BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan
perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan
merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan
antar pribadi. Perkawinan merupakan penerimaan status baru dengan sederetan
hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
dimiliki oleh individu tersebut akan bertambah , serta pengakuan akan status baru
oleh orang lain, dan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis
kelamin yaitu laki-laki dan perempuan dengan persetujuan masyarakat (Narwoko
dan Suyanto, 2004:229). Artinya, ketika seorang guru laki-laki menikah maka
statusnya akan bertambah, selain memiliki status sebagai guru dia juga memiliki
status sebagai seorang suami.
Perkawinan yang ideal dilakukan melalui berbagai proses untuk
mencapai satu ikatan rumah tangga. Salah satu proses yang dilalui dalam
membentuk keluarga ditentukan oleh adat istiadat yang berlaku dalam tiap-tiap
daerah. Pada umumnya di dalam proses acara adat perkawinan dikenal
pemberian Mahar atau Mas Kawin. Mahar merupakan sejumlah harta yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai ganti rugi karena
mempelai perempuan akan diserahkan kepada pihak laki-laki yang akan di per
istri oleh mempelai laki-laki. Secara umum pengertian Mahar adalah keseluruhan
prosedur penyerahaan sejumlah seserahan yang oleh adat telah ditetapkan oleh
1
pihak laki-laki kepada pihak perempuan sesuai dengan lapisan dan kedudukan
sosial masing-masing keluarga sebelum meminang seorang perempuan.
Pada masyarakat suku Batak Toba, perkawinan merupakan peristiwa
penting dalam kehidupan mereka. Peristiwa penting tersebut diadakan dengan
upacara-upacara yang bersifat adat, kepercayaan dan agama. Dalam masyarakat
suku Batak Toba, siklus kehidupan seseorang dari lahir kemudian dewasa,
berketurunan sampai meninggal, melalui beberapa masa dan peristiwa yang
dianggap penting. Upacara penting tersebut antara lain upacara turun mandi,
pemberian nama, potong rambut dan sebagainya pada masa anak-anak, upacara
mengasah gigi, upacara kematian dan lain-lain (Ihromi, 2004: 87).
Perkawinan bagi masyarakat suku Batak Toba sebuah pranata yang
tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan perempuan tetapi juga mengikat
keluarga pihak laki-laki dengan keluarga pihak perempuan. Perkawinan mengikat
kedua belah pihak dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru, yang berarti
membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu muncul karena perkawinan
yang menghubungkan dua keluarga besar, dimana akan terbentuk suatu
kekerabatan baru (Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam
Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya
Diakses 12/februari/2014).
Dalihan Natolu dalam adat Batak Toba memiliki artian Tungku Nan
Bertiga dan masing-masing memiliki fungsi yang tidak dapat dipisahkan untuk
menjaga keseimbangan. Ketiga unsur itu yang pertama Dongan Sabutuha atau
Dongan Tubu yaitu keturunan dari laki-laki satu leluhur (oppung), kedua Boru
2
yaitu pihak penerima perempuan mulai dari anak, suami, orang tua dari suami,
ketiga Hula-hula artinya pihak yang memberikan perempuan atau istri pada pihak
laki-laki.
Pada proses perkawinan ketiga unsur Dalihan Natolu harus hadir dan
berembuk untuk menjalankan hak dan kewajibannya sesuai adatnya salah
satunya adalah pemberian mahar (sinamot) pada perkawinan Batak Toba (Jurnal:
Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos pada Adat
Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses 12/februari/2014). Sinamot menjadi
dasar yang harus dipenuhi dan tidak dapat dihilangkan dalam rangkaian
perkawinan suku Batak Toba. Pada umumnya jika sinamot yang di minta oleh
pihak perempuan tidak dapat di penuhi atau tidak sesuai dengan jumlah sinamot
yang diinginkan oleh pihak perempuan maka hal ini dapat menghambat suatu
pernikahan.
Pemberian uang mahar (sinamot) mempunyai falsafah dan makna
simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara
turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya. Pengertian dari pemberian
sinamot yang paling hakiki adalah proses “pemberian dan penerimaan”.
Mempelai wanita tidak lagi menjadi tanggungan ayahnya dalam adat karena
haknya sudah diserahkan kepada pihak mempelai laki-laki dan mulai saat itu,
mempelai perempuan sudah harus mengikuti marga suaminya dan menjadi
tanggungan penuh oleh suaminya dan mengikuti adat dalam keluarga suaminya
(Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan
3
Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya, Diakses
12/februari/2014).
