Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 KONSEP TENTANG SISTEM PEMBERIAN UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS BURUH KONSTRUKSI DI SURABAYA Thahiril Lazib , Retno Indryani , Yusronia Eka Putri Program Magister, Bidang Keahlian Manajemen Proyek Konstruksi Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia Email: [email protected] ABSTRAK SDM merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proyek kontraktor, salah satu tolak ukur kesuksesan adalah produktivitasnya. Pemberian upah dilakukan kontraktor untuk meningkatkan produktivitas buruh. Kontraktor selalu berusaha memberikan upah minimal, namun berusaha mendapatkan kinerja yang maksimal, untuk itu sistem pemberian upah yang tepat sangat diperlukan agar hubungan perusahaan dengan buruh bejalan baik. Paper ini menyajikan definisi konseptual mengenai sistem pemberian upah dan produktivitas buruh konstruksi di Surabaya. Kajian literatur mendalam dan survey pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan variabel X (sistem pemberian upah) dan variabel Y (produktivitas buruh). 10 variabel X teridentifikasi yaitu sistem prosentase pekerjaan (termin) (X1), sistem pekerjaan selesai baru dibayar (X2), sistem harian (X3), sistem mingguan (X4), sistem 2 mingguan (X5), sistem bulanan (X6), sistem harian ditambah bonusan (X7), sistem mingguan ditambah bonusan (X8), sistem 2 mingguan ditambah bonusan (X9), sistem bulanan ditambah bonusan (X10), dan 5 indikator variabel terikat (Y) kedisiplinan, presensi, semangat kerja, kuantitas pekerjaan, dan kualitas pekerjaan. Hasil berupa konsep mengenai pengaruh sistem pemberian upah terhadap produktivitas buruh konstruksi agar menjadi hasil yang dapat memberi masukan bagi konsep produktivitas di industri jasa konstruksi dan sebagai bahan pertimbangan memilih sistem pemberian upah untuk peningkatan produktivitas buruh konstruksi. Kata kunci: Sistem pemberian upah, produktivitas buruh konstruksi, kontraktor. PENDAHULUAN Persaingan bisnis antar perusahaan jasa pelaksana konstruksi (kontraktor) semakin ketat baik di pasar domestik maupun internasional. Untuk memenuhi kepuasan pelanggan, produktivitas sangat penting bagi perusahaan untuk dikelola dengan baik. Menurut Handoko (2001), kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor penentu keberhasilan suatu proyek. Untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang baik diperlukan proses pengelolaan sejak seseorang direkrut hingga menempati posisi jabatan tertentu. Suatu perusahaan tanpa didukung tenaga kerja yang sesuai baik dari segi kuantitas maupun kualitas, strategi, operasional, dan fungsional maka perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaan, mengembangkan dan memajukannya dimasa mendatang. Tolak ukur kesuksesan perusahaan khususnya perusahaan jasa pelaksana konstruksi dapat dilihat dari produktivitas perusahaan yang dihasilkannya. Semakin Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 tinggi produktivitas perusahaan tersebut maka akan semakin sukses juga perusahaannya. Seperti yang dijelaskan oleh Alvan (1987) indikator perusahaan dapat dikatakan sukses dilihat dari kemampuan perusahaan tersebut untuk mendapatkan laba (profitability), kemampuannya untuk terus tumbuh dan berkembang (growth), kemampuannya untuk mendapatkan proyek yang berkelanjutan (sustainability), serta yang tidak kalah penting adalah kemampuan perusahaan tersebut untuk bersaing (competitiveness) dengan perusahaan lain baik dari dalam maupun luar negeri. Soepriyono (1999: 368) menulis “Pemberian balas jasa kepada karyawan berupa uang (upah) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pada akhirnya untuk meningkatkan produktivitas karyawan”. Hal ini sejalan dengan pendapat Anoraga (1998) yang menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai, maka akan timbul rasa gairah kerja yang semakin baik. Pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup bagi diri maupun keluarganya, merasa dibutuhkan perusahaan dan pekerja membutuhkan pekerjaan tersebut sehingga terjadi hubungan timbal balik yang selaras. Hal ini disebabkan karena upah yang diterima dapat memuaskan dan memberi semangat