24 jam kehidupan muslim

advertisement
Dua Puluh Empat Jam
dalam Kehidupan
Seorang Muslim
Harun Yahya
Semua terjemahaman Alquran berasal dari Tafsir Alquranul Karim
Departemen Agama Republik Indonesia
Alih Bahasa: Rina S. Marzuki
Editor: Yelvi Andri Z.
1
Daftar Isi
Pendahuluan
Dua Puluh Empat Jam dalam Kehidupan Seorang
Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Bangun di Pagi Hari
Kebersihan
Berpakaian
Sarapan
Dalam Perjalanan
D i Te m p a t K e r j a
Berbelanja
Olahraga dan Latihan Fisik
Berdoa
Berangkat Tidur di Malam Hari
Pola Pikir Qur’ani Seorang Beriman
S i k a p t e r h a d a p K e l u a r g a d a n Te m a n
Sikap terhadap Nikmat
Sikap terhadap Keindahan
Ta n g g a p a n t e r h a d a p k e j a d i a n y a n g t a m p a k b u r u k
Sikap Selama Sakit
S i k a p y a n g D i t u n j u k k a n d a l a m K e s u l i t a n d a n Te k a n a n
Sifat Unggul dan Khas Milik Orang Beriman
Kewaspadaan terhadap Godaan Setan
P e n g e r t i a n , Te n g g a n g R a s a d a n M e m a a f k a n
Sabar
Perkataan yang Baik
Kepedulian
Keramahan
Damai dan Saling Menghormati
Menghindari Amarah dan Perselisihan
Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Menghindari Curiga dan Gunjingan
Menghindari Hinaan
Pengorbanan diri sendiri
Bertindak adil
Kejujuran
Penutup
2
Pendahuluan
Dalam Al Qur’an, Allah langsung menjawab semua pertanyaan yang
jawabannya dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memberikan
pemecahan yang sempurna dan paling masuk akal untuk semua masalah yang
muncul. Seperti firman Allah pada ayat kedua surat Al Baqarah, " Kitab (Al
Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa." Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah telah menjelaskan
segalanya dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman. (QS Yusuf, 12:111)
… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An Nahl, 16:89)
Orang yang beriman mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan Al Qur’an dan
berjuang untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap hari apa yang telah dia baca
dan pelajari dari ayat-ayat Al Qur’an. Dalam segala perbuatannya sejak bangun di
pagi hari sampai tidur di malam hari, dia berniat untuk berpikir, berbicara, dan
bertindak berdasarkan ajaran Al Qur’an. Allah menunjukkan dalam Al Qur’an
bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri utama seluruh kehidupan orang beriman.
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am, 6:162)
Tetapi ada orang yang berpikir bahwa agama hanyalah meliputi ritual yang
terbatas pada waktu-waktu tertentu—bahwa hidup hanya terdiri atas waktu sholat
dan waktu lainnya. Mereka memikirkan Allah dan hidup setelah mati hanya di saat
mereka berdoa, berpuasa, bersedekah, atau naik haji ke Mekah. Di waktu lain
mereka tenggelam dalam urusan dunia. Hidup di dunia ini bagi mereka adalah
perjuangan tanpa arah yang jelas. Orang semacam itu hampir memisahkan diri dari
Al Qur’an sepenuhnya dan memiliki tujuan sendiri dalam hidup, pemahaman
sendiri mengenai akhlak, pandangan sendiri mengenai dunia dan pedoman nilainya.
Mereka tidak mengerti apa arti ajaran Al Qur’an sebenarnya.
Seseorang yang melaksanakan ajaran Al Qur’an dan mengikuti Sunnah
Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup tentu akan menjalani hidup yang sangat
3
berbeda dengan orang yang bermental seperti kita sebutkan tadi. Orang ini tidak
akan lupa bahwa dia adalah bagian dari takdir yang Allah telah tetapkan atasnya
dan akan menjalani hidupnya dengan percaya dan berserah diri pada-Nya. Dengan
demikian, dia akan tahu bahwa dia tidak perlu khawatir, sedih, takut, resah, pesimis
atau tertekan; atau dikuasi oleh kepanikan pada saat kesulitan menghadang. Dia
akan menghadapi semua yang datang kepadanya dengan cara yang Allah tunjukkan
dan izinkan. Semua perkataan, keputusan, dan tindakannya menunjukkan bahwa
dia hidup sesuai dengan Sunnah yang merupakan kerangka pengamalan dari ajaran
Al Qur’an. Baik di saat sedang berjalan, menyantap hidangan, pergi ke sekolah,
menuntut ilmu, bekerja, berolah raga, mengobrol, menonton televisi, atau
mendengarkan musik, dia sadar bahwa dia bertanggung jawab menjalankan
hidupnya sesuai dengan rida Allah. Dia menyelesaikan semua urusan sesuai amanat
yang diembannya dengan sebaik-baiknya, sekaligus berpikir bagaimana meraih rida
Allah dalam urusan yang dikerjakannya. Dia tidak pernah bertindak dengan cara
yang tidak diperkenankan oleh Al Qur’an dan berlawanan dengan Sunnah.
Hidup dengan nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan mengamalkan perintah
dan nasihat yang diberikan oleh Al Qur’an pada segala segi kehidupan. Hal
demikian dan pelaksanaan Sunnah adalah satu-satunya cara agar manusia mampu
mencapai hasil terbaik dan yang paling membahagiakan di dunia dan akhirat.
Tuhan berfirman dalam Al Qur’an bahwa seseorang dapat mencapai kehidupan
yang terbaik dengan melakukan amal saleh:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97)
Dengan kehendak Allah, menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunnah
akan membuat seseorang mampu mengembangkan sebuah pemahaman yang luas,
kecerdasan yang unggul, kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan
yang salah, dan kemampuan untuk mempertimbangkan sebuah urusan secara
mendalam. Karakteristik ini akan menjamin seseorang yang memilikinya akan
menjalani setiap saat dalam hidupnya dengan kemudahan yang bersumber dari
kelebihan tersebut. Seseorang yang menjalani hidupnya dengan berserah diri
kepada Allah dan sesuai dengan ajaran Al Qur’an akan sepenuhnya berbeda dengan
orang lain dalam hal cara bertindak, duduk dan berjalan, dalam sudut pandangnya
dan dalam cara menjelaskan serta menafsirkan sesuatu, juga dalam pemecahan
yang ia temukan atas persoalan yang dihadapinya.
Buku ini akan menelaah hal-hal yang dilakukan dan kejadian yang dihadapi
oleh manusia hampir setiap hari dalam kehidupan dari sudut pandang seorang
Muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Buku ini akan menunjukkan
4
bagaimana seorang muslim harus menyikapi berbagai kejadian sehari-hari dan
situasi yang dihadapinya. Ada dua tujuan dari buku ini: untuk memberikan gagasan
mengenai hidup yang baik yang dapat dimiliki berkat ajaran Al Qur’an, dan untuk
mengajak semua orang ke dalam hidup yang lebih baik melalui ajaran ini. Sudah
pasti bahwa hanya ajaran Al Qur’an yang mampu membuat seseorang menjalani
hidupnya setiap jam dalam setiap hari, dan setiap saat dalam hidupnya dalam
suasana surgawi, lingkungan damai yang jauh dari tekanan, keresahan, dan
kekhawatiran di dunia ini.
5
Bab 1
DUA PULUH EMPAT JAM DALAM
KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Bangun di Pagi Hari
Salah satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya
menurut ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan
yang dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam
kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya:
True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman
segera menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak
bertuhan dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak
bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa ada (seperti
yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap pengalaman
yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa Arab)
diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti nyata
akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga merupakan nama untuk
bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang hampir sama dengan hal itu
adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal ini dapat dijabarkan sebagai
kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan pada saat yang bersamaan
menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya iman. Namun hanya
mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat mengenali
“tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190 Surat
Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang
berakal. (QS. Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap
hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada
iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu
nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang
perlu direnungkan. Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan
semua yang dapat dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi
yang tidak jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa
berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia
6
pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain
sampai waktu yang ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui
apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu
pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan,
kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada
saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan untuk
kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah kehilangan kesadaran terhadap
dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang
sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan
merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita
renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan
bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok
pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana
atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini
dan berterima kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya
dan perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang
diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga.
Di saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada
Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa
mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi
perintah dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai
hari dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada
nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil;
dia akan berperilaku sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang
mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan
dituntun untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat
Allah yang telah diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa
7
memberikan itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia
merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran
dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang
kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami
berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian
mereka tetap berpaling (juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan
tidur sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya
pada mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah
sejak saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara
yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling dari agama dan menolak untuk merenungkan
kenyataan ini tidak akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki
atau mengetahui nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di
pagi hari, mereka merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan
tertekan dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari
mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan setiap
pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam diri
mereka antara bangun dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang sering
dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak
senang saat mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah;
sejak mereka bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena
melakukan hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak
menyadari bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir
yang Allah berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai
hari dengan hasrat untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada
orang lain dengan harta maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang
dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al
Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka
kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah
telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi
pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin
saja merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan
kewajiban mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat
berikut:
8
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka,
sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al
Anbiya', 21:1)
Jelas bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini
telah melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi
mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita harus
merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan kita
jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Kebersihan
Ada beberapa hal yang menimbulkan perubahan di tubuh Anda pada saat
bangun di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda berbau tak
sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan dari mulut anda. Wajah kusut yang
kita lihat di cermin dan penampilan yang tidak rapi menunjukkan
ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka di pagi hari, menggosok
gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan orang yang telah dekat dengan
ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda dengan orang lain, dan hanya Allah
yang tidak memiliki kekurangan.
Lebih dari itu, saat seseorang yang ikhlas kembali kepada Allah memandang
ke cermin dan merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya, dia makin paham
bahwa dia tidak dapat memiliki keindahan apa pun hjanya dengan kekuatan
keinginannya semata.
Bisa dilihat bahwa Allah telah menciptakan dalam hamba-Nya kekurangan
untuk mengingatkan mereka akan ketergantungan mereka kepada-Nya. Jelas bahwa
menjadi kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam waktu singkat merupakan
contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada manusia bagaimana cara untuk
mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan nikmat berupa tersedianya sabun
mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah memberitahu hal ini kepada kita dalam Al
Qur’an:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan;
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94:
5-6)
Kemampuan untuk memperhatikan rahasia penciptaan nikmat dan bersyukur
kepada Allah atas hal itu hanya dimiliki oleh orang beriman yang dikaruniai
pemahaman.
9
Saat seseorang yang beriman sedang membersihkan dirinya, di pagi hari atau
di waktu lain di hari tersebut, ia berterima kasih kepada Allah yang telah
menyediakan alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia tahu bahwa Allah
mencintai kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang pembersihan diri
sebagai ibadah kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia dengan senang
hati mematuhi apa yang diperintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5 Surat Al
Muddatstsir:
… dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (QS
Al Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam ayat berikut diterangkan peristiwa saat perang Badar. Allah berfirman
bahwa Dia menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar mereka
membersihkan diri mereka dan untuk keperluan lainnya.
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit
untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan darimu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan manusia untuk
membersihkan diri, harta benda dan rumah mereka. Selain dapat membersihkan
kotoran yang terlihat dan bakteri yang tak terlihat, air juga mampu membuat kita
merasa tenang. Saat air membasuh tubuh, air akan menghilangkan elektron statis
yang menyebabkan rasa lelah dan pegal. Kita tidak dapat melihat elektron statis di
tubuh kita, tetapi elektron statis ini akan kita sadari karena adanya suara
menghentak di saat kita membuka baju hangat. Ini adalah kejutan listrik kecil
karena kita menyentuh sesuatu atau karena gerakan rambut kita. Saat kita
membersihkan badan, kita menghilangkan elektron statis yang telah terkumpul
sehingga badan terasa ringan dan nyaman. Sejuknya udara setelah hujan reda juga
merupakan bukti bahwa air telah membersihkan elektron statis di udara.
Allah menyukai orang yang bersih dan berpenampilan rapi. Hal ini dapat
dilihat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan tubuh para
penghuni Surga.
Allah berfirman "… Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda
untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang
tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24), dan dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa
di sana terdapat “istri-istri (bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga
(QS Al Baqarah, 2:25; QS Ali 'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)
Sebagian manusia mementingkan penampilan rapi hanya apabila mereka ingin
disukai orang lain; mereka tidak peduli pada penampilan dan kebersihan mereka di
10
saat orang lain tidak ada. Merasa tenang berjalan di dalam rumah hingga malam
hari tanpa membersihkan diri, wajah yang kotor, dan bau napas tak sedap, tidak
terurus, tempat tidur tidak tertata dan kamar yang tidak dirapikan disebabkan oleh
pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru kaum Muslimin untuk menciptakan lingkungan yang
terbaik dan terbersih bagi diri mereka sendiri dan memerintahkan setiap orang
untuk menjaga kebersihan sebaik mungkin dalam segala hal mulai dari makanan
dan pakaian sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan;
karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al
Baqarah, 2:168)
Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
… (Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk
… (QS Al A'raf, 7:157)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian
maqam Ibrahim tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim
dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang
iktikaf, yang rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari."
Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya
kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk pergi
ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat
manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, (QS Al Kahfi, 18:19)
… dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian
(dari dosa). Dan ia (Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam
19:13)
Sementara gaya hidup orang-orang jahiliah membuat mereka menciptakan
lingkungan yang tidak nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali dengan tangan
mereka sendiri, kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, menjalani hidup
11
yang baik di dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan yang
menyulitkan diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara kaum
muslimin menata hidup mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan semangat,
tempat setiap orang dapat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian pikiran.
