Pengantar untuk Khotbah Jangkep Edisi Mei

advertisement
Khotbah Jangkep Minggu, 7 Agustus 2011
Pekan Biasa Ke Sembilan Belas (Hijau)
BERFOKUS KEPADA TUHAN
Bacaan I: I Raja-raja 19: 9-18; Tanggapan: Mazmur 85: 8 -14;
Bacaan II: Roma 10: 5 – 15; Bacaan III: Injil Matius 14: 22 – 33
Tujuan:
Jemaat memahami bahwa kehidupan yang dijalani meski penuh perjuangan, namun
memiliki keberanian menjalaninya serta mengarahkan perhatiannya kepada Tuhan.
 Dasar pemikiran:
Pengalaman batin yang kita miliki dibentuk dari realitas yang tidak sepi dari
perjuangan hidup. Menjalani hidup berarti dengan keberanian menghadapi tantangan
yang ada. Ada kalanya kita harus dibuat lelah, karena keadaan yang jujur dan manusiawi
yang memang sebagaimana adanya membuat kelelahan, dan dengan tanggapan yang
berbeda-beda. Ada yang berhasil mengatasi masalah namun ada juga yang gagal
menghadapi masalah.
Ada hal yang tidak mungkin ditawar yakni manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
penyertaan Tuhannya. Arah dan perhatian manusia dalam hidup ini tidak bagi dirinya
sendiri, akan tetapi bagi Tuhan Penciptanya. Dengan demikian, hidup yang dijalani
manusia akan terasa lebih ringan.
 Keterangan Tiap Bacaan:
I Raja-raja 19: 9-18. Kembalilah ke jalanmu
Pengaruh Deuteronomis sangat terasa pada liputan perjuangan nabi Elia yang
menjadi nabi agung pahlawan Allah, untuk memperjuangkan bangsa Israel agar tetap
setia kepada Yahweh Allah mereka. Namun keagungan sang nabi disimpan dulu karena
kita mau melihat liputan pelarian sang nabi seperti yang dituturkan oleh redaktor.
Setelah melintasi padang gurun Bersyeba dalam pelarian menghindari pembalasan
dari Putri Izebel, nabi Elia sampailah pada sebuah gunung Horeb. Di gunung itu, Elia
Khotbah Jangkep Agustus 2011
bertemu dengan Tuhan Allah yang hadir di dalam angin sepoi-sepoi basa. Tidak di dalam
gemuruh angin keras yang mampu memecahkan batu, atau dahsyatnya gempa dan api
namun di dalam angin sepoi-sepoi basa, kondisi yang berlawanan dari sebelumnya, yang
jika menurut pertimbangan manusia, Tuhan berada di dalam kedahsyatan itu, namun
ternyata Tuhan berada di dalam angin sepoi-sepoi, angin yang tidak terasa kekuatannya.
Dalam kondisi seperti itu Tuhan menyapa Elia dan memerintahkan Elia untuk kembali
kepada umat Israel guna menata kehidupan sejarah Israel selanjutnya, apa yang
diterima Elia ini berlawanan dengan niat hati Elia yang ingin mengakhiri hidupnya
sewaktu berada di tengah gurun Bersyeba sembunyi dari pengejaran prajurit Izebel. Di
gunung Horeb itu Elia justru menerima tugas besar dari Tuhan untuk kembali kepada
panggilannya guna mempersiapkan kehidupan Israel di masa mendatang. Pemberian
titah kepada Elia ini mengulang kembali peristiwa spektakuler ketika Musa juga
diperintahkan Tuhan menata kehidupan umat dengan memberikan hukum-hukum-Nya.
Kali ini Elia diutus dari tempat yang sama untuk mempersiapkan keberlangsungan
sejarah umat dengan menetapkan raja baru dan seorang nabi muda bernama Elisa
pengganti Elia sendiri.
Mazmur 85:8-14 Tuhan memberi kebaikan, negeri memberi hasil
Pemazmur mengharapkan kehidupan ini berada di dalam suasana yang penuh
keselamatan, kemuliaan, kasih, kesetiaan, keadilan dan damai sejahtera serta
kebaikan. Kehidupan dalam suasana tersebut dirindukan oleh umat manusia. Hal-hal
yang demikian itulah yang difirmankan Tuhan, Tuhan akan berbicara tentang kedamaian
yang diterima dan dirasakan oleh manusia. Kondisi hidup yang sangat didamba oleh
umat Israel, karena -pemazmur mewakili umat Israel- kehidupan umat dirasakan dalam
kondisi keprihatinan akibat dosa dan mohon pengampunan dari Tuhan.
Roma 10:5-15 Dengan hati orang percaya, dengan mulut orang mengaku
Pengakuan iman Rasul Paulus ini menegaskan bahwa Tuhan Yesus Sang
Kebangkitan itu menjadi jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya. Karena
keselamatan itu sudah ditentukan di dalam Kristus Yesus. Kesatuan hidup manusia
dalam kemampuan yang bisa diungkapkan, akan menjadi legitimasi atas apa yang
diyakini. Maka ketika kepercayaan manusia itu dideklarasikan, pastinya dengan mulut
sebagai perantara isi hati, pengakuan dimediasi lewat mulut atas apa yang
sesungguhnya terpendam di hati yakni kepercayaan. Dan kepercayaan itu adalah bagi
Kristus.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Injil Matius 14:22-33 Tuhan atau Hantu
Jika Yesus sedang berjalan di atas air, pada hakikatnya bukan sedang
mendemonstrasikan kekuasaan-Nya, meskipun hal berjalan di atas air adalah wujud
kuasa-Nya juga, akan tetapi ada bagian yang jauh lebih penting, iman kepercayaan
manusia yang terhisab di dalam Kristus hendaknya kokoh tidak ada keraguan sedikitpun,
tidak seperti keraguan Petrus yang meskipun sudah merasakan kekuasaan Yesus karena
diijinkan berjalan di atas air seperti gurunya, namun karena lebih memperhatikan
gelombang ia jadi takut dan akhirnya terperosok ke dalam air. Melalui kisah ini, iman
kepada Yesus Kristus haruslah bulat dan sepenuh hati, kira-kira begitu logika berpikir
penulis Injil ini.
Harmonisasi Bacaan:
Melintasi jalan kehidupan di dunia ini ada yang menggambarkan bagaikan melintasi
padang gurun, kering dan tandus. Penggambaran itu mucul karena realita yang
dijalaninya memang berat. Seperti Elia yang berjalan di padang gurun bersyeba. Jika
manusia mungkin ada yang mengganggap tidak punya arah, tidak demikian bagi Elia, ia
berjalan menuju suatu tempat yang pasti yakni gunung Horeb. Sesampainya di gunung
Horeb, Elia menerima tugas baru dari Tuhan. Elia harus mempersiapkan kehidupan baru
bagi umat Israel dengan melantik raja baru dan mempersiapkan pengganti Elia sendiri,
dengan demikian akan tercipta hidup umat yang kembali dipulihkan untuk berbakti
kepada Allah dan menikmati kedamaian, ketenteraman bahkan kemuliaannya sebagai
bangsa pilihan.
Arah bagi keeyakinan hidup dalam keselamatan, ditegaskan kembali oleh Rasul
Paulus, bahwa keselamatan ditentukan di dalam Kristus Yesus, Ia menjadi jaminan
keselamatan bagi tiap orang percaya. Hidup orang percaya menjadi jelas ada di dalam
kekuatan jaminan itu. Tidak ada lagi keraguan bagi setiap orang yang menyerahkan
hidupnya kepada Kristus.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Khotbah Jangkep
Berfokus Kepada Tuhan
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.
ernahkah saudara sekalian berpikir bahwa mengalami penderitaan itu
menyenangkan? Pastinya pertanyaan ini dianggap tidak menarik, aneh-aneh,
dan tidak masuk akal. Jikalau kita sedang memiliki hutang yang besar, dan
dianggap sedang menderita, tapi kok ya diulangi lagi ya? Pernahkah kita
berdoa untuk dapat mengalami penderitaan? Pasti tidak ada yang mau. “Selamat datang
penderitaan, aku sudah lama menunggumu!” Ungkapan itu akan terasa aneh!
Sekarang biarkanlah hidup ini dengan apa adanya yang terjadi. Namun kita hari ini
diajari oleh Tuhan dalam firman-Nya untuk mampu melihat bagaimana hidup itu perlu
disikapi dengan arif dan bijak. Meskipun tidak ada orang yang berharap agar mengalami
derita bagi dirinya sendiri, mungkin ia mengharap bagi orang lain, akan tetapi bahwa
penderitaan itu toh dialami manusia.
Di saat mengalami derita, manusia membutuhkan kekuatan untuk dapat menahan
derita itu, ketegaran hati dan keyakinan. Perjuangan yang dijalani tidak seperti ketika
tidak mengalami beban derita, bandingkan dengan keadaan dengan beban derita. Pada
kondisi seperti itulah sebenarnya manusia dihadapkan kepada keterbatasannya. Kondisi
kelemahan manusiawi ini pun diungkapkan dengan jujur oleh Kitab Suci melalui lakon
kehidupan para tokoh di dalam Kitab Suci itu.
Nabi Elia dikenal sebagai nabi agung pahlawan Allah, berkat kemampuannya
memperjuangkan kesetiaan umat kepada Allah, ia membunuh empat ratus lima puluh
nabi baal. Namun nabi Elia tidak serta merta puas dengan mengalahkan para nabi baal
itu, ternyata putri Izebel istri raja Akhab tidak dapat menerima tindakan nabi Elia, nabi
Elia pun mendapat ancaman pembalasan sehingga nabi Elia melarikan diri sejauh
mungkin hingga memasuki kawasan padang gurun Beryeba di selatan otoritas kerajaan
Yehuda. Pelariannya sangat jauh ke tengah padang gurun itu, dan di situ pun Elia
memilih dipanggil Tuhan atau dengan kata lain memilih mati, namun berkat
pemeliharaan Tuhan, ia dimampukan berjalan sampai ke gurun Horeb. Puncak dari kisah
nabi Elia ini adalah sang nabi diberi perintah baru untuk menata kehidupan umat pilihan
Allah, penugasan ini mengingatkan orang pada penugasan kepada nabi Musa,
pendahulunya, untuk membawa bangsa Israel menikmati keberlangsungan hidupnya
dengan diberikannya hukum-hukum Tuhan.
Sedikit berbeda dengan penyajian tokoh Kitab Suci lainnya yakni Petrus, yang
walaupun di dekatnya ada Tuhan Yesus yang memastikan diri bukan hantu yang
mengijinkan dan memberi kuasa kepada Petrus untuk berjalan di atas air, sesaat Petrus
bisa seperti gurunya berjalan di atas air, akan tetapi Petrus kemudian lebih memberikan
perhatiannya kepada gelombang yang besar, maka Petrus terperosok ke dalam air.
P
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Mungkin kita menyalahkan Petrus, karena ia tidak percaya, dan seperti teguran dari
Tuhan Yesus kepada Petrus, kita juga ikut latah menegurnya, karena bukankah sikap
dan perilaku Petrus merupakan kesamaan sikap dan perilaku kita. Manakala kita
menghadapi beban dan gelombang kehidupan ini kita kerap kali lebih memberikan
perhatian kita kepada beban dan gelombang kehidupan itu. Suatu hal yang
sesungguhnya merenggut energi yang banyak dari kita karena fokus perhatian kita lebih
kepada beban itu. Inilah yang menyebabkan letih dan lelah karena beban berat.
Kelelahan psikis kerap kali nampak dalam raut muka seseorang sehingga seseorang itu
kelihatan tidak bersemangat, layu, bahkan menjadi lebih tua dari usia yang sebenarnya.
Kelelahan demi kelelahan memang dirasakan manusia, hal itu hendak
menunjukkan bahwa manusia memang amat terbatas. Keterbatasan ini tidak berarti
menjadikan manusia tidak mampu mengalahkannya. Hidup dalam dinamika yang
demikian memang tidak bisa dihindari. Pada intinya manusia tidak mungkin hidup tanpa
segala kemungkinan perubahan yang ada. Oleh karenanya tidak tepat jika manusia
memohon kepada penciptanya untuk dihindarkan dari masalah. Hal yang perlu lebih
diperhatikan bahwa manusia perlu bergantung kepada Tuhannya. Namun sayangnya
untuk hal seperti ini kerap kali Tuhan tidak diakui telah menghantarkan kepada
keberhasilan hidup. Manusia akan mengklaim bahwa semua keberhasilan berkat usaha
dan kepandaiannya sendiri. Dari perkara inilah maka manusia sulit berbagi dengan
sesamanya. Yang berlaku selama ini urusan diri sendiri lebih dikedepankan sedangkan
orang lain menjadi urusan orang lain.
Kehidupan ini memungkinkan adanya perubahan-perubahan. Manusia tidak
mungkin dapat menduga kapan perubahan-perubahan itu terjadi. Sehingga makin
nampaklah keterbatasan itu, apalagi jika membahas perihal kematian, manusia tidak
mampu mengatasinya. Kesadaran akan relasi atau hubungan antara manusia dengan
Tuhannya sangat dibutuhkan bagi manusia itu. Seperti yang terjadi pada hidup nabi
agung Elia, atau pemazmur yang mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan segala
sesuatunya bagi manusia, maka Tuhanlah pemilik sekaligus pemberi semua yang
dibutuhkan manusia. Siapakah manusia sehingga ia tidak membutuhkan Tuhannya?
Realitas hidup ini tidak bisa lepas dari kedaulatan kuasa Tuhan. Sangat tidak masuk akal
jika manusia tidak berelasi dengan Tuhannya.
Sebagai jemaat Kristen, sudah diajari bagaimana kasih Tuhan Allah itu, lebih dalam
lagi pemahaman jemaat akan Allah itu ada di dalam Yesus Kristus. Tuhan yang nyata
dalam hidup ini, yang menyertai kita jemaat-Nya. Tuhan yang memampukan manusia
berjalan dalam misteri hidup ini, Tuhan pula yang menjadi pusat perhatian kita. Jika
Tuhan sudah dijadikan pusat perhatian kita, maka menjalani hidup ini adalah
konsekuensi dari perhatian kita kepada Tuhan. Konsekuensi itu tidak merupakan derita,
tetapi kemampuan untuk menjalani hidup ini. Kalau demikian, maka jalani hidup dengan
penuh syukur dengan tetap mengarahkan perhatian kita kepada Tuhan. Amin.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah
Petunjuk Hidup Baru
Persembahan
: Kolose 1: 21-22
: Kol 1: 23a
: Maleakhi 3: 10
 Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembuka
Nyanyian Penyesalan
Nyanyian Kesanggupan
Nyanyian Persembahan
Nyanyian Penutup
: KJ no. 10: 1,3, 4.
