Abstrak - Pangkalan Data Dosen Universitas Pancasila

advertisement
SINTESIS p-METOKSISINAMOIL UREA DENGAN BAHAN BAKU
ETIL p-METOKSISINAMAT YANG DIISOLASI DARI RIMPANG
KENCUR ( Kaempferia galanga L.)
1
1
1
Esti Mumpuni * , Gresye L , Liliek Nurhidayati
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila ,Srengseng Sawah, Jagakarsa,Jakarta 12640
Korespondensi : [email protected]
1
Abstrak
Kencur ( Kaempferia galanga L.), adalah salah satu tanaman obat tradisional Indonesia.
Tumbuhan ini mengandung beberapa senyawa kimia, salah satu diantaranya ialah etil pmetoksisinamat yang merupakan kandungan utama kencur. Senyawa ini diisolasi dari
simplisia serbuk kencur dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol atau heksan.
Hidrolisis etil p-metoksisinamat dengan natrium hidroksida menghasilkan asam po
metoksisinamat yang direaksikan dengan tionil klorida pada suhu 60 C menghasilkan pmetoksisinamoil klorida sebagai senyawa antara. Asilasi p-metoksisinamoil klorida dengan
o
urea pada suhu 60 C dan suhu kamar dihasilkan p-metoksisinamoil urea dengan rendemen
total reaksi sintesis berturut – turut 61,1% dan 35,5%.
Kata kunci: etil p-metoksisinamat, p-metoksisinamoil urea, sintesis, Kaempferia galanga
Pengantar
Kekayaan negara Indonesia akan berbagai jenis tumbuhan merupakan salah satu faktor
pendukung bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, bila dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Masyarakat tradisional Indonesia telah lama memanfaatkan tumbuh - tumbuhan dalam kehidupannya
baik sebagai bahan pangan, obat – obatan atau sebagai bahan kosmetik. Salah satu tumbuhan yang
banyak dimanfaatkan adalah kencur. Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis
tumbuh-tumbuhan yang banyak memberikan manfaat terutama dari rimpangnya, rimpang kencur
mempunyai bau khas aromatik, pedas, hangat, dan agak pahit. Rimpang kencur banyak digunakan
dalam obat tradisional Indonesia dan juga sebagai penyedap rasa (Syamsuhidayat,1991).
Berbagai penelitian yang berhubungan dengan aktifitas biologis dan kandungan kimia kencur
telah dikembangkan oleh beberapa peneliti dan berdasarkan pengembangan penelitian tersebut
maka dapat diketahui aktifitas biologisnya yaitu sebagai antipiretik, analgetik, antikejang, antifungal,
dan insektisida. Aktifitas biologis ini ditimbulkan oleh komponen kimia aktif yang dikandungnya dan
diduga sebagai senyawa – senyawa turunan sinamat alam (Fahmi R, 1991).
Kandungan utama rimpang kencur yang telah diketahui dan ditemukan dalam rendemen
yang relatif besar adalah etil p-metoksisinamat. Etil p-metoksisinamat merupakan salah satu senyawa
turunan sinamat yaitu senyawa fenolik alam dari golongan fenil propanoid, senyawa dengan kerangka
karbon C6 – C3 terdiri dari cincin (C6) yang terikat pada ujung dari rantai karbon propan (C 3).
Senyawa – senyawa turunan sinamat dilaporkan memiliki berbagai aktifitas biologis, yang potensial
diantaranya etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur diketahui mempunyai efek analgetik. Etil
p-metoksisinamat dapat diperoleh dengan mudah melalui ekstraksi perkolasi serbuk akar tinggal
kencur menggunakan petroleum eter atau etanol. Karena etil p-metoksisinamat dapat diisolasi dalam
jumlah yang relatif besar sekitar 8 – 10% maka senyawa produk bahan alami ini berpotensi untuk
dijadikan bahan baku sintesis organik (Fahmi R, 1991 dan Heri R,1994).Penelitian dilakukan untuk
mensintesis senyawa p-metoksisinamoil urea dengan menggunakan bahan baku etil pmetoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). p-metoksisinamoil urea
termasuk senyawa golongan ureida dan diduga memiliki aktifitas analgetik antiinflamasi.
