA DENGAN DINAS PENDIDIKAN
PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA SE-SULTRA........ 6
Konsolidasi Sertifikasi Guru
Melalui PPGJ Tahun 2015......................................... 7
PELATIHAN INSTRUKTUR NASIONAL
KURIKULUM 2013 SASARAN GURU SD, SMP,
SMA / SMK DI MAKASSAR ...................................... 8
KONSEP, KOTEKA, DAN KOIN MODAL UTAMA
SUPERVISOR YANG MENARIK DAN
MENGINSPIRASI .................................................... 10
Peranan LPMP dalam Rangka Penjaminan Mutu
Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara.................. 13
Dua Event Saat Upacara Bendera HUT RI ke-70 ....... 14
REVITALISASI PENGEMBANGAN KARAKTER
PENDIDIK MELALUI PENDEKATAN SPRITUAL
LEADERSHIP ........................................................... 16
Sultra Siap UKG 2015 .............................................. 21
POPULASI DAN SAMPEL, SEKARUNG DAN
SEGENGGAM............................................................. 22
Penilaian Kinerja dalam Perspektif
Manajemen Lembaga ............................................... 23
LPMP dan Keterbukaan Informasi Publik.................... 20
Penelitian Tindakan Sekolah ...................................... 21
Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Anak-Anak .... 26
STUDY KEMAMPUAN GURU DALAM
MENDESAIN PENILAIAN BERBASIS KELAS .............. 28
LPMP Sultra Gelar Pertandingan Bulutangkis............. 33
RAJA JALANAN ...................................................... 34
Upaya Alternatif Kepala
Madrasah Tsanawiyah ...................................... 36
Dokumentasi Seputar Kegiatan LPMP Sultra ............. 40
DARI REDAKSI
HAL...
3
Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera bagi kita semua …
Seraya dengan penuh berharap dan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan segala kemampuan dan kekuatan pada kami, hingga kami dapat menyelesaikan tugas-tugas rutin yang dilaksanakan oleh Seksi Sistem
­Informasi, tugas rutin tersebut diantaranya menerbitkan Majalah KALO. Majalah ini memuat berbagai macam informasi tentang program-program yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara
selama Tahun Anggaran 2015 dan tidak menutup kemungkinan redaksi menerima tulisan dari stakeholder lingkup Pendidikan
di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Syukur Alhamdullilah dengan berjalannya waktu kurang lebih satu dekade telah dilalui Majalah Kalo seluruh Tim Re­
daksi berupaya menyajikan berbagai macam berita tersebut dalam bentuk berita informatif seputar kegiatan yang telah dilaksanakan dan informasi pendidikan lainnya yang bermanfaat bagi pembaca.
Dengan semangat kebersamaan, kami terus maju pantang mundur berupaya untuk selalu berubah dan bekerja keras
dalam mencapai sesuatu yang lebih baik lagi.
Semoga topik-topik yang kami sajikan menambah wawasan informasi dan edukatif bagi Pendidik dan Tenaga Kependidi­
kan. Saran, kritik dan masukkan yang membangun senantiasa kami nantikan untuk meningkatkan kualitas majalah pada
penerbitan selanjutnya.
Salam Redaksi
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PENGANTAR REDAKSI
LAPORAN UTAMA
HAL...
4
Kepala LPMP secara simbolis menyerahkan sertifikat
PPCKS kepada Bapak Walikota Kendari.
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Penyerahan Sertifikat
Calon Kepala Sekolah Kota Kendari
P
rofessional Development
for Education Personnel (ProDEP) adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Badan
Peningkatan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan (BPSDMPK) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Pemerintah Australia. dimana bertujuan untuk menyelenggarakan program pendidikan dan
pelatihan bagi pengawas dan kepala
sekolah serta calon kepala sekolah untuk jenjang Sekolah Dasar/Madrasyah
Ibtidayah dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasyah Tsanawiyah.
Salah satu program kerjasama tersebut adalah Program Penyiapan Calon
Kepala Sekolah (PPCKS) yang bertujuan untuk mempersiapkan seorang
guru yang akan menjadi Kepala Seko-
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
lah. Persiapan ini meliputi beberapa aspek, diantaranya aspek akademik.
Program PPCKS LPMP Prov. Sultra meliputi tiga kabupaten/kota yang
mendapat program tersebut, yakni
Kota Kendari, Kabupaten Buton Utara
dan Kabupaten Wakatobi.
Kegiatan PPCKS terdiri dari 2 tahapan yaitu diawali seleksi akademik
dan bila memenuhi syarat dilanjutkan
dengan mengikuti diklat calon kepala
sekolah. Dengan sistem In-On-In. Ke-
LAPORAN UTAMA
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
5
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
giatan tersebut dimulai bulan September 2014 dan berakhir
di bulan Desember 2014. Diakhir diklat dilakukan evaluasi
kepada peserta apakah layak atau tidak sebagai calon kepala sekolah.
Setelah melewati berbagai diklat dan penilaian, akhirnya
24 peserta PPCKS dari Kota Kendari dinyatakan lulus dan
berhak mendapatkan sertifikat sebagai Calon Kepala Sekolah. Sertifikat ini memberi jaminan bahwa yang bersangkutan layak menjadis seorang Kepala Sekolah. Penyerahan
sertifikat ini bersamaan dengan Nomor Unik Kepala Sekolah
(NUKS) yang dilakukan pada hari Jumad tanggal 30 Januari
2014 di aula bertaqwa Kantor Walikota Kendari yang dihadiri
langsung oleh Kepala LPMP Prov. Sulawesi Tenggara, Walikota Kendari, Sekretaris Daerah Kota Kendari, dan Kepala
Dinas Pendidikan Kota Kendari.
“Secara akademik, LPMP telah melaksanakan tugas dengan baik yakni telah melakukan diklat calon kepala sekolah
dan alhamdulilah, dari 24 peserta yang berasal dari Kota
Kendari dinyatakan lulus. Sekarang cakep itu kembalikan
ke pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan di daerah khususnya di lingkup Kota Kendari. Kami berharap agar
dalam pengangkatan kepala sekolah dapat merujuk kepada
hasil yang ada sehingga mereka yang diangkat atau diberi
amanah sebagai kepala sekolah telah memiliki ilmu dalam
memimpin atau memanage sekolah tersebut. Kami juga
berterima kasih kepada Bapak Walikota Kendari yang barubaru ini telah melantik sejumlah kepala sekolah, diantaranya
ada tiga kepala sekolah yang telah kami diklat tersebut telah
diangkat menjadi kepala sekolah. Semoga ilmu yang telah
mereka dapat dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu
sekolah”, demikian sambutan Prof. Dr. H. Hanna, M.Pd selaku Kepala LPMP pada acara penyerahan sertifikat PPCKS,
sedangkan Buton Utara dan Wakatobi akan diserahkan
dalam waktu dekat.
Pada acara tersebut juga Bapak Walikota Kendari, Dr. Ir.
H. Asrun, M.Eng pada sambutannya mengatakan, “terimakasih kepada LPMP yang secara akademik telah menyediakan
bapak/ibu guru yang hadir hari ini sebagai calon kepala
sekolah. Jangan berkecil hati bila bapak/ibu belum menjadi
kepala sekolah. Bersabarlah, karena jumlah guru yang sudah ikut diklat calon kepala sekolah saat ini telah lebih besar
dibandingkan dengan jumlah sekolah kita yang ada di kota
Kendari dan harapan Kepala LPMP akan menjadi prioritas
utama dalam pengangkatan kepala sekolah. Yang jelasnya
bapak/ibu sudah punya tiket. Untuk menjadi perhatian bapak/
ibu, setiap yang diajukan menjadi kepala sekolah, saya selalu bertanya apakah yang bersangkutan telah mengikuti diklat
calon kepala sekolah dan dinyatakan lulus?”. Kalimat ini
membuat decak kagum para guru yang hadir seraya bertepuk
tangan seolah-olah mendapat secuil harapan. “yang jelasnya
bapak/ibu tetap fokus dalam menjalankan tugasnya dengan
baik dalam mendidik anak bangsa sehingga bisa menjadi insan yang mandiri, kompetitif dan memiliki pengetahuan yang
tinggi dan akhlak yang baik”, tuturnya sekaligus menutup kegiatan tersebut. (Gaudensius)
BERANDA
SINKRONISASI DAN KOORDINASI PROGRAM
HAL... LPMP PROV. SULTRA DENGAN DINAS PENDIDIKAN
6
PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA SE-SULTRA
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Mutu pendidikan suatu bangsa sangatlah penting dalam meningkatkan kepercayaan diri bangsa tersebut. Untuk
meraih mutu tersebut tidaklah mudah
serta cukup banyak melibatkan berbagai unsur yang terkait.
LPMP Sultra sebagai perpanjangantangan Kementerian Kebudayaan
dan Pendidikan Dasar dan Menengah
di daerah memiliki tanggungjawab yang
cukup berat dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Tidak akan mungkin LPMP
Sultra mampu bekerja untuk mencapai tujuan tersebut, tanpa bekerjasama
dengan dinas pendidikan didaerah yang
bertanggungjawab langsung tentang
penyelenggaraan pendidikan daerah.
Mengingat pentingnya hal tersebut,
kepala LPMP Prov. Sultra Prof. Dr. H.
Hanna, M.Pd, memandang perlu diawal
tahun 2015 ini mencanangkan sebuah
program yakni Sinkronisasi dan Koordinasi Program LPMP Prov. Sultra dan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/
Kota yang pada intinya adalah penyatuan persepsi dan kesamaan pemikiran
antara para stakeholder dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten
/ Kota se-Provinsi Sultra dalam mengupayakan peningkatan mutu pendidikan
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
daerah Sultra termasuk menyikapi Permen tentang Pemberlakuan Kurikulum
2013 dan Perubahan Paradigma Ujian
Nasional yang menyenangkan dan Ujian
Nasional yang berbasis online.
Kegiatan yang berlangsung selama
tiga hari dari tanggal 26 sampai dengan 28 Januari 2015 bertempat di Aula
VIP LPMP Prov. Sultra yang dihadiri
oleh Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Prov. Sultra, para kepala
Dinas Pendidikan se-Kabupaten/Kota,
pejabat Dinas Pendidikan dan para operator sertifikasi (AP2SG). Secara keseluruhan, jumlah peserta yang hadir
sebanyak 54 orang.
Pada acara pembukaan kegiatan
tersebut, Prof. Hanna menegaskan
bahwa ada tiga hal yang mendasar
yang perlu disinkronkan untuk keutuhan pendidikan di Prov. Sultra, yakni:
1.Mengawal Permendikbud No. 160
Tahun 2014 tentang Pemberlakuan
Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013.
2. Implementasi Kurikulum 2013 tidak
merata di seluruh Provinsi di Indonesia. Secara keseluruhan hanya
sekitar 6 Provinsi yang tetap menerapkan Kurikulum 2013, sisanya ada
sebagian Provinsi yang hanya meng-
gunakan sekolah pilotting saja yang
menggunakan Kurikulum 2013 dan
sebagian besar Provinsi juga yang
sama sekali tidak menggunakan Kurikulum 2013 (kembali ke Kurikulum
KTSP). Dari hasil silahturahim Bapak
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan
Dasar dan Menengah dengan sejumlah guru di Ambon, beliau berpesan
bahwa Kurikulum 2013 tidak dihentikan, akan diimplementasikan tahun
depan dimana implementasinya lewat KKG dan MGMP.
3. Persiapan Sertifikasi Guru tahun
2015 pola Pendidikan Profesi Guru
dalam Jabatan (PPGJ)
“Beberapa point yang tidak kalah
pentingnya juga adalah mari kita tetap
mengawal Kurikulum 2013, pelaksanaan
Ujian Nasional Online SMK, dan memberikan pencerahan pada masyarakat
terutama siswa yang akan menghadapi
Ujian Nasional bahwa Ujian Nasional bukanlah sesuatu yang menakutkan yang
pada akhirnya membuat kebanyakan
siswa menjadi stress yang berdampak
pada ketidaksiapan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional”, demikian ujarnya.
(Gaudensius-Tim Publikasi
LPMP Prov. Sultra)
BERANDA
Konsolidasi Sertifikasi Guru
Melalui PPGJ Tahun 2015
fikasi Guru melalui PPGJ dan Pedoman Penetapan Peserta
(Buku 1 edisi revisi) bahwa per tanggal 23 Januari 2015 Prov.
Sultra masuk dalam urutan ke 20 dengan prosentase 38,71%
yang sudah verifikasi berkas
Sehingga menurut Hanna, “LPMP Prov. Sultra mengambil
langkah untuk melaksanakan kegiatan Konsolidasi Informasi
Pelatihan Kurikulum, Sertifikasi Guru, Penilaian Kinerja dan
Penjaminan Mutu Pendidikan se Provinsi Sultra tahun 2015
yang dilaksanakan di 17 kab/kota se Prov. Sultra pada tanggal
12 s.d 14 Februari 2015 dengan tim teknis 2 orang per kab/kota
yang terdiri dari unsur kepala seksi dan staf LPMP Prov. Sultra”.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan informasi antara LPMP Prov. Sultra dengan Dinas Pendidikan Kab/Kota se Provinsi Sultra terkait petunjuk
teknis pedoman penetapan peserta sertifikasi guru melalui
PPGJ yang meliputi alur PPGJ, sasaran PPGJ, persyaratan
peserta, penetapan peserta, penetapan bidang studi, jadwal
pelaksanaan PPGJ tahun 2015, verifikasi data calon peserta
di AP2SG, dan verifikasi berkas, sehingga dapat diketahui
penyebab terlambatnya dalam memverifikasi dan memvalidasi berkas calon peserta sertifikasi.
Dengan harapan dari kegiatan konsolidasi ini dapat terciptanya kesamaan pemahaman serta kesepakatan antara LPMP
Prov. Sultra dengan Dinas Pendidikan Kab/Kota se Prov. Sultra
terkait dengan pedoman penetapan peserta sertifikasi guru melalui PPGJ meliputi alur PPGJ, sasaran, persyaratan peserta,
penetapan peserta, penetapan bidang studi, jadwal pelaksanaan PPGJ tahun 2015, verifikasi peserta di AP2SG, dan verifikasi berkas, sehingga akan berdampak pada suksesnya pelaksanaan sertifikasi guru tahun 2015 melalui PPGJ.
(Soesiana A – Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra)
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
7
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki pelaksanaan program sertifikasi guru (sergur) diwujudkan dengan perbaikan regulasi, pelaksanaan sampai evaluasi program. Perubahan ini diatur dalam Ketentuan Umum Permendikbud No.
9/2010 pasal 1 angka 2 bahwa “mulai tahun 2015 pelaksanaan
sertifikasi guru diubah bentuknya dari model Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) menjadi model Pendidikan Profesi
Guru dalam Jabatan (PPGJ) dengan tujuan untuk menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan
pelatihan peserta didik; dan mampu melakukan penelitian dan
mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan.”
Model PPGJ ini pelaksanaannya bukan dalam bentuk latihan melainkan bentuk pendidikan profesi yang tentunya memerlukan Satuan Kredit Semester (SKS) sehingga angka kredit
yang harus ditempuh oleh seorang guru untuk menjadi profesional sebanyak 36 SKS dengan mempertimbangkan jumlah
tatap muka per semester yakni (1) Rekognisi masa lampau
(RPL) 10 SKS, (2) Workshop pendalaman materi dan pengembangan perangkat pembelajaran 12 SKS, dan (3) Program pengalaman lapangan (PPL) 14 SKS dalam 16 kali pertemuan.
Berdasarkan hasil data rekapitulasi calon peserta sertifikasi
guru melalui PPGJ dari Aplikasi Penetapan Peserta Sertifikasi
Guru (AP2SG) Provinsi Sultra masih menduduki posisi yang
sangat rendah dalam memverifikasi dan memvalidasi berkas calon peserta PPGJ. Begitu pula berdasarkan surat dari
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan
(BPSDMPK-PMP) tanggal 29 Januari 2015 dengan No. surat
2009/J2/LL/2015 mengenai Pendataan Calon Peserta Serti-
BERANDA
HAL...
8
PELATIHAN INSTRUKTUR NASIONAL KURIKULUM 2013
SASARAN GURU SD, SMP, SMA / SMK DI MAKASSAR
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
K
Oleh : Edy,
eberhasilan
Implementasi
Kurikulum
2013 dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya ketersediaan sarana dan
prasarana, kesiapan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah, dukungan orang tua dan masyarakat, serta
dukungan manajemen sekolah. Guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan Implementasi Kurikulum memiliki posisi yang strategis bahkan menjadi
penentu keberhasilan implementasi kurikulum ini. Oleh karena itu, guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah perlu dibekali
dengan kompetensi dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 secara bertahap dan
terbatas telah dilaksanakan pada tahun
2013 di 6.326 sekolah, mulai jenjang
SD, SMP, SMA, dan SMK, bahkan
secara mandiri telah pula dilaksanakan
di sejumlah sekolah lainnya. Pada tahun
2014 pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
telah melatih Kurikulum 2013 pada guru
kelas I, II, IV, dan V SD, Kelas VII
dan VIII SMP, serta Kelas X dan XI
SMA/SMK. Di tahun 2015 ini, pemerintah mencanangkan untuk melaksanakan
pelatihan kurikulum 2013 kepada guru
kelas III dan VI SD, Kelas IX SMP dan
kelas XII SMA/SMK. Melalui langkah ini
diharapkan semua guru di semua jenjang
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
S.Pd., M.Si dan Irene Irawati A.
pendidikan secara merata memahami
penerapan kurikulum 2013. Hasil yang
diharapkan pada tahun 2016 kurikulum
2013 dapat diterapkan diseluruh jenis,
jenjang, dan kelas satuan pendidikan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan mengembangkan program Pelatihan
Implementasi Kurikulum 2013 bagi Guru
untuk semua jenjang. Untuk itu sebagai
langkah awal dilaksanakan kegiatan diklat
Instruktur Nasional kurikulum 2013 bagi
guru SMA/SMK region Indonesia Timur sebanyak sembilan Propinsi, termasuk diantaranya Propinsi Sulawesi Tenggara, sebagai
penyelenggaranya adalah LPPPTK-PTK
Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan.
LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara bertindak sebagai pengirim peserta dengan
biaya transportasi ditanggung oleh DIPA
LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara.
Dalam pelaksanaan pelatihan implementasi kurikulum bagi Kepala Sekolah
ditangani secara nasional dengan melibatkan unsur Pusat, PPPPTK, LPMP,
LPPKS, dan dikoordinasikan dengan Dinas
Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Program pelatihan ini dikembangkan berdasarkan kompetensi yang diperlukan oleh
Guru dan Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 serta hasil evaluasi terhadap Implementasi Kurikulum 2013
pada tahun 2013 dan tahun 2014.
Pada tahun 2015, pelatihan Instruktur
Nasional Kurikulum 2013 untuk jenjang
SD dan SMP dilaksanakan pada beberapa region/wilayah. Untuk wilayah Indonesia Timur dilaksanakan di region Makassar Propinsi Sulawesi Selatan.
Dasar hukum pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 diantaranya adalah : (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan; (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikukulum 2013;
Secara umum tujuan Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 adalah agar terjadi perubahan pola pikir (mindset) dan
kemampuan guru dalam proses pembelajaran di kelas mulai dari mempersiapkan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran sesuai dengan pendekatan dan evaluasi pembelajaran pada Kurikulum 2013
dengan baik dan benar.