: KJ no. 24a: 1, 2
: KJ no. 240b: 1, 2
: KJ no. 302: 1, 2, 3
: KJ no. 269: 1, 2, 3.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 7 Agustus 2011
Pekan Biasa Kaping Sangalas (Ijo)
ENERING GESANG ANAMUNG DHUMATENG
GUSTI
Waosan I: I Para Raja 19: 9-18; Tanggapan: Jabur 85: 8 -14;
Waosan II: Rum 10: 5-15; Waosan III: Injil Mateus 14: 22-33
Tujuwan:
Pasamuwan saged ngraosaken bilih nglampahi gesang punika, winengku ing kekendelan
lan ngeneraken manahipun tumuju dhumateng Gusti.
 Khotbah Jangkep:
Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Sang Kristus,
unapa nate panjenengan menggalih bilih nampeni karibedan punika
mbingahaken? Temtunipun pitakenan punika kaanggep aneh, boten
pinanggih nalar. Menawi kita gadhah sambetan ageng, asring kaanggep
nembe ngraosaken reribed, ananging dene kok lajeng dipun wangsuli malih? Punapa
nate panjenengan nyenyuwun mugi kaparingana karibedan? Temtu boten wonten
ingkang purun. “Payo mrenea karibedan, aku wus suwe nunggu tekamu!” pratela punika
badhe kaanggep nyleneh.
Samangke kita selehaken rumiyin gesang punika akanthi punapa kemawon ingkang
wonten. Ing dinten punika kita dipun-wulang lumantar pangandikanipun Gusti kangge
saged nyumerepi kadospundi menggahing gesang punika kedah dipun-adhepi kanthi
wicaksana. Sanadyan boten wonten tiyang ingkang ngajeng-ajeng nampeni kasangsaran
tumrap piyambakipun, ananging kasangsaran punika boten saged dipun-selaki dening
manungsa.
Ing wekdal nalika ngalami kasangsaran, manungsa mbetahaken pakiyatan kangge
nahanaken kasangsaran wau, tatag, tanggon lan pitados. Krodhaning tiyang sangsaya
ketingal boten kados nalika nandhang kasangsaran, katandhingna menawi nandhang
kasangsaran. Inggih ing kahanan ingkang makaten punika, kita manungsa dipun
P
Khotbah Jangkep Agustus 2011
sumerepaken dhateng wewatesan kita. Kahanan ingkang ringkih punika ingkang dipunpratelakaken kanthi jujur dening Kitab Suci lumantar lelampahaning gesangipun para
abdinipun Gusti ing Kitab suci.
Nabi Elia kondhang dados nabi agung pahlawanipun Allah, lumantar pakaryanipun
ngekahi ing bab kasetyanipun umat dhumateng Gusti Allah, piyambakipun mejahi
kawan atus seket nabi baal. Nanging nabi Elia boten lajeng rumaos bingah karana
sampun mrajaya nabi-nabi baal wau, pranyata Sang Putri Izebel garwanipun Prabu
Akhab boten saged nampi tumindakipun nabi Elia, sang nabi lajeng pikantuk
pangancamipun Sang Putri Izebel, satemah keplajar ngungsi gesang ngantos plajaripun
tebih sanget dumugi wewengkon pasamunan Bersyeba, inggih punika tlatah sisih kidul
karajan Yehuda. Plajaripun tebih dumugi ing tengahing pasamunan wau, ing ngriku sang
nabi nyuwun kapulunga nyawanipun, kanthi tembung sanes piyambakipun kepingin
seda, ananging karana pangrimatipun Allah, sang nabi kaparingan daya kakiyatan
mlampah tumuju dhateng redi Horeb. Pucaking cariyosipun nabi Elia, sang nabi
kaparingan dhawuh kangge mranata gesangipun umat Israel. Dhawuh punika
ngengetaken tiyang dhateng dhawuh ingkang katampi dening nabi Musa, duk ing uni
wekdal ingkang sampun kapengker, kangge nuntun bangsa Israel nglajengaken gesang
kanthi pepaken-pepakenipun Allah.
Pasamuwan ingkang kinasih,
Beda sakedhik kaliyan cariyosabdinipun Gusti ing Kitab Suci inggih punika
sekabatipun Gusti ingkang nami Petrus. Sanadyan ing sacelakipun Petrus punika Gusti
Yesus piyambak, ingkang sampun ngyektosaken bilih sanes memedi, tuwin sampun
maringi daya pakiyatan, utawi Petrus ingampilan panguwaosipun Gusti saged mlampah
ing sanginggiling toya, ewa samanten karana Petrus langkung nggatosaken prahara,
satemah Petrus ambles ing toya. Bok manawi kita badhe nglepataken Petrus, karana
piyambakipun boten pitados, kadosdene panyaruwenipun Gusti dhateng Petrus, kita
inggih lajeng tumut nyaruwe Petrus, nanging patrapipun Petrus rak inggih sami kaliyan
patrap kita. Nalika kita nahanaken momotaning gesang, kita asring nggatosaken dhateng
momotan lan kasisahaning gesang wau. Satunggal bab ingkang yektinipun badhe nguras
daya pakiyatan karana kita langkung migatosaken dhateng momotan wau. Punika
ingkang njalari sayah lan lungkrah jalaran awrating momotan. Sayahing manah badhe
numusi ing praupanipun tiyang, satemah tiyang ketingal tanpa lejar, alum, ketingal
langkung sepuh katandhingaken kaliyan umuripun.
Sayah lan lungkrah pancen dipun alami dening manungsa, bab punika badhe
nedahaken pancen manungsa punika winates. Nanging wewatesan wau boten ateges
manungsa boten saged ngawonaken. Gesang ing kawontenan ingkang makaten pancen
Khotbah Jangkep Agustus 2011
boten saged dipun-singkiri. Ingkang baku manungsa boten saged gesang tanpa
wontenipun sadaya ewah-ewahan kahananing gesang. Karana saking punika boten trep
manawi manungsa ngunjukaken pandonga nyuwun supados dipun uwalaken saking
prakawis. Ingkang prelu dipun-gatosaken dening manungsa inggih punika manungsa
kedah nggumantungaken gesang dhumateng Gusti Allahipun. Emanipun bilih Gusti Allah
asring boten dipun-akeni sampun nuntun dhateng karaharjaning gesangipun. Manungsa
badhe ngaken bilih sadaya punika awit anggenipun ngupadi lan saking kapinteranipun
piyambak. Ing perangan punika manungsa lajeng boten saged dundum dhateng
sesaminipun. Ingkang kalampahan engga dinten punika manungsa nengenaken dhateng
kabetahanipun piyambak, dene tiyang sanes dados prakawisipun tiyang sanes.
Ing gesang punika cinawisan samukawis ewah-ewahan. Manungsa boten saged
nduwa ewah-ewahan badhe kalampah. Satemah sangsaya melok wewatesaning
manungsa, punapa malih bab pepejah, manungsa babar bisan boten darbe kawasa.
Manungsa sanget anggenipun mbetahaken sesambetan kaliyan Gusti Allah. Kados
ingkang kalampahan ing gesangipun nabi agung Elia, utawi juru mazmur ingkang ngakeni
bilih Gusti Allah nitahaken samukawis kangge manungsa, pramila Gusti piyambak
ingkang kagungan saha maringaken samukawis ingkang dipun-betahaken kangge
manungsa. Sinten ta manungsa punika dene kok boten mbetahaken Gustinipun?
Kasunyataning gesang punika boten saged uwal saking pangreksanipun Allah. Boten
pinanggih nalar manawi manungsa boten sesambetan kaliyan Gustinipun.
Minangka pasamuwan Kristen, ingkang sampun ginulang ing bab kadospundi
katresnanipun Allah, langkung lebet malih panampining pasamuwan ing bab Gusti Allah
wonten ing Sang Kristus. Gusti ingkang nyata wonten ing gesang punika, ingkang
nyarengi kita pasamuwanipun, Gusti ingkang nyagedaken manungsa mlampah ing
sanginggiling prakawis ingkang sinamar lan wigati. Inggih namung Gusti piyambak dados
enering gesang punika. Manawi Gusti sampun dados enering gesang kita, mila ingkang
nama nglampahi gesang punika pancen sampun samesthinipun yen kedah nanggel
punapa kemawon salebeting kita ngenerakaken gesang dhateng Gusti. Punapa ingkang
kita tanggel boten ateges pinangka karibedan, ananging kasagedan kangge nglampahi
gesang punika. Manawi makaten, inggih nglampahana gesang kanthi kebak panuwun
lan tetep ngeneraken gesang lan manah kita dhumateng Gusti. Amin.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat : Kolose 1: 21-22
Pitedah Gesang Enggal : Kolose 1: 23a
Pangatag Pisungsung : Maleakhi 3: 10
 Rancangan Kidung Pamuji :
Kidung Pambuka
Kidung Panalangsa
Kidung Kasanggeman
Kidung Pisungsung
Kidung Panutup
: KPK BMGJ 31: 1,2,3
: KPK BMGJ 44: 1,2,3
: KPK BMGJ 174: 1, 2.
: KPK BMGJ 110: 1,2,3
: KPK BMGJ 125: 1, 3
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 14 Agustus 2011
Pekan Biasa Ke Dua Puluh (Hijau)
YESUS CINTA SEGALA BANGSA
Bacaan I: Yesaya 56:1,6-8; Tanggapan: Mazmur 67
Bacaan II: Roma 11:1-2a,29-32; Bacaan III: Injil Matius 15:21-28
Tujuan:
Jemaat sadar bahwa ia hidup di tengah dunia yang plural. Dengan demikian selayaknya
hidup dengan mewujudkan cinta Allah kepada semua bangsa dan bisa saling membagi
berkat.
 Dasar Pemikiran
Di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural, sikap eksklusif sangat
berbahaya karena bisa memecah persatuan bangsa. Sikap eksklusif itu bisa dimulai
dalam hidup beragama, tetapi juga sebaliknya bisa diurai dengan pemahaman akan
kasih Tuhan yang universal.
 Keterangan Tiap Bacaan
Yesaya 56:1,6-8
Puisi ini berisi mengenai keselamatan yang akan diberikan oleh Tuhan, yaitu saat
ketika keadilan Tuhan berlaku dalam hidup manusia (ayat 1). Dalam pemberlakuan
keselamatan itu Tuhan tidak hanya mengumpulkan kembali orang Israel, melainkan juga
orang-orang asing yang menjadi hamba Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan
Allah tidak dibatasi oleh ras atau bangsa.
Mazmur 67
Mazmur ini adalah mazmur pada waktu panen. Menurut kebiasaan, waktu panen
adalah waktu untuk berkumpul. Oleh karena itu panen juga dipakai sebagai gambaran
berkumpulnya orang-orang dari segala penjuru dan bangsa. Mazmur ini juga
Khotbah Jangkep Agustus 2011
mengingatkan bahwa saat seseorang diberkati – seperti pada waktu panen –
sebenarnya ia juga sedang dipanggil untuk menjadi berkat bagi sesama.
Roma 11:1-2a,29-32
Bagian dari surat Rasul Paulus ini menegaskan bahwa Allah tidak akan menolak
atau melupakan umat pilihan-Nya. Namun di saat yang sama, seperti orang Israel
menerima kemurahan keselamatan saat mereka tidak taat, orang-orang asing pun bisa
menerima hal yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan adalah untuk Israel
dan orang asing juga.
Matius 15:21-28
Perempuan yang meminta tolong Yesus bukan sekadar orang asing, tetapi juga
orang Kanaan yang adalah musuh bebuyutan Israel. Namun dalam dialog antara Yesus
dan dia, perempuan itu menunjukkan kebesaran imannya. Ia menunjukkan bahwa orang
asing pun layak menerima ‘remah roti’ dari Israel. Hal ini menunjukkan bahwa
keselamatan yang diawali oleh Yesus di Israel akan berlaku pula bagi bangsa-bangsa lain.
Renungan atas Bacaan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Suku, agama, adat istiadat, bahasa,
dan pandangan politik tidak ada yang tunggal. Atas dasar keberagaman itulah bangsa ini
didirikan, sehingga kita mengenal semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini, kita sering mendengar, melihat, menyaksikan
keberagaman itu dicoreng oleh sikap rakyat Indonesia sendiri yang tidak mau
menghargainya. Perselisihan, konflik, bahkan kekerasan hanya karena golongan yang
satu berbeda dengan golongan yang lain, sering terjadi dan pada beberapa kasus sulit
untuk dipadamkan atau diselesaikan.
Perselisihan, konflik, bahkan kekerasan itu bersumber dari pemahaman bahwa
golongannyalah yang benar dan karenanya golongan yang lain harus dimusnahkan.
Dalam hal ini pembacaan dan penafsiran terhadap teks suci masing-masing agama
sering kali berperan besar.
Dalam Kekristenan sendiri, pembacaan teks-teks Alkitab mengenai bangsa atau
umat yang terpilih bisa menjadi dasar sikap eksklusif yang meniadakan golongan lain.
Namun bacaan-bacaan kita hari ini menunjukkan sisi lain dari keterpilihan itu. Tuhan
tidak pernah bermaksud memberikan keselamatan hanya kepada ‘umat terpilih’. Tuhan
melebarkan sayap keselamatan-Nya pada orang-orang asing, seperti tampak dalam
Yesaya, Roma, dan Matius. Ketiga bacaan itu saling menegaskan bahwa Tuhan tidak
Khotbah Jangkep Agustus 2011
hanya akan menyelamatkan orang Israel, melainkan juga bangsa-bangsa asing, bahkan
yang selama ini dikenal sebagai musuh Israel.
Lalu untuk apa penyelamatan itu diberikan? Mazmur menggambarkannya sebagai
perayaan panen saat semua orang berkumpul dan membagi sukacita. Keselamatan
mengajak semua bangsa bersatu dan saling membagi berkat. Saat Yesus cinta segala
bangsa, umat-Nya pun diajak untuk mencintai segala bangsa dan berbagi berkat dalam
hidup setiap hari. Indonesia pun bisa diharapkan pulih kembali.
Harmonisasi Bacaan Leksionari
Teks dari Yesaya, Roma, dan Matius terkait melalui ide mengenai tercakupnya
bangsa asing dalam karya penyelamatan Allah. Teks Mazmur memberi warna yang
menunjukkan bahwa keselamatan yang universal itu harus bisa diwujudkan dalam
bentuk saling membagi berkat.
Pokok dan Arah Pewartaan
Kasih Tuhan yang universal memampukan jemaat menerima perbedaan tanpa
membeda-bedakan dan merayakan hidup bersama orang-orang yang berbeda.
