STATUS KESEHATAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DISUSUN OLEH: NATALIA SRI KARUNIAWATI, SKM NIP 19821225 200506 2 013 DINAS KESEHATAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah merupakan sasaran strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, selain jumlahnya yang besar (30%) dari jumlah penduduk, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Masalah kesehatan yang dialami peserta didik sangat kompleks dan bervariasi. Pada peserta didik Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) pada umumnya lebih banyak terkait dengan masalah perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan pada peserta didik sekolah lanjutan berkaitan dengan perilaku berisiko. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa sebagian anak SD/MI masih mengalami masalah gizi yang cukup serius. Hasil pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABS) tahun 1998 menunjukkan bahwa 37,8% anak SD/MI menderita Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKY) diderita oleh 11,1% anak SD/MI (2002), SKRT 1995 menunjukkan bahwa 47,2% anak usia sekolah menderita anemia gizi. Disamping masalah gizi kurang di beberapa daerah perkotaan terjadi masalah gizi lebih atau kegemukan pada anak SD/MI. Prevalensi kecacingan pada anak SD (Depkes, 2000) sebesar 60-80%, karies dan penyakit periodontal pada anak SD 74,4% (SKRT 2001). Survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran pada anak usia sekolah yang dilakukan oleh Depkes pada tahun 1997 ditemukan kelainan refraksi sebesar 5%. Melihat permasalahan yang ada, pelayanan kesehatan di sekolah diutamakan pada upaya peningkatan kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif. Upaya preventif antara lain kegiatan penjaringan kegiatan penjaringan kesehatan (skrining kesehatan) peserta didik. Penjaringan kesehatan merupakan suatu prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk memilah (skrining) anak yang sehat dan tidak sehat, serta dapat dimanfaatkan untuk pemetaan kesehatan peserta didik. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).1) B. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM Meningkatkan derajat kesehatan peserta didik secara optimal. 2. TUJUAN KHUSUS a. Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan peserta didik b. Tersedianya data atau informasi untuk menilai perkembangan kesehatan peserta didik, maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun program pembinaan kesehatan sekolah. c. Termanfaatkannya data untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program pembinaan peserta didik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pengisian kuesioner oleh peserta didik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang oleh tenaga kesehatan bersama sama kader kesehatan remaja dan guru di sekolah. Rangkaian pemeriksaan tersebut seharusnya dilaksanakan seluruhnya, namun dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi wilayah setempat. Penjaringan kesehatan peserta didik meliputi: 1. Pemeriksaan keadaan umum 2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi 3. Penilaian status gizi 4. Pemeriksaan gigi dan mulut 5. Pemeriksaan indera (pengliatan, pendengaran) 6. Pemeriksaan laboratorium 7. Pengukuran kesegaran jasmani 8. Deteksi Paket penjaringan kesehatan termasuk pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari pemeriksaan Hb dengan metode sahli dan pemeriksaan tinja dengan metode Kato Katz. Pemeriksaan ini tidak harus dilakukan oleh petugas laboratorium melainkan dapat juga dilakuan oleh tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam kegiatan penjaringan kesehatan.2) B. PELAKSANAAN PENJARINGAN KESEHATAN 1. PEMERIKSAAN KEADAAN UMUM Penilaian keadaan umum peserta didik dimaksudkan untuk menilai keadaan fisik secara umum, yang meliputi hygiene perorangan dan indikasi kelainan gizi yang dapat dinilai dengan melihat rambut warna kusam dan atau mudah dicabut, bibir kering, pecah pecah dan mudah berdarah, sudut mulut luka, pecah pecah dan kulit tampak pucat/keriput. Diperiksa pula tekanan darah, denyut nadi dan kelainan jantung. 