46 Universitas Hasanuddin, Makassar UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMUGIRING (Curcuma heyneana Val.) SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA Aisyah Fatmawati, Ermina Pakki, Mufidah, dan Sartini Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin ABSTRAK Temugiring (Curcuma heyneana Val) adalah satu bahan alam yang banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk kesehatan kulit. Dalam upaya memanfaatkan bahan alam sebagai tabir surya, telah dilakukan uji aktivitas ekstrak etanol temugiring secara in vitro menggunakan spektrofotometer uv-vis. Pengujian didasarkan pada kemampuan bahan mengabsorbsi sinar ultraviolet. Berdasarkan perhitungan persentase eritema dan pigmentasi, konsentrasi 100 μg/ml ekstrak etanol temugiring dapat memberikan perlindungan kulit dari radiasi UV dengan persen transmisi eritema 0,90 dan persen transmisi pigmentasi 0,96 sehingga dikategorikan sebagai sunblock total. Peningkatan konsentrasi ekstrak disertai dengan peningkatan efek penyerapan sinar UV yang ditandai dengan semakin kecilnya nilai persen transmisi eritema maupun pigmentasi. Kata kunci : temu giring, tabir surya, ekstrak etanol, sinar UV PENDAHULUAN Sinar matahari yang mencapai permukaan bumi terdiri dari cahaya tampak (panjang gelombang antara 4000 dan 7400 Å), infra merah (7500-53000 Å), dan sinar ultraviolet (2800-4000 Å) (Jellineck, 1986). Secara umum sinar matahari sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup. Manfaat sinar matahari antara lain sebagai sumber cahaya dan energi, juga digunakan untuk membantu fotosintesis tumbuhan berklorofil. Bagi manusia sinar matahari digunakan sebagai sumber vitamin D, juga untuk tujuan terapi. Namun salah satu akibat pemaparan sinar matahari yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama adalah terjadinya perubahan pada bentuk kulit yang disebut dengan dermatoheliosis, yaitu kulit menjadi barwarna pucat kekuningan, keriput, disertai dengan timbulnya bercak-barcak hitam yang tidak merata pada permukaan kulit yang terkena paparan sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1977). Berbagai cara dapat dilakukan untuk melindungi manusia dari sinar ultraviolet (UV). Namun perlin- dungan tersebut kadang-kadang tidak memadai karena alat pelindung masih dapat ditembus sinar tersebut. Selain itu, sinar UV dapat dipantulkan oleh berbagai benda di permukaan bumi sehingga kemungkinan besar pantulannya akan mencapai tubuh kita. Pengaruh sinar UV pada wajah akan merusak sel-sel kulit sehingga akan menimbulkan kerutan, warna dan tekstur kulit yang tidak sama, kulit rusak dan rentan terhadap penyakit, sehingga sangat dibutuhkan kosmetika yang dapat menyaring sinar matahari (sunscreen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sunblock) untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut (Wilkinson dan Moore, 1982). Tabir surya mengandung senyawa kimia yang melindungi kulit dari sengatan sinar matahari atau sinar UV dengan cara menghamburkan cahaya secara efektif atau dengan mengabsorbsinya (Jellineck, 1986). Berdasarkan penggunannya, tabir surya dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, yaitu (Wilkinson dan Moore, 1982) : Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 10, No. 2 – Juli 2006 a. Bahan yang mencegah sengatan sinar matahari disebut tabir surya yang mengabsorbsi 95% atau lebih radiasi UV pada panjang gelombang 290-320 nm. b. Bahan yang mencegah pigmentasi disebut tabir surya yang mengabsorbsi kurang dari 