1 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA Disusun Oleh : Nama : Lili Hartini NPM : 10502140 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Siti Mufattahah, Psi Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2009 2 JURNAL PENELITIAN AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA ABSTRAKSI Agresi anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga Kekerasan dalam rumah tangga secara umum mengandung pengertian bahwa sebagai suatu tindakan yang dimiliki seseorang untk melukai atau merusak benda milik korbannya. Dalam hal ini termasuk didalamnya segala bentuk ancaman, penggunaan kata-kata kasar, ataupun segala sesuatu yang mengakibatkan penderitaan bagi korbannya (dalam Su’adah, 2005). Adapun bentukbentuk kekerasan dalam rumah tangga yang biasa terjadi seperti kekerasan fisik yang berakibat langsung, kekerasan emosional atau psikologis yang termasuk didalamnya penggunaan kata-kata kasar, kekerasan seksual biasanya terjadi dalam hubungan suami istri, kekerasan ekonomi misalnya menghambur-hamburkan penghasilan istri, ataupun kekerasan sosial yang membatasi pergaulan istri. Dalam hal ini kekerasan yang terjadi biasa dilakukan oleh seorang suami kepada istri atau anaknya. kejadian yang dialami anak sehingga anak akan berperilaku sama seperti orang tuanya. Kekerasan dalam rumah tangga tersebut akan memiliki dampak diantaranya dampak fisik seperti perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, dampak secara psikologis seperti perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya percaya diri dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Dari beberapa dampak tersebut, maka kemungkinan akan muncul perilaku agresi pada anak, dimana perilaku tersebut didapat dari hasil pengamatan dan pengalaman Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan studi kasus dengan subjek penelitian seorang anak perempuan yang berperilaku agresi, dimana anak tersebut tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga. Agresi menurut Moore & Fine (dalam, Koeswara 1988) adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objekobjek. Agresi secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya. Selain itu agresi secara verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti bego, tolol. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam keluarga subjek, dan untuk mengetahui gambaran perilaku agresi pada anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga, selain itu untuk mengetahui penyebab perilaku agresi anak tersebut demikian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dan significant other sama-sama mengalami kekerasan dalam rumah tangga antara lain kekerasan fisik dan kekerasan emosional. Subjek setiap hari selalu 2 melihat kedua orang tuanya bertengkar seperti ketika ayahnya sedang memukul dan menampar ibunya, selain itu subjek juga sering mendengar bahwa ayahnya memanggil ibunya dengan kata-kata kasar seperti bego atau tolol. Kekerasan yang dialami subjek tidak beda jauh dengan ibunya, dimana ia sering dipukul dengan menggunakan tangan, dilempari sapu, sendal atau kaleng, subjek juga sering mendengar ayahnya memanggil ia dengan katakata bego dan tolol saat ia tidak bisa mengerjakan PRnya. Dalam hal ini subjek setiap hari mengalami serta mengamati kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada ia dan ibunya, maka hal ini akan berdampak terhadap perilaku subjek karena anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan dalam rumah tangga cenderung memiliki perilaku agresi yang tinggi. Agresi yang dilakukan oleh subjek berupa agresi verbal dan non verbal. Agresi verbal seperti penggunaan kata-kata kasar yaitu bego, tolol, tai kucing. Agresi non verbal seperti memukul. Faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresi antara lain proses belajar, imitasi, penguatan. Proses belajar yang didapatkan oleh subjek tidak lain karena seringnya ia melihat serta mengalami kekerasan, sehingga subjek mulai coba-coba melakukan agresi. Perilaku agresi yang dilakukan subjek tersebut, tidak lain meniru seperti perlakuan ayahnya terhadap subjek dan ibunya, ternyata perilaku agresi bagi subjek membawa dampak yang menyenangkan bagi dirinya, dimana setiap subjek melakukan agresi verbal maka teman dan adiknya akan patuh atau tunduk kepada dirinya. Kata kunci : agresi, kekerasan dalam rumah tangga. 