 Khotbah Jangkep
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan,
ari ini adalah Hari Pramuka Indonesia. Mungkin sebagian di antara kita
pernah atau masih mengalami menjadi Pramuka. Atau jika sebelum tahun
1961, dikenal sebagai Pandu. Umumnya Pramuka menjadi hal wajib di
sekolah-sekolah, walau pelasanaannya di luar pelajaran sekolah, atau ekstra-kurikuler.
Bagi sebagian siswa mungkin Pramuka menjadi beban berat, bagi yang lain menjadi hal
yang dicintai. Namun terlepas dari disukai atau tidak, jika kita tilik dalam Dasa Dharma
Pramuka yang wajib dihafal dan diwujudkan oleh semua anggota Pramuka, kita bisa
melihat semangat yang baik dan sangat dibutuhkan oleh kita semua. Mari kita ingat
kembali isi Dasa Dharma Pramuka itu.
H
1.
2.
3.
4.
Pramuka itu:
Taqwa kepada Tuhan yang Mahaesa
Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
Patriot yang sopan dan ksatria
Patuh dan suka bermusyawarah
Khotbah Jangkep Agustus 2011
5. Rela menolong dan tabah
6. Rajin, terampil, dan gembira
7. Hemat, cermat, dan bersahaja
8. Disiplin, berani, dan setia
9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
Jika saja kesepuluh darma tadi dihafal dan dilaksanakan oleh setiap anggota dan
mantan anggota Pramuka, rasanya kehidupan sehari-hari akan bisa dihidupi dengan
nyaman dan menyenangkan.
Apalagi jika diterapkan dalam hidup berbangsa Indonesia yang di dalamnya
terdapat keberagaman yang sangat besar. Rasanya di Indonesia ini segalanya beragam,
tidak ada yang tunggal. Suku, bahasa, adat istiadat, agama, sampai pandangan politik,
semuanya beragam. Itulah sebabnya bangsa ini memiliki semboyan Bhinneka Tunggal
Ika; Berbeda-beda tetapi tetap satu. Jika darma nomor dua dan empat saja
dilaksanakan, niscaya keberagaman di Indonesia akan menjadi harta bangsa yang paling
berharga.
Namun pada kenyataannya, keberagaman di Indonesia sering dijadikan masalah.
Golongan-golongan tertentu kadang merasa hanya golongannyalah yang benar,
sehingga golongan lain harus dimusnahkan. Sikap seperti ini disebut sebagai eksklusif.
Hal ini menyebabkan timbulnya perselisihan, konflik, bahkan kekerasan antar golongan
yang ada, baik suku, agama, politik, dan lain-lain.
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Salah satu hal yang bisa menjadi dasar sikap eksklusif adalah pada pembacaan Teks
Kitab Suci masing-masing agama. Misalnya, pada Kekristenan, pembacaan mengenai
umat pilihan bisa menyebabkan sikap eksklusif yang menyebabkan pandangan
merendahkan dan upaya menghancurkan pihak lain. Karena merasa diri adalah umat
pilihan, orang dari agama lain, atau gereja lain, atau orang Kristen dari suku lain berada
di luar umat pilihan sehingga harus ditiadakan.
Senada dengan hal itulah pemahaman umum yang ada dalam masyarakat Yahudi
zaman Alkitab. Bangsa Yahudi atau Israel adalah bangsa yang sangat eksklusif. Orang
yang berbeda dalam pelaksanaan ajaran agama, apalagi orang asing, dianggap sebagai
orang yang najis, berada di luar keselamatan, dan itu berarti bisa dianggap bukan
sesama manusia.
Namun dalam bacaan pertama dari Kitab Yesaya tadi kita mendengar bahwa Tuhan
sendiri berfirman bahwa orang-orang asing juga mendapat tempat dalam keselamatan.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Bukan hanya orang Yahudi/Israel, melainkan juga orang asing yang juga takut kepada
Tuhan.
Hal ini juga mendapat penegasan dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma.
Jika dahulu orang Yahudi menerima kemurahan keselamatan saat mereka tidak taat,
orang asing juga bisa menerima hal yang sama. Hal ini menunjukkan pengajaran Rasul
Paulus mengenai sifat keselamatan yang berlaku bagi semua orang.
Dengan lebih ekstrem, pengalaman Yesus dengan perempuan Kanaan
menunjukkan kenyataan bahwa keselamatan juga bagi bangsa asing. Perempuan yang
minta tolong pada Yesus bukan sekadar bangsa asing, tetapi termasuk bangsa Kanaan,
yang adalah musuh bebuyutan orang Israel. Namun perempuan itu justru disebut
sebagai memiliki iman yang besar. Tampaknya tidak ada orang lain yang disebut
demikian oleh Tuhan Yesus. Kebesaran imannya tampak pada keyakinan perempuan itu
bahwa kasih Tuhan tidak bisa dibatasi oleh bangsa. Orang-orang bukan Israel pun bisa
menerima kasih yang sama dengan yang diterima oleh Israel, walau dalam dialog itu
digambarkan seperti anjing memakan remah-remah roti anak-anak.
Ketiga bacaan tadi saling mendukung dan menegaskan bahwa keselamatan yang
merupakan wujud kasih Tuhan kepada manusia tidak bisa dibatasi oleh apapun,
termasuk suku atau bangsa yang membatasi hubungan antar manusia. Itu berarti secara
lebih umum bisa dikatakan, kasih Tuhan tidak terbatas. Dengan bahasa sederhana yang
sering menjadi nyanyian anak-anak sekolah Minggu, Yesus cinta segala bangsa.
Jika memang demikian ayat bacaan kita berbicara, sebenarnya sedang berbicara
kepada kita yang hidup di tengah keberagaman ini. Jika kasih Tuhan tidak terbatas oleh
perbedaan-perbedaan yang ada dalam hidup manusia, tentunya kita pun tidak
selayaknya membeda-bedakan manusia hanya karena perbedaan yang ada. Perbedaan
itu wajar, tetapi jika dibeda-bedakan, itu menjadi tidak wajar.
Namun jika kita sudah belajar untuk tidak membeda-bedakan berdasarkan
perbedaan yang ada, apa yang selanjutnya harus kita lakukan? Apa yang seharusnya
terwujud dalam hidup keseharian?
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Mazmur yang menjadi tanggapan bacaan tadi menggambarkan suasana panen.
Dalam kebiasaan di Israel, dan di Jawa juga rasanya, panen adalah saat seluruh anggota
keluarga dan masyarakat berkumpul untuk merayakan kegembiraan. Tua, muda, miskin,
kaya, berkumpul menjadi satu, merayakan berkat Tuhan melalui hasil panen. Dan yang
namanya pesta panen atau festival, tidak ada pembedaan antara golongan yang satu
dengan yang lain. Semua membaur berbagi kebahagiaan yang dirasakan.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Saat hidup bersama tidak lagi saling membeda-bedakan karena perbedaan,
sebenarnya seperti sedang berada dalam pesta atau festival. Semua berkumpul untuk
bersama-sama merayakan hidup dan berbagi berkat yang telah diterima.
Merayakan hidup berarti menerima semua orang sebagai sesama manusia, apapun
golongannya. Berarti pula saling menolong karena masing-masing telah merasa
terberkati. Demikian pula bahu-membahu untuk membawa kesejahteraan dan
kebahagiaan bersama dengan segala potensi dan kemampuan masing-masing. Tidak
perlu mempertentangkan dogma agama atau adat istiadat masing-masing suku,
melainkan berkarya bersama demi kemanusiaan.
Asia, termasuk di dalamnya Indonesia, terkenal karena kondisi kemiskinannya yang
parah. Maukah kita bersama berjuang untuk mengurangi jumlah orang miskin?
Indonesia juga pernah dijuluki sebagai perusak hutan terbesar yang pasti berdampak
juga pada pemanasan global. Maukah kita bersama berjuang memelihara alam kita?
Indonesia berada di daerah yang rawan bencana alam. Maukah kita bersama-sama siaga
untuk mengurangi resiko bencana alam dan bergotong-royong merehabilitasi saat telah
terjadi bencana? Indonesia adalah negara yang rawan bencana sosial pula. Maukah kita
saling merendahkan diri dan menghargai, sehingga hidup bisa dirayakan bersama dalam
kebahagiaan?
Jika para Pramuka yang kita peringati hari ini sebagian sudah memulainya melalui
Dasa Darma Pramuka yang menjadi tuntunan moralnya, saatnya kita sebagai umat dari
Tuhan yang cinta segala bangsa melakukan hal yang senada. Amin.
 Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah
Petunjuk Hidup Baru
Dasar Persembahan
: Kolose 2: 6-19
: Hosea 1: 2-10
: Mazmur 138
 Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembuka
Nyanyian Penyesalan
Nyanyian Kesanggupan
Nyanyian Persembahan
Nyanyian Penutup
:KJ 13: 1-4
:KJ 23: 1-3
:KJ 375
:KJ 293: 1:KJ 453: 1-3
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 14 Agustus 2011
Pekan Biasa Kaping Kalih Dasa (Ijo)
GUSTI YESUS TRESNA
SADAYA BANGSA
Waosan I: Yesaya 56:1,6-8; Tanggapan: Jabur 67
Waosan II: Rum 11:1-2a,29-32; Waosan III: Injil Mateus 15:21-28
Tujuan:
Pasamuwan sadhar bilih gesangipun wonten ing donya kaaben-ajengaken kaliyan
mawarni pemanggih, kapitadosan engkang benten (plural). Warganipun pasamuwan
kasagedna gesang prasaja, kanthi tansah nengenaken gesang kebak ing sih, mbabaraken
berkah lan mujudaken sihing Allah ing tengahing bangsa.
 Khotbah Jangkep
Pasamuwan ingkang dipun kasihi dening Gusti,
inten punika pengetan Hari Pramuka Indonesia. Mbok bilih ing antawising
kita wonten ingkang nate utawi taksih dados Pramuka. Saderengipun taun
1961, Pramuka dipun-sebat Pandu. Padatanipun ingkang ndherek Pramuka
punika lare sekolah, dene pramuka wau kawontenaken ing sajawining
wekdal sinau ing sekolah, utawi ekstra-kurikuler. Saperangan lare mbok
bilih boten remen, nanging sanesipun iinggih wonten ingkang remen sanget. Sanadyan
lare remen punapa boten dhateng Pramuka, ingkang nama Dasa Dharma Pramuka
ingkang kedah dipun apalaken dening anggota Pramuka punika sae sanget kangge kita.
Sumangga kita tingali isining Dasa Darma Pramuka punika wonten ing Bahasa Indonesia
Pramuka itu:
1. Taqwa kepada Tuhan yang Mahaesa
2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3. Patriot yang sopan dan ksatria
4. Patuh dan suka bermusyawarah
5. Rela menolong dan tabah
6. Rajin, terampil, dan gembira
7. Hemat, cermat, dan bersahaja
D
Khotbah Jangkep Agustus 2011
8. Disiplin, berani, dan setia
9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan
Menawi sadasa prakawis kala wau dipun-apalaken lan ugi dipun-estokaken dening
anggota lan mantan anggota Pramuka, andayani gesang punika badhe kraos
ngremenaken.
Punapa malih ing satengahing gesangipun bangsa Indonesia ingkang maneka warni
punika. Ing Indonesia punika ndarbeni samukawis wewernen. Suku, basa, adat tatacara,
agami, lan golongan politik, sadaya warni-warni. Karana saking punika bangsa Indonesia
lajeng gadhah sesanti, Bhinneka Tunggal Ika; sanadyan beda-beda nanging tetep
satunggal lan manunggal. Menawi Dasa Darma Pramuka kala wau dipun-lampahi
ingkang nomer kalih lan sekawan kemawon, badhe karaos beda-bedanipun bangsa
Indonesia punika badhe dados bab ingkang aji sanget.
Nanging kasunyatanipun, beda-bedanipun bangsa Indonesia punika asring dipun
dadosaken reribed. Saperangan golongan rumaos leres piyambak, mila pangangkahipun
golongan sanes kedah dipun sirnakaken. Pamanggih ingkang makaten punika dipunwastani eksklusif. Pamanggih kados makaten punika njalari crah utawi malah ngantos
ngginakaken kekerasan, ing antawising golongan, sae suku, agami, punapa dene politik,
lsp.
Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti.
Satunggaling prakawis ingkang saged njalari tuwuhipun sikep eksklusif (boten saged
nampi bab ingkang beda) inggih punika caranipun maos Kitab Sucinipun piyambakpiyambak. Upaminipun, ing agami Kristen, menawi sami maos bab umat prajanjian,
lajeng saged nuwuhaken raos bilih piyambakipun langkung inggil lan leres piyambak.
Dados tiyang ingkang beda agami, greja, lan tiyang Kristen ingkang boten nunggal
bangsa kedah dipun sirnakaken.
Pamanggihipun bangsa Yahudi utawi Israel ing Kitab Suci inggih kados makaten.
Sami rumaos bilih bangsa Israel dados bangsa pilihanipun Gusti, temahan bangsa sanes
inganggep mapan ing sajawining kawilujengan lan ateges najis, kaanggep sanes
sesamining manungsa.
Nanging waosan kapisan saking Kitab Yesaya kala wau, nelakaken bilih Gusti
medhar sabda bab bangsa manca ingkang tumut mlebet dhateng kawilujengan. Boten
namung tiyang Israel, nanging ugi bangsa manca ingkang ajrih asih dhateng Gusti.
Prakawis punika dipun-tandhesaken malih nalika kita maos seratipun Rasul Paulus
kagem pasamuwan ing kitha Rum. Menawi rumiyin tiyang Yahudi nampeni
kamirahaning Gusti arupi kawilujengan, sapunika tiyang manca ugi nampeni kanugrahan
Khotbah Jangkep Agustus 2011
ingkang sami. Punika piwulangipun Rasul Paulus bilih sesipataning kawilujengan punika
kangge sadaya tiyang.
Kanthi langkung tajem malih, pepanggihanipun Gusti Yesus kaliyan tiyang estri
saking Kanaan wau, nelakaken bilih kawilujengan punika ugi kangge tiyang manca.
Tiyang Kanaan kala samanten kaanggep satrunipun bangsa Israel wiwit wiwitan mila.
Nanging tiyang estri saking Kanaan wau malah dipun-sebat dening Gusti Yesus gadhah
pangandel ingkang ageng. Ketingalipun boten wonten tiyang sanes ingkang dipun sebat
makaten dening Gusti Yesus. Agenging pangandelipun punika ketawis saking
anggenipun pitados bilih katresnanipun Gusti boten winates namung wonten ing
satunggal bangsa. Tiyang sajawining Israel inggih saged nampeni katresnan punika.
Sanadyan namung dipun-gambaraken kados segawon ingkang nedha cuwil-cuwilaning
roti ingkang dhawah saking meja.
