hubungan pola pemberian asi dengan perkembangan bayi usia 9

advertisement
HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DENGAN PERKEMBANGAN
BAYI USIA 9 BULAN DI DESA KEDUNG SOLO KECAMATAN
PORONG KABUPATEN SIDOARJO
SITI MASITA
1212010040
Subject : ASI, Perkembangan, Bayi usia 9 bulan
Description
Gangguan perkembangan anak berpotensi terjadi pada usia 0-12 tahun.
Tumbuh kembang dapat berjalan dengan pemberian ASI eksklusif seperti
ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa serta
kemampuan sosialisasi dan kemandirian. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia
9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
Metode penelitian ini analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu dan bayi usia 9 bulan di Desa
Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang berjumlah 12orang.
Dengan menggunakan teknik total sampling. Variabel independent dalam
penelitian ini adalah pola pemberian ASI, dan variabel dependent adalah
perkembangan bayi usia 9 bulan. Uji analisis yang digunakan adalah Uji
Spearman’s Rho.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden
diberikan dominan ASI dan sebagian besar mengalami perkembangan yang sesuai
dengan usianya.
Dengan menggunakan hasil Uji Spearman’s rho didapatkan hasil bahwa
nilai <α yaitu sebesar 0,020 sehingga H1 diterima, artinya ada hubungan antara
pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung
Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
Perkembangan lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan peran orang tua
dalam memperhatikan anaknya. Tenaga kesehatan harus meningkatkan peran
dalam hal promosi dan edukasi pada masyarakat sehubungan dengan pemberian
ASI eksklusif, dan melakukan skrining perkembangan pada balita secara berkala
untuk memantau perkembangan balita.
Abstract
Child development disorders potentially occur at the age of 0-12 years.
Child development can happen with exclusive breastfeeding as gross motor skills,
fine motor, speaking and language, as well as social skill and independence. This
study aims to determine the relationship between breast-feeding pattern and the
development of 9 months old baby in Kedung Solo Village, PorongSidoarjo
Regency.
This research method used analytic correlation design with cross sectional
approach. The study population was all mothers and 9 months old babies in
Kedung Solo Village, PorongSidoarjo Regency, with a total of 12 people.
Researcher used total sampling technique. Independent variable in this study was
breastfeeding pattern, and the dependent variable was the development of 9
months old baby. Test analysis used was Spearman’s rho Test.
The results suggest that most of the respondents were dominant breast
milk, and most are developing appropriately according to their age.
By using Spearman’s rho Test, results suggest that the test
is equal
to 0.020,soH is accepted. It means there is relationship between breastfeeding
pattern and the development of 9 months old baby in the Kedung Solo Village
PorongSidoarjo Regency.
Development is influenced by the environment and the role of parent in
taking care of their child. Health workers should increase the role terms of
promoting and educating the community in relation to exclusive breastfeeding,
and screening development in infants at regular intervals to monitor their
development.
Keyword : Breastmilk, child development, 9 months old baby
Contributor
Date
Type Material
Permanen Link
Right
Summary
: 1. Siti Rachmah, SKM.,MM.Kes
2. Mohammad Nur Firdaus, S.Kep., Ns
: 1 Juli 2015
: Laporan Penelitian
:
: open document
:
Latar Belakang
Masa bayi merupakan tahap perkembangan kritis sehingga memerlukan
perhatian yang optimal, terutama dari orang tuanya sebagai orang terdekat.Secara
psikologis pada tahap usia ini diperlukan kebutuhan yang khusus dibandingkan
dengan usia selanjutnya. Kebutuhan khusus tersebut diantaranya nutrisi yang
cukup bagi tumbuh kembang bayi secara optimal yaitu dengan ASI eksklusif
(Puspita, 2011).Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah
menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan
meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi
mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembangnya. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
secara optimal serta melindungi terhadap penyakit (Kemenkes RI, 2014).Dampak
yang dialami bayi dengan gangguan perkembangan antara lain keterbatasan
fungsional pada aktivitas utama dalam kehidupan, retardasi mental yang ditandai
dengan cerebral palsy, ketidakmampuan belajar spesifik, gangguan
perkembangan menyeluruh, autisme, gangguan penglihatan dan pendengaran,
serta gangguan komunikasi (Arvin, 2009).
