BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah “negara” itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi-kondisi modern saat ini, dapat ditentukan karakteristik-karakteristik pokok dari suatu negara. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara (yang ditanda-tangani oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Latin) mengemukakan karakteristik-karakteristik berikut ini: “Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat berikut : (a) penduduk tetap; (b) wilayah yang tertentu; (c) pemerintah; (d) kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain”.1 Unsur wilayah adalah merupakan unsur negara dengan syarat bahwa kekuasaan negara yang bersangkutan harus secara efektif diseluruh wilayah negara yang bersangkutan. Hal ini berarti didalam wilayah tersebut tidak boleh ada kekuasaan lain selain kekusaan negara yang bersangkutan. Batas wilayah suatu negara ditentukan melalui perjanjian dengan negara-negara tetangga. Dalam traktat yang diadakan pada tahun 1919 di Paris ditetapkan bahwa udara diatas tanah suatu negara termasuk wilayah negara itu.2 Unsur pemerintah dirumuskan berdaulat keluar dan ke dalam. Berdaulat ke luar artinya mempunyai kedudukan yang sederajat dengan negara-negara lain. 1 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hal.127. 2 Max Boli Sabon, Ilmu Negara, (Jakarta : Gramedia, 1994), hal.16. Universitas Sumatera Utara Berdaulat ke dalam artinya merupakan pemerintah/penguasa yang berwibawa. Pemerintah merupakan badan pimpinan dan badan pengurus dari suatu negara. Dalam arti luas, Pemerintah adalah : keseluruhan dari badan pengurus negara dengan segala organisasi, segala bagiannya, dan segala pejabatnya yang menjalankan tugas negara dari pusat ke pelosok-pelosok daerah.3 Pengakuan adalah pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu negara lain sebagai subjek hukum internasional. Pengakuan berarti bahwa selanjutnya antara negara yang mengakui dan negara yang diakui terdapat hubungan sederajat dan dapat mengadakan segala macam hubungan kerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan nasional masing-masing yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum internasional. Pengakuan juga berarti menerima suatu negara baru ke dalam masyarakat internasional.4 Suatu negara tidak dapat ada sebagai subyek hukum tanpa adanya pengakuan. Pengakuan ini memungkinkan negara baru untuk mengadakan hubungan-hubungan resmi dengan negara-negara lain, dan dengan subyek hukum internasional lainnya.5 Selama masih tetap berlangsungnya hubungan-hubungan antar bangsabangsa atau negara-negara di dunia ini, selama itu pula masih akan tetap muncul perjanjian-perjanjian internasional. Pasang-surutnya perjanjian-perjanjian 3 Ibid, hal.21. Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, edisi kedua, (Bandung : Penerbit P.T Alumni, 2005), hal.65. 5 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 69. 4 Universitas Sumatera Utara internasional itu tergantung pula pada pasang-surutnya hubungan-hubungan antar bangsa atau negara.6 Suatu organisasi internasional dibentuk dan didirikan melalui suatu konferensi internasional yang menghasilkan perjanjian internasional yang merupakan anggaran dasarnya yang biasa juga disebut piagam, covenant, statuta, atau dengan istilah yang lebih umum disebut juga dengan konstitusi dari sebuah organisasi internasional. Atas dasar piagam atau konstitusinya itu ditentukan asasasas dan tujuan dari organisasi internasional maupun organ-organ serta mekanisme bekerjanya.7 Organisasi-organisasi regional tertentu juga diberi wewenang untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum. Perjanjian-perjanjian yang dihasilkan dalam kerangka organisasi internasional ini dibuat oleh wakil-wakil negara yang duduk dalam organ-organ organisasi tersebut.8 Pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian dalam hal ini menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau in good faith. Prinsip ini merupakan dasar pokok hukum perjanjian dan telah diakui secara universal dan yang merupakan bagian dari prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law).9 Salah satu segi yang menonjol dalam perkembangan hubungan antar negara sejak perang dunia II adalah pesatnya pertumbuhan kerjasama regional. 