BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi informasi mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini berdampak pada semakin ketatnya persaingan bisnis antar perusahaan yang dapat dilihat dari segi produk, inovasi serta kemajuan teknologi. Perusahaan dapat mencapai keunggulan kompetitif apabila dilakukan pengelolaan pengetahuan yang diperoleh, dengan cara mengelola sumber daya secara efisien dan ekonomis bagi perusahaan dimasa yang akan datang. Menurut Pulic, 1998 (dalam Ulum et al., 2008) menyatakan bahwa tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan sebuah nilai tambah atau value added untuk perusahaan. Maka dari itu, beberapa perusahaan mulai mengubah cara pandang dalam berbisnis, dari yang semula berbasis tenaga kerja (labor-based business) menjadi berbasis pengetahuan (knowledge-based business). Seiring dengan perubahan ekonomi yang berkarakteristik dan berbasis ilmu pengetahuan, maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono dan Kadir, 2003) Masuknya era new economy sekarang ini keberlangsungan hidup perusahaan bukan hanya ditentukan oleh aset berwujud fisik yang dimiliki perusahaan, tetapi mulai dilihat dari sisi aset tak berwujudnya (knowledge asset). 1 2 Istilah new economy sendiri digambarkan sebagai aspek atau sektor perekonomian yang di dalamnya memproduksi atau menggunakan secara intens teknologi baru atau inovatif. Menurut Hadjiloucas, 2007 (dalam Prastya, 2013) aset tidak berwujud merupakan pembentuk 80 % dari nilai perusahaan dan memungkinkan memiliki nilai yang signifikan bagi suatu bisnis. Serta menurut Ulum et al.(2008), penciptaan nilai yang tidak berwujud (intangible value creation) harus mendapatkan perhatian yang cukup karena hal ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap kinerja perusahaan. Intellectual capital (IC), merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam pengukuran dan penilaian knowledge asset. Mengoptimalkan nilai perusahaan merupakan tujuan jangka panjang suatu perusahaan, dimana nilai sebuah perusahaan dapat tercermin dari harga saham perusahaan. Semakin meningkatnya perbedaan antara harga saham dengan nilai buku aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan adanya hidden value. Nilai tersembunyi (hidden value) ini diyakini sebagai IC yang diakui dan dihargai oleh pasar. Penghargaan lebih atas saham perusahaan dari para investor tersebut diyakini disebabkan oleh IC yang dimiliki perusahaan. Ulum et al. (2008) menyatakan bahwa market valuation terjadi karena masuknya konsep intellectual capital, yang merupakan faktor utama dan dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan. IC tidak hanya berupa goodwill ataupun paten seperti yang sering dilaporkan dalam neraca. Kompetensi karyawan, hubungan dengan pelanggan, penciptaan inovasi, sistem komputer dan administrasi, hingga penguasaan atas teknologi juga 3 merupakan bagian dari intellectual capital. Hal tersebut menjadikan sumber daya tidak berwujud (intangible resources) sebagai aktiva yang sangat berharga bagi perusahaan Mulyadi, 2001 (dalam Soetedjo dan Mursida, 2014). Bertolak belakangya peningkatan pengungkapan modal intelektual sebagai penggerak nilai perusahaan dengan metode pengukuran yang digunakan maka Pulic (dalam Ulum et al., 2008) memperkenalkan pengukuran IC secara tidak langsung dengan menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™), yaitu suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan. Metode VAIC™, menurut Nazari dan Herremans, 2007 (dalam Fatima, 2012) mengidentifikasi ukuran dan efisiensi modal intelektual daripada sektor kuantitas dan harga. Komponen utama dari VAIC™ dapat dilihat dari sumber daya perusahaan , yaitu physical capital (CEE-Capital Employed Efficiency), human capital (HCE-Human Capital Efficiency), dan structural capital (SCEStructural Capital Efficiency). Secara sederhana, VAIC™ menggambarkan besarnya nilai yang tercipta dari setiap unit nilai moneter yang diinvestasikan pada sumber daya . Pulic (1998) intellectuall ability atau VAIC™ menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan. Penerapan modal intelektual masih merupakan hal yang baru, bukan saja di Indonesia melainkan juga pada bisnis global. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan di Indonesia masih menggunakan basis konvensional dalam 4 membangun bisnisnya, sehingga belum banyak teknologi yang terdapat dalam produk yang dihasilkan. Perkembangan penelitian tentang IC di Indonesia dimulai semenjak munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud, walaupun tidak dinyatakan secara langsung sebagai IC. Menurut PSAK No 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009) Penelitian mengenai hubungan IC dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan. Chen et al.(2005), Tan et al. (2007), Ulum et al. (2008), Soetodjo dan Mursida (2014) telah menemukan adanya pengaruh positif IC terhadap kinerja keuangan maupun kinerja pasar. Namun, Kuryanto (2009) dan Yuniasih et al. (2010), mengemukakan hal yang berbeda bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Selain intellectual capital, penerapan corporate governance yang baik juga penting dalam memberikan kontribusi pada kinerja perusahaan. Pentingnya penerapan good corporate governance dalam perusahaan berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan yaitu untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang sahamnya. 