Waosan ingkang kaping tiga kala wau, nelakaken ugi bilih kawilujengan punika
wujuding katresnanipun Gusti dhateng manungsa lan boten saged dipun-watesi punapa
kemawon, kalebet bangsa. Menawi lare sekolah minggu punika anggenipun sami
tetembangan, “Yesus cinta s’gala bangsa… s’gala bangsa di dunia…”
Menawi ayat-ayat wau ngendikakaken bab punika, ateges kita boten pareng
amemilah, bilih beda punika sampun limrah. Nanging patrap memilah punika klentu.
Dene menawi sampun boten wonten patrap mbedak-bedakaken, lajeng punapa ingkang
kedah kita lampahi salajengipun?
Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti,
Kitab Jabur ingkang dados tanggapan, nggambaraken kawontenan panen.
Padatanipun ing Israel, lan ugi ing Jawi, wekdal panen punika wekdalipun sadaya
anggotaning brayat lan masyarakat ngempal, sami ngawontenaken pahargyan. Sae
ingkang sepuh, anem, mlarat, sugih, sami ngempal, nunggil dados satunggal, boten
wonten ingkang dipun bedak-bedakaken. Naminipun wekdal bingah, inggih lajeng pista,
tipis tur rata. Sadaya pikantuk bageyan ingkang sami, boten dipun bedakaken. Sadaya
ngaturaken panuwun awit berkahipun Gusti lumantar panen ingkang dipun-tampeni.
Sadaya kabingahan kaesokaken temahan sadaya ugi ngraosaken kabingahan punika.
Menawi ing salebeting gesang boten sami dipun-bedakaken malih, gesang punika
ngemperi kados saweg wonten ing salebeting pista. Sadaya mahargya gesang, sadaya
andum kabingahan lan berkah ingkang sampun dipun-tampeni.
Mahargya gesang ateges nampeni sadaya tiyang minangka sesami manungsa,
boten gumantung kaliyan golonganipun. Ugi ateges sami tulung-tinulung amargi sadaya
rumaos sampun binerkahan. Makaten ugi sami sesarengan mbekta karaharjan lan
kabingahan lumantar kesagedan ingkang dipun paringaken dening Gusti. Boten sisah
dredah bab piwulang agami utawi bab adat bangsanipun piyambak-piyambak.
Sesarengan makarya kangge manungsa.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Asia, kalebet Indonesia, misuwur amargi kathah tiyang mlaratipun. Lan malih
mlaratipun punika boten namung mlarat limrah, ananging mlarat ingkang sanget.
Punapa kita sami purun sesarengan mbudidaya ngirangi cacahing tiyang ingkang mlarat
sanget punika? Indonesia ugi nate dipun wastani negari ingkang paling kathah ngrisak
wana, ingkang damel donya sangsaya benter. Punapa kita sami purun sesarengan njagi
kawontenaning bumi kita punika? Indonesia mapan ing panggenan ingkang gampil
kenging bencana alam. Punapa kita sami purun sesarengan siyaga temahan menawi
wonten bencana boten kathah korban lan menawi sampun ketaman bencana, punapa
kita purun gotong-royong mbiyantu mulihaken malih? Indonesia ugi gampil sanget
ngalami bencana sosial. Punapa kita purun sami andhap asor lan ngajeni tiyang sanes,
temahan gesang punika saged dipun-lampahi sesarengan ing salebeting kabingahan?
Dinten punika dinten Pramuka. Para Pramuka punika sampun miwiti kasaenan
lumantar Dasa Darma Pramuka ingkang dados tuntunanipun. Sapunika wekdal kangge
kita minangka umatipun Gusti ingkang tresna dhateng sadaya bangsa, katimbalan
kangge leladi ingkang sami. Amin.
 Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat
: Kolose 2: 6-19
Pitedah Gesang Enggal : Hosea 1: 2-10
Pangatag Pisungsung
: Jabur 138
 Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka
Kidung Panelangsa
Kidung Kesanggeman
Kidung Pisungsung
Kidung Panutup
: KPK BMGJ 7: 1-3
: KPK BMGJ 7: 1-3
: KPK BMGJ 46: 1, 2
: KPK BMGJ 186: 1: KPK BMGJ 86: 1-3
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Rabu, 17 Agustus 2011
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 66
ALLAH SUMBER PENGHARAPAN SEGALA
BANGSA
Bacaan I: Yesaya 11:1-10; Tanggapan: Mazmur 117
Bacaan II: Roma 15:1-13; Bacaan III: Injil Matius 12:15b-21
Tujuan:
Jemaat dimampukan untuk dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dan
memaknai kepelbagaian bukan sebagai musuh, untuk membangun negeri hidup dalam
damai sejahtera.
 Dasar Pemikiran
Kemerdekaan berarti panggilan hidup bagi setiap warga negara untuk
memperlihatkan baktinya, menghadirkan damai sejahtera. Rusaknya bangsa adalah
rusaknya kehidupan dan spiritualitas. Jemaat diharapkan mampu memperlihatkan
spiritualitas hidup berbagi dan bekerja sama dengan berbagai kelompok bagi
pembangunan negeri.
 Keterangan Tiap Bacaan
Yesaya 11:1-10 (Tuhan, Panji bagi segala Bangsa )
Kesaksian ini diberikan ketika umat hidup dalam keterancaman kehancuran, untuk
memperlihatkan spiritualitas hidup yang benar. Ayat 1-5 berisi gambaran Ideal Seorang
Raja yang akan memimpin negeri. Ayat 6-9 berisi misi Raja tadi, yaitu mengembalikan
keadaan menjadi baik kembali. Ayat 10 berisi gerakan yang akan dilakukan oleh raja
tadi, yaitu mengembalikan kemuliaan dan kewibawaan negeri.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Mazmur 117 (Pujilah Tuhan segala Bangsa)
Mazmur puji-pujian yang berisi tentang kasih Tuhan kepada segala bangsa, yaitu
bangsa Yahudi maupun non Yahudi. Dengan kata: hebat atas kita, Pemazmur
menyatakan bahwa tindakan kasih Tuhan diperuntukkan bagi kehidupan sejagad.
Roma 15:1-13 (Allah memberikan kerukunan)
Rasul Paulus menganjurkan umat hidup dalam kerukunan dengan siapapun meski
berbeda latar belakang karena kasih Tuhan pun diberikan kepada semua umat manusia.
Rasul Paulus menggemakan semangat egaliter, yakni kesamaan di hadapan Tuhan dan
kesamaan dalam bertanggungjawab terhadap keutuhan negeri. Dengan demikian kita
telah turut memperkenalkan bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan yang telah
memberikan kasih dan kerukunan bagi setiap bangsa.
Injil Matius 12:15b-21 (Kepada-Nyalah semua bangsa berharap)
Orang Farisi sulit mengakui Yesus sebagai Mesias sehingga berniat menyingkirkanNya. Yesus tidak menanggapi dengan kekerasan, melainkan menunjukkan kasih-Nya
kepada setiap orang, spiritualitas yang bersedia melayani. Padahal pada saat itu orang
Yahudi berharap Mesias akan mengembalikan supremasi Raja Daud. Namun bagi Yesus
spiritualitas yang bersedia mengasihi dan melayani menghantarkan setiap umat
manusia kepada hidup berpengharapan.
Harmonisasi Bacaan
Perubahan paradigma tentang Allah dan karya-Nya penting dilakukan. Yesaya
menghadirkan spiritualitas baru mengenai Raja yang akan mengembalikan hidup pada
kebaikannya. Pemazmur mengakui bahwa kehadiran Raja adalah untuk semua bangsa.
Surat Roma menegaskan bahwa Allah tidak boleh diproyeksikan bagi kepentingan diri
atau golongan. Matius mengungkapkan Mesias menjadi Raja bukan dengan kekerasan,
melainkan pelayanan.
Pokok dan Arah Pewartaan
Kesediaan untuk mengubah paradigma bahwa Tuhan adalah Mesias/Raja yang
bukan sekadar unjuk kebolehan memampukan umat berkerjasama dengan umat lain
dalam membangun negeri.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Khotbah Jangkep
Jemaat yang dikasihi Tuhan
ari ini adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebab tepat 66 tahun
negara indonesia merdeka.
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Itulah seruan yang pernah menggema
pada tanggal 17 Agustus 1945. Seruan yang membuncahkan pengharapan untuk
menjadi bangsa yang berdaulat. Sekarang, apa makna seruan itu bagi kita?
Tahun ini kita, masyarakat Indonesia, diperhadapan pada persoalan dalam negeri
yang tidak ringan. Pergolakan kelompok yang mengatasnamakan NII, berita pejabat
negeri yang melakukan tindakan korupsi, petinggi-petinggi yang berebutan kekuasaan
kepengurusan organisasi sepak bola, anak-anak yang seharusnya bersekolah malah
bekerja karena disuruh orang tuanya, berita tentang kriminalitas, pembunuhan serta
penindasan, dan masih banyak berita-berita yang lain.
Benarkah kita sudah merdeka? Apa makna berdaulat? Bebas melakukan semaumaunya dan sehabis-habisnya yang penting diri pribadi kaya, senang, dan menang?
Bagaimana iman Kristen memaknai dan mengartikan kemerdekaan?
H
Jemaat yang dikasihi Tuhan
Mari kita berupaya memberi makna baru terhadap arti kata merdeka. Makna yang
lebih bisa sesuai dengan situasi negeri kita. Sehingga kata Merdeka menggemakan
kebanggaan saat diserukan.
Pemaknaan itu akan bisa terjadi jika kita sebagai masyarakat dan umat beragama
berani memulai memaknai ulang konsep ketuhanan. Sebab ketika praktek keagamaan
masih dijalankan atas dasar kecurigaan-kecurigaan terhadap pemeluk agama lain dan
keegoisan maka yang muncul adalah kepentingan kelompokku dan diriku. Nabi Yesaya
dalam pernyataannya telah membantu kita untuk berani melakukan perubahan dalam
memaknai kemerdekaan dengan menghadirkan pemaknaan ulang terhadap karya Sang
Mesias. Kehadiran-Nya diperuntukkan bagi seluruh bangsa untuk mengembali kan
kehidupan ke dalam suasana seperti di firdaus (Yesaya 11:6-9). Sang Mesias tidak
digambarkan sebagai yang mengangkat senjata untuk berperang sebagaimana yang
diharapkan oleh umat atas kebangkitan kembali dinasti Daud.
Pemazmur pun memberikan penegasan bahwa kehebatan kuasa Allah tidak hanya
untuk diri kita (agama, kelompok, suku) tetapi untuk seluruh bangsa. Kalau dihubungkan
dengan Indonesia, kasih dan kuasa Allah bukan hanya untuk dinikmati oleh kaum Kristen
Khotbah Jangkep Agustus 2011
saja. Melainkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian kasih dan kuasa
Allah diperuntukkan bagi setiap umat untuk membangun negeri ini.
Jadi jika kita secara sembunyi-sembunyi masih berharap negeri ini dipimpin oleh
kaum Kristen atau banyak petinggi-petinggi negeri yang beragama Kristen, apa bedanya
kita dengan kelompok yang menggelorakan NII? Selama masih ada kecurigaankecurigaan dan sentimen serta keegoisan, maka yang digemakan oleh Rasul Rasul
Paulus, yaitu hidup rukun dengan semua pemeluk agama akan menjadi retorika belaka.
Dan jika itu yang terjadi maka kasih dan kuasa Tuhan tidak lagi menjadi milik anak
bangsa, masyarakat Indonesia.
Jemaat yang dikasihi Tuhan
Perubahan paragdima tentang konsep ketuhanan itu harus dimulai dengan hidup
yang bersedia rukun dengan sesama. Bekerja sama tanpa harus dibayang-bayangi rasa
kecurigaan akan dikristenkan, dsb. Semangat egaliter yang diserukan oleh Rasul Paulus
adalah semangat yang harus kita gemakan saat ini: bahwasanya kasih dan kuasa Tuhan
adalah untuk kebaikan sesama.
Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Mengubah paradigma sama
artinya dengan memutus mata rantai kecurigaan, sentimen, dan keegoisan. Seperti yang
dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang telah bersedia untuk tidak menuruti keinginankeinginan umat pada waktu itu. Ketika semangat kesukuan menguat dan bahkan
bersepakat untuk membunuh, Tuhan Yesus malah menyingkir dan memproklamirkan
spiritualitas yang membangkitkan pengharapan. Kecurigaan, sentimen, dan keegoisan
tidak ditanggapi dengan hal yang sama melainkan dengan spiritualitas melayani dan
mengasihi. Gambaran yang berbeda dengan yang diharapkan umat Yahudi pada waktu
itu. Mereka berharap Mesias datang menjadi Raja yang akan mengembalikan supremasi
Raja Daud. Sedangkan Yesus adalah Mesias yang menghadirkan Spiritualitas pelayanan.
Jati diri sebagai Mesias ditampilkan secara berbeda oleh Yesus. Bukan dengan
pedang atau berbantah. Melainkan dengan spiritualitas yang bersedia mengasihi dan
melayani. Perubahan ini dapat menghantarkan bangsa-bangsa di luar bangsa Israel dan
umat di luar suku Yahudi untuk menaruh harapan dan berharap kepada Tuhan Allah.
Jemaat yang dikasihi Tuhan
Menyambut dan hidup dalam kemerdekaan Indonesia yang ke 66 adalah dengan
memperlihatkan wajah Tuhan yang sudah dikenalkan oleh Yesus. Dengan demikian
nantinya segala mulut pun memuji bahwa Tuhan adalah Allah yang penuh kasih dan
sumber pengharapan bagi setiap umat manusia. Amin.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah
Petunjuk Hidup Baru
Nast Persembahan
: Yohanes 3:16
:
: Markus 12:41-44
 Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan
Nyanyian Penyesalan
Nyanyian Kesanggupan
Nyanyian Persembahan
Nyanyian Penutup
:
:
:
:
:
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Rebo, 17 Agustus 2011
Tanggap Warsa Kamardikan RI Kaping 66
GUSTI ALLAH PUNIKA
TUKING PANGAJENG-AJENGIPUN SADAYA
BANGSA
Waosan I: Yesaya 11:1-10; Tanggapan: Jabur 117
Waosan II: Rum 15:1-13; Waosan III: Injil Mateus 12:15b-21
Ancas:
Pasamuwan kabereg mbangun sesambetan sae kaliyan sadherek-sadherek agami sanes.
Ugi kaatag mangertosi bilih beda-beda ingkang wonten ing satengahing masyarakat
boten ateges njalari memengsahan, nanging sami mangretosi tanggel jawab mbudidaya
tentrem rahayu mawujud ing satengahing Indonesia.
