POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA

advertisement
POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA
PANG LONG KABUPATEN BINTAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata I
Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji
Oleh
IKHSAN MUNAWIR
NIM :100569201136
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA
PANG LONG KABUPATEN BINTAN
IKHSAN MUNAWIR: [email protected]
SRI WAHYUNI
:sri [email protected]
TRI SAMNUZULSARI:[email protected]
ABSTRAK
Kampung Wisata Pang Long berlokasi di Desa Berakit Kabupaten Bintan.
Wilayah tersebut sebagian besar di huni oleh masyarakat suku laut. Masih banyak
terdapat anak yang mengalami putus sekolah pada masyarakat suku laut di
Kampung Wisata Pang Long. Orang tua suku laut masih memagang teguh budaya
pendidikan alam yang sejak dulu memang telah di yakini oleh masyarakat suku
laut. Sehingga pendidikan formal bukan menjadi suatu hal yang utama.
Untuk melihat pola pendidikan orang tua suku laut dalam pendidikan anak di
Kampung Wisata Pang Long menggunakan tinjauan pustaka tentang kebuyaan
yang dilihat dari sisi pendidikan yang diajarkan tentang peralatan dan
perlengkapan, mata pencaharian, dan sistem kekerabatan..
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola pendidikan orang tua suku
laut dalam pendidikan anak di Kampung Wisata Pang Long. Penelitian ini
termasuk penelitian pendekatan kualitatif dan jenis data diskriptif. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dengan menggunakan
pedoman wawancara (interview guide) dan dokumentasi. Analisis data dengan
menggunakan model Miles dan Hubermen yaitu reduksi data, penyajian data,
kesimpulan dan verifikasi.
Adapun hasil hasil temuan dalam penelitian menunjukan bahwa secara
keseluruhan dari permasalahan yang ada dapat disimpulkan bahwa orang tua lebih
memperkenalkan alat tangkap kepada anak karena mengganagap bahwa
penghasilan yang di perolh tergantung kepada pandai atau tidaknya menggunakan
alat tangkap, mata pencarian masyarakat suku laut yaitu nelayan yang merupakan
mata pencaharian dari nenek morang sehingga harus di turunkan ke generasi,
banyak keluarga suku laut yang tidak bersekolah sehingga minat anak untuk
bersekolah juga tidak ada, hal tersebut merupakan hasil dari pola pendidikan yang
diberikan orang tua kepada anak.
Kata Kunci : Pola pendidikan, Suku laut
POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU LAUT DI KAMPUNG WISATA
PANG LONG KABUPATEN BINTAN
IKHSAN MUNAWIR: [email protected]
SRI WAHYUNI
:sri [email protected]
TRI SAMNUZULSARI:[email protected]
ABSTRACT
Tourism Village is located in the village of Long Pang Berakit Bintan regency.
The region is largely inhabited by tribal communities of the sea. There are still
many children who have dropped out of school in the northwest tribal community
in the village of Pang Long Travel. Parents are still holding certain northwest
tribal culture steadfast nature education who had always been believed by tribal
communities in the sea. So that formal education is not be a major thing.
To see the pattern of parental education in the northwest tribal education of
children in the village of Pang Long Travel using a literature review about
kebuyaan seen from the side of education taught about the equipment and
supplies, livelihoods, and kinship systems .
The purpose of this study is to determine the pattern of parental education in
the northwest tribal education of children in the village of Pang Long Travel. This
research was qualitative and descriptive data types. The data collection is done
by observation, interview, using interview guide (interview guide) and
documentation. Data analysis using models Miles and Hubermen of data
reduction, data presentation, and verification conclusion.
The results of the findings of the study showed that the overall of the existing
problems can be concluded that parents are introducing fishing gear to children
because mengganagap that earnings in perolh dependent on clever or not using
fishing gear, livelihoods sea tribes, fishermen who are livelihood of grandmother
morang should be scaled to generation, many families do not attend school sea
tribes so that the interest of children to schools is also not there, it is a result of
the pattern of education provided to the children's parents.
Keywords: pattern of education, marine Parts
POLA PENDIDIKAN ANAK
SUKU LAUT DI KAMPUNG
WISATA PANG LONG DESA
BERAKIT KABUPATEN
BINTAN
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Kabupaten Bintan terdapat
salah satu desa yaitu desa Berakit
tapatnya di Kampung Wisata
Panglong, wilayah tersebut banyak
didiami oleh suku laut. Budaya yang
ada pada keluarga suku laut mereka
memegang teguh nilai dan norma
yang mereka anut dari dulu sejak
turun temurun. Budaya yang mereka
anut seperti bagaimana menangkap
ikan yang baik dan benar dan
bagaimana cara melaut yang benar
dan ajaran yang seperti ini dari dulu
sejak turun temurun yang di ajar kan
pada anak mereka nilai-nilai yang
seperti yang dipegang teguh yang
mereka yakini kebenaran nya dan
bisa di terap kan dalam kehidupan
mereka dan ada juga norma yang
mereka patuhi seperti kebiasaan dan
ritual-ritual yang harus mereka jalani
sebelum
turun
kelaut
untuk
menagkap ikan.