5 Secara umum perusahaan yang bersifat terbuka di Indonesia ini dimiliki dan dikontrol oleh satu keluarga atau grup atau pemerintah World Bank, 2010 (dalam Putri, 2016), sehingga muncul persoalan atas kecenderungan pemegang saham pengendali untuk mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan mereka, dan dapat berakibat kerugian pada kepentingan pemegang saham non pengendali. Oleh karena itu, sangat diperlukan sebuah mekanisme untuk mengatasi itu semua. Semakin kompetitifnya persaingan perusahaan, harus didukung dengan penyajian laporan keuangan yang baik. Laporan keuangan memperlihatkan kondisi keuangan perusahaan serta idealnya juga mencerminkan kondisi perusahaan yang sesunggguhnya. Manajer mempunyai tanggung jawab untuk mengungkapkan segala informasi laporan keuangan pada pemegang saham, namun tidak semua informasi penting disampaikan pada pemegang saham tergantung apakah informasi tersebut menguntungkan atau tidak bagi manajer sehingga timbul asimetri informasi, dimana ada perbedaan kemampuan mengakses informasi antara manajemen dengan investor yang bisa mengakibatkan perubahan nilai perusahaan. Dalam proses memaksimalkan kinerja perusahaan dapat timbul konflik antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang disebut agency conflict. Pihak manajemen seringkali bertindak oportunis dan menyampingkan tujuan perusahaan serta kepentingan pemilik perusahaan. Konflik agensi ini terjadi akibat adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan serta tidak memiliki resiko yang sama dengan pemegang saham. 6 Konflik kepentingan tersebut dapat diminimalkan dengan dua mekanisme corporate governance, yaitu mekanisme internal yang meliputi kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris dan dewan direksi, komite audit, rapat umum pemegang saham, serta pertemuan dengan board of directors. Sedangkan mekanisme eksternal melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan seperti kepemilikan institusional, auditor eksternal, serta pengendalian oleh pasar. Penerapan mekanisme corporate governance yang tepat dapat meningkatkan efektivitas perusahaan tersebut sehingga dapat melaporkan kegiatan usahanya dengan baik melalui laporan keuangan sebagai sumber informasi kepada stakeholder. Sejalan dengan corporate governance, Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menetapkan standar corporate governance, akan tetapi banyak pihak yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Pemicu dan alasan beberapa performa perusahaan menurun adalah rendahnya corporate governance, kurangnya tingkat transparansi, hubungan investor yang lemah, ketidak efisienan dalam laporan keuangan, dan masih kurangnya penegakan hukum atas perundang-undangan dalam menghukum pelaku dan melindungi pemegang saham Ratnasari et al. (2016) 7 Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen. Islamiyah (2015) menemukan bahwa kepemilikan institusional dan proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan sementara itu Sekaredi (2011) menemukan adanya pengaruh kepemilikan institusional dan komisaris independen terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Agassi (2016) mengemukakan bahwa ada pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang diukur menggunakan price to book value . Penelitian ini mengembangkan penelitian Soetodjo dan Mursida (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dengan penambahan variabel corporate governance dalam penelitian. Hal ini didasari karena peningkatan kinerja perusahaan tidak lepas dari adanya corporate governance yang baik, serta dalam pengelolaan modal intelektual secara tidak langsung adalah tugas manajemen dalam mewujudkan corporate governance yang baik. Perbedaan lainnya adalah penggunaan sampel penelitian menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014 serta penggunaan proksi kinerja perusahaan yang menggunakan kinerja pasar yaitu PBV (Price to Book Value). Pemilihan sektor manufaktur sebagai sampel penelitian dilandasi karena industri manufaktur memegang peranan kunci sebagai mesin pembangunan karena dalam industri ini memiliki keunggulan dibanding sektor lain yaitu sangat 8 beasarnya nilai kapitalisasi modal yang tertanam, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar serta juga memiliki kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input yang diolah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan teknik analisis linear berganda serta penggunaan VAIC dalam pengukuran intellectual capital. Terdapatnya inkonsistensi hasil atas hubungan intellectual capital dan corporate governance terhadap kinerja perusahaan mendapatkan perhatian besar bagi peneliti, akademisi serta investor. Pengelolaan intellectual capital dan berjalannya mekanisme corporate governance yang baik dapat memicu kinerja perusahaan dan fungsi pengawasan serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan beragamnya hasil penelitian yang disebutkan di atas, dapat diketahui rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Capital Employed Efficiency berpengaruh terhadap kinerja perusahaan? 2. Apakah Human Capital Efficiency berpengaruh terhadap kinerja perusahaan? 3. Apakah Structural Capital Efficiency berpengaruh terhadap kinerja perusahaan ? 4. Apakah Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap kinerja perusahaan? 5. Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap kinerja perusahaan? 6. Apakah Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh Capital Employed Efficiency terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 2. Pengaruh Human Capital Efficiency terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 3. Pengaruh Structural Capital Efficiency terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 10 4. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 6. Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap kinerja perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi manajemen dalam hal pengawasan dan pengelolaan aset yang dimiliki untuk kemajuan perusahaan, serta diharapkan dapat menjadi tambahan informasi pada penilaian kinerja perusahaan untuk mengambil keputusan agar bisa bersaing secara global di masa yang akan datang. 2. Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris dan menjelaskan tentang pentingnya peran intellectual capital dan corporate governance dalam membantu meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga para pelaku bisnis dapat mengelola modal intelektual serta melakukan tata kelola perusahaan dengan baik. 11 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk memfokuskan permasalahan, maka ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada kajian dan pembahasan mengenai pengaruh intellectual capital dan corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014. Data untuk penelitian ini diambil dari laporan keuangan yang diterbitkan secara berturut-turut mulai tahun 2010 sampai dengan 2014.