1 TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR “ IRIGASI PASANG SURUT ” Oleh: ELISA APRILIANI NIM. 1406120549 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2017 1 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjususl “Irigasi Pasang Surut” ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai salah satu komponen penilaian mata kuliah Pengelolaan Air. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Syafrinal, M.S selaku dosen pengampuh mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan kelonggaran waktu pengumpulan tugas. Akhir kata penulis sangat mengharapkan saran agar makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan kita semua untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Pekanbaru, April 2017 Elisa Apriliani 1 2 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1.2. Ruang Lingkup................................................................................ 1.3. Tujuan.............................................................................................. 1 2 2 II. ISI 2.1. Irigasi............................................................................................... 2.2. Pasang Surut.................................................................................... 2.3. Lahan Pasang Surut......................................................................... 2.4. Jaringan Tata Air Lahan Pasang Surut............................................. 3 5 6 7 III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan...................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 12 2 3 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Sistem Bumi – Bulan – Matahari................................................. 5 2. Spring Tide dan Neap Tide................................................................... 6 3. Sistem Handil....................................................................................... 8 4. Sistem Anjir.......................................................................................... 8 5. Sistem Garpu........................................................................................ 9 6. Sistem Sisir........................................................................................... 10 3 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia secara geografis merupakan negara yang berbentuk kepulauan dan memiliki garis pantai yang cukup panjang, dimana hampir setiap daerah memiliki pantai dan lahan rawa. Menurut Buku Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian tahun 2006 menyebutkan “Luas lahan rawa diperkirakan sekitar 33,41 juta ha, yang terbagi ke dalam lahan rawa lebak seluas 13,28 juta ha dan lahan rawa pasang surut 20,13 juta ha”. Luas lahan rawa di Indonesia tersebar di 5 (lima) pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Putri dan Andojo. 2015) Permasalahan yang terjadi pada pertanian yang berada pada lahan rawa adalah keterbatasan dalam penyediaan air yang masih tergantung pada terjadinya pasang surut. Oleh karena itu lahan rawa membutuhkan perencanaan dan pengolahan yang baik, salah satunya dengan perencanaan irigasi pada lahan pasang surut. Irigasi Pasang Surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut (Ernawati, et al.2014) Pengelolaan air pada irigasi pasang surut ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya lahan secara maksimal. Pengolaan air ini lebih ditujukan untuk mengatur tinggi muka air dan kualitasnya sesuai dengan keperluan di lahan usahatani (petak tersier) dengan pola tanaman yang diterapkan. Pengaturan tinggi muka air ini merupakan suatu usaha untuk mempertahankan tinggi muka air agar sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan (Munthe dan Nora, 1998) 1.2. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup pembahasan dalam makalah irigasi pasang surut ini adalah : 2 1. 2. 3. 4. Pengertian irigasi dan komponen sistem irigasi Proses terjadinya pasang surut Pengertian rawa sebagai lahan pasang surut dan jenis rawa Jenis sistem jaringan tata air lahan pasang surut 1.3. Tujuan Tujuan mempelajari sistem irigasi pasang surut adalah agar mahasiswa mampu memahami mengenai penanganan lahan rawa sebagai lahan pasang surut untuk pertanian dengan menerapkan jenis sistem irigasi jaringan tata air yang tepat. 3 II. ISI II.1. Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (Ahmad, 2013) Maksud irigasi yaitu untuk mencakupi kebutuhan air dimusim hujan bagi keperluan pertanian seperti membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, menghindarkan gangguan hama dalam tanah dan sebagainya.Tujuan Irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis (Ernawati, et al.2014) Terdapat tiga tipe aliran irigasi, yaitu irigasi sistem gravitasi, irigasi sistem pompa, dan irigasi pasang surut. 