POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA PANG LONG KABUPATEN BINTAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Oleh IKHSAN MUNAWIR NIM :100569201136 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA PANG LONG KABUPATEN BINTAN IKHSAN MUNAWIR: [email protected] SRI WAHYUNI :sri [email protected] TRI SAMNUZULSARI:[email protected] ABSTRAK Kampung Wisata Pang Long berlokasi di Desa Berakit Kabupaten Bintan. Wilayah tersebut sebagian besar di huni oleh masyarakat suku laut. Masih banyak terdapat anak yang mengalami putus sekolah pada masyarakat suku laut di Kampung Wisata Pang Long. Orang tua suku laut masih memagang teguh budaya pendidikan alam yang sejak dulu memang telah di yakini oleh masyarakat suku laut. Sehingga pendidikan formal bukan menjadi suatu hal yang utama. Untuk melihat pola pendidikan orang tua suku laut dalam pendidikan anak di Kampung Wisata Pang Long menggunakan tinjauan pustaka tentang kebuyaan yang dilihat dari sisi pendidikan yang diajarkan tentang peralatan dan perlengkapan, mata pencaharian, dan sistem kekerabatan.. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola pendidikan orang tua suku laut dalam pendidikan anak di Kampung Wisata Pang Long. Penelitian ini termasuk penelitian pendekatan kualitatif dan jenis data diskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan model Miles dan Hubermen yaitu reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi. Adapun hasil hasil temuan dalam penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan dari permasalahan yang ada dapat disimpulkan bahwa orang tua lebih memperkenalkan alat tangkap kepada anak karena mengganagap bahwa penghasilan yang di perolh tergantung kepada pandai atau tidaknya menggunakan alat tangkap, mata pencarian masyarakat suku laut yaitu nelayan yang merupakan mata pencaharian dari nenek morang sehingga harus di turunkan ke generasi, banyak keluarga suku laut yang tidak bersekolah sehingga minat anak untuk bersekolah juga tidak ada, hal tersebut merupakan hasil dari pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak. Kata Kunci : Pola pendidikan, Suku laut POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA PANG LONG KABUPATEN BINTAN IKHSAN MUNAWIR: [email protected] SRI WAHYUNI :sri [email protected] TRI SAMNUZULSARI:[email protected] ABSTRACT Tourism Village is located in the village of Long Pang Berakit Bintan regency. The region is largely inhabited by tribal communities of the sea. There are still many children who have dropped out of school in the northwest tribal community in the village of Pang Long Travel. Parents are still holding certain northwest tribal culture steadfast nature education who had always been believed by tribal communities in the sea. So that formal education is not be a major thing. To see the pattern of parental education in the northwest tribal education of children in the village of Pang Long Travel using a literature review about kebuyaan seen from the side of education taught about the equipment and supplies, livelihoods, and kinship systems . The purpose of this study is to determine the pattern of parental education in the northwest tribal education of children in the village of Pang Long Travel. This research was qualitative and descriptive data types. The data collection is done by observation, interview, using interview guide (interview guide) and documentation. Data analysis using models Miles and Hubermen of data reduction, data presentation, and verification conclusion. The results of the findings of the study showed that the overall of the existing problems can be concluded that parents are introducing fishing gear to children because mengganagap that earnings in perolh dependent on clever or not using fishing gear, livelihoods sea tribes, fishermen who are livelihood of grandmother morang should be scaled to generation, many families do not attend school sea tribes so that the interest of children to schools is also not there, it is a result of the pattern of education provided to the children's parents. Keywords: pattern of education, marine Parts POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA PANG LONG DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN A. PENDAHULUAN Latar Belakang Di Kabupaten Bintan terdapat salah satu desa yaitu desa Berakit tapatnya di Kampung Wisata Panglong, wilayah tersebut banyak didiami oleh suku laut. Budaya yang ada pada keluarga suku laut mereka