Singkatnya, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, orang beriman akan bersih diri
dan berpenampilan baik, bukan untuk orang lain, tetapi karena demikianlah yang
dikehendaki oleh Allah dan secara alami, karena cara inilah yang terasa paling
nyaman. Dengan membersihkan tempat tinggal mereka, mereka merasakan
kesenangan yang berlimpah karena menciptakan lingkungan yang membuat orang
lain merasa nyaman di dalamnya; dalam hal kebersihan mereka tidak sedikit pun
menunjukkan keengganan, dan mereka senantiasa berusaha sekuat tenaga agar
bersih dan berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada saat orang yang beriman memutuskan pakaian mana yang hendak
dikenakannya sepanjang hari dan mengenakannya, dia menyadari sebuah kenyataan
penting: bahwa pakaian adalah salah satu dari nikmat Allah yang tidak terhitung
banyaknya dan ada kebaikan dalam adanya pakaian. Semua orang mengambil
manfaat dari nikmat ini, tetapi hanya seorang muslim yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur’an yang mampu menghargai dengan baik bahwa pakaian yang indah
adalah kasih sayang dari Allah dan bersyukur kepada-Nya atas berkah tersebut.
Pakaian segera mengingatkan orang beriman bahwa makhluk hidup adalah sumber
pakaian wol, kapas, dan sutra. Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di setiap saat
dalam hidup kita, diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan ciptaan
yang menakjubkan. Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan makhluk
hidup yang memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai macam
pakaian dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah, maka bahan
mentah tersebut tidak akan ada.
Meskipun mereka sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang tidak peduli
atau, karena kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka miliki. Karena
mereka diberi pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir, berpakaian telah
menjadi kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka dari menyadari
bahwa pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk mensyukurinya.
Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nikmat di dunia adalah agar
manusia berterima kasih kepada-Nya atas semua nikmat tersebut. Oleh karena itu,
marilah kita mempelajari alasan mengapa Allah menciptakan pakaian untuk kita.
Mari kita mulai dari manfaat pakaian tersebut untuk kita.
Pakaian seolah sebuah tameng yang melindungi tubuh manusia dari dingin,
sinar matahari yang berbahaya, dan bahaya ringan di sekitar kita seperti lecet dan
cedera. Kalau kita tidak memiliki pakaian, kulit tipis yang menutupi tubuh manusia
akan sering terluka oleh berbagai bahaya ringan tersebut. Tentu itu menyakitkan,
mengancam kesehatan, dan kulit dapat mengalami kerusakan yang parah.
12
Allah berfirman dalam Al Qur’an tentang alasan lain penciptan pakaian
pelindung:
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al
A’raf, 7: 26)
Sebagaimana yang disampaikan ayat ini, pakaian memberi manusia
penampilan yang lebih indah.
Jelaslah bahwa pakaian merupakan kebutuhan yang tak bisa dielakkan dan
nikmat sangat penting yang telah Allah berikan kepada kita. Orang beriman yang
menyadari ini akan sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengenakan
pakaian. Ini menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat
yang telah dikaruniakan-Nya.
Sifat lain yang dikaruniakan kepada orang beriman berdasarkan nilai-nilai
yang diajarkan oleh Al Qur’an adalah kesederhanaan dalam membelanjakan uang
yang juga diterapkan pada saat membeli pakaian. Dia membeli barang yang dia
butuhkan, cocok dengannya, dan tidak berlebihan. Dia tidak menghamburkan uang
dengan membelanjakan uang untuk barang yang tidak diperlukannya. Ayat berikut
menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah yang demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian dalam berpakaian bagi seseorang yang menjalani hidup
sesuai Al Qur’an tidak hanya berhenti sampai di sini. Sebagai contoh, selain
berpakaian dengan pakaian yang bersih, orang beriman yang menghargai keindahan
akan berhati-hati dalam berpakaian dengan baik dan juga disesuaikan dengan
situasi yang ada. Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian itu
menyenangkan untuk dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa contoh
mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya mengenai
hal ini dalam sabdanya kepada kita:
“Makanlah apa yang kamu suka, dan pakailah apa yang kamu suka
dengan memperhatikan bahwa tidak terdapat dua hal: berlebih-lebihan dan
kemewahan yang sia-sia.” (Maulana Muhammad Mansyur Nu'mani, Ma'ariful
Hadith)
Berikut ini juga merupakan keterangan yang diberikan kepada kita mengenai
bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap saat seorang utusan datang kepada Rasulullah. dia akan
mengenakan pakaian terbaiknya dan memerintahkan sahabat-sahabat
13
dekatnya untuk melakukan hal yang sama (Tabaqat Hadith, Volume 4, Nomor
346)
Ketika seorang sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya dan terlihat
tidak rapi, Nabi Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini telah
disampaikan kepada kita:
Rasulullah sedang berada di mesjid, di saat seseorang dengan rambut
tidak disisir rapi dan janggut kusut datang. Nabi (SAW) menunjukkan jari
kepadanya, seperti mengisyaratkan padanya bahwa dia harus merapikan
rambut dan janggutnya. Orang tersebut pergi dan melakukan apa yang
diisyaratkan, kemudian kembali. Nabi (SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik
jika setiap orang dari kalian datang dengan rambut terurus?" (Malik's
Muwatta, Volume 2, Nomor 949)
Dalam Al Qur’an, Allah berfirman bahwa pakaian dan perhiasan merupakan
bagian dari nikmat terbaik di Surga. Beberapa di antaranya disebutkan dalam ayatayat berikut:
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelanggelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (QS Al
Hajj, 22:23)
… mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk)
berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan
dipakaikan kepada mereka gelang yang terbuat dari perak … (QS Al Insan,
76:21)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman mengenai sutra halus dan sutra
tebal, dan perhiasan yang terbuat dari emas, perak dan mutiara. Perhiasan yang kita
miliki di dunia ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi orang yang beriman,
memandang perhiasan ini (mereka memilikinya atau tidak) merupakan sarana yang
menuntunnya untuk merenungkan Surga dan keinginan yang lebih besar untuk
mencapainya. Orang beriman merenungkan tujuan penciptaan semua itu dan
menyadari bahwa segala nikmat di dunia ini tidaklah kekal. Satu-satunya nikmat
sejati dan yang kekal terdapat di akhirat.
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami
tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan
amalan(nya) dengan baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka
surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka
dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera
14
halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipandipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat
yang indah. (QS Al Kahfi, 18:30-31)
Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang menjalani hidup
sesuai Al Qur’an dan Sunnah dalam hal pakaian adalah bahwa penampilan luar
sangat penting dalam membangun hubungan dengan orang lain. Berdasarkan alasan
ini, orang beriman akan memberikan perhatian lebih pada apa yang akan dia
kenakan ketika mengajak orang lain menerima agama Al Qur’an. Dia akan sangat
bersemangat memakai pakaian yang bersih, bersahaja, dan cocok dengannya. Ini
menunjukkan pengabdiannya kepada perintah Allah dan penghormatannya kepada
orang lain.
Hanya mereka yang hidup sesuai Al Qur’an saja yang sangat memperhatikan
kondisi psikologis seseorang. Dia juga berhati-hati agar dapat seberhasil mungkin
dalam menyampaikan jalan keselamatan yang abadi. Dia pun sangat teliti mengenai
apa yang sedang dikenakannya.
Sebagai kesimpulan, orang beriman yang menjadikan Nabi Muhammad,
SAW sebagai teladan, selalu berada dalam keadaan bersih, rapi, dan berpakaian
menarik. Dia sangat menikmati hal ini karena mengharapkan meraih ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk
berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia
pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa
semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman
adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan dapat
menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk lain.
Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam
mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru
adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya di
dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah peringatan bagi orang beriman dalam hidup ini akan
pedihnya api Neraka. Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan orang-orang yang
dimasukkan ke dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang pedih. Dalam
beberapa ayat, Dia menggambarkan pedihnya api yang telah diciptakan-Nya untuk
orang-orang yang berpaling dari-Nya:
15
(Hari pembalasan itu) ialah hari ketika mereka diazab di atas api
neraka. (QS Adz Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu
dalam keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang
bernyala-nyala. (QS AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman memikirkan dengan imannya yang mendalam mengenai
api yang bergejolak dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada Allah pun muncul.
Mereka berdoa kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka. Dengan
cara ini, hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi peringatan akan
persoalan yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang sangat penting bagi
orang beriman.
Seseorang yang sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka mengenai
makanan yang dimakannya untuk sarapan akan memperoleh banyak petunjuk
darinya. Rasa dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya
makanan dan warna-warninya merupakan nikmat. Semuanya menyediakan protein,
asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan cairan yang dibutuhkan
tubuh. Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan secara teratur dan cukup.
Yang menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi kita. Ini malah merupakan
sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran, nasi, dan roti memenuhi
kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak kesenangan.
Sebenarnya, semua yang telah kita bahas tadi merupakan hal yang amat sepele
dan diketahui dengan baik oleh setiap orang. Semua orang akrab dengan kegiatan
itu dalam setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia dilahirkan. Namun sebagian besar
orang tidak merenungkan hal ini dengan benar. Dia tidak sadar bahwa semua itu
telah dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan keseharian kita. Semuanya
disepelekan begitu saja, tidak ada kesadaran tentang betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan dan minuman lezat tersebut mampu menyediakan
berbagai manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap makanan atau minuman itu
merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah yang
berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena vitamin dan mineral
yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang dimilikinya, madu berguna
untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa
Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh
16
manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah
itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang
yang memikirkan. (QS An Nahl, 16:68-69)
Orang beriman yang merenungkan proses pembuatan madu menjadi sadar
akan keajaiban penciptaan yang terkandung di dalamnya. Dia segera mengerti
bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi bahan mentah dasar untuk
madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi madu, maupun madu yang
menakjubkan itu sendiri, tidak dapat terjadi secara kebetulan. Hal ini mendekatkan
dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut, kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah kecil kepada Allah juga
merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang beriman akan mengerti
bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu yang tidak memiliki
kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita pahami, bekerja tanpa
henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan tugasnya yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging, susu, keju, dan manfaat lain dari binatang sebagai nikmat
bagi manusia dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat
pelajaran yang penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang
ada dalam perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah
yang banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun,
23:21)
Ada keterangan tentang “apa yang ada dalam perutnya”, ketika ayat tersebut
menerangkan kepada kita tentang manfaat yang kita ambil dari hewan. Misalnya,
ada sesuatu yang tertinggal dalam proses pencernaan dari pakan yang dimakan oleh
sapi, air yang diminum oleh sapi, darah yang mengalir dalam pembuluh darah, dan
alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan keajaiban bahwa aroma manis, bersih,
campuran putih semacam susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia,
dapat dihasilkan dari campuran rumit semacam itu. Hebatnya lagi, susu dihasilkan
dengan sifat paling menyehatkan, padahal jelas susu terletak pada bagian yang
mengandung kotoran.
Petunjuk lain tentang pengetahuan Allah yang Mahaluas adalah kenyataan
bahwa satu-satunya bahan mentah yang digunakan untuk menghasilkan susu adalah
rumput hijau. Namun hewan yang menghasilkan susu ini dapat mengeluarkan
cairan putih dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem mengagumkan yang Allah
ciptakan dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan kepada kita
tentang bagaimana susu dibuat:
17
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat
pelajaran bagimu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam
perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah
ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui, susu merupakan minuman yang sangat kaya akan
beberapa bahan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan cairan yang
berperan penting dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang berasal dari hewan, kecil bentuknya namun nilai gizinya
sangat besar, adalah telur. Pembentukan gudang protein, vitamin, dan mineral ini
merupakan keajaiban yang lain. Seekor ayam yang rendah tingkat kecerdasannya
mampu menghasilkan telur setiap hari dan melindungi telur yang dihasilkannya
dengan kemasan yang mengagumkan. Memperhatikan bagaimana kulit telur
dibentuk secara menakjubkan mengelilingi cairan yang ada di dalam kulitnya,
walaupun tanpa pelindung, meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh orang
beriman terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang dianggap oleh sementara manusia harus tersedia
dalam sarapan, berasal dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan tersebut
mengalami proses tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma manis. Beriburibu macam tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan kekuasaan,
kekuatan, dan kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah menciptakannya.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak
sama (rasanya)… (QS Al An'am, 6:141)
Allah memberi kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Dia
menciptakannya banyak nikmat untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam
hidup di dunia ini dengan kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang
menunjukkan akhlak terpuji di saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa mereka akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga.
Sebagai contoh, sementara sebagian orang menyantap sarapan yang lezat, orang
lain hanya memiliki sedikit makanan. Namun orang beriman, kaya atau miskin,
akan selalu bertingkah laku dengan cara diridhai oleh Allah dan bersyukur kepadaNya dengan ikhlas. Apabila dia kaya, dia tidak akan sombong atau menjadi tinggi
hati. Apabila dia miskin, dia tidak akan khawatir dan menyesali keadaannya.
Orang beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya. Dia juga
menyadari bahwa segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al Qur’an
menyatakan bahwa Allah akan menguji manusia melalui kebaikan dan keburukan.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
18
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).
Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35).
Dengan alasan ini, orang yang hidup sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa
bukanlah nikmat yang dia terima, melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah
yang bernilai di hadapan Allah. Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan
ikhlas bersyukur kepada Allah. Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia
akan menambah nikmat kepada mereka yang bersyukur dengan ikhlas dan
kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan orang yang tidak bersyukur akan
pedihnya siksa di Neraka:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih." (QS Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan bukti kesempurnaan ciptaan di sekililingnya, dan
juga alasan di balik penciptaan makanan, juga akan melihat kehendak Yang
Mahakuasa di dalam susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan untuk memakan
makanan dengan mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya, bibirnya, gigi,
lidah, rahang, kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama dalam keselarasan yang
sempurna. Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga beberapa fungsi dapat
dilakukan pada waktu bersamaan tanpa menimbulkan gangguan. Gigi memotong
makanan menjadi bagian-bagian kecil, dan lidah terus-menerus mendorong
makanan di sela-sela gigi untuk dikunyah. Dengan otot yang kuat, rahang
membantu gigi mengunyah ketika orang yang makan menggerakkan lidahnya
dengan cara yang sesuai. Bibir berperan sebagai pintu yang tertutup dengan rapat
untuk mencegah makanan keluar dari mulut.
Selain itu, bagian-bagian yang membentuk organ-organ tubuh ini bekerja
sama dalam keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai dengan tempat dan
susunannya, menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan mengunyahnya.
Seluruh gigi diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan fungsinya masingmasing. Setiap gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang tertentu agar dapat
bekerja sama dengan baik dengan gigi yang ada di tempat yang berlawanan
dengannya. Tentunya organ ini tidak memiliki kesadaran atau kecerdasan. Gigi
tidak dapat menentukan sendiri bagaimana bekerja sama dengan gigi yang lain.
Dan koordinasi luar biasa seperti yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi secara
kebetulan. Setiap bagian dibuat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak ada keraguan bahwa rancangan menakjubkan ini berasal dari Allah
Yang “telah menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah telah menciptakan semua ini
untuk memudahkan manusia memakan makanannya dan mengambil manfaat serta
menikmatinya.
19
Hal penting lainnya yang direnungkan oleh orang beriman adalah kenyataan
bahwa dia dapat mencium bau makanan di dapur dan mengecapnya tanpa susah
payah. Hal ini dimungkinkan oleh indera yang dimilikinya. Indera pengecap dan
penciumannya, yang tidak berhenti sepanjang hidupnya, bekerja dengan sempurna
tanpa biaya apa pun; mereka tidak pernah berlatih untuk menggunakannya dengan
cara yang benar, dan mereka pun tidak menyadari kegiatan indera tersebut.
Apabila seseorang tidak memiliki indera pengecap ini, berbagai macam rasa
dari daging, ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan selai tidak akan ada arti
baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan tidak akan lezat, hambar,
tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut. Tidak diragukan lagi bahwa
rasa dan indera yang menerimanya telah secara khusus diciptakan untuk manusia.
Adalah kesalahan besar jika tidak menyadarinya karena kelalaian akibat kebiasaan.
Al Qur’an menerangkan bahwa Allah menciptakan makanan yang baik dan bersih
untuk manusia:
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit
sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta
memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu
adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir,
40:64)
Sudah barang tentu, bagi orang-orang yang berpikir, setiap rasa merupakan
sarana untuk bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya, mengingat-Nya
dengan penuh rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih pada-Nya.
Orang beriman yang mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan minuman
datang dari Allah, memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga
bersyukur kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi
yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian,
maka dari itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun
kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya
mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS Ya Sin,
36:33-35)
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah
menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang
telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka
menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka.
Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka
20
makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka
mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian orang tidak berpikir tentang pentingnya beberapa kenyataan yang
sangat penting. Padahal, mereka telah menyantap makanan yang berasa dan
beraroma lezat yang telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna sepanjang
hidup mereka. Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa Allah telah
menciptakan nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan mereka harus
bersyukur kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas sebuah sikap
yang keliru. Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan ditanya di
akhirat, tentang apakah mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang beriman menyadari bahwa Allah telah memberikan tubuh sebagai
amanat. Dia bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini sebaik
mungkin. Untuk itu dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara yang
sehat. Dia tahu bahwa agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat, sehingga harus
diberi makanan yang cukup dengan menu yang seimbang. Dia tahu bahwa
tubuhnya harus mendapat semua makanan yang dibutuhkannya untuk pertumbuhan
100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi,
baik di saat sarapan, maupun pada waktu lainnya di hari tersebut, dia akan makan
makanan sehat dan alami. Dia menghindari makanan yang berbahaya, walaupun
terlihat menarik dan lezat. Dia tidak akan lalai atau ceroboh dalam masalah ini.
Misalnya, dia tahu bahwa berfungsinya alat tubuhnya, kemampuan tubuhnya untuk
membersihkan bahan beracun, dan kemampuan tubuhnya untuk menghilangkan
sakit dan lelah, semuanya tergantung pada air (banyak orang mengabaikan untuk
meminumnya secara teratur). Dia dengan seksama meminumnya dalam jumlah
yang cukup sepanjang hari. Nabi kita, SAW dalam beberapa kesempatan
menunjukkan kepada kita akan pentingnya air.
"All praise is due to Allah Who has made it delicious and sweet by His
grace and has not made it either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya
Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam sebuah perjalanan dia duduk di suatu tempat dan
meminta air dari orang yang berada di sebelahnya. Setelah membasuh tangan dan
wajahnya dan meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya, “Percikkan
sebagian airnya pada wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad,
SAW bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi Allah Yang telah membuatnya lezat dan manis dengan
kasih sayang-Nya dan tidak membuatnya asin atau membahayakan.” (Imam
Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut
berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya. Sebagian
21
besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir. Allah
menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang
(banyak). (QS Al Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan,
25:47)
Orang beriman melihat hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih
cinta dan ridha Allah serta untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja
keras melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada
agar tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi Sulayman AS,
sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml, dengan harapan bahwa
Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya sepanjang hari:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu
yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap orang yang meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan
menghadapi banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal
yang dilihat oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas
kehendak-Nya, dan terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang beriman
memandang ke langit dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua itu telah
diciptakan dengan cara yang menakjubkan. Dia memahami bahwa kebenaran ayat
berikut berada di hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap
yang terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Fungsi langit sebagai sebuah “atap yang terpelihara” disebabkan oleh
atmosfernya. Atmosfer ini menutupi bola bumi dan melakukan tugas pentingnya
agar manusia bertahan hidup. Atmosfer menolak sinar yang datang dari luar
angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Atmosfer menghancurkan meteor
besar dan kecil yang menuju ke bumi dan mencegah meteor agar tidak mengancam
bumi dan makhluk di dalamnya. Atmosfer juga melindungi bumi dari suhu yang
membekukan (sekitar minus 270 derajat Celcius) di luar angkasa. Walaupun
sebagian orang tidak peduli akan hal ini sebagaimana mestinya, Allah telah
menciptakan sebuah lingkungan yang cocok untuk kita dan melindungi kita dari
ancaman yang mungkin datang dari langit.
22
Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa orang beriman yang mengamati
langit akan segera memahami bukti bahwa langit adalah ciptaan yang paling selaras
dan sempurna.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu
akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat, dan
penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (QS Al Mulk, 67:3-4)
Allah berfirman dalam Al Qur’an bahwa terdapat tanda-tanda dalam
penciptaan langit dan bumi bagi mereka yang mengamatinya dengan iman.
Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak
mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan
Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan
padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi
pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (mengingat Allah).
(QS Qaf, 50:6-8)
Orang beriman yang dengan seksama melayangkan pandangannya dari langit
ke bumi akan melihat bukti lain dari penciptaan-Nya. Di bawah bumi tempat dia
berjalan di atasnya dengan percaya diri terdapat sebuah lapisan batu meleleh yang
luar biasa panasnya disebut “magma”. Sebagai perbandingan dengannya, kerak
bumi sangatlah tipis, yang artinya bahwa batu meleleh ini berada sangat dekat di
bawah kaki kita. Jadi, ketebalan kerak bumi dibandingkan dengan bagian dalam
bumi itu sendiri dapat diibaratkan dengan ketebalan kulit apel dibandingkan dengan
keseluruhan apel. Orang beriman yang memikirkan hal ini akan sangat paham
bahwa dunia dan seluruh makhluk hidup di dalamnya ada karena keseimbangan
sempurna yang telah Allah ciptakan berdasarkan kehendak-Nya, dan setiap ciptaan
dapat terus hidup dengan aman karena kehendak Allah.
Orang beriman yang melihat dengan mata yang penuh renungan akan
memperhatikan keindahan di sekelilingnya dan ciptaan yang menakjubkan.
Misalnya, karena merupakan nikmat Allah, burung di langit, buah-buahan yang
menghiasi jendela pajang toko dengan warnanya yang menarik, dan bau sedap yang
berasal dari toko roti punya makna bagi orang beriman. Makna ini tidak dapat
dimengerti oleh orang lain.
Orang beriman yang merenungkan berbagai macam bukti yang tidak terhitung
jumlahnya yang dia temui selagi berjalan di jalanan juga akan berhati-hati dalam
berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan tanpa menyombongkan diri atau
23
pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan…" (QS Luqman, 31:19). Orang yang rendah hati patuh pada
perintah Allah dan, seperti dalam aktivitas-aktivitasnya yang lain, tidak berlebihan
dalam cara berjalan. Hal ini dapat disukai dalam pandangan Allah maupun di mata
orang beriman.
Orang beriman mengetahui bahwa Allah telah menciptakan manusia dan
mengaruniai mereka dengan semua sifat-sifatnya. Namun orang-orang yang tidak
mengikuti ajaran Al Qur’an tidak akan peduli pada kenyataan ini dan menganggap
bahwa sifat yang ada pada mereka merupakan milik mereka sendiri. Orang-orang
yang berpikir bahwa kecantikan, kemakmuran, pengetahuan, dan kesuksesan
mereka adalah milik mereka sendiri menjadi bangga dan sombong. Karena
kesombongan tersebut, mereka ingin menunjukkan keunggulan mereka dengan
menindas orang lain. Tingkah laku ini terlihat dari cara mereka berjalan
sebagaimana cara mereka berbicara dan bertindak. Padahal, semua orang tidak ada
artinya di hadapan ilmu dan kekuasaan Allah. Kita membutuhkan Allah di tiap saat
dalam hidup kita. Dalam Al Qur’an, Allah memperingatkan kita mengenai hal ini
dan melarang kita untuk bersikap sombong:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap orang yang hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an selalu menyadari
ketidakberdayaannya, dan dia hidup berdasarkan kehendak Allah. Hanya Tuhan
Semesta Alam saja yang telah memberikan apa yang dia miliki. Dan karena dia
hidup dalam kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di sekitarnya
berdasarkan Al Qur’an.
Jelaslah bahwa seseorang tidak dapat menempuh jarak jauh dengan berjalan
kaki dalam sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang dekat. Kemampuan untuk
berjalan memang merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah. Namun, manusia
tidak mampu berkelana menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki.
Tubuh mereka akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu tidak mampu berjalan
lebih jauh lagi. Allah mengetahui kelemahan hamba-hamba-Nya ini dan telah
menciptakan binatang dan kendaraan untuk membawa mereka, dan telah membuat
transportasi menjadi mudah. Berikut adalah beberapa ayat Al Qur’an yang terkait
dengan nikmat Allah yang menunjukkan kemuliaan, kasih sayang, dan belas kasihNya kepada hamba-Nya:
24
Dan mereka (ternak-ternakmu) memikul beban-bebanmu ke suatu
negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan
kesukaran-kesukaran (yang menyulitkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah
menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya. (QS An Nahl, 16:7-8)
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan
menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS
Az Zukhruf, 43:12)
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu
apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintahNya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada Manusia. (QS Al Hajj, 22:65)
Dengan menggunakan akal, jelaslah bagi kita bahwa Allah-lah Yang telah
menciptakan bahan-bahan seperti besi dan baja yang memiliki kemampuan tertentu,
dan mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam menciptakan bermacammacam kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang membuat kendaraan
seperti mobil, bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya, Allah telah
mempermudah kita untuk menempuh perjalanan yang tidak mungkin kita lakukan
seorang diri. Apa yang harus kita lakukan sebagai balasan atas nikmat ini adalah
dengan mengingat Allah di saat kita naik ke atas kendaraan, memuji nama-Nya, dan
berterima kasih kepada-Nya. Allah berfirman kepada kita mengenai ini:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat
Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi
kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya." (QS Az
Zukhruf, 43:13)
Berjalan jauh masa kini jauh lebih cepat, mudah dan nyaman daripada masa
lalu. Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an, merenungkan hal ini
merupakan cara penting untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bersyukur
kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang beriman juga mengingat Allah ketika dia berada dalam perjalanan. Dia
merenungkan orang di sampingnya yang mengemudikan mobil, model dan warna
25
mobil tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya, pergerakan mereka, tulisan di
jendela belakang mobil yang ada di depannya, barisan bangunan sepanjang jalan,
bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan tulisan yang ada padanya. Semuanya
telah diciptakan oleh Allah atas perintah-Nya. Allah menyampaikan ini kepada
manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS
Al Qamar, 54:49)
Allah menciptakan benda-benda yang kita temui setiap saat dalam hidup kita,
bukan hanya untuk orang tertentu, tetapi juga untuk miliaran manusia di bumi. Bagi
seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al Qur’an, memikirkan hal ini adalah
sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa Allah senantiasa berada di sisinya,
dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan perbuatannya. Karena kesadaran akan
kenyataan ini senantiasa bersamanya sepanjang hari, kemacetan, atau kendaraan
yang mengambil jalurnya, atau kesulitan lain yang dia alami tidak akan mengubah
sikap berserah dirinya kepada Allah.
Sebagian orang memandang ketidakberuntungan kecil saja sebagai sebuah
hambatan besar. Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang kehilangan kendali atas
diri sendiri, bertingkah laku secara tidak masuk akal. Mereka mungkin mulai
menggerutu sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki kesabaran saat mereka
terjebak dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan membunyikan
klakson terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu adalah karena
mereka telah lupa bahwa segalanya berada dalam kendali Allah.
Bagi orang yang berpaling dari Allah, transportasi bukanlah sebuah nikmat,
melainkan sebuah gangguan dan hal yang menjengkelkan. Misalnya, lubang di
jalan, kemacetan lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan banyak hal lainnya
memenuhi pikirannya sepanjang hari. Padahal, pikiran yang tak berguna ini
tidaklah bermanfaat baginya, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang
akan datang. Sebagian orang mengaku bahwa hal utama yang mencegah mereka
dari berpikir terlalu dalam mengenai masalah ini adalah perjuangan yang mereka
lakukan di dunia. Karena waktu yang harus mereka korbankan untuk memenuhi
kebutuhan makan, tempat tinggal dan kesehatan, mereka mengaku tidak punya
waktu untuk berpikir mengenai keberadaan Allah atau bukti-bukti yang menuntun
kepada iman. Namun ini tak lain hanyalah tindakan menghindari tanggung jawab.
Tugas seseorang sebagai kepala keluarga dan jabatannya tidak ada hubungannya
dengan berpikir. Seseorang yang, dalam rangka meraih ridha Allah, memikirkan
bukti-bukti yang menuntun kepada iman, perintah Allah, akhirat, kematian, dan
merenungkan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dalam kehidupan ini,
akan mendapatkan pertolongan Allah bagi dirinya. Dia akan melihat bahwa banyak
permasalahannya dapat dengan mudah diselesaikan dan dia akan mampu
meluangkan waktu dan istirahat untuk merenung.
26
Orang beriman tidak pernah lupa bahwa Allah telah menciptakan setiap situasi
yang dialaminya sepanjang hari. Tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar kita
bersabar atau menggunakan pikiran kita untuk menyelesaikan masalah dengan cara
yang paling disukai Allah. Apabila ada masalah yang tidak mampu diselesaikan
seorang diri, maka yang harus dilakukan adalah bersabar. Marah, berteriak, dan
menghujat seperti yang dilakukan sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada
artinya karena dapat membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah jika ada orang yang menganggap bahwa cobaan hanya muncul dalam
bentuk kepedihan yang luar biasa dan tragedi sebagai ujian bagi kesabaran kita.
Allah menguji manusia sepanjang hari dengan berbagai cobaan, baik yang besar
maupun kecil. Jadi, hal yang menjengkelkan seperti terjebak kemacetan atau
terlambat menuju suatu tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian bagi manusia.
Namun, dalam situasi ini, mereka yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an tidak
merasa jengkel dan tetap bersabar tanpa berkeluh-kesah. dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan bahwa salah satu sifat orang beriman adalah tetap bersabar dengan
cobaan yang datang kepada mereka:
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orangorang yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang yang menafkahkan
sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (QS Al-Hajj,
22:35)
Dalam menghadapi kecelakaan lalu lintas yang mungkin mereka alami, orang
beriman menjaga ketenangan mereka dan berserah diri kepada takdir, tidak dalam
arti diam saja, tetapi secara realistis menerima apa yang telah Allah tentukan pada
mereka. Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif dengan menyadari bahwa
Allah telah menciptakan apa yang terjadi kepada mereka dan mereka mencoba
melakukan sesuatu untuk mengobati lukanya, mencari bantuan, dan menghentikan
kerusakan. Mereka tahu bahwa mereka bertanggung jawab setiap saat dalam
kehidupan duniawi ini untuk bertindak dengan apa yang disukai oleh Allah.
Dalam Surat Al-Mulk, Allah menerangkan tujuan penciptaan manusia dan
tanggung jawab yang diberikan kepada kita:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di
antaramu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun. (QS Al Mulk, 67:2)
Orang beriman yang menjalani setiap saat dalam kehidupan dunianya sesuai
dengan ajaran Al Qur’an tidak akan membiarkan pikirannya dikuasai oleh pikiran
yang tidak berguna dan tidak masuk akal selama perjalanan. Dia mengarahkan
perhatiannya pada hal dan peristiwa yang dapat dia renungkan dengan mendalam.
27
Misalnya, mereka yang telah jauh dari ajaran Al Qur’an, ketika memperhatikan
burung yang terbang di udara akan melihatnya sebagai kejadian biasa. Namun
demikian, bagi orang beriman, burung yang jelas tidak menempel pada suatu apa
pun, tetapi tetap melayang di udara yang renggang dan melakukan gerakan
manuver dengan sayapnya yang lemah; dan sayap mereka yang dirancang agar
mereka dapat terbang, bergerak cepat dan melakukan manuver ini; dan paruh
mereka mereka dengan susunan yang diciptakan khusus agar mereka dapat makan
dengan baik; cara terbang mereka, susungan rangka tulang yang khusus, dan sistem
pernapasan, syaraf dan lainnya; susunan aerodinamis dan rumit dari bulu-bulu
mereka; cara pembuatan sarang mereka; alat penginderaan mereka, cara berburu
dan memberi makan, tingkah laku mereka, suara yang mereka buat di saat kawin
dan waktu-waktu lainnya; kenyataan bahwa sistem yang mereka amati pada burung
jelas adalah rancangan yang menakjubkan, adalah bukti keberadaan Allah,
kekuatan, dan ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk memperhatikan hal ini dalam
Al Qur’an: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang
mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang
menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat segala sesuatu" (QS Al Mulk, 67:19).
Di saat orang beriman berada dalam perjalanan mereka, mereka mengamati
ciptaan yang menakjubkan seperti yang ada di sekeliling mereka. Mereka menjadi
saksi setiap saat akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar hari mereka
untuk bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al Qur’an
sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai moral.
Bagi orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu, melakukan
pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun. Allah
menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan," dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah, 62:11)
Orang beriman menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan
mencegahnya dari mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan
mengabaikan atau menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi. Allah
mengajak kita untuk memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu
petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
28
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati
dan penglihatan menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah
karena keinginan yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu
kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran agama
demi mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak, dan meraih
kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak melaksanakan sholat atau
menunaikan kewajiban lainnya, dan mereka tidak menunjukkan watak terpuji,
walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka.
Mereka menginginkan kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya,
mendapat jabatan dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat, memiliki
perkawinan yang baik dan anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang
memisahkan manusia dari nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh dengan
mengutamakannya daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu
adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan menggapai akhirat
sebagai cita-cita. Orang beriman juga ingin mendapatkan nikmat yang sama:
pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang dan harta milik sendiri. Namun mereka
memiliki beberapa sifat yang membedakan mereka dari orang lain: mereka
melakukan semua pekerjaan mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang
mereka di jalan yang dituntun oleh Allah. Dan dalam perniagaan mereka,
sebagaimana dalam hal lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah
Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena
mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih
kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS At
Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan iman yang sangat mendalam akan berbuat
sekuat tenaga untuk menghindar dari terjebak dalam nafsu semacam ini. Ada
sebuah sifat mulia yang dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang
akan mereka tunjukkan, dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan.
Dalam melakukan pekerjaan mereka jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja
keras, adil, dan sederhana. Seluruh perhatian mereka diarahkan untuk
meraih ridha Allah dan menjaga batasan yang telah ditetapkan antara yang
29
benar dan yang salah. Allah telah memerintahkan orang beriman bahwa
dalam bekerja mereka dilarang melanggar hak orang lain, mereka harus
memberikan takaran dan berat yang sempurna berdasarkan keadilan, dan
tidak mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud: 85).
Dalam beberapa ayat Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja,
memperlakukan orang dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap
mencari ridha Allah:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS Al Isra', 17:35)
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu. (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan
perdagangan dan perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: "..
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al
Baqarah, 2:275)
Hal lain yang diterangkan oleh Allah adalah bagaimana mengatur
perdagangan dan utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat
berutang (yang akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan),
dia harus menuliskannya. Apabila orang yang berutang tersebut tidak mampu atau
lemah atau tidak mampu menyebutkannya, maka walinya harus menyebutkan
untuknya dengan adil. Dan dua orang dari golongan mereka harus harus menjadi
saksi. (QS Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam
pekerjaan mereka adalah membahas pandangan orang lain saat mengambil
keputusan, memulai usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman
dalam Al Qur’an bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan
dan perniagaan, Al Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke
dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar
stress dan tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam lingkungan
yang sehat dan damai, tempat mereka dapat berserah diri kepada Allah, mengambil
keputusan yang tepat, dan berunding dengan orang lain saat mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat berpikiran terbuka dalam kehidupan
kerjanya, dalam menyusun rencana, baik jangka panjang maupun jangka pendek
dan merancang berbagai tahapannya. Dan setelah dia mulai bekerja, dia akan benarbenar memperhitungkan tahapan selanjutnya, tindakan apa yang akan memastikan
kesuksesan baginya untuk waktu yang lama dan kemungkinan jalan lain. Dan dia
30
akan memperhatikan segala peringatan yang telah diberikan Allah dalam Al Qur’an
untuk memastikan bahwa langkah yang menurutnya bermanfaat untuk dilakukan
tidak akan merugikannya di tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam
pekerjaannya, dia akan berdoa terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta
Allah untuk memudahkannya dan dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan
yang berhasil, kecuali Allah menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan yang dia
kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha Allah.
Di masa kita hidup saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu
pengetahuan telah terjadi. Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat
membayangkannya. Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas
kesempatan yang tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan,
teknologi, transportasi canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan kemajuan
seperti saat ini. Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari seluruh dunia
dapat saling berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi informasi, dan menjalin
hubungan. Tentu saja, semuanya adalah nikmat yang harus direnungkan dalamdalam. Para nabi yang telah dijadikan sebagai contoh oleh Allah dalam Al Qur’an
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, dan senantiasa mengingat
Allah serta bersyukur kepada-Nya di saat menjalani pekerjaan mereka. Dalam Surat
Saba’, Allah berfirman:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam
bentuk) gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring
yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).
Bekerjalah, Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit
sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba', 34:13)
Berbelanja
Saat ini berbelanja merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya,
banyak orang menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko
demi mendapatkan busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka
menghabiskan banyak uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja
dalam hidup mereka. Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah
penuh, mereka mungkin akan membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak
berkurang. Bagi orang ini, berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat
orang yang lupa diri saat berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian
mereka sesali telah membelinya.
Sudah barang tentu, berbelanja adalah penting bagi setiap orang dan bahkan
bisa menjadi sebuah kegiatan sehari-hari yang menyenangkan. Namun yang salah
adalah jika belanja dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam diri manusia dan
membuat mereka sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati. Mereka
mencurahkan seluruh hidup, pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan ini. Bukan
31
mencari jalan yang diridhai oleh Allah Yang telah menciptakan mereka, mereka
malah mencoba mencari kepuasan dalam pekerjaan sepele seperti berbelanja.
Seperti dalam bagian lain dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur’an pun akan mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai
kebaikan yang telah diciptakan oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang
terjadi. Baginya, berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan, melainkan
kesempatan untuk mencukupi dirinya dan keluarganya dengan barang yang dia
butuhkan. Berbelanja sudah pasti tidak akan menjauhkannya dari melakukan
kewajibannya kepada Allah. Allah memerintahkan orang beriman di dalam Al
Qur’an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap ridha-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya; dan
adalah keadaan (mereka itu) melewati batas. (QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang pergi berbelanja akan selalu ingat: Allah telah
menciptakan berbagai macam makanan, pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi
orang beriman. Namun di banyak negara, karena pengangguran, kemiskinan atau
konflik, orang tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan. Walaupun tinggal
di negara yang kaya akan sumber daya alam, ada orang yang terlalu miskin untuk
dapat membeli kebutuhan mereka. Semua ini berada di bawah kekuasaan Allah.
Jumlah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diberikan kepada manusia
memiliki alasan tersendiri. Allah mengingatkan kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan
menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
beriman. (QS Az Zumar, 39:52)
Allah telah menciptakan berbagai macam keadaan untuk menguji manusia.
Dan orang beriman tidak akan berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam
keadaan apa pun dia berada. Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya
hanyalah bersifat sementara. Untuk itu, dia berkemauan keras untuk bertindak
setiap saat dengan cara yang disukai Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya
kepada Allah atas nikmat-Nya di dalam hati, dalam ucapannya, dan dalam
tindakannya. Dia membelanjakan karunia yang dimilikinya pada amal saleh, dan
jika Allah membatasi nikmat yang diterimanya, dia akan bersabar dan tetap
bersyukur dengan ikhlas kepada-Nya. Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan
32
kemiskinan dan berdoa agar Allah memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan,
orang beriman ridha atas keputusan Allah dan berharap agar Allah merasa ridha
dengannya.
Namun manusia yang mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat
yang tidak hidup berdasarkan ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur
mereka di saat berhadapan dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun.
Allah melaknat mereka dalam Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak mampu
melihat bahwa kekayaan dan kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan yang
sama dengan pengalaman mereka akan kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya, lalu dia dimuliakanNya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, "Tuhanku telah
memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi
rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr,
89:15-16)
Allah telah menciptakan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya di bumi ini.
Namun, orang yang tidak menyadari hal ini lupa bahwa hanya atas kehendak Allah
dan izin-Nya sajalah mereka dapat membeli makanan dan pakaian mereka. Mereka
tidak berterima kasih kepada Allah. Mereka justru terus-menerus bertindak di
bawah kendali hawa nafsu. Semua yang mereka pikirkan di saat berbelanja adalah
pakaian mana yang akan dikagumi teman-teman mereka. Apa yang memenuhi
pikiran mereka seringkali adalah: di mana mereka dapat membeli pakaian dengan
model terbaru dan paling menarik dalam hal warna dan mutu yang mereka
inginkan. Mereka selalu menaruh perhatian kepada apa yang dimiliki orang lain.
Mereka iri akan semua itu. Mereka tidak sanggup hidup tanpa harta benda maupun
materi. Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan dan harta benda. Mereka
membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa yang diterima oleh
orang lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir bahwa mereka
diperlakukan tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al Qur'an, Allah
menerangkan sikap tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan apa yang mereka
miliki dan selalu menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang
besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukuri(nya). (QS An Naml, 27:73)
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa
nikmat yang ada di sekelilingnya merupakan pemberian dari Allah. Mereka berhatihati untuk tidak membelanjakan uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang
berbelanja, dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari buang-buang uang dan
waktu. Dia bertindak sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an:
33
“.. makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah lupa bahwa Allah menyebut orang yang menghamburhamburkan uang secara berlebihan sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al
Isra’, 17:27).
Al Qur'an menuntut kita untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja
atau membeli barang lainnya. Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat
dermawan. Allah menerangkan hal ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orangorang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang
demikian (QS. al-Furqan, 25:67)”. Ayat ini meningkatkan kearifan yang
ditunjukkan oleh orang-orang beriman dalam cara mereka berbelanja.
Olahraga dan Latihan Fisik
Setiap orang beriman mengetahui bahwa tubuhnya telah diamanahkan
kepadanya untuk digunakan dalam waktu yang singkat di kehidupan dunia ini. Dia
bertanggung jawab untuk memeliharanya sebaik mungkin. Oleh karena itu dia
berhati-hati menjaga kesehatannya. Untuk itu, dia menyediakan waktu dengan
sungguh-sungguh dalam kegiatannya sehari-hari untuk melakukan olahraga atau
latihan fisik. Olahraga dan latihan fisik membantu menguatkan tubuh,
memberikannya daya tahan, dan membuat tubuh mampu berfungsi teratur dan
sehat. Olahraga memungkinkan orang beriman untuk bekerja lebih baik lagi untuk
mendapatkan ridha Allah dan beramal saleh.
