Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N

advertisement
Akta Kimindo Vol. 1 No. 1 Oktober 2005: 27-34
AKTA KIMIA
INDONESIA
Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida*
Marcellino Rudyanto**, Suzana dan G. N. Astika
Bagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya
ABSTRACT
Syntheses of three salicylamide derivatives have been carried out. Salicylic acid was reacted with thionyl
chloride, then the obtained salicyloyl chloride was reacted with methylamine, dimethylamine, or piperidine.
The two-step syntheses gave N-methylsalicylamide, N,N-dimethysalicylamide, and salicylpiperidide in 24–
27%, 61–65%, and 31–34% yield, respectively.
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis tiga turunan salisilamida dari bahan awal asam salisilat. Asam salisilat direaksikan
dengan tionil klorida, kemudian salisiloil klorida yang terjadi direaksikan dengan metilamina, dimetilamina
atau piperidina. Dua tahap sintesis ini memberikankan N-metilsalisilamida dengan hasil 24–27%, N,Ndimetilsalisilamida 61–65%, dan salisilpiperidida 31–34%.
PENDAHULUAN
Modifikasi struktur molekul senyawa yang
telah diketahui aktivitas biologisnya merupakan
salah satu strategi dalam pengembangan obat.
Modifikasi
tersebut
bertujuan
untuk
mendapatkan senyawa baru yang mempunyai
aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih
panjang, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi,
toksisitas atau efek samping yang lebih rendah,
lebih selektif dan lebih stabil. Selain itu
modifikasi struktur molekul juga digunakan
untuk mendapatkan senyawa baru yang bersifat
antagonis atau antimetabolit. (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
Asam salisilat merupakan senyawa golongan
asam karboksilat yang digunakan pertama kali
sebagai analgesik. Karena sifatnya yang sangat
iritatif, penggunaannya secara oral dihindari.
Telah banyak dilakukan berbagai modifikasi
terhadap struktur asam salisilat untuk
memperkecil efek samping dan untuk
meningkatkan aktivitas dari senyawa ini
disamping untuk menghasilkan senyawasenyawa yang dapat digunakan secara per oral.
Modifikasi struktur yang telah dilakukan yaitu
pada gugus karboksil, gugus hidroksi fenolik,
maupun pada cincin benzena. Senyawa hasil
modifikasi gugus hidroksi fenolik antara lain
ialah asam asetil salisilat yang berkhasiat
*
**
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia
VII, di Surabaya 9 Agustus 2005
Corresponding author
© Kimia ITS – HKI Jatim
sebagai analgesik-antipiretik, antiinflamasi dan
antiplatelet. Senyawa hasil modifikasi gugus
karboksil antara lain ialah metil salisilat untuk
pemakaian topikal, sedangkan contoh hasil
modifikasi pada cincin benzena ialah diflusinal
(Siswandono dan Soekardjo, 2000; Gringauz,
1997).
Modifikasi struktur pada gugus karboksil dari
asam salisilat dengan pensubstitusi senyawa
golongan amina telah banyak dilakukan dan
menghasilkan
senyawa-senyawa
amida.
Beberapa contoh amida dari asam salisilat ialah
salisilamida, salisilanilida, dan salisililmorfolida.
Salisilamida memiliki aktivitas yang sama
dengan asam salisilat tetapi tidak mudah
terhidrolisis menjadi asam salisilat (Parfitt,
1999). Salisilanilida memiliki aktivitas sebagai
anti jamur (Foye dkk, 1995), sedangkan
salisilmorfolida bersifat koleretik (Singh dkk,
1977).
Meskipun salisilamida merupakan senyawa
yang sudah banyak diketahui aktivitas biologinya,
aktivitas biologi dari senyawa-senyawa turunan
salisilamida seperti N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida belum
banyak diketahui.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,
menarik untuk dilakukan sintesis beberapa
turunan salisilamida dan menguji aktivitas
biologisnya. Sebagai tahap pertama, mengingat
keterbatasan waktu dan biaya, penelitian ini
dibatasi hanya pada tahap sintesis tiga senyawa
turunan salisilamida, yakni N-metilsalisilamida,
N,N-dimetilsalisilamida dan salisilpiperidida.