 Khotbah Jangkep
Para sadherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
inten punika mujudaken dinten ingkang adi, awit samangke sampun 66 taun
anggenipun bangsa kita mardika. Merdeka, merdeka, merdeka! Minangka
panguwuh ingkang sampun ngumandhang rikala 17 Agustus 1945.
Minangka panguwuh ingkang nglairaken pangajeng-ajeng saha dados tandha bilih
bangsa punika gadhah kuwaos nemtokaken hak gesangipun piyambak. Ananging
dumugi wekdal punika, punapa panguwuh mardika taksih nggadhahi makna ingkang
adi?
Sinaosa sampun mardika nanging kita dipun aben-ajengaken kaliyan prakawisprakawis ingkang sangsaya adamel trenyuhing manah. Bangsa ingkang nggadhahi
kuwaos kangge nemtokaken dhirinipun piyambak, punapa kedah ketingal wonten ing
tumindak-tumindak ingkang asor? Prakawis ingkang winastanan alit lan ageng gilir
gumantos kalampahan wonten ing satengahing negari punika. Tundhonipun nuwuhaken
pitakenan menawi kita ngaken sampun mardika, mardika ingkang kados pundi ingkang
kababar ing satengahing bangsa punika?
D
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Taksih asring jumedhul pambudidayanipun satunggaling kelompok ingkang badhe
nguwaosi pamarentahan, damel ewah-ewahan ing bab ideologi negari, kadosta NII
(Negara Islam Indonesia). Lajeng asring kita pireng pawartos para pamimpin negari
tumindak nylingkuhaken arta (korupsi), sami rebatan panguwaos ingkang tundhonipun
nuwuhaken crah lan padudon antawisipun kelompok satunggal lan satunggalipun.
Ontran-ontran wonten ing bab olahraga, mirungganipun bal-balan ingkang boten
rampung-rampung. Asiling para olahragawan badminton ingkang sangsaya dangu
sangsaya mlorot kaunggulanipun. Para lare ingkang kedahipun ing wekdal enjang
wonten ing papan pasionan nanging malah wonten ing margi saprelu ngemis, nyambut
damel ndherek tiyang sepuhipun upaminipun pados wedhi ing lepen. Menawi dipun
tangleti kenging punapa boten sekolah, wangsulanipun awit dipun dhawuhi dening
tiyang sepuhipun supados mbiyantoni nyekapi kabetahan padintenan. Punapa punika
boten damel girising manah kita? Lan taksih wonten malih pawartos ingkang damel
girising manah kados ta pawartos padudon, sami-dene mejahi, panganiaya sarta sanessanesipun. Ningali kanyataning gesang ingkang makaten punika, punapa ta maknaning
mardika tumrap bangsa kita? Punapa mardika punika tegesipun saged tumindak punapa
kemawon ngantos nerak pranatan lan sasekecanipun piyambak? Punapa mardika punika
tegesipun ugi ngutamekaken dhiri pribadi ngantos pados rejeki kanthi nglirwakaken
pranataning masyarakat punapa dene negari? Punapa mardika punika namung kangge
kemaremaning pribadi temah gesangipun tiyang sanes punapa malih ingkang saking
golongan lan agami sanes boten dipun gatosaken. Boten preduli tiyang sanes sanadyan
tiyang sanes ngantos kerapan, sangsara, miskin lan sapiturutipun. Awit saking punika,
tumrap kita tiyang Kristen kados pundi anggen kita kedah paring makna bab kamardikan
kasebat?
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Yektinipun umat Kristen tinimbalan mbudidaya lan nuwuhaken makna ingkang
anyar murih kababaring makna mardika ingkang sejati. Temah tembung mardika punika
boten namung kandheg ing pangucap. Mardika kedahipun nggadhahi makna kababaring
kawontenan ingkang saged dipun raosaken dening sesaminipun ingkang migunani lan
maedahi. Supados makna anyar sesambetan kaliyan tembung mardika punika saged
kababar, mesthi nipun kawiwitan saking gesangipun pasamuwan anggenipun
nganyaraken pangretosanipun magepokan kaliyan pamawas bab Gusti Allah. Awit nalika
tiyang ngugemi agami sami nggadhahi raos culika dhateng umat agami sanes, nggadhahi
sikep bilih piyambakipun ingkang langkung prayogi tinimbang tiyang sanes, pramila
ingkang kababar inggih punika namung pandamel ingkang nengenaken kapentinganipun
pribadi, kelompok lan golonganipun.
Pangandikanipun Yesaya 11:1-10, paring pambiyantu tumrap kapitadosan kita
anggenipun badhe damel ewah-ewahan ing bab mujudaken tembung mardika ingkang
Khotbah Jangkep Agustus 2011
sejatosipun. Pangandika kasebat ngatag kita wantun mbikak pangretosan bilih
pakaryanipun sang Mesih punika kagem sadaya umat titahipun tanpa mawang
kawontenan. Rawuhipun Sang Mesih ing jagad saprelu mitulungi gesanging umat
tumuju dhateng kasaenan, temah wangsul malih kados kawontenan ingkang sampun
kagambaraken wonten ing taman Pirdus (Yesaya 11:6-9). Sang Mesih wonten ing
paseksining nabi Yesaya boten badhe njejegaken kaadilan kanthi tumindak keras, kanthi
ngasta gaman lumebet ing paprangan kados ingkang dipun gambaraken dening umat
Israel wekdal semanten (kados dene gegambaranipun perang Baratayuda).
Panjenenganipun boten badhe njejegaken karajanipun prabu Dawud kanthi paparangan.
Salajengipun pangertosan bilih panguwaosipun Gusti boten namung pinaringaken
namung kangge bangsa Israel dipunakeni dening juru masmur. Jabur Masmur 117 paring
pangertosan bilih panguwaosipun Gusti Allah punika kangge sadaya bangsa. Kanthi
makaten dipun-sambetaken kaliyan kamardikanipun nagari Indonesia pangandikanipun
juru masmur punika minangka tambahing pangertosan ingkang sangsaya mbikak
paningal kita bilih sih lan panguwaosipun Gusti Allah punika boten ateges namung dipun
paringaken kangge pasamuwan utawi tiyang Kristen kemawon, nanging kangge sadaya
warganing masyarakat Indonesia. Sadaya sami kaparingan sihipun Gusti kangge mangun
negari Indonesia ingkang raharja tanpa mawang punapa agami, golongan punapa dene
suku bangsanipun.
Pramila punika menawi wonten ing lebeting manah bok menawi tuwuh pepinginan
bilih negari punika kapimpin dening satunggaling tiyang Kristen, utawi kita sami
nggadhahi pepinginan supados kathah tiyang Kristen ingkang dados pamimpining negari
ingkang saged nulungi pasamuwan sanesipun, punapa punika boten ateges namung
nenenganaken pikajengipun piyambak? Lajeng punapa bedanipun gegadhangan kasebat
kaliyan tiyang-tiyang ingkang gesangaken pamawas bab NII?
Rasul Paulus lumantar serat Rum 15:1-13 ngendikakaken menawi kita dereng saged
luwar saking saking pamawasing agami ingkang ciyut, taksih dipun-reh dening sikep
nengenaken pribadi, tumindak culika dhateng umat agami sanes, temtunipun njalari
gesang padintenan kita boten badhe ngraosaken tentrem rahayu. Awit ing salebeting
gesang sesarengan kedahipun katalesan sikep andhap asor, tentrem rahayu, boten
bedak-bedakaken satunggal lan satunggalipun. Sanes tumindak ingkang pados
lenanipun umat sanes temah dipun asoraken. Miturut rasul Paulus supados sih lan
panguwaosipun Gusti punika saged tinampi lan dipunraosaken dening sadaya tiyang,
satunggal lan satunggalipun kedah sami purun gesang kanthi rukun, andhap asor lan
ajen-ingajenan.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Ewah-ewahanipun pangretosan bab sih tresnanipun Gusti Allah kedah dipun wiwiti
saking gesang ingkang purun lan sumadiya mbangun karukunan kaliyan tiyang sanes,
Khotbah Jangkep Agustus 2011
sangkul-sinangkul kaliyan sadherek-sadherek beda agami memayu hayuning bawana.
Sangkul-sinangkul kanthi boten dipun-sarengi sikep culika punapa malih kanthi
sesidheman wonten ing manah nggadhang supados pambiyantunipun tiyang Kristen
andadosaken tiyang sanes purun manjing Kristen. Pangraos ingkang makaten kedah
dipun-singkiraken. Rasul Paulus lumantar seratipun mulang supados ing salebeting
gesang sesarengan kaliyan umat sanesipun kedah linandhesan raos urmat-ingurmatan
punapa dene ajen-ingajenan. Pangaken bilih sih lan panguwaosipun Gusti punika
pinaringaken kangge sadaya tiyang ing salumahing bumi punika dados sarana anggen
kita ngudi gesang ingkang kebak ing tentrem rahayu.
Pancen sanes prakawis gampil, malik grembyang ngewahi pamawas ingkang leres
magepokan kababaring sih katresnanipun Gusti Allah kangge sadaya manungsa. Punika
kedah dipun-wiwiti saking kasanggeman pribadi anggenipun wantun medhot
blengguning raos culika, serik punapa dene sikep dhirinipun langkung prayogi katimbang
tiyang sanes. Kedahipun tiyang Kristen sami nulad pakaryanipun Gusti Yesus, dene
Panjenenganipun sumanggem boten nguja hawa nepsu pribadi utawi namung paring
kamaremaning umat wekdal semanten kanthi mbelani tiyang Yahudi kemawon. Nalika
satunggaling golongan sami sarujuk anggenipun badhe mejahi Gusti Yesus,
Panjenenganipun boten nanggapi, nanging Panjenenganipun malah sumingkir lajeng
ngetingalaken cara gesang ingkang saged nuwuhaken pangajeng-ajeng. Raos culika, meri
lan nengenaken dhiri pribadi ingkang dipun tindakaken dening sawenehing tiyang
Yahudi boten dipun-tanggapi dening Gusti kanthi males tumindakipun tiyang-tiyang
kasebat. Nanging Panjenenganipun nanggapi kanthi cara gesang ingkang tetep nresnani
lan ngladosi manungsa ingkang mbetahaken sih katresnaning Allah.
Wekdal semanten pakaryanipun Gusti Yesus beda kaliyan ingkang dipunkajengaken dening tiyang Yahudi. Awit sadaya tiyang Yahudi sami ngajeng-ajeng
supados Gusti Yesus mulihaken karajan Israel kados jamanipun prabu Dawud. Ancas
rawuhipun Sang Mesih antawisipun Gusti Yesus kaliyan tiyang Yahudi beda. Awit
miturut Gusti Yesus Sang Mesih sejatinipun ngulungaken gesangipun murih kababaring
karsanipun Gusti Allah inggih punika kawilujengan tumrap jagad.
Injil Mateus 12:15b-21, Gusti Yesus paring katerangan bilih anggenipun
nepangaken jati dhiri minangka Sang Mesih boten kinanthenan pedang lan bedhil, sarta
boten remen tukar padu utawi gembar-gembor, utawi sesorah ing margi-margi.
Ananging kanthi ngetingalaken manah ingkang kersa nresnani lan ngladosi kagem
kababaring kaadilan lan tentrem rahayu. Ewah-ewahan seserepan ing babagan
keallahan ingkang sampun katindakaken dening Gusti Yesus, sampun nuntun tiyangtiyang saking bangsa-bangsa sanes, saking sajawining bangsa Israel sami nampeni
pangajeng-ajeng lan maringaken pangajeng-ajeng gesangipun dhumateng Gusti Allah.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Napak ing gesang kita sabangsa, sesambetan kaliyan kamardikan negari kita
Indonesia kaping 66, sumangga kita sami nulad pakaryanipun Gusti Yesus, minangka
umat kagunganipun kita katimbalan ngetingalaken cara gesang ingkang linandhesan sihkatresnan, lados-linadosan, mbudidaya mbabar kaadilan, ngudi tentrem rahayu lan
sapiturutipun. Kanthi makaten sageda umat ing salumahing bumi kanthi sora
ngucapaken pangaken bilih Gusti Yesus, inggih Gusti Allah ingkang kebak ing sih
katresnan, saha katresnanipun ingkang kababar tumrah tumrap sadya manungsa tanpa
wates. Merdeka! Amin.
 Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat
Pitedah Gesang Anyar
Nas Pisungsung
: Yokanan 3:16
:
: Injil Markus 12:41-44
 Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka
Kidung Panalangsa
Kidung Kasanggeman
Kidung Pisungsung
Kidung Panutup
: KPK BMGJ 15:1-3
: KPK BMGJ 43:1-3
: KPK BMGJ 141:1-3
: KPK BMGJ 315:1-3
: KPK BMGJ 316:1-2
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 21 Agustus 2011
Pekan Biasa Ke Dua puluh Satu (Hijau)
MENJADI SAKSI MESIAS
DI TENGAH BANGSA
Bacaan I: Yesaya 51:1-6; Tanggapan: Mazmur 138
Bacaan II: Roma 12:1-8; Bacaan III: Injil Matius 16:13-20
Tujuan:
Jemaat diajak untuk menyadari peran sertanya di tengah bangsa, khususnya menjadi
saksi Mesias melalui tindakan hidup yang nyata
 Dasar Pemikiran
Gereja merupakan bagian dari masyarakat, dan sebagai bagian dari masyarakat
gereja wajib untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa. Maka, masih dalam
suasana HUT Kemerdekaan RI ke-66 gereja terpanggil untuk menjadi saksi Mesias demi
kedamaian serta kesejahteraan bangsa Indonesia. Penyataan menjadi saksi Mesias
tampak di dalam tindakan-tindakan benar seperti yang diajarkan melalui bacaan
leksionari hari ini.
 Keterangan Tiap Bacaan
Yesaya 51:1-6 (Pengajaran dan Hukum Tuhan Terang bagi Bangsa-bangsa)
Penulis Yesaya menyampaikan pengajaran bahwa umat Tuhan terpanggil untuk
memandang Dia artinya mengarahkan hidup pada Tuhan karena akan hadir kedamaian,
berkat, anugerah serta pemulihan dari Tuhan sendiri. Keselamatan yang sesungguhnya
akan dinyatakan Tuhan sehingga umat hidup dalam kesejahteraan.