Pada awalnya pemberian itu bukanlah berbentuk uang tetapi berupa
benda-benda yang dianggap bermakna. Sinamot sering diberi berupa ternak yang
dianggap mahal seperti kerbau, sapi, kuda, dan babi. Jumlahnya tergantung
kesepakatan dan kemampuan pihak laki-laki atau permintaan perempuan, bisa 30
ekor kerbau tapi bisa pula satu ekor diluar ternak yang akan di potong untuk
keperluan pesta. Pemberian inilah yang disebut sebagai penghargaan bagi
keluarga perempuan, karena begitu pentingnya sinamot pada masyarakat suku
Batak Toba, mereka yang belum memberikan sinamot kepada pihak perempuan
maka perkawinan tersebut
tidak sah dalam adat suku Batak Toba (Jurnal:
Rumasta, Simalango. 2011. Fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan
menurut adat masyarakat Batak Toba: Medan, diakses 12 feb 2014).
Seiring berjalannya waktu sinamot berubah konsep dapat diberikan
berupa uang. Didalamnya terjadi transaksi tawar menawar antara kedua belah
pihak yang dilakukan pada saat marhata sinamot yaitu acara adat yang harus
dilakukan sebeluam perkawinan dilangsungkan. Seberapa besar jumlah uang
yang dapat diserahkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan menjadi suatu
ukuran setuju atau tidaknya mereka akan dilangsungkannya perkawinan tersebut.
Besar sinamot sering di tentukan oleh tingkat ekonomi dan pendidikan yang
sudah ditempuh oleh perempuan namun masih bisa dinegosiasikan dalam acara
marhata sinamot oleh keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Mereka
menentukan besar sinamot berdasarkan apa yang sudah di miliki oleh anak
4
perempuan mereka dan dilihat kemampuan dari pihak laki-laki. Bagi pihak
perempuan apa yang sudah orang tua beri selama hidupnya kepada anak
perempuan mereka akan terlihat jumlahnya pada waktu anaknya akan menikah
melalui sinamot karena bagi masyarakat Batak Toba sinamot merupakan “harga
diri keluarga” (Jurnal: Rumasta, Simalango. 2011. Fungsi uang jujur (sinamot)
pada perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba: Medan, diakses 12 feb
2014.)
Dalam adat Batak Toba sinamot yang telah di sepakati oleh kedua
belah pihak nantinya akan di berikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
adat Batak Toba. Sinamot akan diberikan kepada orang tua mempelai
perempuan, saudara laki-laki dari ayah mempelai perempuan, saudara laki-laki
mempelai perempuan, saudara laki-laki dari calon ibu mertua perempuan, anak
dari bibi mempelai perempuan, dan para undangan pihak perempuan walaupun
sedikit jumlahnya namun itu hanya sebagai bukti saja. Ada dua macam upacara
perkawinan dalam adat Batak Toba yang juga berkaitan dengan jumlah sinamot
yang akan diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, yaitu alap
jual dan taruhon jual. Dimana pengertian alap jual adalah perkawinan yang
dilakukan di kediaman pihak perempuan dan sinamot yang diberikan oleh pihak
laki-laki akan lebih besar jumlahnya dan taruhon jual adalah perkawinan yang
dilakukan di kediaman laki-laki dan sinamot yang diberikan oleh pihak laki-laki
biasanya lebih sedikit (Jurnal: Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa,
Sinamot dan Ulos pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses
12/februari/2014).
5
Pembayaran uang sinamot yang mahal dapat diartikan sebagai makna
simbolik “harga diri” dari kedua belah pihak di mata sosial masyarakat, dimana
kedua belah pihak berasal dari keluarga “Raja” yang masing-masing memiliki
wibawa atau harga diri. Pemberian uang sinamot dilaksanakan di depan
masyarakat umum pada saat pesta adat perkawinan berlangsung sehingga
masyarakat
yang
hadir
menyaksikan
pemberian
itu.