27
Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida
Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengubah asam karboksilat
menjadi amida, meliputi konversi langsung dari
asam karboksilat (Barrow dkk, 1995), dan
konversi tidak langsung melalui asil halida
(Shriner dkk, 1964; Wamser dkk, 1989; Roe dkk,
1949, Hwang dkk, 1985) atau ester (Witzeman
dkk, 1991; DeFeo dan Strickler, 1963; Hogberg
dkk, 1987). Metode yang paling banyak
digunakan ialah konversi melalui asil halida (Pine
dkk, 1986). Oleh karena itu pada penelitian ini
sintesis amida-amida tersebut dilakukan melalui
dua tahap. Tahap pertama ialah pengubahan
asam salisilat menjadi salisiloil klorida dengan
menggunakan pereaksi tionil klorida, sedangkan
tahap kedua ialah reaksi antara salisiloil klorida
dengan
metilamina,
dimetilamina,
atau
piperidina.
METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam salisilat (E. Merck),
tionil klorida (E. Merck), N,N-dimetilformamida
(Aldrich), metilamina (E. Merck), dimetilamina (E.
Merck), piperidina (Fluka), toluena (E. Merck),
heksana (E. Merck), etil asetat (E. Merck),
lempeng silika gel GF254 (E. Merck), dan asam
klorida (E. Merck).
2. Alat
Reaksi kimia dilakukan menggunakan
seperangkat alat gelas yang lazim digunakan
dalam sintesis. Penguapan pelarut dilakukan
dengan Rotavapour Heidolph Instrumental
Laborata 4000-efficient. Titik leleh ditentukan
dengan Fischer-John Melting Point Apparatus.
Spektrum IR direkam dengan spektrofotometer
JASCO FT/IR 5300. Spektrum NMR direkam
dengan spektrometer Hitachi FT-NMR R-1900.
Spektrum massa direkam dengan GC HP 5890
series II plus – MSD HP 5972 atau spektrometer
massa Finnigan MAT-GCQ. Sebagai penampak
noda pada KLT digunakan lampu ultraviolet
dengan panjang gelombang 254 nm.
3. Metode
a. Pembentukan salisiloil klorida dari asam
salisilat
Ke dalam labu alas bulat yang telah dicuci
dan dikeringkan, dimasukkan 500 mg (3,62
mmol) asam salisilat dan 70 mL toluena kering.
Campuran diaduk sampai asam salisilat larut.
Sambil terus di aduk, ke dalam larutan
ditambahkan berturut-turut 0,5 mL (6,88 mmol)
tionil klorida dan 0,05 mL (0,65 mmol)
dimetilformamida. Campuran dalam labu
selanjutnya direfluks selama 5 jam pada suhu
50 – 60 ºC. Campuran didinginkan sampai suhu
kamar, kemudian digunakan untuk reaksi tahap
28
selanjutnya tanpa dilakukan proses pemisahan
dan pemurnian.
b. Pembentukan N-metilsalisilamida dari salisiloil
klorida
Ke dalam labu alas bulat yang berisi 3,0 mL
larutan 40% metilamina dalam air ditambahkan
tetes demi tetes larutan salisiloilklorida dalam
toluena yang telah dibuat sebelumnya, sambil
diaduk pada suhu 10 ºC. Setelah seluruh larutan
salisiloil klorida ditambahkan, pengadukan
dilanjutkan selama 30 menit. Fasa toluena dan
fasa air dipisahkan, kemudian fasa toluena
dicuci dengan larutan natrium hidrogen karbonat
0,5 N. Toluena dihilangkan dengan cara
diuapkan menggunakan rotavapor, sehingga
didapatkan residu yang berupa padatan.
Padatan dimurnikan dengan cara rekristalisasi
menggunakan aseton-air.
c. Pembentukan N,N-dimetilsalisilamida dari
salisiloil klorida
Ke dalam labu alas bulat yang berisi 5,0 mL
larutan
40%
dimetilamina
dalam
air
ditambahkan tetes demi tetes larutan
salisiloilklorida dalam toluena yang telah dibuat
sebelumnya, sambil diaduk pada suhu 10 ºC.