Kehidupan masyarakat suku laut
yang ada di Kampong wisata
panglong sudah lebih maju mereka
sudah mau mulai tinggal di darat
sudah mau mengikuti apa yang
disarankan pemerintah Kabupaten
Bintan untuk hidup dan dimukimkan
kedarat, sudah sekitar 40 tahun yang
lalu informasi ini di dapat dari Bapak
Hasan tokoh masyarakat di desa
Panglong. Masyarakat suku laut
sudah ada yang menetap di darat
kampong Panglong, dan masyrakat
suku laut desa Berakit sudah di
mukimkan kedarat sudah mau
memeluk
agama
sebagai
kepercayaan hidup nya, ada beberapa
agama yang ada disana dianataranya
ada Islam, Kristen, dan budha.
Masyarakat suku laut berprofesi
mayoritas sebagai nelayan tradisional
dengan berbekali kaehlian yang
menangkap ikan secara turun
temurun dan keahlian medeteksi
dimana mereka bisa tau daerah mana
yang banyak ikannya hanya dengan
cara mendengarkan pantulan suara
dari benturan air laut dengan batu
karang di dalam laut dari lantai
perahu dan mereka juga bisa
menebak arah angin dan mendteksi
kapan cuaca tidak bagus dan kapan
waktu yang bagus untuk melaut
semua ini mereka dapatkan dengan
cara turun temurun dari orang tua
mereka.
Lingkungan permainan anakanak tentu saja berbeda dengan
lingkungan
orang
dewasa.
Demikianlah seseorang mulai dari
kecil dituntut oleh lingkungannya
untuk bertingkah laku seperti yang
diatur
dan
dikehendaki
oleh
lingkungannya. Namun apa yang
terjadi di dalam keluarga masyarakat
suku laut Desa Berakit Kampung
Wisata panglong yang awalnya
berasal dan tinggal di laut sekitar 40
tahun yang lalu dan kini telah
beradaptasi dengan darat dan telah
lama tinggal di darat. Anak-anak
dalam keluarga suku laut sudah
terbiasa
terhadap
pendidikan
informal yang didapatkan dari
pengalaman dan diberikan oleh
orang tua kepada anaknya.
Adaptasi kebiasaan dan tradisi
yang telah diajarkan membuat minat
pendidikan anak terhadap pendidikan
formal masih kurang, walaupun
pemerintah
telah
menyediakan
sarana pendidikan seperti sekolah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTS) namun
masih membuat kurangnya adaptasi
pendidikan formal pada anak-anak
masyarakat suku laut. Karena
kurangnya
tingkat
pendidikan
formal, sehingga mereka sangat sulit
dalam mencari jenis pekerjaan yang
tersedia didarat. Keluarga suku laut
di Desa Berakit Kampung Wisata
Panglong lebih menggantungkan
hidupnya dilaut dan itu dilakukan
setiap hari dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
Setiap orang tua tentunya
memiliki penilaian tersendiri tentang
sekolah, orang tua suku laut di desa
Berakit Kampung Wisata Panglong
menanggapi sekolah hanya buat
oarng orang suku lain bukan buat
mereka suku laut yang memang dari
asalnya tidak bersekolah, walaupun
mereka sekolah nantinya mereka
akan bekerja di laut juga yang sama
sekali tidak memerlukan ijazah.
Sekolah formal merupakan suatu hal
yang tidak penting bagi orang tua
suku laut karena dengan belajar dari
orang tua juga telah membuat anak
mereka pintar, bahkan dalam sistem
bekerja
mereka
lebih
pintar
mengusai alam dibandingkan anak
anak yang bersekolah di desa
Berakit.
Dampak dari anggapan bahwa
tidak
pentingnya
sekolah
mengakibatkan banyaknya anak suku
laut yang putus sekolah, mereka
merasa bahwa bersekolah merupakan
suatu hal yang sangat menyulitkan
dan mereka tidak mampu untuk
melakukan hal tersebut. Minimnya
tingkat pendidikan masyarakat suku
laut di desa Berakit dapat menambah
banyaknya jumlah masyarakat di
desa Berakit yang tidak bersekolah
dikarenakan di desa tersebut
sebagiannya didiami oleh masyarakat
suku laut, dan data pendidikan
masyarakat desa Berakit dapat di
lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel I. data pendidikan masyarakat
suku Laut Desa Berakit Kampung
Pang Long
No.
2.
Katagori
Tidak atau
Jumlah
64
belum sekolah
3.
Tidak tamat
41
sekolah
4.
SD/ Sederajat
35
5. SLTP/ sederajat
9
6.
SLTA/
6
sederajat
7.
Akademis
1
Jumlah
156
Sumber:
(observasi
masyarakat yang dilakukan peneliti
tahun 2016 )
Minimnya tingkat pendidikan
yang dilalui oleh keluarga suku laut
di Desa Berakit Kampung Wisata
Pang Long membuat suku ini selalu
tertinggal didalam lingkungan sosial
sekitar khususnya di masalah
pendidikan. Pola pikir dari keluaga
suku laut ini yang masih tradisional
dan kurangnya pengetahuan akan
pentingnya pendidikan bagi anak
mereka kelak dimasa depan. Orang
tua masih saja tetap menitik beratkan
pendidikan itu pada pendidikan
informal seperti lebih memilih anak
nya pintar melaut dan menguasai alat
tangkap dari pada melaksanakan
pendidkan formal dengan baik.
Orang tua pun tidak mengerti dan
tidak menjelaskan kepada anak
mereka
ketika
nanti
punya
pendidikan bagus maka akan
mendapatkan masa depan dan
pengidupan yang seperti apa, ini lah
yang membuat banyak anak yang
mengalami putus sekolah selain dari
kurang nya pengatahuan dan peran
orang tua terhadap pendidikan
formal anak sudah bisa merasa
mencari uang sendiri dan merasa
sudah bisa mengopearasikan alat
tngkap sendiri apalagi didesa berkit
sendiri sering diadakannya turnamen
memancing
dengan
adanya
turnamaen memancing ini anak dari
suku
laut dipercayai
sebagai
pendamping dalam acara turnamen
ini dengan dibekali ilmu yang
diturankan dari orang tua mereka.
