Khutbah Jum'at memuliakan manusia Drs SETYADI RAHMAN Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. Bilamana kita jelajahkan perhatian kita, serta kita kelanakan hati dan pikiran kita ke segenap penjuru dunia, maka kita akan menjumpai betapa banyak kejahatan yang telah terjadi, dengan segala macam bentuk dan variasinya, yang melanda umat manusia. Ada kejahatan yang bersifat individual yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, atau seseorang terhadap sekelompok orang. Ada juga kejahatan yang bersifat komunal, yakni kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok orang terhadap seseorang maupun kelompok lainnya. Kejahatan komunal ini, pada saat ini, mewujud dalam bentuk perkelahian antarpelajar, antarmahasiswa, antarkomunitas, antarkampung, dan antardesa — suatu jenis kejahatan yang kini sedang ngetrend di Indonesia. Yang lebih mengerikan lagi adalah kejahatan massal yang terjadi dalam pertikaian antarsuku, antarras, antarbangsa, bahkan antarnegara dalam bentuk peperangan berskala kecil maupun besar, seperti perang dunia yang pernah terjadi sebanyak dua kali. Setali tiga uang, hal seperti ini juga pernah terjadi di masa lampau dalam lintasan panjang sejarah perjalanan umat manusia di muka bumi. Ketika ditanya siapakah yang menjadi korbannya, maka jawabannya akan selalu sama, yakni manusia sebagai korban utamanya. Korban sampingannya adalah rusaknya lingkungan hidup berikut makhluk lainnya yang hidup bersama manusia, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Korban lainnya adalah hancur leburnya harta benda manusia yang telah diusahakan dan dikumpulkan selama bertahuntahun. Yang lebih mengenaskan lagi adalah lenyapnya produkproduk kebudayaan dan peradaban umat manusia yang tak ternilai harganya, seperti berbagai dokumen penting dan artifak sejarah, serta berbagai bangunan fisik yang bersifat historis lainnya. Oleh karena itu, kita layak untuk menyebut: betapa kejamnya manusia! Betapa biadabnya manusia! Betapa buasnya manusia! Bukankah binatang buas sebuas apa pun tidak akan melakukan kebuasan sebagaimana kebuasan yang dilakukan oleh manusia. Sering kali terjadi, seseorang belum memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, tetapi ia sudah mengambil sesuatu yang banyak dari orang lain, bahkan dengan cara-cara yang tidak beradab. Kalau hal itu benar kita lakukan, maka seharusnya kita malu kepada Allah SwT, Tuhan yang telah menciptakan manusia dari “air mani yang hina”, yang justru memuliakan umat manusia. Mari kita renungkan firman Allah SwT berikut ini. Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Isrâ’ [17]: 70) Zumratal Mukminin rahimakumullah. Pemahaman terhadap ayat tersebut menjadi lengkap mana kala kita pertemukan dengan teladan Sunnah Rasulullah saw. SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 1 - 15 DESEMBER 2012 31 Khutbah Jum'at Bertolak dari ayat tersebut, kita bisa memahami sikap Rasulullah saw yang tetap menghormati Abu Thalib, pamannya yang selalu melindunginya dari gangguan kaum kafir Quraisy, meskipun pamannya itu tetap kafir sampai meninggal dunia dan enggan mengikuti ajakannya masuk Islam. Kita juga dapat memaklumi sikap Rasulullah saw yang bangkit berdiri di saat ada rombongan pembawa jenazah orang Yahudi dan meneteskan air mata. Beliau bangkit berdiri lebih disebabkan oleh sikap menghormati orang Yahudi sebagai sosok manusia: Yahudi juga manusia — yakni manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah — dengan mengabaikan sisi kedurhakaannya. Beliau meneteskan air mata lebih dikarenakan kesedihan yang mendalam akibat tidak mampu membawa orang Yahudi tersebut masuk Islam sebagai jalan lurus yang diridlai Allah SwT. Dalam konteks pemuliaan manusia inilah, maka kita bisa menghayati mengapa Rasulullah saw sedemikian gigihnya dalam usaha menghapuskan tradisi perbudakan manusia dari muka bumi; menggalang manusia untuk mengentaskan kaum fakir-miskin dari penderitaannya; memperhatikan masa depan anakanak yatim yang dikhawatirkan akan suram akibat tidak adanya perhatian dari manusia di sekitarnya. Sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Maidah (5): 32. membunuh seorang manusia, bukan karena hukuman pembunuhan, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya...” (Al-Mâidah [5]: 32) Ketika kita menyadari akan kekeliruan kita, karena tidak memuliakan manusia, maka langkah pertobatan dan penyadaran diri yang perlu dilakukan antara lain adalah menerapkan resep perbaikan diri yang diberikan oleh Allah SwT, sebagaimana termaktub dalam surat Al-Qashash [28]: 77. Artinya: “… dan berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]: 77). KHUTBAH II Artinya: “…barang siapa yang 32 SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 17 MUHARRAM - 1 SAFAR 1434 H Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah. Selanjutnya, marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa ke hadirat Allah SwT dengan penuh kekhusukan dan ketundukan, semoga Allah SwT berkenan menjadikan kita, antara lain, sebagai orang yang mampu memuliakan sesama umat manusia tanpa memandang latar belakang golongan, suku, ras, bangsa, dan agama sekalipun.