1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L) merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar (90%) penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain seperti jagung dan kacang- kacangan (AAK, 2003). Sampai saat ini padi tidak hanya sebagai makanan pokok sebagian penduduk, tetapi juga merupakan sumber perekonomian bagi sebagian besar petani di pedesaan, serta berperan dalam berbagai aspek sosial dan politik nasional. Berdasarkan kenyataan ini, maka (1) usaha peningkatatan produktivitas padi nasional menjadi sangat kompleks;(2) upaya untuk peningkatan produktivitas padi tetap perlu mendapat prioritas yang tinggi dalam pembangunan pertanian di Indonesia (Makarim, 2005). Konsumsi beras masyarakat Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2012) mencapai 139 kg per kapita per tahun atau merupakan tertinggi di dunia. Kemudian BPS merilis lagi angka produksi padi 2010 sebanyak 66,4 juta ton. Angka ini merupakan angka sementara dan diramalkan untuk tahun 2013 angka produksi bisa mencapai 67,3 juta ton. Dengan demikian untuk mencapai angka tersebut parlu adanya usaha dalam produksi pertanian. Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan produksi dalam taraf tinggi. Hal ini dapat dicapai jika terpenuhi kondisi yang mendukung secara optimal bagi pertumbuhannya. Kondisi yang Laporan Tugas Akhir (LTA) 2 optimal untuk pertumbuhan tanaman padi dengan melalui proses pengelolaan yang memadai antara lain unsur hara tanah, tanaman dan air (syarief, 2004). Peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman padi sangat ditentukan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengadopsi suatu teknologi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan serta permintaan pasar (Hartono, 2005). Salah satu faktor permasalahan dalam meningkatkan produksi tanaman padi adalah petani pada umumnya masih tergantung pada penggunaan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang semakin tinggi akan berdampak pada laju peningkatan hasil produksi padi yang tidak selaras dengan laju penggunaan pupuk. Hal tersebut mencerminkan penurunan efisiensi penggunaan pupuk dan gangguan terhadap ketersediaan hara dan biota tanah. Dampak dari penggunaan pupuk anorganik menghasilkan peningkatan produktivitas tanaman yang cukup tinggi. Namun penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang relative panjang dapat mengganggu keseimbangan hara, tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air , penipisan unsur mikro seperti Zn, Mn, Cu, Mn dan Mo dalam tanah, mempengaruhi aktivitas organisme tanah, dapat menurunkan kualitas pada kesehatan tanaman dan kondisi tanah serta dapat menurunkan produktivitas pertanian padi dalam jangka panjang. Di beberapa tempat masih terjadi pembakaran sisa jerami sebelum pengolahan lahan, sehingga mengakibatkan pencemaran udara dan rotasi unsur hara tidak terjadi. Oleh karena itu perlu pengembangan terhadap jerami sebagai bahan organik untuk perbaikan kesuburan lahan sawah (Sulisyawati, 2010). Laporan Tugas Akhir (LTA) 3 Metode yang mensinergikan untuk membuat tanaman agar tumbuh dan berkembang dengan baik yaitu, dengan melakukan perbaikan lingkungan seperti tanah dengan pemberian pupuk hayati sebagai perombak bahan organik sehingga meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah (Kasim, 2004). Pemakaian teknologi yang banyak dikembangkan guna mencapai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman padi sawah secara efektif yang mengarah pada efisiensi usahatani melalui anjuran pemupukan berimbang dengan penambahan pupuk hayati pada tanaman padi dengan sistem legowo 4:1 dan pemanfaatan potensi bahan organik setempat. Manajemen atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan pembenaman jerami secara langsung di lahan sawah dan pemberian pupuk hayati agar mikroorganisme yang terkandung didalamnya dapat menambat hara tertentu atau menfasilitasi ketersediaan hara lainnya. Contohnya, mikroba pelarut fosfat yang dapat membantu tanaman memperoleh fosfat atau bakteri penambat nitrogen yang dapat membantu tanaman memperoleh nitrogen serta sebagai pengurai dalam pembenaman jerami di lahan sawah (Syarief, 2005). Pertumbuhan optimal tanaman memerlukan hara atau zat makanan dengan pemberian pupuk anorganik dan penambahan bio hayati dalam membantu penyediaan nutrisi bagi tanaman, meningkatkan efesiensi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai pengurai jerami yang dibenamkan di lahan sawah sehingga mengalami proses penguraian yang akhirnya menjadi makanan bagi tanaman (Andoko, 2002). Subba (1994), mengatakan bahwa manfaat dari keberadaan mikroorganisme tanah diantaranya: 1) meningkatkan kesuburan tanah, 2) menghasilkan berbagai senyawa penting seperti pelarut hara, fitohormon dan anti Laporan Tugas Akhir (LTA) 4 mikroba, 3) menambat N , 4) melarutkan P agar menjadi lebih tersedia, 5) menghasilkan zat tumbuh alami dan 6) merombak bahan organik sehingga meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah. Biotrent multiguna adalah pupuk yang dikhususkan untuk tanaman padi, jagung dan lada. Biotrent ini merupakan kultur campuran mikroba tanah alami seperti pelarut fospat, bakteri penambat Nitrogen (Rhizobium dan azotobacter), Lactobacillus, actinomycetes dan yeast, produk bioteknologi alami, tidak mengandung bahan kimia, aman bagi manusia dan ramah lingkungan yang sangat efektif untuk meningkatkan siklus hara dan kesuburan tanah. Bioternt multiguna dapat merangsang bakteri yang menguntungkan yang terdapat dalam tanah, diantaranya: (a) bakteri pendaur ulang unsur hara (Sterptomicetes), (b) salah satu bakteri pelarut fosfat (Pseudomonas), (c) bakteri yang berguna untuk fiksasi biologis nitrogen (Azospirillum), (d) jamur biokontrol pathogen (Tricoderma) , (e) bakteri perangsang pertumbuhan tanaman (Bacillus Sp.) dan bakteri yang berfungsi sebagai penghancur limbah organic (Kemoheterotrof) (Anonim, 2004). Pemakaian pupuk anorganik yang diimbangi dengan penambahan pupuk hayati dan pembenaman jerami serta sisa tanaman lainnya pada lahan sawah merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan efesiensi penggunaan pupuk memperbaiki kualitas lahan, menambah keragaman hayati, meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah serta meningkatkan produksi tanaman padi sawah (Amirudin, 2007). Laporan Tugas Akhir (LTA) 5 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan Laporan Tugas Akhir (LTA) ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk hayati (bio-trent multiguna) terhadap pertumbuhan tanaman padi dengan sistem legowo 4:1 2. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk hayati (bio-trent multiguna) terhadap produksi tanaman padi dengan sistem legowo 4:1 Laporan Tugas Akhir (LTA) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi 2.2.1 Klasifikasi padi Menurut Harianty (2008), tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk suku (famili) poaceae. Kedudukan tanaman padi tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Oryzae Spesies : Oryza sativa L. Akar padi tergolong akar serabut dan muncul kira-kira lima sampai enam hari setelah berkecambah. Letak susunan akar hingga kedalaman 30 cm dari permukaan tanah (Affandi, 1997). Menurut Suparyono dan Setyono (1993), perakaran tanaman padi tidak banyak mengalami perubahan selama pertumbuhan. Pada awalnya akar yang tumbuh dari biji kecambah biji disebut akar primer, kemudian berkembang menjadi akar serabut. Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan yang lainnya dipisah oleh sesuatu buku. Ruas batang padi di dalamnya Laporan Tugas Akhir (LTA) 7 berongga dan bentuknya bulat. pendek. Dari atas ke bawah, ruas batang itu makin Ruas-ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri (AAK, 2003). Menurut Manurung dan Ismunadji, (1988) daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan berselang-seling dengan satu daun pada setiap buku. Adapun pada setiap daun terdiri dari : helai daun berbentuk seperti pita memanjang, pelepah daun membungkus ruas, telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Terdapatnya telinga daun dan lidah daun pada padi, dapat digunakan untuk pembeda dengan rumput-rumputan pada saat stadia bibit (seedling), karena pada daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah atau telinga daun atau tidak sama sekali. Daun teratas pada tanaman padi disebut daun bendera, posisi dan ukurannya tampak berada dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase pertumbuhan memerlukan waktu 4-5 hari untuk berkembang optimal, sedangkan pada fase pertumbuhan selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Adapun jumlah daun pada setiap tanaman ditentukan pada varietas yang ditanam, untuk varietas-varietas baru di daerah tropik memiliki 14-18 daun pada batang utama. Pada suatu varietas yang memiliki 14 daun, maka daun ke-4 (dihitung dari daun bendera) adalah daun terpanjang yang terbentuk sebelum inisiasi malai. Bunga padi secara keseluruhan di sebut dengan malai. Bunga padi terdiri dari tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik dan benang sari serta bagian lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabangcabang bulir yang terdiri dari cabang primer dan cabang skunder. Malai terdiri Laporan Tugas Akhir (LTA) 8 dari 8-10 buku. Tangkai buah tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang skunder (AAK, 2001). Malai padi terdiri dari bagian-bagian : tangkai bunga, dua sekam kelopak (terletak pada dasar tangkai bunga) dan beberapa bunga. Masing-msing bunga mempunyai dua sekam mahkota, yang terbawah disebut lemma sedang lainnya disebut palea: dua lodicula yang terletak pada dasar bunga, yang sebenarnya adalah dua daun mahkota yang sudah berubah bentuknya. Lodicula memegang peranan penting dalam pembukaan palea pada waktu berbunga karena ia menghisap air dari bakal buah sehingga mengembang dan oleh pengembangan ini palea dipaksakan membuka (Haryanti, 2008). Secara morfologis tanaman padi termasuk tanaman semusim. Butir gabah (biji) padi terdiri atas buah dan sekam, bagian yang membungkus biji (kariopsis). Buah terdiri atas embrio dan endosperma, palea, lemma, steril lemma dan bulu merupakan penyusun sekam. Satu biji gabah mempunyai berat 12-44 mg pada keadaan kadar air 0%. Panjang, lebar dan ketebalan biji bervariasi menurut varietas. Berat sekam rata-rata yaitu 21% berat biji total, Biji padi sebagian besar ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati oleh embrio (lembaga) yang terletak pada bagian sentral, yaitu bagian lemma (Yoshida 1981). 2.1.2 Faktor lingkungan. Menurut Swastika (2007), tanaman padi tumbuh di daerah tropis atau subtropis pada 45o LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi serta musim hujan selama 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 Laporan Tugas Akhir (LTA) 9 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat tumbuh baik dengan temperatur 19-27 0C, memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Padi dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah yang cukup mengandung unsur hara yang dapat mendukung kelangsungan hidup pada pertumbuhan dan perkembangannya. Iklim yang dikehendaki pertumbuhan tanaman padi adalah berhawa panas dan udaranya banyak mengandung air. Padi dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (Sumarton,1997). Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan (Gani, 2002). 2.1.3 Budidaya Sistem Legowo 4:1 Sistem tanam Jajar Legowo 4:1 adalah salah satu cara tanam pindah padi sawah yang mengatur setiap 4 barisan tanaman dan diselingi dengan satu barisan kosong (legowo) dengan penerapan jarak tanam, baik dalam barisan maupun antar barisan (Yuhelmi, 2002). Maksud penerapan jarak tanam legowo 4:1 diantaranya untuk memperoleh pengaruh tanaman pinggiran, agar pertumbuhan tanaman padi dapat berkembang dengan optimal, mempermudah perawatan, sekaligus dapat meningkatkan jumlah populasi tanaman padi sebesar lebih kurang 30% dibandingkan dengan ukuran tegel biasa. Legowo 4:1 jarak tanam yang dianjurkan adalah dengan mengambil ukuran 50 cm x 25 cm x 12,5 cm. Dimana untuk setiap empat lajur tanaman padi Laporan Tugas Akhir (LTA) 10 diambil jarak tanam 25 cm dan diberikan satu lajur yang kosong tanpa tanaman. Hal ini untuk memberikan efek atau pengaruh pinggiran yang diharapkan. Sementara untuk setiap baris tanaman (jarak antar tanaman) diberikan jarak 12,5 cm (rapat). Supaya pengaruh dari efek pinggir (border effect) ini dapat dirasakan oleh tanaman, maka pembuatan lajur tanaman sebaiknya melintang utara selatan. Hal ini untuk memberikan kesempatan pada tanaman untuk mendapatkan pencahayaan sinar mata matahari yang maksimal. 2.2 Aspek Teknologi ( Pupuk Hayati biotrent multiguna ) Pupuk hayati Bio-trent adalah produk biologi aktif terdiri dari kultur campuran mikroba tanah alami seprti bakteri pelarut fospat, bakteri yang sangat efektif untuk meningkatkan siklus hara dan kesuburan tanah. Aktivitas mikroorganismenya membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi , menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman , membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dari udara serta menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman (Anonim, 2004). Pemberian pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk hayati dapat menurunkan penurunan efisiensi penggunaan pupuk dan gangguan terhadap ketersediaan hara dan biota tanah, truktur tanah, kapasitas kukar kation dan biologi tanah seperti menurunnya aktivitas mikro organisme tanah Lingga dan Marsono (2005) . Hasil penelitian di Negara ratu (MT, 2005) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kimia dan pupuk hayati pada padi dapat meningkatkan