PENYAKIT JANTUNG KORORNER OLEH : Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt,M.Kes PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i SURAT KETERANGAN ................................................................................................. ii DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii A. Pengertian PJK ........................................................................................... 1 B. Patofisiologi PJK ........................................................................................ 2 C. Manifestasi Klinik ...................................................................................... 6 D. Pengobatan PJK ........................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG KORONER 1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Winata, 2005). Penyakit jantung koroner terjadi akibat penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner pada organ jantung. Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang menyediakan darah bagi jantung. Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner menyebabkan terganggunya aliran darah ke jantung. Sehingga akan menimbulkan efek kehilangan oksigen dan makanan (Nutrien) ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri berkurang. (Wijayakusuma, 2005). Terjadinya penyempitan arteri koroner dimulai dengan terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun (Kabo, 2008). Menurut WHO (1985), aterosklerosis adalah perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak ( lipid), komplek karbohidrat, darah, dan jaringan fibrous. Aterosklerosis merupakan penyebab penyakit jantung koroner yang terbanyak yaitu 98 % sedangkan sisanya akibat spasme dan kelainan arteri (2%) (Utantio, 2007). 2. Patofisiologi Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan, baik oleh factor risiko tradisional maupun nontradisional. Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule seperti sitokin (interleukin -1, (IL-1); tumor nekrosis factor alfa, (TNF–alpha), kemokin (monocyte chemoattractant factor, (PDGF). Basic fibroblast growth factor, (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa. LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA) (Madjid, 2007). Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi/infeksi yang awalnya ditandai dengan cedera pada dinding arteri oleh berbagai sebab (hipertensi, oksidasi, nikotin) merupakan sinyal bagi system imun untuk melepaskan sel darah putih (terutama netrofil dan makrofag) ke daerah permukaan. Selanjutnya makrofag akan memfagosit kolesterol LDL teroksidasi. Proses ini merubah kolesterol LDL menjadi bentuk foamy cell yang melekat pada sel otot polos arteri. Sejalan dengan waktu, kolesterol akan mengering dan membentuk plaque yang keras, yang akan menimbulkan cedera berkelanjutan pada dinding arteri. Pembentukan plaque ini akan terus berjalan dan dapat mempersempit lumen arteri atau bahkan memblokade aliran darah. Plaque ini juga dapat terlepas dan menyumbat arteri yang lebih kecil seperti arteri koronaria atau arteri serebri menimbulkan penyakit IMA dan infark serebri (Samsi, 2004). Proses yang mengawali aterosklerosis telah menjadi perdebatan pada beberapa tahun terakhir, dan beberapa hipotesis telah diajukan. 1. Hipotesis Response to Injury Menyatakan bahwa perlukaan pada endotel menyebabkan respon inflamasi sebagai proses perlukaan pada dinding arteri. Sebagai contoh, luka meningkatkan adhesi endotel pada lekosit dan platelet, menghantarkan antikoagulan vaskular lokal pada prokoagulan. Lekosit dan platelet yang terekrut kemudian melepaskan sitokin, senyawa-senyawa vasokonstriksi, growth factor, yang merangsang respon inflamasi yang ditandai oleh migrasi sel otot halus ke dalam intima, dan proliferasinya membentuk suatu lesi intermediate. Komponen lain dari respon inflamasi ini adalah rekrutmen makrofag ke dalam dinding arteri. Makrofag- makrofag tersebut mengambil LDL yang terdeposit menjadi sel busa, yang merupakan awal lesi aterosklerosis. Hipotesis ini dikemukakan oleh Ross tahun 1977 (Stocker & Keanay, 2004). 