respons padi sawah terhadap waktu pengolahan

advertisement
RESPONS PADI SAWAH TERHADAP WAKTU PENGOLAHAN TANAH
DAN JARAK TANAM BERBEDA DALAM SISTEM TANAM LEGOWO
Rizal1, Fathurrahman dan Usman Made2
[email protected]
1
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
This research conducted in the area of paddy fields Maranatha village, Sigi Sigi Biromaru
Sub-district of Central Sulawesi. Held from December 2011 to March 2012. Research objectives get
the right soil processing time towards growth and yield of rice plant, get the right planting distance
in improving growth and yield of rice plant and get the right planting distance at any time of soil
processing. This research is conducted in the form of a field experiment in rows with two separate
Grid Design factors. As the main plot a time processing soil (P), which consists of two equal i.e.
processing the soil 6 days before the planting (P1), and processing the soil of the 12 days before
the planting (P2). As the son of harvesting is the distance (J) consisting of six equal i.e. 20 cm x 10
cm legowo 40 cm (J1), 20 cm x 15 cm legowo 40 cm (J2), 20 cm x 20 cm legowo 40 cm (J3), 20 cm
x 15 cm legowo 30 cm (J4), 20 cm x 20 cm legowo 30 cm (J5) and 20 cm x 20 cm. The research
results show the processing soil of the 12 days before planting accelerate planting flowering (73.90,
off the day after a plant), produce of rice each more (147,46 panicle seeds-1), and dry milled of rice
yield per hectare was higher (6,065 ton ha-1). The implementation of planting distance pattern 20
cm x 15 cm legowo 30 cm produce of rice dry grind higher (6,568 ton ha -1). The implementation of
planting distance pattern 20 cm x 20 cm legowo 40 cm with 12 day processing soil before planting
produces tillers (25,90 panicle clump-1), longer panicle (27,06 cm), more productive tiller (14,63
panicle grove-1) and less percentage empty of rice (9,48%).
Keywords: Processing soil, Distance planting, Planting system of legowo
Tanaman padi merupakan tanaman
penting di Asiaterutama di Indonesia. Padi
menghasilkan beras menjadi makanan pokok
menyediakan 35-80 % dari total kalori yang
dibutuhkan oleh manusia ( IRRI, 1997 dalam
Sembiring, 2009).
Beras dikonsumsi sebagian besar
penduduk Indonesia. Jumlah orang yang
mengkonsumsi beras masih tinggi (99,9%).
Tingkat konsumsi beras yaitu konsumsi
rumah tangga, restoran, bahan baku industri
(Mardianto, 2005 dalam Suryana, dkk. 2009).
Di Indonesia yang beriklim tropis, padi
ditanam di seluruh daerah dataran rendah
sampai dataran tinggi. Umumnya padi
diusahakan sebagai padi sawah (85% - 90%)
dan sebagian kecil (10% - 15%) sebagai padi
gogo (Taslim, dkk. 1989).
Bangsa Indonesia sebagai Negara yang
wilayahnya luas dan mengandalkan pertanian
sebagai tumpuan kehidupan sebahagian besar
penduduknya. Hal ini akan menjadi hambatan
dalam
pembangunan,
peningkatan
kesejateraan masyarakat.
Komponen teknologi budidaya padi
yang merupakan rekomendasi umum berikut
ini, disesuaikan dengan kondisi setempat. (1)
Menanam varietas padi unggul, Varietas yang
sesuai lingkungan setempat, potensi hasil
yang tinggi maupun tahan terhadap hama dan
penyakit tertentu, sesuai selera pasar (2)
Gunakan benih bermutu, sehat, dan bernas
(berlabel) (3) Pengolahan tanah secara tepat
(4) Pelihara persemaian dengan baik (5)
Tanam bibit umur 21 hari (6) Atur jumlah
bibit per rumpun dan jarak tanam secara tepat
(7) Beri pupuk N (urea), P (SP-36), dan K
(KCl) atau NPK berdasarkan kebutuhan
tanaman dan status hara tanah (8) Airi
tanaman padi secara efektif dan efisien sesuai
77
78 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86
kondisi tanah (9) Kendalikan hama dan
penyakit secara terpad (10) Kendalikan gulma
secara tepat (11) Penggunaan bahan organik
(12) Tangani proses panen dan pasca panen
dengan baik (BBP2TP, 2008).
