docking molekul dan sintesis turunan asam benzoil

advertisement
7
DOCKING MOLEKUL DAN SINTESIS TURUNAN ASAM BENZOIL SALISILAT
TERSUBSTITUSI KLOR SEBAGAI PENGHAMBAT SIKLOOKSIGENASE-2
1
NUZUL WAHYUNING DIYAH, 2SISWANDONO
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya 60286
e-mail: [email protected]
1,2
ABSTRACT
A series of ring-chlorinated of benzoylsalicylic acids were designed and synthesized. In silico molecular
modeling was carried out through docking the compounds into active site of cyclooxygenase-2 (pdb. 1PXX). The
three compounds selected to be synthesized were those which showed lower ligand-enzyme interaction energy
than reference ligand, diclofenac, which has higher affinity to cyclooxygenase-2 (COX-2) than acetylsalicylic
acid. The compounds were synthesized by reacting salicylic acids and benzoyl chlorides in the presence of
pyridine. The structure of synthesis products were confirmed by FTIR and 1H-NMR spectroscopy. Percentage of
the synthesis product using those reagents and preparation method are 63 to 65%.
Keywords : ring-chlorinated of benzoylsalicylic acids, molecular modeling, cyclooxygenase-2, pyridine
PENDAHULUAN
Asam asetilsalisilat atau banyak dikenal sebagai
aspirin adalah turunan salisilat yang merupakan
prototipe obat antiinflamasi non steroid (non steroid
antiinflammatory drugs= NSAIDs). Aspirin dan
NSAIDs lainnya bekerja dengan cara menghambat
siklooksigenase (COX 1/2) yang mengakibatkan
penurunan produksi prostaglandin. Berbeda dengan
analgesik opioid dan parasetamol, hal ini tidak
hanya mengurangi sakit/nyeri, tetapi juga inflamasi
sehingga digunakan pada pengobatan berbagai
kondisi akut dan kronik yang menimbulkan nyeri
dan inflamasi. Pada umumnya, NSAIDs
menghambat COX 1/2 secara non selektif.
Penelitian menunjukkan sebagian besar efek
samping NSAIDs dimediasi oleh kerja hambatan
terhadap COX-1, sedangkan efek analgesik
dimediasi oleh hambatan terhadap COX-2
(Koeberle and Werz, 2009).
Penghambat
selektif,
turunan
coxib,
dikembangkan dari NSAIDs untuk menghambat
hanya enzim COX-2. Dibandingkan dengan
NSAIDs, penghambat COX-2 kurang menyebabkan
perdarahan
gastrointestinal
tetapi
dapat
meningkatkan resiko kejadian kardiovaskuler ratarata sebesar 40%. Hanya etoricoxib yang relatif
aman, dengan resiko kejadian trombosis mirip
diklofenak, NSAIDs non-coxib (Conaghan, 2012).
Aspirin, satu-satunya penghambat COX-1 yang
ireversibel, dilaporkan tidak meningkatkan resiko
penyakit jantung, tetapi mengakibatkan tingkat
kejadian ulkus peptikum lebih tinggi dibanding
diklofenak (Kearney et al., 2006). Diklofenak
memiliki kemampuan rendah sampai sedang untuk
mengikat dan memblok COX-2 sehingga insiden
gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan
indometasin dan aspirin (Graham, 2006).
Telah dilaporkan sintesis serta uji aktivitas
antiinflamasi dan analgesik turunan asam
benzoilsalisilat, yaitu turunan asam salisilat analog
aspirin yang mengandung 2 cincin aromatis.