2. Hipotesis Response to Oxidation (Oxidative Modification Hypothesis) Dikemukakan oleh Steinberg dkk pada tahun 1989, bahwa oksidasi lipoprotein merupakan jalur yang penting dalam aterosklerosis.Disebutkan bahwa LDL dalam bentuk natif tidak bersifat aterogenik. LDL yang termodifikasi secara kimia mudah masuk ke makrofag melalui jalur scavenger receptor. Sel-sel vaskular mengandung logam yang terpapar di medium juga menghasilkan LDL termodifikasi, sehingga tersedia ligan untuk jalur scavenger receptor. Modifikasi LDL melalui oksidasi ini kemudian menghasilkan modifikasi Apo B-100, yaitu pada gugus lisin, yang menyebabkan muatan negatif partikel lipoprotein meningkat. Modifikasi Apo B-100 ini menyebabkan LDL lebih mudah di-up take makrofag melalui sejumlah jalur scavenger receptor, menghasilkan sel busa. Akumulasi sel busa merupakan awal perkembangan lesi aterosklerosis (Stocker & Keanay, 2004). 3. Hipotesis Response to Retention Hipotesis yang dikemukakan oleh William dan Tabas (1995) ini menyebutkan bahwa retensi lipoprotein merupakan tahap awal dari terjadinya oksidasi, inflamasi, dan disfungsi endotel. Sebagai akibat dari retensi lipoprotein aterogenik ini tidak hanya kumulasi lipid, namun juga memperlama terhadap paparan oksidan lokal dan enzim non oksidatif lainnya di dinding pembuluh darah (Gustafsson & Boren, 2004) . Meskipun plague aterosklerosis dapat tetap stabil atau berubah secara bertahap, beberapa di antaranya dapat mengalami ruptur menyebabkan keluarnya lipid dan factor jaringan dalam berbagai kejadian dengan puncaknya terjadi thrombosis intravaskuler. Akhir proses ini ditentukan oleh apakah pembuluh darah mejadi tersumbat ataukah terjadi trombolisis, baik spontan maupun akibat pengobatan, dan apakah plague selanjutnya menjadi stabil. Pengamatan terkini menghidupkan kembali teori lama bahwa aterosklerosis berkembang sebagai akibat respon inflamasi dalam dinding pembuluh darah, mungkin diawali atau diperburuk oleh suatu agen infeksi. Tingginya kadar C-reactive protein dalam sirkulasi yaitu suatu penanda inflamasi non spesifik, dikaitkan dengan tingginya angka kejadian iskemik Proses inflamasi memegang peranan penting dalam menentukan kejadian aterosklerosis. Pro inflamatori sitokin seperti interleukin-1, dan tumor necrosis factor α (TNF-α) di samping molekul adesi interselular 1, selektin, interleukin-6, dan serum amyloid A, mempunyai implikasi terhadap aterogenesis. Sebagai tambahan, C-reactive protein (CRP), sebuah reaktan fase akut yang mendasari terjadinya proses inflamasi, kadar yang meningkatkan 100kali lipat atau lebih terhadap infeksi bakteri yang parah, trauma fisik, atau kondisi inflamasi lainnya yang mungkin memegang peranan penting (Wong dkk, 2004). 3. Manifestasi klinik a. Angina pectoris Angina pectoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. (Madjid, 2007) Klasifikasi klinis angina pada dasarnya dilakukan untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Pada umumnya angina pectoris dibagi menjadi 3 tipe angina yakni : a. Angina Pektoris Stabil (APS) : sindrom klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, pungggung ataupun lengan, yang biasanya dicetuskan oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin. b. Angina Prinzmetal : nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri koronaria, sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama tiap harinya). c. Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina) : ditandai dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru timbul (kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil. (Madjid, 2007) b. Infark Miokard Akut (IMA) Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat , sering pada jam-jam awal dipagi hari (Anwar, 2004). Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut) (Anwar, 2004). Gambar 1. Patofisiologi Terjadinya PJK 4. Pengobatan PJK a. Pengobatan 1. Obat Antianginal Angina adalah rasa tidak enak di dada karena suplai oksigen ysng tidak cukup ke otot jantung untuk memnuhi permintaan oksigen. Karena itu, perawatan angina bertujuan untuk mengurangi keperluan oksigen otot jantung maupun menambahkan aliran darah ke koroner. Tiga kelas utama obat anti angina yang tersedia adalah nitrat, beta blocker, dan calsium channel blocker. a. Nitrat Nitrat adalah obat vasilidator (pelebar pembuluh darah) yang merileksasikan dinding pembuluh darah. Pada waktu yang sama pelebaran arteri koroner memperbaiki aliran darah ke otot jantung. Nitrat yang paling sering dipakai adalah glyseryl trinitrate (GNT) yang juga disebut nitroglycerin (NTG), isosorbide dinitrate (ISDN), isosorbide mononitrate (ISMN). Contoh-contoh buatan komersial adalah Nitrobin, Nitrobat, Notroderm, Nitromark, Nitrodisc, Isordil, Sorbitrate, Isomark, Isoket, Ismo, Cedocard, Vascardin, Imdur, Fasorbid, Nitrostat, Deponit, Isosorbid, Isoket, Elantan, dan