6 I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2002), hal.1. 7 Ibid, hal.22. 8 Boer Mauna, Op. Cit., hal.115. 9 Ibid, hal.135. Universitas Sumatera Utara Perkembangan tersebut sifatnya merata dan tidak terbatas pada negara-negara tertentu, tetapi dapat disaksikan di seluruh kawasan dunia, baik di negara-negara maju, maupun di negara-negara yang sedang berkembang, di negara-negara barat, maupun di negara-negara Timur. Hubungan yang makin rapat dan kehidupan bangsa-bangsa yang bergantung satu sama lain itu menuntut adanya kerjasama antar bangsa dalam suatu sistem kerjasama regional. Dengan mengadakan pengelompokkan, negara-negara kecil akan lebih memperkuat posisi tukar dalam menghadapi raksasa-raksasa ekonomi dunia. Atas nama satu kelompok, suara mereka akan merupakan suatu suara yang lebih berat dan tidak dapat begitu saja diabaikan. Lewat kerjasama regional mereka dapat memperjuangkan kepentingan masing-masing dengan harapan mencapai hasil yang diinginkan. ASEAN memiliki sejarah yang menarik. ASEAN lahir, tumbuh, dan berkembang seirama dengan tuntutan sejarah. Kehadirannya sangat penting bagi bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara, bahkan di dunia. Seluruh rakyat dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara (kecuali Thailand) selama sekitar setengah abad mengalami penderitaan yang sama sebagai anak jajahan bangsa barat. Imperialisme Inggris menguasai Malaysia (1814), Singapura (1849), Burma (1894), dan Kalimantan Utara (1880). Imperialisme Prancis menguasai Indocina sejak tahun 1896, Spanyol menguasai Philipina sampai tahun 1898, dan dijajah lagi oleh Amerika Serikat. Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Universitas Sumatera Utara pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1908, dan dilanjutkan dengan penjajahan Jepang sampai pada tahun 1945.10 Perasaan senasib ini yang kemudian menimbulkan perasaan setia kawan yang kuat di kalangan bangsa-bangsa Asia Tenggara. Perasaan setia kawan inilah yang merupakan salah satu pendorong lahirnya ASEAN. Di samping itu, ada pula persamaan kepentingan. Semua negara di kawasan ini saling membutuhkan satu sama lain. Mereka hidup pada perairan laut yang sama, yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda. Perairan ini merupakan urat nadi lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia. Di samping itu, perairan Laut Cina Selatan adalah daerah perairan pokok yang dikelilingi oleh negara-negara Asia Tenggara.11 ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) atau yang lebih kita kenal dengan Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara, sebagai kerjasama regional dalam kenyataannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Asia Tenggara sebelumnya, terutama dalam hubungan kerjasama ASA (Association of Southeast Asia) dan MAPHILINDO. ASA yang dibentuk pada tahun 1961, beranggotakan Malaya, Thailand, dan Filipina. Sedangkan MAPHILINDO dibentuk pada tahun 1963, beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Perbedaan kedua kerjasama ini adalah bahwa ASA berdasarkan ekonomi dan kebudayaan, sedangkan MAPHILINDO berlandaskan pertimbangan politik dan ras.12 Kedua kerjasama regional tersebut mempunyai pengaruh terhadap pembentukan ASEAN, karena kedua kerjasama regional itulah yang merupakan 10 Hasnil Basri Siregar, Hukum Organisasi Internasional, (Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1994), hal.143. 11 Ibid, hal.144. 12 M. Sabir, ASEAN Harapan dan Kenyataan, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992), hal.28. Universitas Sumatera Utara kerjasama regional pertama di Asia Tenggara yang dibentuk oleh negara-negara Asia Tenggara sendiri, tanpa ikut sertanya negara lain di luar kawasan.13 Kerjasama ASA tidak bertahan lama, dan keberhasilannyapun tidak banyak dan pula kurang mengesankan. Namun jika dibandingkan dengan dua minggu umur MAPHILINDO, maka dengan masa enam tahun sejak dibentuknya tahun 1961 dan sampai secara resmi dibubarkannya tahun 1966, ASA dapat membanggakan diri, karena pengalaman-pengalaman yang diperolehnya selama itu ternyata berguna bagi kerjsama ASEAN. 