SM 23-2012-KHUTBAH-jumat.pmd - Universitas Muhammadiyah

advertisement
Khutbah Jum'at
memuliakan manusia
Drs SETYADI RAHMAN
Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah.
Bilamana kita jelajahkan
perhatian kita, serta kita kelanakan
hati dan pikiran kita ke segenap
penjuru dunia, maka kita akan
menjumpai betapa banyak
kejahatan yang telah terjadi,
dengan segala macam bentuk dan
variasinya, yang melanda umat
manusia. Ada kejahatan yang
bersifat individual yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain,
atau seseorang terhadap
sekelompok orang. Ada juga
kejahatan yang bersifat komunal,
yakni kejahatan yang dilakukan
secara bersama-sama oleh
sekelompok orang terhadap
seseorang maupun kelompok
lainnya.
Kejahatan komunal ini, pada
saat ini, mewujud dalam bentuk
perkelahian antarpelajar,
antarmahasiswa, antarkomunitas,
antarkampung, dan antardesa —
suatu jenis kejahatan yang kini
sedang ngetrend di Indonesia.
Yang lebih mengerikan lagi adalah
kejahatan massal yang terjadi
dalam pertikaian antarsuku,
antarras, antarbangsa, bahkan
antarnegara dalam bentuk
peperangan berskala kecil maupun
besar, seperti perang dunia yang
pernah terjadi sebanyak dua kali.
Setali tiga uang, hal seperti ini
juga pernah terjadi di masa
lampau dalam lintasan panjang
sejarah perjalanan umat manusia
di muka bumi.
Ketika ditanya siapakah yang
menjadi korbannya, maka
jawabannya akan selalu sama,
yakni manusia sebagai korban
utamanya. Korban sampingannya
adalah rusaknya lingkungan hidup
berikut makhluk lainnya yang
hidup bersama manusia, seperti
binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Korban lainnya adalah hancur
leburnya harta benda manusia
yang telah diusahakan dan
dikumpulkan selama bertahuntahun. Yang lebih mengenaskan
lagi adalah lenyapnya produkproduk kebudayaan dan
peradaban umat manusia yang tak
ternilai harganya, seperti berbagai
dokumen penting dan artifak
sejarah, serta berbagai bangunan
fisik yang bersifat historis lainnya.
Oleh karena itu, kita layak
untuk menyebut: betapa kejamnya
manusia! Betapa biadabnya
manusia! Betapa buasnya
manusia! Bukankah binatang buas
sebuas apa pun tidak akan
melakukan kebuasan sebagaimana
kebuasan yang dilakukan oleh
manusia.
Sering kali terjadi, seseorang
belum memberikan sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain, tetapi
ia sudah mengambil sesuatu yang
banyak dari orang lain, bahkan
dengan cara-cara yang tidak
beradab. Kalau hal itu benar kita
lakukan, maka seharusnya kita
malu kepada Allah SwT, Tuhan
yang telah menciptakan manusia
dari “air mani yang hina”, yang
justru memuliakan umat manusia.
Mari kita renungkan firman Allah
SwT berikut ini.
Artinya: “Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.” (Al-Isrâ’
[17]: 70)
Zumratal Mukminin
rahimakumullah.
Pemahaman terhadap ayat
tersebut menjadi lengkap mana
kala kita pertemukan dengan
teladan Sunnah Rasulullah saw.
SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 1 - 15 DESEMBER 2012
31
Khutbah Jum'at
Bertolak dari ayat tersebut, kita
bisa memahami sikap Rasulullah
saw yang tetap menghormati Abu
Thalib, pamannya yang selalu
melindunginya dari gangguan
kaum kafir Quraisy, meskipun
pamannya itu tetap kafir sampai
meninggal dunia dan enggan
mengikuti ajakannya masuk Islam.
Kita juga dapat memaklumi
sikap Rasulullah saw yang bangkit
berdiri di saat ada rombongan
pembawa jenazah orang Yahudi
dan meneteskan air mata. Beliau
bangkit berdiri lebih disebabkan
oleh sikap menghormati orang
Yahudi sebagai sosok manusia:
Yahudi juga manusia — yakni
manusia sebagai makhluk yang
dimuliakan Allah — dengan
mengabaikan sisi
kedurhakaannya. Beliau
meneteskan air mata lebih
dikarenakan kesedihan yang
mendalam akibat tidak mampu
membawa orang Yahudi tersebut
masuk Islam sebagai jalan lurus
yang diridlai Allah SwT.