kerja. Timbulnya kepuasan dan semangat kerja, karyawan dapat meningkatkan produktivitasnya. Kontraktor saat ini banyak menerapkan sistem kerja outsorcing kepada buruh konstruksi, sehingga dalam pemberian upah membutuhkan sistem dan perlakuan yang berbeda. Dalam pemberian upah kepada karyawan semua perusahaan jasa pelaksana konstruksi menginginkan memberikan upah yang seminimal mungkin, namun berusaha mendapatkan kinerja yang semaksimal mungkin. Dalam pelaksanaan selama ini sistem pemberian upah kepada karyawan tidak banyak mendapat perhatian dari manajer perusahaan kontraktor, padahal hal tersebut adalah faktor yang sangat penting. Sistem pemberian upah kepada karyawan sangat bervariasi sehingga perlu adanya rumusan sistem yang efektif. Dengan sistem pemberian upah yang efektif dan baik, maka perusahaan akan mampu meminimal pengeluaran untuk memberikan upah kepada karyawan, namun karyawan tetap merasa puas, sehingga hubungan antara karyawan dan pihak kontraktor akan dapat terjalin dengan baik, karyawan sendiri akan berusaha untuk meningkatkan prestasi kerja karena merasa dihargai oleh perusahaan, sehingga perusahaan pun akan meraih hasil yang optimal. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengaruh masingmasing sistem pemberian upah terhadap produktivitas buruh konstruksi di Surabaya dan sistem pemberian upah yang mana yang memberikan pengaruh paling besar terhadap produktivitas buruh konstruksi di Surabaya. DASAR TEORI Sistem pemberian upah Handoko (2001) menjelaskan pengertian upah sebagai segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa dari kerja karyawan pada perusahaan. Pemberian upah merupakan suatu masalah yang kompleks dan paling berarti bagi karyawan maupun organisasi (perusahaan). Pendapat lain dikemukakan oleh Rivai (2004) yang juga menjelaskan mengenai pemberian upah merupakan salah satu pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas. “Upah merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas jasanya ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 pada perusahaan”, (Umar, 2003:16). Sedangkan menurut Sukamti (2001), upah merupakan uang dan jaminan yang diberikan kepada pegawai sebagai penukar dari kerja mereka. Flippo (1980) menjelaskan bahwa upah merupakan harga untuk jasa yang diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau Badan Hukum. Sedangkan menurut Dessler (1998) menyatakan upah adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu. Menurut undang-undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 upah adalah tiap pembayaran berupa uang, makan, serta pakaian dan perumahan yang di terima oleh buruh sebagai ganti bekerja. Upah dapat dibayarkan melalui satuan waktu, per jam, perhari, dsb. Ada beberapa pendapat mengenai sistem upah, Rivai (2004) menyebutkan ada 4 sistem pengupahan, yaitu sistem pengupahan menurut produksi (upah yang berdasarkan jumlah produksi pekerjaan yang dihasilkan karyawan), sistem pengupahan menurut senioritas dan lamanya kerja (besarnya upah yang diberikan kepada berdasarkan lamanya karyawan bekerja pada perusahaan), dan sistem yang terakhir yaitu sistem pengupahan menurut kebutuhan (besarnya upah yang diberikan berdasarkan tingkat kebutuhan dari masing-masing karyawan, seperti karyawan yang sudah menikah, dan mempunyai 2 anak nilai upah akan berbeda dengan karyawan yang masih lajang). Pendapat lain sistem pengupahan oleh Dessler (1998) yang menjelaskan sistem pengupahan, yaitu sistem pengupahan berdasarkan waktu yaitu karyawan diberi upah atas dasar waktu pelaksanaan pekerjaannya, contohnya kerja harian, mingguan atau bulanan. Sistem pengupahan yang kedua yaitu sistem borongan, yaitu berkaitan dengan kompensansi secara lansung dengan jumlah produksi yang dihasilkan karyawan, dan sistem yang terakhir adalah sistem insentif, yaitu sistem pemberian upah dengan adanya tambahan insentif atau bonusan jika karyawan berprestasi. Seperti yang dijelaskan oleh Baker, Gibbs, dan Holmström (1994) bahwa sebagian ekonom mempunyai pendapat akan pentingya pemberian insentif pada suatu perusahaan. Pemberian insentif harus melalui pengukuran akan kinerja dan tingkat pekerjaan pada masing-masing