2. PENILAIAN STATUS GIZI Untuk menilai status gizi anak dapat dilakukan pemeriksaan secara klinis, riwayat asupan makanan, ukuran tubuh (antropometri) dan penunjang (laboratorium). Dalam kegiatan penjaringan, penilaian status gizi siswa dilakukan melalui pengukuran antropometri yaitu mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Dengan menghitung indeks massa tubuh ini akan diketahui status gizi siswa. IMT adalah indeks untuk menentukan status gizi. Indeks tersebut diperoleh dengan membandingkan berat badan (BB) dalam kilogram terhadap tinggi badan (TB) dalam meter kuadrat. Jika tidak ada kalkulator dapat menggunakan tabel IMT yang tersedia. Selanjutnya angka indeks di plot pada grafik BMI sesuai dengan jenis kelamin. Lihat posisi plot tadi berada pada area mana: a. Jika berada di garis Standar Deviasi (SD) +2 sampai -2 maka anak tersebut berstatus gizi normal b. Jika berada di bawah garis SD -2 sampai SD -3 anak tersebut berstatus kurus c. Jika berada di bawah garis SD -3 berarti status kurus sekali d. Jika berada di atas garis SD +2 sampai dengan SD +3 berarti anak tersebut berstatus overweight atau gemuk e. Jika berasa diatas SD +3 berarti status obesitas. 3. PEMERIKSAAN GIGI DAN DAN MULUT Pemeriksaan gigi dan mulut secara klinis yang sederhana bertujuan untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi dan mulut peserta didik dan menentukan prioritas sasaran untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun program kesehatan gigi dan mulut di sekolah. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: a. Keadaan rongga mulut b. Kebersihan mulut c. Keadaan gusi d. Keadaan gigi 4. PEMERIKSAAN INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN Pemeriksaan indera penglihatan dan pendengaran adalah pemeriksaan yang dilakukan setiap awal tahn ajaran baru (penjaringan) untuk mengetahui adanya kelainan tajam penglihatan dan kelainan tajam pendengaran serta kelainan organik pada mata dan telinga setiap siswa baru. Selanjutnya pada tengah tahun dilakukan pemeriksaan ulang (berkala) untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebelumnya atau menilai perbaikan atas koreksi yang dilakukan. Alat bantu yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah; a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan / Kelainan Organik - Snellen chart / E chart untuk memeriksa visus - Penutup 1 mata (okluder) - Pinhole (cakram berlubang) - Loupe - Senter b. Pemeriksaan Tajam Pendengaran / kelainan organik - Ruang yang kedap suara untuk melakukan tes berbisik - Garputala - Senter - Otoskop 5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan dalam penjaringan peserta didik SD/MI adalah pemeriksaan feces dan anemia. Melalui pemeriksaan faces untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi cacing pada seorang murid. Tujuannya adalah: - Untuk menjaring anak sekolah yang menderita cacingan - Meningkatkan mutu intelektual anak sekolah - Meningkatkan cakupan program cacingan terutama pada anak sekolah - Meningkatkan kemitraan dalam penanggulangan cacingan dengan melibatkan lintas program / lintas sektor Bila pemeriksaan feces >50% posiitf, maka dilakukan pengobatan secara masal (mass blanket) dan bila pemeriksaan feces ditemukan <50% positif, maka dilakukan pengobatan secara selektif. 6. DETEKSI DINI PENYIMPANGAN MENTAL EMOSIONAL Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan /pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan mental emosional terlambat diketahui maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Deteksi dini dilakukan pada anak peserta didik yang menurut pengamatan guru dalam kesehariannya menunjukkan sikap dan perilaku yang diduga “perlu mendapat perhatian”. Alat yang digunakan untuk deteksi ini adalah Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk mengenali problem mental emosional. Kuesioner pemantauan kelainan mental emosional terdiri dari: a. Apakah anak anda seringkali terlihat marah tanpa sebab yang jelas? (seperti banyak menangis, mudah tersinggung atau bereaksi berlebihan terhadap hal hal yang sudah biasa dihadapinya) b. Apakah anak anda tampak menghindar dari teman teman atau anggota keluarganya? (seperti ingin merasa