14 Pembentukan ASEAN dimulai dengan diadakannya pertemuan 5 menterimenteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara di Bangkok selama 3 hari dari tanggal 5-8 Agustus 1967. Mereka adalah Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Rajak (Malaysia), Thanat Khoman (Thailand), Rajaratnam (Singapura, dan Narciso Ramos (Philipina). Pada tanggal 8 Agustus 1967 mereka mencapai persetujuan untuk membentuk suatu organisasi kerjasama negara-negara Asia Tenggara. Organisasi ini dinamakan ASEAN (Association of South East Asian Nations). Persetujuan yang ditanda-tangani oleh kelima menteri luar negeri itu kemudian dikenal sebagai Deklarasi Bangkok dan menjadi dasar pembentukan ASEAN.15 Tujuan dari ASEAN seperti tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah “Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan di kawasan melalui usaha bersama”. Namun dalam menguraikan tujuan/sasaran, Deklarasi bangkok menyatakan : “Untuk memelihara perdamaian 13 Ibid, hal.29 Ibid, hal.30. 15 Hasnil Basri Siregar, Loc. Cit. 14 Universitas Sumatera Utara dan stabilitas regional dengan menaati keadilan, tata hukum dalam hubungan antara bangsa-bangsa Asia Tenggara serta berpegang teguh pada asas-asas Piagam PBB”.16 ASEAN adalah salah satu dari sedikit organisasi internasional yang bersifat “anomali” karena selama lebih dari 40 tahun tidak memiliki landasan hukum (konstitusi). Dengan ketiadaan anggaran dasar dan anggran runah tangga, ASEAN tidak diakui sebagai subyek hukum internasional. Landasan kerjasamanya sebatas komitmen politis non-binding, berupa deklarasi, statement, dan keputusan para menteri dan KTT.17 Tidak sebagaimana organisasi internasional atau regional lainnya, yang dalam pembentukannya berdasarkan suatu instrumen pokok 18 , dalam pembentukan ASEAN walaupun tidak dengan persetujuan, para wakil dari lima negara yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand telah mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk membentuk apa yang disebut Persekutuan Negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) tanpa perjanjian atau persetujuan yang akan diratifikasi oleh para anggotanya melainkan hanya dengan suatu Deklarasi yang ditandatangani oleh kelima Menteri Luar Negeri.19 Dalam perjalanannya hingga empat dekade ASEAN belum memiliki suatu landasan formal yang berkekuatan hukum, mengingat selama ini kerjasama ASEAN cenderung bersifat informal dengan pendekatan musyawarah mufakat. 16 17 M. Sabir, Op. Cit., hal.44. http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=9645&coid=1&caid=27, 28 Desember 2009. 18 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta : Penerbit Alumni, 1997), hal.92. 19 Ibid, hal.84. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, disusunlah ASEAN Charter yang akan menjadi pedoman. Setelah melalui proses panjang, pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007, negara-negara anggota ASEAN telah menandatangani Piagam ASEAN. Wadah kerjasama negara-negara Asia Tenggara yang berdiri sejak 8 Agustus 1967 itu kini memiliki jati diri baru yaitu sebagai subyek hukum. ASEAN juga menjadi institusi yang memiliki akuntabilitas dan sistem kepatuhan tertentu, dan sebagai komunitas bersama di wilayah ekonomi, politik, keamanan, dan juga sosial kebudayaan. ASEAN, sebagai wadah negara-negara atau organisasi regional kawasan Asia Tenggara telah memiliki dasar hukum bersama, yaitu melalui Piagam ASEAN yang diberlakukan mulai dari bulan Desember 2009, ini dijadikan sebuah tanggung jawab ASEAN untuk mematuhi peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pada KTT ASEAN. Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra dialognya. Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini kekhawatiran itu bisa dikurangi.20 20 http://lovetya.wordpress.com/2008/12/15/hukum-organisasi-internasional-tentang-aseanchartered/, 10 Januari 2010. Universitas Sumatera Utara B. Perumusan Masalah Dengan mengacu pada hal-hal yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan di atas, maka selanjutnya akan dirumuskan beberapa hal yang dijadikan sebagai permasalahan. Adapun hal-hal tersebut adalah : 1. Bagaimanakah kedudukan dan fungsi Piagam ASEAN dalam kerangka kerjasama ASEAN? 