Dalam konteks pemuliaan
manusia inilah, maka kita bisa
menghayati mengapa Rasulullah
saw sedemikian gigihnya dalam
usaha menghapuskan tradisi
perbudakan manusia dari muka
bumi; menggalang manusia untuk
mengentaskan kaum fakir-miskin
dari penderitaannya;
memperhatikan masa depan anakanak yatim yang dikhawatirkan
akan suram akibat tidak adanya
perhatian dari manusia di
sekitarnya. Sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Maidah (5): 32.
membunuh seorang manusia,
bukan karena hukuman
pembunuhan, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka
bumi, maka seolah-olah dia telah
membunuh manusia seluruhnya...”
(Al-Mâidah [5]: 32)
Ketika kita menyadari akan
kekeliruan kita, karena tidak
memuliakan manusia, maka
langkah pertobatan dan
penyadaran diri yang perlu
dilakukan antara lain adalah
menerapkan resep perbaikan diri
yang diberikan oleh Allah SwT,
sebagaimana termaktub dalam
surat Al-Qashash [28]: 77.
Artinya: “… dan berbuat
baiklah kamu (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (Al-Qashash
[28]: 77).
KHUTBAH II
Artinya: “…barang siapa yang
32
SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 17 MUHARRAM - 1 SAFAR 1434 H
Jamaah sidang Jum’ah yang
dimulyakan Allah.
Selanjutnya, marilah kita akhiri
pertemuan yang mulia ini dengan
berdoa ke hadirat Allah SwT
dengan penuh kekhusukan dan
ketundukan, semoga Allah SwT
berkenan menjadikan kita, antara
lain, sebagai orang yang mampu
memuliakan sesama umat
manusia tanpa memandang latar
belakang golongan, suku, ras,
bangsa, dan agama sekalipun.•
Khutbah Jum'at
fungsi masjid dalam masyarakat
SYAFRI YUS
Hanya saja orang yang
memakmurkan masjid-masjid
Allah ialah mereka yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian
dan mendirikan shalat,
membayarkan zakat, tidak pernah
merasa takut sedikit pun
terkecuali hanya kepada Allah.
Maka mudah-mudahan mereka
adalah orang yang mendapat
petunjuk.
Hadirin sidang Jum'at yang
dirahmati Allah.
Puja, puji dan syukur hanya
dipersembahkan kepada Allah SwT
yang telah memberikan nikmat
hidup kepada kita, sehingga jantung
masih dapat berdetak, paru-paru
bernapas dan otak memberi
instruksi ke seluruh tubuh.
Shalawat dan salam kita
sampaikan kepada Allah SwT agar
tetap dilimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad saw
seraya berikrar, agar kita tetap
menjadi pengikut dan umat yang
setia melaksanakan Sunnahnya.
Dari mimbar yang berbahagia
ini, khatib berwasiat kepada diri
dan kita semua untuk bertakwa
kepada Allah dengan takwa yang
sesungguhnya.
Sedekat-dekat hamba dengan
Tuhannya adalah ketika dia
sujud, maka perbanyaklah berdoa
di dalam sujud itu.
Jika demikian, maka masjid
sesungguhnya memiliki peranan
sangat penting dalam diri setiap
Muslim sebagai tempat yang
paling efektif untuk
berkomunikasi di antara manusia
dengan Tuhannya.
Ada beberapa fungsi masjid di
dalam masyarakat Islam, di
antaranya:
Pertama, masjid sebagai pusat
persaudaraan.
Hadirin sidang Jum'at yang
dicintai Allah.
Menurut Imam al-Baidawi,
ayat di atas yakni Surat AtTaubah: 18, menjelaskan, bahwa
ciri-ciri orang beriman itu adalah
mereka yang selalu
memakmurkan masjid dengan
berbagai aktivitas, baik itu ilmiah
maupun amaliyah sehingga masjid
seakan menjadi rumah kedua bagi
setiap Mukmin.