Pentacard. b. Beta Blocker Beta Blocker menghambat aksi adrenalin pada ujung-ujung syaraf yang mempengaruhi denyutan jantung dan kekuatan kontraksi. Oleh aksi ini dikurangi jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh jantung, dan karena itu mengurangi keperluan oksigen otot jantung. Beta Blocker adalah obat yang efektif untuk perawatan dan pencegahan hipertensi dan untuk kontrol aritmia jantung tertentu. Contoh-contoh buatan komersial adalah Sektral, Tenormin, Betablok, Visken, Inderal, Lopressor, Farnormin, Alpresol, Prestoral, Farnagard, Propadex, Propranolol, Cardiosel, Farmadral, Mikelan, Nederal, Trasicor, Seloken, Blockard, Decreten, Internolol, Selozok, Corgard, Trasicor, Concor, Corbutol, Maintate dan Losartan. c. Calsium Channel Blocker Obat macam ini memiliki khasiat mengendurkan dinding arteri koroner sehingga mencegah kekejangan koroner. Lagipula mereka berlaku langsung pada sel-sel otot jantung yang menyebabkan sedikit berkurang dalam kemampuan kontrasi, dan karena itu mengurangi permintaan oksigen miokardial. Calsium channel blockers efektif pada perawatan dan pencegahan angina, dapat juga melebarkan arteri sekeliling sehingga mengurangi tekanan darah. Karena itu, obat ini juga dipakai dalam perawatan hipertensi. Contoh-contoh buatan komersial adalah Herbesser, Adalat, Isoptin, Carpedin, Norvasc, Farmalat, Farmabes, Coronipin, Corpamil, Nifecard, Nifedin, Nifedipine, Plendil, Vasdalat, Dilmen, Loxen, Pincard Xepalat, Dilitiazem, Verapamil, Cardyne, Fedipin, Lacipil, Safcard, Cardizem, Cordalat, Tensivask, Ficor dan Kemolat. 2. Diuretik Diuretik menambah ekskresi garam dan air ke dalam urine, jadi mengurangi jumlah cairan dalam sirkulasi dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Diuretik efektif dalam perawatan kegagalan jantung. Contoh-contoh buatan komersial adalah Chlortride, Lasix, Burinex, Aldactron, Dyazde, Moduretic, Lasix, HCT, Amiloride, Diamox, Furosetic, Furosemid, Hygroton, Diurefo, Furosix, Farsix, Natrilix, Carpiaton, Farsyx, Hugroton, Aldactone, Aldazide Cetasix dan Ampugan. Sebagian besar diuretik menyebabkan pertambahan ekskresi kalsium ke dalam urine, sehingga bisa menyebabkan kehabisan kalsium tubuh. Kehilangan kalsium dapat dinetralkan dengan makan makanan yang kaya akan kalsium (buah-buahan seperti pisang, jeruk, tomat dan sayuran), atau dengan makan tambahan kalsium. 3. Digitalis Obat-obat digitalis menambahkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga dapat memperbaiki kemampuan jantung yang melemah. Obat-obat tersebut juga digunakan sebagai obat antiaritma karena memperlambat transmisi impuls elektris. Obat-obat digitalis dipakai dalam perawatan kegagalan jantung, sering dalam kombinasi dengan diuretik. Obat-obat itu juga efektif dalam pengendalian dan pencegahan aritmia jantung tertentu. Contoh obat jenis ini adalah Digoxin, Lanoxin, Fargoxin dan Lanitop. 4. Obat Anti Aritmia Obat-obat anti aritma dipakai pada perawatan dan pencegahan aritma jantung. Beta blockers bekerja dengan menghambar aksi adrenalin terhadap reseptor beta (penerima, ujung syaraf atau indera penerima rangsang) pada jantung ini mengakibatkan perlambatan denyutan jantung. Dixogen memperlambat transmisi impuls elektris melalui node AV, jadi memperlambat kecepatan denyut ventrikal. Contoh-contoh obat tersebut adalah Inderal, Lanoxin, Norpace, Pronesty, Kinidin, Tambocor, Tonocard, Cardarone, Verapamil, Quinidine, Sotacor, Mexitec, Isoptin, Maintate. 5. Anticoagulant Anticoagulant (pengencer darah) bekerja mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam sistem sirkulasi, yaitu untuk pencegahan pembentukan gumpalan darah di dalam jantung dan pembuluh darah. Contoh buatan komersial ialah Warfarin, Sintrom, Heparin dan Praxiparin. Penting sekali untuk memakai anticoagulant benar-benar seperti diresepkan. Aspirin sama sekali tidak boleh dimakan bersama anticoagulant (kecuali disuruh dokter), karena bisa mengakibatkan meningkatnya kecenderungan akan pendarahan. 