Mazmur 138 (Tuhan itu Tinggi tetapi Melihat yang Hina)
Pemazmur menaikkan syukur atas karya Tuhan kepada umat-Nya. Dia mendengar
seru doa umat, Dia berjanji kepada para raja, Dia tidak memandang rendah orang hina,
Dia membela umat dari para musuh dan perbuatan tangan-Nya tetap untuk selamanya.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Roma 12:1-8 (Ibadah yang Sejati)
Jemaat Roma dipanggil untuk menghaturkan persembahan yang hidup dan
berkenan kepada Allah. Apakah wujudnya? Wujudnya adalah hidup tidak menyerupai
dunia yang takabur, menguasai diri, menggunakan talenta pemberian Tuhan dan
senantiasa bersukacita. Pengejawantahan persembahan yang benar tidak lain adalah
sikap hidup yang juga benar.
Injil Matius 16:13-20 (Mesias, Anak Allah yang Hidup)
Perikop tersebut merupakan pengakuan keberadaan Yesus di mana Dia adalah
Mesias yang diutus menyelamatkan umat-Nya. Pengakuan Petrus itu membawa
dampak, sehingga dia diberi tanggung jawab menjadi “batu karang” dan “pemegang
kunci Kerajaan Sorga”. Menjadi batu karang artinya menjadi dasar atau fondasi
pernyataan iman kepada Yesus. Sementara pemegang kunci kerajaan sorga artinya iman
Petrus menjadi dasar berdirinya jemaat Tuhan.
Harmonisasi Bacaan
Umat yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan akan mendapatkan anugerah
serta kesejahteraan. Hidup yang terarah kepada-Nya merupakan salah satu bentuk
pengucapan syukur atas janji Tuhan kepada umat-Nya. Karena itu, umat yang menerima
anugerah, kesejahteraan serta pernyataan janji-Nya terpanggil menyatakan tindakantindakan yang benar pula. Dan tindakan benar tersebut merupakan kesaksian nyata
akan penyelamatan melalui Sang Mesias yang telah diterima umat sehingga umat
bertanggung jawab untuk menjadi batu karang serta pemegang kunci Kerajaan Sorga.
Pokok dan Arah Pewartaan
Tuhan telah memberikan keselamatan dan perlindungan bagi umat-Nya, maka
sebagai ucap syukur atas keselamatan pemberian Tuhan setiap orang percaya wajib
berperan serta di dalam kehidupan berbangsa dengan tindakan-tindakan benar seperti
yang dikehendaki Tuhan dalam kehidupan bersama.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Khotbah Jangkep
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
ampai saat ini di negeri kita masih rentan terhadap konflik kaitannya dengan
agama atau keyakinan. Misalnya, bulan Februari yang lalu di masa
sekelompok massa yang tidak bisa menerima keputusan siang penistaan
agama di Temanggung, akibatnya beberapa gereja dirusak dan dibakar massa yang
beringas. Satu lagi contoh kebiadaban yang terjadi di negeri kita yaitu penyerangan
jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Begitu kejamnya kelompok massa
dalam kasus-kasus tersebut sehingga harus jatuh korban harta benda maupun nyawa.
Padahal, bangsa kita mengakui bahwa kita semua berketuhanan yang Maha Esa. Lalu, di
manakah letak iman dan takwa kepada Tuhan tersebut?
Melalui peristiwa-peristiwa memilukan tersebut, saat ini marilah kita merenungkan
keberadaan diri kita masing-masing. Sudah sampai sejauh mana peran serta kita baik
sebagai pribadi orang percaya maupun sebagai gereja di dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara? Bukankah kita semua menyetujui cita-cita bangsa kita yaitu masyarakat
yang adil, makmur, damai serta sejahtera? Apakah kita sudah mengupayakan dengan
sungguh-sungguh cita-cita bangsa kita yang demikian?
S
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Jika kita belajar bersama dari bacaan hari ini, setidaknya kita bisa menemukan
pelajaran yang berharga di mana Tuhan Allah berkarya untuk keselamatan serta
kesejahteraan umat-Nya. Allah menghendaki ada suatu tindakan responsif atas karyaNya yang dinyatakan kepada umat-Nya. Hal tersebut jelas terlihat dalam kesaksian:
pertama, Yesaya 51:1-6. Tuhan Allah berjanji akan menyatakan keselamatan dan
kesejahteraan kepada umat-Nya namun umat dipanggil untuk mengarahkan hidup
kepada Tuhan sehingga kedamaian, berkat, anugerah serta pemulihan akan diberikan
kepada umat. Kedua, melalui Mazmur 138 tampak pola pemazmur dalam merespon
karya Tuhan yaitu dengan pengucapan syukur, di mana pengucapan syukur dihaturkan
karena Tuhan mendengar seru doa umat, Tuhan menyatakan janji-Nya kepada para raja
yang tentu berkaitan dengan kejayaan serta kesejahteraan bangsa, Tuhan tidak
memandang rendah orang hina artinya Dia akan membela manusia yang direndahkan,
Tuhan akan membela umat dari tangan musuh dan perbuatan tangan Tuhan tetap kekal
untuk selamanya. Yang ketiga, respon umat seperti yang diajarkan dalam Roma 12:1-8
tampak di dalam sikap hidup beretika yaitu: hidup dengan tidak menyerupai dunia,
mampu menguasai diri, mampu menggunakan talenta pemberian Tuhan serta
Khotbah Jangkep Agustus 2011
senantiasa bersukacita. Yang keempat, di dalam Matius 16:13-20 berisi pengakuan
tentang Yesus Kristus. Yesus memang pilihan Allah yang diutus untuk menyelamatkan
umat-Nya. Pengakuan Petrus tersebut merupakan pengakuan yang pada akhirnya
membawa dampak bagi dirinya, di mana Petrus yang mengaku bahwa Yesus adalah
Mesias akhirnya terpanggil untuk menjadi batu karang dan juga sebagai pemegang kunci
kerajaan sorga. Kata menjadi batu karang tentu mempunyai maksud tertentu, di mana
Petrus menjadi soko guru atau fondasi sebuah pernyataan keimanan kepada Tuhan.
Petrus menjadi dasar atas pengakuan bahwa Yesus adalah utusan Allah yang akan
membawa kebahagiaan, perdamaian, kesejahteraan serta keselamatan bagi umat
ciptaan-Nya. Di sisi lain, Petrus juga terpanggil menjadi pemegang kunci kerajaan sorga.
Dalam hal ini pemegang kunci kerajaan sorga bukan berarti Petrus penentu kebijakan
siapa saja yang diperkenankan masuk kerajaan sorga, namun kata tersebut berarti
bahwa melalui Petrus banyak jemaat akan dibangun. Dalam sudut pandang lain,
panggilan Tuhan kepada Petrus untuk menjadi batu karang dan pemegang kunci
kerajaan sorga dapat diartikan di mana Petrus merupakan pihak yang harus mewartakan
kedamaian bagi banyak orang. Karena, inti dari kerajaan sorga adalah kedamaian. Maka,
hal kedamaian tersebut menjadi panggilan yang riil bagi Petrus.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Masih dalam suasana HUT Kemerdeaan RI ke-66, mari kita merenungkan kembali
arti kemerdekaan yang sesungguhnya dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di negeri
kita ini. Kata merdeka tidak dapat dilepaskan dari unsur kedamaian. Namun, walaupun
kita sebangsa mengaku bahwa kita telah merdeka kenyataannya kemerdekaan yang
sesungguhnya belum terjadi. Masih banyak penindasan dan diskriminasi di tengah
bangsa kita baik yang dilakukan oleh penguasa maupun komunitas-komunitas yang
merasa berkuasa, kasus-kasus konflik horizontal yang hampir selalu dikaitkan dengan isu
persoalan antar agama, ideologi berbasis agama tertentu yang dipropagandakan di
kalangan generasi penerus bangsa dan persoalan-persoalan lainnya yang terjadi di
tengah bangsa kita. Jika kondisi demikian dibiarkan terus menerus terjadi, bagaimana
dengan nasib bangsa kita di masa mendatang?
Perenungan firman Tuhan hari ini mengingatkan akan panggilan kita sebagai orang
Kristen di mana kita semua adalah saksi Mesias di tengah bangsa. Mengacu pokok
teologis bacaan hari ini, pokok teologis yang paling mendasar adalah Allah
menyelamatkan umat-Nya. Dari karya penyelamatan tersebut, umat terpanggil untuk
mensyukuri anugerah Allah yaitu dengan tindakan hidup yang benar serta senantiasa
mengupayakan kedamaian di manapun umat Tuhan berada. Oleh karena itu mari kita
meneliti kehidupan kita masing-masing, apakah sebagai pribadi maupun gereja kita
Khotbah Jangkep Agustus 2011
sudah menjadi saksi Sang Mesias? Seringkali kita melupakan panggilan mulia tersebut.
Melalui arogansi pemikiran teologi, kita merasa bahwa iman kita paling benar dan orang
yang berbeda keyakinan dengan kita tidak berhak atas keselamatan yang sifatnya
universal. Gereja kurang menyapa masyarakat dengan pelayanan-pelayanannya
sehingga akhirnya membuat gereja menjadi komunitas yang eksklusif dan komunitas
yang akhirnya akan dimusuhi oleh masyarakat. Bangunan gereja berdiri kokoh, megah
dan mewah; sementara di sisi kanan-kiri gereja berdiri bangunan rumah yang kumuh,
miskin dan kotor. Suara kenabian gereja yang melempem atas persoalan-persoalan
sosial kemasyarakatan, karena gereja lebih suka berlindung di ketiak penguasa.
Demikianlah yang sering terjadi, gambaran saksi Mesias yang justru tidak berani
memperjuangkan keadilan, kedamaian serta kesejahteraan.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Pokok teologis bacaan Injil mengingatkan bahwa panggilan menjadi batu karang
serta pemegang kunci kerajaan sorga dari sudut pandang kita masa kini bukan saja
sebagai panggilan Petrus. Namun, panggilan tersebut juga menjadi panggilan kita
semua. Tuhan menghendaki agar kita menjadi batu karang artinya menjadi dasar atau
fondasi tegaknya harkat dan martabat manusia. Tuhan juga menghendaki kita menjadi
pemegang kunci kerajaan sorga artinya kita adalah saksi-Nya yang menghayati serta
mengamalkan kedamaian baik dalam karya maupun pelayanan kita. Oleh karena itu,
ibadah kali ini menjadi momentum bagi kita untuk berikrar bahwa kita baik sebagai
pribadi maupun gereja adalah saksi-saksi Mesias. Menjadi saksi Mesias yang berarti
melalui pikiran, perkataan serta perbuatan baik, kita dimampukan untuk membagi
damai sejahtera di manapun kita berada atau ditempatkan Tuhan. Sekali lagi, masih
dalam suasana HUT Kemerdekaan RI ke-66 marilah kita mempersembah kan karya dan
pelayanan kita demi kejayaan negeri ini, melalui tindakan benar yang berlandaskan pada
cinta kasih Tuhan yang telah memberi keselamatan serta kemerdekaan bagi kita semua.
Amin.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
 Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah
Petunjuk Hidup Baru
Nas Persembahan
: Yohanes 5:36
: Keluaran 23:1-3
: Mazmur 27:4
 Rancangan Nyanyian Ibadah:
Nyanyian Pembukaan
Nyanyian Penyesalan
Nyanyian Kesanggupan
Nyanyian Persembahan
Nyanyian Penutup
: KJ 383:1, 2
: KJ 37a:1, 2
: KJ 260:1, 2
: KJ 337:1: KJ 336:1-4
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 21 Agustus 2011
Pekan Biasa Kaping Selikur (Ijo)
GESANG MINANGKA SEKSINIPUN SANG
MESIH ING SATENGAHING BANGSA
Waosan I: Yesaya 51:1-6; Tanggapan: Jabur Masmur 138
Waosan II: Rum 12:1-8; Waosan III: Injil Mateus 16:13-20
Tujuwan:
Pasamuwan kaatag nglengganani pakaryan lan tanggeljawabipun ing satengahing
bangsa mirungganipun dados seksining Sang Mesih kanthi tumindak ingkang leres.
 Khotbah Jangkep
Para sadherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,
onten ing negari kita punika dumugi samangke taksih asring kalampahan
tuwuhipun prakawis magepokan kaliyan agami utawi kayakinan.
Upaminipun, ing wulan Februari kepengker sagolongan tiyang ingkang
boten saged nampi putusaning sidang ing pangadilan Temanggung lajeng ngrisak lan
ngobong gedhong greja punapa dene papan pasinaon. Conto sanesipun ingkang
nedahaken peranganing bangsa punika kecalan raos kamanungsan inggih punika
sagolongan tiyang ingkang ngugemi kayakinan Ahmadiyah ing Cikeusik, Pandeglang,
Banten dipun-pilara malah wonten ingkang dipun-pejahi dening tiyang-tiyang ingkang
boten tanggel jawab. Makaten punika sawatawis tumindak kejem ingkang kalampahan
ing satengahing bangsa punika kamangka kita sadaya ngaken bilih kita punika bangsa
ingkang nindakaken Pancasila mirungganipun sila kapisan, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Magepokan kaliyan prakawis-prakawis kala wau, ing pundi kababaring kapitadosan
punapa dene mituhunipun umat dhateng Gusti?
Magepokan kaliyan prakawis-prakawis ingkang nrenyuhaken wau, ing samangke
sumangga kita ngraos-raosaken kawontenan gesang kita piyambak-piyambak. Punapa
kita sampun nindakaken tugas kita minangka pribadi punapa dene pasamuwan ing
satengahing gesang sesarengan? Mesthinipun kita sadaya nyarujuki gegadhanganing
W
Khotbah Jangkep Agustus 2011
bangsa kita inggih punika ngener dhateng masyarakat ingkang adil, raharja lan tentrem
rahayu. Nanging, punapa kita sampun mbudidaya sesarengan kanthi temen-temen
ngudi ingkang dados gegadhanganing bangsa negari kita punika?