Beberapa
senyawa
menunjukkan
aktivitas
antiinflamasi lebih tinggi dibanding aspirin (Diyah
dkk., 2002) tetapi aktivitas analgesiknya lebih
rendah (Diyah dkk., 2006). Pengembangan turunan
asam salisilat lebih lanjut diarahkan sebagai
penghambat COX-2, dengan menambahkan
substituen klor pada kedua cincin aromatik
sehingga turunan salisilat yang dihasilkan
mempunyai kemiripan dengan diklofenak yang juga
mengandung substituen klor. Agar modifikasi
struktur lebih terarah dan mengurangi faktor trial
and error dan untuk mengetahui potensi senyawa
sebagai penghambat enzim COX-2 dilakukan
docking molekul terhadap COX-2 (pdb. 1PXX)
yang mengikat reference ligand DIF-1701, yaitu
struktur kristal diklofenak dalam 3 dimensi
(Rowlinson et al., 2003). Senyawa yang disintesis
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
8
adalah yang potensial sebagai penghambat COX-2,
yaitu menunjukkan skor docking lebih tinggi
dibandingkan dengan ligan DIF-1701 dan senyawa
asam benzoilsalisilat (tanpa substituen pada kedua
cincin) yang telah diuji aktivitas analgesiknya. Skor
docking yang lebih tinggi menunjukkan energi
interaksi ligan-enzim lebih rendah, yang berarti
interaksi ligan-enzim lebih stabil sehingga
diprediksi akan menghasilkan aktivitas biologisnya
yang lebih tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah mensintesis
senyawa turunan asam benzoilsalisilat tersubstitusi
klor yang lebih aktif terhadap COX-2 secara in
silico. Asam benzoilsalisilat merupakan hasil
modifikasi struktur asam salisilat dengan cara
substitusi atom hidrogen gugus –OH pada posisi
orto gugus karboksilat, dengan gugus benzoil.
Senyawa turunan ini dapat disintesis dengan
mereaksikan asam salisilat dan suatu benzoil
klorida yang merupakan reaksi substitusi asil
nukleofilik (Diyah dkk., 2002). Metode reaksinya
berdasarkan reaksi Schotten-Baumann yang
dimodifikasi, yaitu menggunakan pelarut organik
sebagai pengganti air, dan piridin sebagai basa
organik pengganti NaOH (Carey and Giuliano,
2011). Pada penelitian ini prosedur yang digunakan
untuk sintesis senyawa mengacu pada penelitian
sebelumnya, yaitu menggunakan pelarut aseton atau
tetrahidrofuran dan piridin sebagai katalis.
Berdasarkan docking terhadap COX-2 (pdb.1PXX),
disintesis 3 turunan asam benzoil salisilat yang
tersubstitusi klor pada cincin benzena. Konfirmasi
struktur senyawa ditetapkan berdasarkan data
spektroskopi ultraviolet, infra merah, dan NMR-1H.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan: seperangkat alat gelas,
alat
penentu
titik
lebur
MEL-TEMP
Electrothermal, lampu UV254 (Topcon). Untuk
konfirmasi struktur digunakan: spektrofotometer
UV-Vis Lambda EZ-201, spektrofotometer
JASCO FT/IR-5300, dan spektrometer NMR
Hitachi FT-NMR R-1900.
Bahan yang digunakan : Asam 5-klorosalisilat,
4-klorobenzoil klorida, 3-klorobenzoil klorida;
3,4-diklorobenzoil klorida, semuanya p.a buatan
Sigma. Asam salisilat,
aseton, piridin,
tetrahidrofuran (THF),
semuanya p.a buatan
E.Merck. Lempeng kromatrografi lapisan tipis
(KLT) silika gel 60F254 dari E Merck.
Komputer dengan prosesor intel core i3
berbasis operasi windows 7.0 dengan Software
dan program ChemBioDraw Ultra 11.0 digunakan
untuk menggambar struktur 3 dimensi molekul
senyawa (ligan). Geometri molekul ligan
dioptimasi menggunakan metode MMFF94 untuk
mencapai tingkat energi minimal, kemudian
struktur molekul disimpan dalam format sybyl
mol2. Molegro Virtual Docker 5.5 digunakan
untuk docking dan pemodelan molekul.
Metode :
A. Docking molekul
Sebagai target docking digunakan struktur
kristal enzim siklooksigenase-2 (pdb. 1PXX)
dengan resolusi 2,90 Å yang diunduh dari RCSB
Protein Data Bank (www.rcsb.org), yaitu struktur
kristal COX-2 yang mengikat ligan DIF-1701.
