APLIKASI ZPT HANTU TERHADAP PERTUMBUHAN STEK

advertisement
1
APLIKASI ZPT HANTU TERHADAP
PERTUMBUHAN STEK BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)
Oleh :
EKO SAPARINGGA AGNES
NIM : 130500091
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
2016
2
APLIKASI ZPT HANTU TERHADAP
PERTUMBUHAN STEK BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)
Oleh :
EKO SAPARINGGA AGNES
NIM : 130500091
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebuah Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
2016
3
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:
Aplikasi ZPT Hantu Terhadap Pertumbuhan Stek Batang
Nilam (Pogostemon cablin Benth)
Nama Mahasiswa
:
Eko Saparingga Agnes
NIM
:
130500091
Program Studi
:
Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
:
Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
F. Silvi Dwi Mentari, S.Hut. MP
NIP. 197707232003122002
Roby, SP, MP
NIP. 19730517200511009
Sri Ngapiyatun, SP, MP
NIP. 197708272001122002
Menyetujui,
Ketua Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan
Nur Hidayat, SP, M.Sc
NIP. 19721025 200112 1 001
Lulus ujian pada tanggal : 23 Agustus 2016
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. M. Masrudy, MP
NIP. 196008051988031003
4
ABSTRAK
EKO SAPARINGGA AGNES. Aplikasi ZPT Hantu Terhadap Pertumbuhan Stek
Batang Nilam (Pogostemon cablin Benth) (di bawah bimbingan F. SILVI DWI
MENTARI).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh zat pengatur tumbuh Hantu yang belum
banyak diketahui petani dan masyarakat budidaya nilam, tentang penggunaan
dosis yang sesuai bagi stek batang nilam (Pogostemon cablin Benth). Maka
untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan penelitian untuk mencari dosis yang
sesuai bagi meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil budidaya nilam serta
mempercepat pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menghitung kecepatan tumbuh dan persentase keberhasilan pertumbuhan stek
nilam yang diberikan zat pengatur tumbuh Hantu.
Penelitian ini dilakuan 3 bulan, terhitung dari tanggal 30 Desember 2015
sampai dengan 30 Maret 2016, dari persiapan alat dan bahan, pelaksanan
penelitian, pengambilan data, dan penyusunan laporan Penelitian ini dilakukan di
areal sekitar Laboratorium Agronomi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) taraf perlakuan
yaitu, P1 : stek nilam direndam mengunakan ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/
500 ml air selama 10 menit, P2 : stek nilam direndam mengunakan ZPT Hantu
dengan dosis 3 ml/ 500 ml air selama 10 menit, P3 : stek nilam direndam
mengunakan ZPT Hantu dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air selama 10 menit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada perlakuan P1 kecepatan tumbuh
stek nilam di hari ke-6 dengan jumlah 6 stek dan persentase keberhasilan tumbuh
90%, pada perlakuan P2 kecepatan tumbuh stek nilam di hari ke-6 dengan
jumlah 1 stek dan persentase keberhasilan tumbuh 70%, serta perlakuan P3
kecepatan tumbuh stek nilam di hari ke-6 dengan jumlah 4 stek dan persentase
keberhasilan tumbuh 80%. Dengan demikian perlakuan pada P1 diduga dapat
memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan yang lain.
Kata Kunci : ZPT Hantu, stek batang, nilam
5
RIWAYAT HIDUP
EKO
SAPARINGGA
AGNES, lahir pada tanggal 12
Desember 1993 di Desa Senyiur, Kecamatan Muara
Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan
Timur.
Merupakan anak pertama dari empat bersaudara
pasangan bapak Junaidi dan Ibu Sumini. Tahun 2001
memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) 001 Senyiur dan
lulus pada tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Muara Ancalong hingga lulus pada tahun
2010. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) N 1 Muara
Ancalong dan lulus pada tahun 2013. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2013
di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan.
Pada tanggal 4 Maret sampai dengan 28 April 201 6 mengikuti Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT. Cita Puta Kebun Asri Desa Alur, Kecamatan Jorong,
Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan.
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada
program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Keberhasilan dan kelancaran dalam penyusunan karya ilmiah ini juga tidak
terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu F. Silvi Dwi Mentari, S.Hut, MP selaku dosen pembimbing.
2. Bapak Roby, SP, MP dan Ibu Sri Ngapiyatun, SP, MP selaku dosen penguji
3. Bapak Nur Hidayat, SP, M.Sc selaku Ketua Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan.
4. Para staf pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan.
5. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan motivasi dan doa kepada
penulis selama ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan karya
ilmiah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat
kekurangan , namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
Kampus Sei Keledang, 23 Agustus 2016
7
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ...........................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ...................................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
A. Morfologi Tanaman Nilam ...............................................
B. Perbanyakan Nilam Secara Vegetatif .............................
C. Tinjauan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami...................
D. Kandungan ZPT Hantu ...................................................
4
4
10
12
16
III.
METODE PENELITIAN .........................................................
A. Tempat dan Waktu ..........................................................
B. Alat dan Bahan................................................................
C. Rancangan Penelitian .....................................................
D. Prosedur Kerja ................................................................
E. Pengambilan Data ...........................................................
F. Analisa Data ....................................................................
17
17
17
17
18
19
19
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
A. Hasil .................................................................................
B. Pembahasan ....................................................................
20
20
22
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
A. Kesimpulan ......................................................................
B. Saran ...............................................................................
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
27
LAMPIRAN ....................................................................................
30
8
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Data hari munculnya tunas ...............................................................
21
2.
Hasil persentase keberhasilan tumbuh stek nilam.............................
22
9
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Alat dan Bahan....................................................................................
31
2. Persiapan Media Tanam dan Perendaman Stek Nilam .......................
35
3. Dokumentasi Hari Penanaman Stek Nilam ..........................................
37
4. Dokumentasi Hasil Akhir .....................................................................
49
1
I. PENDAHULUAN
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang memiliki prospek ekonomi cukup cerah, hasil dari tanaman
nilam adalah minyak nilam yang diperoleh dari proses penyulingan daun dan
ranting tanaman nilam. Di Indonesia pengembangan tanaman nilam mempunyai
tujuan
ganda,
disamping
untuk
meningkatkan
pendapatan
petani
juga
meningkatkan produktivitas lahan kering (Krismawati, 1998).