pekerja. Ketiga sistem tersebut dengan pembayaran dapat dilakukan secara langsung (direct financial payment). Di dalam undang-undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 juga dijelaskan bahwa upah dapat dibayarkan melalui satuan waktu, per jam, perhari, dsb. Produktivitas Menurut Siagian (2002), produktivitas kerja adalah “kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal, kalau mungkin yang maksimal”. Seperti halnya devinisi di atas Syarif (1991) juga mengatakan bahwa produktivitas secara sederhana merupakan hubungan antara kualitas yang dihasilkan dengan jumlah kerja yang dilakukan untuk mencapai hasil itu, sedangkan secara umum adalah bahwa produktivitas merupakan ratio antara kepuasan atas kebutuhan dan pengorbanan yang dilakukan. Pendapat lain mengenai produktivitas adalah seperti yang dikemukakan oleh Swastha dan Sukotjo (1995) produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan jasa) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya) yang dipakai untuk menghasilkan hasil tersebut. Syarif (1991) mengkutip dari Sabourin, menjelaskan pengertian mengenai produktivitas yang merupakan “ratio dari apa yang dihasilkan terhadap saluran apa yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut”. Seperti yang dikemukakan oleh ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-3 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Komarudin (1992), produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja kemarin dan hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang diraih hari ini. Sedangkan menurut Woekirno (1979) produktivitas merupakan kesadaran untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak daripada yang telah atau sedang berada dalam usahanya. Kusriyanto (1993) juga memberikan pendapatnya bahwa produktivitas merupakan nisbah atau ratio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input). Nawawi dan Handari (1990) menjelaskan konsep lain dari produktivitas kerja yang merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah kerja yang dikeluarkan. Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil ynag diperoleh lebih besar dari pada sumber tenaga kerja yang dipergunakan dan sebaliknya. Dalam pengukuran produktivitas kerja pada dasarnya digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dalam menghasilkan suatu hasil. Seperti yang dikemukakan oleh Syarif (1991), tingkat produktivitas kerja dapat diukur dengan berdasarkan waktu yang meliputi kecepatan kerja, kedisiplinan waktu kerja, dan tingkat absensi. Pengukuran lain dilakukan melalui output yaitu hasil produksi karyawan yang diperoleh sesuai produk yang diinginkan perusahaan. Sedikit berbeda dengan Syarif (1991), Ravianto (1986) menggunakan alat pengukuran produktivitas karyawan perusahaan berdasarkan physical productivity, pengukuran, produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (Size) panjang, berat, banyaknya unit, waktu dan banyaknya tenaga kerja. Alat ukur yang kedua yaitu Value productivity, yaitu dengan menggunakan nilai uang, sedangkan menurut Hasibuan (2000) pengukuran produktivitas dapat berupa 6 indikator. Indikator pertama yaitu prestasi, penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas pekerjaan. Indikator kedua kedisiplinan yaitu penilaian kepatuhan dalam mematuhi peraturan yang ada. Indikator yang ketiga adalah kreatifitas, penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Indikator keempat adalah bekerja sama, penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama baik dengan karyawan lain maupun atasan. Indikator yang lain adalah kecakapan dalam bekerja, dan indikator terakhir adalah tanggung jawab terhadap pekerjaan. Berbeda dengan pendapatnya Hasibuan (2000), dikutip oleh Khoiriyah (2009), Simamora dan Heryanto (2004) menilai indikator produktivitas kerja melalui 3 hal yaitu loyalitas yaitu kesetiaan pegawai terhadap organisasi (perusahaan) dan semangat berkorban demi tercapainya tujuan organisasi, tanggung Jawab, rasa memiliki organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dilakukan dan ditekuni serta berani menghadapi segala konsekuensi dan resiko dari pekerjaan tersebut, dan penilaian terakhir