sendirian, menyendiri atau merasa sedih sepanjang waktu, kehilangan minat terhadap hal hal yang biasa sangat dinikmati) c. Apakah anak anda terlihat berperilaku merusak dan menentang terhadap lingkungan di sekitarnya? (seperti melanggar peraturan yang ada, mencuri, seringkali melakukan perbuatan yang berbahaya bagi dirinya, atau menyiksa binatang atau anak anak lainnya) dan tampak tidak peduli dengan nasihat nasihat yang sudah diberikan kepadanya. d. Apakah anak anda akan memperlihatkan adanya perasaan ketakutan atau kecemasan berlebihan yang tidak dapat dijelaskan asalnya dan tidak sebanding dengan anak lain seusianya e. Apakah anak anda mengalami keterbatasan oleh karena adanya konsentrasi yang buruk atau mudah teralih perhatiannya sehingga mengalami penurunan dalam aktivitas sehari hari atau keputusan. f. Apakah anak anda menunjukkan perilaku kebingungan sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan membuat keputusan? g. Apakah anak anda menunjukkan adanya perubahan pola tidur? (seperti sulit sepanjang waktu, terjaga sepanjang hari, sering terbangun di waktu tidur malam oleh karena mimpi buruk atau mengigau) h. Apakah anak anda mengalami perubahan pola makan? (seperti kehilangan nafsu makan, makan berlebihan atau tidak mau makan sama sekali) i. Apakah anak anda seringkali mengeluh sakit kepala, sakit perut atau keluhan fisik lainnya? j. Apakah anak anda seringkali mengeluh putus asa atau berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya? k. Apakah anak anda menunjukkan adanya kemunduran perilaku atau kemampuan yang sudah dimilikinya? ( seperti mengompol kembali, menghisap jempol, atau tidak mau berpisah dengan orang tua/pengasuhnya) l. Apakah anak anda melakukan perbuatan yang berulang ulang tanpa alasan yang jelas 7. PENGUKURAN KEBUGARAN JASMANI Adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari hari, tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melakukan aktifitas fisik lainnya. Hal ini dilaksanakan untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani peserta didik. Instrumen tes kebugaran jasmani yang digunakan adalah Tes KeBugaran Jasmani Indonesia (TKJI). TKJI merupakan rangkaian tes yang harus dilakukan secara berurutan. TKJI terdiri dari 5 tes, yaitu: a. Lari cepat b. Gantung siku tekuk / gantung angkat tubuh c. Baring duduk d. Loncat tegak e. Lari jarak sedang Persyaratan untuk mengikuti TKJI adalah sebagai berikut: a. Peserta dalam keadaan sehat dan siap melaksanakan tes b. Diharapkan sudah makan sedikitnya 2 jam sebelum melakukan tes c. Disarankan memakai pakaian dan sepatu olahraga d. Mengerti dan memahami cara pelaksanaan tes e. Melakukan pemanasan sebelum tes Tes kebugaran jasmani hanya boleh diikuti oleh peserta didik yang telah selesai menjalankan tahap penjaringan kesehatan dan dinyatakan oleh dokter tidak mengalami kontra indikasi untuk dites. BAB III METODOLOGI A. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey / screening terhadap peserta didik kelas I di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah(selektif screening). B. POPULASI Populasi penelitian adalah seluruh siswa Sekolah Dasar di wilayah Kabupaten Kulon Progo. C. SASARAN / SUBJEK PENELITIAN Sasaran penelitian adalah seluruh siswa kelas I Sekolah Dasar yang bersekolah di wilayah Kabupaten Kulon Progo, baik dari dalam maupun luar wilayah. D. WAKTU PELAKSANAAN Screening anak sekolah dilaksanakan pada awal tahun pelajaran, antara bulan Juli sampai dengan November 2014. E. VARIABEL Penjaringan kesehatan peserta didik meliputi: 1. Pemeriksaan keadaan umum 2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi 3. Penilaian status gizi 4. Pemeriksaan gigi dan mulut 5. Pemeriksaan indera (penglihatan dan pendengaran) 6. Pemeriksaan laboratorium 7. Pengukuran kesegaran jasmani 8. Deteksi dini penyimpangan mental emosional F. ALAT UKUR DAN PELAKSANAAN Alat ukur yang digunakan dalam penjaringan kesehatan peserta didik antara lain: 1. Tensimeter 2. Stetoskop 3. Stopwatch 4. Alat pengukur berat badan (timbangan injak) 5. Microtoise (alat ukur tinggi badan) 6. Haemometer sahli 7. Kaca mulut 8. Sonde 9. Kartu snellen 10. Senter 11. Otoscope 12. Formulir pemeriksaan 13. Formulir rujukan Kegiatan penjaringan kesehatan anak sekolah dilaksanakan oleh tim / petugas screening masing masing Puskesmas. Untuk menyamakan persepsi dilaksanakan dua kali koordinasi yaitu: 1. Koordinasi lintas sektor terkait (Dinas Pendidikan, Kantor Kementrian Agama dan Puskesmas) untuk memberikan informasi dan sosialisasi kepada sekolah sekolah untuk menghasilkan: a. Kesepakatan tentang penjaringan kesehatan anak sekolah termasuk definisi operasional, cara pelaksanaan dan hal hal yang menjadi penekanan pada saat penjaringan kesehatan dilaksanakan. b. Inventarisasi tenaga, sarana termasuk dana yang ada untuk kebutuhan pelaksanaan penjaringan kesehatan peserta didik c. Identifikasi kebutuhan operasional dalam kegiatan penjaringan kesehatan peserta didik d. Persiapan pelaksanaan penjaringan kesehatan meliputi kesiapan puskesmas, jumlah sekolah, dan jumlah peserta didik di tiap wilayah kerja puskesmas. 2. Pimpinan puskesmas mengadakan pertemuan dengan unsur Tim Pembina UKS Kecamatan dan Kepala puskesmas untuk menghasilkan; a. Inventarisasi data tentang jumlah sekolah, penyebaran sekolah serta jumlah peserta didik kelas I b. Rencana kerja penjaringan kesehatan, yang mencakup jadwal kerja, tenaga pelaksana, kegiatan pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan penjaringan kesehatan menurut sekolah sasaran. G. ANALISIS DATA Analisa dilaksanakan secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan populasi H. PENYAJIAN DATA Penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penjaringan kesehatan peserta didik Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) di Kabupaten Kulon Progo dilaksanakan selama bulan Juli sampai dengan Desember 2014 dengan jumlah sasaran 371 Sekolah Dasar. Sasaran penjaringan kesehatan a dalah seluruh peserta didik kelas 1 yang berjumlah 6198 siswa terdiri dari 3190 (51,47%) siswa laki laki dan 3008 (48,53%) siswa perempuan. Sampai dengan 31 Desember 2014 seluruh siswa sudah terjaring (100%) dan dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 1 : Grafik hasil penjaringan kesehatan peserta didik Sekolah Dasar tahun 2014 Siswa 51,47 48,53 Laki laki Perempuan Pemeriksaan yang dilakukan dalam penjaringan kesehatan peserta didik SD/MI antara lain pemeriksaan status gizi, tajam penglihatan, otitis media, tajam pendengaran, kesehatan gigi dan mulut, gangguan mental emosional, dan kesegaran jasmani ditambah pemeriksaan penunjang untuk anemia, kecacingan dan risiko GAKY. Harapannya seluruh jenis pemeriksaan dapat dilaksanakan seluruhnya. Namun dalam pelaksanaannya desesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing masing Puskesmas mengingat sebaran sumber daya manusia berbeda di tiap puskesmas. Meskipun demikian hasil penjaringan peserta didik tingkat SD/MI sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan maupun target Kabupaten Kulon Progo yang dapat melaksanakan penjaringan kesehatan pada seluruh peserta didik kelas 1 di tingkat SD/MI. Hasil masing masing pemeriksaan dapat dilihat dalam grafik berikut: A. STATUS GIZI Grafik 2 : Grafik Status Gizi Penjaringan Kesehatan Peserta Didik SD/MI tahun 2014 Status gizi 2,38 2 14,78 Normal Gemuk 6,99 Kurus Kurus sekali Obesitas 73,85 Penilaian status gizi anak didapatkan dengan melakukan pengukuran antropometri yaitu mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) selanjutnya angka indeks di plot pada grafik BMI sesuai jenis kelamin (for Girls atau for Boys). Didapatkan hasil sebesar 4577 (73,85%) siswa memiliki berat badan normal, 433 siswa (6,99%) termasuk kriteria gemuk, 916 siswa (14,78%) termasuk kriteria kurus, 124 siswa (2,00%) termasuk kriteria kurus sekali dan 148 (2,38%) siswa obesitas. Banyaknya siswa yang termasuk kurus, kurus sekali maupun obesitas merupakan masalah yang memerlukan penanganan serius dari berbagai pihak. Kategori kurus biasanya disebutkan sebagai Kekurangan Energi dan Protein (KEP) disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri fisik KEP adalah berat badan berada di bawah standar normal. 