memegang teguh nilai dan norma yang mereka anut dari dulu sejak turun temurun. Budaya yang mereka anut seperti bagaimana menangkap ikan yang baik dan benar dan bagaimana cara melaut yang benar dan ajaran yang seperti ini dari dulu sejak turun temurun yang di ajar kan pada anak mereka nilai-nilai yang seperti yang dipegang teguh yang mereka yakini kebenaran nya dan bisa di terap kan dalam kehidupan mereka dan ada juga norma yang mereka patuhi seperti kebiasaan dan ritual-ritual yang harus mereka jalani sebelum turun kelaut untuk menagkap ikan. Kehidupan masyarakat suku laut yang ada di Kampong wisata panglong sudah lebih maju mereka sudah mau mulai tinggal di darat sudah mau mengikuti apa yang disarankan pemerintah Kabupaten Bintan untuk hidup dan dimukimkan kedarat, sudah sekitar 40 tahun yang lalu informasi ini di dapat dari Bapak Hasan tokoh masyarakat di desa Panglong. Masyarakat suku laut sudah ada yang menetap di darat kampong Panglong, dan masyrakat suku laut desa Berakit sudah di mukimkan kedarat sudah mau memeluk agama sebagai kepercayaan hidup nya, ada beberapa agama yang ada disana dianataranya ada Islam, Kristen, dan budha. Masyarakat suku laut berprofesi mayoritas sebagai nelayan tradisional dengan berbekali kaehlian yang menangkap ikan secara turun temurun dan keahlian medeteksi dimana mereka bisa tau daerah mana yang banyak ikannya hanya dengan cara mendengarkan pantulan suara dari benturan air laut dengan batu karang di dalam laut dari lantai perahu dan mereka juga bisa menebak arah angin dan mendteksi kapan cuaca tidak bagus dan kapan waktu yang bagus untuk melaut semua ini mereka dapatkan dengan cara turun temurun dari orang tua mereka. Lingkungan permainan anakanak tentu saja berbeda dengan lingkungan orang dewasa. Demikianlah seseorang mulai dari kecil dituntut oleh lingkungannya untuk bertingkah laku seperti yang diatur dan dikehendaki oleh lingkungannya. Namun apa yang terjadi di dalam keluarga masyarakat suku laut Desa Berakit Kampung Wisata panglong yang awalnya berasal dan tinggal di laut sekitar 40 tahun yang lalu dan kini telah beradaptasi dengan darat dan telah lama tinggal di darat. Anak-anak dalam keluarga suku laut sudah terbiasa terhadap pendidikan informal yang didapatkan dari pengalaman dan diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Adaptasi kebiasaan dan tradisi yang telah diajarkan membuat minat pendidikan anak terhadap pendidikan formal masih kurang, walaupun pemerintah telah menyediakan sarana pendidikan seperti sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) namun masih membuat kurangnya adaptasi pendidikan formal pada anak-anak masyarakat suku laut. Karena kurangnya tingkat pendidikan formal, sehingga mereka sangat sulit dalam mencari jenis pekerjaan yang tersedia didarat. Keluarga suku laut di Desa Berakit Kampung Wisata Panglong lebih menggantungkan hidupnya dilaut dan itu dilakukan setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Setiap orang tua tentunya memiliki penilaian tersendiri tentang sekolah, orang tua suku laut di desa Berakit Kampung Wisata Panglong menanggapi sekolah hanya buat oarng orang suku lain bukan buat mereka suku laut yang memang dari asalnya tidak bersekolah, walaupun mereka sekolah nantinya mereka akan bekerja di laut juga yang sama sekali tidak memerlukan ijazah. Sekolah formal merupakan suatu hal yang tidak penting bagi orang tua suku laut karena dengan belajar dari orang tua juga telah membuat anak mereka pintar, bahkan dalam sistem bekerja mereka lebih pintar mengusai alam dibandingkan anak anak yang bersekolah di desa Berakit. Dampak dari anggapan bahwa tidak pentingnya sekolah mengakibatkan banyaknya anak suku laut yang putus sekolah, mereka merasa bahwa bersekolah merupakan suatu hal yang sangat menyulitkan dan mereka tidak mampu untuk melakukan hal tersebut. Minimnya tingkat pendidikan masyarakat suku laut di desa Berakit dapat menambah banyaknya jumlah masyarakat di desa Berakit yang tidak bersekolah dikarenakan di desa tersebut sebagiannya didiami oleh masyarakat suku laut, dan data pendidikan masyarakat desa Berakit dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Tabel I. data pendidikan masyarakat suku Laut Desa Berakit Kampung Pang Long No. 2. Katagori Tidak atau Jumlah 64 belum sekolah 3. Tidak tamat 41 sekolah 4. SD/ Sederajat 35 5. SLTP/ sederajat 9 6. SLTA/ 6 sederajat 7. Akademis 1 Jumlah 156 Sumber: (observasi masyarakat yang dilakukan peneliti tahun 2016 ) Minimnya tingkat pendidikan yang dilalui oleh keluarga suku laut di Desa Berakit Kampung Wisata Pang Long membuat suku ini selalu tertinggal didalam lingkungan sosial sekitar khususnya di masalah pendidikan. Pola pikir dari keluaga suku laut ini yang masih tradisional dan kurangnya pengetahuan akan pentingnya pendidikan bagi anak mereka kelak dimasa depan. Orang tua masih saja tetap menitik beratkan pendidikan itu pada pendidikan informal seperti lebih memilih anak nya pintar melaut dan menguasai alat tangkap dari pada melaksanakan pendidkan formal dengan baik. Orang tua pun tidak mengerti dan tidak menjelaskan kepada anak mereka ketika nanti punya pendidikan bagus maka akan mendapatkan masa depan dan pengidupan yang seperti apa, ini lah yang membuat banyak anak yang mengalami putus sekolah selain dari kurang nya pengatahuan dan peran orang tua terhadap pendidikan formal anak sudah bisa merasa mencari uang sendiri dan merasa sudah bisa mengopearasikan alat tngkap sendiri apalagi didesa berkit sendiri sering diadakannya turnamen memancing dengan adanya turnamaen memancing ini anak dari suku laut dipercayai sebagai pendamping dalam acara turnamen ini dengan dibekali ilmu yang diturankan dari orang tua mereka. Secara otomatis ini akan menambah penghasilan mereka hasilnya pendidikan formal semakin terpojokakan dan semakin kurang dinikmati. Anak suku laut di desa Berakit kampong Pang Long lebih peka terhadap pendidikan yang diberikan oleh orang tua mereka sedangkan untuk pendidikan formal seperti belajar di sekolah mereka tidak mau mementingkannya, dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian masalah tersebut dengan mengambil judul : “POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA PANG LONG DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN” B. Rumusan Masalah Merujuk pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, perumusan masalah yang akan ditelaah lebih lanjut dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Pola Pendidikan Anak Suku Laut Di Kampung Wisata Pang Long Kabupaten Bintan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pola pendidikan anak suku laut di kampung Wisata Pang Long Kabupaten Bintan . b. Kegunaan Penelitian 1. Secara praktis Bagi peneliti dan masyarakat, kegunaan penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pola pendidikan anak suku laut di kampung wisata pang long kabupaten bintan. 2. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai acuan bagi pihak akademisi yang tertarik pada masalah-masalah yang berkaitan dengan pola pendidikan anak suku laut di kampung wisata pang long kabupaten bintan. D. Konsep Oprasional Untuk mencapai realitas dalam hasil penelitian secara empiris, maka konsep yang masih abstrak perlu di operasionalkan untuk menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Untuk itu perlu kiranya penulis mengemukakan konsep operasional tentang berbagai istilah yang dipergunakan dalam penulisan ini. . Untuk melihat pola pendidikan anak suku laut di kampung wisata pang long kabupaten bintan peneliti menggunakan unsur unsur dari kebudayaan yang dioperasionalkan sebagai berikut : a. Peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia yaitu berupa alat tangkap. alat- alat produksi yang digunakan sebagai kebutuhan pekerjaan sebagai nelayan sehingga menghambat pendidikan formal anak. Ketika anak sudah dikenalkan dengan alat tangkap yang biasa digunakan oleh orang tua untuk menagkap ikan dan mengenali alat tersebut maka akan timbul keinginan untuk mengoprasikan alat tangkap yang telah mereka ketahui penggunaannya sehingga berdampak kepada pendidikan formal karna alat tangkap yang bisa mereka gunakan mampu menghasilkan uang sendiri tanpa perlu memikirkan pendidikan formal lagi. b. Mata pencaharian masyrakat suku laut adalah mayoritas sebagai nelayan, maka orang tua juga menitik beratkan terhadap anak untuk menjadi seorang nelayan yang handal dan menguasai pekerjaan tersebut yang bertuuan untuk mendapatkan pendapatan atau ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, namun hal tersebut juga akan menjadi penghambat pendidikan anak c. Sistem kekerabatan masyrakat suku laut sangat kompak, suku laut di Desa Panglong dikenal sebagai kelaurga yang tidak bersekolah sehingga hal tersebut memiliki peran sebagai, penyalur atau pendistribusi akan budayabudaya tidak bersekolah mereka kepada anak anak. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yaitu dengan menggunakan pendekatan diskriptif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memehami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya prsepsi dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Meleong, 6 : 2013) 2. Lokasi penelitian Lokasi penelitian yang peneliti kaji yaitu keluarga suku laut di Desa wisata Panglong Berakit Kabupaten Bintan. Di mana lokasi tersebut memiliki karakteristik sebagai bahan penelitian tentang kebiasaan keluarga suku laut menjaga nilainilai budaya. Penentuan lokasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa di Desa berakit banyak terdapat masyarakat suku laut yang masih memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Dalam hal ini kehidupan masyarakat suku laut memiliki karakteristik yang mendukung topik penelitian. 3. Jenis Data a. Data Primer Definisi data primer menurut Sugiyono (2009:137) merupakan sumber data yang langsung memberikan data. Sumber data tersebut di peroleh melalui wawancara dengan objek atau informan penelitian. Objek atau informan yang dimaksud adalah masyarakat yang bertempat tinggal pada lokasi Desa Berakit tepatnya di Kampung Wisata Panglong yang telah ditetapkan sebagai informan penelitian. b. Data Sekunder Definisi data sekunder menurut Sugiyono (2009:137) merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan atau pihak lain.Penelitian ini menggunakan dokumen dari instansi terkait seperti kantor desa berakit desa wisata panglong.adapun data yang diperoleh di kantor desa mengenai banyak nya anak dari masyarakat suku laut yang putus sekolah. 4. Populasi dan sampel Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan pendekatan populasi dan sampel tetapi yang digunakan dengan pendekatan secara intensif ke informan yang akan dijadikan sebagai jenis data dalam penelitian ini. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang “secara sengaja” dipilih oleh peneliti, karena sampel ini dianggap memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat memperkaya data penelitian (Prasetya Irawan, 2006:15). Kriteria informan dalam penelitian ini adalah : 1. Masyarakat suku laut yang mempunyai anak di usia sekolah 2. Masyarakat suku laut (orang tua) yang tidak bersekolah 3. Berkerja sebagai nelayan 5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Data dalam penelitian kualitatif hampir dipastikan berbentuk kata-kata, meskipun data mentahnya bisa berbentuk benda-benda, foto, figur manusia (Prasetya Irawan, 2006:67). Pengumpulan data merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam usaha mengumpulkan data-data atau informasi yang menunjang penelitian diantaranya pengetahuan mengenai permasalahan dan data yang berhubungan dengan latar belakang informan terhadap penelitian. Adapun teknik dan alat pengumpul data yaitu berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. a. Observasi Observasi / pengamatan merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti terjun kelapangan mengamati hal hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Adapun yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu kegiatan keluarga suku laut di Kampung Wisata Pang Long, hubungan antara orang tua dengan anak suku laut di Kampung Wisata Pang Long, pendidikan anak suku laut, budaya masyarakat suku laut di Kampung Wisata Pang Long. b. Wawancara Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara berguna untuk mendapatkan data dari tangan (primer). Pada wawancara ini dilakukan teknik pengumpulan data telah mengetahui dengan maksud mendapatkan informasi yang akan diperoleh dengan membawa pedoman wawancara serta menggunakan alat bantu dalam melakukan wawancara Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan melakukan wawancara terstruktur yang membawa pedoman wawancara tentang topik yang diteliti yakni berkaitan dengan.Pertentagan budaya dengan pendidikan formal yang ada di kelarga suku laut c. Dokumentasi Dokumentasi digunakan sebagai penunjang penelitian. Selain itu dokumentasi juga digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berbentuk catatan berupa hasil-hasil wawancara, foto-foto, serta dokumen-dokumen yang menunjang penelitian. Maka dalam pengumpul data ini peneliti juga menggunakan alat bantu kamera untuk mendokumentasikan proses dalam pengumpulan data tersebut sebagai barang bukti dan pengingat bagi peneliti. 