efisiensi pemupukan pada padi sawah. Perlakuan sesuai rekomendasi pupuk kimia ditambah pupuk hayati (100 kg/ha Urea, 125 kg/ha SP-36 , 75 kg/ha KCl, 5 t/ha pupuk organik hayati) dapat meningkatkan Laporan Tugas Akhir (LTA) 11 hasil padi sawah sebesar 53,1% dibandingkan kontrol atau takaran rekomendasi pupuk kimia saja (200 kg/ha Urea, 250 kg/ha SP-36,150 kg /ha KCl). Jerami yang sudah dibenamkan ke lahan sawah akan bermanfaat untuk makanan mikroorganisme tanah dan akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N. Pada batang dan daun padi yang bisa menyuburkan tanah secara fisika (jika membusuk akan menjadi humus, bahan organik atau C-organik) meningkatkan kesuburan sehingga dapat tanah, memperbaiki struktur tanah, menekan akan serangan hama dan penyakit, karena didalam jerami mengandung unsur K yang dapat membantu akan penguat dan pengeras bagian tanaman sehingga ketahanan tanaman padi sawah akan menjadi lebih kuat (Winarso, 2005). Berbagai jenis mikroorganisme dapat meningkatkan kesuburan tanah, menghasilkan berbagai senyawa penting seperti pelarut hara, fitohormon dan antimikroba. Kemampuan mikroba dalam menambat N, melarutkan P tak tersedia menjadi tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, dan merombak bahan organik sangat berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah. Bahan organik yang biasa digunakan di lahan sawah adalah jerami dari sisa panen padi sebelumnya, yang dapat dibenamkan secara langsung ke dalam tanah (Adiningsih, 2011). 2.2. Kelebihan pupuk biotrent multiguna Memberikan usur hara secara alami, mempercepat penyerapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, penyedia alami hormon pertumbuhan pada tanaman padi, pengendali bakteri pathogen, mengoptimalkan hasil panen tanaman khususnya padi, jagung dan lada, dan memperbaiki struktur tanah. Laporan Tugas Akhir (LTA) 12 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengalaman Kerja Praktek Mahasiwa (PKPM) dilaksanakan pada 23 Maret sampai dengan 13 Juni 2015 di lahan Padang Cermin Kabupaten Langkat Kec.Selesai. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada budidaya padi sawah ini yaitu benih padi varietas Intani-1, Pupuk hayati Bio-Trent, pupuk NPK dan pupuk Urea. Sedangkan alat yang digunakan yaitu mesin bajak (hand tractor) , sabit, cangkul, sprayer dan ember. 3.3. Metode Metode yang digunakan adalah membandingkan antara 2 perlakuan yaitu: 1. Sistem legowo 4:1 tanpa pemberian pupuk hayati bio-trent 2. Sistem legowo 4:1 dengan pemberian pupuk hayati bio-trent Setiap perlakuan diamati sebanyak 20 sampel tanaman yang diambil secara acak, untuk mengetahui perbedaan variabel pengamatan antara 2 perlakuan tersebut, maka data pengamatan dianalisis dengan uji t pada taraf 5%, dan 1% dengan rumus sebagi berikut : Laporan Tugas Akhir (LTA) 13 Di mana : Keterangan : x = nilai masing-masing variabel pada dosis pupuk hayati y = nilai masing-masing variabel tanpa pupuk hayati Mx, My = rata-rata nilai variabel x dan y N = jumlah sampel tanaman SDx, SDy = standar deviasi variabel x dan y Perbedaan variabel pengamatan pada masing-masing perlakuan dengan pemberian pupuk hayati biotrent multiguna dan tanpa pemberian pupuk hayati biotrent multiguna dilakukan uji t pada taraf nyata 5 % dengan hipotesis : Ho = terdapat perbedaan yang tidak nyata antara penambahan pupuk hayati biotrent dan tanpa pupuk hayati biotrent terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan sistem legowo 4:1 H1 = terdapat perbedaan yang nyata antara penambahan pupuk hayati biotrent dan tanpa pupuk hayati biotrent terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi legowo 4:1 3.4 Pelaksanaan 3.4.1 Pengolahan tanah Tanah diolah sempurna dengan menggunakan bajak atau hand traktor untuk membalikkan tanah dan jerami bekas panen. Setelah melakukan pembajakan, lahan langsung diratakan menggunakan mata bajak garu sebagai pengolahan lahan kedua sekaligus membenamkan jerami atau sisa tanaman lainnya sebagai bahan organik dalam tanah dan dibiarkan selama ± 1 minggu dalam keadaan tergenangi , agar zat beracun terpisah dari tanah dan jerami atau Laporan Tugas Akhir (LTA) 14 sisa tanaman yang dibenamkan mulai membusuk serta tanah menjadi lunak . Tinggi air genangan 5-10 cm. Untuk mengatur tinggi air genangan dapat dilakukan dengan memperbesar atau memperkecil bukaan pintu saluran air. Lalu dilakukan penyemprotan pupuk hayati ( Bio-trent multiguna) pada lahan sawah untuk mempercepat penyerapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman sebagai pengendali bakteri pathogen dalam tanah, sebagai pengurai jerami dan sisa tanaman yang dibenamkan sehingga menjadi bahan makanan bagi tanaman padi sawah. 3.4.2 Aplikasi teknologi 1) Lahan dibajak untuk membalikkan jerami dan digaru. Kemudian biarkan lahan selama ± 1 minggu lalu semprotkan pupuk hayati ( bio-tren multiguna) dengan dosis 2 liter/ha setara dengan 100 cc/500 m2 . Cara aplikasi campurkan 200 cc bio-trent ke dalam satu tengki (15 liter air) setara dengan 100 cc/500 m2 (8 liter air) dan semprotkan merata keseluruh areal sawah. 2)15 hari setelah tanam semprotkan kembali bio-trent multi guna 100 cc/500 m2. 3) 35 hari setelah tanam semprotkan kembali bio-trent multi guna 100 cc/500 m2. 3.4.3 Perlakuan terhadap benih Benih diperoleh dari bantuan pemerintah yang diberikan kepada kelompok tani dalam meningkatkan swasembada pangan. Untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit pada padi yang akan disemaikan, maka sebelum dilakukan persemaian maka dilaksanakan perlakuan terhadap benih dengan cara : mengambil benih dari gudang yang sebelumnya disimpan, kemudian benih dimasukkan pada ember yang berisi larutan Topsin sebanyak 5 cc / liter air selama 12 jam. Setelah perendaman benih disaring dari rendaman, kemudian Laporan Tugas Akhir (LTA) 15 ditiriskan selama 1 jam. Setelah perendaman sisa larutan Topsin disimpan untuk disemprotkan kembali pada saat persemaian. 3.4.4 Persemaian Persemaian , dibuat petakan dengan ukuran 1/20 dari luas lahan yang digunakan (500 m2) yaitu (1/20 x500 = 50 m2) . Tambahkan sekam padi atau bahan organik atau campuran keduanya secukupnya untuk menggemburkan tanah sehingga mudah dalam pencabutan bibit. Taburkan benih yang sudah direndam dan dikering anginkan secara merata di petakan persemaian. Benih yang disemaikan ditutupi dengan karung goni untuk melindungi benih dari hujan dan gangguan dari hama burung. 3.4.5 Pebuatan baris tanam Lahan sawah dalam keadaan macak-macak, melumpur dan rata. Lakukan pembentukan garis tanam yang lurus dan jelas dengan cara menarik caplak (alat garis tanam), dibantu dengan tali yang dibentang dari ujung ke ujung lahan. Arah baris tanam sebaiknya sesuai dengan arah aliran air dan matahari terbit. Legowo 4:1 (50 x 25 x 12,5 cm) yaitu dalam setiap larikan dibuat satu barisan kosong yang disebut dengan gawangan ( legowo). 