2 Akibat buruk dari KEP bagi anak SD adalah anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan konsentrasi belajar.3 Kegemukan atau obesitas merupakan suatu penyakit kronis dengan ciri-ciri timbunan lemak tubuh yang berlebihan(eksesif). Kegemukan merupakan indikator risiko terhadap beberapa penyakit dan kematian.2 Obesitas adalah suatu keadaan patologik, pada keadaan tersebut terdapat penumpukan lemak yang berlebihan secara menyeluruh di bawah kulit dan jaringan lainnya di dalam tubuh akibat konsumsi kalori yang lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh.4 menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) anak dikatakan obesitas apabila memiliki indeks masa tubuh (IMT) yang berada di atas persentil ke 95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai dengan jenis kelaminnya.5 Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Anak yang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari hari karena makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.5 kegemukan atau obesitas pada anak berisiko berlanjut pada masa dewasa dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif.6 Selain itu obesitas pada anak usia 6-7 tahun juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktifitas dan kreatifitas anak menjadi menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan. Jika anak memiliki status gizi gemuk sampai dengan obesitas maka anak tersebut harus dikonsultasikan dengan petugas kesehatan untuk mendapat konseling tentang gizi seimbang dan aktifitas fisik.2) Grafik 3 : Grafik jumlah peserta didik kategori kurus tahun 2014 % Peserta Didik Kurus 60 50 40 30 20 % Peserta Didik Kurus 10 Temon I Temon II Wates Panjatan I Panjatan II Galur I Galur II Lendah I Lendah II Sentolo I Sentolo II Pengasih I Pengasih II Kokap I Kokap II Girimulyo I Girimulyo II Nanggulan Kalibawang Samigaluh I Samigaluh II 0 Berdasar grafik di atas dapat kita lihat bahwa prosentase peserta didik kurus dan kurus sekali terbanyak terdapat di Puskesmas Girimulyo II sebesar 51,80%, Puskesmas Wates sebesar 41,50% dan Puskesmas Pengasih II sebesar 28,6%. Grafik 4 : Grafik jumlah peserta didik gemuk tahun 2014 % Peserta Didik Gemuk 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 % Peserta Didik Gemuk Berdasar grafik di atas dapat kita lihat bahwa prosentase peserta didik gemuk terbanyak terdapat di Puskesmas Samigaluh II sebesar 18,49%, Puskesmas Wates sebesar 13,81% dan Puskesmas Girimulyo II sebesar 12,02%. Baik masalah gizi kurang maupun gizi lebih yang ditemukan dalam penjaringan peserta didik SD/MI telah ditangani oleh Puskesmas setempat melalui kegiatan pendampingan oleh petugas kesehatan dan kader, konseling terhadap orang tua, pemantauan pertumbuhan dengan cara menimbang berat badan secara teratur dan pemberian PMT kepada peserta didik. B. TAJAM PENGLIHATAN Pemeriksaan kesehatan mata yang dilakukan dalam penjaringan kesehatan peserta didik SD/MI dilakukan untuk memeriksa adannya kelainan refraksi mata yaitu rabun jauh (miopia) dan rabun dekat (hipermetropia), bagian bagian (anatomi) mata dan radang mata. Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina sehingga tajam penglihatan menurun.2 Keluhan penderita biasanya berupa melihat jauh kabur, mata lekas lelah, mata berair, pusing dan cepat mengantuk. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata / lensa sferis minus (-). Hasil penjaaringan kesehatan mata peserta didik SD/MI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2014 dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 5 : Grafik Tajam Penglihatan Peserta Didik SD/MI tahun 2014. % Tajam Penglihatan Normal Rabun Jauh Sebanyak 127 siswa (2,05%) telah mengalami rabun jauh (miopia) pada saat masuk Sekolah Dasar. Siswa yang mengalami kelainan refraksi mata hendaknya segera dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan mendapatkan kacamata koreksi. Apabila tidak segera ditangani maka siswa tersebut dapat mengalami gangguan dalam proses belajar mengajar yang akan berdampak pada turunnya prestasi belajar siswa. C. TAJAM PENDENGARAN Pemeriksaan kesehatan indera pendengaran yang dilakukan dalam penjaringan kesehatan peserta didik meliputi pemeriksaan bagian bagian telinga, pemeriksaan telingan, sumbatan