Secara otomatis ini akan menambah
penghasilan
mereka
hasilnya
pendidikan
formal
semakin
terpojokakan dan semakin kurang
dinikmati.
Anak suku laut di desa Berakit
kampong Pang Long lebih peka
terhadap pendidikan yang diberikan
oleh orang tua mereka sedangkan
untuk pendidikan formal seperti
belajar di sekolah mereka tidak mau
mementingkannya, dari uraian diatas
maka
penulis
tertarik
untuk
mengadakan penelitian masalah
tersebut dengan mengambil judul :
“POLA PENDIDIKAN ANAK SUKU
LAUT DI KAMPUNG WISATA
PANG LONG DESA BERAKIT
KABUPATEN BINTAN”
B. Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang
yang telah diuraikan di atas,
perumusan masalah yang akan
ditelaah lebih lanjut dalam
penelitian ini adalah : Bagaimana
Pola Pendidikan Anak Suku Laut
Di Kampung Wisata Pang Long
Kabupaten Bintan?
C. Tujuan
dan
Kegunaan
Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
perumusan
masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk
mengetahui pola pendidikan anak
suku laut di kampung Wisata
Pang Long Kabupaten Bintan .
b. Kegunaan Penelitian
1. Secara praktis
Bagi
peneliti
dan
masyarakat,
kegunaan
penelitian ini adalah dapat
menambah pengetahuan
dan pemahaman tentang
pola pendidikan anak
suku laut di kampung
wisata
pang
long
kabupaten bintan.
2. Secara teoritis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
berguna
sebagai acuan bagi pihak
akademisi yang tertarik
pada
masalah-masalah
yang berkaitan dengan
pola pendidikan anak
suku laut di kampung
wisata
pang
long
kabupaten bintan.
D. Konsep Oprasional
Untuk mencapai realitas dalam
hasil penelitian secara empiris,
maka konsep yang masih abstrak
perlu di operasionalkan untuk
menyentuh akar permasalahan
yang sebenarnya. Untuk itu perlu
kiranya penulis mengemukakan
konsep
operasional
tentang
berbagai
istilah
yang
dipergunakan dalam penulisan
ini. .
Untuk melihat pola pendidikan
anak suku laut di kampung
wisata pang long kabupaten
bintan peneliti menggunakan
unsur unsur dari kebudayaan
yang dioperasionalkan sebagai
berikut :
a. Peralatan dan perlengkapan
kehidupan manusia yaitu
berupa alat tangkap. alat- alat
produksi yang digunakan
sebagai kebutuhan pekerjaan
sebagai nelayan sehingga
menghambat
pendidikan
formal anak. Ketika anak
sudah dikenalkan dengan
alat tangkap yang biasa
digunakan oleh orang tua
untuk menagkap ikan dan
mengenali alat tersebut maka
akan timbul keinginan untuk
mengoprasikan alat tangkap
yang telah mereka ketahui
penggunaannya
sehingga
berdampak
kepada
pendidikan formal karna alat
tangkap yang bisa mereka
gunakan
mampu
menghasilkan uang sendiri
tanpa perlu memikirkan
pendidikan formal lagi.
b. Mata pencaharian masyrakat
suku laut adalah mayoritas
sebagai nelayan, maka orang
tua juga menitik beratkan
terhadap anak untuk menjadi
seorang nelayan yang handal
dan menguasai pekerjaan
tersebut yang bertuuan untuk
mendapatkan
pendapatan
atau
ekonomi
dalam
memenuhi kebutuhan hidup
keluarga, namun hal tersebut
juga
akan
menjadi
penghambat pendidikan anak
c. Sistem
kekerabatan
masyrakat suku laut sangat
kompak, suku laut di Desa
Panglong dikenal sebagai
kelaurga
yang
tidak
bersekolah sehingga hal
tersebut
memiliki
peran
sebagai,
penyalur
atau
pendistribusi akan budayabudaya tidak bersekolah
mereka kepada anak anak.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
jenis penelitian kualitatif, yaitu
dengan
menggunakan
pendekatan diskriptif, penelitian
kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memehami
fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek peneliti
misalnya prsepsi dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata kata
dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode
ilmiah (Meleong, 6 : 2013)
2. Lokasi penelitian
Lokasi
penelitian
yang
peneliti kaji yaitu keluarga suku
laut di Desa wisata Panglong
Berakit Kabupaten Bintan. Di
mana lokasi tersebut memiliki
karakteristik
sebagai
bahan
penelitian tentang kebiasaan
keluarga suku laut menjaga nilainilai budaya. Penentuan lokasi ini
dilakukan
dengan
mempertimbangkan bahwa di
Desa berakit banyak terdapat
masyarakat suku laut yang masih
memiliki tingkat pendidikan yang
sangat rendah. Dalam hal ini
kehidupan masyarakat suku laut
memiliki karakteristik
yang
mendukung topik penelitian.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Definisi
data
primer
menurut
Sugiyono
(2009:137)
merupakan
sumber data yang langsung
memberikan data. Sumber
data tersebut di peroleh
melalui wawancara dengan
objek
atau
informan
penelitian.