Pengolahan tanah dimulai paling lambat
15 hari sebelum pemindahan bibit dan
mencegah hilangnya unsur N alami tanah
sawah harus digenangi dari pembajakan
sampai pemindahan bibit. Pengolahan tanah
bertujuan (1) Mengendalikan gulma secara
efektif karena selama pengolahan tanah gulma
akan hancur dan bercampur dengan tanah
sehingga
mengurangi
persaingan
pertumbuhan awal dari bibit (2) Memperbaiki
tata udara tanah yang penting untuk
perkembangan akar padi. Dengan pengolahan
tanah, tanah akan menjadi gembur (3)
Mencampur bahan organik dengan tanah ;
gulma dan sisa tanaman terdahulu akan
bercampur dengan tanah (4) Membantu
membentuk lapisan padas/lapisan bajak yang
berguna untuk mengurangi hilangnya air
karena pelindian (leaching), mencegah
meresapnya air dan unsur hara selama
penggenangan dan pertumbuhan padi (5)
Mencampur lapisan olah tanah karena dengan
membajak lapisan olah tanah sebelah atas dan
bawah akan bercampur sehingga akan
menyeragamkan kjesuburan tanah. Setelah
dibajak, tanah digaruk dapat dilakukan satu
atau dua kali (Taslim, dkk. 1989).
Cara tanam padi sistem legowo
merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan
untuk memperbaiki produktivitas usahatani
padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari
teknologi jarak tanam tegel menjadi tanaman
jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa
jawa yang berasal dari lego dan dowo; lego
artinya luas dan dowo artinya memanjang.
Jadi, diantara kelompok barisan tanaman padi
terdapat lorong yang luas dan memenjang
sepanjang barisan (Suriapermana, dkk. 1990)
Melalui perbaikan teknologi budidaya
seperti benih berkualitas, bibit muda umur ≤
21 hari, jumlah bibit 1, 2, 3 bibit/lubang,
pengaturan
jarak
tanam,
pemupukan
berimbang, pengendalian gulma, hama dan
ISSN: 2089-8630
penyakit secara terpadu, produktivitas padi
sawah dapat mencapai 6,80 ton/ha gabah
kering panen GKP (Kamandalu, dkk. 2009).
Berbagai teknologi pengembangan
usahatani padi telah dihasilkan dan akan terus
ditemukan atau dirakit menyesuaikan dengan
kondisi perkembangan agroekosistem dan
sosial ekonomi masyarakat. Dengan tujuan
usahatani padi menjadi efisien dan
menguntungkan
petani.
Jarak
tanam
merupakan salah satu komponen teknologi
yang diketahui sangat berpengaruh pada
tingkat produktivitas tanaman yang dapat
dicapai dengan pengaturan populasi tanaman
(Dian, dkk. 2006).
Khususnya di Sulawesi Tengah dalam
melakukan pengolahan tanah sangat singkat.
Para petani mulai melakukan pengolahan
tanah pada saat bibit padi dipersemaian
kurang lebih 5 hari sebelum pindah tanam,
pengolahan tanah dengan membajak tanah
setelah selesai langsung menghancurkan
bongkahan tanah atau menganduk tanah dan
meratakan permukaan tanah di lahan yang
akan ditanami.
Berdasarkan hal tersebut, perlu ada
kajian mengenai teknik budidaya tanaman
padi sawah melalui pengolahan jauh sebelum
pindah tanam dan penerapan jarak tanam
berbeda.
