HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DENGAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 9 BULAN DI DESA KEDUNG SOLO KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO SITI MASITA 1212010040 Subject : ASI, Perkembangan, Bayi usia 9 bulan Description Gangguan perkembangan anak berpotensi terjadi pada usia 0-12 tahun. Tumbuh kembang dapat berjalan dengan pemberian ASI eksklusif seperti ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Metode penelitian ini analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu dan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang berjumlah 12orang. Dengan menggunakan teknik total sampling. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pola pemberian ASI, dan variabel dependent adalah perkembangan bayi usia 9 bulan. Uji analisis yang digunakan adalah Uji Spearman’s Rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden diberikan dominan ASI dan sebagian besar mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya. Dengan menggunakan hasil Uji Spearman’s rho didapatkan hasil bahwa nilai <α yaitu sebesar 0,020 sehingga H1 diterima, artinya ada hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Perkembangan lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan peran orang tua dalam memperhatikan anaknya. Tenaga kesehatan harus meningkatkan peran dalam hal promosi dan edukasi pada masyarakat sehubungan dengan pemberian ASI eksklusif, dan melakukan skrining perkembangan pada balita secara berkala untuk memantau perkembangan balita. Abstract Child development disorders potentially occur at the age of 0-12 years. Child development can happen with exclusive breastfeeding as gross motor skills, fine motor, speaking and language, as well as social skill and independence. This study aims to determine the relationship between breast-feeding pattern and the development of 9 months old baby in Kedung Solo Village, PorongSidoarjo Regency. This research method used analytic correlation design with cross sectional approach. The study population was all mothers and 9 months old babies in Kedung Solo Village, PorongSidoarjo Regency, with a total of 12 people. Researcher used total sampling technique. Independent variable in this study was breastfeeding pattern, and the dependent variable was the development of 9 months old baby. Test analysis used was Spearman’s rho Test. The results suggest that most of the respondents were dominant breast milk, and most are developing appropriately according to their age. By using Spearman’s rho Test, results suggest that the test is equal to 0.020,soH is accepted. It means there is relationship between breastfeeding pattern and the development of 9 months old baby in the Kedung Solo Village PorongSidoarjo Regency. Development is influenced by the environment and the role of parent in taking care of their child. Health workers should increase the role terms of promoting and educating the community in relation to exclusive breastfeeding, and screening development in infants at regular intervals to monitor their development. Keyword : Breastmilk, child development, 9 months old baby Contributor Date Type Material Permanen Link Right Summary : 1. Siti Rachmah, SKM.,MM.Kes 2. Mohammad Nur Firdaus, S.Kep., Ns : 1 Juli 2015 : Laporan Penelitian : : open document : Latar Belakang Masa bayi merupakan tahap perkembangan kritis sehingga memerlukan perhatian yang optimal, terutama dari orang tuanya sebagai orang terdekat.Secara psikologis pada tahap usia ini diperlukan kebutuhan yang khusus dibandingkan dengan usia selanjutnya. Kebutuhan khusus tersebut diantaranya nutrisi yang cukup bagi tumbuh kembang bayi secara optimal yaitu dengan ASI eksklusif (Puspita, 2011).Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi terhadap penyakit (Kemenkes RI, 2014).Dampak yang dialami bayi dengan gangguan perkembangan antara lain keterbatasan fungsional pada aktivitas utama dalam kehidupan, retardasi mental yang ditandai dengan cerebral palsy, ketidakmampuan belajar spesifik, gangguan perkembangan menyeluruh, autisme, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta gangguan komunikasi (Arvin, 2009). Berdasarkan data WHO mulai tahun 2006-2012 hanya 37% bayi di dunia yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO, 2014). Menurut data Profil Kesehatan Indonesia, persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 54,3%. Di Jawa Timur pada tahun 2013 cakupan pemberian ASI eksklusif mencapai 70,8% (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2012, pencapaian cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6 bulan di Kabupaten Sidoarjo sebesar 51,6% (Dinkes Jatim, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Februari di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil dari 13 ibu yang mempunyai anak usia 7-12 bulan, 8 orang (61,5%) tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya, sedangkan 5 orang (38,5%) memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Hal ini menunjukkan rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal yaitu gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin atau zat kimia, ibu hamil yang perokok berat atau peminum alkohol kronis, keracunan