Sedangkan tujuan khusus dari Pelatihan Instruktur Nasional adalah agar
peserta mampu memahami materi pelatihan yang terdiri atas:
1. Rasional Kurikulum 2013
2. Elemen perubahan kurikulum
3. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
BERANDA
No
A.
Materi Pelatihan
KONSEP KURIKULUM 2013
7
1.
Rasional dan Elemen Perubahan
Kurikulum 2013
2
2.
SKL, KI, KD dan Strategi Implementasi Kurikulum 2013
2
3.
Pendekatan Pembelajaran Tematik Terpadu, Saintifik, dan
Penilaian Autentik pada Kurikulum 2013
3
ANALISIS BUKU
Analisis Buku Guru dan Buku Siswa
18
C.
PERANCANGAN PEMBELAJARAN DAN
PENILAIAN
17
1.
Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
Tematik Terpadu
4
2.
Perancangan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran
Tematik Terpadu
9
3.
Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran
4
E.
1.
2.
18
PRAKTIK PEMBELAJARAN TERBIMBING
28
1.
Analisis Video Pembelajaran
2
2.
Penyusunan RPP
6
3.
Peer Teaching
20
TES AWAL DAN TES AKHIR
2
1.
Tes Awal
1
2.
Tes Akhir
1
TOTAL
72
Tabel 1. Struktur Program Pelatihan IN K13 Tahun 2015
Bagi Guru SD
Materi Pelatihan
3.
4.
5.
Alokasi
Waktu
KONSEP KURIKULUM 2013
1.1
Rasional dan Elemen Perubahan Kurikulum 2013
2
1.2
Permendikbud Perangkat Kurikulum 2013
2
1.3
Pembelajaran Tematik Terpadu, Pendekatan
Saintifik, dan Penilaian Autentik
2
1.4
SKL, KI, KD dan Indikator Pencapaian Kompetensi
dalam Perancangan Pembelajaran
6
HAL...
10
9
PENGGUNAAN BUKU
Penggunaan Buku Siswa dan Buku Guru
Jumlah
Jam
B.
D.
No
PERANCANGAN PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN
3.1
Penyusunan Program Tahunan dan Program Semester
4
3.2
Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
Tematik Terpadu
6
3.3
Perancangan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran
Tematik Terpadu
6
3.4
Penyusunan RPP
10
3.5
Pelaporan Hasil Belajar
4
PRAKTIK PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TERBIMBING
4.1
Analisis Video Pembelajaran
2
4.2
Praktik Pelaksanaan Pembelajaran
16
TES AWAL DAN TES AKHIR
5.1
Tes Awal
5.2
Tes Akhir
TOTAL
1
1
72
Tabel. 2. Struktur Program Pelatihan IN K13 Tahun 2015 Bagi Guru SMP
Melalui kegiatan ini, telah menghasilkan 104 orang peserta
yang memahami pentingnya penerapan kurikulum 2013. Dari 104
orang peserta, semuanya dinyatakan lulus dan kompeten serta direkomendasikan untuk menjadi Instruktur Nasional pada kegiatan
diklat implementasi kurikulum 2013 bagi guru sasaran yang akan
dilaksanakan di kabupaten/kota se-Propinsi Sulawesi Tenggara.
Dengan dilaksanakannya Diklat instruktur nasional
implementasi kurikulum 2013 bagi guru sasaran SD, SMP
dan SMA/SMK ini, diharapkan pelaksanaan kegiatan Diklat
Implementasi kurikulum 2013 tahun anggaran 2015 dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan rencana dan tujuan yang
diharapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. ***
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
4. Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD);
5. Strategi implementasi Kurikulum 2013
6. Buku Guru
7. Buku Siswa
8. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
9. Penilaian sesuai tuntutan Kurikulum 2013
10.Melaksanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum 2013
11.Skenario pelaksanaan pelatihan dan metodologi pelatihan
implementasi kurikulum 2013.
Peserta pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 tahun 2015 adalah Calon Instruktur Nasional Guru SD (kelas
3 dan 6) dan Calon Instruktur Nasional Guru SMP (kelas 9
semua Mapel). Jumlah Peserta yang berasal dari Propinsi
Sulawesi Tenggara dalam kegiatan ini berjumlah tiga puluh
sembilan (39) orang yang terbagi dalam tigabelas mata pelajaran (mapel) dan setiap Mapel berjumlah tiga orang. Semua
peserta hadir dalam kegiatan ini dengan rincian nama, instansi
dan mapel dapat dilihat dalam tabel.
Kegiatan Diklat Implementasi Kurikulum 2013 bagi Instruktur Nasional Guru SMA/SMK dilaksanakan pada tanggal 6 s.d.
12 Juni 2015 di LP3TK- PTK Makassar Sulawesi Selatan sedangkan kegiatan Diklat Instruktur Nasional Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2015 bagi Guru SD dan SMP dilaksanakan
mulai tanggal 14 s.d. 21 Juni 2015 bertempat di LPMP Propinsi
Sulawesi Selatan.
Kegiatan Diklat Instruktur Nasional Implementasi Kurikulum 2013 bagi Guru SD dan SMP menggunakan pola 72 jam
dengan struktur program (tabel 1 dan tabel 2) sebagai berikut:
ARTIKEL
KONSEP, KOTEKA, DAN KOIN MODAL UTAMA
SUPERVISOR YANG MENARIK DAN MENGINSPIRASI
Oleh : La Ode Mane Mbeu, M.Pd
(Wi. Madya LPMP Prov. Sultra)
PENDAHULUAN
HAL...
10
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
A.Rasional
Indikator utama sebuah pendidikan persekolahan
adalah proses pembelajaran. Tidak ada kualitas pendidikan persekolahan tanpa kualitas pembelajaran. Di antara
keseluruhan komponen dalam pembelajaran, guru merupakan komponen yang sangat menentukan. Tidak ada
kualitas pembelajaran tanpa kualitas guru. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran dan keberhasilan anak didik dalam
mencapai tujuan.
Salah satu kegiatan sekaligus gambaran kompetensi
seorang kepala sekolah yang mesti dilakukan sebagai suatu
rangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan akademik adalah supervisi akademik. Supervisi
akademik merupakan upaya membantu mengembangkan
dan memberdayakan guru agar kualitas pembelajarannya
meningkat dan tujuan akademiknya tercapai. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik adalah membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalnya. Mengembangkan kemampuan dalam konteks ini tentu tidak dapat
ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada
peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru,
melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen)
dan/atau kemauan (willingness) dan/atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan
motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat.
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah ditegaskan bahwa salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah adalah kompetensi supervisi. Dengan Permendiknas tersebut berarti seorang kepala
sekolah harus kompeten dalam melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru yang dipimpinnya. Dalam rangka
itu seorang guru yang berkeinginan menjadi kepala sekolah
perlu mengikuti program pendidikan dan pelatihan supervisi
akademik dalam peningkatan profesionalisme guru.
Demikian pula halnya kepengawasan seorang Kepala
Sekolah tidak sekedar dilihat dari tuntutan kompetensinya
dan tugas professional belaka, akan tetapi juga perlu dilihat sebagai tugas kepemimpinan, dan manajerial sebagai
salah satu langkah penjaminan mutu. Dengan demikian
maka pelaksanaan pengawasan dari seorang kepala sekolah tentu banyak yang terikat dengan ketentuan supervisi
. Oleh karena itu tugas kepengawasan hanya akan ber-
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
fungsi sebagai alat peningkatan mutu sekolah jika didasari
penguasaan kompetensi konsptual(konsep), kompetensi
teknikal (koteka), kompetensi komunikasi interpersonal
(koin) mulai perencanaan, pelaksanaan hingga tindaklanjutnya serta didukung oleh latihan supervisi yang memadai
dan sungguh-sungguh.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
65 Tahun 2013, tentang Standar Proses untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah disebutkan bahwa tugas pengawasan
pembelajaran oleh Kepala Sekolah dilakukan dalam bentuk
kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan.
Dalam kaitannya dengan supervisi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/madrasah, menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu dimensi kompetensi kepala
sekolah. Agar kompetensi supervisi kepala sekolah pada sisi
konseptual, teknikal dan komunkasi interpersonal baik pada
tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap tindak lanjut meningkat, maka pembahasan terhadap hal-hal
yang terkait dengan itu logis untuk dilakukan. Meskisupervisi
itu sangat penting, tetapi hendaknya dilaksanakan dengan
cara-cara yang menarik dan menginspirasi. Itulah sebabnya,
maka tulisan ini diberi judul” Konsep, Koteka dan Koin”Modal
Utama Supervisor yang Menarik dan Menginspirasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pelaksanaan supervisi akademik
yang menarik dan menginspirasi itu?
2. Modal yang bagaimana yang perlu dimiliki seorang supervisor sehingga supervisi yang dilakukannya menarik
dan menginspirasi guru untuk mengikutinya.
3. Bagaimana merencanakan, melaksanakan supervisi
akademik dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik.
PEMBAHASAN
A. Strategi Supervisi Akademik yang Manarik dan Menginspirasi
Secara sederhana, ada empat strategi kegiatan supervisi akademik yang dapat menimbulkan daya tarik,
dan menginspirasi. Pertama: Sosialisasikan konsep supervisi secara efektif pada setiap momentum yang tepat
kepada semua guru. Kedua: Jaring pandangan dan reaksi
guru yang telah mengikuti sosialisasi tentang supervisi
akademik dari kepala sekolah. Ketiga: Panggil secara personal penuh kekeluargaan kepada guru-guru yang masih
enggan untuk disupervisi lalu ajak diskusi tentang alas an
dan pertimbangannya sehingga mereka enggan untuk disupervisi. Keempat yakinkan semua guru bahwa supervisi
yang akan dilakukannya bertujuan untuk membantu bukan
mencari kesalahan guru. Kalimat pada strategi keempat
ARTIKEL
kompetensi teknikal yang maksudnya adalah menguasai
secara teknik supervisi akademik. Ada beberapa teknik
yang dapat digunakan oleh seorang supervisor dalam
melakukan supervisi akademik di antaranya sebabagai
berikut:
Ditinjau dari sisi tahapannya,supervisi akademik sesungguh terdiri dari tiga tahapan dalam pelaksanaannya.
Tahapan tahapan dimaksud sebagai berikut: (1). Tahap
praobservasi. (2). Tahap observasi. (3) tahap pascaobservasi.
Pada tahap praobservasi ini sesungguhnya adalah
pengecekan, pemeriksaan persiapan guru yang akan
disupervisi dan komunikasi awal sekaligus pembuatan
komitmen/kesepakatan antara supervisor dengan supervisee untuk melaksanakan supervisi di kelas. Tahapan
ini, supervisor dapat memanfaatkannya sebagai momentum pemastian sejauhmana kesiapan dan persiapan
guru baik mental maupun nonmental. Bagi guru sebagai
momentum umpan balik tentang sejauhmana kelengkapan persiapannya dan juga kesemangatan mentalnya.
Pada tahap observasi adalah momentum bagi supervisor/kepala sekolah maupun supervisee/guru untuk sama
sama masuk di ruang kelas. Kepala sekolah mengamati
seluruh aktivitas guru dan siswa yang telah direncanakan
hingga selesai dan mencatat apa yang menjadi fakta, data
dan informasi yang menjadi temuannya baik yang termasuk kelebihan maupun kekurangan dengan membuang
segala bentuk pencatatan terhadap opini, pendapat, angan-angan dan harapan yang tidak menjadi fakta, atau
data. Sementara guru melaksanakan pembelajaran yang
sesuai dengan apa yang telah dipersiapkannya hingga selesai.
Pada tahap pascaobservasi, adalah momentum untuk pertemuan balikan/pertemuan umpan balik. Idealnya
segera setelah supervisor dan supervisee keluar dari ruang kelas, maka dilakukanlah pertemuan balikan disuatu
tempat yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika karena
ada alasan penting sehingga kepala sekolah tidak dapat
melakukan pertemuan balikan saat itu, disarnkan agar
mencari waktu lain dengan durasi tidak lebih dari 1 minggu. Hal ini dimaksudkan agar apa apa yang tersimpan di
memori guru dan kepala sekolah tidak hilang.
Modal Koin ( Komunikasi Interpersonal)
Kata koin dalam pembahasan ini adalah akronim dari kompetensi interpersonal yang maksud sesungguhnya adalah kemampuan berkomunikasi interpersonal. Seorang supervisor
yang hendak mengesankan supervisi yang dilakukannya menarik dan menginspirasi sudah tentu harus menguasai kompetensi ini. Hal ini sangat penting sebab ia akan berkomunikasi
dengan para pihak di luar dirinya antara lain adalah guru-guru.
Seorang supervisor yang handal tidak cukup menguasai konsep dan teknik sebab meski kemampuan itu kedua diperlukan
akan tetapi yang jauh lebih urgen lagi setelah memiliki kedua
hal di atas adalah komunikasi interpersonal. Di samping itu, komunikasi ini sejak tahap pra observasi, observasi, balikan dan
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
11
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
inilah yang selalu mendapat penekanan dari kepala sekolah
kepada guru sebelum dilakukan supervisi akademik.
B. Modal Utama Seorang Supervisor Sebelum Melakukan Supervisi Akademik
Pada dasarnya ada tiga modal utama yang mutlak dimiliki oleh seorang supervisor sebelum melakukan supervisi
akademik. Modal tersebut adalah:
1. Modal Konsep (Menguasai dan Memahami Konsep Supervisi Akademik)
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, Sergiovani 1989, Glickman, et al;
2007). Pandangan ini menunjukkan bahwa supervise akademik ditujukan untuk membantu guru mengembangkan
kemampuannya dan tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan guru. Jika seorang supervisor melakukan supervisi dengan tujuan selain untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran
maka yang bersangkutan adalah adalah supervisor yang
salah kaprah.
Depdiknas (1994) menyatakan bahwa supervisi akademik adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh
staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang
lebih baik. Senada dengan pandangan tersebut, Kimball
Wiles (1987): “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Inti dari kedua
pernyataan di atas adalah bahwa upervise adalah upaya
pembinaan dan bantuan dari kepala sekolah atau pihak
yang berwenang untuk itu kepada guru agar yang bersangkutan dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya dan
pada akhirnya meningkatkan kualitas prestasi belajar anak
didiknya.
Searah dengan penegasan di atas, ada juga yang
menyatakan bahwa Supervisi akademik merupakan
upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pengajaran (Daresh, 2001).
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sipapun yang
melakukan supervisi akademik harus sejalan dengan
tujuan supervisi itu sendiri yakni membanu guru untuk
memperbaiki diri berupa motivasi, komitmen, dan integritas diri guru, selain membantu mengembangkan kemampuan dan kualitas pembelajarnya sehingga tujuan
yang hendak dicapai dari pembelajaran yang diselenggarakannya dapat tercapai secara efektif dan berkualitas.
Esensi dari berbagai konsep tentang supervisi akademik
di atas adalah kegiatan untuk membantu guru meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalitasnya sehingga prestasi belajar siswa meningkat baik kuantitas
dan kualitasnya. Inilah yang menjadi informasi utama
ketika menyosialisasikan program kegiatan supervisi kepada guru baik oleh kepala sekolah maupun supervisor
secara umum.
2. Modal Koteka (Kompetensi Teknikal)
Kata koteka dalam tulisan ini adalah akronim dari
ARTIKEL
HAL...
12
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
tindak lanjut sudah diperlukan. Jika kemampuan ini tidak dimiliki, tentu saja supervisi akademik yang menarik apalagi hingga
menginspirasi tidak akan terjadi.
Ada beberapa tip/trik dalam melakukan komunikasi interpersonal yang menarik di antaranya: (1). Berusaha menyapa lebih
dahulu (2) Ketika sudah tatap muka, mulailah dengan pertanyaan
seputar kabar diri dan keluarganya. (3) Hindari dominasi dalam
diskusi atau komunikasi. (4) Usahakan lebih banyak merespon
dan merefleksi hasil pembicaraan supervisee dengan tujuan
meneguhkan, menegaskan dan meyakinkan (5). Hindari penggunaan konyungsi atau kata sambung”tetapi, sayangnya, sayang sekali jika hal itu bertalian dengan kelemahan supervisee”.
Sangat dianjurkan untuk mnggunakan kata-kata,“yang berpeluang untuk ditingkatkan”, yang memiliki potensi untuk diperbaiki”,
masih ada kesempatan untuk diubah” antara lain…….. dsb.
Mulyana (2000) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang
lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Ia
menambahkan bahwa bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang,
seperti seorang guru dengan murid..
Dalam pandangan Bocner (1978); Cappella (1987); Miller
(1990) sebagaimana dikutip DeVito (1997) membahas tiga
hampiran untuk membicarakan komunikasi interpersonal ini.
Pengertian ini menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal
dipahami dengan mengamati komponen-komponen utamanya.
(http://id.scribd.com/doc/123691363/Konsep-Dasar-Komunikasi-Interpersonal#scribd, akses 20 Januari 2015 pukul 15.30.)
Komponen utama komunikasi adalah pemberi pesan, pesan dan
media serta penerima pesan. Karena itulah maka kemampuan
supervisor dalam melakukan komunikasi interpersonal sangat
dibutuhkan.
Komunikasi interpersonal dapat dilakukan oleh seorang supervisor dengan kata-kata dan kalimat sederhana diantaranya
sebagai berikut:
Tahap praobservasi: Jika dipanggil maka mulailah komunikasi dan diskusi dengan kata-kata atau kalimat apa kabarnya
pak/bu. Bagaimana keadaan keluarga? Jika guru menjawab baik
maka supervisornya menyahutinya dengan alhmamdulillah. Kalau
kondisinya sudah mulai cair dan tidak tampak ketegangan lagi,
supervisor mulailah dengan pertanyaan seputar pesiapan guru
misalnya. Begini pak/bu. Saya panggil tujuannya adalah mau komunikasikan hal-hal yang terkait dengan kesiapan dan persiapan
rencana supervisi di kelasnya nanti sesuai dengan jadawal yang
telah kita sepakati. Setelah ada jawabannya misalnya sudah siap
pak, maka mulailah dengan kalimat bolehkah sy melihat apa-apa
yg telah dipersiapkan itu? Jika jawabannya boleh mka lakukanlah
pemeriksaan dengan sesungguhnya mulai dari RPP-nya, Medianya, Instrumen dan segala hal yang terkait dengan kebutuhan
pembelajaran di kelas lalu tunjukkan satu satu apa yang sudah
baik dan apa yang perlu diperbaiki sebelum masuk kelas. Untuk
dapat memeriksa seperti itu supervisor harus banyak ilmunya dan
banyak keterampilannya. Memeriksa hal seperti itu harus menggunakan instrumen yang telah ditetapkan bersama dengan supervisee/guru. Jika hal itu sudah selesai maka supervisor tidak boleh
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
lupa menyampaikan terima kasih pada supervisee/guru atas kesediaan dan kerjsamanya untuk berkomunikasi dengan saya dan
mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati. Saya doakan semoga selalu sehat beserta keluarga, dan apa yang masih
perlu dilengkapi dan diperbaiki sebelum masuk kelas nanti sudah
lengkap semuanya. Catatan hasil pemeriksaan persiapan guru
disimpan sebagai alat kontrol dan dokumen hasil pemeriksaan
persiapan guru. Untuk tahap ini dipandang selesai.
Tahap Observasi kelas.