Objek
atau
informan yang dimaksud
adalah masyarakat yang
bertempat tinggal pada lokasi
Desa Berakit tepatnya di
Kampung Wisata Panglong
yang telah ditetapkan sebagai
informan penelitian.
b. Data Sekunder
Definisi data sekunder
menurut
Sugiyono
(2009:137)
merupakan
sumber data yang diperoleh
dengan
cara
membaca,
mempelajari dan memahami
melalui media lain yang
bersumber dari literatur,
buku-buku, serta dokumen
perusahaan
atau
pihak
lain.Penelitian
ini
menggunakan dokumen dari
instansi terkait seperti kantor
desa berakit desa wisata
panglong.adapun data yang
diperoleh di kantor desa
mengenai banyak nya anak
dari masyarakat suku laut
yang putus sekolah.
4. Populasi dan sampel
Sesuai
dengan
jenis
penelitian bahwa penelitian
kualitatif tidak menggunakan
pendekatan populasi dan
sampel tetapi yang digunakan
dengan pendekatan secara
intensif ke informan yang
akan dijadikan sebagai jenis
data dalam penelitian ini.
Teknik penentuan informan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu
sampel yang “secara sengaja”
dipilih oleh peneliti, karena
sampel ini dianggap memiliki
ciri-ciri tertentu, yang dapat
memperkaya data penelitian
(Prasetya Irawan, 2006:15).
Kriteria informan dalam
penelitian ini adalah :
1. Masyarakat suku laut
yang mempunyai anak di
usia sekolah
2. Masyarakat suku laut
(orang tua) yang tidak
bersekolah
3. Berkerja sebagai nelayan
5. Teknik
dan
Alat
Pengumpulan Data
Data
dalam
penelitian
kualitatif hampir dipastikan
berbentuk kata-kata, meskipun
data mentahnya bisa berbentuk
benda-benda, foto, figur manusia
(Prasetya Irawan, 2006:67).
Pengumpulan data merupakan
segala kegiatan yang dilakukan
dalam usaha mengumpulkan
data-data atau informasi yang
menunjang
penelitian
diantaranya
pengetahuan
mengenai permasalahan dan data
yang berhubungan dengan latar
belakang informan terhadap
penelitian. Adapun teknik dan
alat pengumpul data yaitu berupa
observasi,
wawancara
dan
dokumentasi.
a. Observasi
Observasi / pengamatan
merupakan
sebuah
teknik
pengumpulan
data
yang
mengharuskan peneliti terjun
kelapangan mengamati hal hal
yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
Adapun
yang
diobservasi dalam penelitian ini
yaitu kegiatan keluarga suku laut
di Kampung Wisata Pang Long,
hubungan antara orang tua
dengan anak suku laut di
Kampung Wisata Pang Long,
pendidikan anak suku laut,
budaya masyarakat suku laut di
Kampung Wisata Pang Long.
b. Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Wawancara
berguna untuk mendapatkan
data dari tangan (primer). Pada
wawancara ini dilakukan teknik
pengumpulan
data
telah
mengetahui dengan maksud
mendapatkan informasi yang
akan
diperoleh
dengan
membawa pedoman wawancara
serta menggunakan alat bantu
dalam melakukan wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data dengan
melakukan
wawancara
terstruktur yang membawa
pedoman wawancara tentang
topik yang diteliti yakni
berkaitan
dengan.Pertentagan
budaya dengan pendidikan
formal yang ada di kelarga suku
laut
c. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan
sebagai penunjang penelitian.
Selain itu dokumentasi juga
digunakan
untuk
mengumpulkan
data-data
yang
berbentuk
catatan
berupa
hasil-hasil
wawancara, foto-foto, serta
dokumen-dokumen
yang
menunjang penelitian. Maka
dalam pengumpul data ini
peneliti juga menggunakan
alat bantu kamera untuk
mendokumentasikan proses
dalam pengumpulan data
tersebut sebagai barang bukti
dan pengingat bagi peneliti.
6. Teknik Analisa Data
Menurut bogdan dan Biklen
(dalam Husaini Usman dan
Purnomo
Setiady
Akbar,
2009:84), analisis data ialah
proses mencari dan penyusunan
data yang sistematis melalui
transkip wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi yang
secara akumulasi menambah
pemahaman peneliti terhadap
yang ditemukan. Berdasarkan
kutipan tersebut maka peneliti
akan memanfaatkan semua data
yang diperoleh dengan mengecek
terlebih dahulu hasil wawancara
dari informan sebelum ditulis
secara
ilmiah
dan
dapat
dipertanggungjawabkan sesuai
dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti.
Dalam menganalisis data
yang diperoleh dari hasil
penelitian, digunakan teknik
deskriptif
analisis.
Dalam
prosesnya, analisa data dalam
penelitian ini menggunakan
model yang telah dikembangkan
oleh Miles dan Huberman. Miles
dan Huberman mengemukakan
bahwa analisis data terdiri dari
tiga alur kegiatan yang secara
bersamaan, yaitu reduki data,
serta penarikan kesimpulan atau
verifikasi. (Husaini Usman dan
Purnomo
Setiady
Akbar,
2009:84).
1. Dalam penelitian ini proses
reduksi
data
dilakukan
dengan merangkum semua
hasil penelitian yang didapat
dilapangan,
kemudian
dilakukan pemilihan hal hal
pokok yang fokos membahas
masalah
penelitian
dikarenakan di lapangan data
yang diperoleh cukup banyak
sehingga dilakukan pemilihan
hal yang fokos dan penting
yang membahas masalah
penelitian.
2. Dalam hal ini, data yang
sudah di rangkum di sajikan
ke dalam bentuk teks, yang
bertujuan
untuk
mempermudah
proses
penarikan kesimpulan dari
hasil yang di dapat.
3. Dalam penelitian ini proses
penarikan
kesimpulan
dilakukan setelah semua data
di sajikan dalam bentuk teks,
dengan menarik kesimpulan
dari keseluruhan data tersebut
sehingga mendapatkan hasil
dari apa yang diteliti di
lapangan.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Manusia Dan Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata
sansekerta
buddayah,
yang
merupakan bentuk jamak dari
buddhi, yang berarti budi atau
akal.
Dengan
demikian,
kebudayaan berarti hal-hal yang
bersangkutan
dengan
akal.
Adapun ahli antropologi yang
merumuskan definisi tentang
kebudayaan secara sistematis dan
ilmiah adalah Taylor, yang
menulis
dalam
bukunya:
“Primitive Culture”, bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan
yang
kompleks,
yang
di
dalamnya
terkandung
ilmu
pengetahuan,
kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adatistiadat, dan kemampuan lain,
serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia
sebagai
anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006).
Menurut koentjraningrat (2002)
mengarti kan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan ,
milik manusia dengan belajar.
terdapat 7 unsur dari kebudayaan
didunia antara lain sebagai berikut
ini :
1. Peralataan dan perlengkapan
hidup
manusia
(pakian,
perumahan,
alat-alat
rumah
tangga, senjata, alat- alat
produksi,
transfor
dan
sebagainya)
2. Mata pencaharian hidup dan
sistem-sidtem
ekonomi
(pertanian, peternakaan, sistem
3.
4.
5.
6.
7.
produksi, sistem distribusi dan
sebagainya)
Sistem kemasyarakatan (sistem
kekrabatan, organisasi politik,
sistem
hukum,
sistem
perkawinan)
Bahasa (lisan maupun tulis)
Kesenian (senirupa, seni suara,
seni gerak dan sebagainya)
Sistem pengetahuan
Religi (sistem kepercayaan)
Sistem Religi Sistem religi
meliputi kepercayaan, nilai,
pandangan hidup, komunikasi
keagamaan
dan
upacara
keagamaan.Definisi kepercayaan
mengacu
kepada
pendapat
Fishbein dan Azjen (dalam
Soekanto,
2007),
yang
menyebutkan
pengertian
kepercayaan atau keyakinan
dengan kata “belief”, yang
memiliki pengertian sebagai inti
dari setiap perilaku manusia.
Aspek kepercayaan tersebut
merupakan acuan bagi seseorang
untuk
menentukan
persepsi
terhadap
sesuatu
objek.
Kepercayaan
membentuk
pengalaman, baik pengalaman
pribadi maupun pengalaman
sosial.
B. Komunitas Adat Terpencil (
KAT )
Suku laut merupakan bagian
dari komunitas adat terpencil
(KAT) yang merupakan salah
satu
Penyandang
Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS),
sehingga
menjadi
sasaran
program pada Kementerian
Sosial Republik Indonesia.
Komunitas
Adat
Terpencil
(KAT) adalah kelompok orang
yang hidup dalam kesatuan
kesatuan wilayah yang bersifat
lokal dan terpencar serta kurang
atau belum terlibat dalam
jaringan dan pelayanan baik
sosial ekonomi maupun politik.
Komunitas Adat Terpencil
berciri komunitas kecil, tertutup
dan homogeni, pranata sosialnya
bertumpu
pada
hubungan
kekerabatan, pada umumnya
terpencil secara geografis dan
relatif sulit dijangkau, pada
umumnya masih hidup dalm
sistem ekonomi subsistem,
peralatan
dan
tekhnologi
sederhana, ketergantungan pada
lingkungan
hidup
dan
sumberdaya alam setempat
relatif tinggi, dan terbatasnya
akses
pelayanan
sosial,
ekonomi, dan politik (Prof. Dr
Zen, Muhammad, 2002) .
KAT merupakan sebuah
kelompok sosial budaya yang
secara geografis bertempat
tinggal di daerah terpencil,
terisolir dan sulit dijangkau.
Kondisi
demikian
mengakibatkan
terbatasnya
akses terhadap dunia luar.
Kedudukan ini menjadi salah
satu
faktor
terbatasnya
aksebilitas pelayanan sosial
dasar,
sehingga
mereka
tertinggal
perkembangannya
dibandingkan
dengan
masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Komunitas Adat Terpencil
(KAT) adalah kelompok sosial
budaya yang bersifat local dan
terpencil serta kurang atau
belum terlibat dalam jaringan
dan pelayanan baik sosial,
ekonomi,
maupun
politik
(Keppres Nomor 111 Tahun
1999). Sebagaimana komunitas
lainnya, KAT juga mengalami
berbagai masalah sosial dan
bahkan lebih bervariasi dan
lebih kompleks dilihat dari
berbagai sudut pandang warga
KAT pada umumnya bertempat
tinggal jauh dipedalaman di
tengah hutan belantara, di
dataran tinggi atau pegunungan,
di rawa-rawa, dipesisir pantai, di
pulau- pulau terpencil, dan di
daerah
perbatasan
dengan
Negara
tetangga.
Secara
geografis maupun sosial budaya
habitat KAT dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) kategori, masih
berkelana, menetap sementara,
dan
menetap.
Dalam
mempertahankan
hidupnya,
warga
KAT
umumnya
mengandalkan sumber dan
potensi
alam
dengan
menggunakan
penerapan
teknologi sangat sederhana.