Struktur kristal 1PXX diunduh ke dalam
workspace dan ditentukan binding site-nya
(cavity-4). Diimpor struktur 3D molekul turunan
asam benzoilsalisilat ke dalam workspace dan
diletakkan ke dalam cavity-4 dengan cara align
pada DIF-1701. Docking molekul ligan dilakukan
terhadap cavity-4 menggunakan algoritma SE
MolDock dengan iterasi maksimum 1500. Afinitas
ligan-enzim ditentukan dari skor docking yang
dinyatakan dalam Rerank Score (RS).
Kompleks ligan-enzim dengan energi terendah
(pose dengan skor tertinggi) menunjukkan model
interaksi yang paling baik. Validasi docking
dilakukan dengan redocking ligan DIF-1701
terhadap cavity-4. Energi interaksi yang makin
rendah menunjukkan makin kuatnya interaksi.
Struktur senyawa post-docking yang terbaik harus
memenuhi syarat: mempunyai energi paling
rendah dan molekul berada dalam binding site
yang sama dengan DIF-1701, yang dapat diamati
secara visual dalam cavity-4. Pengamatan interaksi
ligan-enzim yang meliputi: ikatan hidrogen,
interaksi sterik (van der Waals), dan elektrostatik
dilakukan untuk pose dengan skor tertinggi.
B. Prosedur sintesis turunan asam
benzoilsalisilat (1b dan 1c)
Asam salisilat 0,0275 mol dilarutkan dengan 0,025
mol piridin dalam labu alas bulat. Ditambahkan
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
9
0,025 mol turunan benzoil klorida (4-klorobenzoil
klorida; 3-klorobenzoil klorida) dalam aseton,
secara perlahan dalam waktu 30 menit sampai
habis, sambil dilakukan pengadukan dengan
magnetic stirrer. Campuran direfluks selama 3
jam pada suhu penangas air 50 0C, sambil terus
diaduk dan dipantau dengan KLT tiap jam. Setelah
reaksi dihentikan, campuran ditambah air sehingga
terbentuk endapan padat. Zat padat dipisahkan dan
dicuci dengan air air sampai bebas piridin,
kemudian dicuci lagi dengan air panas. Kristal zat
hasil sintesis diperoleh dari rekristalisasi
menggunakan pelarut aseton.
C. Prosedur sintesis turunan asam 5klorobenzoilsalisilat (2c)
Asam 5-klorosalisilat 0,030 dalam pelarut THF
ditambah 0,025 piridin dalam labu alas bulat.
Ditambahkan 0,025 mol 3,4-diklorobenzoil klorida)
dalam THF, secara perlahan dalam waktu 30 menit
sampai habis sambil diaduk dengan magnetic stirer.
Campuran direfluks selama 4 jam dalam penangas
air suhu 70 0C, dan dipantau dengan KLT tiap jam.
Setelah reaksi dihentikan, ditambahkan air suling
sampai terbentuk endapan padat. Zat padat
dipisahkan dan dicuci dengan air air sampai bebas
piridin, kemudian dicuci lagi dengan air panas.
Kristal zat hasil sintesis diperoleh dari rekristalisasi
dengan pelarut aseton.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menampilkan nilai parameter fisikokimia
turunan asam benzoilsalisilat, yaitu LogP
(parameter lipofilik), MR (parameter sterik), serta
energi molekul dalam konformasi geometri optimal
sebelum docking (parameter elektronik) yang
diperoleh dengan bantuan program ChemBioDraw
Ultra.
Tabel 1. Nilai parameter fisikokimia dan energi geometri optimal molekul turunan asam benzoilsalisilat
Senyawa
R1
R2
R3
LogP
MR
Energi
(cc/mol)
(kkal/mol)
1a
H
H
H
3,07
63,42
72,80
1b
H
H
Cl
3,63
68,02
70,82
1c
H
Cl
H
3,63
68,02
61,36
1d
H
Cl
Cl
4,19
72,63
70,94
2a
Cl
Cl
H
4,19
72,63
60,60
2b
Cl
H
Cl
4,19
72,63
51,52
2c
Cl
Cl
Cl
4,75
77,24
61,92
Pada Tabel 1 tampak bahwa adanya substituen klor
meningkatkan nilai Log P dan MR, tetapi energi
untuk mencapai geometri optimum turun jika
dibandingkan dengan senyawa tanpa substituen.
Energi yang lebih rendah menunjukkan senyawa
lebih stabil, sebaliknya energi yang lebih tinggi
menunjukkan senyawa lebih reaktif dan akan
mudah berinteraksi.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
10
Docking molekul secara in silico
Hasil
docking
molekul
terhadap
enzim
siklooksigenase (Pdb. 1PXX) berupa skor docking,
yaitu rerank score (RS) menurut program MVD,
dan interaksi dengan asam-asam amino dalam
tempat ikatan cavity-4 ditampilkan pada Tabel 2
dan Gambar 2.
Gambar 2. Molekul 7 senyawa turunan asam benzoilsalisilat dalam tempat ikatan cavity-4, kotak grid warna
hijau (2A) dan dalam struktur sekunder protein (2B) enzim siklooksigenase-2 (pdb. 1PXX).
Pada Gambar 2 tampak bahwa semua molekul
senyawa berada dalam tempat ikatan yang sama
dengan DIF, yaitu cavity-4. Interaksi molekul
dengan asam-asam amino dalam tempat ikatan
tersebut ditampilkan pada gambar 3.
Skor docking (RS) merupakan energi bebas
interaksi ligan-enzim (G, kkal/mol) yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai tetapan ikatan
ligan-enzim (binding constant, K) berdasarkan
rumus (Atkins and de Paula, 2006): G = –RT lnK.
R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu mutlak,
dan K adalah tetapan kesetimbangan pada suhu 25
0
C. Makin besar nilai K, makin besar konsentrasi
ligan-enzim dibanding ligan dan enzim yang bebas
sehingga menunjukkan interaksi ligan-enzim yang
makin kuat. Nilai energi interaksi dan tetapan K
untuk turunan asam benzoilsalisilat ditampilkan
pada Tabel 2.
Pada tabel 2, semua turunan asam
benzoilsalisilat mempunyai energi interaksi yang
lebih rendah dan tetapan K lebih besar dibanding
diklofenak dan asam asetilsalisilat serta membentuk
ikatan hidrogen dengan asam amino Tyr 1385 dan
Ser1530 seperti pada ligand reference diklofenak
(Rowlinson, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa
mekanisme interaksi senyawa dengan COX-2 sama
dengan diklofenak. Senyawa tidak hanya
membentuk ikatan hidrogen dengan asam amino
Tyr 1385 dan Ser1530, tetapi juga berinteraksi
dengan beberapa asam amino lainnya yang
membentuk tempat ikatan cavity-4 dengan gaya
van de Waals sehingga memperkuat interaksi.
Meningkatnya kekuatan interaksi ini ditunjukkan
oleh nilai tetapan K.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
11
Tabel 2. Nilai parameter interaksi molekul turunan asam benzoilsalisilat
dengan COX-2 setelah docking
Senyawa
Energi interaksi
(kkal/mol)
K
 ikatan
hidrogen
asam amino yang berinteraksi
1a
-87,52
1,159
2
Tyr1385, Tyr1348, Ala1527, Gly1526,
Leu1352, Leu1531, Pro1528, Ser1530,
Val1349
1b
-93,27
1,171
2
Tyr1385, Tyr1348, Ala1527, Gly1526,
Leu1531, Pro1528, Ser1530, Val1349,
Phe1529
1c
-92,03
1,168
2
Tyr1385, Ser1530, Phe1529, Trp 1387
1d
-95,72
1,175
1
Tyr1385, Tyr1348, Ala1527, Gly1526,
Leu1352, Ser1530, Phe1529
2a
-92,85
1,170
3
Tyr1385, Tyr1348, Ala1527, Gly1526,
Leu1531, Leu 1384, Pro1528, Ser1530,
Val1349, Phe1529, Trp1387
2b
-90,65
1,165
2
Tyr1385, Ala1527, Gly1526, Leu1531,
Ser1530, Val1523, Phe1529, Phe1381,
Trp1387, Met1522
2c
-97,77
1,180
2
Tyr1385, Tyr1348, Ala1527, Gly1526,
Leu1531, Pro1528, Ser1530, Val1349,
Phe1529, Phe1381, Trp1387, Met1522,
Lys1532
DIFa
-83,82
1,152
2
Tyr1385, Ser1530
ASAb
-69,21
1,124
4
Tyr1385, Tyr1348, Ser1530, Val1349,
Trp1387
Keterangan: a DIF adalah diklofenak, b ASA adalah asam asetilsalisilat (aspirin)
Interaksi masing-masing senyawa turunan asam benzoilsalisilat tersubstitusi klor dalam 2 dimensi ditampilkan
pada gambar 4.