2. Bagaimanakah pengaruh berlakunya Piagam ASEAN terhadap yurisdiksi negara-negara anggotanya? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Piagam ASEAN dalam kerangka kerjasama ASEAN. 2. Untuk mengetahui pengaruh berlakunya Piagam ASEAN terhadap yurisdiksi negara-negara anggotanya. Sedangkan yang menjadi manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini, antara lain adalah: 1. Untuk mengetahui arti pentingnya Piagam ASEAN sebagai suatu anggaran dasar dalam kerangka kerjasama ASEAN demi keberlangsungan organisasi ASEAN tersebut. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran dari pemberlakuan Piagam ASEAN tersebut terhadap yurisdiksi dari negara-negara anggota ASEAN. 3. Untuk menambah pengetahuan dalam hukum internasional khususnya hukum organisasi internasional dan hukum perjanjian internasional. Manfaat praktis dari penulisan ini adalah: 1. Dapat membantu untuk menjadi suatu bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya. 2. Dapat dijadikan menjadi kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang Hukum Internasional. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi mengenai Pengaruh ASEAN Charter (Piagam ASEAN) terhadap Yurisdiksi Negara Anggotanya menurut sumber dari jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang mengangkat dan mambahasnya, karena pemberlakuan Piagam ASEAN itu sendiri baru terjadi pada Desember 2008. Sejauh ini yang penulis ketahui, penulisan skripsi tentang ASEAN telah banyak yang membahasnya, namun mengenai pengaruh piagam ASEAN ini belum ada yang membahasnya. Universitas Sumatera Utara E. Tinjauan Pustaka Organisasi internasional adalah suatu proses, organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama, menyesuaikan dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama, serta mengurangi pertikaian yang timbul.21 Dari aspek hukumnya organisasi internasional lebih menitikberatkan pada masalah konstitusional prosedural, antara lain seperti wewenang, dan pembatasanpembatasan (restrictions) baik terhadap organisasi internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat di dalam ketentuan instrumen dasarnya.22 Ketika ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) dibentuk, dokumen pembentukannya hanyalah sebuah deklarasi politik yang kedudukannya dalam hukum internasional dianggap tidak mengikat. ASEAN menjadi organisasi regional yang relatif lemah. Sebagian besar perjanjian-perjanjian yang dihasilkan ASEAN, meskipun berlaku mengikat kepada anggota-anggotanya, pemenuhannya masih tergantung pada kesukarelaan masing-masing anggota. Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan tersistematis. Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) sebagai kerangka “konstitusi bersama” ASEAN. Keberadaan sebuah piagam agar bisa 21 22 Hasnil Basri Siregar, Op. Cit.,, hal.9. Ibid, hal.10. Universitas Sumatera Utara lebih mengikat negara-negara anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan. Piagam ini merupakan kemajuan besar bagi ASEAN dan diharapkan mampu membangun kerjasama berbagai bidang antar negara anggota ASEAN. Konsekuensi meratifikasi piagam ini adalah terjadi penyerahan kedaulatan negara (dalam batas-batas tertentu) dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan rezim/organisasi supaya lebih terpusat khususnya mengenai diseminasi informasi, pengurangan beban negara dalam bargaining, dan peningkatan enforcement.23 Peninjauan terhadap sumber-sumber hukum organisasi internasional, dapat dibagi dalam empat24, yaitu : 1. Sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi dapat membentuk hukum organisasi internasional; 2. Instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya; 3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai tata cara organisasi internasional beserta badan-badan yang berada di bawah naungannya, termasuk cara kerja mekanisme yang ada pada organisasi tersebut; 4. Hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan oleh para anggotaya maupun badan-badan yang 23 http://suryama.multiply.com/journal/item/164/, 15 Januari 2010. Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1990), hal.1. 