• Khutbah Jum'at fungsi masjid dalam masyarakat SYAFRI YUS Hanya saja orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan mendirikan shalat, membayarkan zakat, tidak pernah merasa takut sedikit pun terkecuali hanya kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka adalah orang yang mendapat petunjuk. Hadirin sidang Jum'at yang dirahmati Allah. Puja, puji dan syukur hanya dipersembahkan kepada Allah SwT yang telah memberikan nikmat hidup kepada kita, sehingga jantung masih dapat berdetak, paru-paru bernapas dan otak memberi instruksi ke seluruh tubuh. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Allah SwT agar tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad saw seraya berikrar, agar kita tetap menjadi pengikut dan umat yang setia melaksanakan Sunnahnya. Dari mimbar yang berbahagia ini, khatib berwasiat kepada diri dan kita semua untuk bertakwa kepada Allah dengan takwa yang sesungguhnya. Sedekat-dekat hamba dengan Tuhannya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah berdoa di dalam sujud itu. Jika demikian, maka masjid sesungguhnya memiliki peranan sangat penting dalam diri setiap Muslim sebagai tempat yang paling efektif untuk berkomunikasi di antara manusia dengan Tuhannya. Ada beberapa fungsi masjid di dalam masyarakat Islam, di antaranya: Pertama, masjid sebagai pusat persaudaraan. Hadirin sidang Jum'at yang dicintai Allah. Menurut Imam al-Baidawi, ayat di atas yakni Surat AtTaubah: 18, menjelaskan, bahwa ciri-ciri orang beriman itu adalah mereka yang selalu memakmurkan masjid dengan berbagai aktivitas, baik itu ilmiah maupun amaliyah sehingga masjid seakan menjadi rumah kedua bagi setiap Mukmin. ) Masjid berasal dari kata ( berarti sujud. Sehingga makna sederhana dari masjid adalah tempat sujud. Sementara, sujud merupakan posisi terdekat di antara manusia dengan Tuhanya seperti diungkapkan di dalam Hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: Hadirin sidang Jum'at yang dicintai Allah. Islam adalah agama persaudaraan, seperti dinyatakan Allah SwT di dalam surat AlHujurat: 10: Hanya saja, orang yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudarasaudaramu. Bertakwalah kepada Allah semoga kamu mendapat rahmat. Masjid mendidik kita untuk mengeratkan hubungan persaudaraan. Setiap hari umat Islam akan berjumpa di masjid. Mata saling menatap, tangan saling bersalaman, badan saling bersentuhan pada akhirnya hati juga akan saling terpatut. Kondisi SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 1 - 15 DESEMBER 2012 33 Khutbah Jum'at seperti inilah yang akan membentuk persaudaraan dalam Islam atau ukhuwah Islamiyah. Di saat shalat, umat Islam melakukan gerak yang sama, menghadap ke arah yang sama, bahkan membaca bacaan yang sama dan menyembah Tuhan yang sama. Semua persamaan ini sesungguhnya membawa kita kepada ikatan persaudaraan yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Persaudaraan yang melahirkan rasa senasib seperuntungan dan seperjuangan. Kedua, masjid sebagai simbol persamaan. Hadirin sidang Jum'at yang dikasihi Allah. Di dalam masjid setiap Muslim diajarkan persamaan dan kesetaraan. Tidak ada beda jenderal dengan kopral. Pejabat dengan rakyat. Si kaya dan si miskin. Ilmuan dan masyarakat awam. Atasan serta bawahan. Mereka berbaris di shaf yang sama melakukan hal yang sama. Islam tidak mengenal adanya kasta-kasta, sebab orang termulia bukan si kaya atau penguasa, namun insan bertakwa, seperti firman Allah: Sesungguhnya orang yang termulia di sisi Allah adalah yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha mengabarkan. Sehingga di dalam masjid tidak dibenarkan menghormati manusia lebih dari yang sewajarnya. Sebab, kalimat Allahu Akbar adalah penghormatan kepada Allah 34 SwT dan assalamualaikum penghormatan kepada sesama manusia. Ketiga, masjid pusat peradaban. Hadirin sidang Jum'at yang dicintai Allah. Di dalam lipatan sejarah Islam, masjid memiliki peranan yang sangat siknifikan. Rasul saw isra' dan mi'raj dari masjid ke masjid. Bangunan pertama yang dibangun Rasul saw ketika hijrah adalah masjid. Rasul saw selalu mendiskusikan berbagai urusan umat Islam di dalam masjid. Sesudah zaman Rasul saw, kejayaan Islam tidak dapat dipisahkan dari masjid. Universitas tertua di dunia, seperti al-Qarawiyin yang didirikan pada tahun 859 M, dan Universitas alAzhar di Mesir yang dibangun oleh Jauhar al-Siqali pada tahun 972 M, awalnya hanyalah sebuah masjid. Kedua universitas tersebut jauh lebih tua dari universitas di negara-negara Barat. Maka, umat Islam hari ini juga harus kembali ke masjid dan mengembalikan fungsi masjid yang sesungguhnya, sebagai pusat peradaban Islam. Marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa kepada Allah SwT.• Khutbah Kedua SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 17 MUHARRAM - 1 SAFAR 1434 H Syafri Yus, Wakil Sekretaris PWM Riau.