Derasnya arus informasi yang
disertai
dengan
kemajuan
teknologi, secara lambat laun,
kehidupan KAT juga makin
tertinggal, bahkan terdesak
hingga terjadi pelanggaran Hak
Asasi Manusia. Permasalahan
sosial yang dihadapi warga
KAT tidak terletak pada
kebiasaan hidup yang telah
mereka jalani, akan tetapi diukur
dari derajat kelayakan hidup
yang memungkinkan mereka
tetap
mempertahankan
keberlangsungan
hidupnya
(survival),
membangun
peradaban sendiri (civilization)
serta
memenuhi
martabat
kemanusiaan (human dignity)
dan hak- haknyayang layak bagi
kemanusiaan (human right)
dalam
kesatuan
hidup
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Abraham Maslow
(dalam Richard L. Daft, 2002)
berpendapat ada 5 (lima)
hierarki kebutuhan manusia,
yaitu
(1)
Fisiologi
(physiological needs), yaitu
kebutuhan fisik manusia yang
paling mendasar seperti pangan,
sandang perumahan, udara, dan
air termasuk kebutuhan seks, (2)
Kebutuhan keamanan (safety
needs) adalah kebutuhan untuk
keselamatan
dan
jaminan
lingkungan fisik, emosional, dan
kebebasan dari adanya ancaman.
(3) Kebutuhan penerimaan
(belongingness needs) adalah
kebutuhan yang merefleksikan
hasrat untuk diterima oleh
sesama, menjadi ikatan sekawan
dan menjadi bagian dari
kelompok.
(4)
Kebutuhan
penghargaan (esteem needs)
yaitu kebutuhan untuk memiliki
kesan positif dan menerima
perhatian,
penyaluran
dan
apresiasi dari orang lain. (5)
Kebutuhan
aktualisasi
diri
(selfactualization
needs)
merupakan kebutuhan yang
menekankan pada potensi dan
peningkatan
kompetensi
seseorang. Bagi warga KAT
kelima
hirarki
kebutuhan
manusia tersebut di atas rasanya
masih jauh dari kenyataan,
karena pemenuhan kebutuhan
dasar
(fisiologi)
belum
semuanya terpenuhi secara
layak. Terlebih bagi warga KAT
yang masih dalam taraf awal
pemberdayaan sosial (dalam
penelitian Sri Wahyuni, 2012).
C. Pendidikan
Masyarakat
Suku Laut
Sikap masyarakat Suku Laut
sangat tidak peduli terhadap
pendidikan, dengan berbagai
macam alasan, seperti sikap
tertutup dengan masyarakat
suku
lainnya;
upaya
mempertahankan
kebiasaankebiasaan nenek moyang, setiap
harinya mereka lebih disibukkan
untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Persoalan terakhir ini
tampaknya menjadi kendala
besar bagi masyarakat Suku
Laut, karena tidak sempat dan
tidak mau berinteraksi dengan
kelompok lain, termasuk tidak
memberi kesempatan bagi anakanak mereka untuk memasuki
Sekolah. Sejak kecil sudah
diajarkan setiap harinya hidup di
pinggiran laut dan bekerja
membantu orang tua. Sedangkan
Pendidikan menurut Zainudin
Maliki ( 2008:272) memiliki
peran yang besar dalam
penyediaan
sumber
daya
manusia yang berkualitas dan
berdaya saing tinggi. Pendidikan
bukan
saja
sebagai
alat
membentuk
sumber
daya
manusia yang berdaya saing
tinggi melainkan diharapkan
juga ikut menentukan terjadinya
berbagai perubahan sosial. .
G. GAMBARAN
UMUM
LOKASI PENELITIAN
1. Gambaran Umum
Kampung Wisata Panglong
Kampung Wisata Pang Long
terletak di pulau Bintan, tepatnya di
Desa Berakit Kecamatan Telok
Sebong Kabupaten Bintan. Kampung
panglong adalah sebuah kampung
yang terletak di ujung utara pulau
Bintan Kecamatan Teluk sebong,
berjarak hanya 200 meter dari
pelabuhan International Tanjung
berakit, yang mana sekitar tahun
2011 Kampung Panglong telah di
jadikan sebagai kampung wisata
pualu Bintan. Penduduk kampung
Panglong
banyak
merupakan
penduduk dari suku laut.
H. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
a. Karakteristik Informan
Informan yang dipilih peneliti
merupakan informan yang telah
memenuhi segala karakteristik
informan penelitian, sehingga di
anggap mampu memberikan
informasi seputar masalah yang
diteliti. Dalam penelitian ini
informan yang dipilih adalah
masyrakat suku laut di Desa
Berakit tepatnya di Desa Wisata
Panglong yang sudah bekeluarga
serta memiliki anak yang
mengalami
putus
sekolah
terutama pada usia Sekolah
Dasar (SD ). Adapun nama nama
masyarakat suku laut yang
ditentukan menjadi informan
yaitu Ibu Norma, Ibu Hariah, Ibu
Roso Dalimayanti, Ibu Saldiah,
Bapak Mat Biyong, Bapak
Awang, Jenis pekerjaan informan
penelitian di ambil dari informan
yang bekerja sebagai nelayan,
berdasarkan pendidikan informan
yang diambil yaitu informan
yang
tidak
mengenyam
pendidikan, mempunyai anak
pada usia sekolah lebih dari 1
orang.
b. Makna
Pendidikan
Informal Bagi Masyarakat
Suku Laut di Kampung
Wisata Pang Long
Masyarakat suku terasing
juga terdapat di
Provinsi
Kepulauan
Riau
yakni
masyarakat suku laut. Suku laut
adalah salah satu suku bangsa
yang terdapat di daerah di
Provinsi Riau dan Kepulauan
Riau yang di kategorikan sebagai
masyarakat terasing. Masyarakat
terasing, termasuk orang laut
sering di dentikkan sebagai orang
bodoh, terbelakang, miskin dan
selalu
menggunakan
magic
(kekuatan supranatural) dalam
kehidupan mereka (Isjoni, 2003).