2 BAB I A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga yang tertuang dalam UU RI No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Davies (1994) kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk kekerasan fisik maupun mental yang dilakukan oleh pria terhadap pasangannya atau istrinya yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan baik secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam rumah tangga. Adapun kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi terhadap anak menurut Gelles (dalam Newberger, 1982) adalah kondisi klinis dimana anak mengalami kekerasan dengan sengaja melalui verbal seperti penggunaan kata-kata kasar dan non verbal seperti penyerangan fisik oleh keluarga atau orang terdekat dari anak tersebut. Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang biasa terjadi seperti kekerasan fisik yang berakibat langsung, kekerasan emosional atau psikologis yang termasuk didalamnya penggunaan kata-kata kasar, kekerasan seksual biasanya terjadi dalam hubungan suami istri, kekerasan ekonomi misalnya menghambur-hamburkan penghasilan istri, ataupun kekerasan sosial yang membatasi pergaulan istri. Dalam hal ini kekerasan yang terjadi biasa dilakukan oleh seorang suami kepada istri atau anaknya. Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga, banyak keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib atau pihak yang menangani kasus tersebut. Dari keterangan diatas, maka kekerasan dalam rumah tangga tersebut akan memiliki dampak diantaranya dampak fisik seperti perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, dampak secara psikologis seperti perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya percaya diri dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Dari beberapa dampak tersebut, maka kemungkinan akan muncul perilaku agresi pada anak, dimana perilaku tersebut didapat dari hasil pengamatan serta kejadian yang dialami anak sehingga anak akan berperilaku seperti orang tuanya. Agresi menurut Moore & Fine (dalam, Koeswara 1988) adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objekobjek. Agresi secara fisik meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan lain sebagainya. Selain itu agresi secara verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti bego, tolol. Selain bentuk agresi tersebut, ada faktor yang mempengaruhinya dalam perbuatan agresi diantaranya faktor belajar, faktor imitasi, faktor penguatan. Agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau tidak langsung yang dilakukan ayah 2 terhadap ibu dan anaknya, maka dalam hal ini anak mengadopsi perilaku agresinya dari hasil belajar melalui pengamatan anak kepada orang tua serta anak dapat meniru semua tingkah laku orang tua yang didapatnya dari kekerasan tersebut. Di lain pihak orang tua tidak menyadari bahwa pada kenyataannya anak dapat berperilaku agresi tidak lain dari tingkah laku orang tua yang dipaparkannya setiap hari, akan tetapi tidak menutup kemungkinan lingkungan tempat tinggal juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku agresi anak. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti atas apa yang terjadi dalam keluarga tersebut, yaitu meneliti tentang perilaku agresi anak dalam keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga. B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kekerasan dalam rumah tangga pada keluarga subjek ? 2. Bagaimana gambaran perilaku agresi pada subjek yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga ? 3. Mengapa perilaku agresi anak tersebut demikian ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kekerasan dalam rumah tangga dalam keluarga subjek, dan untuk mengetahui gambaran perilaku agresi pada subjek yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga, selain itu untuk mengetahui penyebab perilaku agresi anak tersebut demikian. D. Manfaat Penelitian Pada penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat terutama bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga ataupun perilaku agresi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya bagi seorang suami atau yang suka melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dan istrinya agar