6. Obat Antiplatelete Platelete adalah sel-sel darah yang kecil sekali, yang mempunyai fungsi penting dalam mekanisme penggumpalan darah. Bila pembuluh darah cedera, platelete yang melekat pada dinding pembuluh membentuk gumpalan di tempat yang rusak. Gumpalan itu menambal dinding yang rusak dan mencegah pendarahan lebih lanjut, akan tetapi, pada keadaan tertentu, pembentukan gumpalan darah bisa menyebabkan masalah serius. Sebagai contoh, pada pasien dengan penyakit arteri koroner, terdapat kecenderungan yang meningkat dalam pembentukan gumpalan darah di tempat plak, sehingga menimbulkan hambatan yang komplit dari arteri koroner dan mengakibatkan infarksi miokardial atau serangan jantung. Obat-obat antiplatelete mengurangi kelengketan platelete dan oleh sebab itu mengurangi kecenderungan untuk pembentukan gumpalan darah. Obat-obat antiplatelete dibuat untuk mengurangi risiko serangan jantung pada pasien yang menderita angina, pasien yang sudah menderita serangan jantung, pasien yang telah menjalani operasi by-pass, mengurangi risiko penutupan okulasi (by-pass graft) dan setelah angioplasti koroner untuk mengurangi risiko penggumpulan darah pada tempat yang dilebarkan. Contoh-contoh buatan komersial ialah Aspirin, Solprim, Cardiprin, Persantin, Ticlid, Ascardia, Aptor, Aspilet dan Farmasal. 7. Obat Untuk Memperbaiki Kadar Kolesterol Dalam Darah a. Statin Sejak diperkenalkannya pada tahun 1980, statin menjadi obat yang paling ampuh untuk menurunkan kolesterol yang kita punyai pada saat ini, jenis obat ini sering terdapat di pasaran seperti lovastatin (mevacol), sinvastatin (zokor), fluvastatin (lescor), Pravastatin (pravachol) dan atrovastatin (lipitor). Statin didesain untuk menahan enzim yang disebut HMGCoA reductas, yang diperlukan untuk memproduksi kolesterol. Bila statin menahan enzim tersebut, lever tidak dapat membuatnya. Padahal sel-sel dalam lever memerlukan jumlah tertentu dari kolesterol untuk membentuk membran sel agar dapat berfungsi secara benar. Karena sel lever tidak dapat membuat kolesterol, mereka mengambil dari tempat lain, maka dia mendapatkan kolesterol yang terdapat dalam darah dengan memproduksi receptors yang mengumpulkan LDL. Dengan demikian berkuranglah jumlah LDL yang terdapat dalam aliran darah. Statin juga langsung meningkatkan jumlah sintesa NO pada dinding pembulub darah. Dengan meningkatkan produksi NO, statin mengurangi inflamasi dari pembuluh darah. Statin juga dapat menyetabilkan plak dan mencegahnya untuk pecah. b. Nicotinic Acid Merupakan obat yang sering digunakan untuk menaikkan kadar HDL, yang tadinya amat rendah. Karena memiliki berbagai akibat samping, penggunaanya harus berhati-hati sesuai dengan petunjuk dokter. Obat ini bekerja di dalam lever untuk mempengaruhi produksi lemak. NA digunakan menurunkan trigliserida, LDL, dan menaikkan HDL. untuk c. Fibrates Obat ini menurunkan lemak darah. Beberapa jenis atau golongan fibrates adalah Gemfibrozil, fenofibrate dan clofibrate. Penggunaannya terutama ditunjukan untuk menurunkan trigliserida, juga menaikkan HDL dan menurunkan LDL secara normal. d. Resins atau Acid Sequestrans Resins juga disebut bile acid sequestrans. Jenis obat ini bekerja di dalam usus, di mana dia mengikat asam empedu yang membawa kolesterol, sehingga menambah pembuangan kolesterol. Jadi obat ini mengurangi jumlah kolesterol yang menuju ke liver kemudian membuat lebih banyak LDL reseptor yang bertanggung jawab untuk menangkap LDL dari darah, sehingga kolesterol dapat menurun. b. Pengobatan di masyarakat 1. Bawang Putih Pemberian bawang putih jangka panjang akan menurunkan secara progresif kadar kolesterol serum dan trigliserida baik pada orang normal maupun penderita hiperlipidemia. Di Thailand Institute of Scientific and Technological Research dibuat kapsul berisi ekstrak bawang putih yang setara dengan 7 gram bawang putih segar setiap kapsul. Dosis yang dipakai adalah 2 kali satu kapsul setiap hari selama 5 bulan. Pada bulan pertama pemberian bawang putih, kolesterol serum meningkat. Hal ini diduga karena adanya fase regresi lesi atheroskierotik atau (mobilisasi lemak dan depositnya). Kolesterol HDL meningkat stabil setelah bulan kedua pemberian bawang putih. Pada orang sehat/normolipid tidak terjadi kenaikan kolesterol pada bulan pertama pemberian bawang putih, yang diduga karena tidak adanya atherosklerosis pada orang tersebut. Kadar kolesterol menurun bermakna setelah 8 minggu, namun penurunan kadar trigliserida baru terjadi setelah 5 bulan pemberian bawang putih (Anand MP, 1978; Nitiyanant, et.al, 1987 dalam Sunarto & Susetyo, 1995) Telah dilaporkan bahan aktif yang berperan adalah campuran allyl propyl disulphide, diallyl disulphide dan bahan yang mengandung sulfur, tetapi yang paling penting diallyl disulphide. Senyawa diallyl disulphide adalah suatu disulphide-Oxyde tidak jenuh yang disebut juga allicin. Bahan ini yang diduga mempunyai efek hipokolesterolemik. Rantai allyl yang tidak jenuh dengan