Sintesis p-metoksisinamoil urea dari etil p-metoksisinamat berlangsung dalam beberapa
tahap. Etil p-metoksisinamat hasil isolasi dihidrolisis dengan natrium hidroksida menjadi asam pmetoksisinamat, yang kemudian direaksikan dengan tionil klorida menjadi p-metoksisinamoil klorida.
Hasil reaksi antara p-metoksisinamoil klorida dengan urea menghasilkan p-metoksisinamoil urea.
Senyawa hasil isolasi, hidrolisis dan sintesis diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT), uji titik
lebur, spektrofotometri ultraviolet – cahaya tampak, spektrofotometri inframerah dan spektrofotometri
massa.
Bahan dan Metode
Bahan
Etanol , Asam klorida,Natrium hidroksida,Tionil klorida, Metanol, Kloroform, Aseton, Urea, Akuades,
Perkolator, Alat – alat gelas laboratorium, Rotavapor Buchi 2500, Seperangkat alat refluks, Corong
Buchner, Perkolator, Lempeng silika gel GF254, FT-IR Shimadzu IR-8400, Spektrofotometer UV/VIS
Hitachi U-2800, Pengukur suhu lebur Buchi 540, Timbangan analitik Mettlert MT 5, Kromatograf CairSpektrometri Massa Perkin Elmer series 200.
Metode
Isolasi etil p-metoksisinamat dari serbuk kencur
Rimpang kencur sebanyak 10 kg terlebih dahulu dicuci dengan air sampai bersih, setelah itu dipotong
tipis – tipis dan dikeringkan dibawah sinar matahari ditandai bila bahan menjadi rapuh dan mudah
dipatahkan. Kemudian diserbukkan dengan menggunakan blender, serbuk yang dihasilkan kemudian
diayak. Ke dalam perkolator berdiameter 10 cm dengan panjang 120 cm yang dasarnya dilapisi
kapas dimasukkan serbuk kencur, dan kemudian direndam dengan menggunakan etanol teknis
berlebih. Perendaman dilakukan selama 24 jam, setelah itu kran perkolator dibuka dan cairan
perkolasi ditampung dalam labu erlenmeyer. Proses perkolasi diulang lagi sampai proses perkolasi
sempurna ditandai dengan tidak meninggalkan noda pada gelas arloji. Cairan hasil perkolasi
selanjutnya dipekatkan dengan rotavapor sampai diperoleh ekstrak kental. Perkolat pekat tersebut
direndam dengan air es sambil diaduk sehingga terbentuk padatan. Padatan yang diperoleh disaring
dengan corong buchner. Setelah itu dimurnikan secara rekristalisasi menggunakan campuran etanol
– air (2:1). Senyawa hasil isolasi diidentifikasi.
Hidrolisis etil p-metoksisinamat
10 gram etil p-metoksisinamat dilarutkan dalam 25 ml etanol dan dimasukkan ke dalam labu alas
bulat. Selanjutnya dimasukan 5,7 gram natrium hidroksida ditambah 100 ml air, campuran tersebut
direfluks selama 1 jam di atas penangas air. Larutan didinginkan dan diasamkan dengan 50 ml asam
klorida encer (dibuat dengan cara 16.5 ml asam klorida pekat ditambah air sampai 100 ml). Setelah
diasamkan dan terbentuk endapan putih kemudian dipanaskan selama 5 menit. Setelah dingin
disaring dan dicuci beberapa kali dengan air sampai bebas asam. Endapan yang terbentuk
dimurnikan secara rekristalisasi menggunakan etanol – air ( 70 : 30 ). Senyawa hasil hidrolisis (asam
p-metoksisinamat) diidentifikasi.
Sintesis p-metoksisinamoil urea
Cara I
Ke dalam labu alas bulat berleher dua yang kering serta dilengkapi dengan termometer dan alinh
kondensor dimasukkan 2 gram asam p-metoksisinamat, dan ditambahkan langsung 3 ml tionil klorida.
o
Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit selanjutnya labu dipanaskan pada suhu 60 C
O
selama 1 jam. Setelah proses ini selesai masukkan 4 gram urea kemudian direfluks pada suhu 60 C
selama 1 jam. Setelah dingin ditambahkan 250 ml air, endapan disaring dan dimurnikan secara
rekristalisasi dengan menggunakan metanol – air (3:1).
Cara II
Dengan menggunakan labu alas bulat yang kering dimasukkan 2 gram asam p-metoksisinamat,
ditambahkan langsung 2 ml tionil klorida kemudian dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar.
o
Setelah itu campuran direfluks selama 1 jam pada suhu 60 C. Setelah dingin dimasukkan 4 gram
urea. Campuran dibiarkan bereaksi pada suhu kamar selama 1 jam. Setelah proses ini selesai
ditambahkan 250 ml air, endapan disaring dan dimurnikan secara rekristalisasi dengan menggunakan
campuran metanol - air (3:1).
Identifikasi senyawa hasil isolasi, hidrolisis dan sintesis
Kromatografi lapis tipis
Lebih kurang 5 mg serbuk dilarutkan dengan 5 ml metanol. Masing – masing larutan tersebut
ditotolkan sebanyak 10 µL pada lempeng silika GF254 dengan menggunakan pipa kapiler, jarak rambat
pada lempeng 10 cm. selanjutnya dieluasi dengan eluen sebagai berikut: Eluen I :Metanol - aseton (
2:1) ; Eluen II Kloroform - aseton (2:1). Pengamatan bercak pada lempeng kromatografi dapat dilihat
dengan detektor sinar lampu UV.
Titik lebur
Sejumlah serbuk diisikan kedalam pipa kapiler setinggi 2,5 mm – 3,5 mm. Setelah dimampatkan
dengan cara mengetuk – ngetukkan secukupnya pada permukaan padat. Kemudian dengan
menggunakan alat pengukur suhu lebur ditentukan titik leburnya.
Identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet - cahaya tampak
Sejumlah lebih kurang 5 mg senyawa dilarutkan dalam 10 ml metanol, kocok sampai homogen.
Larutan dibuat spektrum serapannya pada panjang gelombang 200 – 400 nm.
Identifikasi secara spektrofotometri inframerah (FT-IR)
Sejumlah 1 mg zat digerus halus dengan 300 mg KBr sampai homogen. Dimasukkan kedalam
cetakan KBr kemudian diratakan. Setelah itu buat spektrum inframerah pada bilangan gelombang
-1
4000 – 400 cm .
Kromatografi cair - spektrometri massa
Lebih kurang 3 mg isolat dilarutkan dalam metanol dan disuntikkan ke dalam alat kromatograf cairspektrometri massa.Sistem LC-MS : ESI (Electro Spray Ionisation) positive ion mode,Volume
penyuntikan : 20 µL, Fase gerak : Metanol-air (80:20), Laju aliran :1 ml/min
Hasil dan Pembahasan
Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman dari Herbarium Bogoriense, Bogor menunjukkan bahwa rimpang yang
diteliti adalah rimpang tanaman Kaempferia galanga L. suku Zingiberaceae.
Isolasi etil p-metoksisinamat
Dari 10 kg rimpang kencur segar diperoleh 1,340 kg ( 13,4 % ) serbuk kencur kering. Kemudian
serbuk kering ini diisolasi secara ekstraksi perkolasi . Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru sampai sempurna yang umummnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri
dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan /
penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnnya 1-5 kali
bahan.Perkolasi serbuk kencur dengan pelarut etanol menghasilkan kristal hasil isolat dengan
sebanyak 0,94% dari serbuk kencur atau 0,13% bila diperhitungkan dari bahan segar.
Identifikasi secara kromatografi lapis tipis
Analisis isolat secara kromatografi lapis tipis digunakan dua macam eluen dengan kepolaran yang
berbeda yaitu metanol - aseton (2:1) dan kloroform - aseton (2:1). Sebagai fase diam digunakan silika
gel GF254. Hasil analisis dengan eluen metanol - aseton (2:1) menunjukkan bercak tunggal dengan Rf
0,69 dan kloroform - aseton (2:1) menunjukkan bercak tunggal dengan
Rf 0,80.Berdasarkan
penelitian sebelumnya Rizal Fahmi (1987) melakukan analisis kristal isolat secara KLT menggunakan
eluen yang sama metanol – aseton (2:1) menghasilkan Rf 0,50 sedangkan dengan kloroform –
aseton (2:1) menghasilkan Rf 0,94. Hasil analisis secara kromatografi lapis tipis ini memperlihatkan
bahwa kristal hasil isolasi memberikan bercak tunggal dengan menggunakan kedua eluen di atas.
Uji titik lebur
o
Titik lebur kristal hasil isolasi adalah 48,5 C. Titik lebur ini mendekati hasil yang diperoleh peneliti
o
sebelumnya. Rizal Fahmi (1987) melaporkan bahwa etil p-metoksisinamat melebur pada 48 – 48,5 C,
o
sedangkan Sumatra (1969) melaporkan etil p-metoksisinamat melebur pada 48,5 – 49 C.
Identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet – cahaya tampak
Identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet - cahaya tampak terhadap kristal hasil isolasi dalam
pelarut metanol memberikan spektrum dengan serapan maksimum, masing – masing pada 309 nm,
226,5 nm, 211,5 nm. Spektrum ini mirip dengan spektrum etil p-metoksisinamat yang dilaporkan oleh
Rizal Fahmi yang memiliki serapan maksimum pada 308 nm, 226 nm, 218 nm. Panjang gelombang
maksimum 309 nm merupakan perluasan sistem kromofor oleh konyu gasi gugus metoksi pada posisi
para terhadap gugus fenil. Serapan maksimum pada 226,5 nm, dan 211,5 nm diketahui sebagai
benzenoid (2).
Identifikasi secara spektrofotometri inframerah (FT-IR)
Analisis dengan spektrofotometer inframerah memberikan spektrum di bawah ini:
Gambar 1. Spektrum inframerah isolat (etil p-metoksisinamat) hasil isolasi dari rimpang kencur
Dari spektrum tersebut terdapat pita – pita serapan spesifik pada bilangan gelombang sebagai
-1
-1
berikut: 3004 cm menunjukkan vibrasi ulur gugus C-H tak jenuh. Pita pada 2935,46 cm adalah
vibrasi ulur gugus C-H jenuh. Absorbsi inframerah karbonil ester alifatik sekitar bilangan gelombang
-1
1740 cm namun adanya konyugasi gugus C = C dengan inti aromatik maka gugus C = O menyerap
-1
pada frekuensi yang lebih rendah sekitar 1700 – 1725 cm (12). Dari data spektrum terlihat gugus
-1
karbonil ester ditunjukkan oleh pita pada 1704,96 cm , gugus C = C terkonyugasi dengan inti
-1
aromatik pada 1629,74 cm , sedangkan gugus C = C aromatik ditunjukkan oleh vibrasi ulur pada
-1
-1
1602,74 cm . gugus C – O ester ditunjukkan oleh pita serapan pada
1178,63 cm yang
-1
merupakan daerah sidik jari. Adanya inti aromatis didukung oleh pita serapan pada 1569,95 cm dan
-1
-1
1512,09 cm . Pita serapan pada 829,33 cm menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi memiliki inti
benzen tersubtitusi pada posisi para .
O
C
OC2H5
H3CO
(etil p-metoksisinamat)
Kromatografi cair-spektrometri massa
Hasil identifikasi secara kromatografi cair-spektrometri massa menunjukkan bahwa isolat memberikan
+
+
+
nilai [M+1] pada m/z 206,9057; [M+Na] pada m/z 228,8735; dan [2M+Na] pada m/z 434,8027.
Bobot molekul isolat adalah 205,9057  206 dengan waktu retensi 5,1.
Hidrolisis etil p-metoksisinamat
Hidrolisis 10,210 gram etil p-metoksisinamat menghasilkan padatan 8,606 gram. Zat padat ini
direkristalisasi dan dihasilkan kristal sebanyak 7,75 gram atau 87,78% jika diperhitungkan terhadap
etil p-metoksisinamat.
Identifikasi secara kromatografi lapis tipis
Hasil hidrolisis diidentifikasi secara kromatografi lapis tipis digunakan dua macam eluen yaitu
metanol - aseton ( 2:1) dan kloroform - aseton (2:1). Sebagai fase diam digunakan silika gel GF 254.