Setelah seluruh larutan salisiloil klorida
ditambahkan, campuran yang terjadi direfluks
sambil diaduk selama 1 jam. Setelah didinginkan
sampai suhu kamar, pelarut dihilangkan dengan
cara
diuapkan
menggunakan
rotavapor,
sehingga didapatkan residu yang berupa
padatan. Padatan dimurnikan dengan cara
rekristalisasi menggunakan heksana – etil
asetat.
d. Pembentukan salisilpiperidida dari salisiloil
klorida
Ke dalam labu alas bulat yang berisi larutan
2 mL piperidina (20,58 mmol) dalam 5 mL
toluena ditambahkan larutan salisiloil klorida
yang telah dibuat sebelumnya, tetes demi tetes
sambil diaduk pada suhu kamar. Setelah seluruh
larutan salisiloil klorida ditambahkan, campuran
yang terjadi direfluks sambil diaduk selama 1
jam. Setelah didinginkan sampai suhu kamar,
pelarut dihilangkan dengan cara diuapkan
menggunakan rotavapor, sehingga didapatkan
residu yang berupa padatan. Residu dicuci
berturut-turut dengan larutan HCl 0,1 N dan air
suling. Padatan dimurnikan dengan cara
rekristalisasi menggunakan heksana – etil
asetat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sintesis N-metilsalisilamida
Rangkaian reaksi sintesis N-metilsalisilamida
memberikan hasil berupa kristal putih yang tidak
berbau. Hasil sintesis berkisar antara 24 – 27%
(Tabel 1). Hasil pemeriksaan dengan KLT dan
© Kimia ITS – HKI Jatim
penentuan titik leleh disajikan pada Tabel 2 dan
Tabel 3. Pemeriksaan titik leleh menunjukkan
bahwa senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida
meleleh pada suhu 82 – 83 ºC, jauh berbeda
dengan titik leleh asam salisilat (159-161ºC).
Perbedaan titik leleh antar replikasi yang kecil
serta data KLT yang menunjukkan hanya satu
noda merupakan indikator kemurnian senyawa
hasil sintesis.
Tabel 1 : Data hasil sintesis N-metilsalisilamida
Bahan Awal
Hasil Sintesis
(Asam Salisilat)
(N-Metilsalisilamida)
Replikasi
I
500,0 mg
3,620 mmol
II
500,0 mg
3,620 mmol
III
500,0 mg
3,620 mmol
* Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi.
131,0 mg
148,2 mg
142,3 mg
Hasil*
(%)
0,867 mmol
0,980 mmol
0,941 mmol
24
27
26
Tabel 2 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida
Eluen
Kloroform – metanol – asam asetat (20:10:1)
Eter – metanol – asam asetat (20:10:1)
Aseton – metanol – asam asetat (20:10:1)
Jumlah
noda
satu
satu
satu
Rf
Warna noda
0,91
0,90
0,91
ungu
ungu
ungu
Tabel 3 : Titik leleh hasil sintesis N-metilsalisilamida
Replikasi
Titik leleh (ºC)
I
83
II
82
III
82
Tabel 4 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis N-metilsalisilamida
Bilangan gelombang (cm-1)
3408
2941
1649
1248
Spektrum IR hasil sintesis menunjukkan
pola yang berbeda dengan spektrum bahan
awal, yakni asam salisilat. Berdasarkan
pengamatan
terhadap
spektrum
IR,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4,
dapat disimpulkan bahwa spektrum IR
tersebut sesuai untuk senyawa yang
Gugus fungsi
N–H amida/O-H fenol
C–H alifatis
C=O
C–N alifatis
dikehendaki,
yakni
N-metilsalisilamida.
Demikian pula hasil pengamatan dengan
spektroskopi 1H-NMR (Tabel 5) dan 13C-NMR
(Tabel 6) secara meyakinkan menunjukkan
bahwa senyawa yang didapat adalah Nmetilsalisilamida.
Tabel 5 : Hasil Spektroskopi 1H-NMR senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida
Geseran kimia (ppm)
Multiplisitas
Integrasi
Proton
12,30
Singlet lebar
1
ArOH
7,29 – 6,73
Multiplet
4
ArH
6,39
Singlet lebar
1
RNHCH3
2,97
Doblet, J=4,77 Hz
3
RNHCH3
Tabel 6 : Hasil Spektroskopi 13C-NMR senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida
Geseran kimia (ppm)
Karbon
© Kimia ITS – HKI Jatim
170,47
Gugus karbonil
161,02
Cincin benzena, karbon nomor 6
133,92
Cincin benzena, karbon nomor 4
125,40
Cincin benzena, karbon nomor 2
118,62
Cincin benzena, karbon nomor 3
29
Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida
118,25
Cincin benzena, karbon nomor 1
114,29
Cincin benzena, karbon nomor 5
26,39
Gugus metil
2. Sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Rangkaian
reaksi
sintesis
N,Ndimetilsalisilamida memberikan produk
berupa kristal putih yang tidak berbau
dengan hasil sintesis berkisar antara 61 –
65% (Tabel 7). Pemeriksaan titik leleh
menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis
N,N-dimetilsalisilamida meleleh pada suhu
159 – 160 ºC (Tabel 9). Perbedaan titik leleh
antar replikasi yang kecil serta data KLT
yang menunjukkan hanya satu noda (Tabel
8) merupakan indikator kemurnian senyawa
hasil sintesis. Meskipun titik leleh hasil
sintesis hampir sama dengan titik leleh
asam salisilat (159-161 ºC), karena harga Rf
hasil sintesis berbeda (lebih tinggi) dari
asam salisilat, maka dapat disimpulkan
bahwa senyawa yang didapat bukanlah
bahan awal.
Tabel 7 : Data hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Bahan Awal
Hasil Sintesis (N,NReplikasi
(Asam Salisilat)
Dimetilsalisilamida)
I
507,9 mg
3,678 mmol
373,0 mg
2,258 mmol
II
501,8 mg
3,634 mmol
393,2 mg
2,380 mmol
III
505,6 mg
3,661 mmol
383,6 mg
2,322 mmol
* Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi.
Hasil*
(%)
61
65
63
Tabel 8 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Eluen
Heksana –etil asetat (1:3)
Heksana –aseton (2:3)
Heksana – kloroform – asam asetat (10:7:2)
Jumlah
noda
satu
satu
satu
Rf
Warna noda
0,64
0,60
0,43
ungu
ungu
ungu
Tabel 9 : Titik leleh hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Replikasi
Titik lebur (ºC)
I
159
II
160
III
160
Pemeriksaan hasil sintesis dengan
spektroskopi IR (Tabel 10) menunjukkan
gugus-gugus fungsi yang sesuai dengan
struktur N,N-dimetilsalisil-amida. Demikian
pula spektrum 1H-NMR yang didapat (Tabel
11) sesuai untuk struktur N,N-dimetilsalisilamida.
Tabel 10 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)
3072
O–H fenol
2939
C–H alifatis
1620
C=O
1454
C=C aromatis
1116
C–N alifatis
Tabel 11 : Identifikasi puncak spektrum 1H-NMR senyawa hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida
Geseran kimia (ppm)
Multiplisitas
Integrasi
Proton
9,80
Singlet lebar
1
ArOH
7,37 – 6,73
Multiplet
4
ArH
3,12
Singlet
6
RN(CH3)2
Spektroskopi massa terhadap senyawa
hasil sintesis memberikan puncak-puncak
30
pada m/z 165 (M+), 164, 148, 121 (puncak
dasar) dan 93. Terjadinya puncak-puncak
© Kimia ITS – HKI Jatim
tersebut
dapat
dijelaskan
dengan
fragmentasi seperti pada skema berikut :
CH3
N
CH2
O
HO
−H
m/z = 164
O
CH3
N
CH3
HO
CH3
N
CH3
O
− OH
m/z = 148
− C2H6N
m/z = 165
O
C
− CO
HO
HO
m/z = 93
m/z = 121
Berdasarkan spektra IR, NMR dan MS tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis ialah N,Ndimetilsalisilamida.
3. Sintesis salisilpiperidida
Rangkaian
reaksi
sintesis
salisilpiperidida memberikan hasil berupa
kristal berwarna putih yang tidak berbau,
tidak larut dalam air dan heksana, sedikit
larut dalam eter, etil asetat dan larut dalam
etanol. Hasil sintesis berkisar antara 31 –
34% (Tabel 12). Hasil pemeriksaan dengan
KLT menggunakan berbagai komposisi
eluen disajikan pada Tabel 13. Pemeriksaan
titik leleh menunjukkan bahwa senyawa
hasil sintesis salisilpiperidida meleleh pada
suhu 134 – 135 ºC (Tabel 14), berbeda
dengan titik leleh asam salisilat (159-161
ºC). Perbedaan titik leleh antar replikasi yang
kecil dan adanya hanya satu noda pada KLT
menunjukkan kemurnian senyawa hasil
sintesis.
Tabel 12 : Data hasil sintesis salisilpiperidida
Bahan Awal
Hasil Sintesis
Replikasi
(Asam Salisilat)
(Salisilpiperidida)
I
502,9 mg
3,642 mmol
228,4 mg
1,113 mmol
II
500,1 mg
3,621 mmol
238,0 mg
1,161 mmol
III
502,9 mg
3,642 mmol
253,2 mg
1,234 mmol
* Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi.
Hasil*
(%)
31
32
34
Tabel 13 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis salisilpiperidida
Eluen
Heksana –etil asetat (3:1)
Heksana –etil asetat – aseton (13:3:1)
Kloroform – metanol (10:1)
Jumlah noda
satu
satu
satu
Rf
0,31
0,30
0,79
Warna noda
ungu
ungu
ungu
Tabel 14 : Titik leleh hasil sintesis salisilpiperidida
Replikasi
Titik leleh (ºC)
I
134
II
135
III
134
© Kimia ITS – HKI Jatim
31
Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida
struktur salisilpiperidida. Demikian pula
spektrum 1H-NMR yang didapat (Tabel 16)
sesuai untuk struktur salisilpiperidida.
Pemeriksaan hasil sintesis dengan
spektroskopi IR (Tabel 15) menunjukkan
gugus-gugus fungsi yang sesuai dengan
Tabel 15 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis salisilpiperidida
Bilangan gelombang (cm-1)
3148
2938
1588
1451
1003
Gugus fungsi
O–H fenol
C–H alifatis
C=O
C=C aromatis
C–N alifatis
Tabel 16 : Identifikasi puncak spektrum 1H-NMR senyawa hasil sintesis salisilpiperidida
Geseran kimia (ppm)
Multiplisitas
Integrasi
Proton
8,9
Singlet lebar
1
ArOH
7,29 – 6,75
Multiplet
4
ArH
3,64
Singlet lebar
4
-CH2-, α
1,67
Singlet lebar
N
-CH2-, β dan γ
puncak tersebut dapat dijelaskan dengan
fragmentasi seperti pada skema berikut:
Spektroskopi massa terhadap senyawa
hasil sintesis memberikan puncak-puncak
pada m/z 205 (M+), 204 (puncak dasar),
189, 188, 121 dan 93. Terjadinya puncakHO
6
O
O
N
HO
HO
m/z = 189
O
N
m/z = 204
m/z = 205
N
O
N
HO
m/z = 93
m/z = 188
m/z = 121
HO
m/z = 93
Dari hasil penelitian tersebut di atas
terbukti bahwa N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida
dapat disintesis dari bahan awal asam
salisilat melalui dua tahap reaksi. Reaksi
tahap pertama, yakni pengubahan gugus
asam karboksilat menjadi asil klorida,
adalah sama untuk ketiga amida yang
disintesis. Oleh karena itu reaksi tahap
kedua (reaksi antara salisiloil klorida dengan
32
amina) merupakan penentu terhadap
perbedaan persen hasil reaksi. Dalam hal ini
faktor penentunya ialah kereaktifan amina
yang direaksikan dengan asil klorida.
Salah satu faktor penting yang
menentukan kereaktifan suatu senyawa
ialah keruahan atau halangan ruang.
Senyawa yang pusat reaktifnya lebih
terhalang akan bereaksi lebih lambat
dibanding senyawa yang pusat reaktifnya
© Kimia ITS – HKI Jatim
kurang terhalang. Pada reaksi antara amina
dengan asil klorida, keruahan sekitar atom
N
akan
mempengaruhi
kemudahan
serangan nukleofilik pasangan elektron
bebas dari nitrogen terhadap atom karbon
dari gugus karbonil.