mudah akan tereduksi menjadi rantai propyl yang jenuh, sehingga akan menurunkan kadar NADH dan NADPH yang penting untuk sintesa trigliserida dan kolesterol (Pikir BS, 1981; Zacharias NT, 1980 dalam Sunarto & Susetyo, 1995) Allicin juga mempunyai sifat mengikat SH group yaitu suatu bagian fungsional dari Co-A yang perlu untuk biosintesis kolesterol (Pikir BS, 1981; Augisti KT, 1978; dalam Sunarto & Susetyo, 1995) Pemberian minyak esensial bawang putih setara dengan 1 gram bawang segar/kgBB/hari yang diberikan bersamaan dengan diet tinggi kolesterol, akan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida serum, prebeta lipoprotein (VLDL) dan beta lipo-protein (LDL) serta meningkatkan alfalipoprotein (HDL), sehingga rasio beta/alfa juga menurun (Bordia A, et.al, 1977; Hemphill LC, et.al, 1991; Schulman KA, 1991 dalam Sunarto & Susetyo, 1995). Kacang mengandung serangkaian zat gizi yang bermanfaat bagi sistem cardiovascular, termasuk serat, vitamin dan mineral, seperti kalium, kalsium, magnesium dan tocopherols; phytochemicals, seperti phytosterols dan phenolic compounds; dan bioactive compounds, seperti resveratrol dan arginine. Walnuts manjadi sumber asam lemak omega-3, alpha linolenic acid. kacang dan walnuts mangandung antioksidan yang tinggi. Kandungan asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam kacangkacangan, khususnya kacang tanah terbukti sangat tinggi dan profil asam lemak dalam kacang tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan risiko penyakit jantung koroner. ”Mengkonsumsi satu ons kacang, lebih dari lima kali seminggu bisa menurunkan risiko penyakit jantung koroner 25 % sampai 39 %,” (Kelley C, 2009). Fitosterol dalam jantung dapat menurunkan kadar kolesterol dan level Triglyserida dengan cara memblok absorbsi kolesterol dari makanan yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi reabsorbsi kolesterol dari hati, serta tetap menjaga HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol. Lebih dari 80 persen lemak dalam minyak kacang adalah jenis yang tidak jenuh dan sehat bagi jantung serta bebas kolesterol (Stevani Elizabeth, 2004). Selain mengandung SIT, kacang-kacangan juga mengandung serat (fiber). Serat dalam makanan terdiri dari serat larut dan yang tidak larut, namun keduanya dapat menurunkan kolesterol. Penurunan kolesterol terjadi karena kolesterol terbawa ke dalam feses bersama serat dan proses biosintesis kolesterol dalam hati berkurang karena tingginya konsumsi serat. Idealnya, mengkonsumsi serat 25-30 gram per hari. Kacang tanah termasuk makanan yang mengandung serat. Satu sendok kecil kacang tanah mengandung 2 gram serat atau 8 persen dari serat yang dibutuhkan per hari. (Elizabeth, stevani. 2004). Dr Frank Hu dari Havard School of Public Health. Dalam pertemuan American Heart Association di Dallas tahun 2000, mengungkapkan hasil penelitiannya terhadap 86 ribu wanita yang sering mengkonsumsi kacang, disimpulkan bahwa mengkonsumsi kacang-kacangan termasuk kacang tanah, mampu menjaga pemompaan aktivitas jantung dengan teratur. (stevani Elizabeth, 2004) Penilaian data Iowa Women’s Health Study dilaporkan konsistennya penurunan CVD dan kematian penyakit jantung koroner, dengan meningkatkan konsumsi kacang / mentega kacang (Blomhoff, R, et.al dalam Kelley C, 2009). Sebuah analisa studi menunjukkan bahwa subjek yang memiliki tingkat konsumsi kacang yang tinggi dapat mengurangi 35% risiko insidensi CHD ( Fraser, GE, et al. dalam Kelley C, 2009). Suatu percobaan metabolic yang dilakukan pada tahun 1993, di mana 20% dari asupan energi berasal dari walnuts. Total kolesterol dan LDL-C mengalami penurunan, berturut-turut 12% dan 18%, pada normocholesterolemic subjects studied (Sabate, J. et.al dalam Kelley C, 2009 ). Greil dan Kris-Etherton melaporkan lebih dari 25 studi klinis telah dilakukan evaluasi efek dari konsumsi kacang pada serum lipids dan lipoproteins. Jenis kacang yang diteliti adalah walnut dan almond (Griel, AE, et.al. dalam Kelley C, 2009). Penyelidikan tersebut telah dievaluasi lipids, lipoproteins dan apolipoproteins dan secara konsisten memberikan efek penurunan kadar kolesterol. Data terbaru melaporan bahwa konsumsi mengurangi risiko hypertensi (Djoussé L,et.al kacang dapat dalam Kelley C, 2009). Studi prospective kohort Physicians’ Health Study 1 menggunakan 15.966 subjek yang tidak memiiki riwayat hipertensi, di follow up. Sebanyak 237.585 orang/tahun, hanya 8.423 kasus hipertensi yang terjadi. Dibandingkan