jangan sampai melakukan tindakan kekerasan lagi, sebab kemarahan atau emosi tidak harus selalu diungkapkan secara fisik atau dengan emosional, melainkan berpikir dengan kepala dingin atau yang lainnya asal tidak melakukan kekerasan, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi tentang pola asuh yang diterapkan dan kemungkinan dampaknya terhadap perilaku anak. 3 BAB II T INJAUAN PUSTAKA A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga Kekerasan secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dimiliki seseorang untuk melukai atau merusak benda milik korbannya. Dalam hal ini termasuk didalamnya segala bentuk ancaman, penggunaan kata-kata kasar, ataupun segala sesuatu yang mengakibatkan penderitaan bagi korbannya (dalam Su’adah, 2005). Dalam UU RI No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan menurut Davies (1994) kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk kekerasan fisik maupun mental yang dilakukan oleh pria terhadap pasangannya atau istrinya yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan baik secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam rumah tangga. Adapun kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi terhadap anak menurut Gelles (dalam Newberger, 1982) adalah kondisi klinis dimana anak mengalami kekerasan dengan sengaja melalui verbal seperti penggunaan kata-kata kasar dan non verbal seperti penyerangan fisik oleh keluarga atau orang terdekat dari anak tersebut. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga dari penelitian ini adalah suatu bentuk kekerasan fisik maupun mental yang dilakukan oleh pria terhadap istri atau anaknya yang mengalami kekerasan dengan sengaja melalui verbal seperti penggunaan kata-kata kasar dan non verbal seperti penyerangan fisik oleh keluarga atau orang terdekat dari anak tersebut, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan baik secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 2. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga Dalam Sua’dah (2005) terdapat 5 kategori bentuk kekerasan dalam rumah tangga: fisik, emosional atau psikologis, seksual, ekonomi, dan sosial. a. Kekerasan fisik: biasanya berakibat langsung bisa dilihat mata seperti memar-memar di tubuh atau goresan-goresan luka. b. Kekerasan emosional atau psikologis: tidak menimbulkan akibat langsung tapi dampaknya bisa sangat memutus-asakan apabila berlangsung berulangulang. Termasuk dalam kekerasan emosional ini adalah penggunaan 4 kata-kata kasar, merendahkan, atau mencemooh. c. Kekerasan seksual: lebih sulit lagi dilihat karena tempat kejadiannya yang sangat tersembunyi, yaitu dalam hubungan intim suami istri. Antara lain dalam hubungan seks. d. Kekerasan ekonomi: misalnya menjual atau memaksa istri bekerja sebagai pelacur, atau menghambur-hamburkan penghasilan istri untuk bermain judi, minum alkohol, dan sebagainya. e. Kekerasan sosial: misalnya, dengan membatasi pergaulan istri. Istri dilarang mengikuti kegiatankegiatan di luar rumah. 3. Faktor-faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan menurut Scanzoni (dalam Sua’dah, 2005) ialah : a. Faktor masyarakat: 1) Kemiskinan, 2) Urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan diantara penduduk kota 3) Masyarakat keluarga ketergantungan obat 4) Lingkungan dengan frekwensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. b. Faktor keluarga: 1) Adanya anggota keluarga yang sakit yang membutuhkan bantuan terus menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental, orang tua, 2) Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencinta dan menghargai, serta tidak menghargai peran wanita, 3) kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga, 4) Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas. c. Faktor Individu, Di Amerika Serikat mereka yang mempunyai resiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga ialah 1) Wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai, 2) Berumur 17- 28 tahun, 3) Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan kedua zat itu, 4) Sedang hamil, dan 5) Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan. B. Agresi 1. Definisi agresi Agresi, menurut Baron (dalam Koeswara, 1988) adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor: tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu menjadi korban, dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Menurut, Moore & Fine (dalam Koeswara, 1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik seperti memukul ataupun secara verbal berupa penggunan katakata kasar terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Sedangkan menurut Baron & Richardson (dalam Krahe, 2005) agresi segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti dan melukai mahluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan. (dalam Sementara itu, menurut Myers Sarwono, 2002) 5 mendefinisikan agresi sebagai perilaku fisik ataupun lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Berdasarkan uraian diatas, maka agresi adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. 2. Tipe-tipe dan perilaku agresi bentuk-bentuk Menurut Buss (dalam Myers, 1983), agresi dapat berbentuk verbal maupun fisik, langsung maupun tidak langsung, dan aktif maupun pasif. a. Bentuk verbal dari agresi : melibatkan usaha untuk menyakiti orang lain melalui kata-kata, bukan perbuatan. b. Bentuk fisik dari agresi : melibatkan perilaku tampak (overt) yang dimaksudkan untuk menyakiti korban dengan cara tertentu. c. Bentuk langsung dari agresi : mengarah perilaku langsung ke korban. d. Bentuk tidak langsung dari agresi : mengarah perilaku melalui sarana lain atau melebihi serangan terhadap orang lain atau benda yang berharga bagi korban. e. Bentuk aktif dari agresi : Menyakiti korban melalui pelaksanaan tindakan tertentu. f. Bentuk pasif dari agresi : Menyakiti korban melalui penahanan tindakan tertentu. Walaupun terdapat bermacammacam bentuk perilaku agresi, Murray (dalam Hall&Lindzey, 1993) mengelompokkannya menjadi empat bentuk, yaitu : a. Bentuk emosional verbal, meliputi sikap membenci, baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak seperti : marah, terlibat dalam pertengkaran, mengkritik di depan umum, mencemooh, mencaci maki, menghina, menyalahkan, menertawakan dan menuduh secara jahat. b. Bentuk fisik bersifat sosial, meliputi perbuatan berkelahi atau membunuh dalam rangka mempertahankan diri atau mempertahankan objek cinta, membalas dendam terhadap penghinaan, berjuang dan berkelahi untuk mempertahankan negara, dan membalas orang yang melakukan penyerangan. c. Bentuk fisik bersifat anti sosial (fisik asosial), meliputi perbuatan perampokkan, menyerang, melukai, membunuh orang, berkelahi tanpa alasan, menentang otoritas resmi melawan atau menghianati negara dan perilaku kekerasan secara seksual. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi. Menurut Sears dkk (1994) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresi, diantaranya : a. Proses Belajar. Proses belajar merupakan mekanisme utama yang menentukan perilaku agresi manusia. Bayi yang baru lahir menunjukkan perasaan agresi yang sangat impulsif, tetapi akan semakin berkurang dengan bertambahnya usia, sehingga akan mengendalikan dorongan impuls agresinya secara kuat dan hanya melakukan agresi dalam keadaan 6 tertentu saja. Perkembangan ini terutama disebabkan oleh proses belajar. Menurut teori belajar, perilaku agresi didapatkan melalui proses belajar. Belajar melalui pengalaman, coba-coba (trial and error), pengajaran moral, instruksi, dan pengalaman terhadap orang lain. Oleh karena itu, mempelajari kebiasaan melakukan perilaku agresi dalam beberapa situasi dan menekankan amarah dalam situasi yang lain, bertindak agresi terhadap beberapa orang tertentu, dan tidak terhadap yang lain, adalah penting untuk mengendalikan perilaku agresi. b. Penguatan (reinforcement). Dalam proses belajar atau pembentukkan suatu tingkah laku, penguatan atau peneguhan memainkan peranan penting bila perilaku tertentu diberi ganjaran, kemungkinan besar individu akan mengulangi perilaku tersebut dimasa mendatang; bila perilaku tersebut diberi hukuman, kecil kemungkinan bahwa ia akan mengulanginya; begitu pula yang terjadi dalam pembentukan perilaku agresi. Agresi terbentuk dan dilakukan berulang kali oleh individu karena dengan agresinya itu individu tersebut mendapatkan hasil atau efek yang menyenangkan, tindakan agresi biasanya merupakan reaksi yang dipelajari, dan penguatan merupakan penunjang agresi yang utama. c. Imitasi. Imitasi adalah proses menuju