1. Irigasi Sistem Gravitasi: Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada dipermukaan murni yaitu dari sungai, waduk dandanau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif. 2. Irigasi Sistem Pompa: Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila pengambilan secara gravitatif ternyata tidaklayak dari segi ekonomi maupun teknik. 3. Irigasi Pasang Surut: Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut Adapun komponen dari Sistem Jaringan Irigasi adalah : 1. Petak Irigasi Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu : 4 a. Petak Tersier : Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur dari bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. b. Petak Sekunder : Petak sekunder terdiri dari beberapapetak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. c. Petak Primer : Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. 2. Saluran Irigasi Saluran irigasi terdiri dari ; a. Jaringan saluran irigasi utama, Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi b. Jaringan saluran irigas tersier, membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu disaluran kuarter c. Jaringan saluran pembuang utama, mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. d. Jaringan saluran pembiang tersier, terletak diantara petak-petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuangan kuarter maupun sawah-sawah 3. Bangunan Irigasi Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain : Bangunan utama, Bangunan pembawa, Bangunan bagi, Bangunan sadap, Bangunan pengatur muka air, Bangunan pernbuang dan penguras, Bangunan pelengkap. II.2. Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi, (Triatmojo, B, 1996). Massa bulan jauh lebih kecil dari 5 massa matahari, tetapi pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari, karena jarak bulan terhadap bumi jauh lebih dekat. Gambar 1. Sistem Bumi – Bulan – Matahari Bulan dan matahari mengorbit mengelilingi mengelilingi bumi dengan bentuk lintasan ellips, sehingga gaya gravitasi akan mencapai maksimum dan minimum pada masing-masing orbit. Komponen gaya tarik terbesar ditimbulkan oleh bulan dimana mempunyai periode kira-kira sebesar 12 jam 25 menit. Gaya yang diakibatkan oleh bulan (lunar force) mencapai maksimum sekali dalam 28 hari yaitu ketika bulan berada pada jarak terdekat dengan bumi (perigee), sedang pada saat posisi bulan pada jarak terjauh dari bumi (apogee) besar gaya adalah 2/3 dari gaya maksimum. Total gaya pasang surut merupakan kombinasi dari gaya yang ditimbulkan oleh bulan dan matahari (solar force) dan akan mencapai nilai terbesar jika keduanya bekerja bersama-sama. Kondisi ini terjadi pada saat kedudukan matahari dan bulan pada satu garis pada jarak terdekat dengan bumi. Pada saat kedudukan bulan dan matahari pada satu sisi (new moon) maupun pada posisiyang berlawanan (full moon), akan terjadi keadaan spring tide (Gambar 2), suatu keadaan di mana fluktuasi pasang surut lebih besar dari pada pasang surut rata-rata, hal ini terjadi dua kali dalam satu bulan pada posisi kuadratur, akan terjadi keadaan neap tide, suatu keadaan dimana fluktuasi pasang surut lebih kecil dari pada pasang surut rata-rata, hal ini juga terjadi dua kali dalam satu bulan. 6 Gambar 2. Spring Tide dan Neap Tide (Sumber : Pelabuhan, B. Triadmodjo, 1996) II.3. Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu: A : Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati),maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh) B : Lahan terluapi oleh pasang besar saja. C : Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan airt anahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. D : Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm Rawa adalah suatu lahan darat yang tergenang air secara periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainasi yang terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan rawa lebak merupakan salah satu wiliyah pengembangan pertanian masa depan yang prespektif. Rawa merupakan suatu wilayah yang tergenang air dan biasanya terdapat tumbuhan air. Penggenangan air rawa bersifat musiman atau permanen. Rawa terdiri atas dua jenis yaitu : 1. Rawa Pasang Surut 7 Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. 2. Rawa Non Pasang Surut (Lebak) Pengelolaan rawa pasang surut dilandasi pada prinsip keseimbangan antara konservasi dan pendayagunaan rawa pasang surut dengan memperhatikan daya rusak air di daerah rawa (PERMEN PU, Nomor 05/PRT/M/2010: 1). Secara umum, ada dua jenis tanah yang terbentuk, yaitu tanah gambut (peat soils), dan tanah non gambut, atau tanah mineral basah (wet mineral soils). Tanah mineral yang terdapat di wilayah rawa, seluruhnya merupakan endapan bahan halus, berupa debu halus dan lumpur yang diendapkan air pasang ditmbah dengan bahan aluvium yang dibawa ke muara oleh air sungai. II.4. Jaringan Tata Air Lahan Pasang Surut Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya bergantung pada karakteristik lokasi studi tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran drainasi rencana nantinya. 