Produktivitas padi didaerah ini masih
rendah, perlu mengoptimalkan potensi sumber
daya yang ada untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas tanaman padi sehingga
dapat memenuhi kebutuhan pangan beras.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di desa
Maranata
kecamatan
Sigi
Biromaru
kabupaten Sigi, Selama empat bulan
(Desember 2011 sampai Maret 2012 ). Setiap
perlakuan ditempatkan pada plot-plot
percobaan yang berukuran 3 m x 4 m. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak
Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………79
Terpisah (RPT). Petak utama adalah
pengolahan tanah
(P)
yaitu: (P1)
Pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam (P2)
Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam
Anak petak adalah Jarak tanam (J) yang
terdiri dari : (J1) Sistem jajar legowo (20 cm
x 10 cm legowo 40 cm), (J2) Jarak tanam
(20 x 15 cm legowo 40 cm), (J3) Jarak
tanam (20 x 20 cm legowo 40 cm), (J4)
Jarak tanam (20 x 15 cm legowo 20 cm), (J5)
Jarak tanam (20 x 20 cm legowo 30 cm), (J6)
Jarak tanam (20 cm x 20 cm).
Pengamatan yang dilakukan terhadap
tinggi tanaman pada saat anakan maksimum
dari tanaman sampel yang telah ditetapkan
pada setiap plot yang diamati sebanyak 10
rumpun tanaman untuk setiap perlakuan,
Tinggi tanaman saat panen, Jumlah anakan
per rumpun pada saat anakan maksimum
(anakan), Umur tanaman keluar malai
dihitung setelah 50% keluar malai (setelah
pindah tanam), Panjang malai diukur dari
buku terakhir sampai ujung malai, Jumlah
malai per panen pada saat panen (malai),
Jumlah malai dihitung per rumpun, Jumlah
gabah tiap malai dihitung dengan mengambil
semua seluruh malai, Persentase gabah hampa
dihitung dengan mengambil semua gabah
hampa seluruh malai, Bobot 1000 butir
(gram) gabah kering, Bobot kering gabah
panen kadar air 14% (ton/ha) dihitung pada
saat panen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi tanaman
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh
interaksi antara lama
pengolahan tanah dengan jarak tanam teruji
tidak nyata dan pengaruh
pengolahan
tanah
secara
nyata terhadap tinggi
tanaman saat anakan maksimum, sedangkan
pada saat panen pengaruh pengolahan tanah,
dan pola jarak tanam serta interaksinya teruji
sangat nyata.
Rata-rata tinggi tanaman
disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat anakan maksimum
P1
J1
82,10
J2
82,20
Jarak Tanam
J3
J4
82,87 82,80
P2
Rata-rata
85,50
83,80
87,27
84,73
88,77
85,82
Perlakuan
86,10
84,45
J5
81,97
J6
82,83
Ratarata
82,46a
87,17
84,57
86,00
84,41
86,80b
-
BNJ
0,05
2,38
-
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 1)
menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12
hari sebelum tanam menghasilkan tanaman
lebih tinggi. Meningkatnya tinggi tanaman
ini disebabkan karena gulma dan sisa tanaman
terdahulu telah mengalami dekomposisi
dengan sempurna, sehingga meningkatkan
ketersediaan unsur hara. Sejalan yang
dinyatakan Andjarhar dan Khaerani, (2008)
bahwa pengolahan tanah dilakukan selambatlambatnya dua minggu sebelum tanam,
sehingga kondisi tanah melumpur sempurna.
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat panen
Perlakuan
J1
Jarak Tanam
J3
J4
J2
J5
BNJ
0,05
J6
a
a
a
a
a
a
P1
89,23p
89,53p
89,67p
87,73p
89,37p
88,73p
c
b
b
a
a
a
P2
97,97q
94,13q
94,77q
89,90q
89,63q
89,93p
Rata-rata
2,39
4,47
-
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
80 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86
Hasil uji nilai tengah (Tabel 2)
menunjukkan bahwa pengaruh jarak tanam
berbeda pada pengolahan tanah 12 hari
sebelum tanam, tetapi tidak berbeda pada
pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Pada
pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam,
penerapan jarak tanam (20 cm
x 10 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan tanaman
lebih tinggi dan
berbeda dengan jarak tanam lainnya. Hal ini
disebabkan karena populasi tanaman paling
tinggi
(333.333 rumpun ha-1), sehingga
tanaman
tumbuh
memanjang
untuk
mendapatkan cahaya matahari. Tabel 2 juga
menunjukkan bahwa pengaruh pengolahan
tanah teruji secara nyata berbeda pada setiap
ISSN: 2089-8630
jarak tanam.
