BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman sekarang, perkembangan teknologi meningkat secara pesat. Agar dapat terus bertahan dengan cepat perusahaan-perusahaan mengubah dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju knowledge-based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Menurut Widiyaningrum (2004) yang terjadi dalam knowledge based industries adalah proses pentransformasian, pengkapitalisasian dan pentrasferan pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan. Misalnya saja, sebuah software komputer yang dirancang dari ide dan intelektual pembuatnya, bukan karena sarana fisik yang ada membuktikan bahwa modal intelektual menyumbangkan arti penting dalam industri. Munculnya pandangan bahwa pengetahuan sebagai sumber daya perusahaan yang sangat strategik didasari kenyataan bahwa pengetahuan dapat digunakan untuk mengembangkan daya saing perusahaan karena, bernilai, langka, sukar ditiru oleh para pesaing dan tidak dapat digantikan oleh jenis sumber daya yang lain (Ongkorahardjo, Susanto, dan Rachmawati, 2008). Widiyaningrum 1 (2004) menyatakan, modal intelektual memang masih baru dan belum banyak ditanggapi oleh para pelaku bisnis global, padahal adanya perbedaan antara nilai buku dengan nilai pasar saham (perbedaan ini mencolok untuk perusahaan yang berbasis pengetahuan), menunjukkan adanya missing value berupa intellectual capital. Kondisi demikian mengisyaratkan pentingnya dilakukan penilaian terhadap jenis aktiva tak berwujud tersebut. Namun demikian sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai pegukuran dan pelaporan dari modal intelektual. Endri (2010) menyatakan perhatian terhadap sumber daya manusia atau human capital sebagai salah satu faktor produksi utama bagi kebanyakan perusahaan sering dinomorduakan dibandingkan dengan faktor-faktor produksi yang lain seperti modal, teknologi, dan uang. Banyak pemimpin perusahaan kurang menyadari bahwa sebenarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan berasal dari human capital. Hal ini disebabkan karena aktivitas perusahaan hanya dilihat dari perspektif bisnis semata. Para pemimpin perusahaan tidak melihat perusahaan sebagai sebuah unit pengetahuan dan keterampilan yang unik, atau seperangkat keunikan dari aset usahanya yang dapat membedakan produk atau jasa dari para pesaingnya. Suhendah (2012) menyatakan pada mulanya paradigma akuntansi menganggap laporan keuangan memiliki fungsi stewardship atau pertanggungjawaban pengelola kepada pemilik, namun saat ini paradigma akuntansi baru menunjukkan bahwa laporan keuangan memiliki fungsi decision making bagi para stakeholders untuk pengambillan keputusan ekonomi. Laporan 2 keuangan tidak mampu untuk menilai ataupun mencatat intangible asset untuk jenis intellectual capital. Pengukuran kinerja perusahaan secara tradisional yang berdasarkan prinsip akuntansi konvensional untuk menentukan pendapatan mungkin tidak cocok di dunia ekonomi baru di mana keunggulan kompetitif didorong oleh modal intelektual (Firer dan Williams, 2003). Laporan keuangan tradisional telah dirasakan gagal untuk dapat menyajikan informasi yang penting ini. Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk modal intelektual seperti Kantor Akuntan Publik misalnya, tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan akan menyesatkan, karena dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Adanya kebutuhan laporan keuangan sebagai sumber pengambilan keputusan, laporan keuangan harus dapat mencerminkan aktiva tidak berwujud dan besarnya nilai yang diakui. Perbedaan yang besar antara nilai pasar dan nilai yang dilaporkan akan membuat laporan keuangan menjadi tidak berguna untuk pengambilan keputusan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Ketidakmampuan laporan keuangan dalam menilai atau mencatat intangible asset menyebabkan adanya kesenjangan antara nilai pasar dengan nilai buku perusahaan. Meningkatnya kesenjangan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku telah menarik perhatian penelitian yang luas untuk mengeksplorasi nilai tak terlihat dihilangkan dari laporan keuangan. Gamayuni (2012) melakukan penelitian pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2005-2009. Hasil dari penelitian tersebut adalah selama periode 2007-2009, ratarata nilai pasar ekuitas (market value equity) jauh lebih tinggi dibandingkan 3 dengan nilai buku ekuitas (book value equity). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pasar belum tercermin dalam laporan keuangan. Chen, Cheng, dan Hwang (2005) menyatakan perbedaan nilai pasar dan nilai buku perusahaan adalah intellectual capital. Keterbatasan laporan keuangan dalam melaporkan intellectual capital (IC) menngakibatkan pelaporan keuangan seringkali dianggap tidak memadai. Informasi dalam laporan keuangan mungkin tidak dapat digunakan untuk membuat keputusan investasi dan kredit. Menurut Bukh (2003) beberapa bentuk intellectual capital disclosure merupakan informasi yang bernilai bagi investor, yang dapat membantu mreka mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan dan memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Intellectual capital disclosure juga dapat menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik (Saleh, Rahman, dan Hassan, 2007). Menurut Pulic (1998) tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah menciptakan value added, sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu dana-dana keuangan) dan intellectual potential (direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemampuan yang melekat pada mereka). Pulic juga mengungkapkan bahwa intellectual ability menunjukkan bagaimana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah secara efisiensi dimanfaatkan oleh perusahaan. Intellectual capital dapat dilihat sebagai campuran dari human capital, structural capital dan costumer capital. Human capital menghasilkan inovasi 4 seperti produk dan jasa baru, atau meningkatkan proses bisnis. Structural capital adalah pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi secara keseluruhan dalam hal teknologi, penemuan, data, publikasi, strategi dan kultur, struktur dan sistem, prosedur dan rutinitas organisasi. Customer capital adalah nilai perusahaan dari franchise, hubungan berkelanjutan dengan orang-orang atau organisasi yang dijual, seperti pangsa pasar, retensi pelanggan dan tingkat perlawanan, dan profitabilitas setiap pelanggan (Belkaoui, 2003). Dalam sejarahnya pembedaan antara intangible asset dan intellectual capital telah disamarkan ke dalam pengertian yang dirujuk pada istilah goodwill (IASB). Di Indonesia IC dijabarkan di dalam PSAK No. 19 Tahun 2009 (Revisi) tentang aktiva tidak berwujud, akan tetapi tidak ada pernyataan langsung mengenai keberadaan IC. Menurut PSAK No. 19, aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik, mengendalikan sumber daya dan mendatangkan keuntungan ekonomis di masa depan. Contoh aktiva tidak berwujud yang disebutkan dalam PSAK No. 19 (revisi 2009) antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan impelementasi sistem atau proses baru, lisesnsi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk dan judul publisitas). Contoh umum lainnya: piranti lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak pelayanan jaminan, hak memancing, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan hak pemasaran. 5 Adanya kesulitan dalam mengukur IC maka munculah konsep value added intellectual coefficient (VAIC) yang digunakan untuk mengukur dan melaporkan IC. Metode VAIC ini dikembangkan oleh Pulic (1998) untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud dan tidak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan. Pendekatan menggunakan metode VAIC memungkinkan untuk dilakukan karena menggunakan akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (Ulum, Ghozali, dan Chariri, 2008). Komponen dari VAIC model Pulic (1998) meliputi physical capital disebut value added capital employed (VACA), human capital disebut value added human capital (VAHU) dan structural capital disebut structural capital value added (STVA). Model VAIC memberikan ukuran yang nyaman untuk model intelektual perusahaan, namun model struktural (STVA) dianggap kurang menjadi ukuran lengkap karena mengabaikan modal inovatif perusahaan. Sebagai contoh, biaya penelitian dan pengembangan (RD) dan biaya pemasaran (AD), menurut standar akuntansi konservatif, dibebankan pada saat terjadinya, kemudian dikurangi dari perhitungan nilai tambah, yang merupakan ukuran total output perusahaan dalam perhitungan VAIC. Pengeluaran RD umumnya dianggap mendorong pertumbuhan kemajuan teknologi perusahaan dan biaya pemasaran biasanya bertujuan mempromosikan nilai merek produk dan perusahaan. Kedua pengeluaran tersebut, walaupun dibebankan dalam pelaporan keuangan, harus dipandang sebagai investasi (Chen et al., 2005). Penelitian mengenai intellectual capital telah banyak dilakukan. Firer dan Williams (2003) meneliti 75 perusahaan perdagangan publik di Afrika Selatan. 6 Hasilnya mereka tidak menemukan adanya pengaruh antara IC dengan kinerja perusahaan. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Chen et al. (2005) yang meneliti perusahaan listing di Taiwan dan membuktikan bahwa IC dapat berpengaruh pada nilai pasar dan juga kinerja perusahaan, serta dapat digunakan sebagai indikator kinerja keuangan masa depan. Ulum et al. (2008) meneliti perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Hasilnya adalah terdapat pengaruh antara IC dengan kinerja keuangan. Maditinos, Chatzoudes, Tsairidis, dan Theriou (2011) menguji pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan pada empat industri besar yang ada di negara Yunani. Hasil dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan. Mondal dan Ghosh (2012) meneliti hubungan antara IC dan kinerja perusahaan (profitabilitas dan produktivitas) pada perusahaan perbankan di India. Hasilnya IC merupakan determinan yang penting pada profitabilitas dan produktivitas perusahaan. Kemudian human capital (HC) juga mempunyai peran penting pada return bank, jika perusahaan meningkatkan investasi pada HC maka dapat meningkatkan return perusahaan. Nimtrakoon (2015) menguji hubungan antara intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan pada perusahaan di negara Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand dan Filipina. Hasilnya adalah perusahaan dengan tingkatan IC yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat profitabilitas yang tinggi pula. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa hubungan intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan 7 menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang signifikan (Chen et al., 2005; Ulum, 2008; Mondal dan Ghosh, 2012; Nimtrakoon, 2015). Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak signifikan (Firer dan Williams, 2003; Maditinos et al., 2011). Hal ini disebabkan oleh kondisi yang berbeda pada tiap negara maupun perusahaan yang diteliti. Penelitian ini akan meneliti hubungan antara intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan pada industri perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2010-2014. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Chen et al. (2005). Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian Chen et al. (2005). Perbedaannya terletak pada: 1. Penggunaan industri perbankan sebagai sampel, 2. Jumlah periode sampel, dan 3. Hanya menggunakan komponen VACA, VAHU, dan STVA untuk menggambarkan VAIC secara keseluruhan. VAIC dalam penelitian mengacu pada penelitian Firer dan Williams (2003). IC diukur menggunakan komponen value added intellectual capital (VAIC) dari model Pulic (1998, 2000), yaitu value added capital employed (VACA), value added human capital (VAHU), structural capital value added (STVA), ditambah dengan research and development expenditure (RD) dan advertising expenditure (AD) yang memproksikan innovative capital dan relational capital. Nilai pasar diukur dengan market to book value ratios of 8 equity (MB) dan kinerja perusahaan diukur dengan return on assets (ROA) serta variabel kontrol firm’s size (SIZE). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Perusahaan Dalam Industri Perbankan Indonesia Periode 2010-2014”. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian mengenai intellectual capital (IC) sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, namun hasil dari penelitian-penelitian tersebut masih saling bertentangan dan menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa VACA berpengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan, sedangkan penelitian Maditinos et al. (2011) menunjukkan VACA tidak berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Nimtrakoon (2015) membuktikan bahwa VAHU berpengaruh positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan sedangkan hasil penelitian Firer dan Williams (2003) menunjukkan bahwa VAHU tidak berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Penelitian Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa STVA berpengaruh negatif terhadap ROA, namun hasil penelitian Mondal dan Ghosh (2012) menunjukkan bahwa STVA tidak berpengaruh terhadap ROA. Berdasarkan uraian dan masalah di atas penulis merumuskan pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah intellectual capital yang diukur dengan VACA berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan? 9 2. Apakah intellectual capital yang diukur dengan VAHU berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan? 3. Apakah intellectual capital yang diukur dengan STVA berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan? 4. Apakah RD berpengaruh dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan? 5. Apakah AD berpengaruh dengan nilai pasar dan kinerja perusahaan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan sebagai berikut. 1. Untuk untuk mencari bukti terhadap pengaruh VACA terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan 2. Untuk mencari bukti terhadap pengaruh VAHU terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan 3. Untuk mencari bukti terhadap pengaruh STVA terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan 4. Untuk mencari bukti terhadap pengaruh RD terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan 5. Untuk mencari bukti terhadap pengaruh AD terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan: Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan nilai buku pada laporan tahunan perusahaan sehingga 10 perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mencatat intellectual capital pada laporan keuangannya agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan sesuai dengan kejadian ekonomi riil. 2. Bagi pengguna laporan keuangan: Dapat memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan sehingga mampu untuk menjadikan laporan tahunan sebagai sumber yang terpercaya dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi penelitian selanjutnya: Dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan dunia akuntansi khususnya untuk para peneliti yang ingin mengkaji akuntansi keuangan mengenai intellectual capital. 11