Apabila
terjadi
kesalahpahaman di antara mereka, mereka tidak akan gampang untuk berbuat ke
arah perceraian karena masyarakat mengamati perjalanan keluarga tersebut
(Jurnal: Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos
pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses 12/februari/2014). Sinamot
selalu ditentukan berdasarkan status sosial seperti tingkat pendidikan yang di
miliki oleh perempuan, ekonomi keluarga perempuan dan laki-laki. Dimana jika
tingkat ekonomi keluarga perempuan tinggi maka keluarga perempuan tentu
meminta jumlah sinamot yang tinggi juga, karena keluarga perempuan tidak mau
dianggap rendah oleh masyarakat Batak Toba yang ada di lingkungan mereka
dimana jumlah sinamot selalu menjadi ukuran harga diri bagi keluarga terutama
keluarga pihak perempuan.
Fenomena yang menarik untuk dikaji di masyarakat kecenderungan
sinamot menjadi ukuran status sosial dimana sebagai prestise (kebanggaan diri).
Dimana sinamot bisa menaikkan kedudukan sosial atau status sosial dalam
bermasyarakat. Kata sinamot yang saat ini dapat berupa uang dan disebut sebagai
Tuhor (beli), Jual dan Boli. Kecenderungan sinamot yang di berikan
mempengaruhi status sosial mempelai wanita pada masyarakat Batak Toba yang
6
semakin tinggi, begitu juga pada pihak keluarga laki-laki merasa bangga bisa
membeli anak perempuan melalui sinamot. Ini menggambarkan bahwa ada
kecenderungan perubahan makna sudah mempengaruhi sistem pemberian
sinamot pada masyarakat Batak Toba. Tingkat pendidikan, pekerjaan yang
digeluti oleh wanita, status sosial kelurga wanita, kedudukan yang sedang
disandang masing-masing keluarga, sebagai indikator besarnya harga sinamot
yang harus diserahkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Kota Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kabupaten Dairi, kota sidikalang di temukan beragam etnis yang tinggal menetap
disana diantaranya adalah etnis Pak-pak yang menjadi etnis terbanyak dan
sebagai pemilik tanah di sana, kemudian ada Etnis Karo, Jawa, Nias, Padang,
Tinghoa dan Etnis Batak Toba yang saat ini hampir sama jumlahnya dengan etnis
Pak-pak.
Pada masyarakat etnis Batak Toba yang ada di kota Sidikalang,
ditemukan hal yang sama dengan pemaparan penulis sebelumnya, dimana di
dalam upacara pernikahan masyarakat etnis Batak Toba yang ada di kota
Sidikalang masih menjalankan tradisi pemberian sinamot sebagai syarat yang
tidak bisa diabaikan pada upacara perkawinan, dan sinamot bagi mereka adalah
hal yang terpenting dalam menjalankan perkawinan. Jumlah sinamot yang akan
diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan sering dipertanyakan
masyarakat etnis Batak Toba yang ada di sana untuk memberi nilai bagaimana
pihak laki-laki menghargai pihak perempuan.
Hasil observasi dan wawancara sementara penulis, saat ini jumlah atau
besarnya sinamot di kota Sidikalang bagi Etnis Batak Toba yang diberikan pihak
7
laki-laki ada yang berkisar antara 10 juta Rupiah hingga 80 juta Rupiah, terutama
bagi anak perempuan mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki
pekerjaan menetap. Gambaran ini menunjukkan adanya fenomena pengertian
sinamot yang berbeda diantara masyarakat. Makna simbolik yang terdapat di
dalamnya dan makna sinamot sebenarnya dengan kenyataan yang ada
menjadikan adanya pergeseran makna, maka perlu di kaji bagaimana makna itu
bisa berubah.
Berbicara tentang Adat Istiadat Batak Toba, Kecamatan Sidikalang
memiliki berbagai aliran kepercayaan yang berbeda namun bertujuan sama yaitu
sama-sama mengajarkan hal yang baik. Dimana dalam ajarannya memiliki
perbedaan dalam berbagai hal, misalnya dalam Kristen Protestan yang bergereja
di HKBP dengan Kristen Protestan yang bergereja di Kharismatik. Dua gereja ini
memiliki perbedaan yang sangat kontras dalam menjalankan suatu perkawinan
namun sama-sama mewarisi darah Batak Toba dan menjadi masyarakat Batak
Toba. Masyarakat Batak Toba Gereja HKBP sangat mengedepankan adat
terutama dalam pelaksanaan perkawinannya dan mengikuti segala tahapan demi
tahapan adat perkawinannya terutama dalam pemberian Sinamot kepada pihak
perempuan. Berbeda hal nya dengan Masyarakat Batak Toba Gereja Kharismatik
tidak sama sekali menerapkan adat istiadat dalam kehidupan mereka karena
dalam pandangan masyarakat Batak Toba gereja Kharismatik menganggap adat
berlawanan dengan Agama.