1. Sistem Handil Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. (Noor, 2001:100) Umumnya handil memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan panjang masuk dari muara sungai 2-3 km. Jarak antara handil satu dengan yang lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya panjang handil ditambah atau diperluas sehingga luas yang dikembangkan dapat mencapai 20-60 Hektar (Sumber : Noor.2001:100) 1 2 3 Gambar 3. Sistem Handil Keterangan : 1. Handil utama (2-3km) 2. Handil kecil 3. Sungai 8 2. Sistem Anjir Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem air dengan pembuatan saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan untuk dapat mengaliri dan membagikan air yang masuk ari sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan (drainasi) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan leluasa.Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada dikiri dan kanan saluran dapat diairi dengan membangun handil-handil (saluran tersier) tegak lurus kanal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (Gambar 4.) Perbedaan waktu pasang dari dua sungai yang dihubungkan oleh sistem anjir ini diharapkan akan diikut olehperbedaan muka air sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnyalebih tinggi ke sungai yang rendah. 1 3 2 3 Gambar 4. Sistem Anjir Keterangan : 1. Handil-handil 2. Anjir (28 km) 3. Sungai 3. Sistem Garpu Sistem garpu adalah sistem tata air yang direncangdengan saluransaluran yang dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer., kemudian disusul dengan saluran sekunder yang da-pat terdiri atas dua saluran bercabang se-hingga 9 jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antar 20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar saluran sekuder antara 5-10 m (Noor,2001 : 103). Pada setiap ujung saluran sekunder sis-tem garpu dibuat kolam uang beru-kuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m x 300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500 m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m. Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier (Noor,2001 : 103). 4 1 5 2 3 Gambar 5. Sistem Garpu Keterangan : 1. Saluran primer 3. Saluran tersier 2. Saluran sekunder 4. Kolam 5. Sungai 4. Sistem Sisir Sistem sisir merupakan pengem-bangan sistem anjir yang dialihkan men-jadi satu saluran utama atau dua saluran yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir tidak di buat kolam penam-pung pada ujungujung saluaran sekunder sebagaiman pada sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pem-beri air dan drainasi. Pada setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai dengan pasang dan surut (Noor,2001 : 104) 10 Gambar 6. Sistem Sisir Keterangan : 1. Saluran primer 3. Saluran tersier 2. Saluran sekunder 4. Kolam 11 III. PENUTUP III.1. Kesimpulan Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang terdiri dari komponen irigasi berupa ; Petak irigasi, saluran irigasi dan bangunan irigasi. Salah satu dari tipe irigasi adalah irigasi pasang surut yaitu suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut. Pasang surut dipengaruhi oleh adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Lahan pasang surut biasa dianggap sebagai rawa yaitu suatu lahan darat yang tergenang air secara periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainasi yang terhambat. Terdapat 2 tipe rawa yaitu rawa pasang surut dan rawa non pasang surut (lebak). Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya bergantung pada karakteristik lokasi studi tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran drainasi rencana nantinya. Jenis sistem jaringan tata air diantaranya ; sistem hamdil, sisten anjir, sistem garpu, dan sistem sisir. 12 DAFTAR PUSTAKA Ernawati., Liza, Y., Eko, S. 2014. Sistem Informasi Geografis Pembangunan Jaringan Irigasi Di Provinsi Bengkulu Berbasis Website Menggunakan GoogleMap. Jurnal Media Infotama, Vol 10 (2) Munthe, P., Nora H, P. 1998. Optimasi Penelolaan Air Pada Lahan Irigasi Pasang Surut Telang Satu Sumatera Selatan. Buletin Keteknikan Pertanian IPB. Vol 12 (2) Noor, Muhammad. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala.Yogyakarta: Kanisius. Putri, Y., Andojo. 2015. Tata Cara Perencanaan Teknik Jaringan Irigasi Rawa. Jurnal Onlinen Institut Teknologi Nasional, 20(10) Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut.PERMEN Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2010. Jakarta: Sekretariat Negara Triatmodjo, B. 1996. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta