Akta Kimindo Vol. 1 No. 1 Oktober 2005: 27-34 AKTA KIMIA INDONESIA Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida* Marcellino Rudyanto**, Suzana dan G. N. Astika Bagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya ABSTRACT Syntheses of three salicylamide derivatives have been carried out. Salicylic acid was reacted with thionyl chloride, then the obtained salicyloyl chloride was reacted with methylamine, dimethylamine, or piperidine. The two-step syntheses gave N-methylsalicylamide, N,N-dimethysalicylamide, and salicylpiperidide in 24– 27%, 61–65%, and 31–34% yield, respectively. ABSTRAK Telah dilakukan sintesis tiga turunan salisilamida dari bahan awal asam salisilat. Asam salisilat direaksikan dengan tionil klorida, kemudian salisiloil klorida yang terjadi direaksikan dengan metilamina, dimetilamina atau piperidina. Dua tahap sintesis ini memberikankan N-metilsalisilamida dengan hasil 24–27%, N,Ndimetilsalisilamida 61–65%, dan salisilpiperidida 31–34%. PENDAHULUAN Modifikasi struktur molekul senyawa yang telah diketahui aktivitas biologisnya merupakan salah satu strategi dalam pengembangan obat. Modifikasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru yang mempunyai aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih panjang, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, toksisitas atau efek samping yang lebih rendah, lebih selektif dan lebih stabil. Selain itu modifikasi struktur molekul juga digunakan untuk mendapatkan senyawa baru yang bersifat antagonis atau antimetabolit. (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Asam salisilat merupakan senyawa golongan asam karboksilat yang digunakan pertama kali sebagai analgesik. Karena sifatnya yang sangat iritatif, penggunaannya secara oral dihindari. Telah banyak dilakukan berbagai modifikasi terhadap struktur asam salisilat untuk memperkecil efek samping dan untuk meningkatkan aktivitas dari senyawa ini disamping untuk menghasilkan senyawasenyawa yang dapat digunakan secara per oral. Modifikasi struktur yang telah dilakukan yaitu pada gugus karboksil, gugus hidroksi fenolik, maupun pada cincin benzena. Senyawa hasil modifikasi gugus hidroksi fenolik antara lain ialah asam asetil salisilat yang berkhasiat * ** Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VII, di Surabaya 9 Agustus 2005 Corresponding author © Kimia ITS – HKI Jatim sebagai analgesik-antipiretik, antiinflamasi dan antiplatelet. Senyawa hasil modifikasi gugus karboksil antara lain ialah metil salisilat untuk pemakaian topikal, sedangkan contoh hasil modifikasi pada cincin benzena ialah diflusinal (Siswandono dan Soekardjo, 2000; Gringauz, 1997). Modifikasi struktur pada gugus karboksil dari asam salisilat dengan pensubstitusi senyawa golongan amina telah banyak dilakukan dan menghasilkan senyawa-senyawa amida. Beberapa contoh amida dari asam salisilat ialah salisilamida, salisilanilida, dan salisililmorfolida. Salisilamida memiliki aktivitas yang sama dengan asam salisilat tetapi tidak mudah terhidrolisis menjadi asam salisilat (Parfitt, 1999). Salisilanilida memiliki aktivitas sebagai anti jamur (Foye dkk, 1995), sedangkan salisilmorfolida bersifat koleretik (Singh dkk, 1977). Meskipun salisilamida merupakan senyawa yang sudah banyak diketahui aktivitas biologinya, aktivitas biologi dari senyawa-senyawa turunan salisilamida seperti N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida belum banyak diketahui. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, menarik untuk dilakukan sintesis beberapa turunan salisilamida dan menguji aktivitas biologisnya. Sebagai tahap pertama, mengingat keterbatasan waktu dan biaya, penelitian ini dibatasi hanya pada tahap sintesis tiga senyawa turunan salisilamida, yakni N-metilsalisilamida, N,N-dimetilsalisilamida dan salisilpiperidida. 27 Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengubah asam karboksilat menjadi amida, meliputi konversi langsung dari asam karboksilat (Barrow dkk, 1995), dan konversi tidak langsung melalui asil halida (Shriner dkk, 1964; Wamser dkk, 1989; Roe dkk, 1949, Hwang dkk, 1985) atau ester (Witzeman dkk, 1991; DeFeo dan Strickler, 1963; Hogberg dkk, 1987). Metode yang paling banyak digunakan ialah konversi melalui asil halida (Pine dkk, 1986). Oleh karena itu pada penelitian ini sintesis amida-amida tersebut dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama ialah pengubahan asam salisilat menjadi salisiloil klorida dengan menggunakan pereaksi tionil klorida, sedangkan tahap kedua ialah reaksi antara salisiloil klorida dengan metilamina, dimetilamina, atau piperidina. METODE PENELITIAN 1. Bahan Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam salisilat (E. Merck), tionil klorida (E. Merck), N,N-dimetilformamida (Aldrich), metilamina (E. Merck), dimetilamina (E. Merck), piperidina (Fluka), toluena (E. Merck), heksana (E. Merck), etil asetat (E. Merck), lempeng silika gel GF254 (E. Merck), dan asam klorida (E. Merck). 2. Alat Reaksi kimia dilakukan menggunakan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan dalam sintesis. Penguapan pelarut dilakukan dengan Rotavapour Heidolph Instrumental Laborata 4000-efficient. Titik leleh ditentukan dengan Fischer-John Melting Point Apparatus. Spektrum IR direkam dengan spektrofotometer JASCO FT/IR 5300. Spektrum NMR direkam dengan spektrometer Hitachi FT-NMR R-1900. Spektrum massa direkam dengan GC HP 5890 series II plus – MSD HP 5972 atau spektrometer massa Finnigan MAT-GCQ. Sebagai penampak noda pada KLT digunakan lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. 3. Metode a. Pembentukan salisiloil klorida dari asam salisilat Ke dalam labu alas bulat yang telah dicuci dan dikeringkan, dimasukkan 500 mg (3,62 mmol) asam salisilat dan 70 mL toluena kering. Campuran diaduk sampai asam salisilat larut. Sambil terus di aduk, ke dalam larutan ditambahkan berturut-turut 0,5 mL (6,88 mmol) tionil klorida dan 0,05 mL (0,65 mmol) dimetilformamida. Campuran dalam labu selanjutnya direfluks selama 5 jam pada suhu 50 – 60 ºC. Campuran didinginkan sampai suhu kamar, kemudian digunakan untuk reaksi tahap 28 selanjutnya tanpa dilakukan proses pemisahan dan pemurnian. b. Pembentukan N-metilsalisilamida dari salisiloil klorida Ke dalam labu alas bulat yang berisi 3,0 mL larutan 40% metilamina dalam air ditambahkan tetes demi tetes larutan salisiloilklorida dalam toluena yang telah dibuat sebelumnya, sambil diaduk pada suhu 10 ºC. Setelah seluruh larutan salisiloil klorida ditambahkan, pengadukan dilanjutkan selama 30 menit. Fasa toluena dan fasa air dipisahkan, kemudian fasa toluena dicuci dengan larutan natrium hidrogen karbonat 0,5 N. Toluena dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan rotavapor, sehingga didapatkan residu yang berupa padatan. Padatan dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan aseton-air. c. Pembentukan N,N-dimetilsalisilamida dari salisiloil klorida Ke dalam labu alas bulat yang berisi 5,0 mL larutan 40% dimetilamina dalam air ditambahkan tetes demi tetes larutan salisiloilklorida dalam toluena yang telah dibuat sebelumnya, sambil diaduk pada suhu 10 ºC. Setelah seluruh larutan salisiloil klorida ditambahkan, campuran yang terjadi direfluks sambil diaduk selama 1 jam. Setelah didinginkan sampai suhu kamar, pelarut dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan rotavapor, sehingga didapatkan residu yang berupa padatan. Padatan dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan heksana – etil asetat. d. Pembentukan salisilpiperidida dari salisiloil klorida Ke dalam labu alas bulat yang berisi larutan 2 mL piperidina (20,58 mmol) dalam 5 mL toluena ditambahkan larutan salisiloil klorida yang telah dibuat sebelumnya, tetes demi tetes sambil diaduk pada suhu kamar. Setelah seluruh larutan salisiloil klorida ditambahkan, campuran yang terjadi direfluks sambil diaduk selama 1 jam. Setelah didinginkan sampai suhu kamar, pelarut dihilangkan dengan cara diuapkan menggunakan rotavapor, sehingga didapatkan residu yang berupa padatan. Residu dicuci berturut-turut dengan larutan HCl 0,1 N dan air suling. Padatan dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan heksana – etil asetat. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sintesis N-metilsalisilamida Rangkaian reaksi sintesis N-metilsalisilamida memberikan hasil berupa kristal putih yang tidak berbau. Hasil sintesis berkisar antara 24 – 27% (Tabel 1). Hasil pemeriksaan dengan KLT dan © Kimia ITS – HKI Jatim penentuan titik leleh disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Pemeriksaan titik leleh menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida meleleh pada suhu 82 – 83 ºC, jauh berbeda dengan titik leleh asam salisilat (159-161ºC). Perbedaan titik leleh antar replikasi yang kecil serta data KLT yang menunjukkan hanya satu noda merupakan indikator kemurnian senyawa hasil sintesis. Tabel 1 : Data hasil sintesis N-metilsalisilamida Bahan Awal Hasil Sintesis (Asam Salisilat) (N-Metilsalisilamida) Replikasi I 500,0 mg 3,620 mmol II 500,0 mg 3,620 mmol III 500,0 mg 3,620 mmol * Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi. 131,0 mg 148,2 mg 142,3 mg Hasil* (%) 0,867 mmol 0,980 mmol 0,941 mmol 24 27 26 Tabel 2 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida Eluen Kloroform – metanol – asam asetat (20:10:1) Eter – metanol – asam asetat (20:10:1) Aseton – metanol – asam asetat (20:10:1) Jumlah noda satu satu satu Rf Warna noda 0,91 0,90 0,91 ungu ungu ungu Tabel 3 : Titik leleh hasil sintesis N-metilsalisilamida Replikasi Titik leleh (ºC) I 83 II 82 III 82 Tabel 4 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis N-metilsalisilamida Bilangan gelombang (cm-1) 3408 2941 1649 1248 Spektrum IR hasil sintesis menunjukkan pola yang berbeda dengan spektrum bahan awal, yakni asam salisilat. Berdasarkan pengamatan terhadap spektrum IR, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa spektrum IR tersebut sesuai untuk senyawa yang Gugus fungsi N–H amida/O-H fenol C–H alifatis C=O C–N alifatis dikehendaki, yakni N-metilsalisilamida. Demikian pula hasil pengamatan dengan spektroskopi 1H-NMR (Tabel 5) dan 13C-NMR (Tabel 6) secara meyakinkan menunjukkan bahwa senyawa yang didapat adalah