adalah ketrampilan, kemampuan pegawai untuk melaksanakan tugas serta menyelesaikan pekerjaan. Pengukuran produktifitas lain seperti yang dikutip oleh Laitila (2005) yaitu: Kualitas output (Drucker, 1999), efisiensi dan kontrol waktu, pengetahuan dan kompetensi karyawan (Sipilä, 1996), dan intensitas kerjasama dengan pelanggan (Sipilä, 1996). Umar (2003) menjelaskan bahwa “produktivitas memiliki dua dimensi, yakni: efektivitas yang mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi yang kedua adalah efisiensi yang berkaitan dengan upaya yang membandingkan masukan dengan realisasi penggunaan atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan”. Umar (2003) juga mengkutip dari Timpe (1989) yang menjelaskan ciri-ciri pegawai yang ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 produktif adalah: Cerdas dan dapat belajar dengan cepat, kompeten secara profesional, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, cerdik, tidak mudah menyerah, selalu mencari perbaikan, prestasi yang baik, dan selalu meningkatkan kualitas diri. Buruh Konstruksi Rivai (2004) menulis tentang pengertian buruh konstruksi yaitu “orang yang bekerja di bawah perintah orang lain sebagain pekerja pekerjaan konstruksi dan orang tersebut menerima upah sebagai imbalan atas pekerjaan yang mereka”. Sedangkan definisi dari kata buruh itu sendiri menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. adalah “Orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Jadi pada dasarnya, semua yang bekerja di (baik diperusahaan/luar perusahaan ) dan menerima upah atau imbalan adalah buruh”. Pada pelaksanaan sekarang buruh konstruksi dipekerjakan secara outsourcing. Wikipedia menjelaskan mengenai buruh merupakan kelas sosial yang terdiri dari orang-orang yang melakukan kerja manual atau bekerja untuk mendapatkan upah, pada dasarnya ada kekurangan tenaga terampil di bidang ini. Pekerja/buruh dalam perjanjian pemborongan bangunan dapat disamakan dengan pekerja harian lepas seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR: PER. 06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas (PHL). Pada tahun 2003 pemerintah juga menetapkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh. Penelitian Sebelumnya Farida (2004), meneliti tentang pengaruh upah terhadap kepuasan kerja karyawan. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bila semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan karyawan akan imbalan ekstrinsik, maka pencapaian tingkat kepuasan kerja karyawan akan semakin tinggi dan hal tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan kepuasan kerja karyawan, sehingga dapat disarankan agar perusahaan senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan karyawan, karena bila kepuasan kerja karyawan tercapai, prestasi kerjanya akan meningkat, keluhan di tempat kerja akan berkurang, perpindahan karyawan akan berkurang dan tingkat kemangkiran di tempat kerja juga akan turun, yang semuanya pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas perusahaan. Pada penelitian yang lain oleh Arlina (2006) tentang pengaruh upah dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Polysindo Eka Perkasa Kaliwungu-Kendal, yang menyimpulkan bahwa upah dan lingkungan kerja berbanding lurus terhadap produktivitas, semakin besar upah, dan semakin baik pula lingkungan kerja maka produktivitas akan naik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2005) mengenai pengaruh motivasi kerja karyawan terhadap produktivitas kerja karyawan di industri furniture di semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan bagian produksi termasuk tinggi, yang ditunjukkan dari minat, sikap positif yang tinggi, meskipun aspek rangsangan masih kurang, dengan adanya motivasi yang tinggi ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dari hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa efisiensi dan produksinya dalam kategori tinggi, dengan adanya minat dan sikap positif yang lebih tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan. Besarnya kontribusi motivasi tersebut terhadap produktivitas kerja sebesar 30.1%. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Dari penelitian Adrew dan Hyginus (1994) yang meneliti mengenai produktivitas dan gaji di negara yang sedang berkembang, dengan studi kasus di Barbados. Hasil penelitian menyebutkan bahwa efisiensi dari pengupahan, mempunyai dampak yang positif secara langsung terhadap produktifitas pekerja. Pendapat di atas diperkuat oleh penelitian Bhatti and Qureshi (2007), yang meneliti tentang dampak partisipasi karyawan terhadap kepuasan kerja, komitmen dan produktivitas karyawan. Dengan meningkatkan partisipasi dari karyawan, maka akan mempunyai efek positif terhadap kepuasan, komitmen, dan produktifitas karyawan. Pendapat tersebut sedikit ada perbedaan dengan penelitian Özmucur (1997) tentang perbedaan penggajian dan produktivitas pada industri manufaktur swasta dan pemerintah, dengan studi kasus di Turki. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara gaji dan produktifitas perusahaan manufaktur swasta, tapi tidak ada hubungan yang erat antara gaji yang diberikan terhadap produktifitas pada pegawai pemerintah. Penelitian lain mengenai produktivitas diantaranya oleh Thwala dan Monese (2007) tentang motivasi merupakan salah satu alat untuk meningkatkan produktivitas pada industri konstruksi. Paper tersebut menyebutkan bahwa produktivitas adalah salah satu faktor yang paling utama yang mempengaruhi pencapaian organisasi. Salah satu faktor untuk meningkatkan produktifitas adalah dengan memberikan motivasi kepada pekerja. Pendapat di atas sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoon (2009), yaitu meneliti mengenai apakah produktivitas berhubungan dengan upah?, dengan studi kasus di Malaysia menyebutkan bahwa untuk jangka pendek pengupahan mempunyai hubungan positif terhadap produktivitas, sedangkan untuk jangkah panjang berbeda. Peningkatan upah melebihi peningkatan produktivitas justru menyebabkan peningkatan biaya. Pletter (2004) meneliti mengenai keadilan dan kelayakan dalam sistem pengupahan, bahwa salah satu tugas yang cukup sulit bagi bagian personalia adalah menentukan upah yang dapat diterima oleh karyawan maupun perusahaan, hal ini terjadi karena dalam upah melekat dua kepentingan yang saling bertentangan. Bagi karyawan upah adalah sumber penghasilan, maka ada kecenderungan menuntut upah yang tinggi, sedangkan bagi perusahaan sebaliknya ada kecenderungan untuk menentukan upah yang seminimal mungkin, agar profit perusahaan dapat ditingkatkan. Apabila manajemen mampu menentukan upah yang adil dan layak, selain dapat mengurangi konflik juga dapat menumbuhkan motivasi kerja karyawan untuk meningkatkan kinerja. METODE PENELITIAN Konsep Kajian literatur mendalam dan survey pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan variabel X (sistem pemberian upah) dan variabel Y (produktivitas buruh). Model Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas (X), yaitu masingmasing sistem pemberian upah dan variabel terikat (Y) adalah produktivitas buruh konstruksi pada perusahaan kontraktor di Surabaya. Sistem pemberian Upah (X) Produktivitas buruh konstruksi (Y) ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan studi literatur dan survey pendahuluan terhadap beberapa orang mandor atau pengawas proyek maka dihasilkan sistem sistem yang dipakai oleh kontraktor di Surabaya sebagai variabel bebas sebagai berikut: Sistem Prosentase pekerjaan (termin) (X1) Sistem pekerjaan selesai baru dibayar (X2) Sistem harian (X3) Sistem Mingguan (X4) Sistem 2 Mingguan (X5) Sistem bulanan (X6) Produktivitas Buruh Konstruksi Sistem harian ditambah Pemberian bonus (X7) Sistem Mingguan ditambah Pemberian bonus (X8) Sistem 2 Mingguan ditambah Pemberian bonus (X9) Sistem bulanan ditambah Pemberian bonus (10) Gambar 1. Macam-macam sistem pemberian upah kepada buruh konstruksi di Surabaya a. Sistem Prosentase pekerjaan (termin) (X1), yaitu sistem pembayaran berdasarkan prosentasi pekerjaan yang dihasilkan (atau biasa disebut sistem termin pekerjaan) (Dessler, 1998; Rivai, 2004; Diewert, 2001). b. Sistem pekerjaan selesai baru dibayar (X2), yaitu sistem pemberian upah kepada buruh konstruksi dengan memberikan upah setelah pekerjaan tersebut selesai 100%. (Dessler, 1998; Rivai, 2004; Diewert, 2001). c. Sistem Harian (X3) yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap hari, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998). d. Sistem mingguan (X4), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap minggu, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998). e. Sistem 2 mingguan (X5), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap 2 minggu sekali, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998). ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 f. Sistem bulanan (X6), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap bulan, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998). g. Sistem Harian ditambah bonusan (X7) yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap hari dengan ditambahkan bonus tambahan, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998; Baker, Gibbs, dan Holmström 1994) h. Sistem mingguan ditambah bonusan (X8), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap minggu dengan ditambahkan bonus tambahan, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998; Baker, Gibbs, dan Holmström 1994) i. Sistem 2 mingguan ditambah bonusan (X9), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap 2 minggu sekali dengan ditambahkan bonus tambahan, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998; Baker, Gibbs, dan Holmström 1994) j. Sistem bulanan ditambah bonusan (X10), yaitu sistem pemberian upah dengan memberikan pembayaran kepada buruh konstruksi setiap bulan dengan ditambahkan bonus tambahan, berdasarkan jumlah jam atau jumlah hari buruh bekerja. (Dessler, 1998; Baker, Gibbs, dan Holmström 1994) Sedangkan untuk produktivitasnya yang nantinya dapat digunakan sebagai variabel Y mempunyai beberapa indikator, diantaranya adalah: a. Disiplin, yaitu penilaian berdasarkan tingkat kedisiplinan dari buruh konstruksi, diantaranya berdasarkan ketepatan mereka masuk kerja, pulang kerja. Data didapakan dari data primer (Syarif, 1991; Hasibuan, 2000; Laitila, 2005). b. Presensi, yaitu penilaian berdasarkan tingkat kuantitas buruh konstruksi masuk kerja atau bolos kerja. Data didapatkan dari data primer maupun data skunder (Syarif, 1991). c. Semangat kerja, yaitu penilaian berdasarkan semangat buruh konstruksi bekerja. Data didapatkan dari data primer (Simamora dan Heyanto, 2004) d. Kuantitas pekerjaan, yaitu penilaian berdasarkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan buruh konstruksi berdasarkan satuan waktu. Data didapatkan dari data primer (Syarif, 1991; Ravianto, 1986; Hasibuan, 2000; Sipilä, 1996). e. Kualitas pekerjaan, yaitu penilaian berdasarkan kualitas dari pekerjaan yang dihaslkan buruh konstruksi. Data didapatkan dari data primer (Syarif, 1991; Hasibuan, 2000; Drucker, 1999). KESIMPULAN Beberapa sistem pemberian upah telah diterapkan oleh kontraktor di Surabaya, diantaranya sistem prosentase pekerjaan (termin) (X1), sistem pekerjaan selesai baru dibayar (X2), sistem harian (X3), sistem mingguan (X4), sistem 2 mingguan (X5), sistem bulanan (X6), sistem harian ditambah bonusan (X7), sistem mingguan ditambah bonusan (X8), sistem 2 mingguan ditambah bonusan (X9), sistem bulanan ditambah bonusan (X10). Dan produktivitas buruh konstruksi yang dapat dinilai dari kedisiplinan, presensi, semangat kerja, kuantitas pekerjaan, dan kualitas pekerjaan. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-8 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 APENDIKS Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah jumlah keseluruhan mandor atau pengawas pada perusahaan kontraktor yang ada di Surabaya. Sampel dalam penelitian ini minimal 30 orang mandor atau pengawas pada tiap proyek kontraktor yang ada di Surabaya. Karena diharapkan nilai-nilai atau skor yang diperoleh distribusinya mengikuti distribusi normal, maka sampel yang diperlukan > 30 orang. “Dalam analisis statistik, sampel yang tergolong sampel besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya > 30 kasus yang diambil secara random” (Singarimbun, 1989:171). Metode Pengumpulan Data 1. Metode kuisioner Kuisioner berisi variabel-variabel X (sistem pemberian upah) dan Y (produktivitas buruh konstruksi) berdasarkan studi