6. Teknik Analisa Data Menurut bogdan dan Biklen (dalam Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009:84), analisis data ialah proses mencari dan penyusunan data yang sistematis melalui transkip wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi yang secara akumulasi menambah pemahaman peneliti terhadap yang ditemukan. Berdasarkan kutipan tersebut maka peneliti akan memanfaatkan semua data yang diperoleh dengan mengecek terlebih dahulu hasil wawancara dari informan sebelum ditulis secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian, digunakan teknik deskriptif analisis. Dalam prosesnya, analisa data dalam penelitian ini menggunakan model yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara bersamaan, yaitu reduki data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi. (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009:84). 1. Dalam penelitian ini proses reduksi data dilakukan dengan merangkum semua hasil penelitian yang didapat dilapangan, kemudian dilakukan pemilihan hal hal pokok yang fokos membahas masalah penelitian dikarenakan di lapangan data yang diperoleh cukup banyak sehingga dilakukan pemilihan hal yang fokos dan penting yang membahas masalah penelitian. 2. Dalam hal ini, data yang sudah di rangkum di sajikan ke dalam bentuk teks, yang bertujuan untuk mempermudah proses penarikan kesimpulan dari hasil yang di dapat. 3. Dalam penelitian ini proses penarikan kesimpulan dilakukan setelah semua data di sajikan dalam bentuk teks, dengan menarik kesimpulan dari keseluruhan data tersebut sehingga mendapatkan hasil dari apa yang diteliti di lapangan. F. TINJAUAN PUSTAKA 1. Manusia Dan Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006). Menurut koentjraningrat (2002) mengarti kan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan , milik manusia dengan belajar. terdapat 7 unsur dari kebudayaan didunia antara lain sebagai berikut ini : 1. Peralataan dan perlengkapan hidup manusia (pakian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat- alat produksi, transfor dan sebagainya) 2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sidtem ekonomi (pertanian, peternakaan, sistem 3. 4. 5. 6. 7. produksi, sistem distribusi dan sebagainya) Sistem kemasyarakatan (sistem kekrabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan) Bahasa (lisan maupun tulis) Kesenian (senirupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya) Sistem pengetahuan Religi (sistem kepercayaan) Sistem Religi Sistem religi meliputi kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi keagamaan dan upacara keagamaan.Definisi kepercayaan mengacu kepada pendapat Fishbein dan Azjen (dalam Soekanto, 2007), yang menyebutkan pengertian kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief”, yang memiliki pengertian sebagai inti dari setiap perilaku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap sesuatu objek. Kepercayaan membentuk pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. B. Komunitas Adat Terpencil ( KAT ) Suku laut merupakan bagian dari komunitas adat terpencil (KAT) yang merupakan salah satu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), sehingga menjadi sasaran program pada Kementerian Sosial Republik Indonesia. Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah kelompok orang yang hidup dalam kesatuan kesatuan wilayah yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi maupun politik. Komunitas Adat Terpencil berciri komunitas kecil, tertutup dan homogeni, pranata sosialnya bertumpu pada hubungan kekerabatan, pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau, pada umumnya masih hidup dalm sistem ekonomi subsistem, peralatan dan tekhnologi sederhana, ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif tinggi, dan terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik (Prof. Dr Zen, Muhammad, 2002) . KAT merupakan sebuah kelompok sosial budaya yang secara geografis bertempat tinggal di daerah terpencil, terisolir dan sulit dijangkau. Kondisi demikian mengakibatkan terbatasnya akses terhadap dunia luar. Kedudukan ini menjadi salah satu faktor terbatasnya aksebilitas pelayanan sosial dasar, sehingga mereka tertinggal perkembangannya dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah kelompok sosial budaya yang bersifat local dan terpencil serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik (Keppres Nomor 111 Tahun 1999). Sebagaimana komunitas lainnya, KAT juga mengalami berbagai masalah sosial dan bahkan lebih bervariasi dan lebih kompleks dilihat dari berbagai sudut pandang warga KAT pada umumnya bertempat tinggal jauh