Nmetilsalisilamida. Tabel 5 : Hasil Spektroskopi 1H-NMR senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida Geseran kimia (ppm) Multiplisitas Integrasi Proton 12,30 Singlet lebar 1 ArOH 7,29 – 6,73 Multiplet 4 ArH 6,39 Singlet lebar 1 RNHCH3 2,97 Doblet, J=4,77 Hz 3 RNHCH3 Tabel 6 : Hasil Spektroskopi 13C-NMR senyawa hasil sintesis N-metilsalisilamida Geseran kimia (ppm) Karbon © Kimia ITS – HKI Jatim 170,47 Gugus karbonil 161,02 Cincin benzena, karbon nomor 6 133,92 Cincin benzena, karbon nomor 4 125,40 Cincin benzena, karbon nomor 2 118,62 Cincin benzena, karbon nomor 3 29 Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida 118,25 Cincin benzena, karbon nomor 1 114,29 Cincin benzena, karbon nomor 5 26,39 Gugus metil 2. Sintesis N,N-dimetilsalisilamida Rangkaian reaksi sintesis N,Ndimetilsalisilamida memberikan produk berupa kristal putih yang tidak berbau dengan hasil sintesis berkisar antara 61 – 65% (Tabel 7). Pemeriksaan titik leleh menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida meleleh pada suhu 159 – 160 ºC (Tabel 9). Perbedaan titik leleh antar replikasi yang kecil serta data KLT yang menunjukkan hanya satu noda (Tabel 8) merupakan indikator kemurnian senyawa hasil sintesis. Meskipun titik leleh hasil sintesis hampir sama dengan titik leleh asam salisilat (159-161 ºC), karena harga Rf hasil sintesis berbeda (lebih tinggi) dari asam salisilat, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yang didapat bukanlah bahan awal. Tabel 7 : Data hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida Bahan Awal Hasil Sintesis (N,NReplikasi (Asam Salisilat) Dimetilsalisilamida) I 507,9 mg 3,678 mmol 373,0 mg 2,258 mmol II 501,8 mg 3,634 mmol 393,2 mg 2,380 mmol III 505,6 mg 3,661 mmol 383,6 mg 2,322 mmol * Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi. Hasil* (%) 61 65 63 Tabel 8 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida Eluen Heksana –etil asetat (1:3) Heksana –aseton (2:3) Heksana – kloroform – asam asetat (10:7:2) Jumlah noda satu satu satu Rf Warna noda 0,64 0,60 0,43 ungu ungu ungu Tabel 9 : Titik leleh hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida Replikasi Titik lebur (ºC) I 159 II 160 III 160 Pemeriksaan hasil sintesis dengan spektroskopi IR (Tabel 10) menunjukkan gugus-gugus fungsi yang sesuai dengan struktur N,N-dimetilsalisil-amida. Demikian pula spektrum 1H-NMR yang didapat (Tabel 11) sesuai untuk struktur N,N-dimetilsalisilamida. Tabel 10 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1) 3072 O–H fenol 2939 C–H alifatis 1620 C=O 1454 C=C aromatis 1116 C–N alifatis Tabel 11 : Identifikasi puncak spektrum 1H-NMR senyawa hasil sintesis N,N-dimetilsalisilamida Geseran kimia (ppm) Multiplisitas Integrasi Proton 9,80 Singlet lebar 1 ArOH 7,37 – 6,73 Multiplet 4 ArH 3,12 Singlet 6 RN(CH3)2 Spektroskopi massa terhadap senyawa hasil sintesis memberikan puncak-puncak 30 pada m/z 165 (M+), 164, 148, 121 (puncak dasar) dan 93. Terjadinya puncak-puncak © Kimia ITS – HKI Jatim tersebut dapat dijelaskan dengan fragmentasi seperti pada skema berikut : CH3 N CH2 O HO −H m/z = 164 O CH3 N CH3 HO CH3 N CH3 O − OH m/z = 148 − C2H6N m/z = 165 O C − CO HO HO m/z = 93 m/z = 121 Berdasarkan spektra IR, NMR dan MS tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis ialah N,Ndimetilsalisilamida. 