titeratur dan survey pendahuluan 2. Metode wawancara Memberikan pertanyaan terstruktur berdasarkan kuisioner kepada mandor atau pengawas proyek pada masing-masing proyek kontraktor yang tidak berminat mengisi kuisioner. Metode Analisis Data Analisis kuantitatif yang dilakukan dengan analisis deskriptif, cross tabulation (tabulasi silang), dan analisa chisquare, dan regresi logistik dengan alat bantu rating scale dengan skor. Jawaban : a. sangat setuju =5 b. setuju =4 c. ragu-ragu =3 d. tidak setuju =2 e. dan sangat tidak setuju =1 (Singarimbun dan Effendi, 1997:111) 1. Analisis deskriptif Analisa deskriptif ntuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematik, faktual dan akurat mengenai sistem pemberian upah dan produktivitas buruh konstruksi pada perusahaan kontraktor di Surabaya. (Algifari, 1997). 2. Cross tabulation (tabulasi silang) Metode tabulasi silang untuk mengetahui secara deskriptif frekuensi maupun prosentase antara dua variabel yang dikaitkan yakni sistem pemberian upah dan produktivitas buruh konstruksi. Variabel yang dianalisis dengan metode ini merupakan variabel kualitatif atau kategorikal, dengan skala nominal atau ordinal. (Algifari, 1997). ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-9 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Tabel 1: Bentuk crosstab yang dipakai Indikator Variabel Y Variabel X Sangat setuju Setuju 5 4 Ragu 3 Tidak setuju 2 Sangat tidak setuju Total 1 Sistem Prosentase pekerjaan (termin) (X1) Sistem pekerjaan selesai baru dibayar (X2) Sistem Harian (X3) Sistem mingguan (X4) Sistem 2 mingguan (X5) Sistem bulanan (X6) Sistem Harian ditambah bonusan (X7) Sistem mingguan ditambah bonusan (X8) Sistem 2 mingguan ditambah bonusan (X9) Sistem bulanan ditambah bonusan (X10) Total 3. Analisa Chisquare Untuk mencari hubungan kecenderungan atau untuk memeriksa ketidaktergantungan antara dua variabel yaitu masing-masing sistem pemberian upah dan produktivitas buruh konstruksi apakah saling berkaitan atau tidak. Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui asosiasi antara variabel yang diukur tersebut signifikan atau tidak. Pada uji Chi-Square hanya diperoleh informasi ketergantungan antara variabel kolom dan variabel baris, tetapi tidak diketahui kekuatan dari asosiasi tersebut. (Algifari, 1997). 4. Analisis Regresi Logistik Regresi logistik digunakan untuk mengetahui besar hubungan antara sistem pemberian upah dengan produktivitas buruh konstruksi melalui besar rasio keterkaitan terhadap produktivitas buruh konstruksi berdasarkan sistem pemberian upah. Ghozali, 2002). Langkah-langkah analisis yang adalah sebagai berikut: a. Merubah variabel produktivitas buruh konstruksi sebagai variabel dependen (Y) menjadi 4 kategori dengan ketentuan sebagai berikut: 5-10 : Produktivitas sangat rendah 11-15 : Produktivitas rendah 16-20 : Produktivitas tinggi 21-25 : Produktivitas sangat tinggi Hal ini berdasarkan skor jumlah total yang diperoleh dalam penilaian produktivitas kerja yang terdiri dari 5 indikator. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-10 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 b. Melakukan analisis regresi logistik univariat, dalam hal ini diambil variabel yang dianggap berpengaruh sesuai dengan hasil uji independensi (uji chisquare) sebelumnya. c. Melakukan analisis regresi logistik multivariat d. Melakukan pengujian signifikansi parameter baik secara serentak maupun secara parsial. e. Melakukan pengujian kesesuaian model dengan hipotesis : H0 : Model ringkas adalah model terbaik H1 : Model lengkap adalah model terbaik f. Mengetahui model yang terbaik dalam merepresentasikan hubungan antara sisitem pemberian upah dengan produktivitas kerja. g. Menginterpretasikan hasil permodelan yang telah didapatkan. PUSTAKA Adrew. S. dan Hyginus L. (1994). “The Wage-Productivity Hypothesis in A Small Developing Country: The Case of Barbados”, Journal of Social and Economic Studies, 43: 4 ISSN: 0037-7651. Algifari, K. (1997). Statistik Induktif. Yogyakarta, UPP AMP YKPN. Alvan, J.