O
R
NHR2
Cl
Dilihat dari struktur tiga dimensinya,
urutan keruahan sekitar atom N berturutturut dari yang paling terhalang ialah
piperidina > dimetilamina > metilamina,
sehingga
berdasarkan
pertimbangan
halangan ruang diperkirakan persen hasil
sintesis
amida
yang
bersangkutan
berturutan dari yang terkecil adalah
salisilpiperidida < N,N-dimetilsalisilamida <
N-metilsalisilamida.
Pada penelitian ini ternyata urutan
persen hasil reaksi mulai dari yang terkecil
ialah N-metilsalisilamida (24 – 27%) <
salisilpiperidida (31 – 34%) < N,Ndimetilsalisilamida (61 – 65%), berlawanan
dengan perkiraan tersebut di atas, sehingga
dapat disimpulkan bahwa halangan ruang
tidak memberikan pengaruh terhadap
persen hasil reaksi. Dengan kata lain persen
hasil reaksi tidak tergantung pada tahap
serangan nukleofilik pasangan elektron
bebas dari atom nitrogen ke atom karbon
gugus karbonil.
Setelah terjadi adisi nukleofilik maka akan
terjadi intermediat tetrahedral dengan
muatan negatif pada atom oksigen, seperti
pada gambar berikut :
O
O a
jalur a
R
NHR2
Cl
R
b
Cl
+
NHR2
O
jalur b
+
R
Cl
NHR2
Selanjutnya, seraya terbentuk kembali ikatan
rangkap C=O akan terjadi persaingan antara
putusnya ikatan C-N sehingga terbentuk kembali
asil klorida (jalur a) dan putusnya ikatan C-Cl
membentuk amida (jalur b). Peluang putusnya
ikatan C-N (jalur a) akan diperkecil apabila ikatan
C-N yang baru terbentuk ini distabilkan.
Penstabilan dapat terjadi apabila orbital
antibonding (σ *) dari ikatan C-N yang baru
terbentuk menerima sumbangan elektron dari
orbital σ ikatan yang sudah ada dan terletak di
sebelahnya (Cieplak, 1981).
© Kimia ITS – HKI Jatim
Syarat untuk dapat terjadi Efek Cieplak ialah
letak orbital σ (penyumbang elektron) dan orbital
σ* (penerima elektron) harus dalam keadaan
paralel. Karena ikatan C-N pada metilamina dan
dimetilamina dapat berotasi bebas, maka pada
dimetilamina terdapat enam orbital σ ikatan C-H
dan pada metilamina terdapat tiga orbital σ
ikatan C-H yang dapat menyumbangkan
elektronnya. Pada piridina, karena strukturnya
berbentuk cincin maka ikatan C-N tidak dapat
berotasi bebas tetapi hanya dapat berubah
konformasi. Pada konformasi dengan ikatan C-N
baru pada posisi ekuatorial terdapat dua orbital
σ ikatan C-C yang berada dalam keadaan paralel
dengan orbital σ* dari ikatan C-N baru,
sedangkan pada konformasi dengan ikatan C-N
baru pada posisi aksial terdapat dua orbital σ
ikatan C-H yang berada dalam keadaan paralel
dengan orbital σ* dari ikatan C-N baru, sehingga
secara keseluruhan terdapat empat orbital σ
yang dapat menyumbangkan elektronnya.
Semakin banyak orbital σ yang dapat
menyumbangkan elektron kepada orbital σ* dari
ikatan C-N yang baru, semakin stabil pula ikatan
C-N yang baru terbentuk. Pada metilamina
terdapat
tiga
orbital
σ
yang
dapat
menyumbangkan elektron, pada dimetilamina
terdapat enam orbital σ, sedangkan pada
piperidina terdapat empat orbital σ. Dengan
demikian urutan kestabilan ikatan C-N baru yang
terbentuk dari ketiga amina tersebut dengan asil
klorida berturut-turut mulai dari yang terstabil
ialah ikatan C-N yang terbentuk dari
dimetilamina > piperidina > metilamina, dan
sebagai akibatnya secara teoritis urutan persen
hasil reaksi mulai yang terbesar ialah N,Ndimetilsalisilamida > salisilpiperidida > Nmetilsalisilamida. Urutan ini sesuai dengan
kenyataan hasil penelitian ini. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada reaksi antara asil
klorida dengan amina, faktor stabilisasi ikatan CN yang baru oleh adanya Efek Cieplak berperan
lebih penting dibanding faktor halangan ruang.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida dapat
disintesis dari asam salisilat melalui dua tahap
reaksi, yakni reaksi asam salisilat dengan tionil
klorida menghasilkan salisiloil klorida tahap
sebagai pertama, dilanjutkan reaksi antara
salisiloil
klorida
dengan
metilamina,
dimetilamina, atau piperidina sebagai tahap
kedua. Sintesis N-metilsalisilamida memberikan
hasil 24 – 27%, sintesis N,N-dimetilsalisilamida
memberikan hasil 61 – 65%, sedangkan sintesis
salisilpiperidida memberikan hasil 31 – 34%.