dengan subjek yang tidak mengkonsumsi kacang- kacangan, rate hipertensi mengalami penurunan ketika konsumsi kacangkacangan ditingkatkan. Sebagai contoh, rasio multi-variabel untuk hipertensi berkisar antara 0,97 untuk orang-orang yang mengkonsumsi kacang sekali atau dua kali dalam sebulan dan hanya 0,82 bagi mereka memakan kacang paling sedikit tujuh kali seminggu. Data ini menunjukkan bahwa konsumsi kacang-kacangan terkait dengan penurunkan resiko hipertensi. (Kelley C, 2009) 5. Teh Hijau dan PJK Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan teh memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular (CVD), termasuk aterosklerosis, penyakit jantung koroner (CHD), kematian, stroke, dan kemungkinan kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi (Nagao, et al., 2007; Cabrera, et al., 2006; Nagao, et al., 2005; Maron, et al., 2003; Vita, 2003; McKay dan Blumberg, 2002; Yang dan Landau, 2000 dalam Carol Brannon, 2009). Beberapa laporan yang diterbitkan oleh Hertog dan rekan-rekannya mencatat hubungan terbalik antara asupan flavonol dan CVD di Eropa. Teh hitam, apel, dan bawang adalah sumber utama makanan flavonol di Eropa (Hertog, et al., 1993, 1995 dan l997; Kéli, et al.,1995; McKay dan Blumberg, 2002 dalam Carol Brannon, 2009). Di negara-negara Barat, teh hitam adalah sumber utama asupan makanan flavonol. (Geleijnse, et al. 2002 dalam Carol Brannon, 2009) juga mengamati hubungan terbalik antara konsumsi teh dan flavonoid dengan CVD, terutama dengan kejadian infark miokard (MI) atau serangan jantung. Beberapa penelitian epidemiologi telah melaporkan hubungan positif antara asupan teh dan total mortalitas dan morbiditas koroner (Cabrera, et al., 2006; Woodward dan Tunstall-Pedoe, l999; Hertog, et al., l997 dalam Carol Brannon, 2009). Sebagai contoh, di Wales dan Skotlandia minum teh positif terkait dengan kelas sosial-ekonomi rendah dan dengan orang-orang yang memiliki gaya hidup kurang sehat seperti tingginya prevalensi merokok dan asupan lemak makanan yang lebih tinggi. Sebaliknya, peminum teh di Belanda cenderung lebih berpendidikan, mengkonsumsi lebih sedikit makanan lemak, alkohol dan kopi, merokok lebih sedikit, dan memiliki indeks massa tubuh lebih rendah (McKay dan Blumberg, 2002 dalam Carol Brannon, 2009). Boston Area Health Study, sebuah penelitian case-control, melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan yang meminum satu atau lebih cangkir teh sehari memiliki risiko MI 44% lebih rendah daripada orang-orang yang tidak minum teh sama sekali (Sesso, et al.,1999 dalam Rosolva 2000 ). Sebuah studi kohort Jepang pada 8.552 orang dewasa menemukan bahwa konsumsi harian lebih dari 10 cangkir teh hijau secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat kardiovaskuler pada laki-laki dan bermanfaat pada perempuan (Nakachi, et al., 2000 dalam Carol Brannon, 2009). Sebuah meta-analisis, berdasarkan 10 kohort penelitian dan 7 studi case-control, menemukan bahwa kebanyakan studi menunjukkan efek perlindungan dari konsumsi teh terhadap CVD. Tampaknya ada penurunan tingkat penyakit kardiovaskular (CVD) - kondisi yang terjadi sebagai kemajuan kardiovaskuler seperti cardiac arrest, myocardial infarction (heart attack), unstable angina, congestive heart failure (CHF), dan strokes dengan meningkatnya konsumsi teh. Tujuh studi menunjukkan bahwa minum tiga cangkir teh per hari mengurangi angka kejadian MI 11 %. Peters dan rekan-rekannya, yang melakukan metaanalisis ini, tidak dapat merangkum efek konsumsi teh pada penyakit jantung koroner dan stroke disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait dengan kedua penyakit ini (Hodgson, et al., 2003; Vita, 2003; Peters, et al., 2001 dalam Carol Brannon, 2009). Ada beberapa mekanisme efek perlindungan teh terhadap CVD. (Nagao, et al., 2007; Cabrera, et al., 2006; McKay dan Blumberg, 2002; Duffy, et al., 2001; Duffy, et al., 2001 dalam Carol Brannon, 2009): 1. Pencegahan oksidasi LDL (in vitro dan studi hewan). 2. Memperbaiki fungsi arteri pada pasien penyakit jantung koroner. 3. Meningkatkan jeda waktu setelah konsumsi teh sebelum terjadi oksidasi LDL pada manusia. 4. Menurunkan Stenosis (penyempitan dan penyumbatan) arteri pada orang dewasa. 