Di Desa Berakit tepatnya di
Kampung Wisata Pang Long
terdapat suku laut yang awalnya
mendiami wilayah tersebut.
Dilihat dari pendidikan formal,
masyarakat
suku
laut
di
Kampung Wisata Pang Long
masih tergolong sangat minim
hanya terdapat 145 dari 279
masyarakat Kampung Wisata
pang Long yang tidak atau belum
mengenyam pendidikan dan
jumlah tersebut di dominasi oleh
suku laut.
Menurut
Nana
Sudjana
(1995: 3) bahwa penilaian
mempunyai ciri-ciri adanya objek
atau program yang dinilai dan
adanya kriteria sebagai dasar
untuk membandingkan antara
kenyataan atau apa adanya
dengan
kriteria
atau
apa
harusnya. Dapat di simpulkan
bahwa penilaian masyarakat
tentang pendidikan mempunyai
pandangan yang berbeda antara
penting dan tidak pentingnya,
tidak petingnya pendidikan di
sorot dari bahwa mempunyai
pendidikan yang tinggi tujuannya
hanya untk mencari pekerjaan,
sehingga masyarakat suku laut di
Kampung Wisata Pang Long
menilai tidak bersekolah juga
mereka mendapatkan pekerjaan
untuk mencari nafkah keluarga.
Sedangkan untuk pentingnya
pendidikan juga di sorot bahwa
pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat penting karena di
anggap akan memperkaya ilmu.
c. Pola Pendidikan Anak
Suku Laut Di Kampung
Wisata
Pang
Long
Kabupaten Bintan
Pendidikan merupakan suatu
hal
yang
sangat
penting,
masyarakat
suku
laut
di
Kampung Wisata pang Long
lebih banyak mengutammakan
pendidikan informal bagi anak
yang dapat di lihat dari
kebudayaan orang tua yang lebih
memperkenalkan alat tangkap
kepada anak, mata pencaharian
yang selalu diturunkan ke
generasi, sistem kekerabatan,
yang dapat di lihat dari
pembahasan berikut :
1. Orang
tua
lebih
Memperkenalkan
alat
tangkap kepada anak
Pemikiran orang tua terhadap
pendidikan anak yang di
dasaran
pada
unsur
kebudayaan
yaitu
yang
memandang tentang peralatan
atau lat tangkap yang
digunakan orang suku laut
dalam mencari hasil laut
merupakan
sebuah
kebudayaan yang harus di
ajaran kepada anak anak
sejak anak berusia 5 tahun.
Menurut J.J. Hoenigman
(dalam
Koentjaraningrat
2002) Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu
tindakan
berpola
dari
manusia dalam masyarakat
itu. Masyarakat suku laut
melakukan suatu aktifitas
dalam memperkenalkan dan
mengajarkan penggunaan alat
tangkap kepada anak anak
mereka, penggunaan alat
tangkap merupakan suatu
kebudayaan yang mereka
angkap sudah ada sejak
zaman
nenek
moyang
terdahulu. Namun, dalam
dunia pendidikan orang tua
menganggap
bahwa
kehidupan tergantung dengan
pandai
atau
tidaknya
mengusai
alat
tangkap,
karena apabila mereka pandai
mengusai
alat
tangkap
mereka akan mendapatkan
penghaslan yang lebih. Untuk
itu pendidikan formal bukan
menjadi hal yang utama
dibandingkan
dengan
pengajaran
tentang
alat
tangkap yang diberikan oleh
orang tua.
b. Ajaran orang tua bahwa
mata pencaharian harus
di turunkan ke generasi
selalu pandai dalam mencari
hasl laut dengan memperoleh
penghasilan yang banyak,
dan hal tersebut tidak akan di
dapat dari pendidikan di
sekolah, melainkan hanya
didapat dari ajaran yang
diberikan oleh keluarga dan
di praktekkan langsung ke
laut.
Dari
zaman
nenek
moyang masyarakat suku laut
terkenal dengan bermata
pencarian sebagai nelayan,
dan mata pencarian tersebut
telah menjadi kebudayaan
yang
turun
temurun
diturunkan kepada generasi
penerus keluarga yaitu anak
anak. Sampai saat ini telihat
bahwa di Kampung Wisata
Pang Long masyarakat suku
laut juga bermaata pencarian
sebagai nelayan. Nelayan
merupakan sebuah pekerjaan
yang
sangat
tergantungdengan laut, laut
merupakan sumber utama
bagi nelayan untuk mencari
penghasilan.
Ranjabar, (2006 : 23 )
Sistem Mata Pencaharian
Hidup atau aktivitas ekonomi
mengkaji bagaimana cara
mata
pencaharian
suatu
kelompok masyarakat atau
sistem perekonomian mereka
untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. dalam hal ini mata
pencaraian suatu kelompok
masyarakat suku laut di
Kampung Wisata Pang Long
sangat
mempengaruhi
pendidikan anak. Nelayan
merupakan sebuah pekerjaan
yang harus di turunkan
kepada generasi mereka.