3. Sintesis salisilpiperidida Rangkaian reaksi sintesis salisilpiperidida memberikan hasil berupa kristal berwarna putih yang tidak berbau, tidak larut dalam air dan heksana, sedikit larut dalam eter, etil asetat dan larut dalam etanol. Hasil sintesis berkisar antara 31 – 34% (Tabel 12). Hasil pemeriksaan dengan KLT menggunakan berbagai komposisi eluen disajikan pada Tabel 13. Pemeriksaan titik leleh menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis salisilpiperidida meleleh pada suhu 134 – 135 ºC (Tabel 14), berbeda dengan titik leleh asam salisilat (159-161 ºC). Perbedaan titik leleh antar replikasi yang kecil dan adanya hanya satu noda pada KLT menunjukkan kemurnian senyawa hasil sintesis. Tabel 12 : Data hasil sintesis salisilpiperidida Bahan Awal Hasil Sintesis Replikasi (Asam Salisilat) (Salisilpiperidida) I 502,9 mg 3,642 mmol 228,4 mg 1,113 mmol II 500,1 mg 3,621 mmol 238,0 mg 1,161 mmol III 502,9 mg 3,642 mmol 253,2 mg 1,234 mmol * Persen hasil dihitung untuk dua tahap reaksi. Hasil* (%) 31 32 34 Tabel 13 : Data kromatografi lapis tipis senyawa hasil sintesis salisilpiperidida Eluen Heksana –etil asetat (3:1) Heksana –etil asetat – aseton (13:3:1) Kloroform – metanol (10:1) Jumlah noda satu satu satu Rf 0,31 0,30 0,79 Warna noda ungu ungu ungu Tabel 14 : Titik leleh hasil sintesis salisilpiperidida Replikasi Titik leleh (ºC) I 134 II 135 III 134 © Kimia ITS – HKI Jatim 31 Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida struktur salisilpiperidida. Demikian pula spektrum 1H-NMR yang didapat (Tabel 16) sesuai untuk struktur salisilpiperidida. Pemeriksaan hasil sintesis dengan spektroskopi IR (Tabel 15) menunjukkan gugus-gugus fungsi yang sesuai dengan Tabel 15 : Identifikasi puncak spektrum IR hasil sintesis salisilpiperidida Bilangan gelombang (cm-1) 3148 2938 1588 1451 1003 Gugus fungsi O–H fenol C–H alifatis C=O C=C aromatis C–N alifatis Tabel 16 : Identifikasi puncak spektrum 1H-NMR senyawa hasil sintesis salisilpiperidida Geseran kimia (ppm) Multiplisitas Integrasi Proton 8,9 Singlet lebar 1 ArOH 7,29 – 6,75 Multiplet 4 ArH 3,64 Singlet lebar 4 -CH2-, α 1,67 Singlet lebar N -CH2-, β dan γ puncak tersebut dapat dijelaskan dengan fragmentasi seperti pada skema berikut: Spektroskopi massa terhadap senyawa hasil sintesis memberikan puncak-puncak pada m/z 205 (M+), 204 (puncak dasar), 189, 188, 121 dan 93. Terjadinya puncakHO 6 O O N HO HO m/z = 189 O N m/z = 204 m/z = 205 N O N HO m/z = 93 m/z = 188 m/z = 121 HO m/z = 93 Dari hasil penelitian tersebut di atas terbukti bahwa N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida dapat disintesis dari bahan awal asam salisilat melalui dua tahap reaksi. Reaksi tahap pertama, yakni pengubahan gugus asam karboksilat menjadi asil klorida, adalah sama untuk ketiga amida yang disintesis. Oleh karena itu reaksi tahap kedua (reaksi antara salisiloil klorida dengan 32 amina) merupakan penentu terhadap perbedaan persen hasil reaksi. Dalam hal ini faktor penentunya ialah kereaktifan amina yang direaksikan dengan asil klorida. Salah satu faktor penting yang menentukan kereaktifan suatu senyawa ialah keruahan atau halangan ruang. Senyawa yang pusat reaktifnya lebih terhalang akan bereaksi lebih lambat dibanding senyawa yang pusat reaktifnya © Kimia ITS – HKI Jatim kurang terhalang. Pada reaksi antara amina dengan asil klorida, keruahan sekitar atom N akan mempengaruhi kemudahan serangan nukleofilik pasangan elektron bebas dari nitrogen terhadap atom karbon dari gugus