3.4.6 Penanaman Saat tabur benih, bibit siap tanam setelah berumur 15-21 hari ( sudah berdaun 4 helai). Penanaman dilakukan dengan sistem legowo 4:1 dimana jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. Jajar legowo 4:1. Setiap empat baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Gunakan 1-2 bibit per lubang tanam pada perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara laju tanam sebaiknya maju Laporan Tugas Akhir (LTA) 16 agar perpotongan garis untuk lubang tanam bisa terlihat dengan jelas. Namun apabila kebiasaan tanam mundur juga tidak menjadi masalah, yang penting populasi tanaman yang ditanam dapat terpenuhi. 3.4.7 Penyulaman Setelah tanam ada rumpunan yang mati, maka harus dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan setelah tanaman padi berumur 7-14 hari dengan cara menanam ulang padi yang anakannya banyak pada barisan padi yang tidak tumbuh (mati) atau tumbuh abnormal dengan varietas padi yang sama Tujuan penyulaman adalah mengganti tanaman yang tidak tumbuh agar populasi tanaman tidak berkurang. Meskipun bibit berasal dari benih terseleksi dan ditanam dengan cara benar, tetapi tetap saja ada beberapa di antaranya kemungkinan tidak tumbuh. Oleh karena itu, bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati harus segera diganti dengan bibit baru (disulam). Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam. Bila lebih lama, masaknya padi akan tidak serentak (Andoko,2002). 3.4.8 Penyiangan Penyiangan merupakan suatu kegiatan mencabut gulma yang berada di antara sela-sela tanaman pertanian dan sekaligus menggemburkan tanah. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Penyiangan bertujuan untuk mengurangi persaingan penyerapan hara, mengurangi hambatan produksi anakan dan mengurangi persaingan sinar matahari. Penyiangan dilakukan 2 kali, penyiangan pertama umur 15 setelah tanam dan penyiangan kedua dilakukan umur 25 hari setelah tanam bersamaan dengan pemberian pupuk Laporan Tugas Akhir (LTA) 17 susulan (urea). Penyiangan dilakukan menggunakan tangan dan gasrok yaitu dengan membersihkan gulma diantara barisan padi searah dalam barisan kemudian membenamkan gulma kedalam lumpur. 3.4.9 Pengairan Secara berangsur-angsur tanah diari setinggi 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari ( hst ). Jika memungkinkan lakukan pengairan secara terputusputus (intermitten) . Sejak fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen lahan terus diari setinggi 5 cm. Setelah itu lahan dikeringkan. 3.4.10 Pemupukan Pupuk NPK diberikan sebagai pupuk dasar dengan dosis didasarkan pada dosis anjuran yaitu, 300 kg/ha setara 15 kg/500 m2 . Sedangkan pupuk susulan diberikan pada umur 25 hari setelah tanam (hst) dengan dosis sesuai anjuran yaitu, 200 kg/ha setara dengan 10 kg/500 m2 Urea . 3.4.11 Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan, selama pelaksanaan budidaya tanaman padi sawah, hama yang menyerang tanaman antara lain adalah keong mas (Pamaceae canaliculata). Pengendaliannya dilakukan secara mekanis dimana pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara membuang telur serta keong masnya dari areal pertanaman dan sedangkan dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan insektisida Bestnoid dengan penyemprotan pada lahan sawah satu hari sebelum hari penanaman . 3.4.12 Panen dan pasca panen Panen tepat waktu dengan benar menjamin perolehan hasil panen secara kuantitas maupun kualitas, yang akan menentukan tingkat pendapatan usaha tani. Laporan Tugas Akhir (LTA) 18 Panen terlalu cepat dapat menimbulkan persentase butir hijau tinggi yang berakibat sebagian biji tidak terisi atau rusak saat digiling. Panen terlambat menyebabkan hasil berkurang karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah atau beras pecah saat digiling. Pastikan malai sudah menguning sebelum padi dipanen. Panen dilakukan dengan cara memotong rumpun padi menggunakan sabit, panen dilakukan pada padi usia 108-118 hari. Panen dilakukan pada pagi dan sore hari tergantung dari kebiasaan masyarakat setempat. Pasca panen, merupakan kelanjutan dari panen seperti, perontokan, penjemuran hingga pengemasan. Perontokan padi dapat dilakukan dengan cara dipukul/hantamkan pada bila bamboo yang di alasi terpal, perontokan juga dapat dilakukan dengan mesin perontok (Tresher) untuk meminimalisir tenaga kerja. Penjemuran dilakukan apabila padi selesai dirontokan, penjemuran dilakukan selama ± 1 minggu hingga kadar air 12% tergantung dari kondisi cuaca. Penjemuran berfungsi sebagai pengeringan supaya padi dapat disimpan pada waktu yang lama selain itu mudah untuk dilakukan penggilingan menjadi beras. 3.4.13 Pengamatan vegetatif dan generatif a. Tinggi tanaman (cm). Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat padi berumur 14 hari setelah tanam. Tinggi tanaman diukur sampai tanaman memasuki fase generatif. Interval pengamatan dilakukan 1 kali dalam 2 minggu. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman tertinggi dengan meluruskan batang . Laporan Tugas Akhir (LTA) 19 b. Jumlah Anakan/rumpun Jumlah anakan/rumpun dihitung bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman. c. Jumlah malai/rumpun. Jumlah anakan produktif/rumpun dihitung anakan yang mengeluarkan malai. e. Jumlah gabah/malai Gabah yang ada pada malai dihitung secara keseluruhan f. persentase gabah bernas/malai (%) Gabah bernas dihitung yang ada pada malai h. Berat gabah bernas/malai Gabah bernas ditimbang dengan timbangan analitik i. Bobot 1000 butir gabah bernas/rumpun Pengamatan dilakukan dengan mengambil 1000 biji/rumpun kemudian di timbang j. Hasil per hektar hasil produksi per hektar dihitung berdasarkan komponen hasil Laporan Tugas Akhir (LTA) 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada fase vegetatif dan generatif pada perlakuan penambahan pupuk hayati (Bio -Trent multiguna) dan tanpa pupuk hayati pada padi dengan sistem tanam legowo 4:1 pada varietas Intani -1, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Hasil analisis uji t terhadap variabel pengamatan vegetatif dan generatif tanaman padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati pada padi dengan sistem tanam legowo 4:1. Tabel 1. Variabel pengamatan vegetatif dan generatif tanaman padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati. No. Pengamatan 1 Tinggi tanaman 2 Jumlah anakan 3 ∑ malai/rumpun 4 ∑ gabah/malai 5 % gabah bernas/malai 6 Berat gabah bernas/malai 7 Bobot 1000 butir 8 Produksi/ha Keterangan: t tabel 5 % t tabel 1 % HS (highly significant) S (significant) NS (non significant) Satuan Cm Batang Balai Buah % Gr Gr Ton Dengan pupuk hayati 100,2 22,8 16,6 133,1 90,4 20,9 24,3 11,16 Tanpa pupuk hayati 97,3 21,4 14,6 128,2 84,8 19,3 23,4 7 t Hasil hitung 2,16 3,37 4,57 3,69 8,28 5,01 3,15 - S HS HS HS HS HS HS - 2,02 2,71 Berbeda sangat nyata Berbeda nyata