Pada tahap ini, sebelum masuk kelas dianjurkan agar supervisor dan supervisee berada disatu tempat yang telah ditentukan
setidaknya ketika menuju kelas sasaran supervisor dan supervisee sama sma menuju kelas dan ketika di depan pintu maka posisi
guru hrs di depan kemudian di belakangnya supervisor. Saat di
dalam kelas, guru mempersilakan supervisor menempati tempat
duduk yang telah disiapkan. Ada beberpa catatan terkait dengan
tempat duduk supervisor. Pertama diposisikan bagian depan.
Kelemahannya adalah tidak semua ekspresi guru dapat diamati
dengan baik. Kedua diposisikan di samping kiri/kanan. Kelemahannya mudah terbagi perhatian kepada anak dan guru sehingga
relatif menghilangkan kefokusan. Ketiga diposisikan di belakang.
Kelemahannya terkadang anak menampilkan sifat pura-pura dan
guru relatif canggung/grogi. Posisi yang disarankan adalah yang
memungkinkan supervisi tetap fokus, anak-anak tidak terganggu
dan guru cenderung tidak canggung. Apa yang harus dilakukan
supervisor di kelas? Jawabannya adalah mengamati dan mencatat apa yang dilakukan/dikerjakan/ditampilkan guru mulai pembukaan pembelajaran sampai dengan menutup pembelajaran
berdasarkan Instrumen dan format yang telah disepakati dengan
menjauhkan sejauh-jauhnya opini, persepsi dan sejenisnya. Apa
yang dilakukan guru? Jawabannya melakukan pembelajaran kepada peserta didik sesuai dengan RPP-nya dengan memanfaatkan media, alat dan bahan yang telah disediakannya melalui konstruksi interaksi multiarah. Tahap ini telah selesai.
Tahap pascaobservasi/balikan/umpan balik. Pada tahap ini
supervisor dan supervisee berada pada satun tempat. Pada
sesi ini yang mengambil inisitif pertama membuka komunikasi
adalah adalah supervisornya. Mulailah dengan kalimat-kalimat”
bagaimana perasaannya sekarang? Setelah ada jawabannya
lalu supervisor merepons dengan kalimat kalimat yang menyejukkan seperti syukurlah dsb. Setelah itu tanya lagi bagaimana
pandangannya terhadap tampilannya tadi apakah sudah puas
atau bagaimana. Ketika guru menjawab puas atau tidak, supervisor mengajak guru menceritan apa yang sudah dan belum
menurutnya. Setelah itu barulah supervisor memberikan penguatan dan umpan balik sebagai berikut: Secara umum tampilannya itu sudah bagus, khususnya pada unsur ini…….yang
perlu ditingkatkan/diperbaiki/memiliki peluang/memiliki potensi
untuk diperbaiki adalah………..Jika komunikasi seperti ini usai
dilakukan maka selanjutnya tetapkan apa apa yang perlu ditindaklanjuti dan kapan dilakukan tindak lanjut tsb. Kesepakatan ini
didokumenkan oleh supervisor dan dijadikan salah satu dasar
dalam menyusun program tindak lanjut.
Bersambung ke Halaman 14.....
Widyaiswara LPMP Prov. Sultra sebagai kelompok jabatan fungsional khusus
memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik, pengajar dan melatih guru ter­
utama di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
POJOK WIDYAISWARA
Peranan LPMP dalam Rangka Penjaminan Mutu
Pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara
Beberapa pertanyaan terkait dengan pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara, antara lain :
Bagaimana pendapat Bapak tentang pendidikan di
Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini?
Dari aspek atau standar yang mana? Karena ada 8 Standar
Nasional Pendidikan sesuai Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
2005 dimana masing-masing standar ada indikator yang harus
dipenuhi. Disamping itu, banyak hal dan pihak yang terkait untuk
menggeneralisasi mengenai kondisi pendidikan di Sultra; misalnya terdapat perbedaan antara satu kab/kota dalam pemenuhan
8 standar nasional pendidikan itu. Dalam aspek ketersediaan gedung/ruangan belajar termasuk kategori baik.
Apa harapan Bapak untuk kemajuan pendidikan di
Provinsi Sulawesi Tenggara dimasa mendatang?
Terbangunnya kemitraan yang baik dan berkelanjutan
antara Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota dengan
LPMP agar bersinergi dalam pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehingga diharapkan Program pembangunan pendidikan tidak
tumpang tindih. Salah satu upaya adalah senantiasa dilaksanakan rapat koordinasi dalam penyusunan, pelaksanaan
program pendidikan secara berkala, dan dilakukan pula monitoring dan evaluasi dalam rangka mengontrol dan mendapatkan data valid dalam upaya perbaikan selanjutnya. ***
Sambungan dari Halaman 12.....
Catatan:
Dalam tahap pelaksanaan supervisi hindari kata-kata tetapi, syangnya, yang tidak bagus dan sejenisnya jika digunakan untuk
menghubungkan antara kondisi tertampil baik dan kurang/tidak baik. Contoh: Pada dasarnya semua persiapannya sudah bagus
tetapi atau sayangnya atau yang tidak baik adalah…… Kalimat dengan menggunakan konyungsi/penghubungkan seperti contoh
di atas perlu dihindari. Lebih baik gunakan kalimat sbb. Apa yang sudah disipkan/ ditampilkan sudah baik. Yang memungkinkan
untuk diperbaiki/ ditingkatkan adalah……..Kalimat seperti ini jauh lebih sejuk secara psikologis daripada kalimat sebelumnya. ***
Daftar Pustaka
Daresh, John C. 2001. Supervision as proactive leadership. 3rd ed. Prospect Heights, IL: Waveland Press.
Glickman, C.D., Gordon, S.P., and Ross-Gordon, J.M. 2007. Supervision and Instructional Leadership A Development Approach. Seventh Edition. Boston: Perason.
Mulyana, 2000; Konsep Dasar Komunikasi Interpersonal, http://id.scribd.com/doc/1236913#scribd, akses 20 Januari 2015
pukul 15.30.)
Sergiovanni, T.J. 1982. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development..
Pusbangtendik, 2006. Supervisi Akademik dalam peningkatan profesionalisme guru. Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah
Pendidikan Dasar. Direktorat Tenaga Kependidikan; Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan: Jakarta
____________,2014. Bahan Pembelajaran Utama Supervisi Akademik, Jakarta.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
13
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Sejauh mana keterlibatan LPMP Prov. Sultra dalam
melakukan Penjaminan Mutu Pendidikan di Prov. Sulawesi Tenggara, terutama di daerah kepulauan?
Secara umum LPMP telah banyak melakukan terobosan-terobosan dibidang pendidikan seperti menfasilitasi
peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dalam berbagai program : Menyelenggarakan
diklat baik di LPMP maupun di beberapa Kab. /Kota bahkan tenaga teknis lingkup dinas pendidikan Kab./Kota di
Sultra . Materinya antara lain: mengenai Penilaian Kinerja
Guru (PKG), Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) pendampingan sekolah binaan, kurikulum 2013, dan
pendampinagn SB-SNP.
Adakah program LPMP yang bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah dalam peningkatan Mutu Pendidikan di Prov. Sulawesi Tenggara? Kalau ada, seperti
apa program atau kerjasama tersebut?
Sudah ada program kerjasam, antara LPMP dengan
pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam
bentuk MOU yang hubungannya dengan pendidikan tahun
2013 di kendari. Misalnya Program penyiapan Calon Kepala Sekolah, Pendampingan Kepala sekolah oleh pengawas sekolah dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi kepala sekolah SD di tiga Kab./Kota.
EVENT
HAL...
14
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Dua Event Saat Upacara
Bendera HUT RI ke-70
Kendari (17/08/2015) - Sekitar pukul 07.15 WITA upacara bendera
menyambut HUT RI ke-70 dilaksanakan di lapangan Upacara LPMP
Prov. Sultra yang diikuti seluruh staf dan karyawan honorer lingkup LPMP
Prov. Sultra dengan pemimpin upacara Prof. Dr. Hanna, M.Pd.
Dalam sambutannya Hanna mengatakan, “sebelum membacakan sambutan Mendikbud ada dua event dalam
peringatan HUT RI ke-70 LPMP Sultra
yakni pemberian penghargaan pada
staf LPMP yang menerima Satya Lencana Karya Satya 10 tahun dan penyerahan SK CPNS pada 2 (dua)orang
Honorer Kategori 2 Kemendikbud
LPMP Prov.Sultra.”
Ditegaskannya bahwa kepada para
penerima penghargaan Satya Lencana
Karya Satya 10 tahun yang berjumlah 6
(enam) orang, diharapkan kerja keras
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
dan pengabdiannya pada Negara RI
terus ditingkatkan.
Selanjutnya diungkapkan pula,
“Pada penerima SK CPNS saya ucapkan selamat atas perjuangan dan pengabdiannya selama ini semoga kedepannya dapat terus bekerja keras demi
kemajuan Negara RI.”
Kemudian Hanna membacakan
sambutan Mendikbud bahwa saat ini
kita semua sedang berkumpul, merayakan 70 tahun kemerdekaan bangsa
kita tercinta. Dimanapun kita berada,
Sang Merah Putih berkibar dengan
EVENT
untuk meraih semua tujuan mulia kemerdekaan itu.
Apalagi bagi kita yang berada di dunia pendidikan.
Tanggung jawab kita semua yang berada di dunia pendidikan adalah menuntaskan usaha mencerdaskan kehidupan
bangsa. Keterdidikan adalah kunci penting untuk merebut
kemerdekaan, dan keterdidikan juga jadi kunci penting untuk meraih kemajuan bangsa kita lebih dari sekedar sejajar
dengan bangsa-bangsa lain. Tingkatkan mutu pendidikan
kita. Mendidiklah dengan hati dan sepenuh hati, dengan keluhuran budi pekerti dan dengan kedalaman serta keluasan
pengetahuan agar bisa jadi teladan.
Para pelajar yang saya cintai,
Bung Karno, Bung Hatta, dan para perintis Kemerdekaan
itu adalah anak-anak muda terdidik. Mereka menggunakan
keterdidikannya untuk mendorong kemajuan bangsa. Kalian
anak-anak muda juga, kalian terdidik juga dan kalian juga punya kesempatan yang sama untuk menorehkan sejarah di Republik ini. Belajarlah dengan keras, tuntas dan sepenuh hati.
Diantara kalian nantinya akan menjadi guru, sastrawan,
budayawan, wartawan, pengusaha, dosen, musisi, dokter, insinyur, hakim, politisi, guberbur, menteri, bahkan presiden atau
peran-peran lain yang mungkin hari ini belum terbayangkan dan
belum ada. Semuanya itu dimulai dari kerja keras dihari-hari ini,
dari bangku kelas ini dan dari kerja tuntas di sekolah ini.
Harap kalian tengok perjuangan gemilang menuju kemerdekaan 1945 dan perjalanan Republik selama 70 tahun ini.
Kalian ambil hikmah dari sejarah, lalu tugas kalian berikutnya
adalah membuat sejarah. Kalian adalah pemilik masa depan,
jangan menunggu tapi tempalah kepribadianmu, kembangkan
prestasimu, jalin persahabatan dengan teman-temanmu, hormatilah orangtuamu dan gurumu, jadikan mereka suluh hidupmu.
Hari ini kalian merayakan 70 tahun Indonesia merdeka,
harap dicamkan baik-baik bahwa saat Indonesia merayakan
100 tahun kemerdekaan maka kalianlah yang akan memimpin dan mengelola perjalanan bangsa ini. Bergegaslah,
bersiaplah dari sekarang. Bawalah Indonesia kita ke puncakpuncak kecermelangan baru.
Selamat belajar, selamat berkarya, selamat bekerja keras dan
salam hormat untuk semua. Dirgahayu Republik Indonesia …!!!
(Soesiana A-Tim Publikasi dan Informasi LPMP Prov. Sultra)
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
15
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
gagah. Angin tanah tercinta ini membelai kain bendera dan
mengibargagahkan Sang Merah Putih kita.
Baru saja kita selesai menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengiringi pengibaran bendera. Sebuah lagu kebangsaan yang syairnya berotot, mencerminkan gelora kerakyatan dan
iramanya membangkitkan semangat luhur bangsa merdeka.
Para peserta upacara semua, mari kita lihat dengan
seksama Sang Merah Putih yang sudah berada di puncak
tiang bendera itu. Mari kita camkan. Hari ini, kita hanya perlu
beberapa menit saja untuk membuat Sang Merah Putih sampai di puncak dan berkibar dengan anggun.
Mari kita sadari bahwa berbeda dengan kita hari ini, diperlukan waktu puluhan tahun bagi para Perintis Kemerdekaan
untuk membuat Sang Merah Putih sampai di puncak. Waktu
panjang yang sesak dera perjuangan. Mereka hibahkan waktu, pikiran, tenaga, bahkan nyawa agar Sang Merah Putih bisa
sampai di puncak dan berkibar di tanah tumpah darah kita.
Bendera itu berkibar bukan karena pemberian, kibaran
Sang Merah Putih adalah cerminan perjuangan, ia menandai
Kristal cemerlang dari keringat jutaan manusia merdeka di
Nusantara ini. Sebuah tanda bahwa Ibu Pertiwi telah melahirkan generasi Perintis Kemerdekaan yang membuat kita
semua kini bisa hidup di alam merdeka.
Republik merdeka ini diperjuangkan oleh semua komponen, walau gagasan-gagasan utamanya dibentuk dan didorong oleh kaum terdidik, selapis masyarakat yang masa itu berkesempatan meraih pendidikan. Lebih jauh lagi, kemerdekaan
digagas dan diperjuangkan bukan hanya untuk menggulung
kolonialisme, tetapi juga untuk menggelar kesejahteraan,
menggelar keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Generasi itu telah berhasil secara gemilang menggulung
kolonialisme, kini giliran kita untuk meneruskan kerja sejarah
bangsa ini. Bapak Presiden Joko Widodo telah menegaskan
bahwa peringatan 70 tahun kemerdekaan ini adalah sebuah
pengingat dan penanda bagi kita semua untuk makin kerja
keras. Pada Pidato Kenegaraan dalam rangka memperingati
70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Bapak Presiden
Joko Widodo mengingatkan kita semua, seluruh komponen
bangsa, agar kerja untuk rakyat, kerja untuk Negara dan
kerja untuk bangsa. Kita sendirilah yang bertanggung jawab
REFRESING
REVITALISASI PENGEMBANGAN
KARAKTER PENDIDIK MELALUI PENDEKATAN
SPRITUAL LEADERSHIP
SEBUAH LAYANAN INFORMASI BK DAN REVOLUSI MENTAL BANGSA
HAL...
16
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
A.Rasional
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasinal Nomor 20 Tahun 2003 pasal
3 berbunyi” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa. Amanat pasal ini mengandung
makna bahwa manusia Indonesia yang
didambakan sebagai output pendidikan
adalah insan yang cerdas, dengan tiga
indikator utama yaitu watak dan adabnya baik serta menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia dan kemanusiaannya. Dengan kata lain manusia
Indonesia yang diharapkan sebagai
output pendidikan termasuk “pendidik”
adalah mereka yang berkarakter cerdas/terevolusi mentalnya di manapun
berada dan berkiprah.
Dalam konteks pembentukan watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat seiring dengan hasrat pemerintah melakukan revolusi mental, peranan pendidik sangatlah penting dan
tidak dapat tergantikan oleh apapun
jika mereka menyadari peranannya itu
sebagai orang yang disiapkan untuk
dapat memulai revolusi mental bangsa
ini. Meskipun episentrum revitalisasi
pengembangan karakter bangsa dilihat
dari segi sistem bukanlah berada ditangan “pendidik” satu-satunya yang sadar
akan peran dan tugas mulianya pada
penyiapan generasi emas bangsa ini,
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
Oleh :
La Ode Mane Mbeu, M.Pd
(Wi. Madya LPMP Prov. Sultra)
namun setidaknya pendidik yang memilki karakter positif dan cerdas sangat
berpengaruh pada upaya pembentukan karakater generasi emas bangsa
ini ke depan. Karena itu karakternya
sebagai insan yang cerdas, harus terus
ditumbuhkembangkan, dan dibangun
serta direvitalisasi agar dapat berkontribusi positif dan efektif bagi pengembangan karakter peserta didiknya pada
khususnya dan revolusi mental warga
sekitarnya secara umum baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Di samping harapan mulia tersebut,
karakter dan mental menjadi sendisendi yang menopang sebuah bangsa
karena ia menjadi fondasi yang kukuh
dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa ditandai dengan
semakin lunturnya tata nilai dan karakter bangsa tersebut, walaupun secara
fisik bangsa tersebut masih berdiri
tegak. Karakter dan mentalitas rakyat
yang kukuh dari suatu bangsa tidak
terbentuk secara alami, melainkan
melalui interaksi sosial yang dinamis
dan serangkaian program revitalisasi
pengembangan yang diarahkan oleh
pemimpin bangsa tersebut. Dalam perspektif pendidik, tentu banyak faktor
yang dapat memberikan pengaruh be-
sar terhadap kehandalan karakter dan
mental cerdasnya di dalam berkiprah
sebagai warga suatu bangsa. Karena
itu untuk meminimalkan pengaruh
penetrasi internal dan eksternal terhadap revitalisasi pengembangan karakter pendidik maka ditawarkan sebuah
pendekatan yang dikenal dengan Spritual Leadership.
Kasus yang terjadi di SMAN 22
Jakarta Timur di mana seorang pendidik diduga kuat melakukan pelecehan
seksual kepada siswanya, adanya pendidik SMP di Denpasar yang melakukan pelecehan seksual pada siswanya
yang baru duduk di kelas I dan berbagai
kasus serupa di tanah air tercinta ini
merupakan realitas yang menunjukkan
bahwa kemuliaan manusia sebagai manusia mulai tercabik-cabik dan menjadi
indikasi kuat pula bahwa akhlak mulia
dan kepribadian serta moral terpuji manusia yang menjadi value yang diharapkan selama ini mulai ternoda. Dengan
demikian maka perlu ada komitmen
yang sungguh-sungguh agar revitalisasi
pengembangan karakter dan revolusi
mental terutama di kalangan pendidik
mesti dilakukan. Hal ini sangatlah logis sebab tanpa komitmen yang kuat
untuk merevitalisasinya sudah tentu
potensi untuk kehilangan karakter sebagai bangsa secara umum dan pendidik
pada khususnya akan hilang selamalamanya. Kehilangan karakter sama
dengan kehilangan segalanya.
RUBRIK PENDIDIKAN
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Bahasan
Ada dua pertanyaan sederhana yang perlu diketengahkan dalam makalah ini. Pertanyaan sederhana yang tentu
membuthkan jawaban yang tidak sederhana tersebut adalah:
1. Bagaimanakah karakter sebagai wujud revolusi mental
yang perlu dibangun pada pendidik agar menjadi insan
yang mandiri, bermartabat dan sejahtera?
2.Bagaimana cara membangun karakter para pendidik
sehingga terwujud insan mandiri, bermartabat dan sejahtera?
Mengingat bahwa cakupan jenis pendidik cukup luas
karena meliputi delapan profesi, maka bahasan dalam makalah ini dimaksudkan pada semua jenis pendidik tersebut.
HAL...
17
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
C.Pembahasan
1. Konsep dan Jenis Karakter yang Perlu Dimiliki Pendidik
Banyak definisi yang diberikan untuk istilah karakter antara lain bersinonim Character, individuality,
personality refer to the sum of the characteristics possessed by a person.: http://www.merriam-webster.
com/dictionary/character),
Salah satu definisi yang disebutkan oleh Hill (2002)
adalah : “Character determines someone’s private
thoughts and someone’s actions done. Good characteris the inward motivation to do what is right, according
to the highest standard of behaviour, in every situation”.