Dengan eluen metanol - aseton (2:1) dihasilkan Rf = 0,79 sedangkan dengan eluen kloroform –
aseton (2:1) memiliki
Rf = 0,67. Berdasarkan penelitian sebelumnya Rizal Fahmi (1987)
melakukan analisis KLT terhadap hasil hidrolisis dengan eluen yang sama. Dengan metanol – aseton
(2:1) menghasilkan Rf 0,70 dan kloroform – aseton dengan Rf 0,49. Hasil analisis secara KLT dapat
dilihat sebagai berikut
Identifikasi titik lebur
o
Titik lebur senyawa hasil hidrolisis adalah 171,6 C. Hasil ini sama dengan titik lebur yang dilaporkan
o
oleh Rizal Fahmi bahwa asam p-metoksisinamat hasil hidrolisis melebur pada 171 – 173,5 C.
Identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet - cahaya tampak
Identifikasi hasil hidrolisis secara spektrofotometri ultraviolet - cahaya tampak menghasilkan spektrum
dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 289,5 nm, 222 nm, 210,5 nm. Data ini mirip
dengan hasil yang dilaporkan oleh Rizal Fahmi (1987) dengan panjang gelombang maksimum pada
290 nm dan 224 nm.
Identifikasi secara spektrofotometri inframerah (FT-IR)
Analisis hasil hidrolisis menggunakan spektrofotometer inframerah memberikan pita serapan pada
-1
-1
2937,38 cm menunjukkan vibrasi ulur gugus C-H. Pita pada 1625, 88 cm menunjukkan C = C
-1
terkonyugasi dengan gugus aromatik. Pita pada 1598,88 cm menunjukkan gugus aromatik yang
-1
-1
didukung oleh spektrum pada 1514 cm dan 1438,8 cm . Serapan gugus karbonil asam karboksilat
-1
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1700 – 1725 cm dengan intensitas yang cukup kuat. Karena
adanya konyugasi dengan inti aromatik menggeser serapan karbonil asam karboksilat ke frekuensi
-1
yang lebih rendah yaitu 1680 – 1700 cm (12). Pada spektrum ini vibrasi gugus C=O asam
-1
-1
karboksilat ditunjukkan pada pita 1685 cm . Pita pada 973,99 cm menunjukkan gugus C = C
-1
dengan konformasi trans, Inti aromatik tersubtitusi para dinyatakan oleh vibrasi ulur pada 827 cm .
Adanya ikatan hidrogen yang kuat dari asam – asam karboksilat menyebabkan serapan OH sangat
-1
lebar dan intensif. Serapan OH ini mulai sekitar 3000 cm dan melandai ke dalam serapan karbon
hidrogen alifatik, lebarnya pita OH asam seringkali dapat mengaburkan serapan CH aromatik dan CH
-1
-1
alifatik (12).Pita lebar antara 3006,82 cm sampai 2516,93 cm menunjukkan vibrasi ulur untuk gugus
OH.
Gambar 2. Spektrum inframerah asam p-metoksisinamat
Kromatografi cair-spektrometri massa
Hasil identifikasi secara kromatografi cair-spektrometri massa menunjukkan bahwa senyawa hasil
+
+
+
hidrolisis memberikan nilai [M+1] pada m/z 178,9377; [M+Na] pada m/z 200,9086 ; dan [2M+Na]
pada m/z 378,8714. Bobot molekul senyawa hasil hidrolisis adalah 177,9377  178 dengan waktu
retensi 4,0.
O
C
OH
H3CO
Gambar 10. Asam p-metoksisinamat
Sintesis p-metoksisinamoil urea
Untuk mensintesis p-metoksisinamoil urea dari asam p-metoksisinamat,asam p-metoksisinamat
diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu p-metoksisinamoil klorida yang merupakan asil halida. Asil
halida atau asil klorida merupakan derivat asam karboksilat yang lebih reaktif dibandingkan dengan
ester, asam ataupun amida. Pembuatan p-metoksisinamoil klorida dilakukan dengan mereaksikan
asam karboksilat yaitu asam p-metoksisinamat dengan tionil klorida. Tionil klorida adalah salah satu
pereaksi untuk pembuatan asil klorida, tionil klorida lebih aman dan lebih baik karena produk
sampingnya berupa gas sulfurdioksida dan asam klorida dapat dihilangkan sehingga dapat diperoleh
produk reaksi yang relatif murni (12). Pembuatan asil klorida harus bebas air karena sifatnya mudah
terhidrolisis dengan air.