Pada setiap jarak tanam,
pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam
teruji secara nyata menghasilkan tanaman
lebih tinggi dibanding pengolahan tanah 6
hari sebelum tanam. Hal ini diebabkan karena
semakin lama pengolahan tanah, maka
peroses dekomposisi gulma dan sisa tanaman
terdahulu semakin sempurna, dan segera
tersedia bagi tanaman.
Jumlah Anakan Maksimum
Pengaruh lama pengolahan tanah dan
pola jarak tanaman berbeda interaksinya
teruji Rata-rata jumlah anakan maksimum
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan maksimum
Perlakuan
P1
P2
J1
Jarak Tanam
J3
J4
J2
a
15,47p
bc
20,10p
c
d
23,47q
25,90q
a
17,67q
c
18,97p
Rata-rata
J5
bc
19,03p
J6
bc
b
19,50p
18,50p
c
b
23,20q
21,13q
bc
22,10q
BNJ
0,05
1,02
1,39
-
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 3)
menujukkan bahwa pola jarak tanam berbeda
pada setiap lama pengolahan tanah.
Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
mengasilkan anakan lebih banyak dan
berbeda dengan pola jarak tanam lainnya.
Hal ini disebabkan karena pada pola jarak
tanam ini populasi tanaman paling sedikit
(166.667 rumpun ha-1), sehingga tanaman
memanfaatkan intensitas radiasi matahari
secara maksimum. Tabel 3 juga menunjukkan
bahwa lama pengolahan tanah berbeda pada
Umur Tanaman Saat Keluar Malai
setiap pola jarak tanaman. Pengolahan tanah
12 hari sebelum tanam teruji secara nyata
menghasilkan anakan lebih banyak pada
setiap pola jarak tanam. Hal ini disebabkan
karena lahan telah melumpur dengan baik,
sehingga permukaan partikel tanah lebih luas
antara akar dan tanah. Moenandir (2004)
menyatakan bahwa pengolahan tanah
merupakan
tindakan
penghancuran
bongkahan tanah menjadi lebih kecil, dan
berlumpur sehingga tanaman memperoleh
nutrisi lebih dari cukup dan mengakibatkan
pertumbuhan tanaman lebih baik.
Tabel 4. Rata-rata umur tanaman saat keluar malai (hari)
Perlakuan
P1
P2
Rata-rata
J1
75,0
74,0
74,5
J2
74,0
74,0
74,00
Jarak Tanam
J3
J4
74,7
74,7
73,7
74,3
74,2
74,5
J5
74,0
73,7
73,9
J6
74,7
73,7
74,0
Ratarata
74,5b
73,9a
-
BNJ
0,05
0,50
-
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………81
Hasil uji nilai tengah (Tabel 4)
menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12
hari sebelum tanam
teruji secara nyata
mempercepat tanaman berbunga. Hal ini
disebabkan karena sisa-sisa tanaman pada
pertanaman sebelumnya dan gulma yang
terbenam pada saat pengolahan tanah telah
terdekomposisi dengan sempurna sehingga
meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Dadan (2009) menyatakan bahwa
pengolahan
tanah
dapat
membantu
pembenaman bahan-bahan organik yang ada
dilahan ke dalam tanah sehingga produktivitas
lahan tetap tinggi.