Metabolisme (kerja tubuh) manusia tidak akan baik jika kita tidak melakukan
kegiatan. Metabolisme diciptakan untuk mendukung pergerakan. Saat ini diketahui
bahwa olahraga memiliki banyak manfaat: olahraga memperkuat kekebalan tubuh,
peredaran darah, pernapasan, dan sistem saraf. Olahraga membuat tubuh memiliki
daya tahan lebih terhadap kuman dan penyakit. Olahraga menjamin keteraturan
fungsi sistem hormon, hati dan pembuluh darah. Olahraga memperkuat otot, sendi,
dan urat otot. Olahraga meningkatkan kondisi tubuh dan kekuatan. Olahraga
membantu memelihara keseimbangan dalam gula darah, mengurangi tingkat
kolesterol “jahat”, dan menambah tingkat kolesterol “baik”.
Alasan lain mengapa orang beriman berusaha berolahraga dengan baik, adalah
karena kesehatan fisik adalah ciri yang disorot oleh Allah dalam Al Qur'an, untuk
kita perhatikan. Misalnya, dapat dilihat pada ayat 144 Surat al-A’raf, ketika Allah
berkata kepada Musa AS dan memilihnya untuk memimpin Bani Israil. Kisah
tersebut menceritakan tentang kekuatan fisiknya. Ayat lain menceritakan kekuatan
fisik Talut AS yang diutus untuk memimpin kaumnya:
34
Nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana
Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup
banyak?" Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu
dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:247)
Ada alasan lain, mengapa orang beriman harus dengan seksama
memperhatikan kebutuhan olahraga: apabila orang yang menyampaikan ajaran Al
Qur'an berpenampilan fisik yang kuat dan menarik, dia akan memiliki pengaruh
terhadap orang lain. Penampilan luar orang tersebut yang terhormat dan menarik
akan memberi kesan yang baik bagi mereka yang sedang diajaknya berbicara.
Oleh karena itu, orang beriman harus selalu berusaha untuk memelihara tubuh
yang kuat dan sehat. Mereka tidak boleh malas, teledor, atau ceroboh dalam hal ini.
Berdoa
Ayat ke-56 Surat Adz Dzariyat yang berbunyi: “Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” menyatakan
bahwa Allah telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Dengan kata
lain, tujuan diciptakannya manusia adalah, sebagaimana firman Allah dalam Al
Qur'an, untuk mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Untuk
itu, orang yang menerima Al Qur'an sebagai pedoman hidup mereka akan
menempatkan pengabdian kepada Allah di atas segalanya. Mereka menggunakan
kehidupan singkat mereka (sekitar 70 tahun bila Allah menghendakinya) dengan
memperhatikan kehidupan akhirat dan meraih ridha Allah. Hal ini terlihat dengan
sendirinya dalam setiap saat di kehidupan duniawi mereka.
Orang beriman selalu menyadari bahwa ajaran Al Qur'an berlaku tidak hanya
pada sebagian saja dari hidupnya di dunia ini, atau pada saat atau tahapan tertentu
di dalamnya, melainkan pada seluruh hidupnya. Dia mematuhi semua perintah
Allah dengan sepenuh kemampuannya dan melakukan sebanyak mungkin
kebajikan yang dapat dia lakukan, Dia menghabiskan waktunya dengan amal
ibadah sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam Al Qur'an. Di saat dia
telah menyelesaikan pekerjaannya, dia melanjutkan ke pekerjaan berikutnya.
Karena Allah berfirman dalam ayat 162 Surat Al An’am, (6:162): “Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam,” dia mengejar apa yang baik dan bermanfaat, dan
tidak ada kata henti, tunggu, atau batasan dalam usahanya tersebut. Bagi orang
beriman, memulai pekerjaan baru setelah yang sebelumnya diselesaikan adalah
penting karena dia tahu bahwa dia harus menghabiskan setiap detik yang diberikan
kepadanya di dunia ini dengan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah. Dia akan
35
memberi perhatian kepada hidup setelah mati dalam setiap saat yang telah
dilewatinya di dunia ini. Untuk itu, dia menghabiskan setiap menit dengan hanya
mengharapkan ridha Allah, dan mengerjakan semua yang dia harapkan paling
diridhai oleh Allah. Dalam Al Qur'an, Allah menyampaikan kepada orang beriman
untuk mencurahkan usahanya menuju ke arah tersebut:
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS Alam-Nasyrah, 94:7)
Perbuatan orang beriman untuk mendapatkan ridha Allah tidak berhenti dari
hari ke hari. Hal ini ditunjukkan dalam ayat ke-76 Surat Maryam: “Dan amal-amal
saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya.” Dan dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa Dia
menginginkan agar manusia tekun dalam ibadah mereka:
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah)? (QS Maryam, 19:65)
Jalan pemikiran sesat dari sebagian kaum jahiliyah dalam persoalan ini,
menjerumuskan mereka ke dalam keragu-raguan akan keberadaan kehidupan setelah
mati dan hanya melakukan beberapa kegiatan peribadatan dari waktu ke waktu saja.
Sebagian orang membuat kekeliruan yang sangat besar ketika berusaha
memperoleh nikmat di dunia ini, yang mereka jadikan sebagai tujuan. Mereka
melakukan apa saja untuk menjadi kaya, mendapat jabatan, dan mendapatkan hal lain
yang mereka inginkan. Dalam waktu yang sangat singkat mereka terlibat dalam sebuah
perlombaan yang besar demi “harga yang sedikit” (QS. At-Taubah, 9:9) yang akan
segera lenyap dari mereka. Namun orang beriman yang mengejar ridha Allah dan jalan
menuju Surga, berjuang hanya demi Allah. Al Qur'an menggambarkan sifat orang
beriman ini:
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke
arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu
adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. (QS Al Isra’, 17:19)
Orang beriman yang menghabiskan seluruh harinya dengan mencari ridha
Allah giat dan bersemangat dalam menunaikan sholatnya. Dia mengingat Allah
sepanjang hari di dalam hatinya dan dalam kegiatannya dan merenungi dalamdalam kekuasaan-Nya, kecerdasan-Nya, pengetahuan-Nya, karya seni-Nya, dan
sifat-sifat-Nya yang lain. Sikap ini merupakan penerapan dalam kehidupan seharihari dari perintah yang ada dalam ayat-ayat berikut:
36
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta
bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari." (QS Ali ‘Imran, 3:41)
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan
petang. (QS Al A’raf, 7:205)
Dalam ayat 28 Surat ar-Ra’d, Allah berfirman bahwa hati hanya akan merasa
damai jika mengingat Allah:
… (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah… (QS. ar-Ra’d, 13:28)
Seseorang yang menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuknya akan sangat
berhati-hati dalam melakukan ibadah seperti sholat lima waktu, berpuasa, dan
berwudhu, sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Misalnya, sholat tepat waktu
adalah hal yang penting. Dia tidak membiarkan urusan dunia menghalanginya
dalam menunaikan sholat. Setiap dia sholat, dia melakukannya dengan rendah hati,
suka-cita dan bersemangat, berharap bahwa hal itu akan membawanya semakin
dekat kepada Allah.
Namun demikian, orang yang tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan
semangat yang benar, melainkan untuk pamer atau takut akan pendapat orang lain,
tidak dapat merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah. Saat mereka
melakukan sholat, mereka tidak tahu bahwa itu dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah. Pikiran mereka terlalu tenggelam dalam urusan sehari-hari sehingga sulit
untuk dapat mengingat Allah dan memuji-Nya. Dalam Al Qur'an, Allah
memperingatkan orang-orang yang lalai dalam sholatnya:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS Al Ma’un,
107:6)
Ini berarti, mereka menunda sholat dari waktu yang telah ditentukan dan
bahkan tidak melaksanakannya sama sekali. Sekalipun demikian, meski Surat
tersebut tidak merujuk pada hal itu, orang yang cerdas akan melihat peringatan
akan kelalaian dalam sholat.
Orang yang lalai keliru ketika berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu
untuk Allah tanpa takut kepada-Nya, memikirkan-Nya dan tanpa merasakan
kehadiran atau kedekatan-Nya. Perilaku yang akan membawa seseorang lebih dekat
kepada Allah meliputi keiklasan dalam mendirikan sholat, takut kepada Allah dan
kepatuhan serta merendahkan-diri di hadapan-Nya.
37
Sebagian orang memiliki pandangan yang sangat sempit tentang sholat,
menganggap bahwa cukuplah mematuhi beberapa perintah Allah saja dalam sehari.
Padahal, menurut Al Qur'an, ibadah tidak hanya terbatas pada perintah agama
seperti sholat, berpuasa, haji, dan bersedekah.
Ibadah berarti melayani. Jadi, ibadah meliputi tingkah laku seseorang dan
pikirannya serta segala hal yang dilakukan dan diucapkan sebagai hamba Allah.
Sepenting apa pun sebuah kewajiban sholat sebagai sebuah amal ibadah pribadi,
begitu pula halnya mengalahkan kemarahan, menggunakan tutur kata yang sopan,
melakukan kebaikan dan melarang kejahatan, memberikan kepercayaan kepada
muslim yang lain dan tidak bersikap menang sendiri; semua ini juga termasuk
perbuatan ibadah. (Untuk lebih lengkapnya bacalah karya Harun Yahya Commonly
Disregarded Rulings of the Qur'an (dalam Bahasa Indonesia berarti, Aturan Al
Qur’an yang Sering Diabaikan). Karena itu, perilaku baik termasuk hal yang harus
dilaksanakan dan diterapkan dengan cara yang sama dalam hal semangat dan
kekhusyukan dengan amal ibadah. Tentu, sejalan dengan itu, seorang Muslim harus
mengetahui berbagai hubungan muamalah di dunia, seperti jual-beli, sewamenyewa, pernikahan, dan perceraian yang dapat diterima, serta cara yang benar
untuk melakukan hal-hal tersebut. Singkatnya, orang beriman menunjukkan
kepedulian yang sangat besar di setiap saat dalam hidupnya pada perintah Allah
dalam Al Qur'an serta terhadap perintah, larangan, dan tuntunan Rasulullah SAW.
Salah satu amal ibadah yang paling penting yang dapat dilaksanakan oleh
orang beriman sepanjang hari adalah berdakwah, yaitu mengajak manusia
mengikuti jalan yang benar, menyampaikan kebaikan kepada mereka, dan
memperingatkan mereka akan kejahatan, serta mengajak mereka untuk
meningkatkan pengetahuan mereka mengenai Islam, Iman, dan Ihsan serta
membaca Al Qur'an. Ibadah ini merupakan bagian penting dalam kegiatan mereka
sehari-hari. Orang beriman bertanggung jawab setiap saat sebagai wakil Allah di
antara makhluk-Nya dan menyerukan agama Allah melalui perkataannya,
perilakunya, dan keberadaan dirinya sendiri. Tanggung jawab ini tidak semata-mata
terbatas pada kegiatan ibadah. Orang beriman akan berusaha menjadi teladan bagi
orang di sekitarnya dengan bertindak dengan cara sebaik mungkin. Allah berfirman
mengenai hal ini dalam Al Qur'an:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana (QS At Taubah, 9:71).
Orang beriman bersemangat untuk melakukan semua yang bisa dia
lakukan untuk mengajak orang lain kepada Allah dan kepada jalan-Nya. Dia akan
38
menyampaikan kepada mereka mengenai Allah, Keesaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya,
tujuan penciptaan mereka, perilaku, dan perbuatan baik serta bentuk kehidupan
yang disukai oleh Allah. Mereka juga menyampaikan kebaikan, kejahatan,
kebenaran, dan kekeliruan yang difirmankan dalam Al Qur'an, Hari pembalasan,
Neraka dan Surga, dan pembahasan lain semacam itu. Dia akan menyampaikan
kepada mereka mengenai Nabi Muhammad SAW dengan cara sedemikian rupa
sehingga membuat mereka tertarik kepadanya, untuk mengikuti dan
meneladaninya.
Perbincangan antar-orang beriman benar-benar menjadi peringatan bersama.
Mereka saling mengajak untuk mematuhi perintah Allah dan hidup berdasarkan
Sunnah Rasul-Nya SAW dan untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Singkatnya, jalan yang lazim ditempuh oleh orang beriman adalah saling
mengingatkan dan memberi peringatan.
Orang beriman menggunakan cara lisan maupun tulisan sebagai peringatan,
dan mereka dapat memanfaatkan sarana komunikasi massa yang sangat maju saat
ini. Dalam memanggil orang kepada ajaran Al Qur'an, mereka dapat memanfaatkan
televisi, radio, buku, majalah, surat kabar, internet, atau media lainnya.
Sama pentingnya dengan dakwah harian kepada Islam oleh orang beriman
yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, ada waktu yang mereka sediakan untuk
mempersiapkan dakwah tersebut. Dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan bahwa
orang yang ingin melaksanakan perjuangan pemikiran di jalan-Nya, pertama-tama
harus melakukan persiapan untuk itu. Untuk itu, sangatlah penting agar seseorang
mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk pekerjaan ini. Allah berfirman:
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu.” (QS At Taubah, 9:46)
Untuk menyampaikan pesan Allah, salah satu hal yang harus dilakukan oleh
orang beriman yang memenuhi syarat untuk berdakwah adalah mengembangkan
dirinya sendiri dan mempelajari berbagai macam pengetahuan yang berguna untuk
dapat menyampaikan agama Allah. Yaitu, dia harus mendidik dirinya sendiri, baik
dalam hal agama maupun kecerdasan. Dia harus melakukan segala usaha untuk
berbicara dan menulis dengan tepat, langsung pada pokok masalah dan tepat
sasaran, mampu meyakinkan orang lain, tepat guna, dan memuaskan pendengarnya
dengan kearifan yang dipelajarinya dari agama Allah. Syarat utamanya adalah
orang beriman mempelajari agama Islam, makna ayat-ayat Al Qur'an, dan
memahami perbuatan dan perkataan Nabi kita Muhammad SAW. Jadi, semua
persiapan dan usaha ini mendapat tempat istimewa dalam kehidupan sehari-hari
orang beriman yang mampu dan berhak untuk menyeru kepada Allah dan RasulNya.