24 Universitas Sumatera Utara ada di bawah naungannya. Hasil-hasil itu bisa berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi, atau rekomendasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, defenisi pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.25 Defenisi Yurisdiksi adalah lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab dalam suatu wilayah atau lingkungan kerja tertentu; kekuasaan hukum. Negara-negara anggotanya maksudnya adalh negara-negara yang telah terdaftar dan memiliki keanggotaan dalam ASEAN. Secara konkrit, kepustakaan yang menjadi sumber acuan dan bacaan terdiri dari buku-buku, artikel-artikel, peraturan-peraturan baik berupa piagam, deklarasi, dan lain-lain, serta berupa kliping-kliping yang dikutip dari media cetak maupun media internet. F. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Adapun jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif (legal research), yakni dengan mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat dalam berbagai sumber dan perangkat hukum internasional yang terkait dengan pemberlakuan Piagam ASEAN sebagai anggaran dasar dalam kerangka kerjasma ASEAN. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud 25 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal.849. Universitas Sumatera Utara mengadakan pemeriksaan terhadap gejala tertentu, dimana terdapat penggunaan landasan teori. 2. Data Penelitian Mengenai data penelitian yang digunakan, diuraikan kedalam bagianbagian, mulai dari yang terutama hingga yang bersifat sebagai penyokong. Bahan hukum primer dalam penulisan ini adalah Piagam ASEAN sebagai suatu ketentuan yang memuat peraturan mengenai ASEAN, dan yang menjadi bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan pendapat dari para sarjana, artikel-artikel, jurnal-jurnal, ratifikasi, serta dari media cetak dan media internet, dan bahanbahan lainnya yang memuat penjelasan-penjelasan yang berhubungan denagn penulisan ini, dan yang menjadi bahan hukum tersier adalah bahan penunjang terhadap penulisan ini yang berupa kamus Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, ataupun kamus-kamus istilah hukum, serta pedoman untuk penulisan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), baik untuk memperoleh bahan hukum primer maupun sekunder, dan tersier. 4. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, dimana data-data yang telah dikumpulkan kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori masingmasing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban dari masalah penelitian. Universitas Sumatera Utara G. Sitematika Penulisan Di dalam menguraikan permasalahan dan pembahasan dari penulisan ini, berikut dipaparkan garis besar atau sistematika penulisan dari karya tulis ini, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Di dalam bab ini terdapat latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan skripsi. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG YURISDIKSI NEGARA Dalam bab ini di bahas mengenai pengetian yurisdiksi, jenis-jenis yurisdiksi, yurisdiksi negara dalam hukum internasional, serta pembatasan yurisdiksi negara berdasarkan piagam organisasi internasional. BAB III PIAGAM ASEAN SEBAGAI ANGGARAN DASAR DALAM KERANGKA KERJASAMA ASEAN. Dalam bab ini di bahas mengenai sejarah ASEAN, keanggotaan ASEAN, anggaran dasar sebagai salah satu syarat sebuah organisasi internasional, perkembangan ASEAN, dan Piagam ASEAN sebagai anggaran dasar ASEAN. Universitas Sumatera Utara BAB IV PEMBERLAKUAN PIAGAM ASEAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP YURISDIKSI NEGARA ANGGOTANYA. Dalam bab ini di bahas mengenai proses ratifikasi Piagam ASEAN, pemberlakuan Piagam ASEAN, dan analisa pengaruh pemberlakuan Piagam ASEAN terhadap yurisdiksi negara anggotanya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini merupakan bab terakhir, dimana pada bagian kesimpulan akan dipaparkan jawaban-jawaban dari semua permasalahan di dalam penulisan ini. Pada bagian saran, penulis akan memaparkan gagasan yang dimilki oleh penulis berdasarkan dari fakta-fakta yang telah dikemukakan oleh penulis pada bab-bab yang sebelumnya. Universitas Sumatera Utara