Panjang Malai
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh lama pengolahan tanah
teruji secara nyata, sedangkan pengaruh
pola jarak tanam dan interaksi antara
lama pengolahan tanah dengan pola jarak
tanam teruji sangat nyata terhadap panjang
malai (Tabel Lampiran 5b). Rata-rata panjang
malai disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata panjang malai (cm)
Perlakuan
J1
Jarak Tanam
J3
J4
J2
J5
BNJ
0,05
J6
a
a
b
a
a
a
P1
24,34p
24,95p
25,52p
24,33p
24,94p
24,68p
P2
25,31q
a
bc
25,94q
d
c
27,06q
26,41q
Rata-rata
0,62
cd
26,51q
ab
1,10
25,63q
-
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 5)
menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak
tanam berbeda pada setiap lama pengolahan
tanah. Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan jumlah malai lebih banyak
dibandingkan dengan pola jarak tanam
lainnya. Hal ini disebabkan
karena
berkurangnya barisan tanaman yang tidak
disertai peyisipan dalam barisan, sehingga
populasi berkurang ( 33,33% ) dibanding pola
simetris. Berkurangnya populasi tanaman
menyebabkan infiltarasi radiasi matahari
dalam keadaan maksimum, sehingga tidak
terjadi kompetisi antara rumpun tanaman
yang satu dengan rumpun yang lain. Tabel 5
juga menunjukkan bahwa pengaruh lama
pengolahan tanah berbeda pada setiap pola
jarak tanam. Pengolahan tanah 12 hari
sebelum tanam
teruji secara nyata
menghasilkan malai lebih panjang dibanding
dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum
tanam. Hal ini disebabkan karena struktur
tanah lebih gembur sehingga akar tanaman
berkembang lebih baik dan menyerap unsur
hara lebih banyak. Sesuai pernyataan Eko
dan Alihamsyah (2009) bahwa pengolahan
tanah ditujukan untuk memperbaiki struktur
tanah menjadi lebih gembur atau melumpur,
sehingga sesuai perkembangan akar tanaman.
Jumlah Malai Tiap Rumpun
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh lama pengolahan tanah, dan
pola jarak tanam, serta interaksi antar
lama pengolahan tanah dengan pola jarak
tanam teruji sangat nyata terhadap jumlah
malai tiap rumpun. Rata-rata jumlah malaitiap
rumpun disajikan pada Tabel 6.
82 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86
ISSN: 2089-8630
Tabel 6. Rata-rata jumlah malai tiap rumpun
Perlakuan
P1
P2
J1
Jarak Tanam
J3
J4
J2
a
b
c
b
10,70p
11,67p
12,23p
11,77p
a
d
e
12,37q
13,87q
14,63q
Rata-rata
Ket:
J5
J6
bc
b
11,90p
11,63p
c
b
13,70q
13,10q
bc
13,40q
BNJ
0,05
0,73
0,43
-
Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 6)
menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak
tanam berbeda pada setiap lama pengolahan
tanah. Penerapan jarak tanam (20cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak
dibandingkan pola jarak tanam lainnya. Hal
ini disebabkan
berkurangnya populsi
tanaman dari populasi simetrisnya, karena
dilakukan legowo yang tidak disertai
penyisipan pada setiap barisan tanaman,
sehingga populasi tanaman berkurang 33,33%
dari populasi simetrisnya. Tabel 6 juga
menunjukkan
bahwa
pengaruh
lama
pengolahan tanah berbeda pada setiap pola
jarak tanam.
pengolahan tanah 12 hari
sebelum
tanam
teruji
secara
nyata
menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak
dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari
sebelum tanam. Hal ini disebabkan tanah
telah gembur atau melumpur dengan baik, dan
dekomposisi sisa-sisa tanaman semakin
sempurna, sehingga meningkatkan kadar
unsur hara dalam tanah. Taslim dkk. (1989)
menyatakan bahwa pengolahan tanah dimulai
paling lambat 15 hari sebelum pemindahan
bibit agar tanah menjadi gembur, dan sisa-sisa
tanaman terdaluhu telah terdekomposisi
dengan baik.