85% radiasi UV pada panjang gelombang 290 nm sampai 320 mn. Bahan ini akan menghasilkan sedikit eritema tanpa rasa sakit. c. Bahan sunblok opak, memberikan perlindungan maksimum dalam bentuk penghalang fisik. Berbagai bahan alam juga dapat digunakan sebagai bahan tabir surya, antara lain rimpang kencur, daun teh, rimpang temugiring dan rimpang bangle. Minyak atsiri rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) mengandung etil sinamat dan etil pmetoksisinamat yang berfungsi sebagai penyaring sinar UV (Kardono, 2003), minyak daun kayu manis (Oleum Cinnamomi) mengandung turunan asam sinamat, daun teh (Camellia sinensis L.Kuntze) mengandung senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val) mengandung flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Wijayakusuma, 2002 dan Hernani, 2002). Namun belum ada laporan mengenai aktivitas temugiring sebagai tabir surya. Aktivitas sebagai tabir surya secara in vitro dapat ditentukan dengan mengukur % transmisi eritema, % transmisi pigmentasi, serta nilai sun protection factor (SPF) secara spektrofotometri (Wilkinson dan Moore, 1982). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah ekstrak etanol temugiring mempunyai aktivitas sebagai tabir surya. METODE PENELITIAN Pembuatan Ekstrak Temugiring Rimpang temugiring yang telah dicuci bersih, dipotong kecil-kecil 47 dan dikering-anginkan. Simplisia lalu diserbukkan. Sebanyak 350 gram serbuk dimasukkan ke dalam bejana maserasi, lalu direndam dengan etanol 70 % sampai semua simplisia terendam dan didiamkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk, kemudian filtrat disaring. Ampas direndam lagi dengan etanol 70 % dan dibiarkan selama 2 hari, perlakuan ini diulangi sebanyak 2 kali dan filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan rotavapor kemudian dilanjutkan di atas tangas air hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 50 gram. Uji Aktivitas Ekstrak Temugiring Sebagai Bahan Tabir Surya a.Penentuan % transmisi eritema (Balsam and Saragin, 1972) Larutan ekstrak temugiring dibuat dalam etanol 70 % dengan kon-sentrasi 100, 150, 200, 250 dan 300 μg/ml, lalu masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UVVis pada pan-jang gelombang yang dapat menim-bulkan eritema yaitu 290 – 372 nm. Berdasarkan dari nilai serapan (A) yang diperoleh, maka transmisi (T) dihitung dengan rumus : A = - log T Transmisi eritema (Te) dihitung dengan rumus : Te = T x Fe dimana Fe adalah fluks eritema yang nilainya pada panjang gelombang tertentu dapat dilihat pada Balsam and Saragin (1972). Banyaknya fluks eritema yang diteruskan oleh tabir surya (Ee) dihitung dengan rumus : Ee = (T x Fe). Sedangkan % transmisi eritema dihitung dengan rumus : Ee (T Fe) % trans eritema = Fe Fe b.Penentuan % transmisi pigmentasi Larutan ekstrak temugiring dibuat dalam etanol 70 % dengan konsentrasi 300 μg/ml, lalu serapannya diukur dengan spektrofotometer 48 Universitas Hasanuddin, Makassar UV-Vis pada panjang gelombang yang dapat menimbulkan eritema dan pigmentasi yaitu 292,5 – 372,5 nm. Transmisi pigmentasi (Tp) dengan rumus : Tp = T x Fp dimana Fp adalah fluks pigmentasi yang harganya pada panjang gelombang tertentu dapat dilihat pada Balsam and Saragin (1972). Banyaknya fluks pigmentasi yang diteruskan oleh tabir surya (Ep) dihitung dengan rumus : Ep = (T x Fp) Sedangkan % transmisi eritema dihitung dengan rumus : konsentrasi 100, 150, 200, 250 dan 300 μg/ml untuk perhitungan % eritema dan % pigmentasi disajikan dalam tabel 2 dan 3. Tabel 