Menjadikan anak anak
sebagai nelayan yang handal
merupakan ungkapan yang di
papakan
oleh
informan
penenlitian di atas, bagi
masyarakat suku laut nelayan
handal merupakan nelayan
yang ali dalam laut, mengusai
segala ilmu laut tentunya
Orang tua suku Laut di
Kampung Wisata Pang Long
menilai
pendidikan
merupakan suatu hal yang
tidak bisa membuat anak
anak mereka mendapatkan
suatu pekerjaan yang lebih
baik, karena untuk bekerja di
lingkungan formal seperti
kantoran hal tersebut bukan
merupakan keahlian mereka,
dan merekapun susah di
terima dilingkungan formal
seperti itu, hal tersebutlah
membuat mata pencaharian
menjadi penghambat anak
anak untuk bersekolah
c. Sistem Kekerabatan
Kekerabatan merupakan
unit - unit sosial yang terdiri
dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah
atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri
atas
ayah,
ibu,
anak,
menantu, cucu, kakak, adik,
paman, bibi, kakek, nenek
dan
seterusnya.
Dalam
kehidupan masyarakat, sistem
kekerabatan
merupakan
sebuah unsure yang tidak
dapat dipisahkan dengan
kebudayaan, karena sistem
kekerabatan merupakan suatu
hal yang terus diturunkan dari
generasi ke generasi.
Kekerabatan merupakan
bagian yang sangat penting
dalam
struktur
sosial.
Kekerabatan
suatu
masyarakat
dapat
dipergunakan
untuk
menggambarkan
struktur
sosial dari masyarakat yang
bersangkutan. Kekerabatan
adalah unit- unit sosialyang
terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan
darah
atau
hubungan
perkawinan.
Anggota
keluarga,
sanak
saudara
sering kali memiliki pengaruh
yang
bermakna.(Hartanto,
2006).
Sistem
keberabatan
masyarakat
suku
laut
mempengaruhi
dunia
pendidikan merupakan suatu
hal yang sangat wajar, karena
orang tua menilai bahwa
sistem kekerabatan mampu
mempengaruhi hal tersebut
dan yang terjadi yaitu anak
anak menggangap bahwa
untuk
apa
bersekolah
keluarga saja banyak yang
tidak bersekolah hal tersebut
membuat
minat
anak
terhadap dunia pendidikan
menjadi berkurang.
I. PENUTUP
KESIMPULAN
Di Kabupaten Bintan tepatnya di
Kampung Wisata Pang Long
sebagian masyarakatnya berasal dari
suku laut, suku laut yang mendiami
wilayah tersebut sangat minim dalam
mengenyam pendidikan formal,
masih banyak terdapat anak anak
yang putus sekolah. Dalam menggapi
tentang pendidikan formal orang tua
laut mengakui bahwa pendidikan
merupakan suatu hal yang penting di
dapatkan oleh setiap orang. Pola
pendiidkan yang diajarkan oleh
orang tua suku laut di Kampung
Wisata Pang Long di pengaruhi
unsur kebudayaan masyarakat suku
laut tersebut dapat dilihat dari orang
tua lebih memperkenalkan alat
tangkap kepada anak, mata Pencarian
harus di turunkan ke generasi, sistem
Kekerabatan yang kental
Saran
1. Anak anak merupakan suatu
generasi penerus bangsa yang
harus memiliki ilmu dan
wawasan yang luas, untuk
mendapakan
hal
tersebut
tentunya tidak bisa di dapatkan di
lingkungan keluarga, utuk itu di
sarankan kepada pihak orang tua
agar selalu memotivasi anak anak
dalam bersekolah yang pasti
tidak meninggalkan budaya yang
memang ada pada masyarakat
suku laut sejak dahulunya.
2. Untuk anak anak suku laut di
Kampung Wisata Pang Long
diharapkan
untuk
tetap
mengenyam pendidikan sampai
ke perguruan tinggi agar mampu
menggangkat derajat suku laut
yang selalu di kenal masyarakat
luas sebagai suk yang tidak
punya pendidikan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Husaini Usman, Purnomo Setiadi,2009. Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta:Bumi Aksara.
Hartanto, GH , 2004. Keluarga Berancana dan Kontasepsi, Jkarta : Pustaka Sinar
Harapan
Irawan, Prasetya, 2006. Penelitian Kualitatif Dan kuantitatif Untuk Ilmu Ilmu
Sosial.Jakarta : DIA FISIP UI.
Isjoni,, Drs, Msi. 2003, Komunitas Adat Terpencil Tersingkir Di Tengah
Gemerlap Zaman , PEKANBARU. Bahasa press
Koentjraningrat, 2002, Pengantar ilmu Antropologi, Jakarta : PT Rineka Cipta
Maliki, Zainuddin.2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Ranjabar, Jacobus, 2006, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar,
Bandung : Ghalia Indonesia
Prof. Dr Zen, Muhammad, 2002, Orang Laut Studi Etnopedagogi. Jakarta :
Yayasan Bahari Nusantara
Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D.Bandung:Alfabeta.
Sudjana, Nana. 1995,Penilaian Hasil Proses Belajar Mnegajar, Bandung : Bumi
Aksara
Soekanto, Sarjono, 2007. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Sumber lain :
a. Sumber penelitian
Sri wahyuni M.si dan Muhammad Yusuf H.M.M.Ed.2012, Perempuan Miskin
Dalam Keterisolasiannya (Studi Perempuan Komunitas Adat
terpencil Suku Laut Di Desa Kelumu Kabupaten Lingga) :
Universitas Maritim Raja Ali Haji .
Download