tingkah laku model, sehingga sering disebutkan juga sebagai modeling. Imitasi yang terjadi setiap jenis perilaku, termasuk perilaku agresi. Semua orang, dan anak khususnya, mempunyai kecenderungan kuat untuk meniru orang lain. Anak tidak melakukan imitasi secara sembarangan, tetapi anak lebih sering meniru tertentu daripada orang lain. Semakin penting, kuasa, berhasil seseorang, dan paling sering ditemui, semakin besar kemungkinan anak dan perilaku orang tualah yang memenuhi kriteria tersebut, sehingga merupakan model utama bagi seorang anak pada masa awal kehidupannya. Orang tua merupakan sumber penguatan dan objek imitasi utama, maka perilaku agresi anak dimasa mendatang sangat tergantung pada cara orang tua memperlakukan anak dan pada perilaku anak itu sendiri. 7 a. Wawancara konservasional yang informal. b. Wawancara dengan pedoman umum. c. Wawancara dengan pedoman standar terbuka. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara dengan menggunakan pedoman umum. BAB III METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus (case study). 2. Subjek Penelitian a. Karakteristik Subjek Subjek adalah seorang anak perempuan yang berumur 10 tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar di daerah Pisangan Timur, yang melihat atau menyaksikan serta mengalami langsung kekerasan dalam rumah tangga, sehingga muncul perilaku agresi karena ia mengalami proses belajar serta imitasi dari orang tuanya. b. Jumlah Subjek Dalam penelitian ini jumlah subjek sebanyak satu orang siswa sekolah dasar dan didukung dengan satu orang significant other. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi a. Observasi Partisipan b. Observasi Non Partisipan Berdasarkan jenis - jenis observasi yang disebutkan di atas, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan metode observasi langsung – non partisipan dimana peneliti secara langsung mengamati dalam kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti walaupun begitu peneliti tidak melakukan atau ikut berperan dalam keseharian subjek ketika diamati (non partisipan) 2. Wawancara Alat Bantu Penelitian Peneliti menggunakan beberapa alat bantu dalam mengumpulkan data penelitian, yaitu: 1. 2. 3. 4. Panduan wawancara. Panduan observasi. Alat perekam. Alat-alat tulis, seperti pulpen, pensil, dan kertas untuk mencatat observasi. Keakuratan Penelitian Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik pemeriksaan dengan triangulasi yang memiliki empat macam sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu : 1. Triangulasi data Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil observasi, data sekunder, significant other, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang berbeda. 2. Triangulasi pengamat Adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, Dosen Pembimbing bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. 8 3. Triangulasi teori Penggunaan berbagai teori, telah dijelaskan yaitu berbagai teori tentang kekerasan dalam rumah tangga dan perilaku agresi sebagaimana teori ini telah dijelaskan pada bab II untuk digunakan dan menguji terkumpulnya data. 4. Triangulasi metode Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal seperti metode Analisis Intra Kasus (Within-case), seta penggunaan metode observasi dan wawancara untuk mengumpulkan data. 9 BAB IV HASIL DAN ANALISIS Berdasarkan hasil penelitian pada subjek dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Gambaran kekerasan dalam rumah tangga pada keluarga subjek. Dalam kasus ini yang mengalami kekerasan dalam keluarga subjek adalah subjek dan significant other, kekerasan fisik yang dialami subjek antara lain subjek sering dipukul oleh ayahnya dibagian kakinya dengan menggunakan sapu lidi. Subjek juga pernah dipukul dengan menggunakan tangan dan dilempari dengan menggunakan sendal, sapu dan kaleng. Hal ini biasa terjadi ketika ayah subjek sedang marah. Sedangkan kekerasan fisik yang dialami ibu subjek adalah ditampar, selain itu subjek juga pernah melihat ibunya dilempar sapu oleh ayahnya. Kekerasan fisik yang dialami oleh significant other adalah kekerasan emosional, dimana ayah subjek selalu memanggil subjek dan significant other dengan sebutan bego dan tolol ketika ayahnya marah dan ketika subjek tidak bisa mengerjakan Prnya, disamping bicara kasar ayah subjek juga memanggil significant other dengan nada suara yang keras, karena hal itu membuat ibu subjek merasa sakit hati. Selain itu juga bila ayah subjek marah maka significant other akan dimarahin terus-menerus. 