Berdasarkan data WHO mulai tahun 2006-2012 hanya 37% bayi di dunia
yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO, 2014). Menurut data Profil
Kesehatan Indonesia, persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 54,3%. Di Jawa Timur pada tahun 2013
cakupan pemberian ASI eksklusif mencapai 70,8% (Kemenkes RI, 2014). Pada
tahun 2012, pencapaian cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6
bulan di Kabupaten Sidoarjo sebesar 51,6% (Dinkes Jatim, 2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 5 Februari di Desa
Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil dari 13 ibu
yang mempunyai anak usia 7-12 bulan, 8 orang (61,5%) tidak memberikan ASI
eksklusif pada anaknya, sedangkan 5 orang (38,5%) memberikan ASI eksklusif
pada anaknya. Hal ini menunjukkan rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif
di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal yaitu gizi pada waktu hamil,
mekanis, toksin atau zat kimia, ibu hamil yang perokok berat atau peminum
alkohol kronis, keracunan logam berat dan lain-lain, endokrin, radiasi, infeksi,
stress, imunitas, anoksia embrio. Lingkungan postnatal meliputi lingkungan
biologis yaitu ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan
kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme,
hormon; faktor fisik, antara lain cuaca, musim, keadaan geografis satu daerah,
sanitasi, keadaan rumah, radiasi, dan faktorpsikososial (Soetjiningsih, 2010).
Pemberian ASI eksklusif dapat mengoptimalkan perkembangan bayi
seperti ketrampilan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa
serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian (Samsunuwiyati, 2006). ASI
terdapat kadar lemak yang lebih tinggi disbanding susu formula. Kadar lemak
yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
otak yang cepat semasa bayi. Pemberian ASI secara eksklusif juga memenuhi
kebutuhan kasih sayang/emosi (perkembangan), dan meningkatkan ikatan batin
antara ibu dan bayi. Dekapan ibu pada bayi saat menyusui, menatapnya,
mengajaknya berbicara dengan penuh kasih sayang, seorang ibu sudah memenuhi
kebutuhan stimulasi tersebut. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam
perkembangan anak, hal ini tidak didapatkan bila ibu memberikan susu selain ASI
pada anak (Nelson, 2009).
Tugas perkembangan balita tersebut harus terpenuhi setiap fase tumbuh
kembangnya agar tidak mengalami penyimpangan perkembangan. Untuk
mengetahui ada tidaknya keterlambatan atau penyimpangan dalam perkembangan,
maka dilakukan pengukuran tumbuh kembang menggunakan DDST-II maupun
KPSP (Adriana, 2011). KPSP merupakan daftar pertanyaan singkat yang
ditunjukan kepada orang tua sebagai alat untuk melakukan praskrining
pertumbuhan anak. Di Indonesia, pengukuran perkembangan balita umumnya
menggunakan KPSP yang merupakan rekomendasi dari Departemen Kesehatan
RI karena pada pengukuran menggunakan KPSP teridentifikasi lebih banyak
balita yang terdiagnosa normal (Depkes RI, 2009).
ASI eksklusif harus diberikan pada bayi selama 6 bulan penuh tanpa
adanya makanan atau minuman pendamping yang lain agar perkembangan bayi
optimal. Upaya untuk peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif harus terus
dilakukan dengan peningkatan upaya promosi kesehatan yang lebih intensif, baik
kepada perorangan maupun institusi pemberi pelayanan kesehatan tentang
keunggulan ASI Eksklusif (DinkesJatim, 2010). Upaya pelayanan kesehatan yang
ditujukan pada bayi dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan berupa
SDIDTK (Skrining Deteksi Intervensi Dini Tubuh Kembang) minimal sebanyak 4
kali selama usia 1-12 bulan (Kemenkes, 2013).