(Triman Juniarso, 2013: 1) Karakter itu adalah gambaran pikiran dan tingkah laku setiap orang. Karakter
yang muncul sebagai ekspresi batin menjadi motivasi
untuk melakukan yang baik dan untuk menetapkan
standar tingkah laku yang yang lebih baik/lebih tinggi.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999:
5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir,
melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols
dan Shadily, 1987: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga
bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang
dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau
akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir (Koesoema, 2007: 80).
Ditinjau secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter
adalah “A reliable inner disposition to respond to situ-
ations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona
menambahkan, “Character so conceived has three
interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and
moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen
(niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar
melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives),
sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta
perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter
identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan
sesama manusia, maupun dengan lingkungannya,
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
Untuk melengkapi pengertian tentang karakter
ini akan dikemukakan juga pengertian akhlak, moral,
dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “alakhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “alkhuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11).
Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah
pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu
sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27).
Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah
moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama, atau sopan
santun (Faisal Ismail, 1988: 178). Pada dasarnya
secara konseptual kata etika dan moral mempunyai
pengertian serupa, yakni sama-sama membicarakan
perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut
pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai
acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral
bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id,
1986: 23-24). Etika lebih memandang perilaku secara
universal, sedang moral memandangnya secara lokal. Untuk mengaplikasikan akhlak, etika, atau moral
dalam diri seseorang dimunculkan bidang ilmu yang
disebut Pendidikan Akhlak, Pendidikan Etika, atau
Pendidikan Moral.
A.D Pirous dalam tulisannya yang berjudul “The
Nightmare of Loosing” :menegaskan “ You lose your
wealth, you lose nothing You lose your health, you
BERANDA
HAL...
18
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
lose something You lose your character, you lose everything
Enam jenis karakter berdasar The Six Pillars of
Character yang dikeluarkan oleh Character Counts
Coalition ( a project of The Joseph Institute of Ethics)
adalah sebagai berikut:
a. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat
seseorang menjadi: berintegritas, jujur, dan loyal
b.Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak
suka memanfaatkan orang lain.
c. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang
memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang
lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
d.Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati
orang lain.
e. Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli
terhadap lingkungan alam.
f. Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu
melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. (Triman Juniarso,2013: 1)
Arvan menyampaikan bahwa ada 7 prinsip menjadi
pendidik yang berkarakter. Ketujuh prinsip itu adalah:
1. Mampu menunjuk ke dalam diri (responsible)
2. Melakukan Perubahan (action)
3. Membuat jarak sependek mungkin
4. Melakukan hal yang penting
5. Mengedepankan Pengaruh
6. Mengubah Paradigma
7. Role model
Arvan mengatakan bahwa menjadi” tua” itu pasti
dan menjadi dewasa itu pilihan. Jadilan pendidik yang
berkarakter dan bertanggungjawab 100 % terhadap
apapun yang terjadi dalam hidup dan pekerjaannya.
Be Responsible dan berorientasi kepada action atau
tindakan. Pendidik yang berkarakter selalu berorientasi kepada tindakan.
Setiap kali ada masalah, pendidik berkarakter
menyelesaikannya dengan What dan Who. Dia berusaha untuk menjadi leader bagi dirinya sendiri. Selalu
menunjuk ke dalam diri dan bukan seperti anak balita yang selalu menunjuk orang lain. What dan Who
adalah pertanyaan terpenting para pendidik yang
berkarakter dan merevolusi mentalnya.
Pendidik yang berkarakter tidak bertanya Why
(mengapa), karena itu akar permasalahannya. Tidak juga berkata When (kapan), karena kita hanya
menunggu. Perlu diperjelas bahwa pendidik tidak dilarang untuk bertanya mengapa dan kapan dalam kontek lain sepanjang untuk menjadi bahan merevolusi
mentalnya dan bukan untuk mengambinghitamkan pihak lain, seperti yang disampaikan oleh Prof. Siswan-
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
dari dalam forum seminar sehari di LPMP Sultra tagl
13 sd 14 Desember 2014 sebagai berikut:
CENTRAL THEME OF
MENTAL
REVOLUTION
WHY
• AJARAN KOLONIAL DAN ILC YANG BURUK
HARUS DIHILANGKAN
• BANGSA INDONESIA HARUS BANGKIT DAN
SADAR AKAN KEKUATAN DIRINYA
WHAT
• MENTAL “PENIPU” (munafik), MENTAL
“PEMALAS”; MENTAL “SERAKAH”; MENTAL
“PENGEMIS; MENTAL “PENJILAT”; MENTAL
“PEMECAH-BELAH”
HOW
• BELAJAR CEPAT
• BERUBAH CEPAT DAN ..... JADI VIRUS BAIK
BAGI LINGKUNGAN
Tentu boleh saja, namun dalam konteks revolusi
mental pendidik yang sumbernya dari dirinya dan
untuk membatasi diri menyalahkan pihak lain hendaknya dihindari. Contoh:
• Mengapa pihak sekolah tak memperhatikan kesejahteraan saya?
• Mengapa peserta didik/warga belajar/mahasiswa
saya bekerja tidak sopan?
• Kapan sekolah akan lebih memperhatikan kesejahteraan saya?
• Kapan anak-anak di kelas saya menjadi disiplin?
Apa yang terjadi bila pendidik bertanya Who?
Maka pendidik yang bersangkutan akan selalu mencari kambing hitam. Contohnya:
• Siapa yang membuat keributan di kelas?
• Siapa yang membocorkan soal ujian saya?
Seorang pendidik berkarakter menggunakan
pengaruh (influence) dan bukan kekuatan (power).
Kelembutan hati akan membuat orang melakukan perubahan. Dia akan seperti matahari yang tahu kapan
harus menyinari dunia dengan cahayanya.
Seorang pendidik (pendidik) berkarakter memahami 5 level pemimpin, yaitu:
1. Kekuatan (power/force)
2. Ancaman (tread)
3. Dikasih hadiah/iming-iming (libery)
4. Pakai alasan/menjelaskan (reasonry)
5. Hanya dengan permintaaan (pengaruh) atau simple Request
Seorang pendidik yang berkarakter mampu mengubah paradigma (mind set) , dan bukan perilaku.
artikel
penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter merea. Keadilan menuntun anak
agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak
memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan,
mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua
pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian
apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain
yang diperlakukan tidak adil dan menuntut agar setiap
orang diperlakukan setara (Borba, 2008: 7-8).
Tujuh kebajikan itu menjadi pola dasar pembentukan karakter (akhlak mulia) dan revolusi mental pendidik dari sisi kemanusiaannya hingga sepanjang hidup
ia akan menggunakannya. Untuk mendasari itu semua
perlu terlebih dahulu diajarkan berbagai nilai kebajikan
yang harus direalisasikan dalam perilaku nyata oleh
setiap manusia dalam kehidupannya sehari hari. Dengan demikian, seseorang akan mendapatkan kualitas
sebagai insan kamil, insan yang berakhlak mulia, atau
dengan istilah” Michele Borba disebut manusia yang
memiliki kecerdasan moral”.
Dalam buku 100 Ways to Enhance Values and
Morality in Schools and Youth Settings (1995), Howard Kirschenbaum menguraikan 100 cara untuk bisa
meningkatkan nilai dan moralitas (karakter/akhlak
mulia) di satuan-satuan pendidikan/sekolah yang bisa
dikelompokkan ke dalam lima metode, yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan
moralitas); 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan moralitas); 3) facilitating values
and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan moralitas);
4) skills for value development and moral literacy
(ketrampilan untuk pengembangan nilai dan literasi
moral; dan 5) developing a values education program
(mengembangkan program pendidikan nilai).
Tawaran Kirschenbaum di atas masih perlu ditambah dengan landasan pengembangan kecerdasan
religius, karena hal ini telah banyak diakui sebagai
kondisi yang dapat membuat pendidikan karakter
dapat dikelola dengan lebih mudah dengan hasil yang
relatif baik. Semu aktivitas yang dilandasi ketakwaan
kepada Tuhan dapat membangun kesadaran akan
adanya pengawasan Tuhan dalam setiap ucapan dan
perilaku seseorang (Dr. Marzuki, M.Ag., 2013: 1)
2. Cara dan Pendekatan Dalam Membangun Karakter Pendidik
Membangun karakter pendidik tidak seperti mengkonstruksi bangunan fisik. Karakter pendidik tidak bisa dibangun hanya dengan pengenalan dan pembelajaran langsung. Karakter pendidik tidak bisa dibangun hanya dengan
pemberian contoh. Meski semua itu diperlukan, akan tetapi
yang jauh lebih penting adalah jadilah contoh teladan. Hal
ini penting oleh karena roh dari karakter, akhlak mulia,
watak dan moral terpuji adalah keteladanan.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
19
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
The power of paradigm yang terdiri dari melihat (see),
mengerjakan (do), dan get. Kredibilitas seorang pendidik
tergantung dari apakah yang ia katakan sesuai dengan
yang ia lakukan. Satu kata antara perkataan dan perbuatan. Semua itu dimulai dari diri sendiri atau Ibda’ bi nafsik.
Pendidik berkarakter melayani peserta didiknya dengan
sepenuh hati. (http://wijayalabs.com/2011/07/06/membangun-budaya-pendidik-yang-berkarakter-2/
Borba menawarkan cara untuk menumbuhkan
karakter yang baik dalam diri anak, yakni dengan
menanamkan tujuh kebajikan utama (karakter mulia):
empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, baik hati,
toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan
inilah yang dapat membentuk manusia berkualitas di
mana pun dan kapanpun.
Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan
dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong
orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. Hati
nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih
jalan yang benar daripada jalan yang salah serta tetap
berada di jalur yang bermoral; membuat dirinya merasa
bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.
Kontrol diri dapat membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar, dan kecil
kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat
buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa dirinya bisa mengendalikan
tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap
mural dan baik hati karena ia mampu menyingkirkan
keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain.
Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan
menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin
orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan ini ia akan memerhatikan hak-hak
serta perasaan orang lain.
Kebaikan hati membantu anak menunjukkan
kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan
orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini,
ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak
memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan
baik sebagai tindakan yang benar.
Toleransi membuat anak mampu menghargai
perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka
diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan
menghargai orang lain 9 tanpa membedakan suku,
gender, penampilan, budaya, agama, kepercayaan,
kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan toleransi
ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan
artikel
HAL...
20
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Menurut Jamal Abdul Naser bahwa spritual leaderhip adalah kepemimpinan yang menjalankan kepemimpinannya senantiasa bersandar kepada Tuahan
yang Maha Kuasa dan Maha Esa ( 2012: 2). Ini mengandung makna bahwa apabila membangun karakter pendidik dengan pendekatan spritual leadership
maka yang perlu dilakukan pertama dn utama adalah
memahamkan kepada pedidik akan nilai-nilai ke-Tuhan-an dan spirit di dalamnya sehingga diharapkan
tumbuh perasaan bahwa apabila melakukan perbuatan/kebajikan, Tuhan akan memberikannya sesuatu
yang selalu baik dan begitu pula sebaliknya.
Searah dengan itu, spiritual leadership adalah
kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin/pimpinan dengan senantiasa bersandar kepadaTuhan yang
maha dalam segala hal yang terpuji dan ia sadar
bahwa: (1) apapun yang diperbuatnya akan dipertanggungjawabkannya kepada Tuhan yang maha dalam
segala hal dengan sifat-Nya yang baik itu. (2) apabila perbuatannya bertentangan dengan ajaran Tuhan,
maka ia akan masuk neraka dan bila perbuatannya
sesuai dengan ajaran Tuhan, maka ia akan masuk
surga setelah mati (Mbeu,Mane La Ode, 2013: 5).
Berdasar pada uraian di atas, jelaslah bahwa apabila hendak membangun karakter pendidik dengan
pendekatan Spritual Leadership, maka terdapat tiga
hal penting yang mesti ditanamkan kepadanya yaitu:
pertama, pahamkan segala sesuatu yang baik pada
dirinya, sesuai dengan norma yang berlaku baik oleh
dirinya sendiri maupun dari luar dirinya; kedua, pupuk
komitmen untuk berpihak pada hal-hal yang baik dan
senantiasa melakukan yang baik dan kebajikan sesuai dengan norma yang berlaku dan akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berkaitan dengan itu, Prof. Furkon menguraikan
bahwa Spritual Leadership adalah kepemimpinan
yang senantiasa menyandarkan kepemimpiannya
kepada ajaran Tuhan dan sadar bahwa suatu ketika akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap
apa yang dipimpinnya atau dikerjakannya. Ia adalah
pengembala. Pengembala itu sifatnya ikhlas, jujur,
amanah dan tahan uji (2011: 4).
Bertolak dari konsep kepemimpinan spritual
di atas, dapat dikatakan bahwa pendekatan Spritual Leadership adalah upaya membangun karakter
“pendidik” menuju insan Indonesia yang mandiri dan
bermartabat serta sejahtera dengan mengedepankan
pemahaman, komitmen dan implementasi terhadap
hal-hal yang bersifat kebajikan dalam segala aspek
kehidupannya sesuai dengan norma yang berlaku.
Kesejahteraan di sisi ini adalah kesejahteraan spiritual dan bukan kesejahteraan material.
Secara siklus, ada beberapa tahapan yang perlu
dilewati jika melakukan proses pengembangan karakter pendidik sebagaimana yang diungkap oleh Prof.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
Muh. Nuh dan Prof. Siswandari M.Stat bahwa untuk
membangun generasi emas masa depan, diperlukan
pemimpin-pemimpin emas. Pemimpin emas hanya
akan muncul jika siap dan dipersiapkan dengan kompetensi, soft skill dan profesionalisme. Ketiga hal
terebut akan tumbuh jika selalu diasah dan ditempa
dengan tiga hal yaitu to learn, to change and to grow
(LCG). Agar LCG dapat berbuah manis dan dirasaan
oleh banyak orang maka perlu direalisasikan lewat
panca As yaitu kerja keras, kerja lugas, kerja cerdas,
kerja tuntas dan kerja ikhlas. Hasilnya anda akan tenang dan menang serta mulia karena menjadi manusia
uswatun khasanah dan khairunnas (2013: 4)
D.Penutup
Berdasarkan urain-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa membangun karakter “pendidik” termasuk hal yang
bersifat mendesak dengan mengedepankan pendekatan Spritual Leadership. Karakter yang perlu dibangun itu adalah antara
lain, kejujuran, komitmen, keikhlasan, rendah hati dan integritas.
Sesuai dengan simpulan di atas, maka disarankan agar
segera dilakukan upaya-upaya revitalisasi pengembangan
karakter anak bangsa terutama pada “pendidik” mulai dengan
usaha sendiri maupun secara kolektif, dan mulailah dari diri
sendiri, keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga insan
yang mandiri, bermartabat dan sejahtera dapat dicapai. ***
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Rohman,2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama: Yogyakarta
A.Nasir, Jamal, 2012. Kepemimpinan Spritual, Bahan Ajar
Penyiapan Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo
Furkon, M, 2011. Spritual Leadership, Bahan Ajar Penyiapan
Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo
Http://www.win2pdf.com, 2013. Penguatan Pendidikan Karakter Melalui PKn Multikultural Berbasis Kearifan
Lkal di Peruuan Tinggi
Http://edukasi.kompasiana.com, 2013. Membangun Karakter
Anak Melalui Pendidik Berkarakter
Http://wijayalabs.com, 2013. Membangun Budaya Pendidik
Berkarakter
Juniarso, Triman, 2013. Pendidikan Karakter, Lagu Lama
Diputar Kembali, (http://www.merriam-webster.
com/dictionary/character),
Mane Mbeu, La Ode, 2013. Spritual Leadership, Bahan Ajar
Kompilasi Penyiapan Calon Kepala Sekolah, LPPKS: Solo
Marzuki, 2013. Konsep Dasar Pendidikan Karakter, Makalah
yang telah dipublikasikan
Sauri, Sofyan, 2013. Membangun Karakter Bangsa Melalui
Pembinaan Profesinalisme Pendidik Berbasis
Pendidikan Nilai, Orasi Ilmiah yang dipublikasikan
Siswandari, 2014. Peran Strategis Guru,Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah dalam memimpin Revolusi
Mental Bangsa Indonesia, LPPKS:Solo
BERANDA
Sultra Siap
UKG 2015
G
HAL...
21
kanisme pelaksanaan UKG, maka perlu disusun panduan
yang lengkap tentang mekanisme pelaksanaan UKG tahun
2015.
Kepala LPMP Sultra mengimbau perlunya kegiatan persiapan teknik UKG guna menetapkan tempat uji kompetensi
(TUK), mengkonfirmasi dan menetapkan data peserta UKG
pada setiap TUK, dan mengkonsolidasi data peserta uji
kompetensi kepala sekolah (UKKS)/ uji kompetensi pengawas sekolah (UKPS). Kegiatan ini berlangsung di Diknas 17
kab/kota se Provinsi Sultra pada tanggal 5 s.d 8 Maret 2015.
“Saat ini Provinsi Sulawesi Tenggara data yang belum
mengikuti UKA per tanggal 3 Maret 2015 (sumber data:
AP2SG) sebanyak 1.248 orang yang tersebar di 17 kab/
kota dan pelaksanaan UKG ini dilaksanakan secara online
yang secara serentak di seluruh Indonesia tanggal 17 s.d
28 Maret 2015”, ujarnya.
Uji Kompetensi Guru akan dilaksanakan di TUK yang
telah ditetapkan dinas pendidikan kabupaten/kota sesuai
dengan persyaratan yang telah diverifikasi oleh LPMP.
(Soesiana A-Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra)
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
uru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru harus memiliki kualifikasi akademik minimum
sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian),
memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Untuk mengetahui kondisi penguasaan kompetensi
seorang guru harus dilakukan pemetaan melalui uji kompetensi guru. Uji kompetensi guru (UKG) dimaksudkan untuk mengetahui peta penguasaan guru pada kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional. Peta penguasaan
kompetensi guru tersebut akan digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pemberian program pembinaan dan
pengembangan profesi guru. Hasil UKG difokuskan untuk
identifikasi kelemahan guru dalam penguasaan kompetensi pedagogik dan profesional. UKG wajib diikuti semua guru
dalam jabatan baik guru PNS maupun bukan PNS.
Persyaratan peserta UKG diantaranya guru yang belum memiliki sertifikat pendidik, Guru PNS dan bukan PNS
(GTY) yang mengajar di sekolah swasta atau guru honorer
di sekolah negeri yang diangkat oleh Bupati/Walikota, memiliki Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan mengajar mata pelajaran sesuai dengan
kualifikasi akademik dan sesuai dengan bidang studi yang
akan disertifikasi.
Pelaksanaan UKG melibatkan berbagai instansi antara
lain BPSDMPK-PMP, LPMP, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Agar seluruh instansi yang terlibat dalam pelaksanaan UKG memiliki pemahaman yang sama tentang me-
OPINI
POPULASI DAN SAMPEL,
SEKARUNG
DAN
oleh:
Wahyu Falah, M.Si
Staf Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi
LPMP Prop. Sulawesi Tenggara
HAL...
22
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
U
ntuk mendapatkan makna
dari populasi dan sampel,
saya mencoba untuk menanyakannya pada beberapa
orang. Beragam bahasa yang
mereka berikan sebagai jawabannya.