)
Masjid berasal dari kata (
berarti sujud. Sehingga makna
sederhana dari masjid adalah
tempat sujud. Sementara, sujud
merupakan posisi terdekat di
antara manusia dengan Tuhanya
seperti diungkapkan di dalam
Hadits Rasul saw yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Hadirin sidang Jum'at yang
dicintai Allah.
Islam adalah agama
persaudaraan, seperti dinyatakan
Allah SwT di dalam surat AlHujurat: 10:
Hanya saja, orang yang
beriman itu bersaudara, maka
damaikanlah di antara saudarasaudaramu. Bertakwalah kepada
Allah semoga kamu mendapat
rahmat.
Masjid mendidik kita untuk
mengeratkan hubungan
persaudaraan. Setiap hari umat
Islam akan berjumpa di masjid.
Mata saling menatap, tangan
saling bersalaman, badan saling
bersentuhan pada akhirnya hati
juga akan saling terpatut. Kondisi
SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 1 - 15 DESEMBER 2012
33
Khutbah Jum'at
seperti inilah yang akan
membentuk persaudaraan dalam
Islam atau ukhuwah Islamiyah.
Di saat shalat, umat Islam
melakukan gerak yang sama,
menghadap ke arah yang sama,
bahkan membaca bacaan yang
sama dan menyembah Tuhan
yang sama. Semua persamaan ini
sesungguhnya membawa kita
kepada ikatan persaudaraan yang
tidak terikat dengan ruang dan
waktu. Persaudaraan yang
melahirkan rasa senasib
seperuntungan dan seperjuangan.
Kedua, masjid sebagai simbol
persamaan.
Hadirin sidang Jum'at yang
dikasihi Allah.
Di dalam masjid setiap Muslim
diajarkan persamaan dan
kesetaraan. Tidak ada beda
jenderal dengan kopral. Pejabat
dengan rakyat. Si kaya dan si
miskin. Ilmuan dan masyarakat
awam. Atasan serta bawahan.
Mereka berbaris di shaf yang
sama melakukan hal yang sama.
Islam tidak mengenal adanya
kasta-kasta, sebab orang termulia
bukan si kaya atau penguasa,
namun insan bertakwa, seperti
firman Allah:
Sesungguhnya orang yang
termulia di sisi Allah adalah yang
paling takwa. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui, lagi
Maha mengabarkan.
Sehingga di dalam masjid tidak
dibenarkan menghormati manusia
lebih dari yang sewajarnya.
Sebab, kalimat Allahu Akbar
adalah penghormatan kepada Allah
34
SwT dan assalamualaikum
penghormatan kepada sesama
manusia.
Ketiga, masjid pusat
peradaban.
Hadirin sidang Jum'at yang
dicintai Allah.
Di dalam lipatan sejarah Islam,
masjid memiliki peranan yang
sangat siknifikan. Rasul saw isra'
dan mi'raj dari masjid ke masjid.
Bangunan pertama yang dibangun
Rasul saw ketika hijrah adalah
masjid. Rasul saw selalu
mendiskusikan berbagai urusan
umat Islam di dalam masjid.
Sesudah zaman Rasul saw,
kejayaan Islam tidak dapat
dipisahkan dari masjid.
Universitas tertua di dunia, seperti
al-Qarawiyin yang didirikan pada
tahun 859 M, dan Universitas alAzhar di Mesir yang dibangun
oleh Jauhar al-Siqali pada tahun
972 M, awalnya hanyalah sebuah
masjid. Kedua universitas tersebut
jauh lebih tua dari universitas di
negara-negara Barat.
Maka, umat Islam hari ini juga
harus kembali ke masjid dan
mengembalikan fungsi masjid
yang sesungguhnya, sebagai
pusat peradaban Islam.
Marilah kita akhiri pertemuan
yang mulia ini dengan berdoa
kepada Allah SwT.•
Khutbah Kedua
SUARA MUHAMMADIYAH 23 / 97 | 17 MUHARRAM - 1 SAFAR 1434 H
Syafri Yus, Wakil Sekretaris
PWM Riau.
Download