Menurut Santoso (2007), pembibitan nilam dapat dilakukan di polybag.
Keuntungan pembibitan di polybag antara lain lebih mudah melakukan perawatan
dan pengontrolan, menghemat penggunaan bibit serta dapat mengurangi tingkat
kematian akibat pemindahan ke kebun atau lahan. Tanaman nilam jarang,
bahkan hampir tidak pernah berbunga sehingga perbanyakan secara generatif
tidak dilakukan. Pengembangan tanaman nilam dilakukan secara vegetatif
dengan menggunakan stek cabang yang sudah berkayu dan mempunyai ruasruas pendek. Untuk mendapatkan stek yang baik, bahan stek berasal dari
tanaman induk yang sehat, bebas dari hama penyakit serta tanaman induk
berumur 6
12 bulan (Rahardjo dan Wiryanto, 2003).
Kardinan dan Maludi (2004), menjelaskan bahwa perbanyakan tanaman
nilam dilakukan dengan pengambilan stek dari tanaman induk yang berumur lebih
dari satu tahun dan diambil dari ranting-ranting muda yang telah berkayu serta
mempunyai banyak mata tunas. Perbanyakan tanaman nilam dilakukan dengan
cara vegetatif, yakni dengan stek batang dan stek cabang.
Bibit tanaman nilam diperoleh dari perbanyakan stek batang. Bahan stek
yang diambil berasal dari tanaman induk yang sudah berumur lebih dari 4 bulan.
2
Ukuran stek yaitu 3 ruas dan panjangnya 15 cm serta daun dipangkas lebih
dahulu dengan menyisakan 2 4 helai daun muda (Amin, 2006).
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) adalah senyawa organik yang bukan hara
(Nutrein), yang dalam jumblah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat
merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh terdiri dari 5 yaitu
auksin yang mempunyai kemampuan dalam mendukung perpanjangan sel,
ethilen berperan dalam peroses pematangan buah, dan asam abisat. Efektivitas
zat pengatur tumbuh pada tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi yang diberikan,
karena perbedaan konsentrasi akan menimbulkan perbedaan aktivitas zat
pengatur tumbuh ditentukan oleh sp esies bahan stek yang digunakan (Abidin,
1990).
Melakukan pengaplikasian ZPT Hantu terhadap pertumbuhan tanaman
nilam ini tidak terlalu sulit, selain bahan-bahan yang mudah didapat, tidak
memakn waktu yang lama dan tidak menggunakan biaya yang besar, ZPT Hantu
ini sangatlah multiguna selain memiliki kandungan unsur: Zat Pengatur Tumbuh
Organik terutama: Auksin, Giberellin, Kinetin, Zeatin dan Sitokinin ZPT Hantu ini
bisa juga di jadikan sebagai pupuk organik sebagai penambah unsur hara.
Dikarenakan ZPT Hantu tersebut mengandung berbagai macam pupuk
diantaranya seperti : N-63, P-14, Na, Mg, Cu, Fe, Mn, Zn, Co, Cd, Pb. Dengan
bahan yang tidak mengandung zat beracun dan zat-zat yang berbahaya lainya,
ZPT Hantu sangatlah aman digunakan di sekitar pemukiman padat penduduk
karena terbuat dari bahan alami yang dibutuhkan untuk semua jenis tanaman
(Anonim, 2009).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kecepatan tumbuh dan
persentase keberhasilan pertumbuhan stek nilam yang diberikan ZPT Hantu.
3
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan ilmu bagi kita
dan sekaligus memberi informasi bagi petani nilam dan masyarakat pembudidaya
tanaman nilam, tentang penggunaan ZPT Hantu dengan dosis yang tepat pada
stek batang nilam.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Morfologi Tanaman Nilam
1. Sistematika Tanaman Nilam
Tanaman nilam merupakan tanaman tahunan maka susunan
botaninya sangat berbeda dengan tanaman musiman, dan dalam tata
nama cara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari tanaman
nilam. Menurut Nuryani dkk (2007) sistematika nilam sebagai beriukut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Lamailes
Famili
: Labiateae
Genus
: Pogostemos
Spesies
: Pogostemos cablin Benth
2. Jenis Tanaman Nilam
Tanaman nilam meliputi 3 spesies yaitu Pogostemon cablin Benth,
Pogostemon
hayneanus
Benth,
dan
Pogostemon
hortenis
Benth
(Kardinan dan Maulidi, 2007)
a. Pogostemon cablin Benth
Jenis nilam ini sering juga disebut nilam aceh. Jenis nilam ini
termasuk family Labiateae yaitu kelompok tanaman yang mempunyai
aroma mirip satu sama lain diantara jenis nilam, yang diusahakan
secara komersial adalah variates Pogostemon cablin Benth. Nilam
aceh berasal dari Filipina, yang kemudian berkembang ke Malaysia,
Madagaskar, Paraguay, Brazilia dan Indonesia dari hasil eksplorasi
5
ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakteristik,
morfologinya, kandungan minyak, sifat kimia minyak dan sifat
ketahanan penyakit dan kekeringan.
b. Pogostemon hayneanus Benth
Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan. Jenis ini
berasal dari India, banyak tumbuh liar di hutan pulau jawa. Jenis ini
berbunga, karena itu kandungan minyaknya rendah yaitu 0,5-1,5%.
Disamping itu minyak nilam dari tanaman ini komposisi minyaknya
kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan.
c. Pogostemon hortenis Benth
Disebut juga nilam jawa atau nilam sabun karena bias
digunakan untuk mencuci pakaian. Bedanya dengan nilam jawa
lainnya adalah tidak berbunga. Jenis nilam ini hanya terdapat
didaerah Banten. Kandungan minyaknya 0,5-1,5% komposisi minyak
yang dihasilkan kurang baik sehingga untuk jenis nilam ini juga
kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan.
3. Morfologi tanaman nilam
a. Akar
Tanaman nilam memiliki jenis perakaran bentuk akar serabut.
Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Dalam perakaran yang
menancap ke tanah mencapai 30 -40 cm (Sudaryani, 2004).
b. Batang
bentuk batang kecil, bercabang-cabang, dan berkulit tipis pada
bagian kulit luarnya, jenisnya berkayu dengan berdiameter 10 -20 mm,
dengan sistem percabangan bertingkat-tingkat mengelilingi batang (3 -5
6
cabang bertingkat). Setelah tanaman berumur 6 bulan, tingginya dapat
mencapai 1 m dengan radius mencapai selebar kurang lebih 60 cm
(Nuryani, dkk, 2007).
c. Daun
Bentuk daun bergerigi berbentuk bulat dan lonjong. Daun yang
masih muda berwarna hijau muda, sedangkan daun yang sudah tua
berwarna hijau tua dengan panjang 6,33-7,64 cm dan lebar
5,34-6,25 cm. Permukaan daun agak kasar memiliki bulu tipis pada
bagian luar daun (Kardinan, Maludi, 2007).
4. Syarat Tumbuh Tanaman Nil am
a. Tanah
Nilam dapat ditanam di tanah sawah, atau tanah tegalan/
pekarangan atau pun di tanah-tanah hutan yang baru dibuka.
Tanaman ini cocok tumbuh di tanah yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik. Dari pengamatan di lapangan, ternyata
nilam dapat tumbuh baik pada tanah regosol, latosol dan aluvial.
Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir atau lempung
berdebu dan kemasaman tanah antara pH 6-7. Lahan tanaman nilam
tidak boleh tergenang air (Nuryani, dkk, 2007).
Untuk mendapatkan tanah yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik dapat dilakukan dengan cara pemberian
pupuk kandang yang sudah masak. Pemakaian pupuk kandang yang
belum masak dapat menjadi sumber inokulum yang mengakibatkan
busuknya akar nilam.
7
Jika tanah yang dipergunakan untuk menanam nilam terlalu
masam (pH di bawah 5,5) tanaman nilam dapat menjadi kerdil.
Kekerdilan ini disebabkan oleh garam Alumunium (AI) yang larut di
dalamnya.
pengapuran,
Kebutuhan
Untuk
meningkatkan
sekurang-kurangnya
kapur
sekitar
0,5-1
pH
tanah,
dua
bulan
ton/Ha
dapat
dilakukan
sebelum
tanam.
tergantung
tingkat
kemasamannya. Akan tetapi, jika pH tanah terlalu basah, akan
menyebabkan hara Mangan (Mn) tidak dapat diserap tanaman,
sehingga bentuk daun nilam akan kurus kecil (Sudaryani, 2004)
b. Iklim
Keadaan iklim dapat dirinci sebagai berikut : cahaya matahari,
suhu, kelembaban, curah hujan dan angin. Semua unsur yang
termasuk didalam faktor iklim ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling
mempengaruhi satu sama lainnya
1. Intensitas cahaya matahari
Penyinaran matahari secara langsung selama pertumbuhan
mempengaruhi warna dan ukuran daun nilam. Lahan tanaman
nilam yang tidak diberi pelindung akan menyebabkan daun nilam
kecil, agak tebal dan berwarna merah kekuning-kuningan. Namun,
walaupun keadaan daun demikian, kadar minyaknya lebih tinggi.
Sebaliknya, jika penyinaran matahari tidak langsung karena adanya
pohon pelindung, pertumbuhan tanaman nilam lebih subur, daunnya
lebih besar dan tipis serta berwarna lebih hijau, tetapi kadar
minyaknya lebih rendah. Itulah sebabnya, ada tidaknya pohon
pelindung perlu dipertimbangkan, walaupun tanaman nilam dapat
8
tumbuh dan berkembang sebagai tanaman sela pada lahan
perkebunan kelapa, karet, melinjo, jambu mente dan sebagainya
(Sudaryani, 2004)
Pengaruh penyinaran sinar matahari sebagai mana diuraikan
di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: sinar matahari berperan
sebagi sumber energi untuk proses fotosintesis bagi setiap
tanaman. Jenis sinar yang dibutuhkan adalah sinar putih yang
merupakan gabungan dari sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru,
nila dan ungu. Proses penyerapan sinar matahari tergantung dari
jenis tanaman. Tanaman nilam lebih menyukai sinar matahari yang
jatuh
secara
minyaknya.
langsung,karena
Selain
berfungsi
mampu
meningkatkan
sebagai
sumber
kadar
energi,
photoperidesitas, yakni lamanya penyinaran matahari dalam satu
harinya. Sedangkan intensitas penyinaran adalah jumlah kalori dari
sinar matahari yang diterima oleh suatu bidang persatuan luas dan
persatuan waktu. Akan tetapi intensitas penyinaran ini bernilai
relatif, karena tergantung dari jenis tanaman. Daun nilam yang
berwarna
merah
kekuning-kuningan
dan
mengecil
misalnya
disebabkan oleh tingkat transpirasi yang lebih tinggi dari pada
absorbsi air oleh akar-akarnya (Pudjiono, 2008)
Intensitas cahaya matahari yang tinggi dapat mengurangi
tingkat keberhasilan penyetekan. Manipulasi tempat pembibitan
dengan naungan paranet dapat mengatasi masalah intensitas
cahaya matahari. Kelembaban yang tinggi (80%-90%) diperlukan
pada penyetekan untuk pertumbuhan mata tunas dan pembentukan
9
akar. Kelembaban udara tempat pembibitan stek dipertahankan
berkisar antara 80-90% (Leopold, 1963)
2. Suhu dan Ketinggian
Faktor suhu berhubungan erat dengan ketinggian letak suatu
tempat. Secara teoritis, setiap tanaman memerlukan suhu yang
tinggi terutama pada fase generatif. Akan tetapi suhu yang terlalu
tinggi
terkadang
dapat
merusak
jaringan
tanaman
dan
menggugurkan daun-daun tanaman. Nilam termasuk jenis tanaman
tropis. Oleh karena itu tanaman nilam dapat tumbuh dengan baik di
daerah-daerah tropis antara 10° lintang utara sampai 10° lintang
selatan. Suhu yang paling cocok untuk tanaman nilam adalah sekitar
18-27°C. Pada dasarnya tanaman nilam ini dapat tumbuh di manamana, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian lebih dari 1.000
m di atas permukaan laut. Akan tetapi, nilam akan berproduksi baik
pada ketinggian 100-400 m di atas permukaan laut (Nuryani, dkk,
2007).
3. Curah hujan
Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman,
diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pasir,
saran transport hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan
membentuk enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman nilam
membutuhkan curah hujan relatif tinggi yakni antara 2.300-3.000
mm/ tahun (Nuryani, dkk, 2007).
10
4. Kelembaban
Tanaman dataran rendah pada umumnya membutuhkan
kelembaban yakni tidak terlalu tinggi untuk melangsungkan
pertumbuhannya. Tanaman nilam menbutuhkan kelembaban sekitar
60-70
(Nuryani, dkk, 2007).
5. Angin
Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman, terutama
pada fase pertumbuhan vegetatif. Bila pada fase pertumbuhan
vegetatif terdapat angin kering yang berhembuh dengan kencang,
tumbuhan-tumbuhan dapat tumbang temasuk tanaman nilam
(Sudaryani, 2004)
B. Perbanyakan Nilam Secara Vegetatif
Pentingnya penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor
usaha pertanian yang utama dalam upaya peningkatan produksi karena
tanpa penggunaan benih unggul yang bermutu, maka sarana produksi
lainnya akan kurang bermanfaat bahkan menimbulkan kerugian ke
konsumen/ petani. Perbanyakan secara vegetatif ada dua cara yaitu
perbanyakan menggunakan metode teknologi tinggi seperti kultur jaringan.
Perbanyakan secara vegetatif jenis ini menbutuhkan biaya tinggi dan sumber
daya manusia yang ahli dalam kutur jaringan. Sedangkan untuk jangka
pendek, dengan kemampuan biaya terbatas maka solusi terbaik adalah
dengan perbanyakan vegetatif makro. Perbanyakan vegetatif marko seperti
stek, menyambung dan cangkok mudah di pelajari dan tidak membutuhkan
teknologi yang canggih. Cara ini dapat di terapkan dengan mudah dalam
pemeliharannya dan memenuhi kaidah perbanyakan vegetatif secara standar
11
(Pudjiono, 2008). Perbanyakan nilam secara konvensional dapat dilakukan
melalui perbanyakan secara vegetatif salah satunya adalah stek batang atau
cabang dan stek pucuk. Setek batang atau cabang diambil dari batang atau
batang yang telah mengayu, stek dapat langsung ditanam di lapangan atau
diakarkan lebih dahulu. Stek yang ditanam, biayasanya mengandung
sedikitnya 4 ruas. Upaya meningkatkan perkembangan perakaran pada stek
batang tanaman nilam, dapat dilakukan pemberian hormon dari luar. Proses
pemberian hormon harus memperhatikan jumlah dan konsentrasinya agar
mendapatkan sistem perakaran yang baik dalam waktu yang relatif singkat
(Asman, 1996)
Menurut Arifin, (2005), Kemampuan stek untuk membentuk akar
tergantung pada spesiesnya. Ada spesies tanaman yang mudah berakar dan
ada pula yang sulit berakar, bahkan ada yang tidak dapat berakar walaupun
sudah diberikan perlakuan khusus,Bagi yang dapat berakar, ada yang
mudah berakar pada bagian ujungnya (stek pucuk) dan ada pula yang
mudah berakar pada ranting bagian pangkalnya (stek pangkal).
Stek tanaman nilam agar tumbuh baik, sehat dan pertumbuhannya
lebih cepat dapat diberikan pemberian hormon perangsang pertumbuhan
baik secara kimia maupun secara alami. Pemberian hormon secara kimia
dapat memberikan
dampak negatif maupun positif,
ada pun dampak
negatifnya ialah semakin berkembangnya jaman semakin tinggi pula harga
zat perangsang tumbuh kimia dan semakin sering memakai zat perangsang
tumbuh kimia dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Ada
pun dampak positifnya pertumbuhan nilam sengat cepat dan dapat
membrikan pertumbuhan yang optimal. Sedangkan penggunaan zat
12
perangsan tumbuh alami dampak pos itifnya ialah ramah lingkugan dan
bahan yang digunakan mudah didapat dan harga relatif murah dan cara
pembuatanya sangat mudah dan gampang, sedangkan dampak negatifnya
kandungan dalam Zat Perangsang Tumbuh alami belum diketahui pasti
(Sudaryani, 2004).
C. Tinjauan Zat Pengatur Tumbuh ( ZPT ) Alami
Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik yang bukan merupakan
Zat hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat, atau mengatur
proses fisiologi tanaman. Zat Pengatur Tumbuh di dalam tanaman terdiri
dari 5 kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam abisat
dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap peroses fisiologis
tanaman (Haddy, 1996).
Penggunaan zat pengatur tumbuh adalah untuk menambah kadar
yang ada, guna mempercepat pertumbuhan tanaman dengan harapan agar
diperoleh hasil yang lebih cepat dan mungkin lebih besar. Tanggapan
(respon) tanaman terhadap pemberian ZPT sangat bervariasi, tergantung
pada fase perkembangan yang telah dicapainya. Pertumbuhan akar stek
dapat dipercepat dengan menggunakan ZPT seperti : Indol butyric acid
(IBA), Indol acetic acid (IAA) atau Napthalin acetic acid (NAA) yang telah
diencerkan (Arifin dkk 2005).
Manfaat dari Zat pengatur tumbuh sebagai berikut, auksin yang
mempunyai kemampuan dalam mendukung perpanjangan sel, giberelin
dapat menstimulasi pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduanya,
sitokinin mendukung terjadinya pembelahan sel, ethilen dan asam abisat
berperan dalam peroses mematangan buah.
13
Auksin
berperan
dalam
pertumbuhan
untuk
memacu
proses
pemanjangan sel. Hormon auksin dihasilkan pada bagian keleoptil (titik
tumbuh). Jika terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Kondisi
fisiologis ini mengakibatkan bagian yang tidak terkena cahaya matahari akan
tumbuh lebih cepat dari bagian yang terkena cahaya matahari. Akibatnya
tumbuhan akan memmbengkok kearah cahaya matahari.