serumen, Otitis Media Supuratif Kronis (OMKS) dan pemeriksaan tajam pendengaran (tuli sedang, ringan dan berat). Hasil penjaringan kesehatan peserta didik SD/MI tahun 2014 didapatkan sebanyak 83 siswa(1,34%) mengalami gangguan pendengaran tuli ringan dan 64 siswa (1,03%) mengalami tuli sedang. Hal tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 6 : Grafik Jumlah Peserta Didik Dengan Gangguan Pendengaran Tahun 2014 % Peserta Didik Tuli 1,34 1,03 Normal Tuli ringan Tuli sedang 97,63 Banyaknya peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat keberhasilan proses belajar mengajar sangat dipangaruhi oleh kemampuan siswa dalam mendengar dan melihat. Kelainan pendengaran dapat disebabkan adanya sumbatan serumen.2 Serumen adalah produk kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada kulit liang telinga. Jumlah dan konsistensinya (lunak, keras) bervariasi pada setiap orang. Pengumpulan serumen menyebabkan hantaran suara pada liang telinga.2 Keadaan penumpukan serumen yang keras dan menyumbat liang telinga dikenal sebagai serumen prop. Adakalanya gangguan pendengaran akibat serumen prop ini tidak disadari bila hanya terjadi pada gangguan pendengaran satu sisi telinga. Hal ini sering terjadi pada anak anak.2 Pemeriksaan indera pendengaran lainnya adalah Otitis Media Supuratif Kronis (OMKS) atau congek, yaitu peradangan mukosa telinga tengah disertai keluarnya cairan dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani (gendang telingan berlubang). Cairan mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Cairan dapat terus menerus atau hilang timbul. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil sebanyak 21 siswa (0,34%) mengalami OMKS. Otitis Media pada peserta didik kelas 1 SD/MI terjadi di Puskesmas Temon I sebanyak 1 anak (0,44%), Wates 4 anak (0,39%), Panjatan I sebanyak 1 anak (0,37%), Lendah II sebanyak 12 (3,8%), Pengasih II sebanyak 2 anak (0,62%) dan kalibawang sebanyak 1 anak (0,23%). Hasil tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 7 : Peserta Didik Dengan Gangguan Otitis Media % Otitis Media 3,8 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,44 0,39 0,37 % Otitis Media 0,62 0,23 0 Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.7 D. KESEHATAN GIGI DAN MULUT Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk menemukan kelainan kelainan gigi dan mulut secara dini, sehingga dapat dilakukan pencegahan, pengobatan serta rujukan yang lebih efektif. Hasil penjaringan menunjukkan bahwa 4437 siswa (71,59%) mengalami gigi karies. Hal tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 8 : Grafik Jumlah Peserta Didik dengan Caries Gigi Tahun 2014. % Gigi Karies 28,41 Sehat Gigi Karies 71,59 Gigi berlubang atau karies adalah kerusakan jaringan gigi hingga membentuk lubang. Kerusakan ini ditandai dengan tumbuhnya bercak putih pada permukaan gigi yang lama kelamaan membentuk lubang. Rongga mulut setiap hari penuh dengan bakteri dan sisa makanan sehingga bakteri dapat tumbuh subur, berkelompok, melekat erat pada gigi sebagai lapisan yang lengket dan tidak berwarna yang disebut plak dan hanya dapat dilihat dengan memakai zat pewarna/ disclosing solution. Anak anak cenderung menyukai makanan/minuman yang mengandung gula dan lengket (permen, coklat, sirup, dsb). Sisa makanan tersebut akan menempel pada gigi dan gusi dan diubah oleh bakteri menjadi asam. Asam ini akan melarutkan lapisan luar gigi (email) sehingga menjadi keropos dan berlubang. Bakteri dan plak yang menempel di gusi akan menyebabkan peradangan yaitu gusi menjadi bengkak dan mudah berdarah. Plak lama lama akan mengeras karena mengalami mineralisasi menjadi karang gigi. Karang gigi inilah yang akan menyebabkan peradangan gusi menjadi lebih parah. Gigi karies pada anak sekolah dapat dengan menghilangkan plak dari permukaan gigi dengan menyikat gigi secara teratur dan benar memakai pasta gigi yang mengandung fluor dan sikat gigi yang berbulu halus, permukaannya datar dan kepala sikat kecil sekurang kurangnya 2 kali sehari.8 Setiap anggota keluarga haarus mempunyai 1 sikat gigi dan tidak boleh saling meminjam karena dapat menularkan penyakit. Selain