2. Gambaran perilaku agresi pada subjek yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga. Perilaku agresi yang dilakukan subjek antara lain, subjek suka bicara kasar serta subjek suka memukul. Dalam hal ini perilaku agresi subjek tersebut biasa dilakukannya ketika dan setiap kali subjek marah atau kesal terhadap teman atau adiknya, dalam hal ini terdapat kesamaan ketika mengobservasi terlihat bahwa perilaku subjek saat sedang bermain dengan teman sebayanya, dimana subjek terlihat sedang berbicara kasar dengan suara agak keras saat memanggil temannya dengan kata-kata bego. Adapun bentuk perilaku agresi subjek yang biasa dilakukan seperti agresi verbal yaitu penggunaan kata-kata kasar yang biasa subjek ucapkan antara lain bego, tolol, tai kucing. Subjek akan mengeluarkan kata-kata tersebut setiap kali ia kesal atau marah dan apabila ada orang yang kasar atau jahil terhadapnya. Hal ini dilakukan oleh subjek karena ia beranggapan bahwa setiap orang marah pasti akan berperilaku seperti dirinya. Agresi lainnya yang dilakukan subjek adalah agresi fisik, dimana subjek sering memukul kepada adiknya, bila adiknya nakal dan tidak mau menuruti perintahnya. Selain sering memukul adiknya, subjek juga akan memukul temannya, apabila temannya itu membuat ia kesal dan sebal, tetapi dalam hal ini subjek hanya akan memukul temannya yang laki-laki karena bila teman perempuan yang ia 10 pukul maka kemungkinan akan menangis, dalam hal ini terdapat kesamaan pada saat observasi berlangsung subjek sedang memukul punggung temannya sambil bercanda dan mengatakan bahwa pakaiannya terlihat kotor. 3. Perilaku agresi anak dapat terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhinya antara lain : Ada beberapa faktor yang mempengaruhi agresi subjek diantaranya : 1) Faktor belajar; subjek sering melihat ayahnya bertengkar di rumah, maka sejak dari itu subjek suka bertingkah laku sama seperti dengan ayahnya ketika di rumah contohnya seperti bicara kasar dan memukul. Selain melihat perilaku orang tua di rumah, perilaku agresi subjek dilakukan karena melihat dari lingkungan sekitar rumahnya yang kebanyakan suka berbicara kasar. 2) Faktor penguatan; selama ini perilaku agresi yang biasa dilakukan oleh subjek seperti bicara kasar atau memukul, dirasakan dampaknya sangat menyenangkan bagi subjek, karena biasanya setelah ia bicara kasar dan bersikap tegas kepada teman dan adiknya, maka mereka akan tunduk dan patuh sehingga mau mengikuti apa saja yang diperintahkan oleh subjek. 3) Faktor imitasi; subjek meniru tingkah laku dari orang tua terutama ayahnya seperti bicara kasar dan memukul lantaran subjek sering melihat kedua orang tuanya bertengkar dirumah. Selain sering melihat orang tuanya, subjek juga meniru orang dewasa di sekitar rumahnya yang bicara kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sears dkk (1994) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresi, diantaranya : 1) Proses belajar merupakan mekanisme utama yang menentukan perilaku agresi manusia. Menurut teori belajar, perilaku agresif didapatkan melalui proses belajar. Belajar melalui pengalaman, coba-coba (trial and error), pengajaran moral, instruksi, dan pengalaman terhadap orang lain ; 2) Penguatan, dalam proses belajar atau pembentukkan suatu tingkah laku, penguatan atau peneguhan memainkan peranan penting bila perilaku tertentu diberi ganjaran, kemungkinan besar individu akan mengulangi perilaku tersebut dimasa mendatang; bila perilaku tersebut diberi hukuman, kecil kemungkinan bahwa ia akan mengulanginya ; 3) Imitasi, semua orang, dan anak khususnya, mempunyai kecenderungan kuat untuk meniru orang lain. Anak tidak melakukan imitasi secara sembarangan, tetapi anak lebih sering meniru tertentu daripada orang lain. Semakin penting, kuasa, berhasil seseorang, dan paling sering ditemui, semakin besar kemungkinan anak dan perilaku orang tualah yang memenuhi kriteria tersebut, sehingga merupakan model utama bagi seorang anak. 11 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pada subjek dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Gambaran kekerasan dalam rumah tangga dalam keluarga subjek antara lain kekerasan fisik yang dialami subjek adalah ia dipukul dengan tangan dan dilempar dengan menggunakan sapu lidi, sendal dan kaleng. Hal ini biasa terjadi ketika ayah subjek sedang marah. Kekerasan emosional yang dialami subjek dan ibunya adalah dipanggil oleh ayah subjek dengan kata-kata kasar seperti bego dan tolol dengan nada suara yang keras dan ini membuat significant other merasa sakit hati. Hal ini biasa dilakukan oleh ayah subjek, bila subjek tidak bisa mengerjakan PRnya. Selain itu, ayah subjek akan memarahi ibu subjek terus-menerus ketika ia sedang marah. 2. Perilaku agresi pada anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga antara lain subjek suka berperilaku agresi verbal seperti berbicara kasar bego dan tolol setiap kali ia kesal terhadap teman dan adiknya. Setiap kali subjek menyadari bahwa ia bicara kasar, maka ia berjanji untuk tidak mengulanginya kembali dengan cara ia menghindar seperti lari. Agresi fisik seperti memukul yang dilakukan subjek kepada temannya karena sering melihat kedua orang tuanya ketika bertengkar dirumah. 3. Perilaku agresi anak dapat terjadi antara lain karena faktor belajar. Subjek sering melihat tingkah laku orang tua dan orang dewasa yang berada disekitar rumah subjek. Dari proses belajar tersebut, maka subjek melakukan imitasi atau meniru dari hasil yang ia lihat dari kehidupan sehari-hari. Subjek juga merasakan perilaku agresi verbal yang dilakukannya selama ini sangat menyenangkan, karena teman atau adiknya menjadi tunduk atau patuh terhadapnya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memberi saran antara lain : 1. Kepada subjek disarankan untuk belajar menerima keadaan bahwa kedua orang tuanya memang tidak harmonis, disisi lain subjek agar lebih bisa menjaga emosi serta tingkah lakunya ketika sedang kesal agar tidak lagi mengeluarkan kata-kata kasar atau memukul kepada siapapun. Subjek juga harus memberikan contoh yang baik buat adiknya. 2. Kepada keluarga subjek yang melakukan kekerasan fisik seperti memukul atau secara emosional berbicara kasar agar jangan melakukan hal tersebut di depan anak-anak dan melihat dampak yang terjadi bagi para korbannya, karena luka fisik bisa disembuhkan akan tetapi luka batin sulit untuk disembuhkan. Sikap sabar yang ditanamkan oleh ibu subjek harus tetap dijaga dalam mengahadapi suaminya dirumah. 3. Kepada penelitian selanjutnya, agar dapat mengembangkan penelitiannya terhadap agresi anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga dengan menggali faktor lain, misalnya pola asuh pada anak yang tinggal dalam keluarga dengan kekerasan rumah tangga. 12 DAFTAR PUSTAKA Davies, M. (1994). Women violence. London : Zed Books. and Hall, Calvin, S & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 2. Yogyakarta : Kanisius. Hidayat, S. (2002). Hubungan perilaku kekerasan fisik ibu pada anaknya terhadap munculnya perilaku agresif pada anak SLTP, Jurnal provitae volume : 1 Desember (2002). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Taruma Negara & Yayasan Obor Indonesia. Heru Basuki, A.M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma. Koeswara, E.(1988). Agresi manusia. Bandung : PT. Eresco. Krahe, B. (2005). Perilaku agresif. Jakarta: Pustaka Belajar. Myers, D. G., (1983). Social psychology. Japan : Mc Graww Hill Book. Nevid, J. S, Rathus, S. A, & Grene. B. (2003). Psikologi abnormal. Edisi Lima. Jilid 2. alih bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Erlangga. Newberger. E. H. (1982). Child abuse. London : Harvard Medical School. Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Indonesia. Universitas Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sarwono, S. W. (2002). Psikologi sosial 2: Psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai pustaka. Sua’dah. (2005). Sosiologi keluarga. Malang : UMM Press. Sears, D. O., Freedman, J. L dan Peplau A. L., (1994). Psikologi sosial Jilid 2. Jakarta Erlangga. Undang Undang Republik Indonesia. No 23 Tahun (2004). Tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Bandung. Citra Umbara. Yin, R. K. (2003). Studi kasus dan metode. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. http://www.sekitarkita.com