(1987). Industri Jasa Kostruksi di Indonesia, Aksara, Jakarta. Anoraga, A. (1998). Membina Hubungan Karyawan dan Manajemen. Cipta Ilmu, Bandung. Arlina, B. (2006). “Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Polysindo Eka Perkasa Kaliwungu-Kendal”, Administrasi Bisnis FISIP, Universitas Diponegoro. Baker, G., Gibbs, M., and Holmstrom, B. (1994). “The Internal Economics of The Firm: Evidence From Personnel Data”, Quarterly Journal of Economics, Vol. 109, pp. 881-919. Bhatti, K. K., and Qureshi T. M. (2007). “Impact of Employee Participation on Job Satisfaction, Employee Commitment And Employee Productivity”, International Review of Business Research Papers, Vol.3 No.2 June 2007, Pp. 54-68. Damayanti, R. (2005). “Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Di Industri Furniture Di Semarang”, Skripsi, Fakultas ilmu sosial, Universitas Negeri Semarang. Dessler, G. (1998). Human Resources Development, Cipta media, Jakarta. Diewert, W. E. (2001). “Which (Old) Ideas on Productivity Measurement Are Ready to Use?”, the National Bureau of Economic Research, Volume Title: New Developments in Productivity Analysis, University of Chicago Press, Volume ISBN: 0-226-36062-8. Drucker, P. F. (1999) Knowledge-Worker Productivity: The Biggest Challenge. California Management Review, Vol. 41, No. 2, pp. 79-94. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-11 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Farida, A. (2004). “Pengaruh Upah Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan”, Tesis, Perpustakaan Universitas Indonesia. Flippo, L. B. (1980). Prinsiple of Personal Management, Mc Graw-Hill, Koga Kusha, Tokyo. Ghozali, I. (2002). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Handoko, H. (2001). Manajemen Personalian Dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta. Hasibuan, Y. (2000). Tugas Manajer Perusahaan, Graha Ilmu, Jakarta. Khoon, G. S. (2009). “Is Productivity Linked to Wages? An Empirical Investigation in Malaysia”. CenPRIS Working Paper, No. 102/09 June. Kusriyanto, B. (1993). Meningkatkan Produktivitas Karyawan, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Laitila, J. (2005) “Designing Performance measures for Research Activities”, Master’s thesis, Tampere University of Technology, Department of Industrial Management, 12.7.2005. Khoiriyah, L. (2009). Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada CV. Aji Bali Jayawijaya. Skripsi Program Studi Pendidikan Akuntansi.Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nawawi, H., dan Handari K. (1990). Administrasi Personel Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Haji Masagung, Jakarta. Özmucur, S. (1997). “Wage and productivity differentials in private and public manufacturing: the case of Turkey”. Department of Economics, University of Pennsylvania, , 3718 Locust Walk, Philadelphia, PA 19104-6297. Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR : PER . 06 / MEN / 1985 tentang perlindungan pekerja harian lepas (PHL). Ravianto, J. (1986). Pengukuran Produktivitas, Kanisius, Yogyakarta. Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Siagian, P. (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta. Singarimbun, M., dan Effendy, S. (1997). Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Soepriyono, A. (1999). Pemberian Upah Karyawan Untuk Peningkatan Perusahaan, Persada Ilmu, Jakarta. nd Sipilä, J. (1996) The Expert and the Client-How to Handle these Two Roles? 2 Edition. Porvoo, WSOY. Syarif, R. (1991). Produktivitas, Depdikbud, Jakarta. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-12 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Swastha, B. dan Sukotjo, I. (1995). Pengantar Bisnis Modern, 3d Edition, Liberty, Yogyakarta. Thwala, W. D., and Monese, L. N. (2007). “Motivation as a tool to improve productivity on the construction site”, Paper of Department of Quantity Surveying and Construction Management, University of Johannesburg. Umar, H. (2003). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Umar, H. (2003). Metode Riset Perilaku Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Undang-undang No. 33 tahun 1974 tentang kecelakaan kerja. Woekirno, S. (1979). Faktor-Faktor Produktivitas Karyawan, Gramedia, Jakarta. ISBN : 978-602-97491-1-3 B-2-13