BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal dan moneter adalah bagian integral dari kebijakan makroekonomi yang diharapkan saling berinteraksi secara baik dan saling mendukung guna memberi efek yang positif bagi pasar serta menjaga stabilitas perekonomian. Dengan kata lain proses interaksi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat menentukan terjadinya keseimbangan dan kinerja perekonomian secara agregat yang ditunjukkan dengan tercapainya target pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga secara optimal. Sejauh ini pemerintah selaku pemangku kebijakan fiskal dan Bank Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi koordinasi melalui berbagai paket regulasi dan konsolidasi untuk menjamin terselenggaranya proses interaksi yang efektif bagi terwujudnya stabilitas dan kinerja perekonomian. Namun dalam realitanya fungsi koordinasi yang dimaksud terlihat belum optimal akibat sering tidak sempurna oleh berlangsungnya trade-off antara output dan inflasi. Hal tersebut diperparah dengan adanya efek simultan yang kadang bertabrakan dan cenderung direspon secara terpisah oleh pemangku kebijakan. Di satu sisi, kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas tingkat harga namun dampaknya terhadap pertumbuhan tidak bisa dihindari, sementara di sisi lain kebijakan fiskal yang ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi juga ternyata berdampak cukup signifikan pada stabilitas harga. 11 Universitas Sumatera Utara Berbagai studi menunjukkan bahwa sinergi kebijakan moneter dan fiskal akan mendorong tercapainya tujuan optimal (Oudiz dan Sachs, 1984). Sementara Rogoof dan Keanth (1985) mengemukakan bahwa hasil interaksi kebijakan moneter dan fiskal tergantung dari besarnya distorsi perekonomian. Semakin besar distorsi dalam perekonomian, maka semakin kecil hasil dari proses interaksi dari kedua kebijakan. Sebaliknya, kajian Beetsma dan Bovenberg (1998) menunjukkan bahwa tidak terdapat manfaat dari koordinasi kebijakan moneter dan fiskal jika terdapat pertentangan tujuan kedua kebijakan dan nominal upah telah ditetapkan. Pengalaman empiris negara-negara di Amerika Latin pada akhir tahun 1980an menunjukkan bahwa pembiayaan fiskal defisit yang besar dan terjadi terus menerus melalui penciptaan uang baru oleh bank sentral (quasi fiscal) telah mengakibatkan negara-negara tersebut mengalami hiper inflasi dan resesi ekonomi yang dalam. Pengalaman Indonesia pada tahun 1960-an juga menunjukkan kejadian yang sama dan bahkan akibat tingginya laju inflasi uang rupiah dipotong (sanering) nilainya. Pengalaman beberapa negara termasuk Indonesia menyadarkan pembuat kebijakan untuk melakukan koordinasi. Koordinasi kedua kebijakan tersebut secara harmonis dapat meningkatkan social welfare masyarakat. Dengan koordinasi, defisit pengeluaran pemerintah dapat terkendali sehingga laju inflasi dapat dicapai pada tingkat yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat dicapai. Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia menjadi lebih penting lagi sejak Bank Indonesia mengumumkan penerapan secara penuh kerangka kebijakan moneter inflation targeting (ITF). Inflation targeting merupakan sebuah kerangka dalam sistem kebijakan moneter dengan sasaran tunggal menciptakan 12 Universitas Sumatera Utara stabilisasi tingkat harga. Target dalam kerangka kerja inflation targeting adalah tercapainya tingkat inflasi yang rendah dan stabil dengan salah satu karakteristik yang harus dipenuhi adalah adanya independensi bank sentral. Tetapi menurut pendapat pakar ekonomi, bahwa penerapan ITF yang terlalu kaku akan membahayakan kelanjutan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kebijakan moneter yang hanya memperhatikan target inflasi dapat menekan pertumbuhan ekonomi dan pada lanjutannya akan meningkatkan pengangguran khususnya di Indonesia yang menerapkan ITF tersebut. Dengan demikian, diperlukan adanya keseimbangan pencapaian tujuan dari masing-masing kebijakan (striking the balance) agar hasil yang dicapai menjadi optimal. Permasalahan interaksi kebijakan fiskal dan moneter terletak pada terjadinya trade-off antara pencapaian stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi terutama dalam jangka pendek (Champbell dan Lewis, 2000). Dampak defisit fiskal yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, begitu halnya perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi juga memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2003). Permasalahan lainnya dalam interaksi kebijakan moneter dan fiskal berkaitan dengan perbedaan aktivitas fiskal dan moneter, karena secara alami otoritas fiskal dan moneter merupakan entitas yang berbeda dengan instrumen, tujuan dan preferensi yang berbeda, (Fry, 1995:399). Interaksi tidak dapat terjadi dengan sendirinya, namun dibutuhkan koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal. Masalah ketidakjelasan penugasan, kedudukan bank sentral, perbedaan persepsi pimpinan, perbedaan instrumen yang digunakan, serta perbedaan otoritas 13 Universitas Sumatera Utara menjadi sumber inkoordinasi moneter dan fiskal (Marszalek, 2003, Djojosubroto, 2004). Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter melalui koordinasi yang baik akan memberikan sinyal positif bagi pasar dan menjaga stabilitas makro ekonomi. Stabilitas makro ekonomi dapat dilihat dari adanya penurunan variabel makro ekonomi pada saat krisis menyebabkan variabel makro ekonomi lainnya juga akan terpengaruh. Penurunan nilai tukar rupiah sebagai imbas pasar keuangan global yang mengalami krisis sehingga mempengaruhi variabel makro ekonomi seperti inflasi dan tingkat suku bunga. Perpaduan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit fiskal secara konsisten untuk mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil (Claeys, 2005). Gambar 1.1 menjelaskan bahwa seiring dengan kenaikan inflasi yang merangkak pada kisaran yang lebih tinggi, adanya kecenderungan tingkat suku bunga juga rendah. Hal tersebut dapat kita lihat pada tahun 2008 saat tingkat suku bunga sebesar -3,8 % maka yang terjadi adalah terjadinya kenaikan inflasi yang lebih tinggi yaitu 9,7%, hal tersebut dikarenakan meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi daripada menyimpan uangnya di bank akibat tingkat suku bunga yang rendah, akibat investasi meningkat maka akan jumlah uang yang beredar juga akan meningkat, karena terjadinya peningkatan jumlah uang beredar hal tersebut dapat meningkat kan inflasi, dikarenakan jumlah uang beredar merupakan salah satu penyebab inflasi. 