1. Kategori penilaian aktivitas bahan tabir surya *) Rentang sinar UV yang ditransmisi (%) % % eritema pigmentasi Sunblock <1 3-40 Proteksi ekstra 1-6 42-86 Suntan standar 6-12 45-86 Fast tanning 10-18 45-86 *) Sumber : Balsam and Saragin, 1972 Kategori penilaian Sesuai dengan hasil perhitungan yang tertera pada tabel 3, ekstrak temugiring memberikan harga % Te dan % Tp yang dapat dikategorikan sebagai sunblock total menurut kriteria penilaian Tabel 1. Dengan demikian secara teoritis ekstrak temugiring pada konsentrasi 100 μg/ml sudah dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi sinar UV pada kulit. Meskipun demikian masih diperlukan uji SPF (sun protecting factor), uji efektivitas secara in vivo serta usaha formulasinya dengan paduan bahan alam lainnya. %transmisi pigmentasi Ep (T Fp) = Fp Fp Kategori aktivitas bahan tabir surya kemudian dinilai berdasarkan % eritema dan % pigmentasi seperti yang terlihat pada Tabel 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan serapan ekstrak etanol temugiring pada Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Efektivitas Ekstrak Temugiring Sebagai Tabir Surya Serapan (A) Panjang Gelombang 290 292 298 300 302 308 312 318 322 328 332 338 342 348 352 358 362 368 372 100 μg/ ml 0,1959 0,1817 0,1468 0,1376 0,1290 0,1083 0,0983 0,0881 0,0820 0,0747 0,0706 0,0652 0,0619 0,0576 0,0552 0,0520 0,0501 0,0461 0,0444 150 μg/ ml 0,4183 0,3867 0,3100 0,2896 0,2701 0,2249 0,2033 0,1795 0,1669 0,1506 0,1409 0,1278 0,1202 0,1102 0,1044 0,0971 0,0927 0,0870 0,0834 200 μg/ ml 0,3840 0,3553 0,2870 0,2686 0,2510 0,2100 0,1909 0,1695 0,1584 0,1434 0,1354 0,1238 0,1174 0,1090 0,1041 0,0997 0,0956 0,0918 0,0880 250 μg/ ml 0,8264 0,7628 0,7062 0,5671 0,5285 0,4368 0,3931 0,3456 0,3203 0,2873 0,2686 0,2430 0,2283 0,2090 0,1980 0,1860 0,1772 0,1676 0,1598 300 μg/ ml 0,8156 0,7548 0,6079 0,5682 0,5306 0,4422 0,4003 0,3534 0,3286 0,2953 0,2762 0,2498 0,2348 0,2151 0,2038 0,1917 0,1828 0,1736 0,1658 Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 10, No. 2 – Juli 2006 49 Tabel 3. Persen transmisi eritema (%Te) dan persen transmisi pigmentasi (%Tp) serta kategori penilaian Konsentrasi (μg/ ml) % Transmisi Kategori Penilaian eritema pigmentasi Sunblock total 100 0,90 0,96 Sunblock total 150 0,61 0,67 Sunblock total 200 0,56 0,65 Sunblock total 250 0,28 0,35 Sunblock total 300 0,27 0,34 KESIMPULAN Ekstrak etanol temugiring bersifat sunblock total berdasarkan metode pengujian persen transmisi eritema dan persen transmisi pigmentasi. SARAN Diperlukan uji aktivitas lanjut yaitu uji SPF (sun protecting factor) dan uji efektivitas secara in vivo serta usaha formulasinya menjadi bentuk sediaan kosmetika yang cocok. DAFTAR PUSTAKA 1. Michael and Irene A., 1977, A Formulary of Cosmetic Preparation, Chemical Publishing Co, New York. 2. Wasitaatmadja,S.M., 1977, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 3. Wilkinson, J.B., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th Edition, Chemical Publishing, New York. 4. Kardono, L.B.S., 2003, Selected Indonesian Medical Plants Monographs & Descriptions, Volume I, PT. Grasindo, Jakarta. 5. Wijayakusuma, H., 2002, Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia : Rempah, Rimpang dan Umbi, Milenia Populer. 6. Hernani., 2002, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadaya, Jakarta. 7. Windono, T., Wulansari, E.D., dan Avanti, C., 2001, Kombinasi etil-pMetoksisinamat dan Rutin sebagai Bahan Tabir Surya, dalam Sinaga, E., dkk. (Ed.), Kumpulan Makalah Kongres Ilmiah XIII ISFI, Jakarta. 