Berangkat Tidur di Malam Hari
Bagi semua orang yang berpikir, ada banyak hal untuk direnungkan dalam
penciptaan malam. Allah mengemukakan ini kepada manusia dalam ayat Al Qur'an
39
berikut: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta-merta
mereka berada dalam kegelapan” (QS Ya Sin, 36:37). Salah satu hal penting
dalam penciptaan itu tersimpan dalam hilangnya cahaya secara perlahan-lahan dan
semakin gelapnya langit. Karena peralihan yang lambat ini, makhluk hidup dengan
mudah menjadi terbiasa dengan perbedaan cahaya dan suhu antara siang dan
malam dan tidak menghadapi bahaya karena perbedaan tersebut. Allah, dengan
ilmu dan kekuasaan-Nya Yang Mahatinggi, memiliki belas kasih kepada hambaNya dan semua makhluk hidup, dan dia memberikan nikmat tersebut kepada semua
orang. Namun sebagian besar manusia tidak memikirkannya walau hanya sekali
saja dalam kehidupan mereka.
Ketika seseorang yang menjalani hidup menurut nilai-nilai Al Qur'an
memikirkan hal ini, dia melihat bukti lain dari apa yang difirmankan Allah dalam
ayat ke-92 Surat Yusuf: “… dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang." Tidak ada keraguan bahwa bergantinya siang dan malam merupakan
salah satu dari nikmat yang tidak terhitung jumlahnya yang diciptakan Allah untuk
manusia. Supaya dapat memahami ini dengan lebih baik, Allah mengajak kita
memperhatikan akan hal ini di dalam Al Qur'an:
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu
malam terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang
akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak
mendengar?" Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan
untukmu siang terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain
Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu agar kamu beristirahat
padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS Al Qashash,
28:71-72)
Allah menciptakan keadaan, keseimbangan, dan sistem yang diperlukan untuk
siang dan malam. Hanya Allah yang mampu menolong jika salah satu dari semua
hal ini tidak ada. Apabila Allah menghendaki, dia dapat menciptakan siang terusmenerus atau malam terus-menerus. Akan tetapi, makhluk hidup tidak mampu
bertahan hidup dalam keadaan semacam itu. Jika keadaan semacam itu terjadi,
kehidupan di bumi akan berakhir. Tidak ada keraguan bahwa Allah menciptakan
siang dan malam dalam keteraturan yang sempurna, yang menyediakan lingkungan
tempat makhluk hidup mampu bertahan. Ini adalah tanda kasih sayang dan belas
kasihan-Nya. Dalam ayat yang mengikuti ayat sebelumnya, Allah berfirman
sebagai berikut:
Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya
kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari
40
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS Al
Qasas, 28:73)
Orang yang merenungkan alasan di balik bergantinya siang dan malam
hanyalah orang yang menggunakan akal pikiran untuk memikirkan penciptaan
tersebut, dan mereka yang takut kepada Allah, yaitu, yang menjalani hidup sesuai
dengan Al Qur'an. Allah menerangkan ini dalam beberapa ayat:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS Ali
‘Imran, 3:190)
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa. (QS Yunus, 10:6)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah,
2:164)
Allah menciptakan metabolisme manusia yang membutuhkan istirahat di
malam hari. Dia menerangkan hal ini dalam ayat-ayat berikut:
Dialah yang menjadikan malam bagimu supaya kamu beristirahat
padanya dan (menjadikan) siang terang-benderang (supaya kamu mencari
karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar (QS Yunus, 10:67).
Allah-lah yang menjadikan malam untukmu supaya kamu beristirahat
padanya; dan menjadikan siang terang-benderang. Sesungguhnya Allah
benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi
kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Al Mukmin, 40:61).
Selain sebagai waktu beristirahat, malam memiliki sifat lain yang sangat
istimewa. Salah satu alasan diciptakannya malam adalah karena waktu yang penuh
kedamaian dan ketenangan di seluruh penjuru dunia ini sangat bernilai untuk
kegiatan ibadah tertentu. Dibandingkan dengan siang hari, malam hari lebih
41
memberikan kemudahan untuk berpikir, membaca, dan berdoa. Allah menerangkan
ini di dalam Al Qur'an:
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada
siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama
Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS Al
Muzzammil, 73:8)
Adalah lebih mudah bagi kita untuk memusatkan pikiran di malam hari untuk
memikirkan keajaiban ciptaan Allah, membaca Al Qur'an dan berdoa. Orang
beriman yang menyadari hal ini tidak akan menghabiskan seluruh malam hanya
dengan tidur atau beristirahat. Diam-diam dia akan menghadap Allah untuk
menyampaikan kebutuhannya dan memohon pengampunan atas segala kekeliruan
dan kesalahannya. Dia akan menilai hari yang telah berlalu, meninjau ulang
kekeliruan yang telah dibuatnya, menyesali kesalahannnya, dan memohon ampun.
Dia akan menjalani waktunya di jalan yang disukai Allah, mengingat-Nya, dan
mencoba untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dia akan memikirkan banyak hal
seperti keberadaan Allah dan kemuliaan-Nya, Al Qur'an, rancangan alam semesta
yang luar biasa, makhluk hidup di bumi dengan sistem yang tanpa cacat, nikmat
yang terus-menerus diciptakan Allah, Surga, Neraka, dan keabadian. Perilaku orang
beriman yang mengabdikan sebagian malam untuk beribadah dipuji oleh Allah
dalam beberapa ayat Al Qur'an:
(Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah)… orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
(QS Al Furqan, 25:64)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a
kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap. (QS As Sajdah, 32:16)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang
dapat menerima pelajaran. (QS Az Zumar, 39:9)
Dengan jalan ini, orang beriman melaksanakan Sunnah Nabi kita SAW yang
menghabiskan sebagian waktu setiap malam dengan berdoa, renungan, dan dengan
ibadah. Hal ini disebutkan dalam satu ayat:
42
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu… (QS Al Muzzammil, 73:20)
Sebuah hadis telah disampaikan kepada kita, bahwa Nabi kita SAW berdoa
agar Allah memberinya watak dan perbuatan yang baik. Diriwayatkan bahwa beliau
berdoa sebagai berikut:
“ Ya Allah, jadikanlah jalan dan perbuatanku menjadi baik. Ya Allah,
selamatkanlah aku dari sifat dan perbuatan yang buruk.” (Imam Ghazali, Ihya
Ulumuddin)
Tidak boleh dilupakan bahwa, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya,
tidur adalah layaknya kematian. Bila Allah menghendaki, seseorang tidak akan
bangun lagi. Dengan alasan ini, menit terakhir sebelum tidur bisa jadi merupakan
kesempatan terakhir bagi seseorang untuk memohon ampun. Allah menerangkan ini
dalam Al Qur'an:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai
waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS Az Zumar, 39:42)
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui nilai
dari kesempatan yang diberikan oleh Allah kepadanya ini (mungkin yang terakhir
baginya) sebelum tidur. Dia menyimpannya dalam ingatan dan dengan ikhlas
mendekatkan diri kepada Allah; dia memohon ampun atas tindakannya yang salah,
memohon pertolongan Allah dalam segala hal, dan berdoa hanya kepada-Nya
dalam larutnya malam.
BAB 2
POLA PIKIR QUR'ANI
SEORANG BERIMAN
Sikap terhadap Keluarga dan Teman
Orang beriman bersyukur kepada Allah di saat dia memikirkan penciptaan
orang tuanya yang telah menghabiskan begitu banyak waktu dan jerih payah untuk
menjaganya selama bertahun-tahun semenjak dia pertama kali membuka matanya
di dunia ini. Orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an akan senantiasa
43
berusaha untuk menyadari bahwa Allah menciptakan orang tuanya dan memberikan
mereka kasih sayang dan belas kasih-Nya dan menganugerahi mereka dengan cinta
kepada anak mereka. Allah menciptakan ikatan kasih sayang antara orang tua dan
anak yang mereka besarkan dari masa kecil, dari tanpa daya sampai mereka mandiri
di saat dewasa. Dalam ikatan kasih sayang ini, orang tua tak pernah lelah dalam
kebahagiaan merawat anak mereka dan melihat mereka tumbuh dewasa. Allah
menekankan pentingnya keluarga dalam kehidupan manusia:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(QS Luqman, 31:14)
Katakanlah, "Mari kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa. (QS Al An’am, 6:151)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua
ibu bapaknya, (QS Al Ahqaf, 46:15)
Jadi, berdasarkan ayat-ayat tersebut, orang beriman akan menunjukkan
perhatian kepada orang tuanya dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat,
menanamkan kasih sayang bagi mereka, memperlakukan mereka dengan baik, dan
berusaha menyenangkan hati mereka dengan ucapan yang baik dan bijaksana.
Sekali lagi dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan kepada kita bagaimana caranya
bersikap peka terhadap orang tua kita:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
(QS Al Israa’, 17:23)
Di dalam ayat ini, Allah menunjukkan kepada kita ukuran belas kasihan yang
harus ditunjukkan kepada orang tua. Dengan kata-kata “janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, Allah telah melarang orang beriman
dari melakukan perbuatan tidak hormat yang paling kecil sekalipun, atau
mengabaikan mereka. Untuk itu, orang beriman senantiasa berbuat dengan penuh
44
perhatian terhadap orang tua mereka dan dengan rasa hormat dan tenggang rasa
yang sangat besar.
Mereka akan melakukan apa saja yang mungkin untuk membuat orang tua
mereka nyaman dan tidak akan berusaha mengurangi rasa hormat dan perhatian.
Mereka akan terus ingat akan kesulitan dan kegelisahan di hari tua dan akan
melakukan setiap usaha untuk memberikan semua kebutuhan mereka, bahkan
sebelum mereka mengutarakannya dengan pengertian yang penuh kasih sayang.
Mereka akan melakukan apa saja yang mereka mampu untuk memastikan bahwa
orang tua mereka merasa nyaman dan tidak kekurangan, baik secara rohani maupun
jasmani. Dan, tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka tidak akan berhenti
memperlakukan mereka dengan rasa hormat yang mendalam.
Ada keadaan lain yang mungkin dihadapi oleh orang beriman dalam
hubungan mereka dengan orang tua. Orang yang beriman mungkin memiliki orang
tua yang memilih jalan kafir. Dalam kasus seperti perbedaan iman, orang beriman
akan mengajak mereka dengan sikap yang sama sopan dan hormatnya untuk
mengikuti jalan yang benar. Perkataan Ibrahim AS kepada ayahnya yang
menyembah berhala, menunjukkan kepada kita pendekatan seperti apa yang harus
kita tempuh dalam keadaan semacam itu:
Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah
kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang
Maha Pemurah. (QS Maryam, 19:43-44)
Kembali, ketika sebagian orang melihat orang tua mereka semakin menua dan
kehilangan kekuatan, mereka berpaling di saat orang tuanya membutuhkan
pertolongan dan perhatian. Tidak sulit melihat tersebar luasnya sikap semacam itu
saat ini. Kita seringkali bertemu orang tua, yang berada dalam keadaan yang sangat
buruk secara jasmani dan rohani, ditinggalkan berdiam di rumah mereka sendirian.
Bila kita memikirkan keadaan ini kita akan melihat bahwa akar dari persoalan ini
terdapat pada tidak dijalaninya hidup sesuai ajaran Al Qur'an.
Seseorang yang menerima Al Qur'an sebagai tuntunannya, bertindak terhadap
orang tuanya, anggota keluarganya yang lain, dan setiap orang yang ada di
sekitarnya dengan kasih sayang dan belas kasih. Dia akan mengajak kerabat, teman,
dan kenalannya yang lain untuk hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, karena Allah
memerintahkan orang beriman untuk mulai mendakwahkan Islam kepada orang
yang dekat dengan mereka.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS
As Syu’ara’, 26:214)
45
Selalu ada kebahagiaan dan keceriaan di dalam sebuah keluarga yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an, sebagaimana diwujudkan di dalam Sunnah
Rasulullah SAW. Keadaan seperti teriakan, percekcokan, dan sikap tidak hormat
yang kita lihat dalam keluarga yang terpecah saat ini tidak mungkin pernah terjadi
dalam masyarakat orang-orang beriman. Dalam masyarakat seperti itu, setiap orang
merasa sangat bahagia bersama keluarganya. Anak memperlakukan orang tua
mereka dengan hormat dan mencintai mereka sepenuh hati. Keluarga memandang
anak sebagai amanat dari Allah dan menjaga mereka. Ketika kita mengucapkan
kata “keluarga”, kehangatan, cinta, rasa aman, dan saling menolong muncul dalam
benak kita. Namun adalah bermanfaat untuk kembali menyorot, bahwa keadaan
yang istimewa ini hanya dapat diraih melalui menjalani hidup dengan penuh iman
dan sepenuhnya dalam Islam serta melalui takut dan cinta kepada Allah.
Sikap terhadap Nikmat
Orang beriman yang mengesampingkan pandangan kebiasaan mereka dan
mengamati lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua yang dia lihat adalah
nikmat dari Allah. Mereka akan mengerti bahwa semuanya—mata, telinga, tubuh,
semua makanan yang mereka makan, udara bersih yang mereka hirup, rumah,
benda dan harta, apa yang mereka miliki dan bahkan makhluk hidup renik dan
bintang-bintang—dijadikan untuk kepentingan mereka. Dan semua nikmat ini
terlalu banyak jumlahnya untuk dihitung. Sebagaimana firman Allah dalam ayat
berikut, bahkan tidak mungkin untuk mengelompokkan dan menghitung semua
nikmat ini:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS An Nahl, 16:18)
Orang beriman diperkenankan menggunakan semua nikmat yang diberikan
kepadanya di dunia ini, namun dia tidak akan tertipu oleh itu semua sehingga lupa
dan hidup tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah mati, atau ajaran Al Qur'an.
Tidak peduli berapa pun banyaknya harta yang dia miliki, kekayaan, uang atau
kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan meyebabkannya menjadi
terperosok atau sombong. Singkatnya, itu semua tidak akan menjerumuskannya
untuk meninggalkan ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa semua ini adalah nikmat
dari Allah dan jika Dia menghendaki, Dia dapat mengambilnya kembali. Dia selalu
sadar bahwa nikmat di dunia ini hanya sementara dan terbatas. Semuanya adalah
ujian untuknya, dan semua itu hanyalah bayangan dari nikmat yang sesungguhnya
di dalam Surga.