Pada penelitian sebelumnya untuk pembuatan asil klorida digunakan labu berleher tiga dilengkapi
dengan refluks kondensor, pengaduk magnetik yang berguna untuk pengadukan pada saat refluks
berlangsung, dan corong pisah untuk menambahkan tionil klorida secara perlahan, disertai
termometer untuk mengukur suhu refluks. Pembuatan asil klorida tersebut berlangsung pada suhu
o
50 C. Dalam penelitian ini, pembuatan asil klorida dilakukan dengan memodifikasi alat. Pembuatan
asil klorida menggunakan labu berleher dua dan labu berleher satu serta dilengkapi dengan
termometer dan refluks kondensor. Sintesis p-metoksisinamoil urea dari bentuk aktifnya pmetoksisinamoil klorida dilakukan dalam kondisi suhu yang berbeda. Sintesis pertama
po
metoksisinamoil klorida direaksikan dengan urea pada suhu 60 C. Dari 2,1050 gram asam pmetoksisnamat dihasilkan 1,0831 gram hasil sintesis yang telah direkristalisasi dengan rendemen
69,65 % diperhitungkan terhadap asam p-metoksisinamat. Sintesis kedua p-metoksisinamoil klorida
direaksikan dengan urea pada suhu kamar. Dari 2,0024 gram asam p-metoksisinamat dihasilkan
0,9060 gram kristal hasil sintesis dengan rendemen 36,61% diperhitungkan terhadap asam po
metoksisinamat. Rendemen total sintesis p-metoksisinamoil urea pada suhu 60 C sebesar 61,01%,
sedangkan rendemen total sintesis pada suhu kamar sebesar 35,48%
Identifikasi secara kromatografi lapis tipis
Analisis hasil sintesis secara kromatografi lapis tipis digunakan eluen yang sama dengan hasil isolasi
dan hidrolisis yaitu metanol - aseton (2:1) dan kloroform - aseton (2:1), sebagai fase diam digunakan
silika gel GF254. Dengan eluen metanol - aseton (2:1) diperoleh bercak tunggal dengan Rf 0,60
sedangkan dengan eluen kloroform - aseton (2:1) diperoleh bercak tunggal dengan Rf 0,88.
Berdasarkan uji KLT ketiga hasil identifikasi dengan menggunakan elue metanol – aseton (2:1) dan
kloroform – aseton (2:1) menunjukkan hasil Rf yang berbeda-beda. Dengan metanol – aseton (2:1) Rf
etil p-metoksisinamat hasil isolasi 0,69, Rf asam p-metoksisinamat hasil hidrolisis 0,79 dan Rf hasil
sintesis 0,60. Dengan kloroform – aseton Rf etil p-metoksisinamat 0,80, Rf asam p-metoksisinamat
0,67 dan Rf hasil sintesis 0,88. Perbedaan Rf dari ketiga senyawa tersebut dapat menunjukkan
tingkat polaritas. Dengan eluen metanol –aseton (2:1) menunjukkan bahwa asam p-metoksisinamat
lebih polar dari kedua senyawa lainnya, sedangkan dengan kloroform – aseton menunjukkan bahwa
senyawa hasil sintesis bersifat nonpolar karena memiliki Rf yang lebih tinggi dan dari letak bercak
ketiga senyawa tersebut menunjukkan bahwa hasil sintesis bukan merupakan etil p-metoksisinamat
atau asam p-metoksisinat
Identifikasi titik lebur
o
Titik lebur dari hasil sintesis dengan kedua cara di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu 225 C.
Identifikasi secara spektrofotometri ultraviolet – cahaya tampak.
Identifikasi hasil sintesis secara spektrofotometri ultraviolet – cahaya tampak menunjukkan bahwa
senyawa tersebut memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 317 nm dan 230 nm dalam
pelarut metanol. Berdasarkan perhitungan panjang gelombang menghasilkan panjang gelombang
maksimum 323 nm. Panjang gelombang 230 nm diketahui sebagai pita benzenoid. Adanya gugus
metoksi yang tersubstitusi pada benzen dengan posisi para menyebabkan pergeseran ke panjang
gelombang yang lebih besar disebut dengan efek batokromik.
