I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh
karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya
akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman
jasad-jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di
laut yang saling berkesinambungan (Nybakken, 1988).
Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan
munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya
lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang
produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media
komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir
dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di
masa datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan
adalah lamun. Lamun
adalah tumbuhan
tingkat tinggi
dan
berbunga
(Angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut.
Dalam bahasa Inggris disebut seagrass. Istilah seagrass hendaknya jangan
dikelirukan dengan seaweed yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
sebagai rumput laut yang sebenarnya merupakan tumbuhan tingkat rendah dan
dikenal juga sebagai alga laut. Keberadaan bunga dan buah ini adalah faktor
utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup
terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed). Hamparan lamun
sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut sebagai padang
lamun (seagrass bed). Pada ekosistem padang lamun berasosiasi berbagai jenis
biota laut yang bernilai penting dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi.
Ekosistem lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir
seperti mangrove, terumbu karang, estauria dan ekosistem lainya dalam
menunjang keberadaan biota terutama pada perikanan serta beberapa aspek lain
seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan
ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem
sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini
2
kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan
oleh aktivitas manusia.
Pulau Waidoba merupakan kepulauan yang saat ini menjadi isu pengelolaan
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku Utara. Pulau ini
memiliki karakteristik geografis dan karakteristik masyarakat yang khas, karena
terletak pada garis khatulistiwa dan didominasi oleh suku Bajo sebagai salah satu
suku yang hidup dan berinteraksi secara langsung dengan laut. Dengan distribusi
padang lamun cukup luas dan keragaman sumberdaya hayati yang cukup tinggi,
menyebabkan berbagai aktivitas pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun
diarahkan di pulau ini dan sekitarnya.
Pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya lamun di Pulau Waidoba dilakukan
oleh masyarakat maupun swasta sebagai daerah penangkapan ikan, penangkapan
biota non ikan dan sebagai areal budidaya perairan (rumput laut, kerang dan ikan).
Beberapa aktivitas yang dianggap secara langsung maupun tidak langsung
berdampak pada degradasi habitat (habitation) dan keanekaragaman hayati
(biodiversity), seperti pengambilan kerang darah (anadara sp) dan adanya
kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (dinamit botol) dan
bahan beracun (tuba dan potassium sianida) baik yang dilakukan oleh masyarakat
maupun oleh swasta.
Aktivitas pemanfaatan tersebut berpotensi untuk mengancam kelestarian
ekosistem dan sumberdaya lamun, sehingga di khawatirkan selain dapat
menimbulkan berbagai ancaman langsung terhadap degradasi habitat dan
keanekaragaman hayati ekosistem lamun juga menimbulkan permasalahan sosial
ekonomi, seperti konflik kepentingan baik antar masyarakat, maupun antar
masyarakat dengan pengusaha perikanan yang memanfaatkan ekosistem dan
sumberdaya di Pulau Waidoba. Olehnya itu tanpa adanya intervensi yang efektif
dan terintegrasi, kecenderungan degradasi pada ekosistem lamun dan biota yang
berasosiasi dengannya akan terus merosot.
Pemberian nilai yang tepat secara moneter terhadap sumberdaya alam
berikut fungsi-fungsinya, memberikan kesempatan kepada manusia untuk
memahami seluruh dampak dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan. Hal serupa juga bermanfaat
bagi pengambil keputusan dalam
3
menetapkan kebijakan pemanfaatan suatu sumberdaya alam yang efisien,
berkelanjutan dan tidak saling berkontradiksi terhadap pemanfaatan sumberdaya
alam yang lain. Sehingga untuk mengetahui nilai manfaat dari ekosistem lamun,
maka perlu dilaksanakan analisis melalui metodologi valuasi ekonomi. Valuasi
ekonomi merupakan komponen penting dalam perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya pesisir laut karena mengaitkan dimensi-dimensi ekonomi dan ekologi
secara integrative.