dipedalaman di tengah hutan belantara, di dataran tinggi atau pegunungan, di rawa-rawa, dipesisir pantai, di pulau- pulau terpencil, dan di daerah perbatasan dengan Negara tetangga. Secara geografis maupun sosial budaya habitat KAT dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, masih berkelana, menetap sementara, dan menetap. Dalam mempertahankan hidupnya, warga KAT umumnya mengandalkan sumber dan potensi alam dengan menggunakan penerapan teknologi sangat sederhana. Derasnya arus informasi yang disertai dengan kemajuan teknologi, secara lambat laun, kehidupan KAT juga makin tertinggal, bahkan terdesak hingga terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia. Permasalahan sosial yang dihadapi warga KAT tidak terletak pada kebiasaan hidup yang telah mereka jalani, akan tetapi diukur dari derajat kelayakan hidup yang memungkinkan mereka tetap mempertahankan keberlangsungan hidupnya (survival), membangun peradaban sendiri (civilization) serta memenuhi martabat kemanusiaan (human dignity) dan hak- haknyayang layak bagi kemanusiaan (human right) dalam kesatuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Abraham Maslow (dalam Richard L. Daft, 2002) berpendapat ada 5 (lima) hierarki kebutuhan manusia, yaitu (1) Fisiologi (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik manusia yang paling mendasar seperti pangan, sandang perumahan, udara, dan air termasuk kebutuhan seks, (2) Kebutuhan keamanan (safety needs) adalah kebutuhan untuk keselamatan dan jaminan lingkungan fisik, emosional, dan kebebasan dari adanya ancaman. (3) Kebutuhan penerimaan (belongingness needs) adalah kebutuhan yang merefleksikan hasrat untuk diterima oleh sesama, menjadi ikatan sekawan dan menjadi bagian dari kelompok. (4) Kebutuhan penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan untuk memiliki kesan positif dan menerima perhatian, penyaluran dan apresiasi dari orang lain. (5) Kebutuhan aktualisasi diri (selfactualization needs) merupakan kebutuhan yang menekankan pada potensi dan peningkatan kompetensi seseorang. Bagi warga KAT kelima hirarki kebutuhan manusia tersebut di atas rasanya masih jauh dari kenyataan, karena pemenuhan kebutuhan dasar (fisiologi) belum semuanya terpenuhi secara layak. Terlebih bagi warga KAT yang masih dalam taraf awal pemberdayaan sosial (dalam penelitian Sri Wahyuni, 2012). C. Pendidikan Masyarakat Suku Laut Sikap masyarakat Suku Laut sangat tidak peduli terhadap pendidikan, dengan berbagai macam alasan, seperti sikap tertutup dengan masyarakat suku lainnya; upaya mempertahankan kebiasaankebiasaan nenek moyang, setiap harinya mereka lebih disibukkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan terakhir ini tampaknya menjadi kendala besar bagi masyarakat Suku Laut, karena tidak sempat dan tidak mau berinteraksi dengan kelompok lain, termasuk tidak memberi kesempatan bagi anakanak mereka untuk memasuki Sekolah. Sejak kecil sudah diajarkan setiap harinya hidup di pinggiran laut dan bekerja membantu orang tua. Sedangkan Pendidikan menurut Zainudin Maliki ( 2008:272) memiliki peran yang besar dalam penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Pendidikan bukan saja sebagai alat membentuk sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi melainkan diharapkan juga ikut menentukan terjadinya berbagai perubahan sosial. . G. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Gambaran Umum Kampung Wisata Panglong Kampung Wisata Pang Long terletak di pulau Bintan, tepatnya di Desa Berakit Kecamatan Telok Sebong Kabupaten Bintan. Kampung panglong adalah sebuah kampung yang terletak di ujung utara pulau Bintan Kecamatan Teluk sebong, berjarak hanya 200 meter dari pelabuhan International Tanjung berakit, yang mana sekitar tahun 2011 Kampung Panglong telah di jadikan sebagai kampung wisata pualu Bintan. Penduduk kampung Panglong banyak merupakan penduduk dari suku laut. H. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Informan Informan yang dipilih peneliti merupakan informan yang telah memenuhi segala karakteristik informan penelitian, sehingga di anggap mampu memberikan informasi seputar masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini informan yang dipilih adalah masyrakat suku laut di Desa Berakit tepatnya di Desa Wisata Panglong yang sudah bekeluarga serta memiliki anak yang mengalami putus sekolah terutama pada usia Sekolah Dasar (SD ). Adapun nama nama masyarakat suku laut yang ditentukan menjadi informan yaitu Ibu Norma, Ibu Hariah, Ibu Roso Dalimayanti, Ibu Saldiah, Bapak Mat Biyong, Bapak Awang, Jenis pekerjaan informan penelitian di ambil dari informan yang bekerja sebagai nelayan, berdasarkan pendidikan informan yang diambil yaitu informan yang tidak mengenyam pendidikan, mempunyai anak pada usia sekolah lebih dari 1 orang. b. Makna Pendidikan Informal Bagi Masyarakat Suku Laut di Kampung Wisata Pang Long Masyarakat suku terasing juga terdapat di Provinsi Kepulauan Riau yakni masyarakat suku laut. Suku laut adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di daerah di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau yang di kategorikan sebagai masyarakat terasing. Masyarakat terasing, termasuk orang laut sering di dentikkan sebagai orang bodoh, terbelakang, miskin dan selalu menggunakan magic (kekuatan supranatural) dalam kehidupan mereka (Isjoni, 2003). Di Desa Berakit tepatnya di Kampung Wisata Pang Long terdapat suku laut yang awalnya mendiami wilayah tersebut. Dilihat dari pendidikan formal, masyarakat suku laut di Kampung Wisata Pang Long masih tergolong sangat minim hanya terdapat 145 dari 279 masyarakat Kampung Wisata pang Long yang tidak atau belum mengenyam pendidikan dan jumlah tersebut di dominasi oleh suku laut. Menurut Nana Sudjana (1995: 3) bahwa penilaian mempunyai ciri-ciri adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria atau apa harusnya. Dapat di simpulkan bahwa penilaian masyarakat tentang pendidikan mempunyai pandangan yang berbeda antara penting dan tidak pentingnya, tidak petingnya pendidikan di sorot dari bahwa mempunyai pendidikan yang tinggi tujuannya hanya untk mencari pekerjaan, sehingga masyarakat suku laut di Kampung Wisata Pang Long menilai tidak bersekolah juga mereka mendapatkan pekerjaan untuk mencari nafkah keluarga. Sedangkan untuk pentingnya pendidikan juga di sorot bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting karena di anggap akan memperkaya ilmu. c. Pola Pendidikan Anak Suku Laut Di Kampung Wisata Pang Long Kabupaten Bintan Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, masyarakat suku laut di Kampung Wisata pang Long lebih banyak mengutammakan pendidikan informal bagi anak yang dapat di lihat dari kebudayaan orang tua yang lebih memperkenalkan alat tangkap kepada anak, mata pencaharian yang selalu diturunkan ke generasi, sistem kekerabatan, yang dapat di lihat dari pembahasan berikut : 1. Orang tua lebih Memperkenalkan alat tangkap kepada anak Pemikiran orang tua terhadap pendidikan anak yang di dasaran pada unsur kebudayaan yaitu yang memandang tentang peralatan atau lat tangkap yang digunakan orang suku laut dalam mencari hasil laut merupakan sebuah kebudayaan yang harus di ajaran kepada anak anak sejak anak berusia 5 tahun. Menurut J.J. Hoenigman (dalam Koentjaraningrat 2002) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Masyarakat suku laut melakukan suatu aktifitas dalam memperkenalkan dan mengajarkan penggunaan alat tangkap kepada anak anak mereka, penggunaan alat tangkap merupakan suatu kebudayaan yang mereka angkap sudah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu. Namun, dalam dunia pendidikan orang tua menganggap bahwa kehidupan tergantung dengan pandai atau tidaknya mengusai alat tangkap, karena apabila mereka pandai mengusai alat tangkap mereka akan mendapatkan penghaslan yang lebih. Untuk itu pendidikan formal bukan menjadi hal yang utama dibandingkan dengan pengajaran tentang alat tangkap yang diberikan oleh orang tua. b. Ajaran orang tua bahwa mata pencaharian harus di turunkan ke generasi selalu pandai dalam mencari hasl laut dengan memperoleh penghasilan yang banyak, dan hal tersebut tidak akan di dapat dari pendidikan di sekolah, melainkan hanya didapat dari ajaran yang diberikan oleh keluarga dan di praktekkan langsung ke laut. Dari zaman nenek moyang masyarakat suku laut terkenal dengan bermata pencarian sebagai nelayan, dan mata pencarian tersebut telah menjadi kebudayaan yang turun temurun diturunkan kepada generasi penerus keluarga yaitu anak anak. Sampai saat ini telihat bahwa di Kampung Wisata Pang Long masyarakat suku laut juga bermaata pencarian sebagai nelayan. Nelayan merupakan sebuah pekerjaan yang sangat tergantungdengan laut, laut merupakan sumber utama bagi nelayan untuk mencari penghasilan. Ranjabar, (2006 : 23 ) Sistem Mata Pencaharian Hidup atau aktivitas ekonomi mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. dalam hal ini mata