Pada reaksi antara salisiloil klorida dengan
amina, faktor stabilisasi ikatan C-N yang baru
33
Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida
oleh adanya Efek Cieplak berperan lebih penting
dibanding faktor halangan ruang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Pemerintah Republik Indonesia yang telah
mendanai penelitian ini dengan dana DIK
Suplemen Universitas Airlangga tahun 2004.
Penulis juga berterima kasih kepada Sdr.
Meinneke Karolin, Yesry Massorah dan Dewi
Ratnawati atas perannya sebagai eksekutor
eksperimen dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barrow RA, T Hemscheidt, J Liang, S Paik, RE
Moore, MA Tius. (1995). Total Synthesis of
Cryptophycins. Revision of the Structures
of Cryptophycins A and C. J. Am. Chem.
Soc., 117, 2479-2490.
Cieplak AS (1981). Stereochemistry of
Nucleophilic Addition to Cyclohexanone.
The Importance of Two-Electron Stabilizing
Interactions. J. Am. Chem. Soc., 103,
4540.
DeFeo RJ and PD Strickler (1963). An Improved
Method of Synthesis of Secondary Amides
from Carboxylic Esters. J. Org. Chem., 26,
2915-2917.
Foye WO, L Lemke, DA Williams (1995).
Medicinal
Chemistry.
Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.
Gringauz A (1997). Introduction to Medical. How
Drug Act and Why. New York: Wiley-VCH.
Hogberg T, P Strom, M Ebner, S Ramsby (1987).
Cyanide as an Efficient and Mild Catalyst in
the Aminolysis of Esters. J. Org. Chem., 52,
2033-2036.
34
Hwang YC and FW Fowler (1985). Diels-Alder
Reaction of 1-Azadienes. A total Synthesis
of Deoxynupharidine. J. Org. Chem., 50,
2719-2726.
Pine SH, JB Hendrickson, DJ Cran (1988). Kimia
Organik. Terj. J Roehyati dan W Susanti,
Bandung: Penerbit ITB.
Parfitt K (ed) (1999). Martindale The Complete
Drug Reference, 32nd ed. London:
Pharmaceutical Press.
Roe ET, JT Scanlan, D Swern (1949). Fatty Acid
Amides. I. Preparation of Amides of Oleic
and the 9,10-Dihydrostearic Acids. J. Am.
Chem. Soc., 71, 2215-2218.
Shriner RL, RC Fuson, DY Curtin (1964). The
Systematic Identification of Organic
Compounds, 5th ed., New York: Wiley.
Siswandono dan B Soekardjo (2000). Kimia
Medisinal. Surabaya: Airlangga University
Press.
Tang H, J Zhang, J Dong, B Liu (2000). Studies on
Synthesis of Salicylanilide and Its Analogs,
and Antiinflamatory, Antiallergic Activities.
Zhongguo Yaowu Huaxue Zazhi, 10, 250253.
Wamser CC and JA Yates (1989). Kinetics and
Mechanisms for the Two-Phase Reaction
between Aqueous Aniline and Benzoyl
Chloride in Chloroform, with and without
Pyridine Catalysis. J. Org. Chem., 54, 150154.
Witzeman JS and WD Nottingham (1991).
Transacetylation
with
tert-Butyl
Acetoacetate: Synthetic Applications. J.
Org. Chem., 56, 1713-11718.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Download