Berdasarkan latar belakang diatas muncul pertanyaan yaitu mengenai
bagaimana sebenarnya makna Sinamot dalam keluarga perempuan masyarakat
8
Suku Batak Toba yang beragama Kristen Protestan pada gereja HKBP dengan
gereja Kharismatik? Pertanyaan tersebut menarik untuk diteliti sebab dengan
adanya konsep makna Sinamot dalam penghargaan keluarga Istri pada
perkawinan masyarakat suku Batak Toba. Adakah pergeseran makna Sinamot
tersebut dalam perkawinan masyarakat suku Batak Toba yang menjadikan
Sinamot menjadi Status Sosial yang tinggi dalam masyarakat dimana jika
Sinamot itu tinggi maka status sosial keluarga naik di masyarakat dan sebaliknya.
Pada akhirnya hal tersebut membuat masyarakat Batak Toba berusaha untuk
menunjukkan status sosial yang tinggi dengan meminta Sinamot yang tinggi pada
pihak laki-laki. Selain menarik permasalahan tersebut juga penting untuk diteliti,
karena dengan penelitian ini diharapkan mampu memberi suatu kontribusi yang
baru dalam disiplin ilmu Sosiologi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sebenarnya makna sinamot dalam keluarga perempuan
pada sistem perkawinan masyarakat suku Batak Toba yang beragama
Kristen Protestan pada Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik?
2. Apakah ada pergeseran makna sinamot pada sistem perkawinan
masyarakat suku Batak Toba?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:
9
1. Untuk mengetahui makna sebenarnya sinamot dalam penghargaan
keluarga isteri dalam sistem perkawinan masyarakat suku Batak Toba
yang beragama Kristen Protestan pada Gereja HKBP dengan Gereja
Kharismatik.
2. Untuk mengetahui pergeseran makna sinamot pada sistem perkawinan
masyarakat suku Batak Toba.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis: hasil dari penelitian ini diarapkan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya bagi masyarakat
yang terkait pada pengetahuan sosial. Penelitian ini juga diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan untuk penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Manfaat praktis: hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi
sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman akan kebudayaan
daerah khususnya daerah Batak Toba, sehingga generasi muda dapat
mengembangkan dan lebih memahami kebudayaan suku bangsa
sendiri.
1.5 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan dimana kelompok atau individu menjadi
pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33).
Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga
masalah atau menjadi pembatasan dan menghindarkan timbulnya kesalahan10
kesalahan defenisi yang dapat mengamburkan penelitian. Beberapa konsep
yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Makna adalah sesuatu penghargaan yang diserahkan oleh pihak laki-laki
kepada pihak wanita dan mempunyai tujuan memiliki dan menyimpannya.
2. Sinamot (mahar) adalah pemberian wajib yang berupa uang atau barang
dari mempelai laki-laki kepeda mempelai wanita ketika dilangsungkan
perkawinan dengan adat Batak Toba.
3. Penghargaan adalah suatu pemberian dan penghormatan yang diberikan
kepada seseorang yang dikagumi dan disenangi.
4. Keluarga adalah suatu wadah atau tempat untuk berhubungan antara ayah,
ibu dan anak. Serta serangkaian tali hubungan antara anggota-anggota
keluarga lainnya. Keluarga juga merupakan kelompok pertama yang
mengenalkan nilai-nilai kebudayaan kepada pihak si anak dan disinilah
dialami antar aksi dan disiplin pertama yang dikenalkan kepada anak
dalam kehidupan sosil.
5. Isteri adalah hasil pasangan nikah antara laki-laki perempuan yang
mempunyai peran penting dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
6. Sistem adalah tata cara atau aturan yang disusun atas dasar syarat dan
nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Perkawinan adalah ikatan antara laki-laki dan wanita, namun lebih jauh
dimana bersatunya dua keluarga besar. Dalam kebudayaan Indonesia,
11
perkawinan merupakan hal yang sangat sakral dan harus mengikuti pola
budaya yang ketat.
12
Download