1.2 Perumusan Masalah
Anna (2007) mengemukakan sumber daya alam dan lingkungan ( SDAL)
patut mendapatkan perhatian dan pemberian label value yang tepat dan dengan
dua alasan: pertama adalah SDAL menyediakan manfaat tidak langsung dalam
batasan yang luas, kedua aktivitas manusia telah menyumbangkan laju hilangnya
keanekaragaman hayati yang akan mengancam stabilitas dan keberlanjutan dari
ekosistim sebagaimana juga penyediaan barang dan jasa yang di hasilkan bagi
kesejahteraan manusia itu sendiri (Pimm et al 1995; Simon dan Wildavsky 1995).
Hal ini yang menyebabkan semakin banyaknya studi mengenai rusak, hilang atau
berkurangnya baik kualitas maupun kuantitas SDAL dan kaitannya dengan
besaran kerugian secara moneter. Values/nilai sumber daya alam pada setiap
pemanfaatan akan sangat tergantung pada kondisi dan distribusi dari property
right dan tingkat kesejahteraan/ income masyarakatnya.
Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, bukan saja membawa
deplesi terhadap sumberdaya ikan, namun juga menimbulkan konsekuensi sosial
dan ekonomi yang cukup tinggi. Tiga penyebab utama yang ditimbulkan oleh
paradigma
pertumbuhan
terhadap
sumberdaya
ikan
adalah
overfishing,
penangkapan ikan yang merusak (desktruktif) dan pencemaran. Ketiga penyebab
utama ini kebanyakan di picu oleh keputusan myopic untuk memburu rente
sumberdaya ikan dengan cara cepat dan mudah. Akibatnya adalah terjadinya
penurunan stock yang berakibat pada kehilangan pekerjaan, pendapatan dan
kerusakan lingkungan ( Fauzi, 2006).
Manusia selalu bergantung pada sumberdaya alam. Lebih khusus pada
masyarakat pesisir dimana mereka sangatlah bergantung pada SDA yang
menyediakan kebutuhan mereka, melalui berbagai mata pencarian guna
4
mempertahankan kelangsungan hidup. Ekosistem lamun yang merupakan salah
satu penyusun daripada SDA, dimana masyarakat pesisir mendapatkan
keuntungan daripadanya. Dengan kata lain, pentingnya keterkaitan ekosistem
pesisir/ekosistem lamun yang sehat terhadap mata rantai ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan dan kelangsungan hidup masyarakat
sangat terkait dengan keberlanjutan ekosistem yang ada di sekitarnya.
Mengingat masih rendahnya penghargaan terhadap potensi ekosistem lamun
maka perlu usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi lamun. Hal ini bisa diawali
dengan mengetahui nilai ekonomi ekosistem lamun baik melalui nilai-nilai
pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dan presepsi masyarakat terhadap
padang lamun itu sendiri. Pada titik inilah kebutuhan akan penilaian ekosistem
lamun dengan menggunakan metode valuasi ekonomi menjadi penting dimana
dinamika ekosistim yang ada harus di masukkan kedalam pertimbangan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan
dengan menghindari penyia-nyian (abusement) sumbedaya alam, perlu di lakukan
penilaian (valuasi) ekonomi yang menyeluruh terhadap seluruh manfaat dan
fungsi ekosistem lamun, baik manfaat langsung (perikanan tangkap, marikultur,
pengambilan kerang, wisata pantai, dan penelitian), maupun manfaat tidak
langsung (fungsi pendukung biologi ekosistem sebagai tempat spawning ground,
nursery ground dan feeding ground), manfaat pilihan, manfaat eksistensi dan
manfaat keberadaan, disamping itu juga di lakukan analisis melalui pendekatan
DPSIR. Dengan demikian akan di ketahui alternative solusi paling tepat bagi
pengelolaan ekosistem lamun di Pulau Waidoba
Berdasarkan pemaparan permasalahan-permasalahan yang ada di kawasan
ekosistem lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmehera Selatan, maka dapat
dirumuskan:
1. Bagaimana pola pemanfaatan ekosistem lamun dan permasalahan yang ada di
kawasan Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera
Selatan Provinsi Maluku Utara
5
2. Bagaimana nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistem lamun di perairan
Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan
Provinsi Maluku Utara
3. Bagaimana
alternative pengelolaan ekosistem lamun
Pulau Waidoba
Kabupaten Halmahera Helatan Provinsi Maluku Utara
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Pemberian nilai yang tepat secara moneter terhadap sumberdaya alam
berikut fungsi-fungsinya, memberikan kesempatan kepada manusia untuk
memahami pola pemanfaatan dan dampak dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan, sehingga langkah pengelolaan dan penilaian secara ekonomi
dapat diusulkan. Oleh karena itu, untuk menjawab hal tersebut maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi pola pemanfaatan dan permasalahan ekosistem lamun Pulau
Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi
Maluku Utara.