Saya: “ Apa itu populasi dan sampel
bang?”
Abang: “populasi itu sekumpulan
penduduk atau hewan atau tumbuhan,
seperti yang dikatakan di tivi-tivi. “Bahwa populasi jonga (rusa) di kawasan
hutan rawa aopa, Kabupaten Bombana
hampir punah” (dengan intonasi seperti
pembaca berita di tivi)
Abang: ”sampel itu adalah contoh.
Seperti kue-kue yang ditawarkan para
sales kue di swalayan, menawarkan
mencoba sampel kuenya kepada calon
pembeli, kalau rasanya enak, bolehlah
dibeli per paket”.
Saya : “Apa itu populasi dan sampel
neng?”
Neneng: “ kalau tidak salah, populasi itu...(sambil pegang jidad) adalah
penduduk, ada ayah, ibu, anak dan
seluruh keluarga, satu negara bahkan
dunia” (pasang senyum dipaksakan)
Neneng: “Sampel itu sebagian kecil untuk menilai secara keseluruhan.
Contohnya, sampel darah, untuk tes
golongan darah, cukup diambil beberapa tetes darah sebagai sampel”
Saya belum cukup puas dengan jawaban-jawaban di atas. Terasa asal dan
pasaran. Saya butuh penjelasan yang
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
SEGENGGAM
lebih ilmiah dan gamblang. Oleh karena
itu, saya mencoba bertanya pada Pak
Raru yang terkenal pelit tapi baik.
Saya : “Apa itu populasi dan sampel
Pak Raru?”
Pak Raru adalah seorang guru
yang menguasai banyak ilmu. Konon
kabarnya, nama Raru yang diberikan
orang tuanya adalah anonim dari raja
rumus (raru).
Pak Raru :” Populasi dan sampel itu
ibarat sekarung dan segenggam. Tergantung konteksnya. Misalnya, saya
anggap sekarung beras adalah populasi,
segenggam beras adalah sampel. Bisa
juga segenggam beras adalah populasi
dan beberapa butir beras adalah sampel.
Jadi tergantung konteksnya. Syaratnya,
sampel masih bagian dari populasi”.
Ilustrasi sehari-hari
Seorang
pedagang
langsat
(duku) di pasar Mandonga, Kendari,
menawarkan kepada pembeli langsatnya dengan cara boleh mencoba
dahulu beberapa biji sebelum pembeli
memutuskan untuk membeli. Pembeli
mencoba beberapa biji langsat dengan
cara memilih dibeberapa tempat dari
setumpukkan langsat. Kemudian mencicipinya. Diharapkan dengan mencicipi beberapa biji langsat dapat mewakili
rasa setumpukkan langsat yang ada,
sehingga pembeli memutuskan untuk
jadi membelinya atau tidak. ***
Ilustrasi di atas menggambarkan contoh populasi dan sampel dalam kehidupan
sehari-hari. Setumpukkan langsat adalah populasi dan beberapa biji langsat yang
dicicipi pembeli adalah sampel.
ARTIKEL
HAL...
A. Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan
yang dikemukakan Leon C. Menggison (1981:310) dalam
Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah
suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”.
Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa
”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis
dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang
ataupun sesuatu(barang)”.
Selanjutnya, Menurut Siswanto (2001:35) penilaian
kinerja adalah : ”suatu kegiatan yang dilakukan oleh
Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga
kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja
dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode
tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai: “Feedback from the accountant to management that provides information about
how well the actions represent the plans; it also identifies
where managers may need to make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities”
Sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young
(1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the
activity of measuring the performance of an activity or the
value chain”.
Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47)
menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap
berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai
umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan
perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang
dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu,
juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara
tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau
penentuan imbalan.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Penilaian Kinerja dalam Perspektif
Manajemen Lembaga
23
beranda
HAL...
24
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
B. Tujuan Penilaian / Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki
atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik,
tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2005:10) adalah :
1.Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan
tentang persyaratan kinerja.
Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat
yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
2. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan
kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di
embannya sekarang.
3. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran
masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk
berprestasi sesuai dengan potensinya.
4. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus
rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu
jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan
deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap pegawai/
staf biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau pejabat yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap pegawai/staf yang bersangkutan dan biasanya
merupakan atasan langsung secara hierarkis atau juga
bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian
kinerja tersebut disampaikan kepada pihak manajemen
tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka
keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan
pribadi pegawai/staf yang bersangkutan maupun yang
berhubungan dengan instansi.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang
pegawai/staf, pihak yang berwenang dalam memberikan
penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan
yang harus diambil : pertama, dengan cara memberikan
penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang
telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya
mengenai pekerjaan tersebut. Kedua alternatif diatas
seringkali membingungkan pihak yang berwenang dalam
memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan
yang ada diantara kedua alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang bisa
dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melaku-
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
kan penilaian.
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga kerja berdasarkan
deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat
melaksanakan kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun
kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian antara
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga
kerja dengan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan.
Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang tertulis dalam
suatu instansi atau lembaga kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.
Kebiasaan yang sering dialami seorang pegawai/staf
adalah meskipun penilaian kinerja telah selesai dilakukan
oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian,
tenaga kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi apa yang
mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian
kinerja) dianalisis dan perencanaan diliputi oleh kondisi
yang tidak realistis semisal permainan, improvisasi, dan
sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan pegawai/staf
dalam pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan
manajemen adalah dengan cara menanyakan pada
masing-masing pegawai/staf untuk merumuskan pekerjaannya. Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur kepegawaian yang ada. Dengan
alasan para pegawai/staf cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh lembaga. Hal
ini bukan berarti pegawai/staf tidak memiliki hak suara
dalam merumuskan deskripsi pekerjaan mereka. Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan karena pegawai/staf
tidak diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan,
tetapi karena seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.
C. Pentingnya dan Tujuan Penilaian Kinerja
Mani (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
penilaian kinerja penting dalam rangka pengembangan
karyawan yang berkinerja tinggi maupun rendah. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi bagi karyawan maupun organisasi dalam rangka mengembangkan
kinerja. Ghorpade dan Chen (1995) menyatakan ada 3
alasan yang membuat fungsi penilaian kinerja begitu
penting kedudukannya dalam organisasi.
Pertama, karena fungsi penilaian kinerja merupakan
sesuatu yang inherent dan tak terelakkan dalam setiap
jenis organisasi. Pada kondisi ini, (1) organisasi mengetahui prestasi para pekerjanya melalui penilaian kinerja
yang dilakukannya, (2) Penilaian diperlukan untuk menghitung kontribusi masing-masing individu terhadap kemajuan organisasi, dan (3) Penilaian kinerja formal dapat
beranda
yang obyektif.
9. Membantu pegawai mengatasi masalah eksternal,
yaitu dengan penilaian unjuk kerja, atasan akan mengetahui apa yang menyebebkan terjadinya unjuk kerja
yang jelek, sehingga atasn dapat membantu mengatasinya.
10.Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen
sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya unjuk kerja pegawai secara keseluruhan dapat menjadi
informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia
berjalan baik atau buruk.
Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996)
mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi
dan pegawai yang dinilai, yaitu:
1.Performance Improvement. Yaitu memungkinkan
pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan
yang berhubungan dengan peningkatan kinerjaan
2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3. Placement decision. Menentukan promosi, transfer,
dan demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai
agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer planning and development. Memandu untuk
menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat
dicapai.
6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7.Informational inaccuracies and job-design errors.
Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang
telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya
manusia.
8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa
placement decision tidak diskriminatif
9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya.
Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun
dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor
eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan
bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10.Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan
kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja adalah sebagai sumber informasi bagi penentuan kebijakan strategi
SDM lembaga di masa depan, sebagai suatu alat evaluasi
kinerja serta sebagai alat untuk memetakan potensi dari
pegawai/staf.
(Arsanti – Tim Publikasi LPMP Prov. Sultra).
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
25
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
melindungi organisasi dari tindakan-tindakan negatif para
anggota organisasi.
Kedua, Fungsi penilaian kinerja merupakan kegiatan
yang penuh dengan konsekuensi-konsekuensi, baik terhadap individu-individu dalam organisasi maupun bagi
organisasi itu sendiri. Dari perspektif organisasi, kelemahan-kelemahan sistem dan kesalahan-kesalahan praktik
penilaian kinerja akan berakibat terhadap ketidak-efektifan pelaksanaan fingsi-fungsi SDM yang lainnya, seperti
fungsi kompensasi, fungsi pelatihan dan pengembangan
dan sebagainya.
Ketiga, kegiatan penilaian kinerja merupakan suatu
kegiatan yang menghadapkan penilai pada kondisi yang
mengharuskannya untuk mendapatkan hasil penilaian
yang bersih, akurat dan peringkat yang berdasarkan
pada jasa individual. Pada titik ini, fungsi penilaian kinerja
bersama-sama dengan variabel lainnya, menentukan
tingkat pencapaian kinerja organisasi.
George dan Jones (2002) menyatakan manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi,
keputusan penempatan dan pengembangan karir dan
memberikan kesempatan kerja yang adil, sehingga
karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan
berdampak pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi tantangan masa
depan.
Pentingnya penilaian unjuk kerja atau penilaian kinerja
menurut Hariandja (2007) adalah:
1. Penilaian unjuk kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback
yang diberikan oleh organisasi
2.Penyesuaian gaji, yaitu penilaian kinerja dapat
dipakai sebagai informasi dalam menentukan kompensasi secara layak sehingga dapat memotivasi
pegawai.
3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan sesuai dengan keahliannya.
4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian
akan diketahui kelamahan-kelemahan dari pegawai
sehingga dapat ditentukan program pelatihan dan
pengembangan yang lebih efektif.
5. Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karir bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi.
6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu unjuk kerja yang tidak baik
menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan
sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan.
7. Mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain
pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya kekurangan dalam perancangan pekerjaan.
8. Meningkatkan adanya perlakuan yang sama terhadap
semua pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian
beranda
HAL...
26
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Pengaruh Tayangan Televisi
Terhadap Anak-Anak
Oleh : Fitriani
R
Keberadaan televisi sebagai kotak ajaib telah mampu menghipnotis anak-anak, untuk menjadikan televisi
sebagai salah satu sumber hiburan, berita, pendidikan, di tambah lagi keberadaan media audio visual mengemas aneka tontonan dengan sangat mudah diterima, menarik, mudah diingat, tanpa batas usia, status sosial
ekonomi pemirsa, bahkan tanpa harus melakukan penganalisan yang terlalu mendalam.
T
ayangan televisi saat ini,
cukup diminati oleh anakanak tak lepas dari tayangan
berbau kekerasan cobalah
tengok kartun Naruto, Boboboy , Captain America. Tom and Jery,
dll. Bahkan tayangan sinetron pun tak
lepas dari acara berbau kekerasan
“GGS, Alpha, 7 Harimau, Manusia
Harimau”, dll, dan tayangan tersebut
tak jarang ditayangkan pada masa
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
prime time yang menunjukkan tayangan tesebut memiliki rating yang cukup
tinggi dengan kata lain amat diminati
masyarakat, sehingga menghasilkan
iklan yang ujunng-ujungnya fulusnya
ikut terdongkrak. Sekalipun beberapa
dari tayangan tersebut telah ditegur
oleh KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia
) karena dianggap syarat akan muatan
kekerasan, akan tetapi tetap saja nongol dengan alasan telah mengedit tay-
angannya. Padahal jika diamati tidak
mengurangi unsur kekerasan dalam
alur ceritanya.
Tayangan berbau kekerasan bagi
pelaku hiburan dianggap cukup menjual. Padahal banyak penelitian terhadap konten kekerasan pada media
berdampak signifikan terhadap perilaku
kekerasan pada anak-anak. Menurut
Jean Jasquies Rousseau perkembangan fungsi dan kapasitas kejiwaan
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
beranda
Bimbingan Orang Tua
Keluarga yang merupakan sekolah awal bagi anakanak, mempunyai peran penting guna mendidik, memelihara dan mengawasi anak terhadap apa yang ditontonnya,
sekalipun saat ini televisi telah dilengkapi dengan Parent
Guide yang bisa kita lihat yang disimbolkan BO (bimbingan orang tua), SU (Semua Usia), akan tetapi simbol tersebut sekedar simbol jika orang tua tidak mengkomunikasikan tentang apa yang ditonton oleh anak, mengarahkan
mana yang bisa dicontoh dan tidak, yah bukan pekerjaan
yang mudah, akan tetapi tanggung jawab orang tua akan
perkembangan kejiwaan atau mewujudkan karakter anak
yang baik menjadi suatu tujuan
Tanggung Jawab Media
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa: “
Pendidikan Nasional diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertawa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan yang mulia, dapat terwujud jika kerjasama berbagai pihak, antara keluarga, pihak sekolah sebagai institusi formal, masyarakat, tak terkecuali bagi media massa yang merupakan bagian dari lingkungan guna
mewujudkan anak didik sebagaimana yang diamanahkan
dalam UU SISDIKNAS.
Pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait penyiaran sebagaimana pada UU no 32 tahun 2002 tentang
penyiaran pasal 4 berbunyi “ Penyiaran sebagai kegiatan
komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat
social”. Dan pasal 36 (5) Isi siaran dilarang :
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Media massa melaksanakan fungsinya sebagai pemberi informasi, memberi hiburan, mendidik. Dalam kontek
hiburan saat ini media cendrung hanya mementingkan
meraup keuntungan sebesar-besarnya, banyak dengan
tayangan berbau tidak mendidik.Coba tengok adakah media yang mau mengekpose bagaimana keberhasilan duta
bangsa memenangkan olimpiade sains tingkat Internasional, bagaimana proses perjuangannya, bagaimana reward media bagi mereka, bandingkan dengan reward dan
ekpose yang diberikan bagi pemenang ajang pencarian
bakat ( Indonesian Idol, KDI, D’Academy,IMB,dll ) yang
banyak ditampilkan oleh media.
Berharap kedepannya media memberikan tayangan
yang menghibur tapi tetap ada unsur mendidik, tak dapat
dipungkiri juga bahwa masih ada tayangann media yang
bernuansa mendidik sekaligus menghibur tapi amat disayangkan waktu penyiarannya diluar waktu utama ( prime time
),sehingga sering terlewatkan .
Media Massa bisa bersinergi dengan Pemerintah dalam
memajukan pendidikan melalui tayangan-tayangan yang mendidik. Sesuai amanah UU penyiaran Pasal 3 berbunyi “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta
menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”. ***
Referensi
- Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
- Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
27
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
manusia dalam hal ini tahap perkembangan masa kanakkanak ( 2 tahun s.d. 12 tahun ), perkembangan pribadi
anak dimulai dengan semakin berkembangnya fungsi indra
anak untuk mengadakan pengamatan, pada masa ini aspek perkembangan kejiwaan anak sangat didominasi pada
pengamatan.
Tak heran jika kita kita mendapati anak-anak usia 2 s.d.
12 tahun menirukan apa yang ditonton, mengaung ala Serigala, lompat-lompatan seperti Kera Sakti, atau menirukan
bagaimana Ben 10 membasmi musuhnya. karena anak
lebih pada apa yang diamatinya dalam hal ini tayangan
televisi. Terlebih pada masa kanak-kanak belum berkembang penalaran intelektual.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Leonard Eron dan
Dr. Rowell Huesman pada tahun 1960 meneliti tentang kebiasan 800 anak yang berusia 8 tahun menonton tayangan
TV yang berisi tindakan kekerasan selama berjam-jam cenderung mendorong anak bersifat agresif, setelah 11 tahun
kemudian Eron dan Huesmann mencek kembali perilaku
anak-anak tersebut , pada saat berusia antara 19 s.d. 30
tahun menunjukkan menjadi semakin agresif dan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangganya.
Meminjam konsep teori pembelajaran social yang dikembangkan Bandura asumsi teori ini bahwa kita bisa menjadi
lebih melakukan tindakan kekerasan setelah terus menerus
menyaksikan tayangan kekerasan, demikian halnya dengan
teori Kultivasi yang dikembangkan oleh George Gerbner
menekankan bahwa menonton tayangan kekerasan akan
membuat kita merasa takut karena tertanam dalam diri kita
bayangan dari dunia yang kejam dan berbahaya dipenuhi
dengan kekerasan.
ARTIKEL
STUDY KEMAMPUAN GURU DALAM
MENDESAIN PENILAIAN BERBASIS KELAS
(CLASSROOM-BASED ASSESSMENT)
PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SMP DI KOTA BAUBAU
oleh: Isnawati
HAL...
28
A
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
bstrak: Penelitian ini dilakukan di Kota Baubau. Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1)
bagaimanakah tingkat pemahaman guru Bahasa
Inggris SMP di Kota Bau-Bau tentang penilaian
berbasis kelas? 2) Bagaimanakah kemampuan
guru Bahasa Inggris SMP di Kota Baubau dalam mendesain penilaian berbasis kelas? Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: 1) tingkat pemahaman guru tentang penilaian
berbasis kelas mata pelajaran bahasa Inggris dan 2) kemampuan guru dalam mendesain penilaian berbasis kelas mata
pelajaran bahasa Inggris di Kota Baubau. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah pemberian tes kompetensi
akademik tentang penilaian berbasis kelas, wawancara, dan
studi dokumen penilaian. Responden terdiri atas 30 orang
guru Bahasa Inggris SMP di Kota Bau-Bau. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa tingkat pemahaman guru tentang
penilaian kelas mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam kategori “baik”. Sedangkan kemampuan
guru dalam mendesain penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris berada dalam kategori “rendah”.
Kata Kunci: Penilaian berbasis kelas, desain penilaian,
genre-based teaching.
PENDAHULUAN
Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
PP No. 19/2005 menggariskan bahwa salah satu kompetensi guru yang berkaitan langsung dengan kinerja guru
dalam proses pembelajaran di kelas adalah kompetensi pedagogik. Salah satu tugas dan fungsi guru dalam kompetensi
pedagogik adalah sebagai evaluator. Guru sebagai evaluator
harus mampu mengevaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, untuk itu mampu mendesain alat
penilaian yang sesuai untuk menilai hasil belajar siswa atas
materi yang telah mereka pelajari (Usman, 2001).
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
Abas
Dalam Standar Isi mata pelajaran Bahasa Inggris SMP
(permendiknas 22/2006) dinyatakan bahwa salah satu tujuan
pembelajaran Bahasa Inggris adalah meningkatkan kompetensi komunikatif siswa, baik lisan maupun tulis. Dengan
kata lain, siswa dipersiapkan untuk memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan bahasa lisan maupun tulisan dalam
masyarakat pengguna bahasa (Celce- Murcia, Dornyei dan
Thurell : 1995).
Sebagai implikasinya dalam proses pembelajaran, ketrampilan berbahasa oral/lisan (oral language) yaitu mendengar (listening) dan berbicara (speaking) serta ketrampilan
berbahasa tulis (written language) yaitu membaca (reading)
dan menulis (writing) dipelajari secara runtut dan terpadu
(integrative). Kemampuan berkomunikasi siswa dieksplorasi
melalui kegiatan-kegiatan belajar yang memberi mereka kesempatan untuk langsung menggunakan bahasa lisan dan tulis dengan teks percakapan transactional dan interpersonal,
teks fungsional pendek (short-functional text), serta beberapa bentuk teks esai (essay text) seperti descriptive, recount,
procedure dan report.
Proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajarnya
pun menjadi sangat tidak mudah bagi kebanyakan guru, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa dengan grammaroriented dan teacher-centered learning. Guru harus beralih
dari sistem penilaian tradisional yang lebih menekankan
decontextualized text items dengan Norm-referenced score
kepada authentic assesment yang lebih menekankan pada
contextualized communicative tasks dengan criterion-referenced score. Dari product-oriented dan non-interactive performance assesment kepada process-oriented assesment.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dua permasalahan khusus yakni: Sejauh manakah tingkat pemahaman
guru Bahasa Inggris SMP Kota Baubau tentang penilaian
kelas mata pelajaran Bahasa Inggris serta bagaimanakah
kemampuan guru Bahasa Inggris SMP Kota Baubau dalam
mendesain penilaian kelas Bahasa Inggris.
Penilaian (assesment) adalah proses mengumpulkan dan
menganalisis data yang diperoleh melalui penggunaan alatalat pengukuran yang sesuai (Sukhriani, 2005). Dengan kata
lain, proses menilai berarti menanyakan kembali seberapa
ARTIKEL
untuk mengadopsi tes yang sudah ada di dalam buku paket.
Alhasil, guru menjadi tidak mandiri dalam mengembangkan
tes sesuai kebutuhan pembelajaran di kelas mereka sendiri.
Oleh karena itulah penelitian ini menjadi sangat penting
untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam
mendesain penilaian kelas untuk empat ketrampilan berbahasa Inggris yaitu listening skill, speaking skill, reading skill
dan writing skill. Pembahasan didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui tes kompetensi, wawancara, dan angket
ketersediaan dokumen penilaian pada guru responden.
Penilaian kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
segala bentuk penilaian yang dikembangkan oleh guru untuk
menilai hasil belajar siswa. Dengan demikian, penelitian ini
sangat diharapkan dapat memberi manfaat yang seoptimal
mungkin bagi peningkatan pemahaman kemampuan guru
bahasa Inggris dalam mengembangkan penilaian kelas.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif
yang memiliki variabel mandiri yang tidak membandingkan
maupun mencari hubungan. Sampel penelitian ini adalah 30
orang guru dari populasi penelitian adalah yang berjumlah
68 guru mata pelajaran bahasa Inggris Sekolah Menengah
Pertama (SMP) se-Kota Baubau.
Informasi dikumpulkan melalui tes kompetensi akademik,
wawancara, dan studi dokumentasi penilaian pembelajaran
berupa dokumen tes formatif yang dimiliki oleh guru. Data
yang diperoleh dari tes kompetensi akademik dianalisis secara
deskriptif kuantitatif terutama untuk memperoleh informasi nilai yang diperoleh masing-masing objek penelitian. Data yang
diperoleh dari checklist dianalisis berdasarkan tingkat penyebaran dan tingkat ketersediaan dokumen. Data dari hasil wawancara akan disajikan sebagai data kualitatif dan digunakan sebagai informasi pendukung untuk mendeskripsikan data dari
hasil tes maupun checklist ketersediaan dokumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.Hasil
A. Pemahaman guru tentang penilaian berbasis kelas dan pengembangannya
Dari hasil tes kompetensi yang dianalisa dapat dilihat bahwa dari 30 responden penelitian ini hanya ada 6
(20%) orang yang masuk kategori amat baik yang berarti bahwa hanya ada 6 orang yang dapat menjawab dengan 85-100% dari 25 soal yang diberikan. 11 responden
berada dikategori baik dengan menjawab dengan benar
75-84% dan hanya ada 2 responden yang berada dikategori cukup dengan menjawab dengan benar 65-74%
dari keseluruhan soal yang diberikan.
Sebaliknya, 5 responden berada di kategori rendah karena hanya menjawab soal dengan benar sejumlah 55-64% dan 6 responden yang berada di kategori amat rendah karena hanya dapat menjawab soal
sejumlah ≥ 54 %. Distribusi kemampuan responden
ini dapat dilihat melalui tabel 1 berikut.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
29
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
baik hasil belajar siswa untuk satu periode tertentu. Pada umumnya, data yang diperoleh dimaksudkan untuk mengukur
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan kinerja (performance) siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, Hudson
(1992) mengemukakan bahwa ada 4 fungsi penilaian yaitu 1)
penilaian formatif (formatif assesment); 2) penilaian sumatif
(sumatif asssesment); 3) Penilaian evaluasi (evaluative assesment); 4) Penilaian pendidikan (educative asssesment).
Ketika guru menilai keberhasilan siswa dalam menguasai
bahasa Inggris yang dipelajarinya berarti menilai sejauh mana
kompetensinya dalam menggunakan bahasa Inggris yang dipelajarinya dalam berkomunikasi melalui ketrampilan mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Oleh karena itu, penilaian dengan
menggunakan paper-and-pen test tidaklah cukup untuk mengukur keseluruhan kompetensi berbahasa siswa. Kompetensi
siswa dalam berkomunikasi melalui ketrampilan mendengarkan
(listening), berbicara (speaking), serta menulis (writing) perlu
diukur dengan menggunakan performance assessment (penilaian kinerja). Gronlund (2006:126) mengatakan bahwa “performance assessment is needed when performance skill is not
adequately assessed by paper-and-pencil tests alone”.
Hasil Kinerja siswa yang akan dinilai biasanya sudah dinyatakan pada tujuan pembelajaran dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran yang dibuat oleh guru. Dalam pembelajaran bahasa, rumusan hasil kinerja sangat mudah dikenali dengan pemakaian kata-kata operasional seperti menulis paragraf, merespon ungkapan, menggunakan ungkapan, dan bermonolog.
Cakupan hasil kinerja yang ingin dinilai dari suatu domain
kompetensi terkadang sangat luas sehingga guru perlu untuk
menganalisis lebih jauh untuk memilih aspek-aspek tertentu
yang dapat mewakili keseluruhan domain kinerja yang ingin
dilihat. Misalnya, ketika guru hendak menilai kemampuan
siswa menceritakan pengalaman masa lalunya secara oral,
maka beberapa aspek yang dapat dipakai untuk mewakili
kinerja tersebut adalah, kesesuaian retorika (recounting rhetoric), penggunaan bahasa (language use), dan tingkat kelancaran bercerita (fluency).
Sementara itu, dari berbagai kesempatan diskusi diketahui bahwa sebagian besar guru mengakui bahwa hal tersulit
dalam proses memahami pembelajaran Bahasa Inggris yang
berorientasi genre-based sekarang adalah berkaitan dengan
penilaian hasil belajar. Guru belum sepenuhnya memahami
dan trampil dalam mendesain penilaian yang tepat untuk setiap genre (jenis text) yang dipelajari oleh siswa. Salah satu
penyebabnya antara lain adalah bahwa guru belum sepenuhnya memahami cara mengembangkan rubrik tes untuk performance-based assesment, khususnya cara menetapkan
kriteria penilaian untuk penilaian keempat ketrampilan berbahasa yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking),
membaca (reading) dan menulis (writing).
Pada akhirnya, sebagian besar guru menjadi sangat
tergantung pada paper and pen test. Tes pun dibuat tanpa
kisi-kisi (tes specification) yang jelas karena lebih cenderung
ARTIKEL
Jumlah Soal Benar
Rentang
Kategori
Jumlah Responden
Jumlah
Persentasi
responden
85-100
Amat Baik
6
20 %
75 - 84
Baik
11
37 %
65 – 74
Cukup
2
7%
55 – 64
Rendah
5
16 %
0 - 55
Amat Rendah
6
20 %
30
100 %
Jumlah
Tabel 1. Sebaran Kemampuan Pemahaman Guru
tentang Penilaian Berbasis Kelas
HAL...
30
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap sampel
untuk mengetahui secara langsung tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka tentang pengembangan penilaian kelas menunjukan bahwa :
1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang
cukup tentang penilaian berbasis kelas. Namun, ada 5
responden yang mengaku tidak tahu sama sekali.
2. Sebagian besar responden cukup mengetahui tujuan dari penilaian berbasis kelas tapi masih ada
5 responden yang menjawab tidak mengetahui tujuan dilakukannya penilaian berbasis kelas.
3.Sebagian besar responden dapat memberi
penjelasan dengan tepat mengenai perbedaan
penilaian sumatif dan penilaian formatif. Namun
ada 3 responden yang sama sekali tidak tahu.
4.Sebagian besar responden dapat memberi
penjelasan yang tepat mengenai beberapa tehnik
penilaian yang pernah digunakan tapi ada 2 responden yang mengaku tidak mengetahui tehniktehnik penialaiannya.
5. Responden mengaku telah pernah melakukan penilaian terhadap kemampuan listening skill siswa
dengan beragam cara atau tes yang digunakan
antara lain multiple choice, pemberian response,
menilai kosakata dan intonasi, memberi instruksi
secara lisan, menjawab pertanyaan guru, melengkapi gap pada dialog kaset.
6. Semua responden menjawab bahwa mereka telah
pernah melakukan penilaian speaking skill siswa
dengan menggunakan tes atau cara yang bervariasi, antara lain: siswa menjawab pertanyaan lisan,
performance test dan interview.
7. 2 responden tidak memberikan respon ketika pertanyaan ini diajukan. Sementara, 28 peserta menjawab
bahwa mereka pernah melakukan penilaian untuk
mengukur reading skill siswa dengan menggunakan
tes/cara antara lain: tes tertulis, membaca teks.
8. Semua responden menjawab bahwa mereka pernah melakukan penilaian untuk mengukur writing
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
skill siswa antara lain: tes tertulis melengkapi kalimat, menyusun kalimat acak, menulis small text,
menyusun paragraf dan menulis paragraf.
9. 21 responden memberikan penjelasan yang tepat
tentang rubric penilaian, misalnya: Adalah petunjuk penilaian yang terdiri dari uraian atau deskripsi
kriteria penilaian dan skor, hanya 3 orang responden yang mengakui pernah menggunakan rubrik
dalam proses penilaian hasil belajar siswa.
10.19 orang responden memberi penjelasan tepat mengenai penilaian porofolio antara lain: penilaian dengan
mengumpulkan hasil kerja siswa sebagai bukti langsung atas usaha pencapaian dan kemajuan siswa
dalam kurun waktu tertentu namun hanya 4 orang responden yang mengaku pernah menngunakan portofolio sebagai instrumen penilaian hasil belajar siswa.
11.25 responden dapat menjelaskan dengan tepat
tentang ‘penilaian proyek antara lain: adalah jenis
penilaian dimana guru memberikan tugas-tugas
khusus kepada siswa untuk mengetahui gambaran yang luas tentang pengetahuan siswa terhadap apa yang telah dipelajari, 4 orang responden
mengaku pernah menggunakan ’penilaian proyek’
dalam penilaian hasil belajar bahasa Inggris.
12.24 responden memberikan penjelasan yang yang
tepat mengenai ‘penilaian tes’ dan ‘penilaian nontes’, 27 responden mengaku pernah menggunakan penilaian tes, 4 responden mengaku pernah
menngunakan penilaian non-tes.
13.19 responden memberikan penjelasan yang tepat
mengenai konsep performance-based assessment anatara lain: bentuk penilaian yang dirumuskan sebagai hasil belajar yang dapat diamati
berdasarkan apa yang dilakukan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
14.25 responden menjawab bahwa pengetahuan
dan ketrampilan mereka dalam mendesain penilaian berbasis kelas pembelajaran bahasa Inggris masih belum memadai dan hanya 5 orang
yang mengaku sudah memiliki pengetahuan dan
ketrampilan memadai dalam hal ini. Sebagian
besar responden mengakui bahwa pedoman
pelaksanaan penilaian berbasis kelas yang belum tersosialisasi dengan baik menjadi penyebab kesulitan mereka untuk mengembangkan
kompetensi mendesain penilaian pembelajaran
B Inggris.
15.Berusaha membangkitkan minat siswa dan menjadikan bahasa Inggris pelajaran yang menyenangkan serta menggunakan tehnik penilaian
yang sesuai. Belajar dari penilaian yang mengacu
pada KBK Aktif dalam kegiatan MGMP Berpedoman pada standar penilian yang diberikan oleh
BSNP Mengikuti pelatihan penilaian.
ARTIKEL
B. Ketersediaan dokumen penilaian kelas
Hasil angket ketersediaan dokumen penilaian kelas
yang dimiliki oleh guru dapat dilihat melalui tabel 2 berikut ini.
Tabel 4.2. Rekapitulasi Ketersediaan Dokumen Penilaian
Kelas yang Dimiliki Oleh Guru
No
Instrumen
Ketrampilan
Berbahasa
Jumlah Responden
Yang Memiliki Instrumen Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
1
Listening
0
0
2
Speaking
6
20%
3
Reading
26
87%
4
Writing
25
83%
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
31
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2. Pembahasan
Dari paparan hasil temuan di atas dapat dilihat bahwa
hanya 6 guru dari 30 sampel yang dapat menjawab soal
sebanyak ≥85%. Ini adalah kenyataan yang sangat disayangkan terjadi pada guru-guru bahasa Inggris tersebut.
Hal ini diperparah dengan temuan hasil wawancara dimana masih ada juga beberapa responden yang mengaku
”tidak tahu” ketika menjawab pertanyaan menyangkut
pengertian penilaian kelas, tujuan penialian kelas, perbedaan penilaian sumatif dan formatif, macam-macam tehnik
penilaian bahasa Inggris, tehnik penilaian empat ketrampilan berbahasa, pengertian rubrik penilaian, pengertian penilaian proyek, serta perbedaan bentuk penilaian tes dan
non-tes. Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang lebih
bersifat konseptual namun harus dipahami bahwa desain penilaian yang efektif hanya dapat dibangun dengan
pemahaman konsep yang baik pula. Bagaimana mungkin
guru dapat mendesain dan mengembangkan penilaian
speaking skill bila ia sendiri tidak memahami tehnik-tehnik
penilaian berbicara dan apa itu rubrik serta cara mengembangkannya untuk menilai ketrampilan berbicara?
Dari segi praktis, 30 responden yang diwawancarai
28 responden menjawab pernah menerapkan beberapa
tehnik penilaian listening skill dan hanya ada 2 responden yang sama sekali belum pernah melakukan penilaian
keterampilan tersebut. Namun demikian dari segi ketersediaan dokumen, tidak ada satupun responden yang
memiliki dokumen penilaian listening skill. Alasan yang
dapat digali dari responden adalah berkenaan dengan
kurangnya fasilitas perangkat audio maupun audio-visual
yang dapat digunakan untuk penialain listening skill.
Semua responden mengaku pernah melakukan penilaian
speaking skill dengan tehnik yang variatif baik dialogue
speaking maupun monologue speaking. Namun demikian
tidak ada satupun responden yang memiliki dokumen penilaian berdialog dan hanya 6 (20%) responden yang memi-
liki instrumen penilaian bermonolog. Instrumen yang dimiliki
keenam responden tersebut hanya mencakup tes speaking
for discribing, speaking for recounting dan speaking for procedural text. Sehubungan dengan hal tersebut, dari wawancara beberapa responden menyebutkan komponen penilaian
seperti communicative, fluency, accuracy dan pronunciation
dimasukkan sebagai aspek yang patut diperhatikan pada
saat menilai kompetensi berbicara siswa. Namun tidak satupun responden yang menyadari bahwa aspek kejelasan dan
relevansi ide/pesan dikeseluruhan pidato dan cerita adalah
juga penting (Cohen, 1994:283). Dalam dokumen instrumen
bermonolog yang dimiliki guru pun tidak jelas adanya komponen-komponen penting penilaian speaking skill yang mestinya dapat mengukur kompetensi speaking siswa. Dengan
kata lain, rubrik penilaian speaking skill tidak didesain dan
dikembangkan dengan baik sehingga tidak mampu mencerminkan pencapaian speaking skill siswa.
Contoh sederhana yang mirip dengan persoalan seperti
di atas terdapat pada segmen penilaian ketrampilan writing
(menulis). Penilaian writing skill mutlak ada dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dalam proses pembelajaran, memang
penilaian writing skill tidak harus ada pada setiap pertemuan.
Dalam proses pembelajaran text-type yang mengikuti alur 2
stages and 4 phases, paling tidak pada written stage guru
sudah dapat memberikan tes-tes writing yang variatif kepada siswa baik dengan tujuan mengukur kemampuan siswa
dalam merangkai kalimat sederhana sampai membangun
sebuah text sederhana yang sesuai dengan kaidah dan retorika jenis teks tertentu yang sedang dipelajari. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa semua responden mengaku
pernah melakukan penilaian writing skill dengan berbagai
bentuk soal. Dari pemeriksaan ketersediaan dokumen penilaian ditemukan bahwa dokumen penilaian writing skill
yang dimiliki oleh 25 (83%) guru didominasi oleh soal-soal
yang berbentuk cloze-test, menyusun kata-kata yang diacak
menjadi kalimat lengkap dan benar, menyusun kalimat acak
menjadi paragraf, melengkapi kalimat rumpang dengan katakata yang tepat, serta menulis kalimat bebas terstruktur. Ketrampilan menulis adalah ketrampilan produktif yang sangat
tergantung pada kemampuan siswa menghasilkan tulisan
mulai dari level kata, kalimat, paragraf sampai menulis teks
sederhana yang melibatkan kemampuan linguistik dan sosiolinguistik siswa dalam menghasilkan teks yang bermakna
dan berterima. Oleh karena kompleksnya tuntutan indikator
kemampuan dalam ketrampilan menulis inilah, maka semestinya guru menyiapkan instrumen penilaian yang dilengkapi
dengan rubrik atau panduan penskoran hasil tulisan siswa.
Dari hasil penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam
mendesain instrumen penilaian, mengembangkan rubrik atau
pedoman penskoran adalah bagian yang tersulit dilakukan oleh
guru. Kesulitan ini tentu saja bukan saja diakibatkan karena
kurangnya pemahaman guru pada konsep pengembangan
penilaian ketrampilan berbahasa Inggris tapi juga pada hakikat
(nature) dari masing-masing ketrampilan berbahasa itu sendiri.
ARTIKEL
HAL...
32
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Tidak heran jika beberapa guru mengaku telah melakukan penilaian speaking skill tapi instrumen penilaiannya justru dibuat
dalam bentuk menjawab soal-soal tertulis pilihan ganda yang
sama sekali tidak meminta siswa untuk berbicara.
Akhirnya, dapat dinyatakan bahwa secara umum kemampuan guru mapel bahasa Inggris di Kota Baubau dalam
mendesain penilaian kelas masih rendah. Dari hasil tes,
wawancara dan studi dokumen penilaian, dapat dijelaskan
bahwa meskipun ada 19 (63%) guru yang dapat menjawab
≥65% soal dengan benar, masih ada guru yang mengaku
belum memahami secara total beberapa aspek penilaian bahasa Inggris. Selain itu, hanya sebagian guru yang memiliki
dokumen penilian. Sebagian besar dokumen itu pun tidak
didesain dengan tepat untuk mengukur ketrampilan berbahasa siswa. Dalam penelusuran di akhir wawancara diketahui
bahwa sebenarnya rata-rata guru dalam sampel penelitian ini
mengakui bahwa kemampuan mereka sendiri dalam mendesain penilaian bahasa Inggris masih sangat kurang. Mereka
menjelaskan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam
mengembangkan kemampuan mendesain penilaian tersebut
antara lain kurangnya minat siswa terhadap pelajaran bahasa Inggris sehingga penilaian menjadi tidak efektif, belum
adanya buku petunjuk penilaian dan sampai saat ini penilaian
dilakukan masih mengacu pada KBK, rendahnya motivasi
siswa terhadap pelajaran bahasa Inggris dan kurangnya sarana prasarana yang ada di sekolah, dan perbedaan latar belakang siswa yang menimbulkan sikap aktif dan pasif
Namun demikian, apapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi secara eksternal, motivasi internal guru itu sendiri justru lebih penting. Guru mesti mampu memotivasi diri untuk
terus mempelajari segala sesuatu yang berkenaan dengan
penialian kelas mata pelajaran bahasa Inggris. Tidak kalah
pentingnya juga yakni dukungan kepala sekolah dalam
menfasilitasi guru baik dalam mendesain dan mengembangkan penilaian serta dalam proses pembelajaran. Kita tidak dapat menyangkal bahwa penilaian sebenarnya adalah
bagian integral kompetensi mengajar guru. Grundland
(2006:12) mengatakan bahwa “Instruction is more effective
when well-designed assessment are an integral part of the
instruction process”. Dengan menyertakan desain penilaian
yang berkualitas dalam setiap proses pembelajaran guru
diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif.