Bagi seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia
ini seperti harta benda, hak milik, dan jabatan hanyalah sarana untuk mendekatkan
diri dan bersyukur kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah pernah menjadi
46
tujuannya untuk memiliki nikmat di dunia ini, yang dia tahu hanya akan dia nikmati
untuk waktu yang sesaat. Misalnya, salah satu nikmat paling tahan lama yang dapat
digunakan manusia sepanjang hidupnya adalah rumah. Namun rumah hanya
bermanfaat bagi seseorang untuk waktu dua puluh tahun atau paling lama
sepanjang hidupnya. Ketika hidupnya di dunia berakhir, dia akan pergi jauh
meninggalkan rumah yang dicintainya, dihargainya, dan telah dimilikinya dengan
bekerja sangat keras sepanjang hidupnya. Tidak ada keraguan bahwa kematian
menandai perpisahan mutlak antara seseorang dengan nikmat dunianya.
Orang beriman tahu bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari nikmat
yang diberikan kepadanya dan semua itu berasal hanya dari-Nya. Orang beriman
melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk berterima kasih kepada Allah
Yang telah menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan penghargaan dan
syukurnya. Sebagai balasan dari nikmat yang tak terhitung jumlahnya dari Allah,
dia akan senantiasa melakukan setiap usaha untuk bersyukur melalui apa yang dia
ucapkan dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat Allah dan mengingat semuanya
dan untuk berdakwah tentang hal itu kepada orang lain. Berikut ini adalah beberapa
ayat yang berkaitan dengan hal itu:
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu
(hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu,
terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan
terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan
terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (QS Ad Duha,
93:5-11)
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu
peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu
untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di
waktu Allah menjadikanmu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa)
sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh
dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al A’raf, 7:69)
Sebagian orang, sebelum bersyukur menunggu dulu turnunya nikmat tertentu
atau selesainya masalah besar. Padahal, jika mereka berpikir barang sejenak,
mereka akan melihat bahwa setiap saat dalam kehidupan seseorang penuh dengan
nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap saat, nikmat yang tidak terhitung
jumlahnya diberikan kepada kita seperti kehidupan, kesehatan, kecerdasan,
kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita hirup. Sudah seharusnya kita
47
bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu demi satu. Orang yang lalai dalam
mengingat Allah dan merenungkan bukti-bukti penciptaan-Nya tidak menyadari
nilai nikmat mereka di saat mereka memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan
mereka hanya mengerti nilai nikmat-nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.
Namun orang beriman merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan
betapa besar kebutuhan mereka akan semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa
bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya bersyukur
kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka mengetahui
bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka bersyukur kepada
Allah atas kesehatan, penampilan yang cantik, pengetahuan, kecerdasan mereka,
atas kecintaan mereka akan iman dan kebencian mereka kepada kekafiran, atas
kenyataan bahwa mereka berada di jalan yang benar, atas keterlibatan mereka
bersama orang-orang beriman dengan sepenuhnya, atas pengertian, pemahaman
dan pandangan mereka, dan atas kekuatan fisik dan rohani mereka. Mereka segera
bersyukur kepada Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau saat mereka
mengatur pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu yang
mereka inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih
sayang dan rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk
disebutkan. Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.
Jika orang beriman menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahwa nikmat
yang telah dia terima tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah
akan memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Pernyataan Allah dalam
Al Qur'an berbicara mengenai hal ini:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih". (QS Ibrahim, 14:7)
Pada saat yang bersamaan, semua nikmat adalah bagian dari ujian duniawi
bagi manusia. Karena itu, orang-orang beriman, selain bersyukur, juga
menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka sebanyak mungkin dalam
melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi kikir dan menimbun
kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta adalah sifat
penghuni Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di dalam Al Qur'an:
Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang
bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang
membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta
benda) lalu menyimpannya. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-
48
kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila
ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS Al Ma’arij, 70:15-21)
Sebagai jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang harus diinfakkan oleh
manusia, Allah menganjurkan agar kita memberikan “Yang lebih dari
keperluan” (QS Al Baqarah, 2:219). Merupakan tuntutan ajaran Al Qur'an agar
orang beriman menggunakan sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan
mereka sendiri untuk pekerjaan baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal
secara hukum dari pemberian itu adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh
penguasa atau pemimpin masyarakat untuk dibagikan kepada orang miskin dan
yang membutuhkan dan orang lainnya sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam
ayat mengenai zakat. Memberikan lebih daripada itu bukanlah merupakan
kewajiban, namun sangat dianjurkan.
Ungkapan syukur orang beriman akan nikmat mereka dengan menggunakan
nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka pastilah demi meraih
ridha-Nya. Orang beriman bertanggung jawab atas penggunaan apa yang telah
diberikan kepadanya dalam melakukan amal saleh yang telah diperintahkan oleh
Allah. Bersamaan dengan sarana materi yang telah Allah berikan kepada mereka,
orang beriman menggunakan raganya untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk
bekerja di jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih ridha dan ampunan
Allah dan menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka... (QS At Taubah,
9:111)
Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al
Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW melalui pembayaran zakat dan tindakan
memberi dengan ikhlas akan mengentaskan kekerasan, perselisihan, pencurian, dan
tindakan kriminal buruk lainnya yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan,
kekurangan, dan persoalan lain semacam itu. Dengan jalan ini dan kehendak Allah,
kedamaian pikiran dan kesejahteraan akan mencapai tingkatan tertinggi.
Sikap terhadap Keindahan
Karena kesejahteraan, keindahan, dan kecantikan adalah sifat dari Surga,
tiruan hal tersebut di dunia akan mengingatkan manusia akan Surga. Hal tersebut
meningkatkan hasrat dan keinginan besar orang beriman untuk meraihnya. Namun
orang yang tidak beriman merasa cukup dengan hal itu di dunia, dan tidak tertarik
dengan kehidupan setelah mati.
Segalanya—sungai yang mengalir tiada henti, tempat-tempat
berpemandangan indah, taman-taman dengan warna yang menakjubkan, kecantikan
manusia, perpaduan keindahan dan karya seni yang menakjubkan—semuanya
49
adalah nikmat dan kesenangan dari Allah untuk manusia. Dalam tiap nikmat
tersebut dalam kehidupan dunia ini terdapat petunjuk mengenai ciptaan Allah.
Orang beriman akan memandang semua keindahan di dunia ini sebagai bayangan
dari yang sejati (di Surga), dan sebagai contoh dan pengumuman kabar gembira.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada mereka yang beriman dan
berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam
surga-surga itu, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada
kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada isteri-isteri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya. (QS Al
Baqarah, 2:25)
Sekalipun begitu, banyak nikmat pada kehidupan di akhirat mempunyai
kemiripan dengan yang ada di dunia. Nikmat tersebut jauh lebih besar daripada
nikmat di dunia dalam hal kesejatian dan sifatnya yang kekal. Allah telah
menciptakan Surga yang sempurna disertai dengan nikmat yang sangat banyak.
Dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al Qur'an, seseorang akan merenungkan
penciptaan dan kehebatan Surga dalam segala hal yang dia lihat di dunia. Ketika
melihat ke langit, dia akan berpikir “surga yang luasnya seluas langit dan
bumi” (QS Ali ‘Imran, 3:133). Ketika dia melihat rumah yang indah, dia akan
memikirkan “tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungaisungai di bawahnya” (QS Al ‘Ankabut, 29:58). Ketika dia melihat perhiasan yang
berkilauan, dia akan memikirkan hiasan di Surga ”gelang-gelang dari emas, dan
mutiara” (QS Fatir, 35:33). Ketika dia melihat pakaian yang indah dan menarik, dia
akan memikirkan pakaian di Surga yang terbuat dari “sutera halus dan sutera
tebal” (QS Al Kahfi, 18:31). Ketika dia merasakan makanan dan minuman yang
lezat, dia akan memikirkan “sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan
baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang
disaring.” (QS Muhammad, 47:15) di Surga. Ketika dia melihat taman yang
menarik, dia akan memikirkan Surga “(kelihatan) hijau tua warnanya” (QS Ar
Rahman, 55:64). Ketika dia melihat perlengkapan rumah yang menarik, dia akan
memikirkan “dipan yang bertahta emas dan permata” (QS Al Waqi’ah, 56:15) di
Surga.
Alasan cara berpikir seperti ini adalah, bahwa semua hal yang indah di dunia
ini bagi orang beriman merupakan sumber kebahagiaan yang sangat besar dan
kesempatan untuk kebaikan, terlepas dari dia memiliki nikmat tersebut atau tidak.
Pada saat yang bersamaan, nikmat itu merupakan sumber kebahagiaan penting
yang akan meningkatkan kerinduan akan Surga dan usaha untuk meraihnya.
Orang beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an tidak akan iri atau
marah ketika melihat seseorang lebih kaya atau lebih menarik daripadanya. Sebagai
50
contoh, tidak seperti kebanyakan orang, dia tidak akan menyesali bahwa dia tidak
memiliki rumah yang indah, karena salah satu tujuan dasar dari kehidupan orang
beriman adalah untuk meraih yang tidak sementara, melainkan keindahan yang
abadi. Kampung halamannya yang sesungguhnya adalah Surga. Allah mengajak
kita untuk memperhatikan hal ini dalam Al Qur'an:
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat
dari-Nya, ridha dan surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan
yang kekal. (QS At Taubah, 9:21)
Orang yang menghindari ajaran Al Qur'an tidak menghiraukan kenyataan
bahwa kampung halaman mereka sesungguhnya adalah Surga, sehingga mereka
demikian bernafsu dan lekat dengan kesenangan yang tidak kekal di dunia ini.
Tujuan mendasar mereka adalah: menjadi pusat perhatian dan kekaguman,
dihormati dan dipentingkan karena kemampuan mereka, meningkatkan kekayaan
materi mereka dan menjalani hidup yang indah. Sepanjang hidup mereka, mereka
terus mengejar nilai-nilai dunia yang sifatnya sementara, tidak penting, dan
menipu. Melihat hal-hal baik yang tidak mereka miliki hanya akan meningkatkan
kedengkian, keserakahan, dan kesedihan mereka. Misalnya, mereka tidak senang
berada di rumah yang indah yang bukan milik mereka. Benak mereka dipenuhi
dengan pertanyaan semacam ini, “Mengapa aku tidak sekaya ini?” dan “Mengapa
aku tidak memiliki rumah indah seperti ini?” Bagi orang-orang ini, hal-hal yang
indah di dunia biasanya menjadi sumber kegelisahan, karena untuk bisa menikmati
kesenangan dari hal-hal yang indah, mereka berpikir bahwa mereka harus
memilikinya.
Sebaliknya, orang yang hidup sesuai ajaran Al Qur'an mengetahui bagaimana
menghargai hal yang indah, terlepas dari mereka memilikinya atau tidak. Misalnya,
seseorang yang memiliki kesadaran akan iman mungkin (sebagai bagian ujian
untuknya dari Allah di dunia ini) tidak akan tinggal di lingkungan mewah, bahkan
mungkin tidak pernah melihatnya sama sekali. Tetapi dia menyadari bahwa ada
alasan yang jelas akan keadaannya. Orang beriman tahu bahwa dia tidak harus
pergi ke tempat semacam itu untuk melihat keindahan ciptaan Allah. Dengan
pandangan dan pemahamannya yang istimewa ini, orang beriman akan
memperhatikan keindahan penciptaan Allah yang tiada tara di setiap tempat dan
setiap saat. Keindahan bintang di malam hari dan keindahan tiada tara, warna dan
rancangan setangkai mawar adalah dua contoh yang dapat dilihat dan dikagumi
setiap orang setiap hari.
Seperti yang sudah kita bahas, kerinduan yang dirasakan oleh orang beriman
akan Surga menyebabkan mereka mengubah lingkungan mereka menjadi tempat
yang mengingatkan mereka akan Surga. Tentu saja Surga merupakan hasil
pekerjaan seni yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa dibayangkan manusia,
dengan pemandangan sempurna dan keindahan yang tidak dapat dibayangkan oleh
51
seorang pun di dunia ini. Namun seorang Muslim yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur'an akan menggunakan semua yang dimilikinya untuk memperindah
lingkungan sekelilingnya. Kita mempelajari dari Al Qur'an bahwa halaman istana
Nabi Sulaiman diberi ubin kaca (QS An Naml, 27:44) dan rumahnya dihiasi dengan
ukiran dan patung-patung, perlengkapan dapur yang besar seperti penampung air
dan kuali masak yang dibuat sangat besar (QS Saba’, 34:13). Dalam Al Qur'an,
Allah juga berfirman bahwa keluarga Ibrahim AS diberikan sebuah kerajaan yang
luas (QS An Nisa’, 4:54)
Dengan jabatan yang tinggi, dan terkadang kekayaan dan kekuasaan yang
sangat besar yang telah diberikan kepada mereka, para rasul Allah menggunakan
semua nikmat mereka sebagaimana yang dituntun oleh Allah dan sesuai dengan
kehendak-Nya. Karena itu, Allah memuji mereka dalam Al Qur'an. Orang beriman
menjadikan semua nabi sebagai teladan dan berusaha—sebagaimana yang
dilakukan oleh para wali (orang yang dekat dengan Allah)—untuk menggunakan
nikmat yang datang kepada mereka untuk meraih ridha Allah.
Tanggapan terhadap Kejadian yang Tampak Buruk
Berbagai macam kesulitan dapat terjadi pada seseorang sepanjang hari.
Namun apa pun kesulitan yang mungkin dia jumpai, orang beriman menempatkan
dirinya dalam genggaman Allah dan berpikir, “Allah menguji kita dalam segala
yang kita lakukan dan pikirkan di kehidupan dunia ini. Ini merupakan kenyataan
penting yang tidak boleh lepas dari pandangan kita. Maka, ketika kita menghadapi
kesulitan dalam apa pun yang kita kerjakan, atau berpikir bahwa keadaan tidak
berjalan dengan baik, kita tidak boleh pernah lupa bahwa Allah menempatkan
kesulitan di jalan kita dalam rangka menguji tanggapan kita.”
Dalam Al Qur'an, Allah berfirman bahwa setiap kesulitan yang ditemui
seseorang berasal dari-Nya:
Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang
telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia-lah Pelindung kami, dan hanya
kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS At Taubah,
9:51)
Semua yang kita jumpai dalam pengalaman kita telah ditetapkan oleh Allah
dan bermanfaat bagi orang beriman di dunia ini dan di dunia yang akan datang. Hal
ini jelas bagi setiap orang yang memperhatikan dengan iman (Untuk lengkapnya,
lihat Harun Yahya: Seeing Good in All (Melihat Kebaikan dalam Segala Hal),
Islamic Book Service, 2003). Misalnya, ada banyak manfaat di saat orang beriman
kehilangan harta yang dia cintai. Dari luar, hal ini tampak seperti kemalangan.