Jumlah Gabah Tiap Malai
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh lama pengolahan tanah teruji
nyata, pengaruh pola jarak tanam teruji sangat
nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara
lama pengolahan tanah dan pola jarak tanam
teruji tidak nyata terhadap jumlah gabah tiap
malai. Rata-rata jumlah gabah tiap malai
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata jumlah gabah tiap malai
Perlakuan
P1
P2
Rata-rata
Ket:
J1
106,10
115,27
J2
141,90
150,03
Jarak Tanam
J3
J4
163,50 127,57
172,80 142,50
J5
151,80
155,70
J6
145,20
148,47
110,69a 145,47c 168,15e 135,03b 153,75d 146,83c
Rata- BNJ
rata
0,05
139,35a
147,46b 3,96
-
6,73
Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 7)
menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12
hari sebelum tanam teruji secara nyata
menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak
dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari
sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena
pengolahan tanah yang lebih lama
menyebabkan tanah menjadi lebih gembur,
dan melumpur dengan sempurna. Ardjanhar
dan Khaerani (2008) menyatakan bahwa
Pengolahan tanah dilakukan selambat lambatnya 2 minggu sebelum tanam agar
tanah melumpur sempurna, dan tanah akan
bercampur dengan gulma dan sisa tanaman
Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………83
terdahulu. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa
penerapan pola jarak tanam (20 cm x20 cm
legowo 40 cm) menghasilkan gabah tiap
malai lebih banyak dibanding pola jarak
tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena
populasi tanaman kurang dari populasi
optimumnya sehingga individu tanaman
tumbuh dengan baik, karena tidak terjadi
persaingan antara rumpun yang satu dengan
rumpun yang lain dalam memperebutkan baik
unsur hara maupun ruang tempat tumbuh.
Pratiwi, dkk. (2009) menyatakan bahwa
populasi tanaman akan menentukan jumlah
radiasi matahari yang serap oleh tajuk
tanaman, serta besarnya persaingan akar
tanaman dalam menyerap unsur hara. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa pada populasi yang
rendah, dapat dikatakan hampir tidak ada
persaingan antar rumpun tanaman pada proses
penyerapan air, unsur hara, dan radiasi
matahari, sehingga tanaman akan tumuh
sesuai dengan potensinya.
Persentase Gabah Hampa
Pengaruh pola jarak tanam teruji sangat
nyata,
sedangkan
pengaruh
lama
pengolahan tanah, dan interaksi antara
lama pengolahan tanah dengan pola jarak
tanam teruji nyata terhadap persentase gabah
hampa. Rata-rata persentase gabah hampa
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata persentase gabah hampa
Perlakuan
J1
Jarak Tanam
J3
J4
J2
BNJ
0,05
J6
b
a
a
a
a
a
P1
13,73g
11,70p
10,71p
11,29p
11,66p
11,56p
P2
11,95p
b
ab
11,02p
a
b
a
b
9,48p
11,12p
10,64p
11,42p
Rata-rata
Ket:
J5
1,54
1,48
-
Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 8)
menunjukkan
bahwa
pengaruh
lama
pengolahan tanah berbeda pada pola jarak
tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) tetapi
tidak berbeda pada pola jarak tanam yang
lain. pengolahan tanah 12 hari sebelum
tanam teruji secara nyata menurunkan
persentase gabah hampa. Tabel 8 juga
menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak
tanam berbeda pada setiap lama pengolahan
tanah. Penerapan pola jarak tanam (20 cm x
20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata
menurunkan persentase gabah hampa
dibanding dengan pola jarak tanam
(20 cm x 10 cm legowo 40 cm) pada lama
pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam, tetapi
teruji tidak nyata dibanding dengan pola jarak
tanam (20 cm x 15 cm legowo 40 cm) dan
pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30
cm). Hal ini disebabkan karena populasi
tanaman sangat kurang sehingga tanaman
dapat memanfaatkan ruang tempat tumbuh,
dan menyerap unsur hara secara optimum.
Karena tidak akan terjadi persaingan, maka
pengisian biji lebih sempurna, sehingga
menurunkan persetase gabah hampa.
Berat 1000 Biji
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh pola jarak tanam teruji
sangat nyata, sedangkan pengaruh lama
pengolahan tanah dan interaksi antara lama
pengolahan tanah dan pola jarak tanaman
teruji tidak nyata terhadap berat 1000 biji.
Rata-rata berat 1000 biji disajikan pada Tabel
9.