5. Kemungkinan adanya hubungan terbalik antara konsumsi teh dan kadar plasma total homocysteine. In vitro studi telah menemukan bahwa oksidasi LDL dihambat oleh ekstrak teh hijau dan teh hitam, namun efek ini tidak diamati pada orang dewasa yang sehat atau pada perokok (McKay dan Blumberg, 2002; Lotto dan Fraga, 2000; Cherubini, et al., l999; Princen, et al., l998; van het Hof, et al., l997 dalam Carol Brannon, 2009). Dua penelitian yang melibatkan pria sehat melaporkan peningkatan dalam jeda waktu setelah mengkonsumsi hijau atau teh hitam terhadap oksidasi kolesterol LDL. Meskipun studi ini menemukan penundaan dalam oksidasi LDL, disarankan bahwa asupan sehari-hari dari 7 sampai 8 cangkir teh itu tidak cukup untuk meningkatkan konsentrasi catechin yang cukup tinggi untuk menghambat oksidasi LDL (McKay dan Blumberg, 2002; Hodgson, et al, 2000; Miura, et al, 2000 dalam Carol Brannon, 2009). Disarankan, tapi tidak terbukti, bahwa konsentrasi plasma catechin yang lebih tinggi, serupa dengan konsentrasi yang dicapai pada studi in vitro, dapat dicapai dan dipertahankan oleh konsumsi teh secara berulang dari waktu ke waktu, misalnya, satu cangkir teh setiap dua jam. Efek dari minum teh dapat bervariasi karena perbedaan colonic microflora pada individu dan perbedaan genetik pada enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme polifenol (Hodgson, et al., 2003; McKay dan Blumberg, 2002 dalam Carol Brannon, 2009). Disfungsi endotel, khususnya endotelium yang menurunkan kegiatan oksida nitrat, yang berkontribusi bagi pengembangan dan perkembangan aterosklerosis. Fungsi endotel normal termasuk mengatur nada vasomotor, aktivitas platelet, Leukocyte adhesi, proliferasi otot polos vaskular melalui pelepasan oksida nitrat (NO) dan hormon lain (Duffy, 2001 dalam Carol Brannon, 2009). Disfungsi endotel dikaitkan dengan peningkatan stres oksidatif dan gangguan aliran darah melalui arteri. Antioksidan dapat memperbaiki disfungsi endotel. A randomized, placebocontrolled, crossover studi dari 50 pasien penyakit jantung koroner ditemukan bahwa jangka pendek (dua jam setelah asupan teh 450 ml) dan jangka panjang (setelah asupan harian 900 ml selama empat minggu) terbalik disfungsi vasomotor endotel. Fungsi vasomotor brachial artery diperiksa dengan USG vaskular pada awal penelitian dan setelah setiap intervensi. Plasma flavonoid meningkat setelah konsumsi teh jangka pendek dan jangka panjang. Air digunakan sebagai plasebo dan itu tidak berpengaruh pada fungsi endotelium ( Duffy, et al, 2001 dalam Carol Brannon, 2009). Peningkatan plasma total homocysteine dianggap sebagai faktor risiko independen pada kejadian atherosclerosis dan CVD. Vitamin B6, B12, dan folat telah ditemukan dapat menurunkan kadar plasma total homocysteine (Hodgson, et al., 2003 dalam Carol Brannon, 2009). Dua pengamatan studi menemukan hubungan terbalik yang kuat antara asupan teh dan plasma total homocysteine level (de Bree, et al., 2001; Nygard, et al., 1997 dalam Carol Brannon, 2009). Sebuah studi kohort pada 1.960 orang dewasa yang dilakukan oleh (Jacques, et al, 2001 dalam Carol Brannon, 2009) juga melaporkan menemukan hubungan terbalik antara konsumsi teh dan kadar plasma total homocysteine setelah disesuaikan dengan asupan kopi. Studi ini tidak melaporkan hubungan positif antara kafein dan kadar plasma total homocysteine. Namun, orang lain telah melaporkan temuan yang bertentangan dengan studi yang disebutkan sebelumnya. Dalam salah satu studi klinis kecil (20 orang) asupan harian dari 4 gr teh hitam padat, setara dengan 1 L teh hitam yang kuat, meningkatkan plasma homocysteine levels. Efek kafein pada tingkat homocysteine tidak dievaluasi dalam studi ini (Olthoff, et al., 2001 dalam Carol Brannon, 2009). Studi klinis kecil lainnya (22 orang) tidak menemukan efek dari konsumsi teh hitam pada kadar homosistein plasma (Hodgson, et al., 2003 dalam Carol Brannon, 2009). Tekanan darah tinggi dapat mempercepat perkembangan aterosklerosis. Walaupun penelitian yang melibatkan hipertensi hewan dan satu penelitian peminum teh hitam di Norwegia telah melaporkan efek menguntungkan dari polyphenols teh hijau pada tekanan darah tinggi, efek ini belum pernah dilaporkan dalam studi baru-baru ini di Jepang, Australia, dan United Kingdom (McKay dan Blumberg, 2002; Hara, 2001; Hodgson, et al., l999; Wakabayashi, et al., l998; Bingham, et al., l997; Stensvold, et al., l992 dalam Carol Brannon, 2009). Teh, termasuk teh hitam, teh hijau, dan teh polifenol, telah ditemukan mampu menurunkan kadar kolesterol tinggi pada binatang (tikus dan hamster) yang diberi diet tinggi lemak dan kolesterol (Vinson dan Dabbagh, l998; Yang dan Koo, l997; Matsumoto, et al., 1998; Yang dan Landau, 2000 dalam Carol