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Menawi kita sinau sesarengan waosan ing dinten punika, saboten-botenipun kita
saged manggihaken prakawis ingkang wigati inggih punika Gusti Allah makarya mbabar
kawilujengan saha karaharjan tumrap umatipun. Gusti Allah ngersakaken wontenipun
tanggapan awit saking pakaryanipun kasebat. Lan tanggapaning umat katalesaken
lumantar prakawis, setunggal, Yesaya 51:1-6. Gusti Allah prajanji badhe mbabar
kawilujengan lan karaharjan tumrap umatipun nanging umat tinimbalan ngudi enering
gesang dhateng Gusti temah katentreman, berkah, sih rahmat saha pamulihan badhe
kaparingaken dhateng umatipun. Kalih, lumantar Jabur Masmur 138 ngewrat pangucap
sokuripun juru masmur anggenipun nanggapi pakaryaning Allah jalaran
Panjenenganipun sampun midhangetaken punapa ingkang dados panyuwunanipun
umat, Panjenenganipun sampun mratelakaken prajanjinipun dhateng para raja ingkang
temtunipun magepokan kaliyan prakawis karaharjan, Panjenenganipun boten
ngremehaken tiyang asor tegesipun Gusti Allah badhe mbelani manungsa ingkang
dipun-remehaken, Panjenenganipun sampun mbelani umatipun saking tanganipun para
mengsah lan pakaryan astanipun Gusti tetep langgeng salaminipun. Tiga, tanggapaning
umat kados ingkang kawulangaken ing Rum 12:1-8 kababar ing sikep gesang padintenan
kados ta: boten madha rupa kaliyan jagad, saged ngendhaleni dhiri, ngginakaken talenta
peparingipun Gusti saha tansah bingah ing sadhengah kawontenan. Dene angka
sekawan, wonten ing Injil Mateus 16:13-20 ngewrat paseksi bab Yesus Kristus. Yesus
punika pancen utusaning Allah murih kawilujenganing jagad punika. Pangakenipun
Petrus punika pangaken ingkang magepokan kaliyan tugas timbalanipun inggih punika
dados watu karang lan ugi abdi ingkang nyepeng soroging kraton swarga. Tembung
dados watu karang mesthinipun ngener dhateng ancas tartamtu inggih punika Petrus
dados saka-guru utawi pandhemen pratelan kapitadosan dhumateng Gusti. Petrus
dados tetales pangaken bilih Yesus punika utusaning Allah ingkang mbabar kabingahan,
bedhamen, karaharjan saha kawilujengan tumrap sadaya umat titahipun. Ing sisih sanes,
Petrus ugi tinimbalan nyepeng soroging kraton swarga. Tembung kasebat boten ateges
Petrus ingkang nyepeng kuwaos nemtokaken sinten kemawon ingkang dipunkeparengaken mlebet kraton swarga. Nanging tembung kasebat tegesipun inggih punika
bilih lumantar Petrus badhe tuwuh pasamuwan. Menawi dipun-sambetaken kalih
pangertosan kasebat tegesipun bilih Petrus tinimbalan dados seksi martosaken tentrem
rahayu tumrap tiyang kathah. Awit, underaning kraton swarga inggih punika tentrem
Khotbah Jangkep Agustus 2011
rahayu. Mila prakawis tentrem rahayu punika dados timbalan ingkang nyata tumraping
Petrus.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Taksih sambet kaliyan tanggap warga kamardikan negari kita ingkang kaping 66,
mangga kita raos-raosaken malih punapa maknanipun kamardikan ingkang sejatosipun
kasambetaken kaliyan kasunyatanipun ing satengahing bangsa kita. Tembung mardika
punika boten saged dipun-pethal saking prakawis katentreman utawi karahayon.
Sinaosa kita sabangsa ngakeni bilih kita sampun mardika nanging kasunyatanipun
kamardikan ingkang sejati dereng kababar wonten ing satengahing bangsa kita. Taksih
kathah panindhes makaten ugi bedak-bedakaken golongan satunggal lan satunggalipun
dadosa ingkang katindakaken dening panguwaos punapa dene golongan-golongan
ingkang kumowaos. Prakawis bebencengan antawisipun agami satunggal lan
satunggalipun. Piwulang utawi ideologi ingkang kasambetaken kaliyan agami tertemtu
kasebaraken dhateng nem-neman ing negari punika. Menawi kawontenanipun kados
makaten punika dipun-kendelaken kemawon, kados pundi kedadosanipun bangsa
punika ing mangsa ngajengipun?
Pangandikanipun Gusti dinten punika ngengetaken bab timbalan kita minangka
tiyang Kristen ingkang kedah nekseni Sang Mesih ing satengahing bangsa kita. Ngener
dhateng underaning pangandikanipun Gusti, ingkang wigati inggih punika pamawas bilih
Gusti Allah milujengaken umatipun. Saking pakaryan kawilujengan ingkang katindakaken
dening Gusti kasebat, umatipun Gusti tinimbalan tansah ngucap sokur awit sih
rahmatipun Gusti Allah kanthi tumindak leres saha tansah mbabar katrentreman ing
pundi kemawon umat kapapanaken. Awit saking punika sumangga kita naliti gesang kita
piyambak-piyambak, dadosa pribadi punapa dene pasamuwan punapa kita sampun estu
dados seksi Sang Mesih? Asring kalampahan kita nyupekaken timbalan kasebat. Nalika
kita rumaos bilih kapitadosan kita ingkang paling leres katimbang tiyang sanes
tundhanipun sikep kita ngremehaken tiyang sanes. Nalika greja kirang celak kaliyan
masyarakat temahan paladosan-paladosaning greja punika condhong nggatosaken
kabetahanipun piyambak, tundhonipun greja boten dipun-remeni dening masyarakat.
Gedhong greja kabangun magrong-magrong kathah wragadipun, kamangka ing sakiwa
tengening greja madeg griyanipun tiyang miskin, papa lan sekeng. Greja boten wantun
nyuwantenaken kaleresan ningali prakawis-prakawis ingkang magepokan kaliyan
masyarakat, awit greja langkung remen pados slamet tumraping dhirinipun piyambak.
Tumindak makaten punika saged kemawon katindakaken dening pasamuwanipun Gusti
ingkang kedahipun nekseni Sang Mesih. Kedahipun pasamuwan wantun njejegaken
Khotbah Jangkep Agustus 2011
kaadilan, bedhamen saha ngudi kababaring karaharjan sesarengan sadaya peranganing
bangsa punika.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Underaning pangandikanipun Gusti saking Injil dinten punika, ngengetaken kita bab
timbalaning gesang kita minangka watu karang saha nyepeng soroging kraton swarga.
Timbalan kasebat boten namung timbalanipun Petrus, nanging ugi dados timbalan kita
ing jaman samangke lan wonten ngriki. Gusti nimbali kita dados watu karang tegesipun
dados dhasar utawi pandhemen jejeging ajining dhiri tumraping sadaya manungsa,
sinten kemawon tanpa wates. Gusti inggih nimbali kita nyepeng soroging kraton swarga,
tegesipun kita dados seksinipun kanthi ngraos-raosaken saha mbabar bedhamen,
dadosa ing pakaryan punapa dene paladosan kita. Awit saking punika ing pangibadah
wekdal samangke, prayogi sanget kadadosaken sarana anggen kita mratelakaken bilih
kita sadaya, dadosa sacara pribadi punapa dene pasamuwan punika minangka
seksinipun Sang Mesih. Dados seksinipun Sang Mesih ingkang ateges lumantar
pangangen-angen, pitembungan punapa dene lampah kita ngudi kautamen. Makaten
ugi kita purun andum tentrem rahayu ing pundi kemawon kita kapapanaken dening
Gusti. Sepisan malih taksih sambet kaliyan pahargyan tanggap warsa kamardikaning
bangsa kita kaping 66 punika kita pisungsungaken karya punapa dene paladosan kita
murih santonsaning bangsa kita. Sumangga kita ngudi lampah gesang ingkang leres
atetales katresnanipun Gusti ingkang sampun mbabar kawilujengan saha kamardikan
tumrap kita sadaya. Gusti mberkahi kita. Amin.
 Rancangan Waosan Kitab Suci
Pawartos Sih Rahmat
Pitedah Gesang Anyar
Pangatg Pisungsung
: Yokanan 5:36
: Pangentasan 23:1-3
: Jabur Masmur 27:4
 Rancangan Kekidungan
Kidung Pambuka
Kidung Panalangsa
Kidung Kasanggeman
Kidung Pisungsung
Kidung Pangutusan
: KPK BMGJ 315:1, 2
: KPK BMGJ 74:1, 2
: KPK BMGJ 317:1-3
: KPK BMGJ 185:1: KPK BMGJ 319:1, 3
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu, 28 Agustus 2011
Pekan Biasa Ke Dua Puluh Dua (Hijau)
UJILAH AKU
Bacaan I: Yeremia 15:15-21; Tanggapan: Mazmur 26:1-8;
Bacaan II: Roma 12:9-21; Bacaan III: Injil Matius 16:21-28
Tujuan :
Memberikan penguatan di tengah himpitan dan persoalan yang muncul karena identitas
kita sebagai orang percaya.
 Dasar Pemikiran:
Maraknya tindakan anarkis yang tidak jarang juga menimpa orang percaya
menimbulkan berbagai pertanyaan. Mulai dari pertanyaan mengenai sebab atau alasan
terjadinya, serta sikap atau tanggapan saat kejadian ataupun terhadap pelakunya.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita cari jawabnya.
 Keterangan Tiap Bacaan
Yeremia 15:15-21
Ayat 15-18 merupakan protes Yeremia kepada Allah karena hidupnya yang saleh
penuh penderitaan dan penganiayaan. Ayat 19-21 merupakan jawaban Allah yang
mementahkan penilaian Yeremia akan kwalitas hidupnya. Kata “kembali” yang
digunakan mengindikasikan bahwa di hadapan Allah Yeremia tidak sebaik penilaiannya.
Bacaan ini juga juga mewakili keberadaan bangsa Israel yang saat itu menderita di tanah
pembuangan.
Mazmur 26:1-8
Dalam Mazmur ini juga tampak protes Daud yang merasa perlu menuntuk keadilah
dari Tuhan. Kemungkinan besar hal ini dilatarbelakangi penganiayaan yang dialaminya
dari Saul.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Roma 12:9-21
Rasul Paulus menyampaikan tentang cinta yang sesungguhnya. Cinta kasih harus
dilakukan bukan hanya kepada orang yang kita kenal, tetapi juga kepada orang asing,
bahkan orang orang yang telah menyakiti kita.
Injil Matius 16:21-28
Di tengah kisah mujizat Yesus serta pengakuan dan kesediaan Petrus membela
Yesus, terungkap bahwa Petrus menganggap bahwa semua mujizat itu seharusnya
ditutup dengan deklarasi kemesiasan Yesus, yaitu sebagai raja orang Yahudi. Petrus
tidak senang ketika Yesus justru mengatakan tentang penderitaan dan penganiayaan
yang akan dialami-Nya. Petrus tidak setuju. Bagi Yesus, penggenapan Kemesiasan-Nya
harus dilakukan dengan menanggung penderitaan.
Harmonisasi bacaan
Yeremia dan Daud mengalami pergumulan yang sama mengenai penganiayaan
yang mereka alami, sedangkan mereka merasa menjadi orang baik. Sementara itu dalam
bacaan perjanjian baru kita mendapat pelajaran mengenai sikap terhadap penderitaan
dan orang orang yang menganiaya kita.
 Khotbah Jangkep
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
alam kehidupan sebagai orang percaya, tidak bisa kita hindari timbulnya
persoalan sebagai konsekwensi dari kepercayaan kita. Persoalan itu bisa
dialami sebagai sebuah komunitas maupun individu. Sebagai sebuah
komunitas, kita adalah golongan minoritas dan kelihatannya sudah menjadi hal umum
kalau golongan minoritas mendapat persoalan karena keminoritasannya. Dalam majalah
Inspirasi terbitan BPK Gunung Mulia edisi Maret 2011 halaman 28-29, diturunkan berita
mengenai data Gereja-gereja yang mengalami persoalan-persolaan seperti itu. Artikel
yang berjudul “Gereja-gereja yang Teraniaya“ memuat data gereja yang disegel
pemerintah daerah karena desakan golongan/ormas tertentu. Juga ada yang mengalami
pengrusakan dan pembakaran gedung Gereja sehingga terpaksa pindah
tempatberibadah. Belum lagi ditambah dengan penganiayaan anggota dan pimpinan
jemaat. Selain itu, sulitnya mendapatkan IMB untuk bangunan tempat ibadah.
Semula saya pikir hal-hal tersebut hanya terjadi di tempat lain dan hanya kita baca
di koran atau majalah. Tetapi ternyata tidak. Dalam lingkup GKJ, Desember 2010 lalu
D
Khotbah Jangkep Agustus 2011
GKJ Trucuk, Klaten mengalaminya. Gedung gereja akan dibakar orang, bahkan bagian
kecil dari pintu sudah mulai terbakar. Tentunya berbagai perasaan terkejut, takut,
gelisah, dan lelah bercampur menjadi satu. Jemaat begadang setiap malam untuk
bejaga-jaga di gereja. Tidak berhenti di situ, beberapa saat kemudian GKJ Trucuk
tergenang banjir. Walau hanya ukuran sentimeter, ternyata membuat repot juga. (cerita
ini bisa diganti pengalaman pribadi).
Namun tiidak hanya secara komunitas kita mengalami “pengiayaan“. Dalam
kehidupan secara individu kita juga sering mengalaminya. Pernahkah Saudara-saudara
mendengar cerita tentang seseorang yang tidak diterima bekerja karena dia beragama
tertentu? Atau cerita mengenai seorang CPNS yang sudah mendapatkan SK untuk
mengajar di suatu sekolah, tetapi tidak bisa mengajar di sekolah itu karena rekan dan
dinas menolak sebab dia beragama Kristen. Aneh bukan? Tapi ini benar benar-benar
terjadi.
Peristiwa-peristiwa seperti itu membuat kita bertanya-tanya. Mengapa ini terjadi?
Mengapa kita (gereja/orang Kristen) harus mengalaminya? Apa salah kita? Apalagi
ketika kita berkesimpulan bahwa kita benar, tidak melakukan kesalahan sama sekali,
dan tidak seharusnya mengalami hal itu. Kejadian itu juga memaksa kita bergumul lebih
jauh lagi, tentang sulitnya beribadah dengan tenang, atau sekadar menjadi orang
Kristen. Mengapa begitu banyak yang tidak senang dengan keberadaan kita? Mengapa
begitu sulit menciptakan kedamaian? Apa yang harus kita lakukan dalam keadaan ini?
Apa yang harus kita perbuat pada para pelaku penganiayaan?
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Pertanyaan dan pergumulan yang serupa juga dirasakan oleh Yeremia dan Daud
dalam bacaan kita. Yeremia merasa dirinya adalah pelayan Allah yang baik. Sebagai
pribadi, ia adalah pribadi yang baik, senantiasa mendengarkan kehendak Tuhan, selalu
menggumuli firman Tuhan, dan menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak
dikehendaki Tuhan. Sebagai bangsa, Yeremia memimpin bangsa Israel, bangsa pilihan
itu, di tanah pembuangan. Dalam kesadaran akan kwalitas diri yang baik itu, Yeremia
menggugat Tuhan mengenai sebab penganiayaan yang ia alami.
Daud juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Dia merasa sebagai orang yang
benar, tetapi mengalami penganiayaan. Ia dikejar kejar oleh Saul. Hal ini membuat Daud
merasa perlu meminta keadilan dari Allah, setimbang dengan kwalitas hidupnya yang
baik.
Dalam Yeremia 15:19, Allah memberi jawab akan keluhan Yeremia. Tuhan
mengatakan bahwa Yeremia harus kembali. Jika dia mau kembali maka dia akan
dipulihkan sebagai utusan Allah. Ada sebuah ironi disini. Ketika Yeremia merasa diri
Khotbah Jangkep Agustus 2011
benar dan menggugat Tuhan, ternyata Tuhan mengatakan dia harus kembali. Kata
kembali bisa diartikan sebagai bertobat. Bertobat adalah tindakan menyadari kesalahan
dan kembali kepada kebenaran. Apa yang dikatakan Allah ini memberikan kesadaran
bahwa ternyata sebaik apapun kehidupan kita, tetap tidak sempurna.
Di sini kita belajar tentang semangat koreksi diri. Koreksi diri bukan perasaan
bersalah yang mengarah pada rendah diri. Koreksi diri adalah sebuah proses untuk
melihat ke dalam diri kita sendiri, menyadari identitas kita, dan keberadaan kita di
hadapan Tuhan. Proses ini mengarahkan kita pada sikap rendah hati, menyadari bahwa
kebaikan kita selalu bersanding dengan kekurangan kita. Hal ini menyebabkan kita
terhindar dari klaim tertentu terhadap keberadaan kita dan orang lain.
Dalam konteks persoalan kita sekarang ini, mungkin ini adalah saat yang tepat
untuk pertama-tama mengoreksi diri dan keberadaan kita (Gereja) di tengah-tengah
komunitas. Tentu proses ini bukan bertujuan membawa pada perasaan bersalah dan
pantas untuk menderita atau dianiaya. Proses mengoreksi diri ini membawa kita pada
rasa mawas diri, senantiasa berusaha memperhatikan dan memperbaiki hubungan kita
dengan lingkungan. Terlebih kita kembali kepada Allah, menyadari keadilan dan
penyertaan Tuhan dalam kondisi kita sekarang ini, bukannya malah menggugat Tuhan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Selanjutnya apa yang harus dilakukan? Bagaimana kita bersikap terhadap para
pelaku? Rasul Paulus mengajarkan sebuah sikap yang didasarkan kasih. Kasih yang
dimaksud di sini adalah kasih yang sesungguhnya, yang tidak berpura-pura. Ciri-cirinya
adalah menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik. Menjauhi yang jahat berarti
menjauhi perbuatan jahat, bukan orang jahatnya. Jelas pada ayat selanjutnya, Rasul
Paulus mengatakan bahwa kasih harus diberikan kepada siapapun. Bukan hanya kepada
yang baik, tetapi kepada yang jahat sekalipun. Bahkan kita diharuskan memberkati,
bukan mengutuk, orang yang jahat kepada kita.(ayat 14).
Mengasihi adalah sesatu yang tidak mudah untuk dilakukan ketika yang menjadi
obyek kasih kita adalah orang yang telah menyakiti kita. Frasa “kasih janganlah berpura
pura“ merupakan pengingat bagi kita bahwa kasih itu harus dilakukan dengan
kesungguhan hati, meskipun untuk itu kita harus berkorban. Hal tersebut yang dilakukan
oleh Yesus. Mengerjakan kasih, kerajaan Allah, memang memerlukan pengorbanan.
Dalam kesadaran Mesianis-Nya, Yesus memahami bahwa melalui penderitaanlah
Kemesiasan-Nya genap. Bahkan Yesus memarahi Petrus ketika melarang-Nya berbicara
mengenai Mesias yang menderita. Semangat itu yang harus kita teladani.
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Penderitaan dalam iman Kristen sering dipandang sebagai hal yang positif, yaitu
tidak selalu mendatangkan hal negatif. Penderitaan bisa kita terima sebagai kebahagian,
sebuah proses pemurnian. Jadi penderitaan itu kita terima sebagai sebuah kesempatan
untuk menguji diri kita sendiri mengenai pengenalan kita akan panggilan sebagai utusan
Allah. Sejauh mana kita bisa bertahan tanpa menggerutu atas panggilan kita sebagai
orang percaya? Terlebih lagi, ini adalah kesempatan kita untuk meneladan Kristus.
Mengasihi dengan kasih yang tidak pura-pura kepada siapapun, bahkan kepada orang
yang menganiaya kita. Kita tidak menjadi keras dan tawar hati, tidak kehilangan kasih.
Juga jangan pernah lupa akan penyertaan Allah. Dalam penderitaan yang kita alami,
Tuhan senantiasa menyertai dan menolong kita. Tuhan akan memulihkan kita jika kita
bertahan dan mau kembali kepada Tuhan. Amin.
 Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah
Petunjuk Hidup Baru
Nats Persembahan
: Matius 5 : 10
: Matius 5 : 44
: Mazmur 5 : 4
 Rancangan Kidung Pamuji:
Nyanyian Pambuka
Nyanyian Penyesalan
Nyanyian Kesanggupan
Nyanyian Persembahan
Nyanyian Penutup
: KJ no. 222b:1,2,7
: KJ no. 26: 1,2
: KJ no. 246:1,2
: KJ no. 367: 1 : KJ no. 452: 1,4
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Khotbah Jangkep Minggu 28 Agustus 2011
Pekan Biasa Kaping Kalih Likur (Ijo)
NAMPENI PANETERING JIWA
Waosan I: I Yer 15:15-21, Tanggapan: Jabur 26:1-8,
Waosan II: Rum 12:9-21, Waosan III: Injil Mateus 16:21-28
Tujuwan:
Ngiyataken kapitadosaning pasamuwan ing satengahing kawontenan gesang ingkang
awrat.
 Khotbah Jangkep
Pasamuwan ingkang dipun-tresnani lan ugi nresnani Gusti,
ng gesang kita padintenan, kita mesti nate ngraosaken momotan gesang.
Menawi momotan punika dipun-taliti lan dipun-raosaken, momotan gesang
punika tuwuh awit kita punika tiyang pitados. Ing babagan punika momotan
gesang saged karaosaken sacara pribadi punapa dene sesarengan minangka
pasamuwan. Kita punika pancen dados golongan minoritas, lan kadosipun sampun
jamak limrah menawi minoritas punika mesti ngalami prakawis awit madeg dados
golongan alit.
Ing babagan panganiaya ingkang karaosaken dening pasamuwan (gereja), Majalah
Inspirasi Edisi wulan Maret 2011 kaca 28-29 nyerat bab kawontenan gereja ingkang
ngadhepi prakawis punika. Pawarta punika dipun serat kanti jejer “Gereja – gereja yang
teraniaya.” Ing bab punika, prakawis ingkang dipun-adhepi dening sawetawis
pasamuwan antawisipun ngengingi anggelipun pikantuk IMB, wontenipun papan
pangibadah ingkang dipun-segel pamarintah awit bujukanipun golongan tertemtu
temah boten saged dipun-agem mangibadah malih. Gereja gereja ingkang dipun-risak
lan ugi wonten ingkang dipun-bakar. Awit bab punika kathah pasamuwan ingkang
kepekso pindah, malah wonten ingkang lajeng mangibadah ing mergi lan trotoar jalan.
Boten punika kemawon, boten trimah namung grejanipun ingkang dipun-risak,
pimpinan lan warganing pasamuwan ugi wonten ingkang ngantos dipun-aniaya.
(saged dipun-tambah pengalaman pribadi gereja setempat- khususipun ingkang
kelampahan ing wulan desember 2010, sawetawis gereja ngalami persoalan punika)
I
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Pasamuwan ingkang dipun tresnani Gusti,
Panganiaya ugi dipun-raosaken ing gesang pribadi padintenan. Kita asring mireng
cariyos sadherek kita ingkang boten estu pikantuk jabatan utawi pedamelan awit
ngrasuk kapitadosan dhumateng GustiYesus. (Dipun cariosaken pengalaman ingkang
gadhah sesambetan raket kaliyan warga pasamuwan)
Pasamuwan kinasih,
Punapa ingkang kelampahan punika saestu nuwuhaken pitakenan ing manah kita.
Kenging punapa punika kelampahan? Kenging punapa kita (Greja lan tiyang pitados)
ingkang kedah ngalami? Punapa kalepatan kita? Kenging punapa kangge mangibadah
kanthi ayem tentrem kemawon kok anggel? Kenging punapa kangelan dados tiyang
Kristen punika? Lan malih, pitakenan ingkang langkung wigati, punapa ingkang kedah
kita tindakaken tumprap tiyang-tiyang ingkang sampun nganiaya kita punika?
Pitakenan lan raos ingkang sami ugi dipun-raosaken dening sang nabi Yeremia lan
Sang Prabu Daud. Yeremia saestu ngraosaken bilih piyambakipun punika sampun saestu
ngladosi pasamuwan lan Gusti kanti sae. Jejering pribadi, Yeremia rumaos dados tiyang
ingkang tansah nindakaken karsanipun Gusti, tansah mirengaken pangandikanipun
Gusti, tansah nyinau pangandikanipun Gusti lan nebih saking pakempalanipun tiyang
nasar. Ing salebeting pangaraos bilih gesangipun boten nindakaken kalepatan punika,
Yeremia nggigat Gusti. Kenging punapa gesangipun tuwin bangsanipun ngalami
panganiaya. Bangsa Israel ingkang dipun-ladosi, bangsa pilihanipun Gusti, kedah gesang
ing tanah pangawulan. Sami kados ingkang dipun raosaken Dawud. Dawud ugi rumaos
dados tiyang sae lan leres. Nanging kenging punapa taksih kedah sangsara dipun bujeng
dening Saul. Dawud malah rumaos prelu nyuwun kaadilanipun Gusti.
Pasamuwan kinasih,
Sacara mirunggan ing Yeremia 15: 19, Gusti paring wangsulan dhateng
pitakenanipun Yeremia. Gusti nedahaken bilih Yeremia kedah wangsul, mratobat.
Wonten bab ingkang ngosok-wangsul, ing sasisih Yeremia Rumaos sae, malah rumaos
gadhah hak nggigat Gusti adhedhasar kesaenanipun piyambak, nanging Gusti malah
ngemutaken Yeremia supados mratobat, lan namung kanthi pamratobat
kemawonYeremia lan Israel badhe dipun-pulihaken Gusti.
Pamratobat punika ngrumaosi kalepatanipun lan wangsul dhateng prakawis
ingkang sae. Punapa ingkang dipun-ngendikakaken Gusti dhateng Yeremia punika
ngengetaken bilih kita punika saestu boten sampurna. Satengahing sadaya kesaenan
kita, kita tetep boten sampurna. Kita sinau bab mulat sarira, ningali batos kita piyambak.
Temtu mulat sarira punika sanes bab ngrumaosi lepat ingkang tumuju dhateng raos
asor. Mulat sarira punika prakawis ningali lebeting manah kita, ngrumaosi sinten diri kita
Khotbah Jangkep Agustus 2011
dipun abenajengaken kaliyan Gusti. Mulat sarira, koreksi diri ngrahaken diri supados
andhap asor, mawas diri. Sae ing gesang masyarakat punapa malih ing sesambetan kita
kaliyan Gusti. Tansah ngrumaosi bilih ing sadaya kesaean kita punika ugi wonten
kekirangan kita.
Raos mawas diri, waspada lan andhap asor punika badhe nyagedaken kita
nindakaken bab ingkang leres ing kawontenan ingkang kita raosaken wedal punika,
mirunggan bab kados pundi kita ningali sadaya momotan gesang kita. Lan langkung
lebet malih, punika nyagedaken kita nanggapi tiyang-tiyang ingkang sampun nganiaya
kita.
Rasul Paulus ing waosan kita mulangaken bab katresnan. Katresnan punika ingkah
kedah ndhasari sadaya tumindak kita tuwin ing sadaya kawontena gesang kita ing wedal
punika. Katresnan ingkang dipun wulangaken Paulus, sanes katresnan ingkang lamis.
Katresnan ingkang boten lamis punika tansah nebihi bab ingkang boten leres, ananging
nindakaken ingkang leres. Nebih saking bab ingkang boten leres punika boten kanti
nebihi tiyangipun ingkang tumindak boten leres. Tumindakipun ingkang kita sengiti,
nanging manungsanipun kedah kita tresnani. Bab punika cetha ing ayat salajengipun,
bilih kita kedah nresnani kanti boten mbedakaken setunggal lan setunggalipun. Kita
tresna boten namung dhateng tiyang ingkang sae, nanging ugi dhateng tiyang ingkang
“boten sae“ dhateng tiyang wengis kita malah dipun-wulang supados mberkahi sanes
malah supata. ( ayat 14 )
Nresnani pancen boten gampil. Punapa malih menawi ingkang kedah kita tresnani
punika tiyang ingkang sampun nganiaya kita. Tembung katresnan ditanpa lamis tansah
ngemutaken kita, bilih anggen kita nresnani punika kedah kanti tulus, boten lamis,
malah sanadyan ngantos tuna. Punika ingkang dipun tindakaken Gusti. Ing salebeting
pakaryan Mesiasipun, Gusti pirsa bilih jejibahan minangka Sang Mesih punika badhe
jangkep lumantar kasangsaran ingkang kedah kasandhang awit katresnanipun dhateng
manungsa. Mila Gusti lajeng duka dhateng Petrus nalika Petrus sumela atur dhateng
Gusti bab piwulang kasangsaranipun Gusti punika.
Pasamuwan kinasih,
Kasangsaran lan momotan gesang ing ajaran kristiani, asring ditingali sacara positif,
bilih momotan gesang boten namung mligi nuwuhaken kasangsaran. Prakawis tiningal
minangka lampahing pamulihan. Nalika kita ngraosakaen momotan gesang, sumangga
dipun tampi dados wujuding pendadaran diri. Punika wewengan mirunggan kangge
nulad Gusti. Sinau kangge nelakaken katresnan tulus, sinau ngatag manah supados
saged tatag lan tanggon anggen kita ndherek Gusti. Punika wewengan kangge sinau
tresna ditanpa lamis dhateng sinten kemawon. Lan setunggal prakawis ingkang kedah
Khotbah Jangkep Agustus 2011
kita ugemi. Gusti boten sare, mesti tansah mitulungi lan paring kekiyan dhateng kita.
Amin.
 Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartosing Sih Rahmat
Pitedah Gesang Enggal
Pangatag Pisungsung
: Mateus 5 : 10
: Mateus 5 : 44
: Jabur 5 : 4
 Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka
Kidung Panelangsa
Kidung Kesanggeman
Kidung Pisungsung
Kidung Panutup
: KPK-BMGJ no. 15 : 1,2
: KPK-BMGJ no. 48 : 1,2
: KPK-BMGJ no. 311 : 1,2
: KPK-BMGJ no. 187 : 1,3
: KPK-BMGJ no. 310 : 1,2
Khotbah Jangkep Agustus 2011
Download