Berbeda tidak nyata Laporan Tugas Akhir (LTA) 21 Pengamatan variabel vegetatif dan generatif yang telah dianalisi dengan uji t taraf 5 % dan 1 % bahwa pada penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati berbeda nyata terhadap tinggi tanaman dan berbeda sangat nyata terhadap jumlah anakan maksimum (batang). Pada pengamatan jumlah anakan/rumpun, jumlah malai/rumpun, jumlah gabah /malai, persentase gabah bernas/malai, berat gabah bernas/malai, bobot seribu butir, produksi/ha terlihat sangat nyata. Pengamatan terhadap variabel persentase gabah hampa/malai menunjukkan perbedaan tidak nyata. b. Tinggi tanaman (cm) Gambar 1. Grafik rata-rata tinggi tanaman padi sawah pada umur 14-70 hst . Gambar 1 di atas memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman antara perlakuan penambahan pupuk hayati ( biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati pada tanaman padi dengan system tanam legowo 4:1, dimana tinggi tanaman pada perlakuan penambahan pupuk hayati lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pupuk hayati (gambar 1) Laporan Tugas Akhir (LTA) 22 c. Jumlah anakan/rumpun Gambar 2. Grafik rata-rata jumlah anakan padi sawah pada umur 14-70 hst . Gambar 2 di atas memperlihatkan pertumbuhan jumlah anakan antara perlakuan penambahan pupuk hayati ( biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati pada tanaman padi dengan system tanam legowo 4:1, dimana jumlah anakan pada perlakuan penambahan pupuk hayati lebih banyak dibandingkan dengan tanpa pupuk hayati (gambar 2). d. Jumlah malai/rumpun Gambar 3.Diagram rata-rata jumlah malai/rumpun padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati Jumlah anakan padi antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata ( gambar 3). Laporan Tugas Akhir (LTA) 23 e. jumlah gabah/malai (butir) Gambar4.Diagram Jumlah gabah/malai pada padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) tanpa pupuk hayati Jumlah gabah/malai pada padi antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata (gambar 4). f. persentase gabah bernas/malai(%) Gambar 5.Diagram rata-rata persentase gabah bernas/malai pada padi dengan Penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati Persentase gabah bernas/malai pada padi antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata ( gambar 5 ). Laporan Tugas Akhir (LTA) 24 h. Berat gabah bernas/malai (gram) Gambar 6. Diagram rata-rata berat gabah bernas/malai pada padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) tanpa pupuk hayati berat gabah bernas/malai pada padi antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata (gambar 6 ). i. Bobot 1000 butir (gram) Gambar 7. Diagram rata-rata bobot 100 butir/gram pada padi dengan penambahan pupuk hayati ( biotrent multiguna) tanpa pupuk hayati Bobot 1000 butir/gram pada padi antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata ( gambar 7 ). Laporan Tugas Akhir (LTA) 25 j. Produksi padi ( ton/ha) Gambar 8. Diagram hasil produksi ton/ha pada padi dengan penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) tanpa pupuk hayati Hasil produksi ton/ha antara penambahan pupuk hayati (biotrent multiguna) dan tanpa pupuk hayati mengalami perbedaan yang sangat nyata ( gambar 8 ). 4.2 Pembahasan Pengalamna Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) , merupakan kegiatan magang yang dilakukan selama kurang lebih tiga bulan untuk menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (LTA). Kegiatan ini dilakukan di Kabupaten Langkat, Kecamatan Selesai dengan komoditi yang diamati padi (Oryza sativa L.) varietas intani-1. Pengamatan yang dilakukan berdasarkan fase vegetatif ,fase generatif meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan, sedangkan pengamatan generatif meliputi jumlah anakan, jumlah malai/rumpun, jumlah gabah/malai, persentase gabah bernas/malai, berat gabah bernas/malai, bobot 1000 butir, dan produksi/ha. Berdasarkan hasil pengamatan dengan pemberian pupuk hayati ( biotrent multiguna) terhadap pertumbuhan vegetatatif tanaman padi sawah seperti tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan hasil yang berbeda nyata setelah Laporan Tugas Akhir (LTA) 26 dilakukan uji t tarap 1% dan 5 %. Sementara pada jumlah anakan menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata, hal ini disebabkan karena bio hayati yang telah tersedia dapat berperan sebagai bakteri pendaur ulang unsur hara (Sterptomicetes), sebagai pelarut fosfat (Pseudomonas), biokontrol pathogen (Tricoderma), perangsang pertumbuhan tanaman (Bacillus Sp.) dan penghancur limbah organik (Kemoheterotrof) sehingga pupuk yang diberikan dengan dosis sesuai anjuran (300 kg/ha) NPK sebagai pupuk dasar setara dengan 15 kg/ 500 m2 urea 200 kg/ha sebagai pupuk susulan setara dengan 10 kg/500 m2 dapat diserap oleh tanaman dengan cepat, ini juga karena pada media telah dilakukan pembenaman jerami sebagai bahan organik sehinggga diuraikan oleh bakteri penghancur limbah (Kemoheterotrof) dan akan menjadi bahan makanan bagi tanaman. Tanaman padi pada fase vegetatif sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang besar, hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2007), bahwa nitrogen merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman terutama dalam pembentukan anakan. Selanjutnya menurut Simanungkalit (2004), bahwa pospor berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan pembentukan anakan atau tunas pada tanaman serealia. Unsur nitrogen dan pospor yang banyak diperlukan tanaman pada fase vegetatif cukup banyak terkandung dalam pupuk hayati (biotrent multiguna). Hal ini memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah nitrogen dan pospor dari bio hayati berkorelasi positif terhadap peningkatan jumlah anakan. Unsur N dan P yang terserap dari pupuk hayati akan berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanchez (2009), yang mengatakan bahwa pembentukan anakan pada tanaman padi sangat erat hubungannya dengan keadaan nitrogen di dalam tanaman. Menurut penelitian Laporan Tugas Akhir (LTA) 27 Agustina (2006), semakin tinggi dosis bio hayati yang diberikan, maka semakin banyak pula terbentuknya anakan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan pemberian pupuk hayati sebagai pensuplay hara N, P, dan K pada tanaman padi dapat menguatkan serapan hara yang ditujukan kedalam pembentukan jerami. Pupuk kimia yang diberikan tanpa penambahan bio hayati belum mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga penyerapan unsur hara menjadi terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh Sarief (2009), yang mengatakan bahwa kesuburan fisik dan kimia tanah merupakan faktor utama bagi tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Dalam pembentukan jumlah anakan produktif (malai) dari hasil analisis keragaman menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif per rumpun. Hal ini sesuai dengan fungsi unsur hara yang terkandung dalam bio hayati terhadap proses pertumbuhan generatif, yaitu dalam proses pembentukan primordia bunga dan buah . Pospor yang disumbangkan oleh bio hayati sangat berperan dalam pertumbuhan fase generatif tanaman padi, selain hara nitrogen dan kalium (Baharsyah,1983). Hardjowigeno (1987), mengatakan bahwa perlu diperhatikan ketersediaan unsur N dan P agar unsur yang diserap tanaman terdapat dalam keadaan seimbang. Hal ini diketahui bahwa fungsi dari nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan vegetatif, sedangkan fungsi pospor adalah untuk memacu pertumbuhan generatif. Banyaknya jumlah anakan produktif pada perlakuan pupuk hayati pada tanaman tanaman padi sawah diduga karena kebutuhan Laporan Tugas Akhir (LTA) 28 tanaman akan unsur hara dapat terpenuhi dengan baik. Proses dekomposisi pupuk hayati selain dapat memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan perkembangan akar serta meningkatkan serapan unsur hara, juga dapat menyediakan unsur hara tanaman dan menekan fiksasi P oleh Al sehingga ketersediaan unsur P bagi tanaman dapat terpenuhi. Menurut Bangun (1986) jumlah gabah yang terbentuk pada setiap malai ditentukan pada fase reproduktif. Tersedianya nutrisi yang memadai selama fase reproduktif mempengaruhi laju fotosintesis tanaman dan menentukan jumlah bulir yang terbentuk pada setiap malai. Dengan ketersediaan nutrisi yang cukup pada tanaman memacu pertumbuhan akar dan pembentukkan sistem perakaran tanaman yang baik sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara lebih banyak. Tersedianya unsur hara yang cukup akan memacu pembentukan bunga dan memperbesar persentase bunga (Lakitan, 1993). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah/malai. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin banyak pupuk hayati yang diberikan semakin meningkatkan jumlah gabah yang terbentuk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyak jumlah pupuk yang diberikan maka akan semakin meningkatkan kandungan dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, dengan demikian fotosintesa berjalan lebih baik dan dihasilkan fotosintat yang lebih banyak yang digunakan untuk pembentukan bulir padi. Peningkatan produksi tanaman berbanding lurus dengan hasil fotosintesa (Jumin, 1987). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase gabah isi per malai, menurut Rinsema (1983), unsur P mempunyai pengaruh positif dalam Laporan Tugas Akhir (LTA) 29 meningkatkan produksi gabah, bila jumlah kelarutan P banyak, akibatnya tanaman mampu berproduksi dengan baik. Dari analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah per malai. Meningkatnya berat gabah per rumpun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus antara lain : jumlah anakan produktif per rumpun, persentase gabah isi dan bobot seribu bulir gabah gabah per rumpun. Meningkatnya faktorfaktor tersebut didukung oleh ketersediaan unsur-unsur hara yang diperlukan dalam setiap proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah yang baik dan menyediakan nutrisi yang optimum untuk proses potosintesis dan untuk proses fisiologis lainnya yang sangat menentukan dalam meningkatkan jumlah gabah. Menurut Soetedjo dan Kartasapoetra (1988) menjelaskan bahwa pupuk hayati mempunyai pengaruh positif terhadap sifat fisik, dan kimia serta mendorong kehidupan jasad renik tanah. Sarief (1986), menjelaskan bahwa bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah menyerap air, sumber unsur mikro serta mampu mengubah kelarutan P tanah, jadi bila bio hayati yang diberikan dalam jumlah yang memadai maka kemampuan bahan organik untuk menekan fiksasi P oleh Al, Fe, dan Mn juga tinggi, akibatnya unsur P menjadi tersedia bagi tanaman. Menurut Rinsema (1986) unsur P mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan produksi gabah ( bulir ), bila jumlah kelarutan P besar akibatnya tanaman mampu berproduksi dengan baik. Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap hasil bobot 1000 butir gabah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tanaman padi masih mendapat suplai fospor yang baik Laporan Tugas Akhir (LTA) 30 dari pupuk hayati sampai dengan masa panen. Buckman dan Brady (1982), mengatakan bahwa salah satu mamfaat dari pupuk hayati adalah kandungan unsur haranya yang berangsur bebas sehingga mempunyai efek residu yang cukup lama dan tersedia bagi tanaman. Budi (1986), berpendapat bahwa tanaman yang memperoleh suplai unsur P yang cukup dapat membentuk zat putih telur (protein) dalam beras, sehingga dengan demikian beras yang berasal dari pertanaman yang di beri pupuk P nilai gizi nya lebih tinggi dari pada nilai gizi beras yang berasal dari tanaman yang kurang hara ini. Tingginya bobot 1000 butir gabah kering diduga karena kebutuhan tanaman akan unsur nitrogen, pospor dan kalium dari pupuk hayati dapat dipenuhi secara optimal dan berimbang sampai saat panen. Hal tersebut didukung oleh pendapat Bucman dan Brady (1982),yang menjelaskan bahwa pemupukan yang ideal ialah unsur yang ditambahkan melengkapi unsur yang tersedia dalam tanah, sehingga jumlah nitrogen, pospor, dan kalium yang tersedia bagi tanaman menjadi tepat. Keseimbangan kesuburan secara keseluruhan harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang wajar. Selanjutnya unsur hara yang diberikan tersebut akan berperan terhadap pengisian gabah antara lain melalui melalui proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat dan disalurkan untuk pembentukan gabah isi ( Budi, 1980), Agustina (1990) mengatakan bahwa, proses fotosintesis yang berjalan dengan baik sebagai akibat adanya pospor juga akan meningkatkan hasil fotosintesa yang ditransfer kedalam biji. Bobot gabah padi sangat berhubungan erat dengan proses fotosintesis yang terjadi pada daun. Nitrogen merupakan integral dari klorofil yang sangat berperan dalam peristiwa fotosintesis,sebagian Laporan Tugas Akhir (LTA) 31 besar hasil fotosintesis tersebut tersimpan dalam biji (gabah) sehingga bobot 1000 butir dengan perlakuan pupuk hayati menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dibandingkan dengan tanpa pupuk hayati. Menurut Supariyono dan Setyono (1993), salah satu peranan kalium adalah untuk pembentukan pati, dimana pati katalase merupakan satu-satunya enzim yang berfungsi menggabungkan gula menjadi rangkaian panjang yang disebut pati. Perubahan gula terlarut menjadi pati merupakan tahapan utama periode pengisian gabah. Sebab itu jika unsur kalium memenuhi kebutuhan tanaman, maka bobot gabah akan bertambah. Hasil produksi /ha yang diperoleh dilapangan pertanaman Legowo 4:1 dengan pemupukan kimia saja mampu meningkatkan hasil produksi 7 ton/ha sedangkan sistem jajar legowo 4:1 dengan penambahan pupuk hayati dilapangan menunjukkan terjadi kenaikan jumlah produksi (hasil