8. Jellineck, S., 1986, Formulation and Function Of Cosmetic, Wiley Interscience, New York, 322, 323. 50 Universitas Hasanuddin, Makassar UJI LETAL LARVA UDANG FRAKSI-FRAKSI DARI EKSTRAK ETANOL TANAMAN KINCA (Feronia Elephantum CORREA) Mufidah1, Marianti A.Manggau1, Syaharuddin Kasim 1, Mustofa2, Subagus Wahyuono3 1 Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 3 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Kinca (Feronia elephantum Correa) adalah tanaman yang banyak ditemui di Bima, Nusa Tenggara Barat dan oleh masyarakat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi dan tumor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketoksikan fraksifraksi yang diperoleh dari ekstrak etanol daun, batang dan buah tanaman kinca terhadap larva udang Artemia salina. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa ekstrak etilasetat batang kinca lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak lainnya dan difraksinasi lebih lanjut. Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak etilasetat batang kinca diuji kembali terhadap Artemia salina. Fraksi F btC adalah fraksi batang yang memiliki toksisitas paling tinggi dengan LC50 30 µg/ml. Kata kunci : kinca, ekstrak etanol, Artemia salina, toksisitas PENDAHULUAN Kinca (Feronia elephantum Correa) adalah salah satu tanaman familia Rutaceae dengan kandungan kimia antara lain 0,015% stigmasterol pada buah mentah; 0,012% stigmasterol dan 0,01% bergapten pada daun; 0,016% mermesin pada kayu, sedangkan pada akar terdapat aurapten, bergapten, isopimpinellin, dan kumarin lainnya (Morton, 1987). Daun kinca juga mengandung minyak atsiri terutama metil klavikol yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri dan jamur dengan menggunakan metode difusi agar (Garg, 2003). Uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol daun kinca 0,5% telah dilakukan terhadap bakteri Vibrio cholerae, Shygella bodii dan E. coli serta jamur penyebab tinea dan Candida albicans dengan metode KLT bioautografi, dan identifikasi golongan senyawa yang berefek antimikroba adalah senyawa golongan terpenoid, flavonoid dan alkaloid (Mufidah dkk., 2003). Efek tanaman kinca yang belum diuji laboratorium maupun klinis adalah efek antikanker. Pada skrining toksisitas dengan metode brine shrimp lethality test terhadap ekstrak metanol daun kinca dan hasil partisinya menjadi fraksi larut dan tidak larut n-heksan, diperoleh nilai LC50 berturut-turut 457,48 µg/ml, 371,08 µg/ml dan 40,38 µg/ml (Mufidah, 2004). Hasil ini menunjukkan bahwa daun kinca memiliki potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai bahan antikanker. Suatu bahan dikategorikan toksik apabila mampu mematikan 50% larva Artemia salina (LC50) pada konsentrasi kurang dari 1000 g/ml (McLaughlin, et al., 1993). Tujuan penelitian ini adalah untuk skrining aktivitas antikanker terhadap beberapa ekstrak dari bagian-bagian tanaman kinca dengan metode BST, dan fraksinasi berdasarkan bioassay guided isolation terhadap ekstrak tanaman yang paling aktif terhadap larva A. salina. Fraksi aktif yang diperoleh diharapkan dapat dimurnikan lebih lanjut sehingga diperoleh senyawa aktif. Karena pada penelitian ini selalu diikuti dengan uji aktivitas (bioassay guided isolation), hasil penelitian diharapkan memiliki nilai kemanfaatan Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 10, No. 2 – Juli 2006 bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan obat dari bahan alam, khususnya yang