logam berat dan lain-lain, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, anoksia embrio. Lingkungan postnatal meliputi lingkungan biologis yaitu ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, hormon; faktor fisik, antara lain cuaca, musim, keadaan geografis satu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi, dan faktorpsikososial (Soetjiningsih, 2010). Pemberian ASI eksklusif dapat mengoptimalkan perkembangan bayi seperti ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian (Samsunuwiyati, 2006). ASI terdapat kadar lemak yang lebih tinggi disbanding susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat semasa bayi. Pemberian ASI secara eksklusif juga memenuhi kebutuhan kasih sayang/emosi (perkembangan), dan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayi. Dekapan ibu pada bayi saat menyusui, menatapnya, mengajaknya berbicara dengan penuh kasih sayang, seorang ibu sudah memenuhi kebutuhan stimulasi tersebut. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam perkembangan anak, hal ini tidak didapatkan bila ibu memberikan susu selain ASI pada anak (Nelson, 2009). Tugas perkembangan balita tersebut harus terpenuhi setiap fase tumbuh kembangnya agar tidak mengalami penyimpangan perkembangan. Untuk mengetahui ada tidaknya keterlambatan atau penyimpangan dalam perkembangan, maka dilakukan pengukuran tumbuh kembang menggunakan DDST-II maupun KPSP (Adriana, 2011). KPSP merupakan daftar pertanyaan singkat yang ditunjukan kepada orang tua sebagai alat untuk melakukan praskrining pertumbuhan anak. Di Indonesia, pengukuran perkembangan balita umumnya menggunakan KPSP yang merupakan rekomendasi dari Departemen Kesehatan RI karena pada pengukuran menggunakan KPSP teridentifikasi lebih banyak balita yang terdiagnosa normal (Depkes RI, 2009). ASI eksklusif harus diberikan pada bayi selama 6 bulan penuh tanpa adanya makanan atau minuman pendamping yang lain agar perkembangan bayi optimal. Upaya untuk peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif harus terus dilakukan dengan peningkatan upaya promosi kesehatan yang lebih intensif, baik kepada perorangan maupun institusi pemberi pelayanan kesehatan tentang keunggulan ASI Eksklusif (DinkesJatim, 2010). Upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan pada bayi dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan berupa SDIDTK (Skrining Deteksi Intervensi Dini Tubuh Kembang) minimal sebanyak 4 kali selama usia 1-12 bulan (Kemenkes, 2013). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian analitik korelasi. pendekatan penelitian ini menggunakancross sectional. Variabel independent pada penelitian ini adalah pola pemberian ASI dan variabel dependennya adalah perkembangan bayi usia 9 bulan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu dan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo pada bulan Mei 2015 yang berjumlah 12 orang. Teknik sampling yang dipakai adalah total sampling. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden diberikan dominan ASI yaitu sebanyak 7 orang (58,3%). Pemberian ASI dipengaruhi oleh faktorfaktor yang meliputi factor pengetahuan, pekerjaan, budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu, dan promosi susu formula (Soetjiningsih, 2012).Hasil penelitian yang menunjukkan banyaknya bayi yang mendapatkan dominan ASI, artinya sebagian besar nutrisi bayi didapatkan dari ASI akan tetapi sudah diberikan makanan lain dalam jumlah yang lebih sedikit. Ibu memberikan dominan ASI disebabkan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Saat ini media massa lebih banyak mengiklankan produk susu formula dibandingkan dengan promosi pemberian ASI, sehingga orang pada umumnya akan lebih terekspose dengan paparan iklan, sehingga menganggap bahwa dengan kandungan zat gizi dalam susu formula bias menyehatkan anaknya, hal inilah yang mendorong ibu untuk memberikan minuman lain selain ASI pada bayinya. Selain itu juga disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI sehingga kebanyakan ibu memberikan makanan atau minuman tambahan terutama bila anaknya adalah lakilaki, karena anak laki-laki dianggap lebih kuat dalam menyusu dan membutuhkan nutrisi yang lebih banyak karena lebih aktif, karena dianggap ASI saja tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi bayinya. Budaya pembuangan kolostrum juga mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI pada bayi. Kolostrum dianggap sebagai susu basi yang tidak layak diberikan pada bayi, karena warnanya yang keruh dan kekuningan padahal di dalam kolostrum terkandung banyak antibodi yang sangat bermanfaat bagi bayi. Selama kolostrum keluar, ibu memberikan susu formula atau minuman lain pada bayi sampai ASI yang keluar sudah jernih, sehingga ibu memberikan dominan ASI, tapi tidak dapat diberikan secara eksklusif. Faktor psikologis ibu dimana ibu tidak mau memberikan ASI eksklusif juga merupakan faktor penting dalam pola pemberian ASI pada bayi. Ibu pasca operasi sesar seringkali tidak bisa langsung menyusui bayinya sehingga pada jam pertama kelahiran, bayi seringkali diberikan susu formula, sehingga membuat bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Sebagian besa ribu responden tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang (58,3%). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan. Dengan adanya cuti hamil selama 3 bulan juga dapat membantu ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif, ditambah dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI yang baik dan dukungan lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli, 2008). Berdasarkan pekerjaan ibu, pemberian dominan ASI dikarenakan pada saat mereka sibuk bekerja maupun melakukan pekerjaan rumah tangga, mereka merasa direpotkan dengan memberikan ASI karena dengan begitu pekerjaan mereka tidak akan lekas selesai sehingga diberikan makanan atau minuman lain agar bayi tenang dan tidak rewel pada saat ibu bekerja maupun melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu sebanyak 9 orang (75%). Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang dating dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Bagi sebagian ibu, menyusui merupakan tindakan yang alamiah dan naluriah. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa menyusui tidak perlu dipelajari. Namun, kebanyakan ibu kurang menyadari pentingnya ASI sebagai makanan utama bayi. Mereka hanya mengetahui ASI adalah makanan yang diperlukan bayi tanpa memperhatikan aspek lainnya (Prasetyono, 2009). Ditinjau dari pendidikan ibu, pendidikan yang tinggi tidak menjamin ibu mengetahui seluruh masalah kesehatan jika tidak mendapatkan informasi yang tepat mengenai pola pemberian ASI. Oleh karena itu, dengan berbagai alasan seperti prestise dan gengsi, terutama pada ibu dengan status sosial ekonomi tinggi yang merasa mampu untuk mencukupi kebutuhan anaknya termasuk membelikan susu formula yang mahal dengan harapan anaknya tumbuh sehat dan cerdas seperti yang gencar diiklankan di media massa, padahal tidak ada susu formula terbaik di dunia yang dapat melebihi keunggulan ASI. Sebagian kecil dari responden diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 3 orang (25%). Pemberian ASI dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain factor pengetahuan, pekerjaan, budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu, dan promosi susu formula (Soetjiningsih, 2012). Ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya disebabkan karena ibu sudah mengerti bahwa tidak ada makanan yang boleh dikonsumsi bayi sebelum usia 6 bulan selain ASI. Sebagian besar ibu responden tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang (58,3%). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan. Dengan adanya cuti hamil selama 3 bulan juga dapat membantu ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif, ditambah dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI yang baik dan dukungan lingkungan kerja seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli, 2008). Pekerjaan tidak menghalangi ibu untuk memberikan ASI eksklusif karena ibu dapat memberikannya dengan cara diperas dan disimpan di dalam botol selama ibu bekerja sehingga bayinya tetap mendapatkan ASI meskipun ditinggal bekerja dalam waktu yang cukup lama. Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu sebanyak 9 orang (75%). Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang dating dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut (Prasetyono, 2009). Ibu yang memberikan ASI eksklusif disebabkan karena dengan pendidikan yang cukup maka ibu sudah memiliki kesadaran untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Ibu sudah bisa mencari informasi dan menyerap informasi dengan baik sehingga dapat memilah mana yang baik untuk bayinya. Sebagian besar dari responden mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya yaitu sebanyak 9 anak (75%). Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal yaitu gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin atau zat kimia, ibu hamil yang perokok berat atau peminum alkohol kronis, keracunan logam berat dan lain-lain, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, anoksia embrio. Dan lingkungan postnatal yang meliputi lingkungan biologis yaitu ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, hormon; faktor fisik, antara lain cuaca, musim, keadaan geografis satu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi, dan faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, ganjaran atau pun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stess, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orangtua; serta faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga (Soetjiningsih, 2010). Perkembangan bayi yang sesuai disebabkan oleh banyak faktor. Merupakan hal yang wajar apabila anak mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya, karena memang seharusnya itulah yang terjadi. Sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang (58,3%). Perkembangan bayi dipengaruhi oleh faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain pekerjaan atau pendapatan keluarga (Soetjiningsih, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa ibu lebih memiliki banyak waktu untuk bersama dengan anak sehingga perkembangan anak dapat lebih diperhatikan. Dengan adanya rangsangan dari lingkungan, dengan pengajaran yang baik dari orang tua terutama ibu, maka bayi dapat berkembang sesuai dengan umurnya. Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu sebanyak 9 orang (75%). Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara (Soetjiningsih, 2010). Pendidikan ibu yang tergolong menengah menunjukan bahwa ibu memiliki pengetahuan yang cukup sehingga dapat digunakan untuk memantau perkembangan anaknya. Pendidikan ibu sangat penting dalam perkembangan anak, karena pendidikan ibu menyangkut tentang pengetahuan ibu tentang kesehatan ibu dan anak, sehingga perkembangan anak juga dapat lebih diperhatikan. Sebagian kecil yaitu 3 anak (25%) yang perkembangannya meragukan. Responden yang mengalami perkembangan meragukan disebabkan oleh beberapa hal atau karena adanya faktor lain yang mempengaruhi yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti genetik. Faktor lingkungan tidak kalah penting dalam perkembangan bayi, karena stimulasi dari lingkungan sangat membantu perkembangan bayi. Hampir setengah dari ibu responden bekerja yaitu sebanyak 5 orang (41,7%). Perkembangan bayi dipengaruhi oleh faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain pekerjaan atau pendapatan keluarga (Soetjiningsih, 2010). Bayi yang perkembangannya meragukan disebabkan karena ibunya bekerja sehingga perhatian pada anak berkurang. Ibu yang bekerja cenderung lebih memperhatikan pertumbuhan bayi dibandingkan dengan perkembangannya, sehingga ibu cenderung lebih memperhatikan kondisi anaknya secara fisik saja, hal inilah yang dapat menyebabkan perkembangan anak jadi tidak sesuai dengan umurnya. Sedangkan anak dari ibu yang tidak bekerja yang mengalami perkembangan meragukan bisa disebabkan karena adanya faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti genetik atau jumlah anak yang lain. Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu sebanyak 9 orang (75%). Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh faktorkeluarga dan adatistiadat, antara lain pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara (Soetjiningsih, 2010). Responden yang mengalami perkembangan meragukan cenderung disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua pada anak, karena kebanyakan orang tua, terutama yang berpendidikan menengah dan tinggi yang bekerja, akan lebih mengutamakan kesehatan fisik anaknya, selama tidak ada keluhan sakit pada anaknya, maka orang tua menganggapnya sehat. Padahal perkembangan bayi tidak bisa diukur dari sehat atau sakitnya sang anak. Sebagian besar bayi yang diberi ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya pada usia 9 bulan (73,3%). Sebagian besar bayi yang diberi ASI dan diberi tambahan susu formula pada usia 0-6 bulan juga mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya pada usia 9 bulan (73,3%). Berdasarkan hasil Spearman’s rank didapatkan hasil bahwa nilai ρ value <α yaitu sebesar 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima, artinya tada hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan.Hasil penelitian Lidya dan Rodiah tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tumbuh kembang anak pada usia 3 sampai 6 bulan di Puskesmas Karanganyar tahun 2011 menunjukkan bahwa dari tabulasi silang didapat mayoritas ibu dengan pemberian ASI Eksklusif dengan tumbuh kembang pada anak yang sesuai sebanyak 25 (54,30%). Antibodi (zat kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI akan memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Anti bodi dalam ASI ini belum bias ditiru pada formula. Daya ingat dan kemampuan bahasa bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Rasa hangat dan percaya bahwa ada seseorang yang selalu ada apabila dibutuhkan lambat laun akan berkembang menjadi percaya pada diri sendiri (Saleha, 2009). Pemberian ASI cenderung berhubungan dengan pertumbuhan fisik, karena mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan untuk bayi, sehingga sangat diperlukan bagi kesehatan bayi. Bayi yang tidak mendapatkan ASI cenderung mudah sakit sehingga akan mempengaruhi perkembangannya SIMPULAN 1. Pola pemberian ASI pada bayi di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjosebagian besar dari responden diberikan dominan ASI 2. Perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjosebagian besar mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya. 3. Ada hubungan antara pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. REKOMENDASI Diharapkan untuk menerapkan asuhan secara tepat sehingga gangguan perkembangan bayi dapat segera diketahui dan dapat ditangani dengan tepat dan optimal untuk mencegah morbiditas bayi dengan cara melakukan SDIDTK (Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh kembang) secara teratur setiap bulan. Diharapkan untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi guna kesehatan bayi sehingga tumbuh kembang bayi lebih optimal. Diharapkan untuk membekali anak didik untuk mendeteksi perkembangan bayi dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan bayi sehingga hasilnya dapat dijadikan evidence based. Diharapkan untuk melakukan pengembangan penelitian yang selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tumbuh kembang bayi. Correspondensi : E-Mail : [email protected] Alamat : Kedung Solo RT 02 RW 01 Kecamatan Porong Sidoarjo No. Hp : 089685614124