2. Mengestimasi nilai ekonomi dari fungsi dan manfaat ekosistim lamun Pulau
Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi
Maluku Utara.
3. Menentukan alternative pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan di
Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan
Provinsi Maluku Utara.
Kegunaan dari penelitian ini :
1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk menerapkan teknik penilaian ekonomi
(economic valuation) terhadap pemanfaatan ekosisitem lamun.
2. Bagi para pengambil keputusan, baik pemerintah maupun kalangan swasta,
hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai refrensi untuk pengambilan
keputusan mengenai pemanfaat pada ekosistem lamun
1.4 Kerangka Pemikiran
Menurut sejarah, telah teridentifikasi dua kesalahan mendasar dalam
pengelolaan sumberdaya alam (folke et al 2002). Pertama, percaya bahwa
ekosistem polanya linier dan bisa di prediksi serta dikontrol. Kedua diasumsikan
6
bahwa manusia dan alam merupakan system yang terpisah. Odum (1983) In
Torre-Castro (2006) menekankan bahwa sangatlah penting untuk melibatkan
manusia sebagai bagian dari ekosistem dan mempertimbangkan komunitas
manusia melekat/tertanam didalam alam. Pandangan ini telah dikembangkan
dalam konsep “Social Ecological Systems”.
Ekosisitem lamun merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi
perairan. Khususnya bagi masyarakat nelayan yang ada di Pulau Waidoba
Ekosistem lamun memberikan manfaat baik ekonomi maupun non ekonomi bagi
masyarakat. Manfaat ini ada yang bersifat tangible (terukur) maupun intangible
(tidak terukur). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan ke dalam manfaat
kegunaan (use value) baik yang dapat dikomsumsi maupun tidak dikomsumsi.
Sedangkan manfaat yang tidak terukur atau intangible di golongkan kedalam
manfaat non kegunaan (non use value). Manfaat ini lebih kearah pemeliharaaan
ekosistem lamun dalam jangka panjang.
Informasi mengenai nilai ekonomi dari fungsi ekologis lamun mutlak di
perlukan, khususnya nilai manfaat tidak langsung dari ekosistem lamun. Nilai
fungsi ekologis lamun dinyatakan dalam moneter melalui teknik valuasi. Fauzi
(2000) menyebutkan bahwa konsep valuasi ekonomi dapat digunakan untuk
menstransformasi nilai ekologis menjadi nilai ekonomi dengan mengukur nilai
moneter dari seluruh barang dan jasa yang di hasilkan. Nantinya nilai ekonomi
yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan alternative pemanfaatan dan
pengelolaan ekosistem lamun secara berkelanjutan
Freeman III (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa ”nilai”
dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian yaitu nilai intrinsik dan nilai
instrumen. Nilai intrinsik jika suatu komoditas bernilai di dalam dan untuk
komoditas itu sendiri, atau nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari
komoditas tersebut namun bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin
terkait dengan komoditas lain. Nilai instrumen adalah nilai yang muncul akibat
pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu. Lebih lanjut
disebutkan bahwa konsep nilai instrumen lebih mampu menjawab persoalan
terkait pengelolaan lingkungan. Namun demikian untuk mengetahui nilai
7
instrumental dari sumberdaya alam, tujuan spesifik dari upaya tersebut harus
disusun. Gambar 1 kerangka pemikiran penelitian.
Ekosistem Lamun
Analisis DPSIR
Aspek Ekologis
Lamun
Potensi Sumberdaya
Valuasi Ekonomi
Use Value
Direct Use Value
- Tangkapan ikan
- Tangkapan biota non ikan
Effect on Production
(EoP)
Non-Use Value
Indirect Use Value
- Nilai Pilihan
- Nilai Keberadaan
- Nilai Warisan
- Nursery ground
- Blue carbon
Benefit Transfer
Contingent Valuation Method
(CVM)
Total Nilai Ekosistem Lamun
Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Download