berkhasiat antikanker. METODE PENELITIAN Penyiapan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kinca (F. elephantum) yang telah dideterminasi di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA UNHAS,. Daun, buah dan batang dibersihkan dan dikeringanginkan dan tidak langsung di bawah sinar matahari, kemudian diserbukkan. Pembuatan Ekstrak Bagian tanaman yang telah diserbukkan diekstraksi secara maserasi dengan etanol selama 3 x 24 jam, proses maserasi diulangi sebanyak 3 kali, filtrat dikumpulkan lalu diuapkan dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak etanol kental. Ekstrak etanol yang diperoleh difraksinasi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Skrining Aktivitas dengan Metode BST Uji aktivitas antikanker dengan metode BST seperti yang dilakukan oleh McLaughlin (1993) dengan menggunakan larva Artemia salina Leach. Larutan stok dibuat dengan konsentrasi 10 mg/mL dengan melarutkan 50 mg sampel dalam 5,0 ml pelarut kloroform-methanol (1:1). Seri konsentrasi yang dibuat selanjutnya adalah 1, 10, 100, dan 1000 g/ml air laut. Pembuatan kontrol dilakukan dengan memasukkan pelarut saja dengan volume terbesar 500 l. Pelarut dan sampel dalam vial diuapkan pada suhu ruangan hingga habis dan tidak berbau pelarut lagi. Masing-masing kadar dipersiapkan dalam 5 vial. Sepuluh ekor larva A. salina yang diambil secara acak dimasukkan dalam vial-vial yang telah berisi sampel ekstrak ataupun kontrol lalu ditambah air laut hingga volume 5 ml. Senyawa dikatakan aktif apabila mampu membunuh 50% larva pada 51 konsentrasi uji kurang atau sama dengan 1000 g/ml. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel yang digunakan pada penelitian adalah daun, batang dan buah kinca. Masing-masing bahan dipotong-potong kecil kemudian dikeringkan dalam alat pengering, lalu dihaluskan untuk memperbesar luas permukaan sehingga kontak antara cairan penyari dan sampel lebih besar. Hal ini akan memudahkan proses penyarian komponen kimia dalam sampel. Ekstraksi sampel pertama kali dilakukan dengan pelarut etanol yang selanjutnya difraksinasi dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda yaitu heksan, etil asetat dan butanol untuk memisahkan kelompok senyawa berdasarkan kepolarannya. Hasil ekstraksi tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun, Batang dan Buah Kinca sebagai Bahan Uji Nama Bahan Daun kinca Ekstrak Etanol 96% Fraksi n-Heksan Fraksi etil asetat Fraksi n-butanol Batang kinca Ekstrak Etanol 96% Fraksi n-Heksan Fraksi etil asetat Fraksi n-butanol Buah kinca Ekstrak Etanol 96% Fraksi n-Heksan Fraksi etil asetat Fraksi n-butanol Bobot serbuk (g) Bobot ekstrak (g) 1000 100 5,2 18,5 20,1 1500 45 2,4 4,1 0,3 2000 100 5,6 6,1 15,6 Masing-masing ekstrak lalu diuji aktivitasnya terhadap larva udang Artemia salina, hasilnya disajikan dalam tabel 2. Ekstrak etilasetat daun dan batang kinca serta ekstrak n-butanol buah kinca yang LC50nya lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak lainnya kemudian difraksinasi menggunakan kolom cair vakum. 