itu hindari kebiasaan makan jenis makanan yang merusak gigi (permen, dodol, coklat, minuman bersoda, es krim) dan membiasakan menyukai makanan yang menyehatkan gigi (sayuran, buah, keju dan susu). E. GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL Gangguan mental emosional yang terjadi pada peserta didik SD/MI di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat dari diagram berikut: Grafik 9 : Grafik Jumlah Peserta Didik dengan Gangguan Mental Emosional tahun 2014 % Gangguan ME 1,65 Sehat Gangguan ME 98,35 Dari diagram di atas terlihat bahwa sebanyak 102 siswa (1,65%)siswa mengalami gangguan mental emosional. Terdapat 8 puskesmas yang memiliki peserta didik dengan gangguan mental emosional, yaitu Puskesmas Temon I (18 siswa), Temon II (37 siswa), Wates (3 siswa), Lendah II (10%), Pengasih I ( 2 siswa) Kalibawang (1 siswa) dan Samigaluh I (1 siswa). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 10 : Grafik Peserta Didik dengan Gangguan Mental Emosional di Puskesmas tahun 2014 % Gangguan ME 18 16,3 16 14 12 10 8,45 8 6 2 % Gangguan ME 3,16 4 0,3 0,7 0,23 0,56 0 Grafik di atas memperlihatkan bahwa prosentase peserta didik yang mengalami gangguan mental emosional paling besar adalah di Puskesmas Temon II (16,3%) dan Puskesmas Temon I (8,45%) dan Lendah II (3,16%). Deteksi dini gangguan mental emosional dilaksanakan dengan cara menanyakan satu persatu perilaku yang tertulis dalam Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMEE) yang berjumlah 12 pertanyaan kepada orang tua/pengasuh anak secara lambat dan jelas. Bila ada jawaban YA maka kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional . Bila jawaban YA hanya 1 (satu) perlu dilakukan konseling kepada orang tua. Apabila jawaban YA ditemukan 2 atau lebih maka siswa tersebut hendaknya dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak. Rujukan harus disertai indormasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional yang ditemukan. 1) Apabila masalah kesehatan mental terlambat dideteksi akan menimbulkan gangguan jiwa yang lebih berat sehingga intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang remaja. 2) Dampak gangguan kesehatan mental terhadap perkembangan remaja antara lain: prestasi akademik buruk, masalah sosial, rendah diri, merokok, kecelakaan dan masalah kenakalan remaja.2) F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam penjaringan kesehatan peserta didik adalah pemeriksaan anemia, kecacingan dan risiko GAKY. Pemeriksaan penunjang dilaksanakan pada peserta didik yang terindikasi secara klinis saja, tidak dilaksanakan pada seluruh sasaran. Hasil pemeriksaan dapat dilihat dalam grafik berikut: Grafik 11 : Grafik Hasil Pemeriksaan Penunjang dalam Penjaringan Kesehatan Peserta Didik SD/MI tahun 2014. % Siswa 1,6 1,4 1,2 1 0,8 % Siswa 0,6 0,4 0,2 0 Anemia Kecacingan Risiko GAKY Grafik di atas menunjukkan bahwa 88 siswa (1,42%) menderita anemia, 9 siswa (0,15%) menderita kecacingan dan 6 siswa (0,10%) menderita risiko Gangguan Akibat Kekuragan Yodium. Bila kita bandingkan dengan data kecacingan yang ada di Kabupaten Kulon Progo tahun 2014 terlihat dalam tabel berikut: Tabel 1 No 1 2 3 4 5 : Tabel Jumlah Penderita Kecacingan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014 Kelompok Jumlah Jumlah Penderita Umur Penduduk Laki Laki Perempuan Jumlah 0 – 4 tahun 24.465 181 186 367 5 – 14 tahun 50.733 100 56 156 15 – 44 tahun 196.863 41 42 83 45 – 64 tahun 106.533 29 26 55 > 65 tahun 51.894 4 7 11 Jumlah 430.488 355 317 672 Berdasar tabel di atas terlihat bahwa penderita kecacingan terbanyak adalah kelompok umur 0-4 tahun sebanyak 367 orang, kelompok umur 5-14 tahun sebanyak 156 orang, kelompok umur 15-44 tahun 83 orang, kelompok umur 45-64 tahun sebanyak 55 orang dan kelompok umur >65 tahun sebanyak 11 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram berikut: Grafik 12 : Grafik Jumlah Penderita Kecacingan Menurut Kelompok Umur Tahun 2014 % Kecacingan 1,64 8,18 0-4 tahun 12,35 5-14 tahun 15-44 tahun 54,61 23,21 45-64 tahun >65 tahun Grafik tersebut menunjukkan bahwa proporsi terbesar penderita kecacingan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2014 