84 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86
ISSN: 2089-8630
Tabel 9. Rata-rata berat 1000 biji (g)
Perlakuan
P1
P2
Rata-rata
Ket:
J1
J2
19,09
19,52
19,16
19,63
a
19,13 19,57abc
Jarak Tanam
J3
J4
J5
J6
20,03 19,15
19,68
19,67
20,14 19,33
19,94
19,10
c
ab
bc
20,09 19,24
19,81
19,39ab
Ratarata
19,52
19,55
-
BNJ
0,05
0,59
Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 9)
menunjukkan bahwa penerapan pola jarak
tanam (20 cm x
20 cm legowo 40 cm)
teruji secara nyata menghasilkan berat 1000
biji yang lebih tinggi dibanding pola jarak
tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm), pola
jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm)
dan pola jarak tanam simetris (20 cm x 20
cm), tetapi teruji tidak nyata dibanding pola
jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 40 cm)
dan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo
30 cm). Hal ini disebabkan karena pengisian
biji lebih sempurna, maka gabah- gabah yang
dihasilka lebih bernas dan lebih berisi.
Hasil Gabah Per Hektar
Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa pengaruh lama pengolahan tanah,
pola
jarak tanam teruji sangat nyata,
sedangkan pengaruh interaksi antara lama
pengolahan tanah dengan pola jarak tanam
teruji tidak nyata terhadap hasil gabah kering
tiap hektar. Rata-rata hasil gabah kering tiap
hektar disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata hasil gabah per hektar (ton/ha)
Perlakuan
P1
P2
Rata-rata
Ket:
J1
J2
5,291 5,371
6,688 6,736
5,988ab 6,053b
Jarak Tanam
J3
J4
4,901 5,795
6,202 7,341
5,551a 6,568c
J5
J6
5,049
4,987
6,391
6,272
ab
5,720
5,630ab
Ratarata
5,232a
6,065b
-
BNJ
0,05
0,467
0,456
Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 10)
menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12
hari sebelum tanam teruji secara nyata
mengasilkan gabah kering per hektar lebih
tinggi dibanding pengolahan tanah 6 hari
sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena
semakin
lama
pengolahan
tanah,
menyebabkan proses dekomposisi gulma dan
sisa tanaman terdahulu sempurna lebih
sempurna,
yang
dapat
meningkatkan
ketersediaan unsur hara dalam tanah bagi
pertumbuhan awal tanaman. Pertumbuhan
awal tanaman yang baik akan menghasilkan
komponen hasil tanaman lebih baik, sehingga
hasil gabah lebih tinggi. Tabel 10 juga
menunjukkan bahwa penerapan pola jarak
tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm) teruji
secara nyata menghasilkan gabah kering
per hektar
lebih tinggi dibanding pola jarak tanam
lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya
penyempitan legowo (40 cm menjadi 30 cm),
disertai dengan pelebaran jarak tanam dalam
barisan (10 cm menjadi 15 cm), sehingga
mengurangi persaingan antara rumpun dalam
barisan tanaman yang sama. Masdar, 2005.
dalam Sembiring (2009) menyatakan bahwa
jarak tanam akan mempengaruhi populasi
tanaman, yang dapat mempengaruhi efisiensi
penggunaan cahaya, persaingan dalam
penyerapan unsur hara, sehingga akan
mempengaruhi hasilnya. Pratiwi, dkk.(2009)
menambahkan bahwa pengaturan jarak tanam
dapat mempengaruhi peningkatan proses
pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Rizal, dkk. Respons Padi Sawah terhadap Waktu Pengolahan Tanah dan Jarak Tanam Berbeda …………………85
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
DAFTAR RUJUKAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam
mempercepat tanaman berbunga (73,90
hari setelah semai), menghasilkan gabah
tiap malai lebih banyak (147,46 biji
malai-1), dan hasil
2. gabah kering giling per hektar lebih tinggi
(6,065 ton ha-1)
3. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 15 cm
legowo 30 cm menghasilkan gabah kering
giling lebih tinggi (6,568 ton ha-1)
4. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 20 cm
legowo 40 cm dengan pengolahan tanah
12 hari sebelum tanam menghasilkan
anakan lebih banyak (25,90 anakan
rumpun-1), malai lebih panjang (27,06 cm),
anakan produktif lebih banyak (14,63
malai rumpun-1) dan persentase gabah
hampa lebih sedikit (9,48%).