52 Universitas Hasanuddin, Makassar Tabel 2. Nilai LC50 masing-masing bahan uji dari tanaman kinca LC50 (µg/ml) Nama bahan uji Ekstrak Etanol daun kinca Ekstrak n-Heksan daun kinca Ekstrak etil asetat daun kinca Ekstrak n-butanol daun kinca 246,3 198 45,25 92,74 Ekstrak Etanol batang kinca Ekstrak n-Heksan batang kinca Ekstrak etil asetat batang kinca Ekstrak n-butanol batang kinca 183,6 131,99 40,52 55,24 Ekstrak Etanol buah kinca Ekstrak n-Heksan buah kinca Ekstrak etil asetat buah kinca Ekstrak n-butanol buah kinca 71,75 102,46 55,07 28,13 penggabungan fraksi dilakukan berdasarkan bercak yang ditimbulkan oleh pereaksi cerium (iv) sulfat. Penampak bercak khusus atau spesifik dilakukan setelah diperoleh fraksi paling aktif dengan gambaran KLT lebih sederhana atau senyawa murni hasil isolasi. Sehingga diperoleh gabungan fraksi (FbtC1-6) yang masing-masing akan diuji lanjut aktivitasnya untuk menentukan fraksi mana yang harus diteruskan dengan isolasi senyawa aktifnya. Fraksinasi dan Uji Aktivitas Ekstrak Etilasetat Batang Kinca Fraksinasi ekstrak etilasetat batang kinca dilakukan dengan kolom cair vakum yang menggunakan fase diam SiO2 dan seri fase gerak yang dibuat bertingkat, dimulai dari heksan, heksan-etilasetat dengan berbagai perbandingan, etilasetat dan etil asetat-metanol (1 : 1). Masing-masing hasil fraksi diuji kembali aktivitasnya terhadap A.salina. Hasilnya adalah sebagaimana pada tabel 3 berikut ini. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan : 1. Kinca (Feronia elephantum Correa) memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Laech, ekstrak etilasetat batang memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak buah dan daun. 2. Fraksinasi kolom ekstrak etilasetat batang menghasilkan 4 fraksi dan fraksi yang diberi kode FbtC memiliki aktivitas paling tinggi dengan LC50 30 µg/ml. 3. Fraksinasi kolom terhadap FbtC menghasilkan 6 subfraksi yang perlu diuji lebih lanjut aktivitasnya. Tabel 3. SARAN Nilai LC50 Fraksi-Fraksi Batang Kinca LC50 (µg/ml) Fraksi uji terhadap A.salina Fraksi FbtA Fraksi FbtB Fraksi FbtC Fraksi FbtD 71,75 92,42 30,82 181,96 Karena Fraksi FbtC memiliki LC50 terkecil maka difraksinasi lebih lanjut menggunakan kromatografi vakum cair. Sebagian besar komponen senyawa dalam fraksi ini meredam sinar uv254 nm dan uv-366 nm. Untuk melihat kelengkapan gambaran senyawa, maka dilakukan visualisasi dengan penampak serium (iv) sulfat dipanaskan 110 0C. Dengan demikian Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap subfraksi dari FbtC hingga diperoleh senyawa aktif. DAFTAR PUSTAKA 1. Atta-ur-Rahman, Ciroudhary, M.I., and Thomson, W.J. 2001. Bioassay Techniques For Drug Development. Harword Academic Publisher. Australia, 2. Garg, SC. 2001. Antimicrobial Activity of The Essential Oil of Feronia elephantum Correa. Indian Journal of Pharmaceutical Medicines. 63(2) : 155-7. 3. McLaughlin, J.L., Chang, C.J., Smith, D.L., 1993, “Bench top” bioassay for the discovery of bioactive natural products: an update, In: Studies in Natural Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 10, No. 2 – Juli 2006 Products Chemistry (Edited by: AU Rahman) Elsevier, 383-409 4. McLaughlin, J.L., Rogers, L.L., dan Anderson, J.E., 1998, The Use of Biological Assay to Evaluate Botanical. Drug Information Journal. Vol. 32. 513524. 5. Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobson, L.B., Nichols, D.E., McLaughlin, J.L., 1982, Brine shrimp : A convenient general bioassay for active plant constituents, Plant. Med., 45, 31-4 53 6. Mufidah, Sartini, dan Anisa, N.U., 2003. Uji Daya Hambat Pertumbuhan Beberapa Mikroba Oleh Ekstrak metanol daun Kinca Feronia elephantum. Tidak Dipublikasikan. 7. Mufidah, Anisa, N.U., Sartini, Djide, M.N., dan Alam, G. 2004. Uji ketoksikan ekstrak metanol, fraksi larut dan tidak larut n-heksan Feronia elephantum terhadap larva Artemia salina Leach, Majalah Obat Tradisional Vol. 9 No. 28, AprilJuni 2004. Universitas Hasanuddin, Makassar 54