Auksin yang
diedarkan ke seluruh bagian tubuhan mempengaruhi pemanjangan,
pembelahan, dan siferensiasi sel tumbuhan. Auksin yang dihasilkan pada
tunas lateral (Samp ing) atau tunas ketiak. Bila tunas apical dipotong, tunas
lateral akan menumbuhkan daun-daun. Peristiwa ini disebut dominasi apical
(Haddy, 1996)
Giberilin merupakan hormon yang berfungsi sinergis (berkerja sama)
dengan homon auksin. Giberilin berpengaruh terhadap perkembangan dan
perkecambahan embrio. Giberilin akan merangsan pembentukan enzim
amylase. Enzim tersebut berperan memecah seyawa amilun yang terdapat
pada endosperm (cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa
merupakan sumber energi pertumbuhan. Apabila giberilin diberikan pada
tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal kembali. Giberilin juga
berfungsi dalam proses pembentukan biji, yaitu merangsang pembentukan
serbuk sari (polen), memperbesar ukuran buah, merangsang pembentukan
bunga, dan mengakhiri masa dormansi biji, giberilin dengan konsentrasi
rendah tidak merangsan pertumbuhan akar, tetapi pada konsentrasi tinggi
akan merangsang pertumbuhan akar (Haddy, 1996).
Sitokinin adalah hormon yang berperan dalam pembelahan sel
(sitokinesis). Fungsi sitokinin adalah :
14
Merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang
akar dan batang dengan menghambat dominasi apical
Mengatur pertumbuhan daun dan pucuk
Memperbesar daun muda
Mengatur pembentukan bunga dan buah
Menghambat proses penuaan dengan cara merangsang peroses serta
transportasi garam-garam mineral dan asam amino ke daun
Sitokinin diperlukan bagi pembentukan organel -organel semacam
kloroplas dan mungkin berperan dalam pembungaan
Merangsang sintesis protein dan RNA untuk mensintesis substensi lain
Senyawa sitokinin pertama kali ditemukan pada tanaman tembakau
dan disebut kinetin. Senyawa ini dibentuk pada bagian akar dan
ditransportasikan ke seluruh bagian sel tamanan tembakau. Senyawa
sitokinin juga pada tanaman jagun dan di sebut zeatin (Haddy, 1996).
Menurut Hartman dkk (1978), asal usul akar pada stek batang adalah
kelompok sel-sel tertentu yang menjadi meristematis, sedangkan letak
jaringannya bervariasi tergantung pada jenis tanaman yang digunakan.
Proses pembentukan akar pada stek meliputi tiga tahap, yaitu inisiasi akar,
pembentukan primordial akar dan terbentuknya akar baru. Setelah terjadi ini
sisa akar, sel-selnya terus mengadakan pembelahan dan berkembang
menjadi primordial akar. Pembelahan sel terus berlangsung sampai
terbentuknya ujung akar. Ujung akar tumbuh ke arah luar melalui kalus yang
terdapat pada dasar stek batang tanaman yang dibiakkan
Penelitian pertumbuhan pith tissue culture dengan menggunakan
cytokinin dan auxin dalam berbagai perbandingan telah dilakukan oleh Weier
15
(1974). Dihasilkan bahwa apabila dalam perbandingan cytokinin lebih besar
dari auxin, maka hal ini akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas
dan daun. Sebaliknya apabila cytokinin lebih rendah dari auxin, maka ini
akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila
perbandingan cytokinin dan auxin berimbang, maka pertumbuhan tunas,
daun dan akar akan berimbang pula. Tetapi apabila konsentrasi cytokinin itu
sedang dan konsentrasi auxin rendah, maka keadaan pertumbuhan tobacco
pith culture tersebut akan berbentuk callus. Sedangkan dalam pembelahan
sel, dikemukakan bahwa IAA dan kinetin, apabila digunakan secara tersendiri
akan menstimulasi sintesis DNA dalam tobacco pith culture. Dan menurut
ahli tersebut, kehadiran IAA dan kinetin ini diperlukan dalam proses mitosis
walaupun IAA lebih dominan pada fase tersebut.
Interaksi Cytokinin,
Gibberellin dan Auxin dalam perkembangan tanaman. Di dalam alam tidak
satu unsurpun yang berdiri sendiri. Kesemuanya berinteraksi antara satu
sama lainnya, sehingga merupakan suatu sistem. Begitu pula dengan zat
pengatur tumbuh. Pada tanaman, zat pengatur tumbuh auxin, gibberellin
dan cytokinin bekerja tidak sendiri-sendiri, tetapi ketiga hormon tersebut
bekerja secara berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan tanaman
(Fiona, 2008).
D. Kandungan ZPT Hantu
ZPT Hantu merupakan pupuk organik cair yang mengandung Hormon
Auksin, Hormon Giberellin, Hormon Kinetin, Hormon Zeatin dan Hormon
Sitokinin. Sedangkan kadar kompleksnya adalah sbb;
GA3-98, 37 ppm,
GA5-107, 13 ppm, GA7-131, 46 ppm, AUKSIN (IAA) -156, 135 ppm dan
16
Sitokinin (Kinetin 128, 04 ppm dan Zeatin 106, 45 ppm) . Kadar kandungan
pupuk: N-63, P-14, Na, Mg, Cu, Fe, Mn, Zn, Co, Cd, Pb. (Anonim, 2009).
17
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Lost Bayangan Laboratorium Agronomi
Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Waktu penelitian selama 3 bulan, terhitung dari tanggal 30 Desember 2015
sampai dengan 30 Maret 2016, dari persiapan alat dan bahan, pelaksanan
penelitian, pengambilan data hingga penyusunan laporan.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
gunting stek, cangkul, gelas ukur, gelas piala, gembor, kamera dan alat tulis
kerja (ATK). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: nilam yang
dipakai jenis nilam aceh (Pogostemon cablin Benth) dan ZPT Hantu.
C. Rancangn Penelitian
Penelitian ini mengunakan perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh
Hantu dengan 3 (tiga) taraf perlakuan, setiap taraf perlakuan terdiri dari 10
stek tanaman nilam. Jadi jumlah stek tanaman nilam yang diamati adalah 30
stek tanaman nilam, Dengan ZPT Hantu sebagai zat perangsang tumbuh.
3 (tiga) taraf Perlakuan penelitian ini terdiri dari:
P1
: Stek nilam yang direndam menggunakan ZPT Hantu dengan dosis
1,5ml /500 ml air selama 10 menit
P2
: Stek nilam yang direndam menggunakan ZPT Hantu dengan dosis 3
ml/500 ml air slama 10 menit
P3
: Stek nilam yang direndam menggunakan ZPT Hantu dengan dosis
4,5ml /500 ml air selama 10 menit
18
D. Prosedur kerja
1. Persiapan areal tanam
Areal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu memiliki
perlindungan yang cukup terhadap sinar matahari, dekat dengan sumber
air. Jauh dari gangguan hama serta gangguan penyakit dan yang paling
terpenting mudah untuk dipantau. Areal yang digunakan dibersihkan dan
datar, agar memudahkan dalam penyusunan polybag untuk persemaian.
2. Persiapan media tanam
Tanah yang digunakan untuk media tanam yaitu topsoil dicampur
dengan subsoil dan pasir dengan perbandingan 1:1:1.
3. Persiapan bahan tanam
Stek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu stek nilam jenisnya
nilam aceh, dari perbanyakan secara vegetatif yang telah berproduksi
dengan baik yang terhindar dari serangan hama dan penyakit. Untuk
steknya menggunakan 4 ruas pada bagian batang tengah.
4. Pencampuran ZPT
Perlakuan pertama (P1) menggunakan larutan ZPT Hantu dengan
dosis 1,5 ml/ 500 ml air dan merendam selama 10 menit. Perlakuan
kedua (P2) menggunakan larutan ZPT Hantu dengan dosis 3 ml / 500 ml
air dan direndam selama 10 menit. Perlakuan ketiga (P3) menggunakan
larutan ZPT Hantu dengan dosis 4,5 ml / 500 ml air direndam selama 10
menit.
5.
Penanaman
Menggunakan 40 (empat puluh) polybag yang berukuran 20/10×25
cm yang telah disediakan, 1 (satu) polybag akan ditanami 1 (satu) stek
19
tanaman nilam. Kemudian polybag disusun dengan dengan jarak 10 cm
10 cm.
6.
Pemeliharan
Untuk kegiatan pemeliharaan dilakukan dengan adanya kegiatan
pemantauan tempat persemaian, dan penyiraman yang dilakukan pada
pagi hari dan sore hari
E.
Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan selama 4 minggu, dari mulai penanaman
hingga akhir pengamatan.
1.
Pengambilan data kecepatan tumbuh
Mengamati stek dan mencatat jumlah yang tumbuh lebih dahulu
serta dicatat pada hari ke berapa stek bertunas yang muncul.
2.
Persentase keberhasilan
Mengamati
persentase
keberhasilan
pada
saat
terakhir
pengambilan data dan sekaligus mengamati seluruh jumlah stek yang
tumbuh dari tiap perlakuan.
F.
Analisa data
Persentase keberhasilan tunbuh stek nilam, dihitung dengan cara :
keberhasilan stek
× 100 .
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hari Munculnya Tunas
Dari hasil penelitian pemberian ZPT Hantu dengan 3 (tiga) taraf
perlakuan yang berbeda yaitu: (P1) menggunakan ZPT Hantu dengan
dosis 1,5 ml/500 ml air, (P2) dengan dosis 3 ml/500 ml air dan (P3)
dengan dosis 4,5 ml/500 ml air terhadap stek batang tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth) menunjukkan bahwa pada perlakuan pada P1
(menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air)
tunas yang muncul pertama kali yaitu pada hari ke-6 dengan jumlah tunas
yang muncul adalah 6 stek, pada hari ke-7 jumlah tunas yang muncul
bertambah sebanyak 2 stek, pada hari ke-15 jumlah tunas yang muncul
bertambah sebanyak 1 stek dan jumlah stek yang mati adalah 1 stek.
Data
hari
munculnya
tunas
pada
perlakuan
P1
(menggunakan
perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air) dapat dilihat
pada tabel 1.
Pada perlakuan P2 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan
dosis 3 ml/ 500 ml air) tunas yang muncul pertama kali yaitu pada hari ke6 sebanyak 1 stek, pada hari ke-8 jumlah tunas yang muncul bertambah
sebanyak 2 stek, pada hari ke-10 jumlah tunas yang muncul bertambah
sebanyak 2 stek, pada hari ke-20 jumlah tunas yang muncul bertambah
sebanyak 1 stek, pada hari ke-22 jumlah tunas yang muncul bertambah
sebanyak 1 stek dan jumlah tanaman yang mati adalah 3 stek. Data hari
munculnya tunas pada perlakuan P2 (menggunakan perendaman ZPT
Hantu dengan dosis 3 ml/ 500 ml air) dapat dilihat pada tabel 1. Pada
21
perlakuan P3 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 4,5
ml/ 500 ml air) tunas yang muncul pertama kali yaitu pada hari ke-6
dengan jumlah tunas yang muncul sebanyak 4 stek, sedangkan hari ke-7
jumlah tunas yang muncul bertambah sebanyak 1 stek, sedangkan hari
ke-10 jumlah tunas yang muncul bertambah sebanyak 2 stek, sedangkan
hari ke-20 jumlah tunas yang muncul bertambah sebanyak 1 stek, dan
jumlah tanaman stek yang mati sebanyak 2 stek. Data hari munculnya
tunas dapat dilihat jelas pada Tabel 1
Table 1. Data hari munculnya tunas
Hari Munculnya
Jumlah Munculny Tunas
Tunas
P1
P2
6
6
1
7
2
8
2
9
10
2
11
12
13
14
15
1
16
17
18
19
20
1
21
22
1
23
Jumlah
9
7
Tanaman Hidup
Jumlah
1
3
Tanaman Mati
P3
4
1
2
1
8
2
22
2. Persentase Keberhasilan
Pada persentase keberhasilan tumbuh stek batang nilam perlakuan
P1 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml
air) menunjukan persentase tumbuh 90% dengan jumlah tanaman yang
hidup 9 stek, sedangkan pada persentase tumbuh stek tanaman nilam
perlakuan P2 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 3 ml/
500 ml air) menunjukan persentasi tumbuh 70% dengan jumlah tanaman
yang hidup 7 stek, dan hasil persentase tumbuh pada perlakuan P3
(menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air)
menunjukan hasil persentase tumbuh 80% dengan jumlah tanaman hidup
8 stek.
Tabel 2. Hasil persentase keberhasilan tumbuh stek nilam
Perlakuan
Jumlah Tanaman Hidup
Persentase Tumbuh
P1
9
90%
P2
7
70%
P3
8
80%
B. Pembahasan
Penelitian menggunakan ZPT Hantu dengan menggunakan dosis yang
berbeda ini dilakukan selama 1 bulan terhadap stek batang tanaman nilam
memberikan hasil yang berbeda. Pengamatan menunjukkan pada perlakuan
P1 stek batang nilam direndam dengan menggunakan ZPT Hantu dengan
dosis (1,5 ml/ 500 ml air) memperlihatkan kecepatan tumbuh pada hari ke-6
dengan jumlah 6 stek nilam dengan persentase pertumbuhan akhir 90%.
Perlakuan P2 stek batang nilam direndam dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh Hantu dengan dosis (3 ml/ 500 ml air) kecepatan tumbuh
pada hari ke-6 dengan jumlah 1 stek nilam dengan persentase pertumbuhan
akhir 70%. Perlakuan P3 stek batang nilam direndam dengan mengunakan
23
ZPT Hantu dengan dosis (4,5 ml/ 500 ml air) kecepatan tumbuh pada hari ke6 dengan jumlah 4 stek nilam dengan persentase pertumbuhan akhir 80%.
Pada perlakuan P1 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan
dosis 1,5 ml/ 500 ml air), P2 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan
dosis 3 ml/ 500 ml air), dan P3 (menggunakan perendaman ZPT Hantu
dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air) dari 3 perlakuan pemberian dosis ZPT
Hantu yang berbeda ini terlihat bahwa hasil yang lebih efektif adalah
perlakuan P1 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/
500 ml air) karena dosis yang digunakan sesuai dengan dosis yang
dianjurkan dan adanya beberapa kandungan unsur zat pengatur tumbuh
organik yang terdapat pada ZPT Hantu terutama : Auksin, Giberelin, dan
Sitokinin. Hal ini didukung oleh peryataan (Salisbury, dkk, 1922) Hormon
Auksin berfungsi sebagai perangsang pembesaran sel, sintesis DNA
kromosm dan gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar, misalnya pada
stekan atau cangkokan. Giberelin berfungsi sebagai pengontrol pertumbuhan
pada seluruh bagian tanaman, Sitokinin berfungsi sebagai merangsang
pertumbuhan akar dan batang serta pembentukan cabang akar dan batang,
mengatur pertumbuhan daun dan pucuk, dan memperbesar daun muda.
Lebih lanjut Salisbury dkk (1995) menyatakan pula bahwa Giberelin bukan
hanya memacu pemanjangan batang saja, tapi juga pertumbuhan seluruh
tumbuhan, termasuk daun dan akar. Bila giberelin diberikan di tempat yang
dapat mengangkut ke apek tajuk, peningkatan pembelahan sel dan
pertumbuhan sel tampak mengarah kepada pemanjangan batang dan (pada
beberapa spesies) perkembangan daunnya berlangsung lebih cepat,
24
sehingga terpacu laju fotosintesis menghasilkan peningkatan keseluruhan
pertumbuhan, termasuk akar.
Selain Giberelin, Auksin dan Sitokinin juga berperan penting dalam
pertumbuhan stek batang nilam. Kandungan Auksin IAA 56,35 ppm, dan
Sitokinin (Kinetin 128,04 ppm, dan Zeatin 106.45 ppm) yang terdapat pada
kandungan ZPT Hantu ini sangat membantu dalam pertumbuhan tunas pada
stek batang nilam, hal ini didukung oleh pernyataan Gunawan (1987) dalam
Intan (2008), bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin
maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar
dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh.
Dan pada perlakuan P2 (menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan
dosis 3 ml/ 500 ml air) dan P3 (menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan
dosis 4,5 ml/ 500 ml air) hasil persentase akhir dibawah perlakuan P1
(menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air)
dengan hasil persentase akhir 90%, sedangkan P2 (menggunakan rendaman
ZPT Hantu dengan dosis 3 ml/ 500 ml air) hasil persentase akhir 70% dan P3
(menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air) hasil
pesentase akhir 80%, diduga dosis yang di berikan tehadap pelakuan P2
(menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 3 ml/ 500 ml air) dan P3
(menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air) tidak
terlalu cocok untuk pertumbuha n stek batang nilam.
Menurut penelitian (Untung, 2008), dosis yang diberikan berlebihan
dapat mempengaruhi keberhasilan pemakaian ZPT antara lain kedewasaan
tanaman, lingkungan dan dosis, pengunaan dosis yang tepat sangat penting.
25
Kalau terlalu rendah pengaruh tidak akan ada. Sebaliknya kalau berlebihan,
pertumbuhan tanaman justru akan terhambat bahkan mati sama sekali.
Berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat jelas bahwa pelakuan P1
(menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air
selama 10 menit) pada stek batang tanaman nilam lebih baik dibandingkan
perlakuan yang lain. Namun dosis yang diberikan menggunakan perlakuan
P1 (menggunakan perendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air
selama 10 menit) ini belum tentu cocok untuk tanaman lain, hal ini didukung
pernyataan Leopold (1963), menjelaskan bahwa pengaruh pemberian suatu
konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman,
bahkan berbeda pula antar varietas dalam suatu spesies.
Selain dosis faktor lingkungan dan faktor tanaman induk juga berperan
penting dalam pertumbuhan stek batang nilam. Hal ini didukung oleh
pernyataan Leopold (1963), bahwa keefektifan penggunaan zat pengatur
tumbuh sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan selain itu juga faktor
fisiologi tanaman itu sendiri, seperti macam stek, posisi awal stek pada
tanaman induk dan lain-lain.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang menggunakan 30 stek nilam lalu di rendam
dengan ZPT Hantu selama 10 menit dengan dosis yang berbeda maka di
peroleh hasil bahwa kecepatan tumbuh yang lebih baik ditunjukan oleh P1
(menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 1,5 ml/ 500 ml air), yakni
tunas muncul pada hari ke-6 dengan jumlah 6 stek nilam dan persentase
akhir pertumbuhan 90%, dan disusul P3 (menggunakan rendaman ZPT
Hantu dengan dosis 4,5 ml/ 500 ml air) yakni tunas muncul pada hari ke-6
dengan jumlah 4 stek nilam dan persentase akhir pertumbuhan 80%,
selanjutnya pada P2 (menggunakan rendaman ZPT Hantu dengan dosis 3
ml/ 500 ml air) yakni tunas yang muncul pada hari ke -6 dengan jumlah 1 stek
nilam dan persentase akhir pertumbuhan 70%.
B. Saran
Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dengan dosis yang tepat akan
menaikkan hasil, sedangkan pada dosis yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan tanaman bahkan dapat membuat tanaman mati.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abidin , Z. 1990. Zat Pengatur Tumbuh. Bandung Angkasa. Bandung
Amin, M. 05 Maret 2006. Nilam, (Online), (http://www.riaupos.com WAP:
wap.riaupos.com, diakses 09 Juli 2006)
Anonim, 2009. Pupuk Hantu Untuk Pertanian Organik. www. Pencerah.
Com. 15 Febuari 2016
Anonim 2013. Budidaya Nilam. http://disbun.jatimprov.go.id. Diakses
Tanggal 29 Novembe 2014
Arifin, H.S. dan Nurhayati. 2005. Pemeliharaan Taman. Edisi Revisi.
Dalam: Modul Melakukan Perbanyakan Bibit dengan Cara
Vegetatif no kompetensi: TAN. HI.02.009.01. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.
Asman, 1996. Monografi Nilam. Balai Penelitian Rempah Dan Obat.
Airlangga. Bogor.
Asman , A 1996. Proc . Seminar on Integrated Control on Main Disease
Of industrial Crops.
Fiona, 2008.
Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman.
www.Fionaangelina.com. 28 Juli 2008
Haddy, S. 1996. Hormon Tumbuh. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Akademika
Pressindo
Hartman, HT and D. F. Kester. 1978. Plant Propagation Principles and
Practies. Prentice Hall of India, New Delhi.
Intan, R, D, A. 2008. Peranan dan Fungsi fitohormon Bagi Pertumbuhan
Tanaman. Makalah. Fakultas Pertanian. Universitas Pajajaran. 43
hal.
Kardinan, A. dan Ludi Maludi. 2004. NILAM Tanaman Beraroma Wangi
untukIndustri Parfum & Kosmetika. Jakarta: Agromedia Pustaka
Kardinan, A, dan Maulidi, S. 2007. Tanaman Beraroma Wangi Untuk
Industri dan Kosmetika. Agromedia Pustaka. Jakarta.
28
Krismawati. 1998. Pengantar Budidaya
Perkembangan airlangga. Bogor.
Tanaman
Nilam
dan
Leopold, A. C. 1963. Auxin and Plant Growth. Univ. California Press.
Berkeley. Los Angeles. 343p.
Nuryani, Y, Emmyzer, MS. Agus, Wahyudi. 2007. Teknologi Unggulan
Tanaman Nilam Pembenihan dan Budidaya Pendukung Perietas
Unggul. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Pudjiono. 2008. Penerapan Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif
Pada Pemuliaan Pohon. Makalah Gelar Teknologi Pembenihan
Tanaman
Hutan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan
Pemiulian Tanaman Hutan.
Rahardja, P.C dan Wahyu Wiryanto. 2003. Aneka Memperbanyak
Tanaman. Jakarta: Agromedia Pustaka
Rochiman, K. dan Harjadi, s. s. 1973. Pembiakan vegetative. Bogor :
Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB
Rukmana, R.H. 2004. Nilam Prospek Agribisnis dan Teknik Budi Daya.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Salisbury, Frank B, dan Cleo W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Jilid 1
Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryo. ITB, Bandung.
Salisbury. Frank B. dan Cleo W Ross 1922. Fisiologi Tumbuh. Bandung:
ITB
Santoso, H.B. 2007. Nilam Bahan Industri Wewangian. Yogyakarta:
PenerbiKanisius
Sudaryani, T 2004. Budidaya Dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadya.
Jakarta.
Untung, O, 2008. Agar Tanaman Buah Berbuah Diluar Musim. Penebar
Swadaya. Jakarta
Weier, T.E., C.R. Stocking, M.G. Barbour. 1974. Botany. An Introduction
to Plant Biology. Fifth Edition. Wiley International Edition. New York.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Dokumentasi Gambar Alat dan Bahan
Gambar 1. Gunting Stek
Gambar 2. Gembor
31
Gambar 3. Cangkul
Gambar 4. Glas Piala
32
Gambar 5. Gelas Ukur
Gambar 6. Polybag
33
Gambar 7. ZPT Hantu
Gambar 8. Tanaman Nilam
34
Lampiran 2. Gambar Persiapan Media Tanam dan Perendaman
Stek Nilam
Gambar 9. Pencapuran Media Tanah Topsoil, Sobsoil, dan Pasir
Gambar 10, Penakaran ZPT Hantu, dengan Dosis 1,5 ml/500 ml air
35
Gambar 11. Penakaran ZPT Hantu, dengan Dosis 3 ml/500 ml air
Gambar 12. Penakaran ZPT Hantu, dengan Dosis 4,5 ml/500 ml air
36
Gambar 13. Gambar Perendaman Stek Nilam Dengan ZPT Hantu
Lampiran 3. Dokumentasi Hari Pertama Penanaman Stek Nilam
Gambar 14. Perlakuan P1 (Mengunakan Rendaman ZPT Hantu Dengan
Dosis 1,5 ml / 500 ml Air)
37
Gambar 15. Perlakuan P2 (Mengunakan Rendaman ZPT Hantu
Dengan Dosis 3 m l / 500 ml Air)
Gambar 16. Perlakuan P3 (Mengunakan Rendaman ZPT Hantu
Dengan Dosis 4,5 ml / 500 ml Air)
38
Lampiran 4. Dokumentasi Hasil Akhir
Gambar 17. Hasil Akhir Perlakuan P1 (Mengunakan Rendaman ZPT
Hantu Dengan Dosis 1,5 ml / 500 ml Air)
Gambar 18. Hasil Akhir Perlakuan P2 (Mengunakan Rendaman
ZPTHantuDengan Dosis 3 ml / 500 ml Air)
39
Gambar 19. Hasil Akhir Perlakuan P3 (Mengunakan Rendaman ZPT
Hantu Dengan Dosis 4,5 ml / 500 ml Air)
Download