Kesimpulan dan Saran
1.Kesimpulan
a. Tingkat pemahaman guru tentang penilaian kelas
mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam kategori baik.
b. Kemampuan guru dalam mendesain penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris di Kota Baubau berada dalam
kategori rendah. Hal ini dapat dilihat melalui hasil
wawancara dan studi dokumen penilaian bahwa masih ada guru yang tidak mampu mendesain instrumen
penilaian speaking dan writing dengan tepat, dan ada
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
beberapa guru mendesain instrumen penilaian yang tidak sesuai dengan ketrampilan berbahasa yang dinilai.
2. Saran
a. Bagi Guru; perlu lebih inovatif dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional terutama yang berhubungan dengan konsep dan cara mendesain serta
mengembangkan penilaian Bahasa Inggris yang tepat
dan berkualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih
banyak membaca dan mempelajarinya dari berbagai
sumber baik dari media cetak, media on-line, membangun communication-link dengan ahli dan narasumber
atau teman sejawat yang lebih paham, dan mengikuti
seminar, workshop maupun diklat penilaian.
b. Bagi Sekolah; kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah harus lebih tanggap pada kebutuhan guru dalam
meningkatkan kompetensinya dalam mendesain dan
mengembangkan penilaian mata pelajaran Bahasa Inggris. Dukungan bagi guru dapat diberikan dengan cara
memberi fasilitas yang memadai baik dalam bentuk referensi, akses kepada sumber pengetahuan personal maupun internet, keikutsertaan dalam diklat, seminar maupun
workshop yang relevan serta pemberian kesempatan
membangun jaringan komunikasi profesional dengan teman sejawat didalam sekolah maupun antar sekolah.
c. Bagi Dinas Pendidikan Nasional Kota Baubau dan
LPMP Propinsi Sulawesi Tenggara; agar memberi peluang bagi guru dalam mengembangkan kompetensinya dalam mendesain dan mengembangkan penilaian
mapel Bahasa Inggris dengan mengadakan program
diklat dan workshop penilaian mapel Bahasa Inggris
secara reguler paling tidak sekali dalam setahun. ***
DAFTAR RUJUKAN
Celce- Murcia, M,. Dornyei., Z., dan Thurell., S., 1995. Communicative Competence. A Pedagogically Motivated Model With Content Specification. Isuesses
in Applied Linguistics. 6. 5-35.
Cohen. D.A., 1994. Assessing Language Ability in the Classroom.
2nd edition. Massachussets. Heinle & Heinle Publisher.
Gronlund, E.N., 2006. Assessment of Student Achievement.8th
Edition. USA. Pearson Education Inc.
Menteri Pendidikan Nasional. 2002. Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Republic Indonesia Nomor
045/U/2002 tentang Kurikulum Inti pendidikan
Tinggi. Jakarta. Depdiknas.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas
Sukhriani, Yeni. 2005. Study on Language Testing. Unpublished
paper. Dipresentasikan pada Diklat Calon Widyaiswara
di PPPG Bahasa, Jakarta. PPPG Bahasa
Usman. Uzer,. Moh. 2001. Menjadi Guru Professional. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
AGENDA
HAL...
33
LPMP Sultra Gelar
Pertandingan Bulutangkis
Kendari (5/8/2015)— Dalam rangka menyambut
Ultah RI ke-70 LPMP Sultra mengadakan pertandingan olahraga, salah satunya pertandingan bulutangkis
yang diadakan di Aula Besar LPMP Sultra. Menurut
salah satu panitia, Edi mengatakan, “ pertandingan
bulutangkis dilaksanakan selama 3 hari yang dimulai
tanggal 5 Agustus 2015”.
“Adapun peserta pertandingan berasal dari masing-masing seksi di wilayah lingkungan LPMP Sultra,
namun bertanding secara acak bukan per seksi dan
sampai saat ini peserta yang mendaftar sebayak 28
orang” , tandas Edi.
Selanjutnya Edi menegaskan bahwa model pertandingan menggunakan model berpasangan dengan system
setengah kompetisi, pertandingan pertama kali pasangan
Hanna - Syamsul Bahri vs Syafei Landouw – Wahyu.
“Awal pertandingan dimenangkan oleh pasangan
Syafei Landouw – Wahyu”, kata panitia pertandingan
bulutangkis.
Menurut panitia walaupun tidak terlalu banyak
peserta namun pertandingan ini berlangsung sangat
seru dan ramai. ***
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Menyambut Hari Ultah RI ke-70
REFRESING
RAJA JALANAN
Oleh:
Wahyu Falah
T
*
HAL...
34
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
et...tet, klakson motor polisi lalu lintas terdengar begitu nyaring di belakangku. Kulirik spion motorku sebelah kanan. Terlihat disitu sebuah
motor gede polisi lalu lintas dengan
polisi berkaca mata hitam bertengger di atasnya, sambil mengayunkan tangan kirinya
seakan melihatku lewat spionku dan menginstruksikan supaya aku menyingkir dari jalur
jalannya.
“Gawat nih, salah apa aku”, batinku.
Kupinggirkan motorku ke bahu jalan dan berhenti. Ee...polisi itu jalan terus, ternyata dia
sedang mengawal kendaraan dibelakangnya.
Beriringan dua kendaraan, satu tronton yang
memuat eskavator dan satunya lagi sebuah
mobil toyota avansa dengan beberapa orang
berhelm kuning di dalamnya. Rombongan ini
berhenti di pendakian tunggala. Tepat di depan kantor imigrasi kendari. Beberapa orang
dalam avansa turun dan menjejerkan pembatas jalan berwarna jingga bergaris perak
menyala. Sang polisi mengatur lalu lintas yang
melintas di depan kantor imigrasi.
Beberapa saat kemudian, eskavator mulai aksinya menghancurkan jalanan beraspal
di sekitarnya. Aku tertegun memperhatikan
kendaraan raksasa itu beraksi. Benda dengan
lengan robot yang kuat. Perlahan namun pasti,
aspal dan tanah di bawahnya terkuak. Kuturunkan standar motorku. Ingatanku melayang
pada peristiwa setahun yang lalu. Peristiwa
yang selalu menghantuiku. Aku menyaksikan
sebuah kecelakaan lalu lintas di jalan ini dan
sampai saat ini tidak pernah kulaporkan pada
polisi.
**
Siang menjelang sore, saat kejadian itu
terjadi. Aku keluar dari lorong cempaka depan
pasar panjang. Dari arah wua-wua meluncur
sebuah motor dengan kecepatan sedang cenderung cepat, maklum itu pendakian, jadi mesti menaikkan gas, agar tidak mati gigi. Dengan
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
sigap aku menyusul di belakangnya. Kami
beriringan. Aku mengambil jarak sekitar 5 meter di belakangnya. Nampaknya ia buru-buru.
Di depan kami, ada pete-pete (istilah untuk
angkutan kota di Kota Kendari) . Karena pendakiannya semakin terjal, motor di depanku
semakin menaikkan gasnya. Aku juga. Kulihat
spion pete-pete di depanku, sang supir melihat
kami sedang gas. Dia mengercingkan dahi.
Tepat sebelum motor di depanku mendekati
pete-pete. Pete-pete tersebut membelok ke
kanan sedikit dan trak....sang motor menghantam bember belakang kanan pete-pete dan
terlempar.
Astagfirullah...pengendaranya terlempar,
terlepas dari motornya. Motornya terganjal di
bawah pete-pete. Sang pengendara adalah
seorang bapak kira-kira berusia 50-an terlempar sejauh 10 meter dari pete-pete ke kanan
hampir masuk ke selokan. Untung saja tidak
ada kendaraan dari arah berlawanan. Dia terkapar di rerumputan di bibir selokan. Saat itu
jalanan sepi dan tidak ada ojek yang biasa
parkir di mulut jalan tunggala.
Mendadak ku hentikan sepeda motorku.
Aku menuju ke tempat sang bapak tadi terlempar. Sopir pete-pete pun keluar dan memperhatikan bagian belakang mobilnya yang
tergores tertabrak motor. Saat itu tidak ada
penumpang dalam pete-petenya. Kaki sang
bapak berdarah, kayaknya tulangnya patah.
Dia meringkih menahan sakit.
“Mari saya antar ke rumah sakit”, aku berujar padanya. Seorang satpam sebuah kantor
pembiayaan dekat situ membantuku menaikkan sang bapak di atas sepeda motorku. Aku
memboncengnya menuju puskesmas lepolepo.
“Tunggu dulu, bagaimana motorku?’, sang
bapak cemas mencari-cari motornya. “ Di sana
pak, sudah diamankan di halaman kantor
pembiayaan. Aku melambai ke arah satpam
tadi. Tampaknya dia sedang menginterogasi
sang supir.
Sesampainya di puskesmas lepo-lepo,
REFRESING
HAL...
cerita tentang semakin sepinya penumpang kala semakin
mudahnya kredit motor, harga suku cadang kendaraan semakin tinggi harganya, setoran juga semakin naik, harga bahan bakar merangkak, biaya hidup meroket dan sederetan
persoalan hidup lainnya.
“Tapi mereka kadang sewenang-wenang di jalan pak? Seolah jalan ini miliknya sendiri, berhenti mendadak tanpa memberi kode lampu weser, seenaknya berhenti di tengah jalan sehingga menyebabkan kemacetan, dan terkadang ugal-ugalan.
Pokoknya kita harus laporkan ke polisi”, emosiku.
“Jangan de, tidak usah mi. Terkadang juga penumpang
pete-pete yang tiba-tiba minta berhenti. Atau menahan petepete bukan pada tempat yang baik untuk berhenti. Biarlah,
semoga supir pete-pete yang ugal-ugalan bisa sadar. Kita
doakan saja”, bijak sang bapak. Aku terharu atas kebijakan
bapak ini. Jelas-jelas bapak ini yang korban, tapi dia malah
memaafkan dan mendoakan orang yang mencelakakan
dirinya. Sungguh, sangat langkah manusia seperti ini. Aku
tertunduk sambil memandangi sepatuku, mencoba mencari hikmah dari kebesaran jiwa orang ini. Dalam hati, aku
bertekad, aku harus banyak belajar lagi tentang hidup dan
kebijaksanaan.
***
Krek krek teng! Bluss...piss...Suara lengan kuat eskavator menghantam benda keras lalu memancarkan air deras
membasahi area kerja mereka. Rupanya lengan robotnya
mengenai jaringan pipa PAM di jalan itu. Airnya mengalir ke
bawah ke arah tempat kuparkirkan motorku.
Aku terhenyak dari lamunanku. Ku naikkan standar motorku, aku mengambil jalan berbalik kembali ke arah wuawua. Mudah-mudahan dengan ratanya pendakian tunggala
juga menghilangkan kenangan kecelakaan yang kusaksikan
dahulu. ***
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
35
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
langsung di tangani cepat oleh para perawat. Aku menunggu. Rupanya jari kelingking kaki kirinya patah. Kini ada perban di kaki dan siku tangan kanannya. Bapak ini sudah mulai
tenang.
“Bagaimana kakinya pak?”, aku membuka pembicaraan.
Dia hanya memelas. Dari raut wajahnya, kelihatan masih kesakitan. “Terima kasih de, sudah antar saya ke puskesmas”,
bapak itu menjawab. Saya hanya tersenyum. “Ada keluarga
yang bisa kita hubungi?” Sang bapak meraba kantongnya
dengan cemas, mencari-cari HP nya. Alhamdulillah HP nya
masih berfungi sejak kecelakaan tadi. Dia menelpon ponakannya yang kerja di dealer motor honda wua-wua. Mengabarkan keberadaannya dan berpesan untuk jangan dulu
memberi tahu istrinya. Nanti cemas katanya.
“ Saya sudah hubungi ponakanku de, ade boleh pulang,
terima kasih banyak”, kata bapak itu.
“ Sama-sama pak, tapi biar mi saya temani bapak disini
sambil menunggu ponakan ta jemput. Kebetulan saya tidak ada
kegiatan penting sore ini”, aku mencoba mengakrabkan diri.
“ Motorku itu belum lunas cicilannya de, baru jalan 5 bulan kreditnya kasyan”, bapak itu mulai bercerita. “Saya tadi
baru pulang mengajar de, kebetulan jam mengajarku sampai
jam 2 siang,” sang bapak mengalirkan ceritanya.
Dia tinggal di Konda, namanya Suhardi. Mengajar di
salah satu SMPN ternama di kota Kendari.
“Bagaimana kalau kita menuntut pak?, saya lihat kejadiannya tadi. Saya sudah catat DT mobilnya. Supir pete-pete
tadi yang salah pak, dia membelokkan mobilnya agak ke tengah tanpa menyalahkan lampu weser saat kita berdua tadi
lagi di belakangnya dengan kecepatan tinggi!”, Aku bersemangat untuk menuntaskan kasus ini.
Diluar dugaanku, jawaban pak guru ini. “Tidak usah de,
kasyian juga supir pete-pete itu kalau kita tuntut. Mereka
orang miskin. Saya punya teman supir pete-pete pernah
ARTIKEL
Upaya Alternatif
Kepala Madrasah Tsanawiyah
Dalam Mengatasi Kesulitan Guru Pada Pelaksanaan Kurikulum 2013
Melalui Metode Tutor Guru Sebaya
A.ABSTRAK
HAL...
36
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Pendahuluan
Tugas utama kepala sekolah/madrasah adalah mewujudkan keunggulan
madrasah yang dipimpinnya. Keunggulan utama madrasah adalah mewujudkan
mutu lulusan yang memenuhi dan bahkan
melebihi standar. Keunggulan itu perlu
didukung dengan keunggulan kompetensi guru yang membangkitkan keunggulan
siswa belajar.
Kepala madrasah profesional adalah
insan pembelajar. Daya adaptasinya tumbuh bersamaan dengan penyikapan terhadap perubahan. Segala sesuatu yang
ada di sekitarnya berubah (Kemendikbud,
2013: 1). Oleh kerena itu, perubahan kurikulum sebagai sesuatu yang seharusnya
karena ilmu pengetahuan, teknologi, dan
tantangan kehidupan terus berubah. Bersamaan dengan itu, kebutuhan guru untuk mengakomodir kebutuhan siswa pun
terus berubah menyesuaikan dengan tantangan jamannya.
Pengalaman kita bekerja membuktikan bahwa apa yang kita hasilkan terdahulu selalu memerlukan perbaikan
sehingga perubahan merupakan suatu
keharusan. Demikian halnya penyempurnaan Kurikulum 2013 (K13) akan diperbaiki dan dikembangkan. Lahirnya
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160
Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan K13, membuktikan bahwa masih terdapat sekolah yang belum
siap menerapkan K13 kecuali sekolah
di bawah naungan Kemendikbud yang
sudah melaksanakan 3 semester secara
bertahap dan terbatas telah diterapkan
pada tahun pelajaran 2013/2014. Bahkan
Kemendikbud memutuskan hanya 6.221
sekolah di 295 kabupaten/kota seluruh
Indonesia.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
Oleh: La Marihi
(Kepala MTs Negeri 1 BauBau)
Kebijakan Kemendikbud di sekolahsekolah, sebagaimana disebutkan di
atas sedikit berbeda dengan sekolah/
madrasah di lingkungan Kementerian
Agama (Kemenag). Hal ini dibuktikan, selang duapuluh hari keluarnya Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 maka pada
tanggal 31 Desember 2014 keluarlah
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor
207 tentang Kurikulum Madrasah. Pada
prinsipnya Permendikbud Nomor 160
Tahun Tahun 2014 dan PMA Nomor 207
Tahun 2014, memiliki persamaan antara
lain pemberlakuan Kurikulum 2006 dan
K13 juga diterapkan pada MI, MTs.MA
secara nasional dimulai pada semester
dua tahun pelajaran 2014/2015. Salah
satu yang membedakan, kalau sekolah
pada naungan Kemendikbud telah dilakukan piloting sekolah percontohan sejak
tahun pelajaran 2013/2014, sebaliknya
madrasah nanti pada semester satu tahun pelajaran 2014/2015 serta belum
ditentukan piloting (madrasah percontohan). Kalaupun ada, baru terbatas pada
madrasah yang melakukan pendampingan K13 (dalam proses) yang belum
ditetapkan jumlah dan madrasah mana
yang menjandi sasarannya.
Munculnya PMA Nomor 207 tahun
2014 semakin mempertegas bahwa komitmen Kemenag. terhadap pemberlakuan
K13 untuk mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam (Akidah Akhlak, Fikih, Al
Qur’an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam) dan Bahasa Arab. Untuk itu, PMA
tersebut mengisyaratkan bahwa agar pendidikan di madrasah ikut menyesuaikan
dengan perubahan lingkungan global saat
ini. Demikian halnya, dengan MTs Negeri
(memenuhi syarat) yang akan melakukan
pendampingan K13 sejalan dengan PMA
di atas tentu diperhadapkan dengan kesulitan yang dialami selama satu semester
tahun pelajaran 2014/2015. Di satu sisi,
masih banyak guru belum mendapatkan
pelatihan K13, sementara program piloting pendampingan K13 telah berjalan bagi
madrasah (MI, MTs, MA) khususnya mata
pelajaran umum.
Dari berbagai sumber diperoleh informasi bahwa kesulitan cukup serius yang
ditemui dilapangan ketika dilaksanakan
K13 adalah (1) sulitnya mengubah midset guru, (2) perubahan model pembelajaran dari teacher sentered ke student
centered, (3) rendahnya moral spritual,
(4) budaya membaca dan meneliti masih rendah, (5) kurangnya penguasaan
teknologi informasi, (6) lemahnya penguasaan administrasi, (7) kecenderungan
guru yang lebih menekankan aspek kognitif, dan (8) kecenderungan guru yang
belum mau menjadi manusia pembelajar
(Hidayatullah, 2014).
Sejalan dengan hal tersebut, Staf
Khusuf Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKMP3) Kemendikbud, Rumiati (2014) mengatakan
bahwa salah satu pembeda kurikulum
sebelumya adalah scientific approach.
Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapakan pendekatan
tersebut. Penyebabnya adalah (1) guru
kurang memahami proses penilaian sehingga dianggap rumit, (2) guru masih sulit menerapkan scientific approach dalam
kegiatan belajar mengajar, (3) project
based learning dan pelatihan guru.