14 Universitas Sumatera Utara 14 12 13.1 10 9.7 8 6.4 6 5.7 4.8 4 2 6.9 5.1 4.6 5.3 3.9 4.2 2.3 1.6 0 -2 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 -3.8 -4 -6 Sumber : World Bank Gambar 1.1 Inflasi dan Suku bunga 2006 s/d 2012 Inflasi tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya pada tahun 2007 sebesar 6,4% dengan suku bunga 2,3%, sehingga dari grafik tersebut kita mengetahui tingkat suku bunga sebagai kebijakan moneter berpengaruh secara langsung terhadap terhadap tingkat inflasi, dan seiring inflasi yang terus meningkat dengan dorongan belanja pemerintah yang juga meningkat maka PDB akan sulit untuk mencapai tingkat yang diinginkan. Dari tabel 1.1 dapat dijelaskan pengeluaran pemerintah mempuyai hubungan yang tegak lurus dengan PDB. Apabila pengeluaran pemerintah meningkat akan menyebabkan meningkatnya PDB, hal tersebut dapat kita lihat mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2012 terkecuali pada tahun 2009. Dimana pengeluaran pemerintah menurun, hal tersebut disebabkan krisis ekonomi yang terjadi di Amerika sehingga berdampak negara lain termasuk Indonesia meskipun dampak nya tidak terlalu besar, sehingga menyebabkan naiknya inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2008. 15 Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 PDB dan Belanja Pemerintah Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 PDB (Milyar RP) Belanja Pemerintah (Milyar Rp) 667.128 757.649 985.27 937.38 1042.11 1294.99 1491.41 1.847.126,00 1.963.091,00 2.082.103,00 2.178.850,00 2.314.458,00 2.464.676,00 2.618.139,00 Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Oleh sebab itu pemerintah perlu mengurangi jumlah uang yang beredar untuk mengurangi inflasi dengan cara mengurangi pengeluaran pemerintah, karena pengeluaran pemerintah secara langsung mempengaruhi jumlah uang beredar yang juga mempengaruhi tingkat inflasi, yang merupakan targer dari kebijakan moneter. Pada tahun 2008 Bank Indonesia sebagai otoritas kebijakan moneter meningkatkan tingkat suku bunga. Hal tersebut dilakukan untuk merespon kenaikan inflasi yang terjadi akibat krisis yang berdampak ke Indonesia. Bank Indonesia melakukan kebijakan monster ketat agar masyarakat lebih tertarik untuk menabung atau menyimpan uang nya daripada berinvestasi, sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beredar pun berkurang. Dari hal tersebut kita mengetahui terjadi suatu interakasi kebijakan fiskal dengan moneter. Walaupun demikian masih terjadi perdebatan mengenai pentingnya interaksi antar kebijakan moneter dan fiskal terkait dengan adanya perbedaan penekanan tujuan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Perbedaan penekanan pada kedua kebijakan tersebut dapat mengakibatkan hasil akhir kedua kebijakan tidak optimal bagi perekonomian. Pembiayaan fiskal defisit yang berlebihan dapat 16 Universitas Sumatera Utara mengakibatkan terjadinya peningkatan laju inflasi yang sangat tinggi (hyper inflation). Sebaliknya, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Oleh sebab itu, dari latar belakang yang telah di sampaikan di atas maka penulis mengambil judul skripsi ―Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter Di Indonesia Dengan Penerapan Metode Vector Auto Regression” untuk mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi antara kebijakan fiskal dan monter yang terjadi di Indonesia, dalam menjaga stabilitas harga dengan mengendalikan inflasi yang merupakan target dari kebijakan moneter dan meningkat nya pertumbuhan ekonomi yang merupakan target dari kebijakan fiskal. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas sehingga menimbulkan berapa pertanyaan penelitian : 1. Bagaimana interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia dengan melihat respon inflasi terhadap shocks (kejutan) kebijakan fiskal dan moneter yang terjadi di Indonesia kurun waktu 1986-2013? 2. Bagaimana interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia dengan melihat respon PDB terhadap shocks (kejutan) kebijakan fiskal dan moneter yang terjadi di Indonesia kurun waktu 1986-2013? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia dengan melihat respon inflasi terhadap shocks (kejutan) kebijkan fiskal dan moneter yang terjadi di Indonesia kurun waktu 1986-2013. 17 Universitas Sumatera Utara 2. Menganalisis interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia dengan melihat respon PDB terhadap shocks (kejutan) kebijakan fiskal dan moneter yang terjadi di Indonesia kurun waktu 1986-2013. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi bagi akademis, diharapkan dapat menambah cakrawala berpikir, mengembangkan kemampuan analisis, mengaplikasikan teori ke dalam fakta yang terjadi dalam perekonomian, dan upaya pemecahan masalah kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia. 2. Memberikan informasi bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan saran sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang sesuai untuk mengatasi masalah yang timbul dalam kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan interaksi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Indonesia. 18 Universitas Sumatera Utara