Identifikasi secara spektrofotometri inframerah (FT-IR)
Identifikasi dengan spektrofotometer inframerah menghasilkan spektrum sebagai berikut:
Gambar 3. Spektrum inframerah hasil sintesis
-1
-1
Pita 827,41 cm menunjukkan inti aromatik tersubtitusi para. Pita lebar dari 3367,48 cm sampai
-1
-1
3193,90 cm menunjukan vibrasi gugus NH2. Vibrasi gugus C = O amida sekitar 1650 cm namun
-1
adanya serapan tekuk NH menunjukkan pergeseran ke frekuensi yang lebih tinggi yaitu 1700 cm
-1
(12). Pada spektrum ini Gugus C=O amida dapat ditunjukkan pada 1701 cm . serapan gugus NH
-1
terletak pada
1515 – 1670 cm tepat disebelah kanan serapan gugus C=O (12).Serapan
-1
-1
gugus NH ditunjukkan oleh pita 1679,88 cm . pita 979 cm menunjukkan gugus C = C dengan
-1
konformasi trans. Pita pada 1622 cm menunjukkan gugus
C = C rangkap yang terkonyugasi
-1
dengan inti aromatik. Pita 1600 cm menunjukkan adanya gugus C=C aromatik dan keberadaan inti
-1
-1
aromatis ditunjukkan pada 1572 cm dan 1510 cm .
O
O
C
N
H
C
NH2
H3CO
Gambar 4. p-metoksisinamoil urea
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa etil pmetoksisinamat dapat digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis p-metoksisinamoil urea.
Dalam penelitian ini p-metoksisinamoil urea yang disintesis memiliki:
o
a. Rendemen total sebesar 61,01% bila sintesis dilakukan pada suhu 60 C dan 35,48 % bila sintesis
dilakukan pada suhu kamar
b. Rf = 0,88 dengan fase gerak kloroform – aseton (2:1) dan Rf = 0,60 dengan fase gerak metanol –
kloroform (2:1)
o
c. Titik lebur 225 C
d. Panjang gelombang serapan maksimum 317 nm dan 230 nm dalam pelarut metanol
Pustaka
1. Fahmi R. Isolasi dan karakterisasi struktur konstituen kimia utama kencur
(Kaempferia galanga
L.). padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas; 1991. hal 5-8
2. Hery S, Tanjung M, Sumarsih S, Aminah SM, Hadi S. Sintesis beberapa deret homolog turunan
ester p-metoksisinamat dengan bahan baku Kaempferia galanga L. Surabaya : Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga; 1994. hal
5-11
3. Saadan H. Reaksi adisi – 1,4 pada etil p-metoksisinamat dari kencur
(
Kaempferia galanga L.) oleh reagensia Grignard. 1998. Diambil dari http://Digilib.chem.Itb.ac.id.
Diakses tanggal 7 Maret 2005
4. Fahmi R. Sintesis amida turunan p-metoksisinamat. 1987. Diambil dari http://Digilib.chem.Itb.ac.id.
Diakses tanggal : 7 Maret 2005
5. Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. Inventaris tanaman obat Indonesia. Jakarta: Deparemen
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembang Kesehatan; 1991. hal 328
6. Fessenden RJ, Fessenden JS. Kimia organik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 1989. hal 108 –9, 125 –
7
7. Pind SH, Hendrickson JB. Kimia organik. Bandung: ITB Press; 1999. hal 345 -7
8. Walter WL. Organic chemistry a brief course. Boston: D.C Heath and Company; 1966. hal : 205 –7
9. Hant H, Craine EL, Hart DJ.. Kimia organik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003. hal 327 – 33
10. Stahl E. Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi. Bandung ITB Press; 1989. hal 3-18
11. Willard HH, Merrit LL, Dean JA, Settle FA. Instrument methodes of analisis.
7th ed.
Belmen,California : Wadsworth Publishing Company; 1988. hal 118-34, 287 - 318
Download