Mencermati berbagai kesulitan tersebut pada umumnya guru-guru madrasah
mengalami kesulitan serupa pada penerapan K13. Namun jika diperhatikan lebih
jauh kesulitan-kesulitan yang dialami
guru di masing-masing madrasah cukup
bervariasi terutama dalam hal:
ARTIKEL
-
-
-
-
-
B. PEMBAHASAN MASALAH
A. Upaya Kepala MTs dalam Mengatasi Kesulitan Guru
pada Penerapan K13
Salah satu tugas kepala madrasah yang urgen dengan
keberhasilannya adalah kepemimpinan pembelajaran. Oleh
karena itu, kepala madrasah menjadi faktor penentu kemajuan
dan dinamisasi madrasah terutama berkaitan dengan efektifitas
pembelajaran. Menurut Suryosubroto (2004: 30) bahwa kepala
madrasah mampu menyelenggarakan gugusan-gugusan tertentu meliputi pengaturan: (1) proses belajar mengajar, (2) kesiswaan, (3) personalia, (4) peralatan pengajaran, (5) gedung
dan perlengkapan, (6) keuangan, dan (7) hubungan dengan masyarakat.
Poses belajar mengajar (PBM) merupakan inti dari penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan dengan guru
sebagai pemegang peranan utama (Usman, 1995: 4). Setiap
permasalahan dalam PBM, di bawah kepemimpinan kepala madrasah akan terselesaikan. Artinya, pemimpin akan menyusun
pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh
pengetahuan yang dimiliki terhadap kondisi yang dihadapinya
menuju ketercapaian tujuan yang diharapkan, termasuk mencari
solusi peningkatan efektiftas PBM K13 serta mengatasinya kesulitannya di madrasah.
Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin, ia mempunyai dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan proses pendidikan. Pertama,
kepala madrasah adalah pengelola pendidikan di madrasah,
dan kedua, kepala madrasah adalah pemimpin formal di madrasahnya (Machali, 2012: 31). Sebagai pengelola pendidikan,
kepala madrasah bertanggungjawab terhadap keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi madrasah dengan seluruh subtansinya.
Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya mengerakkan para bawahan ke arah tercapainya tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Salah satu model kepemimpinan yang paling ideal bagi
peningkatan mutu dan kemajuan lembaga madrasah adalah
menerapkan kepemimpinan transformasional (transformasional
leadership). Implementasi kepemimpinan ini adalah mentransformasikan secara optimal sumber daya madrasah dalam rangka mencapai tujuan sesuai dengan target capaian yang telah
ditetapkan. Istilah transformatif berinduk dari kata to transform,
yakni bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu
menjadi bentuk lain yang berbeda (Danim, 2005: 54). Kepemimpinan transformasional merupakan jenis kepemimpinan
baru (new leadership paradigm) yang dipandang efektif mendinamisasikan perubahan, terutama pada lingkungan bersifat
transisional (Machali, 2012: 59).
Kepemimpinan transformasional kepala madrasah, yaitu
kegiatan memimpin dan yang dipimpin berinteraksi dan terintegrasi sehingga kedua pihak berdaya meningkatkan motivasi
dan moralnya menjadi satu kesatuan. Peran pemimpin dengan
dipimpin karena didasari motif bersama berlandaskan nilai-nilai
dan tujuan serta dikuatkan dengan pengakuan bahwa pemimpinya “benar”. Menurut Sergiovanni (1996) bahwa kepemimpinan
pembelajaran mencakup moral dan etik berdasarkan tujuan
keyakinan, dan nilai yang mempersatukan emosi karena kepala
sekolah berpengaruh. Terkait dengan mutu sumber daya manusia yang diperlukan pada abad 21, Andrew J. Rotherham dan
Daniel Willingham (2003) menyatakan bahwa memperhatikan
tiga hal utama, yaitu mengembangkan kurikulum terbaik, me-
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
37
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Kurangnya pelatihan K13
Kurangnya pemahaman penilaian K13
Tidak adanya “guru model” penerapan K13
Kurangnya pengetahuan kepala madrasah tentang K13
Rendahnya kualitas kepemimpinan pembelajaran kepala
madrasah.
Kesulitan-kesulitan penerapan K13 yang dialami di atas,
terutama kesulitan pertama, kedua, ketiga dan keempat tidak
terlepas dari kepemimpinan transformasional kepala madrasah
dalam menyikapi sekaligus mengatasi kesulitan penerapan K13
terutama pada MTs rintisan pendampingan K13. Dengan demikian kesulitan poin kelima akan mempengaruhi ketidak berhasilan
seluruh komponen penerapan K13. Untuk itu, diperlukan sumber
daya kepala MTs yang memiliki pengembangan daya inisiatif,
inovasi, dan kolaborasi agar memfasilitasi guru dalam melaksanakan perubahan atas keputusan bersama.
Ketajaman kepala MTs dalam merespon semua kesulitan
dalam penerapan K13, diasah melalui komunikasi dan kolaborasi
dengan teman sejawat (guru senior) sehingga menemukan ideide baru, memperbaiki strategi dan mempertajam daya analisis
guru dalam memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Salah satu upaya tersebut adalah melalui metode latihan tutor
sebaya di antara guru dalam mengatasi setiap kesulitan penerapan K13 di internal MTs bersangkutan. Menurut Surya dan Amin
(1984) bahwa tutor sebaya adalah seorang atau beberapa orang
siswa yang ditunjuk dan ditunjuk untuk membantu siswa-siswa
tertentu dalam mengatasi kesulitan belajar.
Dari berbagai literatur istilah tutor sebaya banyak dijumpai di
kalangan siswa, namun dapat saja dipraktekan di kalangan guru
dalam mengatasi kesulitan pembelajaran, khususnya penerapan K13. Tutor sebaya merupakan sekelompok guru yang telah
tuntas terhadap bahan dan implementasi K13 sehingga dapat
memberikan bantuan secara konsultatif dan dialogis terhadap
kesulitan guru dalam merencanakan,melaksanakan, mengevaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran sesuai mata pelajaran yang
diampuhnya.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah: (1) Bagaimana upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi kesulitan guru
pada penerapan K13?, dan (2) Bagaimana penerapan metode
tutor guru sebaya dalam mengatasi kesulitan penerapan K13?
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut (1) Untuk
mendeskripsikan upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi
kesulitan guru dalam penerapan K13?, (2) Untuk mendeskripsikan penerapan metode tutor guru sebaya dalam mengatasi kesulitan penerapan K.13
Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain sebagai berikut: (1) Bagi guru, sebagai bahan masukan dan referensi dalam mengatasi kesulitan penerapan K13, (2) Bagi kepala sekolah, sebagai bahan informasi dan perbandingan dalam
menerapkan K13 di madrasah yang dipimpinnya.
1. Bagi pengambil kebijakan, sebagai bahan referensi dalam
memberikan penguatan kepemimpinan kepala madrasah
pada umumya dan penerapan K13 pada khususnya.
ARTIKEL
HAL...
38
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ningkatkan kompetensi pendidik, dan mengembangkan sistem
penilaian terbaik (Kemendikbud, 2013: 21).
Kepala MTs bertanggungjawab menjamin seluruh siswa
belajar dan guru melaksanakan tugas pendidik dalam mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, membimbing, menilai,
dan mengevaluasi siswa. Pembelanjaran berkembang sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial,
ekonomi yang semakin cepat. Fokus belajar menguatkan sikap
(afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik)
siswa secara berimbang dengan dukungan kepala madrasah sebagai pimpinan dan manajer.
Kottler (1999) membedakan pemimpin dan manajer. Tugas
pemimpin adalah (1) menetukan arah pengembangan sekolah/
madrasah, mengembangkan misi masa depan, strategi jangka
panjang yang menghasilkan perubahan, (2) menyelaraskan
hubungan orang-orang berkomunikasi dalam mengembangkan
kerjasama, dan membangun komitmen untuk mewujudkannya,
(3) memotivasi dan menginspirasi pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa dapat bergerak sesuai dengan tujuan.
Tugas kepala sekolah/madrasah sebagai manajer lebih
menekankan pada administrasi pengelolaan, yaitu (1) mengembangkan perencanaan dan anggaran, (2) mengembangkan
organisasi, struktur organisasi dan pembagian tugas, meningkatkan kapasitas staf, dan mengisi struktur dengan mempertimbangkan kemampuan individu, mengkomunikasikan rencana,
mengembangkan sistem monitor pelaksanaan, (3) mengontrol
kegiatan dan memecahkan masalah seperti dalam rapat atau
dalam pertemuan informal (Kemendikbud, 2013: 5).
Sehubungan dengan hal tersebut, idealnya hasil pelatihan
K13 diarahkan pada pengembangan pada daya inisiatif, inovasi,
dan kolaborasi kepala madrasah agar dapat melaksanakan perubahan berdasarkan keputusan bersama. Munculnya kesulitan-kesulitan penerapan K13 seperti kurangnya pelatihan guru,
kurangnya pemahaman penilaian K13, tidak adanya “guru model” penerapan K13.
Oleh karena itu, upaya alternatif kepala MTs adalah melakukan perubahan dengan berbagai informasi tentang alasan pentingnya meningkatkan kinerja dan mewujudkan target pencapaian yang lebih baik pada penerapan K13. Ketika kepala MTs
menantang para guru untuk mewujudkan perbaikan kesulitan
penerapan K13 maka dapat ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Merencanakan perbaikan berbasis data guru dengan jalan
menilai pemahaman guru termasuk kesulitan-kesulitan yang
ditemui sepanjang penerapan K13;
2. Memilih prioritas kesulitan K13 dengan jalan melakukan
rapat untuk memperoleh masukan termasuk mencari alternatif solusinya;
3. Menyeleksi anggota team tutor guru sebaya dengan jalan
memperhatikan kualifikasi akademik, lama mengajar termasuk hasil penilaian pemahaman K13 dan hasil supervisi kepala madrasah;
4. Menetapkan team tutor guru sebaya maksimal 5 - 10 orang
sebagai hasil binaan dan bimbingannya dengan tetap memperhatikan keterwakilan mata/pelajaran dalam bentuk surat
keputusan kepala madrasah;
5. Melakukan kegiatan tutor guru sebaya kepada guru bimbingannya serta melaporkan secara berkala tentang kemajuan
tutorialnya kepada kepala madrasah;
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
6. Melakukan pengawasan dengan cara menerima konsultasi
guru selaku tutor maupun pembimbingan tindak lanjut dari
guru yang ditutorial.
B. Metode Latihan Tutor Guru Sebaya dalam Mengatasi Kesulitan Penerapan K13
Fakta lapangan menunjukkan bahwa minimnya pelatihan
yang diikuti oleh guru madrasah baik di perkotaan maupun di
pedesaan membawa pengaruh yang signifikan bagi keberhasilan penerapan K13. Pelatihan yang dilakukan selama ini terbatas pada personal guru dengan jumlah terbatas pula. Kegiatannya pun dilakukan dalam bentuk sosialisasi/bimtek/workshop,
biasanya diikuti oleh kepala sekolah dan guru tertentu sehingga
tidak melibatkan secara kolektif guru. Oleh karena itu, guru berada dalam posisi dilematis dimana di satu sisi harus menyukseskan penerapan K13 akan tetapi dalam penerapannya kurang
memahami penilaiannya bahkan sulit dijumpai “guru model”
penerapan K13 di madrasah tempat mengajarnya.
Untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dialami guru
dalam menerapkan K13 yang dianggap sesuai adalah “metode
latihan tutor guru sebaya”. Menurut Masiku (2013) bahwa tutor
diartikan sebagai orang yang memberikan tutorial sedangkan tutorial adalah bimbingan pembelajaran oleh tutor dalam bentuk
pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi
agar sipembelajar dapat efisien dan efektif dalam belajar. Lebih
lanjut, Surya dan Amin (1984) mengatakan bahwa bantuan yang
diberikan teman-teman sebaya pada umumnya dapat memberikan hasil yang cukup baik. Peran teman sebaya dapat menumbuhkan, mengembangkan dan membangkitkan persaingan hasil
belajar secara sehat karena siswa (teman) yang dijadikan tutor
eksistensi diakui teman sebaya.
Kepala MTs dalam menentukan personil tutor sebaya, selain
berkaitan dengan kompetensi kepemimpinan pembelajaran juga
kompetensi supervisinya. Untuk itu, langkah awal dan selanjutnya adalah melakukan pembimbingan guru sebelum diangkat
dan ditetapkan menjadi team tutor guru sebaya. Kegiatan itu
meliputi:
1. Melaksanakan supervisi administrasi perencanaan pembelajaran meliputi kalender pendidikan, analisis minggu efektif,
Prota, Prosem, Silabus, RPP, jadwal tatap muka, agenda
harian, daftar nilai, dan KKM;
2. Melaksanakan supervisi pelaksanaan pembelajaran guru di
kelas meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi) dan penutup;
3. Melaksanakan supervisi administrasi hasil pembelajaran
guru meliputi buku nilai, ulangan harian, penugasan terstruktur, penugasan tidak terstruktur, penilaian psikomotorik, penilaian akhlak mulia, penilaian kepribadian, remedi, analisis
hasil ulangan, dan bank soal;
4. Melaporkan hasil penilaian kepada kepala madrasah disertai
kendala secara umum dan tindak lanjut masing-masing guru
tutorialnya;
Pada tahap berikutnya, kepala MTs melakukan rapat dengan para guru terkait dengan hasil laporan team tutor sebaya.
Hasil tersebut segera ditindak lanjuti, dengan cara mencermati
permasalahan yang muncul, yaitu (1) apakah dapat dilakukan
perbaikan secara personal oleh kepala madrasah, (2) apakan
dengan mendatangkan nara sumber khusus jika kesulitan-kesulitan hampir dialami semua guru melalui kegiatan workshop,
ARTIKEL
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka dapat disimpukan sebagai berikut:
1. Bahwa upaya alternatif kepala MTs dalam mengatasi
kesulitan guru dalam penerapan K13 yang disebabkan
oleh kurangnya pelatihan K13, kurangnya pemahaman
penilaian K13, tidak adanya “guru model” penerapan
K13 maka dilakukan langkah-langkah, sebagai berikut
(a) mencanakan perbaikan berbasis data guru, (b) memilih prioritas kesulitan K13, (c) menyeleksi anggota
team tutor guru sebaya, (d) menetapkan team tutor
guru sebaya, (e) melakukan kegiatan tutor guru sebaya kepada guru, (f) melakukan pengawasan pada
penerapan K13.
2. Bahwa metode latihan tutor guru sebaya yang diterapkan kepala MTs dalam mengatasi kesulitan penerapan
K13 dengan melaksanakan kegiatan pokok, antara lain
(a) melaksanakan supervisi administrasi perencanaan
pembelajaran, (b) melaksanakan supervisi pelaksanaan
pembelajaran guru di kelas, (c) melaksanakan supervisi
administrasi hasil pembelajaran guru, (d) melaporkan hasil penilaian kepada kepala madrasah.
B.Saran-saran
1. Sebaiknya sebelum penerapan pendampingan K13 di
MTs perlu pendidikan dan pelatihan kepala madrasah
sesuai ketentuan peraturan diklat yang berlaku.
2. Sebaiknya para guru senior yang akan dan telah menjadi tutor guru sebaya di madrasah pangkalnya perlu
pendidikan dan pelatihan K13 agar menjadi “guru model”
penerapan K13.
3.Sebaiknya Kepala MTs menerapkan kepemimpinan
transformasional dalam menyikapi setiap kesulitan
dalam penerapan K13 pada khususnya maupun meningkatkan mutu keluaran madrasah yang dipimpinya pada
umumnya. ***
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. 2004. Motivasi Kepemipminan dan Efektifitas
Kelompok. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hidayatullah, Furqon. 2013 Delapan Masalah dalam Penerapan
Kurikulum 2013. Akses Internet: Tanggal 13 Januari
2015.
Kemendibud. 2013. Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013
untuk Kepala Sekolah. BPSDM DIKBUD PMP: Jakarta
Machali, Imam. 2012. Kepemimpinan Pendidikan dan Pembangunan Karakter. Yogyakarta: PT. Insan Cendekia
Madani.
Masiku. 2013. Peran Tutor Sebaya. Akses Internet: Tanggal 13
Januari 2015.
Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014. Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Kemedikbud: Jakarta
KMA Nomor 207 Tahun 2014. Kurikulum Madrasah. Dirjen Pendis Kemenag: Jakarta.
Surya dan Amin, 2013. Pentingnya Tutor Teman Sebaya. Akses
Internet: Tanggal 13 Januari 2015.
Suryosubroto, 2004. Penyelenggaran Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Rumiati, 2013. Tiga Permasalahan Penerapan Kurikulum 2013.
Akses Internet: Tanggal 13 Januari 2015.
Tahun 2015 | ISSN : 1979 -0635
HAL...
39
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
(3) apakah harus mengutus atau memberikan rekomondasi kepada pesonal guru untuk mengikuti pelatihan baik dalam bentuk workshop di madrasah lain maupun pelatihan fungsional.
Upaya kepala MTs dalam mengatasi kesulitan-kesulitan
guru yang setiap saat muncul maka perlu dilakukan komunikasi
intensif antara kepala madrasah dengan guru sehingga penerapan K13 berhasil sebagaimana yang diharapkan. Proses kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat
menentukan keberhasilan tutorial.
Untuk kesuksesan pelaksanaan latihan tutor guru sebaya
maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Gunakan latihan ini hanya untuk penerapan K13 yang dilakukan secara otomatis, yakni guru tanpa menggunakan
pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, tetapi dapat
dilakukan dengan cepat seperti aplikasi penilaian bagi guru
yang mampu mengoperasikan komputer.
2. Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas, yakni
yang dapat menanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan latihan sebelum mereka melakukan. Latihan
itu juga mampu menyadarkan guru akan kegunaan setiap
materi K13 ketika dalam mengajar saat sekarang ataupun di
masa akan datang.
3. Di dalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan pada diagnosa kesulitan guru pada K13, karena latihan
permulaan itu kita belum bisa mengharapkan guru dapat
menghasilkan keterampilan yang sempurna. Pada latihan
berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan
yang timbul dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajarannya.
4. Kepala madrasah sebagai supervisor harus mampu menunjukan kepada guru dengan benar dari setiap respon dan pertanyaan guru pada setiap kesulitan dan kejadian ditemuinya
pada penerapan K13.
5. Kepala madrasah/MTs melalui tutor sebaya yang ditunjuknya tetap memperhitungkan waktu tutorialnya sehinga
menimbulkan optimisme pada guru dan kemungkinan rasa
gembira karena menghasilkan keterampilan yang baik dalam
penerapan K13.
6. Kepala madrasah/MTs dan guru perlu memikirkan dan mengutamakan proses-proses yang esensial/yang pokok atau
inti, sehingga tidak tenggelam pada hal-hal yang rendah/tidak perlu dipersoalkan dalam penerapan K13.
7. Kepala madrasah perlu memperhatikan perbedaan individual guru, sehingga kemampuan guru dapat tersalurkan dan
dikembangkan melalui tutor guru sebaya. Untuk itu, dalam
pelaksanaannya perlu mengawasi dan memperhatikan pengusaan perseorangan guru dalam memahami K13.
Dengan langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan guru
melalui tutor guru sebaya akan betul-betul bermanfaat bagi guru
untuk menguasai kecakapan penerapan K13. Demikian halnya,
dapat menumbuhkan pemahaman untuk melengkapi penguasaan penerapan K13 sehingga guru tida lagi menemui kesulitan-kesulitan dalam menerapkannya serta diterima guru secara
teori dan praktik di madrasah.
GALERI KEGIATAN
Dokumentasi
Seputar Kegiatan LPMP Sultra
HAL...
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN
LPMP PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Download