RESPONS PADI SAWAH TERHADAP WAKTU PENGOLAHAN TANAH DAN JARAK TANAM BERBEDA DALAM SISTEM TANAM LEGOWO Rizal1, Fathurrahman dan Usman Made2 [email protected] 1 (Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako) 2 (Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract This research conducted in the area of paddy fields Maranatha village, Sigi Sigi Biromaru Sub-district of Central Sulawesi. Held from December 2011 to March 2012. Research objectives get the right soil processing time towards growth and yield of rice plant, get the right planting distance in improving growth and yield of rice plant and get the right planting distance at any time of soil processing. This research is conducted in the form of a field experiment in rows with two separate Grid Design factors. As the main plot a time processing soil (P), which consists of two equal i.e. processing the soil 6 days before the planting (P1), and processing the soil of the 12 days before the planting (P2). As the son of harvesting is the distance (J) consisting of six equal i.e. 20 cm x 10 cm legowo 40 cm (J1), 20 cm x 15 cm legowo 40 cm (J2), 20 cm x 20 cm legowo 40 cm (J3), 20 cm x 15 cm legowo 30 cm (J4), 20 cm x 20 cm legowo 30 cm (J5) and 20 cm x 20 cm. The research results show the processing soil of the 12 days before planting accelerate planting flowering (73.90, off the day after a plant), produce of rice each more (147,46 panicle seeds-1), and dry milled of rice yield per hectare was higher (6,065 ton ha-1). The implementation of planting distance pattern 20 cm x 15 cm legowo 30 cm produce of rice dry grind higher (6,568 ton ha -1). The implementation of planting distance pattern 20 cm x 20 cm legowo 40 cm with 12 day processing soil before planting produces tillers (25,90 panicle clump-1), longer panicle (27,06 cm), more productive tiller (14,63 panicle grove-1) and less percentage empty of rice (9,48%). Keywords: Processing soil, Distance planting, Planting system of legowo Tanaman padi merupakan tanaman penting di Asiaterutama di Indonesia. Padi menghasilkan beras menjadi makanan pokok menyediakan 35-80 % dari total kalori yang dibutuhkan oleh manusia ( IRRI, 1997 dalam Sembiring, 2009). Beras dikonsumsi sebagian besar penduduk Indonesia. Jumlah orang yang mengkonsumsi beras masih tinggi (99,9%). Tingkat konsumsi beras yaitu konsumsi rumah tangga, restoran, bahan baku industri (Mardianto, 2005 dalam Suryana, dkk. 2009). Di Indonesia yang beriklim tropis, padi ditanam di seluruh daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85% - 90%) dan sebagian kecil (10% - 15%) sebagai padi gogo (Taslim, dkk. 1989). Bangsa Indonesia sebagai Negara yang wilayahnya luas dan mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan sebahagian besar penduduknya. Hal ini akan menjadi hambatan dalam pembangunan, peningkatan kesejateraan masyarakat. Komponen teknologi budidaya padi yang merupakan rekomendasi umum berikut ini, disesuaikan dengan kondisi setempat. (1) Menanam varietas padi unggul, Varietas yang sesuai lingkungan setempat, potensi hasil yang tinggi maupun tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, sesuai selera pasar (2) Gunakan benih bermutu, sehat, dan bernas (berlabel) (3) Pengolahan tanah secara tepat (4) Pelihara persemaian dengan baik (5) Tanam bibit umur 21 hari (6) Atur jumlah bibit per rumpun dan jarak tanam secara tepat (7) Beri pupuk N (urea), P (SP-36), dan K (KCl) atau NPK berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah (8) Airi tanaman padi secara efektif dan efisien sesuai 77 78 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86 kondisi tanah (9) Kendalikan hama dan penyakit secara terpad (10) Kendalikan gulma secara tepat (11) Penggunaan bahan organik (12) Tangani proses panen dan pasca panen dengan baik (BBP2TP, 2008). Pengolahan tanah dimulai paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit dan mencegah hilangnya unsur N alami tanah sawah harus digenangi dari pembajakan sampai pemindahan bibit. Pengolahan tanah bertujuan (1) Mengendalikan gulma secara efektif karena selama pengolahan tanah gulma akan hancur dan bercampur dengan tanah sehingga mengurangi persaingan pertumbuhan awal dari bibit (2) Memperbaiki tata udara tanah yang penting untuk perkembangan akar padi. Dengan pengolahan tanah, tanah akan menjadi gembur (3) Mencampur bahan organik dengan tanah ; gulma dan sisa tanaman terdahulu akan bercampur dengan tanah (4) Membantu membentuk lapisan padas/lapisan bajak yang berguna untuk mengurangi hilangnya air karena pelindian (leaching), mencegah meresapnya air dan unsur hara selama penggenangan dan pertumbuhan padi (5) Mencampur lapisan olah tanah karena dengan membajak lapisan olah tanah sebelah atas dan bawah akan bercampur sehingga akan menyeragamkan kjesuburan tanah. Setelah dibajak, tanah digaruk dapat dilakukan satu atau dua kali (Taslim, dkk. 1989). Cara tanam padi sistem legowo merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usahatani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanaman jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa jawa yang berasal dari lego dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi, diantara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memenjang sepanjang barisan (Suriapermana, dkk. 1990) Melalui perbaikan teknologi budidaya seperti benih berkualitas, bibit muda umur ≤ 21 hari, jumlah bibit 1, 2, 3 bibit/lubang, pengaturan jarak tanam, pemupukan berimbang, pengendalian gulma, hama dan ISSN: 2089-8630 penyakit secara terpadu, produktivitas padi sawah dapat mencapai 6,80 ton/ha gabah kering panen GKP (Kamandalu, dkk. 2009). Berbagai teknologi pengembangan usahatani padi telah dihasilkan dan akan terus ditemukan atau dirakit menyesuaikan dengan kondisi perkembangan agroekosistem dan sosial ekonomi masyarakat. Dengan tujuan usahatani padi menjadi efisien dan menguntungkan petani. Jarak tanam merupakan salah satu komponen teknologi yang diketahui sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas tanaman yang dapat dicapai dengan pengaturan populasi tanaman (Dian, dkk. 2006). Khususnya di Sulawesi Tengah dalam melakukan pengolahan tanah sangat singkat. Para petani mulai melakukan pengolahan tanah pada saat bibit padi dipersemaian kurang lebih 5 hari sebelum pindah tanam, pengolahan tanah dengan membajak tanah setelah selesai langsung menghancurkan bongkahan tanah atau menganduk tanah dan meratakan permukaan tanah di lahan yang akan ditanami. Berdasarkan hal tersebut, perlu ada kajian mengenai teknik budidaya tanaman padi sawah melalui pengolahan jauh sebelum pindah tanam dan penerapan jarak tanam berbeda. Produktivitas padi didaerah ini masih rendah, perlu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan beras. METODE Penelitian ini dilaksanakan di desa Maranata kecamatan Sigi Biromaru kabupaten Sigi, Selama empat bulan (Desember 2011 sampai Maret 2012 ). Setiap perlakuan ditempatkan pada plot-plot percobaan yang berukuran 3 m x 4 m. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………79 Terpisah (RPT). Petak utama adalah pengolahan tanah (P) yaitu: (P1) Pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam (P2) Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam Anak petak adalah Jarak tanam (J) yang terdiri dari : (J1) Sistem jajar legowo (20 cm x 10 cm legowo 40 cm), (J2) Jarak tanam (20 x 15 cm legowo 40 cm), (J3) Jarak tanam (20 x 20 cm legowo 40 cm), (J4) Jarak tanam (20 x 15 cm legowo 20 cm), (J5) Jarak tanam (20 x 20 cm legowo 30 cm), (J6) Jarak tanam (20 cm x 20 cm). Pengamatan yang dilakukan terhadap tinggi tanaman pada saat anakan maksimum dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot yang diamati sebanyak 10 rumpun tanaman untuk setiap perlakuan, Tinggi tanaman saat panen, Jumlah anakan per rumpun pada saat anakan maksimum (anakan), Umur tanaman keluar malai dihitung setelah 50% keluar malai (setelah pindah tanam), Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai ujung malai, Jumlah malai per panen pada saat panen (malai), Jumlah malai dihitung per rumpun, Jumlah gabah tiap malai dihitung dengan mengambil semua seluruh malai, Persentase gabah hampa dihitung dengan mengambil semua gabah hampa seluruh malai, Bobot 1000 butir (gram) gabah kering, Bobot kering gabah panen kadar air 14% (ton/ha) dihitung pada saat panen. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dengan jarak tanam teruji tidak nyata dan pengaruh pengolahan tanah secara nyata terhadap tinggi tanaman saat anakan maksimum, sedangkan pada saat panen pengaruh pengolahan tanah, dan pola jarak tanam serta interaksinya teruji sangat nyata. Rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat anakan maksimum P1 J1 82,10 J2 82,20 Jarak Tanam J3 J4 82,87 82,80 P2 Rata-rata 85,50 83,80 87,27 84,73 88,77 85,82 Perlakuan 86,10 84,45 J5 81,97 J6 82,83 Ratarata 82,46a 87,17 84,57 86,00 84,41 86,80b - BNJ 0,05 2,38 - Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 1) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam menghasilkan tanaman lebih tinggi. Meningkatnya tinggi tanaman ini disebabkan karena gulma dan sisa tanaman terdahulu telah mengalami dekomposisi dengan sempurna, sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara. Sejalan yang dinyatakan Andjarhar dan Khaerani, (2008) bahwa pengolahan tanah dilakukan selambatlambatnya dua minggu sebelum tanam, sehingga kondisi tanah melumpur sempurna. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat panen Perlakuan J1 Jarak Tanam J3 J4 J2 J5 BNJ 0,05 J6 a a a a a a P1 89,23p 89,53p 89,67p 87,73p 89,37p 88,73p c b b a a a P2 97,97q 94,13q 94,77q 89,90q 89,63q 89,93p Rata-rata 2,39 4,47 - Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 80 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86 Hasil uji nilai tengah (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh jarak tanam berbeda pada pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam, tetapi tidak berbeda pada pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Pada pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam, penerapan jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menghasilkan tanaman lebih tinggi dan berbeda dengan jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena populasi tanaman paling tinggi (333.333 rumpun ha-1), sehingga tanaman tumbuh memanjang untuk mendapatkan cahaya matahari. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh pengolahan tanah teruji secara nyata berbeda pada setiap ISSN: 2089-8630 jarak tanam. Pada setiap jarak tanam, pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan tanaman lebih tinggi dibanding pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini diebabkan karena semakin lama pengolahan tanah, maka peroses dekomposisi gulma dan sisa tanaman terdahulu semakin sempurna, dan segera tersedia bagi tanaman. Jumlah Anakan Maksimum Pengaruh lama pengolahan tanah dan pola jarak tanaman berbeda interaksinya teruji Rata-rata jumlah anakan maksimum disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan maksimum Perlakuan P1 P2 J1 Jarak Tanam J3 J4 J2 a 15,47p bc 20,10p c d 23,47q 25,90q a 17,67q c 18,97p Rata-rata J5 bc 19,03p J6 bc b 19,50p 18,50p c b 23,20q 21,13q bc 22,10q BNJ 0,05 1,02 1,39 - Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 3) menujukkan bahwa pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata mengasilkan anakan lebih banyak dan berbeda dengan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pola jarak tanam ini populasi tanaman paling sedikit (166.667 rumpun ha-1), sehingga tanaman memanfaatkan intensitas radiasi matahari secara maksimum. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa lama pengolahan tanah berbeda pada Umur Tanaman Saat Keluar Malai setiap pola jarak tanaman. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan anakan lebih banyak pada setiap pola jarak tanam. Hal ini disebabkan karena lahan telah melumpur dengan baik, sehingga permukaan partikel tanah lebih luas antara akar dan tanah. Moenandir (2004) menyatakan bahwa pengolahan tanah merupakan tindakan penghancuran bongkahan tanah menjadi lebih kecil, dan berlumpur sehingga tanaman memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih baik. Tabel 4. Rata-rata umur tanaman saat keluar malai (hari) Perlakuan P1 P2 Rata-rata J1 75,0 74,0 74,5 J2 74,0 74,0 74,00 Jarak Tanam J3 J4 74,7 74,7 73,7 74,3 74,2 74,5 J5 74,0 73,7 73,9 J6 74,7 73,7 74,0 Ratarata 74,5b 73,9a - BNJ 0,05 0,50 - Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………81 Hasil uji nilai tengah (Tabel 4) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata mempercepat tanaman berbunga. Hal ini disebabkan karena sisa-sisa tanaman pada pertanaman sebelumnya dan gulma yang terbenam pada saat pengolahan tanah telah terdekomposisi dengan sempurna sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Dadan (2009) menyatakan bahwa pengolahan tanah dapat membantu pembenaman bahan-bahan organik yang ada dilahan ke dalam tanah sehingga produktivitas lahan tetap tinggi. Panjang Malai Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah teruji secara nyata, sedangkan pengaruh pola jarak tanam dan interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji sangat nyata terhadap panjang malai (Tabel Lampiran 5b). Rata-rata panjang malai disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata panjang malai (cm) Perlakuan J1 Jarak Tanam J3 J4 J2 J5 BNJ 0,05 J6 a a b a a a P1 24,34p 24,95p 25,52p 24,33p 24,94p 24,68p P2 25,31q a bc 25,94q d c 27,06q 26,41q Rata-rata 0,62 cd 26,51q ab 1,10 25,63q - Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 5) menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menghasilkan jumlah malai lebih banyak dibandingkan dengan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena berkurangnya barisan tanaman yang tidak disertai peyisipan dalam barisan, sehingga populasi berkurang ( 33,33% ) dibanding pola simetris. Berkurangnya populasi tanaman menyebabkan infiltarasi radiasi matahari dalam keadaan maksimum, sehingga tidak terjadi kompetisi antara rumpun tanaman yang satu dengan rumpun yang lain. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah berbeda pada setiap pola jarak tanam. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan malai lebih panjang dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena struktur tanah lebih gembur sehingga akar tanaman berkembang lebih baik dan menyerap unsur hara lebih banyak. Sesuai pernyataan Eko dan Alihamsyah (2009) bahwa pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur atau melumpur, sehingga sesuai perkembangan akar tanaman. Jumlah Malai Tiap Rumpun Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah, dan pola jarak tanam, serta interaksi antar lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji sangat nyata terhadap jumlah malai tiap rumpun. Rata-rata jumlah malaitiap rumpun disajikan pada Tabel 6. 82 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86 ISSN: 2089-8630 Tabel 6. Rata-rata jumlah malai tiap rumpun Perlakuan P1 P2 J1 Jarak Tanam J3 J4 J2 a b c b 10,70p 11,67p 12,23p 11,77p a d e 12,37q 13,87q 14,63q Rata-rata Ket: J5 J6 bc b 11,90p 11,63p c b 13,70q 13,10q bc 13,40q BNJ 0,05 0,73 0,43 - Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 6) menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan jarak tanam (20cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak dibandingkan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan berkurangnya populsi tanaman dari populasi simetrisnya, karena dilakukan legowo yang tidak disertai penyisipan pada setiap barisan tanaman, sehingga populasi tanaman berkurang 33,33% dari populasi simetrisnya. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah berbeda pada setiap pola jarak tanam. pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan tanah telah gembur atau melumpur dengan baik, dan dekomposisi sisa-sisa tanaman semakin sempurna, sehingga meningkatkan kadar unsur hara dalam tanah. Taslim dkk. (1989) menyatakan bahwa pengolahan tanah dimulai paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit agar tanah menjadi gembur, dan sisa-sisa tanaman terdaluhu telah terdekomposisi dengan baik. Jumlah Gabah Tiap Malai Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah teruji nyata, pengaruh pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dan pola jarak tanam teruji tidak nyata terhadap jumlah gabah tiap malai. Rata-rata jumlah gabah tiap malai disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata jumlah gabah tiap malai Perlakuan P1 P2 Rata-rata Ket: J1 106,10 115,27 J2 141,90 150,03 Jarak Tanam J3 J4 163,50 127,57 172,80 142,50 J5 151,80 155,70 J6 145,20 148,47 110,69a 145,47c 168,15e 135,03b 153,75d 146,83c Rata- BNJ rata 0,05 139,35a 147,46b 3,96 - 6,73 Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 7) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena pengolahan tanah yang lebih lama menyebabkan tanah menjadi lebih gembur, dan melumpur dengan sempurna. Ardjanhar dan Khaerani (2008) menyatakan bahwa Pengolahan tanah dilakukan selambat lambatnya 2 minggu sebelum tanam agar tanah melumpur sempurna, dan tanah akan bercampur dengan gulma dan sisa tanaman Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………83 terdahulu. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x20 cm legowo 40 cm) menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak dibanding pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena populasi tanaman kurang dari populasi optimumnya sehingga individu tanaman tumbuh dengan baik, karena tidak terjadi persaingan antara rumpun yang satu dengan rumpun yang lain dalam memperebutkan baik unsur hara maupun ruang tempat tumbuh. Pratiwi, dkk. (2009) menyatakan bahwa populasi tanaman akan menentukan jumlah radiasi matahari yang serap oleh tajuk tanaman, serta besarnya persaingan akar tanaman dalam menyerap unsur hara. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada populasi yang rendah, dapat dikatakan hampir tidak ada persaingan antar rumpun tanaman pada proses penyerapan air, unsur hara, dan radiasi matahari, sehingga tanaman akan tumuh sesuai dengan potensinya. Persentase Gabah Hampa Pengaruh pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh lama pengolahan tanah, dan interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji nyata terhadap persentase gabah hampa. Rata-rata persentase gabah hampa disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata persentase gabah hampa Perlakuan J1 Jarak Tanam J3 J4 J2 BNJ 0,05 J6 b a a a a a P1 13,73g 11,70p 10,71p 11,29p 11,66p 11,56p P2 11,95p b ab 11,02p a b a b 9,48p 11,12p 10,64p 11,42p Rata-rata Ket: J5 1,54 1,48 - Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 8) menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah berbeda pada pola jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) tetapi tidak berbeda pada pola jarak tanam yang lain. pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menurunkan persentase gabah hampa. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menurunkan persentase gabah hampa dibanding dengan pola jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) pada lama pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam, tetapi teruji tidak nyata dibanding dengan pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 40 cm) dan pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm). Hal ini disebabkan karena populasi tanaman sangat kurang sehingga tanaman dapat memanfaatkan ruang tempat tumbuh, dan menyerap unsur hara secara optimum. Karena tidak akan terjadi persaingan, maka pengisian biji lebih sempurna, sehingga menurunkan persetase gabah hampa. Berat 1000 Biji Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh lama pengolahan tanah dan interaksi antara lama pengolahan tanah dan pola jarak tanaman teruji tidak nyata terhadap berat 1000 biji. Rata-rata berat 1000 biji disajikan pada Tabel 9. 84 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86 ISSN: 2089-8630 Tabel 9. Rata-rata berat 1000 biji (g) Perlakuan P1 P2 Rata-rata Ket: J1 J2 19,09 19,52 19,16 19,63 a 19,13 19,57abc Jarak Tanam J3 J4 J5 J6 20,03 19,15 19,68 19,67 20,14 19,33 19,94 19,10 c ab bc 20,09 19,24 19,81 19,39ab Ratarata 19,52 19,55 - BNJ 0,05 0,59 Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 9) menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menghasilkan berat 1000 biji yang lebih tinggi dibanding pola jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm), pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm) dan pola jarak tanam simetris (20 cm x 20 cm), tetapi teruji tidak nyata dibanding pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 40 cm) dan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 30 cm). Hal ini disebabkan karena pengisian biji lebih sempurna, maka gabah- gabah yang dihasilka lebih bernas dan lebih berisi. Hasil Gabah Per Hektar Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah, pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji tidak nyata terhadap hasil gabah kering tiap hektar. Rata-rata hasil gabah kering tiap hektar disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rata-rata hasil gabah per hektar (ton/ha) Perlakuan P1 P2 Rata-rata Ket: J1 J2 5,291 5,371 6,688 6,736 5,988ab 6,053b Jarak Tanam J3 J4 4,901 5,795 6,202 7,341 5,551a 6,568c J5 J6 5,049 4,987 6,391 6,272 ab 5,720 5,630ab Ratarata 5,232a 6,065b - BNJ 0,05 0,467 0,456 Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05 Hasil uji nilai tengah (Tabel 10) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata mengasilkan gabah kering per hektar lebih tinggi dibanding pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena semakin lama pengolahan tanah, menyebabkan proses dekomposisi gulma dan sisa tanaman terdahulu sempurna lebih sempurna, yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah bagi pertumbuhan awal tanaman. Pertumbuhan awal tanaman yang baik akan menghasilkan komponen hasil tanaman lebih baik, sehingga hasil gabah lebih tinggi. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm) teruji secara nyata menghasilkan gabah kering per hektar lebih tinggi dibanding pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan legowo (40 cm menjadi 30 cm), disertai dengan pelebaran jarak tanam dalam barisan (10 cm menjadi 15 cm), sehingga mengurangi persaingan antara rumpun dalam barisan tanaman yang sama. Masdar, 2005. dalam Sembiring (2009) menyatakan bahwa jarak tanam akan mempengaruhi populasi tanaman, yang dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya, persaingan dalam penyerapan unsur hara, sehingga akan mempengaruhi hasilnya. Pratiwi, dkk.(2009) menambahkan bahwa pengaturan jarak tanam dapat mempengaruhi peningkatan proses pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………85 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR RUJUKAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam mempercepat tanaman berbunga (73,90 hari setelah semai), menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak (147,46 biji malai-1), dan hasil 2. gabah kering giling per hektar lebih tinggi (6,065 ton ha-1) 3. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 15 cm legowo 30 cm menghasilkan gabah kering giling lebih tinggi (6,568 ton ha-1) 4. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 20 cm legowo 40 cm dengan pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam menghasilkan anakan lebih banyak (25,90 anakan rumpun-1), malai lebih panjang (27,06 cm), anakan produktif lebih banyak (14,63 malai rumpun-1) dan persentase gabah hampa lebih sedikit (9,48%). Arjanhar, A. dan C. Khaerani, 2008. PTT Padi Sawah. Dalam Amran Muis, Caya Khairani, Sukarjo, Yogi P. Rahardjo (Editor). Hal:1-8. Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan Agribisnis di Desa p4MI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Tengah: Palu. BBP2TP, 2008. Teknologi Budidaya Padi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian: Jakarta. Suriapermana S., I. Syamsul, dan A.M Fagi. 1990. Laporan Pertanaman Penelitian Kerjasama Mina Padi, antara Balittan Sukamandi-IDRC Canada. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Dian F., S. Yanto, I.G.P. Alit Diratmaja, 2006. Manfaat Tanaman Padi Jajar Legowo-2. Dalam Nurhasanah Hidayati, Tatty Syafrianti, Bambang Kushartono (Editor). Hal:467-473. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian: Bogor 7-8 September 2006. Eko A.E. dan T. Alihamsyah, 2009. Mekanisasi Pertanian dalam Usaha Tani. Dalam Suyamto, I.N. Widiarta, Satot (Editor): Hal: 493-529. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi: Sukamandi 2009. Kamandalu, Suryawan, Husin M. Toha, 2009. Produktivitas Beberapa Varietas Unggul Baru Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Dalam Sarlan Abdulrachman, Husin M. Toha, Anischan Gani (Editor). Buku II hal: 539-547. Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian: Sukamandi 2010. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh hasil lebih baik disarankan pengolahan tanah dilakukan 12 hari sebelum tanam. 2. Pada penerapan jajar legowo 2:1 disarankan menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm legowo 30 cm. 3. Inpari 13 agak rentan dengan penyakit hawar pelepah (busuk leher). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Fathurrahman, M.P dan Bapak Ir. Usman Made, M.P., Bapak Dr. Ir. Sakka Samudin, M.P., yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan artikel ini. 86 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86 Moenadir H.J., 2004. Prinsip-Prinsip Utama Menyukseskan Produksi Pertanian. Dasar-Dasar Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang. Pratiwi. G.R., E. Suhartatik, A.K. Makarim, 2009. Produktivitas dan Komponen Hasil Tanaman Padi Sebagai Fungsi dari Populasi Tanaman. Dalam Sarlan Abdulrachman, Husin M. Toha, Anischan Gani (Editor). Buku II hal 443-447. Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian: Sukamandi 2010. . ISSN: 2089-8630 Sembiring S., 2009. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo pada Jarak Tanam dan Persiapan Tanah yang Berbeda. Tesis Program Agronomi. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal: 14. Suryana, A., S. Mardianto, K. Kariyasa, I.P. Wardana, 2009. Padi Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Dalam Suyamto, I.N. Widiarta, Satot (Editor). Hal:7-31. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Taslim, H., S. Partohardjono, Djunainah, 1989. Bercocok Tanaman Padi Sawah. Dalam M. Ismunadji, Mahyuddin Syam, Yuswandi (Editor). Buku: Padi 2. Hal:481-505. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan: Bogor.