Gambar 3. Interaksi molekul 7 senyawa turunan asam benzoilsalisilat dengan asam-asam amino dalam tempat
ikatan cavity-4 setelah docking (3A). Warna kuning adalah senyawa 1a, biru muda 1b, ungu 1c, merah 1d,
kelabu 2a, putih 2b, dan hijau 2c. Gambar 3B menunjukkan senyawa dengan skor tertinggi (1c), yang
berinteraksi dengan asam-asam amino dalam enzim siklooksigenase-2 (pdb. 1PXX) dalam 3 dimensi. Garis
putus warna biru menunjukkan ikatan hidrogen.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
12
Gambar 4. Interaksi molekul senyawa turunan asam benzoilsalisilat tersubstitusi klor (1b-d dan 2a-c) dengan
asam-asam amino dalam tempat ikatan cavity-4 siklooksigenase-2 (1PXX) dalam 2 dimensi. Garis putus warna
biru menunjukkan ikatan hidrogen, garis putus warna merah adalah interaksi van der Waals.
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 4 dapat dilihat
bahwa senyawa turunan asam benzoilsalisilat
berinteraksi dengan lebih banyak asam-amino
dibanding reference ligand DIF; interaksi ini
memberikan kontribusi terhadap nilai energi
interaksi dan tetapan K. Untuk menentukan
senyawa yang disintesis, nilai energi bebas dan
tetapan K senyawa yang tersubstitusi klor pada satu
cincin dengan dengan yang tersubstitusi pada kedua
cincin (1b dengan 2a, 1c dengan 2b, 1d dengan 2c).
Dengan memperhatikan data pada tabel 2 tersebut,
maka senyawa yang disintesis adalah 1b, 1c, dan
2c.
Hasil Sintesis
3 turunan asam klorobenzoilsalisilat (1b, 1c, 2c)
dapat disintesis dari reaksi antara asam salisilat Ia
(R1=H) atau asam 5-klorosalisilat Ib (R1=Cl) dan
klorobenzoil klorida (IIa-c) Skema reaksi sintesis
ditampilkan pada gambar 5. Titik lebur dan 5 hasil
sintesis ditampilkan pada Tabel 3.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
13
Gambar 5. Skema reaksi sintesis turunan asam benzoilsalisilat
Senyawa 1b dibuat dari reaksi antara Ia dengan IIa (R2=H, R3=Cl), 1c dari Ia dengan IIb (R2=Cl, R3=H), dan 2c
dari Ib dengan IIc (R2=Cl, R3=Cl).
Senyawa
1b
1c
2c
Tabel 3. Persentase hasil sintesis dan titik lebur senyawa hasil sintesis
Organoleptis
% Hasil
Titik Lebur (0C)
Serbuk kristal putih, tidak berbau
64,8
120 – 121
Serbuk putih-kekuningan, tidak berbau
63,7
146 – 147
Serbuk putih, berbau khas
62,7
185 – 186
Senyawa hasil sintesis tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam aseton, etanol, metanol, dan etil asetat.
Senyawa 1b dan 1c larut dalam kloroform,
sedangkan 2c agak sukar larut dalam kloroform
sehingga untuk spektroskopi NMR-1H senyawa 2c
digunakan pelarut DMSO-D6. Perbedaannya
dengan 1b dan 1c adalah pada 2c kedua cincinnya
mengandung klor sehingga polaritasnya berbeda
yang mengakibatkan perbedaan kelarutannya.