Brannon, 2009). Hanya empat dari 13 studi epidemiologi melaporkan hubungan terbalik antara konsumsi teh dan kadar kolesterol darah (McKay dan Blumberg, 2002; Tewari, et al., 2000; Langley-Evans, 2000; Serafini, et. al., 1996; Vinson, et al., l995 dalam Carol Brannon, 2009). Satu uji klinis yang melibatkan 240 orang dengan hiperkolesterolemia ringan menemukan bahwa konsumsi dari theaflavin yang diperkaya suplemen ekstrak teh hijau efektif dalam menurunkan total baseline kolesterol dan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL (Maron, et al., 2003 dalam Carol Brannon, 2009). Dengan demikian, bukti ilmiah tidak mendukung efek protektif teh terhadap CVD. Menarik untuk dicatat bahwa studi yang dilakukan di Eropa dan Asia cenderung lebih positif menunjukkan hubungan antara asupan teh dan kesehatan jantung dari studi di US (Saranow, 2004). Namun, lebih banyak riset, terutama uji klinis, dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi mekanisme yang bertanggung jawab atas perlindungan ini. Sebuah skala besar uji klinis pada manusia belum dilakukan (Saranow, 2004 dalam Carol Brannon, 2009). Anggur Merah dan PJK Perkiraan atau hipotesis bahwa mengkonsumsi anggur merah (red wine) dapat mencegah penyakit jantung koroner bermula dari French Paradox. Angka kematian akibat penyakit jantung di Perancis lebih rendah daripada Amerika, padahal masyarakat Perancis mengkonsumsi mentega dan makanan berlemak lebih banyak dari Amerika. Rata-rata tekanan darah dan kadar kolesterol masyarakat Perancis juga lebih tinggi dari Amerika. Tampaknya ini berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Perancis yang mengonsumsi red wine setiap hari. Adanya kandungan alkohol pada red wine memberi hipotesis bahwa alkohol inilah yang berperan. Banyak penelitian prospektif menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi alkohol secara ringan-menengah(60 ml/hari) dengan PJK, namun hal tersebut dapat bias karena juga dipengaruhi gaya hidup dan diet yang berbeda. Sebagian penelitian mengatakan, alkohol meningkatkan HDL, namun belum ada uji klinis yang memastikan bahwa alkohol dapat meningkatkan HDL. Penelitian menggunakan etanol murni menunjukkan bahwa etanol dapat menghambat agregasi/pengumpulan platelet yang berperan pada penyakit jantung koroner. Namun, kemampuan tersebut lebih besar pada red wine daripada etanol murni sehingga terdapat zat lain yang lebih berperan untuk menghambat agregasi platelet. Bir, minuman anggur putih (white wine), dan minuman beralkohol lainnya lebih sedikit, bahkan gagal untuk menghambat agregasi platelet. Perkiraan zat pada red wine yang bermanfaat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan zat seperti vitamin yang terdapat alamiah pada tanaman, termasuk teh, buah, dan sayur. Pada anggur, flavonoid terutama terdapat pada kulitnya. Steine (Circulation, 1999, vol.100) dan banyak peneliti lain mengungkapkan bahwa flavonoid bersifat antioksidan sehingga dapat menghambat oksidasi LDL pada dinding pembuluh koroner. Manfaat lain flavonoid adalah menghambat platelet yang berperan pada aterosklerosis. Menurut Folt dari Universitas Wisconsin, tampaknya terdapat flavonoid tertentu pada red wine yang dapat menghambat aktivitas platelet, seperti quercetin, rutin, kaempferol, apigenin, dan amentoflavon. Buah lain, seperti jeruk, yang juga mengandung flavonoid tidak dapat menghambat agregasi platelet. Faktor-faktor lain yang berperan pada aterosklerosis juga dipengaruhi oleh flavonoid pada anggur, seperti menghambat pembelahan sel otot polos pembuluh darah, memperbaiki fungsi endotel, dan menghambat ekspresi Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1). Dengan demikian, flavonoid pada red wine tampaknya memberi efek negatif pada aterosklerosis melalui berbagai mekanisme. Flavonoid juga ditemukan pada buah anggur ungu sehingga mengkonsumsi jus/sari anggur ungu juga dapat memberi efek perlindungan bagi jantung. Sepertiga kandungan flavonoid terdapat pada biji anggur. Meskipun demikian, belum ada pernyataan yang memastikan hubungan antara anggur dan pencegahan PJK. Penelitian uji klinis berskala besar secara acak masih perlu banyak dilakukan. Oleh karena itu, konsumsi anggur untuk tujuan ini, terutama red wine, belum direkomendasikan resmi, termasuk oleh AHA. Khusus untuk red wine, orang yang belum mengonsumsi wine tidak direkomendasikan meminumnya untuk tujuan pencegahan PJK. Bagi yang telah biasa minum, tidak boleh melebihi 60 ml/hari (Andria, 2007)