Arjanhar, A. dan C. Khaerani, 2008. PTT
Padi Sawah. Dalam Amran Muis, Caya
Khairani, Sukarjo, Yogi P. Rahardjo
(Editor). Hal:1-8. Petunjuk Teknis
Teknologi Pendukung Pengembangan
Agribisnis di Desa p4MI.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian.
Sulawesi Tengah: Palu.
BBP2TP, 2008. Teknologi Budidaya Padi.
Balai
Besar
Pengkajian
dan
Pengembangan Teknologi Pertanian.
Departemen Pertanian: Jakarta.
Suriapermana S., I. Syamsul, dan A.M Fagi.
1990. Laporan Pertanaman Penelitian
Kerjasama Mina Padi, antara Balittan
Sukamandi-IDRC
Canada.
Balai
Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.
Dian F., S. Yanto, I.G.P. Alit Diratmaja,
2006. Manfaat Tanaman Padi Jajar
Legowo-2. Dalam Nurhasanah Hidayati,
Tatty Syafrianti, Bambang Kushartono
(Editor). Hal:467-473. Prosiding Temu
Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian: Bogor 7-8 September 2006.
Eko A.E. dan T. Alihamsyah, 2009.
Mekanisasi Pertanian dalam Usaha
Tani. Dalam Suyamto, I.N. Widiarta,
Satot (Editor): Hal: 493-529. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi:
Sukamandi 2009.
Kamandalu, Suryawan, Husin M. Toha, 2009.
Produktivitas
Beberapa
Varietas
Unggul Baru Melalui Pendekatan
Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu. Dalam Sarlan Abdulrachman,
Husin M. Toha, Anischan Gani
(Editor). Buku II hal: 539-547. Seminar
Nasional Hasil Penelitian Padi 2009.
Balai Besar Penelitian Pengembangan
Pertanian.
Kementerian Pertanian:
Sukamandi 2010.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, maka
disarankan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh hasil lebih baik
disarankan pengolahan tanah dilakukan
12 hari sebelum tanam.
2. Pada penerapan jajar legowo 2:1
disarankan menggunakan jarak tanam 20
cm x 20 cm legowo 30 cm.
3. Inpari 13 agak rentan dengan penyakit
hawar pelepah (busuk leher).
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Fathurrahman,
M.P dan Bapak Ir. Usman Made, M.P., Bapak
Dr. Ir. Sakka Samudin, M.P., yang telah
banyak memberi saran dan masukan dalam
penyusunan dan penyempurnaan artikel ini.
86 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 77-86
Moenadir H.J., 2004. Prinsip-Prinsip Utama
Menyukseskan Produksi Pertanian.
Dasar-Dasar Budidaya Pertanian.
Fakultas
Pertanian
Universitas
Brawijaya: Malang.
Pratiwi. G.R., E. Suhartatik, A.K. Makarim,
2009. Produktivitas dan Komponen
Hasil Tanaman Padi Sebagai Fungsi
dari Populasi Tanaman. Dalam Sarlan
Abdulrachman, Husin M. Toha,
Anischan Gani (Editor). Buku II hal
443-447. Seminar Nasional Hasil
Penelitian Padi 2009.
Balai Besar
Penelitian Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian: Sukamandi
2010.
.
ISSN: 2089-8630
Sembiring S., 2009.
Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo
pada Jarak Tanam dan Persiapan
Tanah yang Berbeda. Tesis Program
Agronomi. Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara: Medan. Hal: 14.
Suryana, A., S. Mardianto, K. Kariyasa, I.P.
Wardana, 2009. Padi Inovasi Teknologi
dan Ketahanan Pangan. Dalam
Suyamto, I.N. Widiarta, Satot (Editor).
Hal:7-31.
Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Sukamandi.
Taslim, H., S. Partohardjono, Djunainah,
1989. Bercocok Tanaman Padi Sawah.
Dalam M. Ismunadji, Mahyuddin Syam,
Yuswandi (Editor). Buku: Padi 2.
Hal:481-505.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Tanaman
Pangan:
Bogor.
Download