karbonil. O R NHR2 Cl Dilihat dari struktur tiga dimensinya, urutan keruahan sekitar atom N berturutturut dari yang paling terhalang ialah piperidina > dimetilamina > metilamina, sehingga berdasarkan pertimbangan halangan ruang diperkirakan persen hasil sintesis amida yang bersangkutan berturutan dari yang terkecil adalah salisilpiperidida < N,N-dimetilsalisilamida < N-metilsalisilamida. Pada penelitian ini ternyata urutan persen hasil reaksi mulai dari yang terkecil ialah N-metilsalisilamida (24 – 27%) < salisilpiperidida (31 – 34%) < N,Ndimetilsalisilamida (61 – 65%), berlawanan dengan perkiraan tersebut di atas, sehingga dapat disimpulkan bahwa halangan ruang tidak memberikan pengaruh terhadap persen hasil reaksi. Dengan kata lain persen hasil reaksi tidak tergantung pada tahap serangan nukleofilik pasangan elektron bebas dari atom nitrogen ke atom karbon gugus karbonil. Setelah terjadi adisi nukleofilik maka akan terjadi intermediat tetrahedral dengan muatan negatif pada atom oksigen, seperti pada gambar berikut : O O a jalur a R NHR2 Cl R b Cl + NHR2 O jalur b + R Cl NHR2 Selanjutnya, seraya terbentuk kembali ikatan rangkap C=O akan terjadi persaingan antara putusnya ikatan C-N sehingga terbentuk kembali asil klorida (jalur a) dan putusnya ikatan C-Cl membentuk amida (jalur b). Peluang putusnya ikatan C-N (jalur a) akan diperkecil apabila ikatan C-N yang baru terbentuk ini distabilkan. Penstabilan dapat terjadi apabila orbital antibonding (σ *) dari ikatan C-N yang baru terbentuk menerima sumbangan elektron dari orbital σ ikatan yang sudah ada dan terletak di sebelahnya (Cieplak, 1981). © Kimia ITS – HKI Jatim Syarat untuk dapat terjadi Efek Cieplak ialah letak orbital σ (penyumbang elektron) dan orbital σ* (penerima elektron) harus dalam keadaan paralel. Karena ikatan C-N pada metilamina dan dimetilamina dapat berotasi bebas, maka pada dimetilamina terdapat enam orbital σ ikatan C-H dan pada metilamina terdapat tiga orbital σ ikatan C-H yang dapat menyumbangkan elektronnya. Pada piridina, karena strukturnya berbentuk cincin maka ikatan C-N tidak dapat berotasi bebas tetapi hanya dapat berubah konformasi. Pada konformasi dengan ikatan C-N baru pada posisi ekuatorial terdapat dua orbital σ ikatan C-C yang berada dalam keadaan paralel dengan orbital σ* dari ikatan C-N baru, sedangkan pada konformasi dengan ikatan C-N baru pada posisi aksial terdapat dua orbital σ ikatan C-H yang berada dalam keadaan paralel dengan orbital σ* dari ikatan C-N baru, sehingga secara keseluruhan terdapat empat orbital σ yang dapat menyumbangkan elektronnya. Semakin banyak orbital σ yang dapat menyumbangkan elektron kepada orbital σ* dari ikatan C-N yang baru, semakin stabil pula ikatan C-N yang baru terbentuk. Pada metilamina terdapat tiga orbital σ yang dapat menyumbangkan elektron, pada dimetilamina terdapat enam orbital σ, sedangkan pada piperidina terdapat empat orbital σ. Dengan demikian urutan kestabilan ikatan C-N baru yang terbentuk dari ketiga amina tersebut dengan asil klorida berturut-turut mulai dari yang terstabil ialah ikatan C-N yang terbentuk dari dimetilamina > piperidina > metilamina, dan sebagai akibatnya secara teoritis urutan persen hasil reaksi mulai yang terbesar ialah N,Ndimetilsalisilamida > salisilpiperidida > Nmetilsalisilamida. Urutan ini sesuai dengan kenyataan hasil penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada reaksi antara asil klorida dengan amina, faktor stabilisasi ikatan CN yang baru oleh adanya Efek Cieplak berperan lebih penting dibanding faktor halangan ruang. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa N-metilsalisilamida, N,Ndimetilsalisilamida dan salisilpiperidida dapat disintesis dari asam salisilat melalui dua tahap reaksi, yakni reaksi asam salisilat dengan tionil klorida menghasilkan salisiloil klorida tahap sebagai pertama, dilanjutkan reaksi antara salisiloil klorida dengan metilamina, dimetilamina, atau piperidina sebagai tahap kedua. Sintesis N-metilsalisilamida memberikan hasil 24 – 27%, sintesis N,N-dimetilsalisilamida memberikan hasil 61 – 65%, sedangkan sintesis salisilpiperidida memberikan hasil 31 – 34%. Pada reaksi antara salisiloil klorida dengan amina, faktor stabilisasi ikatan C-N yang baru 33 Rudyanto, dkk- Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan Salisilpiperidida oleh adanya Efek Cieplak berperan lebih penting dibanding faktor halangan ruang. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini dengan dana DIK Suplemen Universitas Airlangga tahun 2004. Penulis juga berterima kasih kepada Sdr. Meinneke Karolin, Yesry Massorah dan Dewi Ratnawati atas perannya sebagai eksekutor eksperimen dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Barrow RA, T Hemscheidt, J Liang, S Paik, RE Moore, MA Tius. (1995). Total Synthesis of Cryptophycins. Revision of the Structures of Cryptophycins A and C. J. Am. Chem. Soc., 117, 2479-2490. Cieplak AS (1981). Stereochemistry of Nucleophilic Addition to Cyclohexanone. The Importance of Two-Electron Stabilizing Interactions. J. Am. Chem. Soc., 103, 4540. DeFeo RJ and PD Strickler (1963). An Improved Method of Synthesis of Secondary Amides from Carboxylic Esters. J. Org. Chem., 26, 2915-2917. Foye WO, L Lemke, DA Williams (1995). Medicinal Chemistry. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Gringauz A (1997). Introduction to Medical. How Drug Act and Why. New York: Wiley-VCH. Hogberg T, P Strom, M Ebner, S Ramsby (1987). Cyanide as an Efficient and Mild Catalyst in the Aminolysis of Esters. J. Org. Chem., 52, 2033-2036. 34 Hwang YC and FW Fowler (1985). Diels-Alder Reaction of 1-Azadienes. A total Synthesis of Deoxynupharidine. J. Org. Chem., 50, 2719-2726. Pine SH, JB Hendrickson, DJ Cran (1988). Kimia Organik. Terj. J Roehyati dan W Susanti, Bandung: Penerbit ITB. Parfitt K (ed) (1999). Martindale The Complete Drug Reference, 32nd ed. London: Pharmaceutical Press. Roe ET, JT Scanlan, D Swern (1949). Fatty Acid Amides. I. Preparation of Amides of Oleic and the 9,10-Dihydrostearic Acids. J. Am. Chem. Soc., 71, 2215-2218. Shriner RL, RC Fuson, DY Curtin (1964). The Systematic Identification of Organic Compounds, 5th ed., New York: Wiley. Siswandono dan B Soekardjo (2000). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Tang H, J Zhang, J Dong, B Liu (2000). Studies on Synthesis of Salicylanilide and Its Analogs, and Antiinflamatory, Antiallergic Activities. Zhongguo Yaowu Huaxue Zazhi, 10, 250253. Wamser CC and JA Yates (1989). Kinetics and Mechanisms for the Two-Phase Reaction between Aqueous Aniline and Benzoyl Chloride in Chloroform, with and without Pyridine Catalysis. J. Org. Chem., 54, 150154. Witzeman JS and WD Nottingham (1991). Transacetylation with tert-Butyl Acetoacetate: Synthetic Applications. J. Org. Chem., 56, 1713-11718. © Kimia ITS – HKI Jatim