Namun ini dapat menjadi sarana agar seorang beriman dapat melihat kesalahannya,
meningkatkan kewaspadaannya, dan menyadari bahwa dia harus lebih berhati-hati
di tempat-tempat tertentu. Manfaat lain dari kemalangan semacam ini adalah
52
mengingatkan seseorang bahwa dia tidak memiliki apa pun; bahwa pemilik segala
sesuatu adalah Allah.
Hal ini berlaku dalam setiap hal, besar atau kecil, yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, sebagai akibat kesalahpahaman atau kelalaian
seseorang, pembayaran mungkin dilakukan secara keliru. Pekerjaan yang telah
dengan susah payah dilakukan selama berjam-jam mungkin hilang dalam sekejap
karena putusnya aliran listrik. Seorang pelajar sakit dan tidak bisa mengikuti ujian
masuk universitas, padahal dia telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk
mempersiapkan dirinya. Dokumen tidak pernah diselesaikan, sehingga
menyebabkan penundaan. Seseorang yang memiliki janji penting di suatu tempat
mungkin ketinggalan bis atau pesawat… Semua itu adalah macam peristiwa yang
dapat terjadi dalam kehidupan seseorang dan itu tampak seolah kemunduran yang
sulit diselesaikan.
Namun terdapat banyak keindahan dalam peristiwa-peristiwa ini dari sudut
pandang orang yang beriman. Di atas itu semua, orang beriman menyimpan di
benaknya bahwa Allah menguji perbuatan dan keteguhannya, bahwa dia akan mati
dan adalah buang-buang waktu saja jika terus berdiam diri dalam kesulitan tersebut,
karena perhatiannya adalah pada kehidupan setelah mati. Dia mengetahui bahwa
ada benang merah dalam semua hal yang terjadi. Dia tidak pernah kehilangan
semangat. Dia berdoa agar Allah membuat pekerjaannya menjadi mudah dan
membuat segalanya berubah menjadi baik. Dan kemudahan datang setelah
kesulitan, dia bersyukur kepada Allah bahwa Dia telah menerima dan mengabulkan
doanya.
Seseorang yang memulai harinya dengan pikiran semacam itu tidak akan
mudah kehilangan harapan walau apa pun yang terjadi atau menjadi khawatir,
ketakutan, atau merasa putus asa. Jika dia lupa sesaat, dia akan segera ingat lagi
dan kembali kepada Allah. Dia tahu bahwa Allah menciptakan semua ini untuk
maksud yang baik dan bermanfaat. Dan dia tidak akan berpikir demikian hanya jika
sesuatu yang gawat akan segera menimpanya. Sebaliknya, seperti yang telah kita
bahas sebelumnya, dalam segala hal, baik besar maupun kecil yang terjadi kepada
dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, pikirkanlah seseorang yang tidak membuat kemajuan seperti yang
diinginkan dalam sebuah pekerjaan penting. Pada menit terakhir, tepat di saat dia
akan segera menyelesaikannya, dia menemui sebuah masalah serius. Orang tersebut
terbakar dalam kemarahan, menjadi gelisah dan menderita dan melakukan
tanggapan buruk lainnya. Sebaliknya, seseorang yang percaya bahwa ada kebaikan
dalam setiap hal, akan mencoba menemukan apa yang ditunjukkan oleh Allah
kepadanya melalui peristiwa ini. Dia mungkin berpikir bahwa Allah mengajaknya
memikirkan hal ini agar dia lebih berhati-hati dalam masalah ini. Dia akan
melakukan semua tindakan pencegahan yang dibutuhkan dan dia akan bersyukur
kepada Allah bahwa dia mungkin telah dihindarkan dari kerusakan yang lebih besar
melalui tindakan ini.
53
Apabila dia ketinggalan bis dalam perjalanannya ke suatu tempat, dia akan
berpikir bahwa dengan keterlambatan atau tidak naik ke dalam bis tersebut, dia
mungkin terhindar dari kecelakaan atau malapetaka. Ini hanyalah beberapa contoh.
Dia akan berpikir bahwa terdapat banyak alasan tersembunyi semacam ini lainnya.
Contoh-contoh ini dapat berkali-kali ditemui dalam kehidupan sehari-hari
seseorang. Tetapi hal yang penting adalah: rencana seseorang mungkin tidak selalu
terwujud sesuai dengan yang dia inginkan. Dia mungkin menemukan dirinya dalam
lingkungan yang benar-benar berbeda dengan yang dia rencanakan. Namun hal itu
justru bermanfaat bagi orang yang menempatkan dirinya dalam genggaman Allah,
sehingga dia mencoba untuk menemukan tujuan Allah atas segala hal yang terjadi
padanya. Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sebagai berikut:
…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk
bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah,
2:216)
Seperti firman Allah, kita tidak tahu mana yang bermanfaat atau berbahaya;
tetapi Allah tahu. Kita harus bersahabat dan berserah diri kepada Allah, Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.
Dalam kehidupan dunia ini, manusia dapat kehilangan semua yang
dimilikinya dalam sekejap. Dia dapat kehilangan rumahnya dalam kebakaran,
modal yang ditanamnya dalam krisis ekonomi, atau benda berharganya karena
kecelakaan. Allah berfirman dalam Al Qur'an bahwa manusia akan mengalami
ujian semacam ini:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah,
2:155)
Allah memberitahu manusia bahwa mereka akan mengalami berbagai macam
ujian dan mereka akan menerima balasan atas kesabaran mereka dalam keadaan
sulit. Misalnya, seseorang kehilangan sesuatu yang dia miliki dan tidak dapat
menemukannya. Kesabaran yang digambarkan oleh Allah dalam Al Qur'an adalah
ketika seseorang menempatkan dirinya sepenuhnya dalam kuasa Allah dan berserah
diri kepada kehendak-Nya, semenjak dia mengetahui bahwa harta bendanya, besar
ataupun kecil, telah hilang. Dia tidak tergelincir dari kenyataan bahwa Allah telah
menciptakan segalanya dan dia tidak membiarkan sikap dan tingkah lakunya
menjadi kehilangan keseimbangan.
Seseorang mungkin menderita kehilangan yang bahkan lebih buruk lagi dalam
satu hari. Misalnya jika seseorang kehilangan sumber nafkah tempat dia
54
menghabiskan sebagian besar harinya untuk memenuhi kebutuhannya. Kehilangan
seperti ini sangat serius bagi orang yang percaya bahwa masa depannya bergantung
pada hal itu. Banyak orang yang dibesarkan dari masa kecil mereka dengan
gagasan untuk meraih pekerjaan yang baik. Mereka menghabiskan setiap saat
dalam hidup mereka menginginkan pekerjaan yang lebih baik atau kemajuan dan
peningkatan jabatan dalam pekerjaan yang mereka miliki. Maka, jika mereka
kehilangan pekerjaan mereka, hari-hari mereka akan dipenuhi dengan kemurungan
dan kegelisahan, dan hidup mereka, seperti kata pepatah, sudah berada di bawah
roda kehidupan.
Di lain pihak, orang beriman tahu bahwa adalah Allah-lah Yang memberinya
keperluan sehari-harinya dan bahwa sumber nafkahnya adalah untuk tujuan ini
semata-mata. Dengan kata lain, bagi orang beriman, nikmat yang Allah telah
berikan kepadanya hanyalah sebuah sarana. Untuk itu, bila orang beriman
kehilangan sumber nafkahnya, dia akan menerima kenyataan itu dengan kesabaran
dan berserah diri. Dalam keadaan semacam itu, dia akan bersabar dan berdoa dan
menempatkan dirinya dalam kuasa Allah. Dia tidak pernah lupa bahwa Allah
memberikan keperluan sehari-harinya dan Dia dapat mencabutnya kapan saja Dia
kehendaki.
Seseorang yang menjadikan Al Qur'an sebagai pedoman akan segera
mengendalikan pikiran dan tindakannya jika dia kehilangan sumber nafkah,
menderita kesakitan, tidak mampu belajar di sekolah pilihannya, atau keadaan
serupa itu. Dia akan memikirkan apakah tingkah lakunya membuat Allah ridha dan
pikiran sebagai berikut mungkin ada di dalam benaknya:
Apakah saya telah cukup bersyukur atas benda, harta, dan kekayaan yang
telah hilang?
Apakah saya bersikap buruk dan tidak berterima kasih atas nikmat yang telah
diberikan?
Apakah saya lupa akan Allah dan kehidupan setelah mati, terlalu lekat dengan
harta benda dan kekayaan saya?
Apakah saya tinggi hati dan sombong karena kekayaan saya dan apakah saya
menjauhkan diri dari jalan Allah dan ajaran Al Qur'an?
Apakah saya berusaha agar dikagumi oleh orang lain, bukannya mencari ridha
Allah, atau mencari jalan untuk memuaskan harapan dan keinginan saya sendiri?
Orang yang beriman akan memberikan jawaban yang jujur dan ikhlas atas
semua pertanyaan itu. Berdasarkan jawaban tersebut, dia akan mencoba
memperbaiki tingkah laku yang tidak disenangi Allah dan berdoa agar Allah
menolongnya untuk melakukan itu. Dia akan mendekatkan diri kepada Allah
dengan segala keikhlasan. Dia akan berlindung kepada Allah dari segala kesalahan
yang pernah dia perbuat, dari kelalaian dan kecerobohan. Dalam Al Qur'an, Allah
menjelaskan cara orang yang beriman dalam berdoa:
55
"…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa
yang tak sanggup kami pikul. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami..." (QS Al Baqarah, 2:286)
Pada saat sedang diuji, seseorang mungkin menderita banyak kehilangan
secara beruntun. Namun orang yang kuat imannya mengetahui bahwa ada alasan
dari apa yang dideritanya. Salah satu hal terpenting dari alasan itu adalah latihan
rohani yang datang bersamaan dengan kesulitan:
…Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu
jangan bersedih hati terhadap apa yang luput darimu dan terhadap apa yang
menimpamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Ali
‘Imran, 3:153)
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid,
57:22-23)
Bagi orang beriman, keadaan sulit yang datang berturut-turut sepanjang hari
itu adalah sarana baginya untuk ingat bahwa dia sedang dalam suatu tempat ujian
untuk menjadi lebih dekat kepada Allah, untuk dewasa, dan untuk memeluk ajaran
Al Qur'an. Dia sadar bahwa Allah sedang melatihnya dengan jalan ini dan
mempersiapkannya untuk nikmat tiada akhir di kehidupan yang akan datang.
Sikap terhadap Penyakit
Seseorang yang sadar akan imannya akan bersabar dan menempatkan dirinya
dalam kehendak Allah kapan pun dia sakit, karena dia menyadari bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah, seperti sadarnya dia bahwa kesehatannya
adalah ujian dari Allah. Dia menyadari bahwa cobaan dan kesakitan adalah ujian
dari Allah seperti halnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kemudahan. Dan
memang, kemudahan justru merupakan cobaan yang lebih serius dan sulit. Karena
itu, bagaimanapun kesulitan yang dihadapinya, dia akan sabar dan terus berdoa
dalam keikhlasan kepada Allah. Dia tahu bahwa adalah Allah Yang menciptakan
penyakit dan dengan demikian adalah Allah Yang akan memberikan kesembuhan.
56
Dalam Al Qur'an, Allah memuji kesabaran orang beriman selama sakit dan
menempatkannya dalam sifat “pengabdian yang sebenarnya”
…akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah, 2:177)
Di samping bersabar, orang beriman juga menjalani perawatan yang
diperlukan untuk membuatnya pulih kembali. Dia tidak akan membesar-besarkan
apa yang dialaminya atau bersifat kekanak-kanakan untuk menarik perhatian orang
di sekelilingnya. Dia akan secara sadar menjalani perawatan dan meminum obat
yang disarankan untuk penyakitnya. Perilaku ini sesungguhnya menjadi doa kepada
Allah. Pada saat yang bersamaan dan sebagai hasil dari hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur'an, dia berdoa terus-menerus agar Allah akan menolong dan
menyembuhkannya. Dalam Al Qur'an, Allah menjadikan Ayyub AS sebagai contoh
atas sikap iman ini:
Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". (QS Al Anbiya’,
21:83)
Harus dikatakan bahwa semua obat yang diminum adalah sarana menuju
kesembuhan. Jika Allah menghendaki, Dia akan menjadikan perawatan tersebut
sebagai sarana penyembuhan. Adalah Allah Yang menciptakan sarana kesehatan
yang digunakan dalam pengobatan—mikroorganisme, binatang, dan bahan
tumbuhan—yang digunakan dalam campuran obat-obatan. Singkatnya, hanya Allah
Yang menciptakan kesembuhan. Dalam Al Qur'an, Allah mengajak kita
memperhatikan hal ini melalui apa yang dikatakan oleh Ibrahim AS:
“… dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Ash
Syu’ara’, 26:80)
Akan tetapi, anggota masyarakat kafir akan segera menentang Allah di saat
mereka jatuh sakit. Mereka berperilaku berlawanan dengan kenyataan ayat tersebut
saat mereka berkata, “Mengapa hal seperti ini terjadi padaku?” Orang yang berpikir
57
dengan cara ini, tidak mungkin dapat menempatkan dirinya dalam kehendak Allah
selama sakit atau menganggapnya sebagai sebuah manfaat.
Sebaliknya, orang yang beriman merenungkan alasan penyakit mereka dan
menganggap itu sebagai sebuah kesempatan yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Sekali lagi mereka menjadi mengerti akan besarnya nikmat
kesehatan dan betapa tidak berdayanya manusia. Bahkan penyakit yang biasa
seperti flu dapat membaringkan orang di atas tempat tidur. Dalam keadaan ini,
bagaimanapun berkuasanya, terhormatnya, atau kayanya seseorang, tidak akan
berdaya dan harus beristirahat dan meminum obat. Dalam keadaan ini, kita
menyadari betapa kita sangat membutuhkan Allah, dan penyakit adalah sarana bagi
kita untuk mengingat nama Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan bagi
orang beriman, setiap penyakit adalah peringatan bahwa dunia adalah sementara
dan kematian dan akhirat adalah sangat dekat.
58
Download