Perbedaan polaritas senyawa akan mempengaruhi
kelarutannya (Mannhold, 2007).
Pada spot test menggunakan pereaksi FeCl3 semua
senyawa tidak menghasilkan perubahan warna
FeCl3 yang berwarna kuning. Hal ini menunjukkan
perbedaan dengan senyawa awal asam salisilat dan
asam 5-klorosalisilat yang menghasilkan warna
ungu pada spot test, yang dapat menjadi indikasi
telah terbentuknya senyawa hasil sintesis yang tidak
lagi mengandung gugus –OH fenolik dengan
masuknya gugus benzoil tersubstitusi klor. Pada
reaksi dengan FeCl3 adanya gugus –OH
ditunjukkan oleh terbentuknya warna ungu dari
senyawa kompleks dengan Fe3+ (Barry and Borer,
2000).
Pada uji KLT dengan 3 eluen yang berbeda, ketiga
senyawa hanya menunjukkan satu noda. Titik lebur
senyawa 1b paling rendah di antara 3 senyawa;
yang menunjukkan bahwa gaya antar molekulnya
kurang kuat dibanding senyawa 1c dan 2c
(Mannhold, 2007). Hal ini dapat dilihat dari nilai
energi geometri optimal senyawa 1b (Tabel 1) yang
lebih tinggi dibanding 1c dan 2c. Berdasarkan titik
lebur dan uji KLT senyawa dinyatakan murni
sehingga selanjutnya dilakukan pemeriksaan
spektroskopi. Data spektra senyawa hasil sintesis
adalah sebagai berikut:
Asam 2-(4’-klorobenzoiloksi)benzoat atau asam O(4-klorobenzoil)salisilat (1b):
UV (maks, metanol): 236 nm; IR (KBr), maks (cm1
): 2926 (O–H), 2650 (=C–H), 1739 (C=O ester),
1691 (C=O asam), 1585 (C=C), 1259 (=C–O), 765
(=C–Cl); NMR-1H (CDCl3, 200 MHz),  (ppm): 8,9
(s, 1H, O-H); 7,9–8,2 (m, 3H, =C-H); 7,3–7,8 (m,
5H, =C-H).
Asam 2-(3’-klorobenzoiloksi)benzoat atau asam O(3-klorobenzoil)salisilat (1c):
UV (maks, metanol): 235 nm; IR (KBr), maks (cm1
): 3070 (O–H), 2658 (=C–H), 1743 (C=O ester),
1701 (C=O asam), 1575 (C=C), 1311 (=C–O), 768
(=C–Cl); NMR-1H (CDCl3, 200 MHz),  (ppm): 8,6
(s, 1H, O-H); 7,8–8,2 (m, 4H, =C-H); 7,3–7,7 (m,
4H, =C-H).
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
14
Asam
2-(3’,4’-klorobenzoiloksi)-5-klorobenzoat
(2c):
UV (maks, metanol): 234 nm; IR (KBr), maks (cm1
): 3444 (O–H), 2857 (=C–H), 1747 (C=O ester),
1710 (C=O asam), 1594 (C=C), 1274 (=C–O), 747
(=C–Cl); NMR-1H (DMSO-D6, 200 MHz), 
(ppm): 13,4 (s, 1H, O-H); 7,4 (d, J=8,4; 1H, =C-H);
7,7–8,1 (m, 4H, =C-H); 8,4 (d, J=4,1; 1H, =C-H).
Senyawa hasil sintesis hanya mengandung satu OH
yang berasal dari COOH, yang ditunjukkan oleh
pita lebar di sekitar 2900–3300 cm-1 spektra IR dan
puncak di daerah 10–13 ppm spektra NMR-1H
(Silverstein et al., 2005). Sebagai pembanding
adalah senyawa awalnya, yaitu asam salisilat dan
asam 5-klorosalisilat yang mengandung 2 OH,
berasal dari COOH dan OH fenolik yang
ditunjukkan oleh puncak pada 9,6 dan 10 ppm pada
spektra NMR-1H asam salisilat maupun asam 5klorosalisilat. Tidak adanya gugus OH fenolik
sudah diduga dari pergeseran panjang gelombang
maksimum; spektrum senyawa hasil sintesis tidak
menunjukkan puncak serapan pada sekitar 299 nm
yang terdapat pada spektra UV asam salisilat
maupun asam 5-klorosalisilat (Diyah dkk., 2006).