adalah kelompok umur 0-4 tahun sebesar 54,61% dan 5-14 tahun sebesar 23,21%. Angka tersebut berasal dari data kunjungan ke Puskesmas di Kabupaten Kulon Progo. Jika kita bandingkan dengan hasil penjaringan kesehatan peserta didik SD/MI terlihat adanya kesenjangan angka yang cukup besar. Hal ini memerlukan perhatian khusus dari Dinas Kesehatan dan jaringannya untuk mengkaji lebih dalam pemeriksaan penunjang dalam kegiatan penjaringan kesehatan peserta didik SD/MI. G. KESEGARAN JASMANI Pemeriksaan kesegaran jasmani dilaksanakan oleh guru pendidikan jasmani, dokter kecil / kader kesehatan remaja dan tenaga kesehatan. Hendaknya kegiatan tersebut dilaksanakan pada pagi atau sore hari (tidak di bawah terik sinar matahari). Berikut hasil pemeriksaan kesegaran jasmani peserta didik SD/MI di Kabupaten Kulon Progo: Grafik 13 : Grafik Hasil Pemeriksaan Kesegaran Jassmani Penjaringan Peserta Didik SD/MI tahun 2014 % Siswa 21,15 Segar Tidak Segar 11,15 Tidak diperiksa 67,7 Diagram di atas menunjukkan sebanyak 4196 siswa (67,70%) dalam kondisi jasmani yang segar, 691 siswa (11,15%) tidak segar dan 1311 siswa (21,15%) tidak diperiksa. Pemeriksaan kesegaran jasmani belum dilaksanakan pada seluruh siswa karena adanya keterbatasan sumber daya selain kurangnya informasi tentang petunjuk pengukuran kesegaran jasmani peserta didik kepada guru pendidikan jasmani di sekolah. Pemeriksaan kesegaran jasmani di Kabupaten Kulon Progo belum dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dari kementrian kesehatan yang meliputi lari cepat, gantung siku tekuk / gantung angkat tubuh, baring duduk, loncat tegak dan lari jarak sedang. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Penjaringan kesehatan peserta didik dilaksanakan di 371 SD/MI dengan sasaran laki laki 3190 orang (51,47%) dan perempuan 3008 (48,59%). 2. Hasil pemeriksaan status gizi menunjukkan 73,85% gizi normal, 2,38% obesitas, 6,59% gemuk, 14,70% kurus dan 2% kurus sekali. 3. Hasil pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan 2,05% peserta didik mengalami rabun jauh. 4. Hasil pemeriksaan 5tajam pendengaran menunjukkan 1,34% peserta didik mengalami tuli ringan, 1,03% tuli sedang dan 0,3% otitis media. 5. Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut menunjukkan 71,59% mengalami caries. 6. Sebanyak 1,65% peserta didik mengalami gangguan mental emosional. 7. Pemeriksaan penunjang (anemia, kecacingan dan risiko GAKY) hanya dilaksanakan pada peserta didik yang terindikasi secara klinis bukan pada seluruh sasaran. 8. Pemeriksaan kesegaran jasmani belum dilaksanakan pada seluruh siswa karena adanya keterbatasan sumber daya dan kurangnya informasi tentang petunjuk pengukuran kesehatan jasmani peserta didik kepada guru penjaskes. B. REKOMENDASI 1. Koordinasi lintas sektor/lintas program pelaksanaan kegiatan pemeriksaan kesehatan peserta didik. 2. Pelatihan atau sosialisasi teknis pemeriksaan jasmani kepada guru pendidikan jasmani. 3. Advokasi anggaran kepada Pemda untuk pelaksanaan pemeriksaan penunjang (anemia, kecacingan dan risiko GAKY). 4. Menyampaiakan feed back hasil pelaksanaan kegiatan pemeriksaan kesehatan peserta didik kepada sekolah untuk dicatat dan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan berkala dan rujukan. DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2010, Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kemenkes 2010. 2. Direktorat Bina Kesehatan Anak 2011, Modul Pelatihan Penjaringan Kesehatan Peserta Didik, Kementrian Kesehatan RI 2011 3. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Departemen Kesehatan RI 2005. 4. Dini Lailani, Hakimi. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas, Sari Pediatri Vol 5 No 3, Desember 2003: 99-102 5. Sartika, Ratu Ayu Dewi, 2011, Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia, Makara Kesehatan, Vol 15, No 1, Juni 2011 :34-37 6. Kementrian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah 7. id.wikipedia.org, radang telinga tengah, 2015. 8. Direktorat Bina Kesehatan Anak,Pedoman Untuk Tenaga Kesehatan: Usaha Kesehatan Sekolah Di Tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI, 2011.