panen) sebesar 11,16 ton/ ha. Sesuai dengan pendapat Adiningsih (2004) bahwa , organisme tanah memegang peranan penting pada proses siklus hara di dalam tanah, dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas suatu tanah. Peningkatan siklus hara di tanah kering sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik tanah, sehingga pengelolaan bahan organik tanah dan kesuburan jangka panjang menjadi relevan dalam kontek kualitas tanah. Berbagai jenis mikroorganisme dapat meningkatkan kesuburan tanah, menghasilkan berbagai senyawa penting seperti pelarut hara, fitohormon dan antimikroba. Kemampuan mikroba dalam menambat N, melarutkan P tak tersedia menjadi tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, dan merombak bahan organik sangat berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah. Bahan organik yang biasa digunakan di lahan sawah adalah jerami dari sisa panen padi Laporan Tugas Akhir (LTA) 32 sebelumnya, yang dapat diberikan secara langsung ke tanah atau dikomposkan terlebih dahulu. Pemakaian bahan organik ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan efisiensi pemupukan. Selanjutnya peningkatan bahan organik akan mampu meningkatkan kapasitas menahan air, merangsang granulasi dan memantapkannya,sehingga tercipta keadaan lingkungan tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman Hakim (1986). Laporan Tugas Akhir (LTA) 33 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan metode legowo 4:1 ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan berpengaruh sangat nyata terhadap ( jumlah anakan, jumlah malai/rumpun, persentase gabah isi, jumlah gabah /malai, bobot gabah 1000 bulir, dan berat gabah/malai).. 2. Penambahan pupuk hayati biotrent multiguna dapat meningkatkan produksi pada tanaman padi jika dibandingkan tanpa pupuk hayati dimana produksinya mencapai 11,16 ton/ha sedangkan tanpa perlakuan 7 ton/ha. 5.2 Saran Dalam berbudidaya tanaman khususnya budidaya tanaman padi (oryza sativa) agar pertumbuhannya bagus dan produksi yang dihasilkan optimal serta menjaga keadaan fisik, kimia ,dan biologi tanah yang baik tetap maka harus meningkatkan efesiensi pemupukan yang berimbang antara pupuk hayati dan pupuk kimia. Selain kita memikirkan pertumbuhan dan produksi tanaman kita juga harus memikirkan kesehatan dan kesuburan tanah dengan memberikan pupuk hayati yang dapat meningkatkan kualitas dan kesehatan tanah. Untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah, sebaiknya pemupukan pada lahan sawah dilakukan secara terpadu antara pupuk hayati, organik, dan NPK . Laporan Tugas Akhir (LTA) 34 DAFTAR PUSTAKA AAK. 2003. Tehnik Bercocok Tanaman Padi, Kanisius, Yogyakarta. Abdulrachman S, Sembiring H dan Suyamto. 2009. Pemupukan Tanaman Padi. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 44 hal. Adiningsi,.2011.Implementasi Kebijakan Peningkatan ProduksiTanaman Pangan Lokal dan Ketahanan Pangan Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),1(1):1-12. Andoko.,1990. Penggunaan Pupuk Organik dalam produksi pertanian. Makalah disampaikan pada seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, 10 Agustus 1990. Amirudin,2007. Arah dan Strategi Pengembangan Pupuk Majemuk NPK dan Pupuk Organik, Seminar Nasional Peranan Pupuk NPK dan Organik Dalam Meningkatkan Produksi dan Swasembada Beras Berkelanjutan, Affandi, A. 1997. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, dan Sayuran. Badan Pengendali Bimas. Departemen Pertanian. Jakarta Anonim. 2004. Penggunaan unsur hara yang tepat dalam pemupukan. Bahan Pelatihan Efisiensi Pemupukan dengan Penerapan LCC. Denpasar, 22−26 Mei 2000. IPPTP Denpasar, Bali. Agustina, 2006. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta Bangun., 1996, Satu Juta Ton Gabah Kering Gilinh Salah Satu Visi Pembangunan Tanaman Pangan di Kalimantan Barat Menyonsong Tahun 2000. UNTAN, Pontianak. BPS., 2013, Konsumsi Perkapita dan Jumlah Penduduk, http://www.bps.go.id, diakses online 17 November 2013. Dwidjosoeputro, D., 1988, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia, Jakarta Gani. 2002. Panduan teknis pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu padi sawah irigasi . Badan Penelitian dan Pemgembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hlm. 55-102. Hartono, 2005. Keragaan dan Analisis Sistem Usahatani Berbasis (SUTPA) di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian 3:59-67. BPTP Karangploso Hardjowigeno, 2003.Aplikasi Bioteknologi Dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Agribisnis Yang Berkelanjutan Laporan Tugas Akhir (LTA) 35 Husnain dan Haris Syahbuddin. 2005. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia? Peluang dan Tantangan ISSN : 0917-8376 Edisi Vol.4/XVII/. Ismunadji, M., dkk. 1992. Padi Buku 2. Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 55-102. Makarim, A.K., E. Suhartatik, dan Ikhwani. 2005. Optimalisasi komponen hasil varietas padi. Laporan akhir. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 80 hlm. Mangestuti.2000.Peran Wanita Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Pada Tingkat Rumah Tangga Di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta,13(1):71-82. Swastika, D.K.S., P.U. Hadi, & N. Ilham. 2000. Proyeksi Penawaran dan Permintaan Komoditas Tanaman Pangan: 2000-10. Pusat Peneltiian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Simanungkalit, R.D.M. (2004). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa Barat:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Sarief , S.2004. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Setyamidjaja, D., 1988, Pupuk dan Pemupukan, Simplek, Jakarta. Simanungkalit, RDM. 2004. Prospek Pupuk Organik dan Hayati di Indonesia, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Suwarto.2008.Produktivitas Lahan dan Biaya Usaha Tani Tanaman Pangan Di Kabupaten Gunung Kidul,9(2):168-183. Winarso,2011.Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Ketahanan Pangan,:73-80. Suyastiri,Ni Made.2008.Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan Di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul,13(1):51-60. Sutanto,R.,2002. Pertanian Organik Menuju Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta. Pertanian Alternatif dan Subba, 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.Universitas Indonesia Press) Laporan Tugas Akhir (LTA) 36 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Intani-1 Nama Varietas : Intani-1 Kategori : Varietas unggul nasional (released variety) SK : 645/Kpts/TP.240/12/2001 tanggal 13 Desember 2001 Tahun : 2001 Tetua : 02 A X K 10 Rataan Hasil : 8.7-11.2 ton/ha gabah kering giling (kadar air 14%) Pemulia : PT.Benih Inti Subur Intani (BISI) Nomor seleksi : BPK 002 Golongan : Cere Umur tanaman : 108-118 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 89,7 - 107,9 cm Anakan produktif : 11-17 batang Warna kaki : Hijau tua Warna batang : Hijau tua Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna helai daun : Hijau tua Muka daun : Halus Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Slender Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Bobot 1000 butir : 23,97-26,7 gram Kadar amilosa : 25,57% Ketahanan terhadap : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3 (skala : 4,3) penyakit dan agak peka wereng coklat biotipe SU (skala : 6,3) Penyakit : Agak tahan terhadap BLB strain III dan IV, dan peka terhadap BLB strain VIII Laporan Tugas Akhir (LTA) 37 Lampiran 2. Hasil uji t terhadap parameter tinggi tanaman Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rerata Ʃ Nilai X-rerata x Y-rerata y x² y² 6.5 -2.6 -3.6 -3.6 -2.6 4.5 3.5 1.5 -2.6 3.5 -1.6 -2.6 10.5 6.5 3.5 -4.6 -2.6 -4.6 -7.6 -1.6 3.1 6.1 4.1 -2 0 -2 6.1 4.1 3.1 -5 0 -19 -1 -10 0 -2 4.1 -1 6.1 5.1 41.6 6.5 12.6 12.6 6.5 19.8 11.9 2.1 6.5 11.9 2.4 6.5 109.2 41.6 11.9 20.7 6.5 20.7 57 2.4 9.3 36.6 16.4 3.8 0 3.8 36.6 16.4 9.3 24.5 0 359.1 0.9 99 0 3.8 16.4 0.9 36.6 25.5 0 0 411 699 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 2,16 2,71 Hasil S X 105 98 106 104 105 99 107 101 98 104 106 103 105 99 104 105 100 100 99 105 100.2 2067 Y 98 102 101 97 95 97 100 102 97 94 99 100 98 105 99 100 97 96 100 98 97.3 2012 Laporan Tugas Akhir (LTA) 38 Lampiran 3. Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rerata Ʃ Hasil uji t terhadap parameter jumlah anakan Nilai XYx² rerata x rerata y X Y 20 23 -2.8 1.6 7.84 21 21 -1.8 -0.4 3.24 20 22 -2.8 0.6 7.84 24 20 1.2 -1.4 1.44 24 21 1.2 -0.4 1.44 25 22 23 24 22 22 2 21 20 25 23 24 25 24 23 22.8 20 22 20 20 19 22 20 21 20 25 23 20 24 21 24 21.4 y² 2.56 0.16 0.36 1.96 0.16 2.2 -0.8 0.2 1.2 -0.8 -0.8 1.2 -1.8 -2.8 2.2 0.2 1.2 2.2 1.2 0.2 -1.4 0.6 -1.4 -1.4 -2.4 0.6 -1.4 -0.4 -1.4 3.6 1.6 -1.4 2.6 -0.4 2.6 4.84 0.64 0.04 1.44 0.64 0.64 1.44 3.24 7.84 4.84 0.04 1.44 4.84 1.44 0.04 1.96 0.36 1.96 1.96 5.76 0.36 1.96 0.16 1.96 12.96 2.56 1.96 6.76 0.16 6.76 0.00 0.0 55.2 52.8 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 3,37 2,71 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA) 39 Lampiran 4. Hasil uji t terhadap parameter jumlah malai/rumpun Nomor Nilai X-rerata Yx² Sampel x rerata y X Y 17 15 1 0.4 0.4 0.16 17 16 2 0.4 1.5 0.16 17 17 3 0.4 2.5 0.16 16 16 4 -0.6 1.5 0.36 17 14 5 0.4 -0.6 0.16 16 16 6 -0.6 1.5 0.36 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rerata Ʃ 16 16 17 16 17 17 16 17 17 17 16 17 17 16 16.6 332 16 17 14 14 14 13 16 15 14 17 17 1 14 15 14.6 291 y² 0.20 2.10 6.00 2.10 0.30 -0.6 -0.6 0.4 -0.6 0.4 0.4 -0.6 0.4 0.4 0.4 -0.6 0.4 0.4 -0.6 1.5 2.5 -0.6 -0.6 -0.6 -1.6 1.5 0.4 -0.6 2.5 2.5 -13.6 -0.6 0.4 0.36 0.36 0.16 0.36 0.16 0.16 0.36 0.16 0.16 0.16 0.36 0.16 0.16 0.36 2.10 2.10 6.00 0.30 0.30 0.30 2.40 2.10 0.20 0.30 6.00 6.00 183.60 0.30 0.20 0.00 0.0 4.8 223.0 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 4,57 2,71 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA) 40 Lampiran 5. Hasil uji t terhadap parameter jumlah gabah /malai Nomor Nilai XYx² y² Sampel rerata x rerata y X Y 165 110 1 32.0 -18.2 1020.80 331.24 125 120 2 -8.1 -8.2 64.80 67.24 120 147 3 -13.1 18.8 170.30 353.44 121 164 4 -12.1 35.8 145.20 1281.64 126 120 5 -7.1 -8.2 49.70 67.24 145 161 6 12.0 32.8 142.80 1075.84 165 121 7 32.0 -7.2 1020.80 51.84 127 117 8 -6.1 -11.2 36.60 125.44 130 145 9 -3.1 16.8 9.30 282.24 124 118 10 -9.1 -10.2 81.90 104.04 165 138 11 32.0 9.8 1020.80 96.04 162 120 12 29.0 -8.2 838.10 67.24 123 141 13 -10.1 12.8 101.00 163.84 125 118 14 -8.1 -10.2 64.80 104.04 129 120 15 -4.1 -8.2 16.40 67.24 120 145 16 -13.1 16.8 170.30 282.24 119 112 17 -14.1 -16.2 197.40 262.44 123 120 18 -10.1 -8.2 101.00 67.24 127 109 19 -6.1 -19.2 36.60 368.64 120 118 20 -13.1 -10.2 170.30 104.04 Rerata 133.1 128.2 Ʃ 2661 2564 0.00 0.0 5459.0 5323.2 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 3,69 2,71 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA) 41 Lampiran 6. Hasil uji t terhadap parameter % jumlah gabah bernas/malai Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rerata Ʃ Nilai XYrerata x rerata y X Y 90.77 89.09 0.3 4.3 92 80.83 1.6 -3.9 88.33 83.9 -2.1 -0.9 90.91 93.33 0.5 8.6 91.27 87 0.8 2.2 92.19 79.44 1.8 -5.3 85.45 91.74 -5.0 7.0 91.34 90.6 0.9 5.8 90.77 75.76 0.3 -9.0 79.03 79.44 -11.4 -5.3 93.13 81.2 2.7 -3.6 94.17 87.5 3.7 2.7 92.68 90 2.2 5.2 90.4 83.05 0.0 -1.7 89.92 76.53 -0.5 -8.2 95.83 89.11 5.4 4.3 82.35 83.93 -8.1 -0.8 94.31 82.5 3.9 -2.3 90.55 88.07 0.1 3.3 93.33 82.2 2.9 -2.6 90.4 84.8 1808.73 1695.22 0.00 0.0 x² y² 0.11 2.44 4.44 0.22 0.69 3.07 24.87 0.82 0.11 130.11 7.25 13.94 5.03 0.00 0.27 29.09 65.39 15.00 0.01 8.37 18.74 15.45 0.74 73.43 5.01 28.31 48.71 34.09 81.02 28.31 12.68 7.50 27.45 2.93 67.75 18.91 0.69 5.11 10.95 6.56 311.3 494.4 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 8,28 2,71 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA) 42 Lampiran 7. Hasil uji t terhadap parameter berat gabah bernas/malai Nomor Nilai XYx² y² Sampel rerata x rerata y X Y 21.2 19.9 1 0.3 0.6 0.12 0.31 21.35 18.5 2 0.5 -0.8 0.24 0.70 21.2 20.05 3 0.3 0.7 0.12 0.51 21.28 21.1 4 0.4 1.8 0.18 3.10 21.9 17.89 5 1.0 -1.4 1.08 2.10 21.35 19.2 6 0.5 -0.1 0.24 0.02 18.9 20.08 7 -2.0 0.7 3.84 0.55 19.45 18.78 8 -1.4 -0.6 1.98 0.31 20.21 16.7 9 -0.6 -2.6 0.42 6.96 21.92 18.9 10 1.1 -0.4 1.13 0.19 21.1 19.9 11 0.2 0.6 0.06 0.31 19.86 20.54 12 -1.0 1.2 1.00 1.44 20.45 19.08 13 -0.4 -0.3 0.17 0.07 21.23 20.05 14 0.4 0.7 0.14 0.51 20.58 18.98 15 -0.3 -0.4 0.08 0.13 21.86 19.7 16 1.0 0.4 1.00 0.13 20.5 18.78 17 -0.4 -0.6 0.13 0.31 20.7 19.79 18 -0.2 0.5 0.03 0.20 21.33 20.07 19 0.5 0.7 0.22 0.53 20.8 18.79 20 -0.1 -0.5 0.00 0.30 Rerata 20.9 19.3 Ʃ 417.17 386.78 0.00 0.0 12.2 18.7 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 5,01 2,71 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA) 43 Lampiran 8. Hasil uji t terhadap parameter bobot 1000 butir Nomor Nilai XYx² Sampel rerata x rerata y X Y 24.89 23.56 1 0.6 0.1 0.39 24.34 24.23 2 0.1 0.8 0.01 24.58 22.13 3 0.3 -1.3 0.10 23.7 24.25 4 -0.6 0.8 0.32 24.38 24.89 5 0.1 1.5 0.01 24.9 23.56 6 0.6 0.1 0.40 23.77 23.7 7 -0.5 0.3 0.25 24.07 23.2 8 -0.2 -0.2 0.04 24.89 23.9 9 0.6 0.5 0.39 24.08 24.1 10 -0.2 0.7 0.04 23.4 23.67 11 -0.9 0.3 0.75 23.13 24.06 12 -1.1 0.6 1.29 23.75 22.24 13 -0.5 -1.2 0.27 25.82 22.8 14 1.6 -0.6 2.41 24.89 22.7 15 0.6 -0.7 0.39 24.24 22.09 16 0.0 -1.3 0.00 24.35 23.25 17 0.1 -0.2 0.01 23.89 24.21 18 -0.4 0.8 0.14 23.7 23.16 19 -0.6 -0.3 0.32 24.58 22.65 20 0.3 -0.8 0.10 Rerata 24.3 23.4 Ʃ 485.35 468.35 0.00 0.0 7.6 Perbandingan t hitung dengan t tabel 5% dan 1% t tab 5% t hitung t tab 1 % 2,02 3,15 2,71 y² 0.02 0.66 1.66 0.69 2.17 0.02 0.08 0.05 0.23 0.47 0.06 0.41 1.39 0.38 0.51 1.76 0.03 0.63 0.07 0.59 11.9 Hasil HS Laporan Tugas Akhir (LTA)