Keseluruhan data tersebut menunjukkan bahwa
telah dihasilkan senyawa dengan struktur yang telah
dirancang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa 3 turunan asam benzoilsalisilat tersubstitusi
klor dapat diperoleh dari reaksi antara turunan asam
salisilat dan benzoil klorida dengan hasil 63–65%.
Senyawa hasil sintesis berinteraksi dengan enzim
siklooksigenase-2 dengan mekanisme yang sama
dengan diklofenak secara in silico tetapi afinitasnya
lebih tinggi dibanding diklofenak dan asam
asetilsalisilat
sehingga
berpotensi
sebagai
penghambat COX-2. Oleh karena itu perlu
dilakukan uji aktivitas biologisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P., de Paula, J. 2006. Physical
Chemistry for the Life Sciences.
Oxford: W.H. Freeman Publishers, pp.
151–157.
Barry, E. and Borer, L.L. 2000. Experiment
with Aspirin. J Chem Education 77(3):
354.
Carey, FA. and Giuliano, RM. 2011. Organic
Chemistry, 8th ed.New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc. pp. 654–
668.
Conaghan, PG., 2012. A turbulent decade for
NSAIDs: update on current concepts of
classification,
epidemiology,
comparative efficacy, and toxicity.
Rheumatol. Int. 32(6): 1491-1502.
Diyah, NW., Sardjoko, Hakim, L. 2002. Sintesis
Asam O-(4-n-butilbenzoil)salisilat dan
uji aktivitas antiinflamasinya terhadap
edema terinduksi karagenan pada kaki
tikus. Journal of Mathematics and
Science Vol 7 (2): 81–87.
Diyah,
NW., Soekardjo, B., Purwanto,
Siswandono, Purwanto, BT., Hardjono,
S., Susilowati, R. 2006. Modifikasi
Struktur dan Uji Aktivitas Analgesik
Turunan Asam O-Asilsalisilat dalam
Rangka
memperoleh
Senyawa
Analgesik-Antiinflamasi yang Poten.
Laporan Penelitian Project Grant.
Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga.
Graham, D. 2006. COX-2 inhibitors, other
NSAIDs, and cardiovascular risk: the
seduction
of
common
sense. JAMA 296 (13): 1653–1656.
Kearney, P., Baigent, C., Godwin, JH.,
Emberson, J., Patrono, C. 2006. Do
selective cyclo-oxygenase-2 inhibitors
and traditional non-steroidal antiinflammatory drugs increase the risk of
atherothrombosis? Meta-analysis of
randomised
trials. BMJ 332 (7553):
1302–1308.
Koeberle A, Werz O., 2009. Inhibitors of the
microsomal
prostaglandin
E(2)
synthase-1 as alternative to non steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs)–a
critical
review. Curr.
Med.
Chem. 16 (32): 4274–4296.
Mannhold, R. 2007. Molecular Drug
Properties. Weinheim: Wiley-VCH,
pp. 111–126
Rowlinson, SW., Kiefer, JR., Prusakiewicz, JJ.,
Pawlitz, JL., Kozak, KR., Kalgutkar,
AS., Stallings, WC., Kurumbail, RG.,
Marnett, LJ. 2003. A novel mechanism
of
cyclooxygenase-2
inhibition
involving interactions with Ser-530 and
Tyr-385. J.Biol.Chem. 278: 4576345769.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
15
Silverstein, RM., Webster, FX., and Kiemle, DJ.
2005. Spectrofotometric Identification
of Organic Compound, 7th Ed, New
York: John Wiley and Sons, Inc., pp.
14-37.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.3 No. 1 Juni 2014
Download