pencaraian suatu kelompok masyarakat suku laut di Kampung Wisata Pang Long sangat mempengaruhi pendidikan anak. Nelayan merupakan sebuah pekerjaan yang harus di turunkan kepada generasi mereka. Menjadikan anak anak sebagai nelayan yang handal merupakan ungkapan yang di papakan oleh informan penenlitian di atas, bagi masyarakat suku laut nelayan handal merupakan nelayan yang ali dalam laut, mengusai segala ilmu laut tentunya Orang tua suku Laut di Kampung Wisata Pang Long menilai pendidikan merupakan suatu hal yang tidak bisa membuat anak anak mereka mendapatkan suatu pekerjaan yang lebih baik, karena untuk bekerja di lingkungan formal seperti kantoran hal tersebut bukan merupakan keahlian mereka, dan merekapun susah di terima dilingkungan formal seperti itu, hal tersebutlah membuat mata pencaharian menjadi penghambat anak anak untuk bersekolah c. Sistem Kekerabatan Kekerabatan merupakan unit - unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kehidupan masyarakat, sistem kekerabatan merupakan sebuah unsure yang tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan, karena sistem kekerabatan merupakan suatu hal yang terus diturunkan dari generasi ke generasi. Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit- unit sosialyang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota keluarga, sanak saudara sering kali memiliki pengaruh yang bermakna.(Hartanto, 2006). Sistem keberabatan masyarakat suku laut mempengaruhi dunia pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena orang tua menilai bahwa sistem kekerabatan mampu mempengaruhi hal tersebut dan yang terjadi yaitu anak anak menggangap bahwa untuk apa bersekolah keluarga saja banyak yang tidak bersekolah hal tersebut membuat minat anak terhadap dunia pendidikan menjadi berkurang. I. PENUTUP KESIMPULAN Di Kabupaten Bintan tepatnya di Kampung Wisata Pang Long sebagian masyarakatnya berasal dari suku laut, suku laut yang mendiami wilayah tersebut sangat minim dalam mengenyam pendidikan formal, masih banyak terdapat anak anak yang putus sekolah. Dalam menggapi tentang pendidikan formal orang tua laut mengakui bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dapatkan oleh setiap orang. Pola pendiidkan yang diajarkan oleh orang tua suku laut di Kampung Wisata Pang Long di pengaruhi unsur kebudayaan masyarakat suku laut tersebut dapat dilihat dari orang tua lebih memperkenalkan alat tangkap kepada anak, mata Pencarian harus di turunkan ke generasi, sistem Kekerabatan yang kental Saran 1. Anak anak merupakan suatu generasi penerus bangsa yang harus memiliki ilmu dan wawasan yang luas, untuk mendapakan hal tersebut tentunya tidak bisa di dapatkan di lingkungan keluarga, utuk itu di sarankan kepada pihak orang tua agar selalu memotivasi anak anak dalam bersekolah yang pasti tidak meninggalkan budaya yang memang ada pada masyarakat suku laut sejak dahulunya. 2. Untuk anak anak suku laut di Kampung Wisata Pang Long diharapkan untuk tetap mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi agar mampu menggangkat derajat suku laut yang selalu di kenal masyarakat luas sebagai suk yang tidak punya pendidikan sama sekali. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Husaini Usman, Purnomo Setiadi,2009. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta:Bumi Aksara. Hartanto, GH , 2004. Keluarga Berancana dan Kontasepsi, Jkarta : Pustaka Sinar Harapan Irawan, Prasetya, 2006. Penelitian Kualitatif Dan kuantitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial.Jakarta : DIA FISIP UI. Isjoni,, Drs, Msi. 2003, Komunitas Adat Terpencil Tersingkir Di Tengah Gemerlap Zaman , PEKANBARU. Bahasa press Koentjraningrat, 2002, Pengantar ilmu Antropologi, Jakarta : PT Rineka Cipta Maliki, Zainuddin.2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Ranjabar, Jacobus, 2006, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, Bandung : Ghalia Indonesia Prof. Dr Zen, Muhammad, 2002, Orang Laut Studi Etnopedagogi. Jakarta : Yayasan Bahari Nusantara Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta. Sudjana, Nana. 1995,Penilaian Hasil Proses Belajar Mnegajar, Bandung : Bumi Aksara Soekanto, Sarjono, 2007. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Sumber lain : a. Sumber penelitian Sri wahyuni M.si dan Muhammad Yusuf H.M.M.Ed.2012, Perempuan Miskin Dalam Keterisolasiannya (Studi Perempuan Komunitas Adat terpencil Suku Laut Di Desa Kelumu Kabupaten Lingga) : Universitas Maritim Raja Ali Haji .