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian analitik
korelasi. pendekatan penelitian ini menggunakancross sectional. Variabel
independent pada penelitian ini adalah pola pemberian ASI dan variabel
dependennya adalah perkembangan bayi usia 9 bulan. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua ibu dan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan
Porong Kabupaten Sidoarjo pada bulan Mei 2015 yang berjumlah 12 orang.
Teknik sampling yang dipakai adalah total sampling.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden diberikan dominan
ASI yaitu sebanyak 7 orang (58,3%). Pemberian ASI dipengaruhi oleh faktorfaktor yang meliputi factor pengetahuan, pekerjaan, budaya, faktor psikologis,
faktor fisik ibu, dan promosi susu formula (Soetjiningsih, 2012).Hasil penelitian
yang menunjukkan banyaknya bayi yang mendapatkan dominan ASI, artinya
sebagian besar nutrisi bayi didapatkan dari ASI akan tetapi sudah diberikan
makanan lain dalam jumlah yang lebih sedikit. Ibu memberikan dominan ASI
disebabkan karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Saat ini media massa
lebih banyak mengiklankan produk susu formula dibandingkan dengan promosi
pemberian ASI, sehingga orang pada umumnya akan lebih terekspose dengan
paparan iklan, sehingga menganggap bahwa dengan kandungan zat gizi dalam
susu formula bias menyehatkan anaknya, hal inilah yang mendorong ibu untuk
memberikan minuman lain selain ASI pada bayinya. Selain itu juga disebabkan
kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI sehingga kebanyakan ibu
memberikan makanan atau minuman tambahan terutama bila anaknya adalah lakilaki, karena anak laki-laki dianggap lebih kuat dalam menyusu dan membutuhkan
nutrisi yang lebih banyak karena lebih aktif, karena dianggap ASI saja tidak
cukup memenuhi kebutuhan gizi bayinya.
Budaya pembuangan kolostrum juga mempengaruhi ibu dalam
memberikan ASI pada bayi. Kolostrum dianggap sebagai susu basi yang tidak
layak diberikan pada bayi, karena warnanya yang keruh dan kekuningan padahal
di dalam kolostrum terkandung banyak antibodi yang sangat bermanfaat bagi
bayi. Selama kolostrum keluar, ibu memberikan susu formula atau minuman lain
pada bayi sampai ASI yang keluar sudah jernih, sehingga ibu memberikan
dominan ASI, tapi tidak dapat diberikan secara eksklusif. Faktor psikologis ibu
dimana ibu tidak mau memberikan ASI eksklusif juga merupakan faktor penting
dalam pola pemberian ASI pada bayi. Ibu pasca operasi sesar seringkali tidak bisa
langsung menyusui bayinya sehingga pada jam pertama kelahiran, bayi seringkali
diberikan susu formula, sehingga membuat bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Sebagian besa ribu responden tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang
(58,3%). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara
eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan. Dengan
adanya cuti hamil selama 3 bulan juga dapat membantu ibu untuk dapat
memberikan ASI eksklusif, ditambah dengan pengetahuan yang benar tentang
menyusui, perlengkapan memerah ASI yang baik dan dukungan lingkungan kerja
seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli,
2008). Berdasarkan pekerjaan ibu, pemberian dominan ASI dikarenakan pada saat
mereka sibuk bekerja maupun melakukan pekerjaan rumah tangga, mereka merasa
direpotkan dengan memberikan ASI karena dengan begitu pekerjaan mereka tidak
akan lekas selesai sehingga diberikan makanan atau minuman lain agar bayi
tenang dan tidak rewel pada saat ibu bekerja maupun melakukan pekerjaan rumah
tangga.
Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu
sebanyak 9 orang (75%). Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional terhadap informasi yang dating dan alasan berfikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut. Bagi sebagian ibu, menyusui merupakan tindakan yang alamiah dan
naluriah. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa menyusui tidak perlu
dipelajari. Namun, kebanyakan ibu kurang menyadari pentingnya ASI sebagai
makanan utama bayi. Mereka hanya mengetahui ASI adalah makanan yang
diperlukan bayi tanpa memperhatikan aspek lainnya (Prasetyono, 2009). Ditinjau
dari pendidikan ibu, pendidikan yang tinggi tidak menjamin ibu mengetahui
seluruh masalah kesehatan jika tidak mendapatkan informasi yang tepat mengenai
pola pemberian ASI. Oleh karena itu, dengan berbagai alasan seperti prestise dan
gengsi, terutama pada ibu dengan status sosial ekonomi tinggi yang merasa
mampu untuk mencukupi kebutuhan anaknya termasuk membelikan susu formula
yang mahal dengan harapan anaknya tumbuh sehat dan cerdas seperti yang gencar
diiklankan di media massa, padahal tidak ada susu formula terbaik di dunia yang
dapat melebihi keunggulan ASI.
Sebagian kecil dari responden diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 3
orang (25%). Pemberian ASI dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain factor
pengetahuan, pekerjaan, budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu, dan promosi
susu formula (Soetjiningsih, 2012). Ibu yang memberikan ASI eksklusif pada
bayinya disebabkan karena ibu sudah mengerti bahwa tidak ada makanan yang
boleh dikonsumsi bayi sebelum usia 6 bulan selain ASI.
Sebagian besar ibu responden tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang
(58,3%). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara
eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan. Dengan
adanya cuti hamil selama 3 bulan juga dapat membantu ibu untuk dapat
memberikan ASI eksklusif, ditambah dengan pengetahuan yang benar tentang
menyusui, perlengkapan memerah ASI yang baik dan dukungan lingkungan kerja
seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli,
2008). Pekerjaan tidak menghalangi ibu untuk memberikan ASI eksklusif karena
ibu dapat memberikannya dengan cara diperas dan disimpan di dalam botol
selama ibu bekerja sehingga bayinya tetap mendapatkan ASI meskipun ditinggal
bekerja dalam waktu yang cukup lama.
Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu
sebanyak 9 orang (75%). Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional terhadap informasi yang dating dan alasan berfikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut (Prasetyono, 2009). Ibu yang memberikan ASI eksklusif disebabkan
karena dengan pendidikan yang cukup maka ibu sudah memiliki kesadaran untuk
memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Ibu sudah bisa mencari informasi
dan menyerap informasi dengan baik sehingga dapat memilah mana yang baik
untuk bayinya.
Sebagian besar dari responden mengalami perkembangan yang sesuai
dengan usianya yaitu sebanyak 9 anak (75%).
Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal yaitu gizi pada waktu hamil,
mekanis, toksin atau zat kimia, ibu hamil yang perokok berat atau peminum
alkohol kronis, keracunan logam berat dan lain-lain, endokrin, radiasi, infeksi,
stress, imunitas, anoksia embrio. Dan lingkungan postnatal yang meliputi
lingkungan biologis yaitu ras atau suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi
metabolisme, hormon; faktor fisik, antara lain cuaca, musim, keadaan geografis
satu daerah, sanitasi, keadaan rumah, radiasi, dan faktor psikososial, antara lain:
stimulasi, motivasi belajar, ganjaran atau pun hukuman yang wajar, kelompok
sebaya, stess, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orangtua;
serta faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain pekerjaan atau pendapatan
keluarga, pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga,
stabilitas rumah tangga (Soetjiningsih, 2010).
Perkembangan bayi yang sesuai disebabkan oleh banyak faktor.
Merupakan hal yang wajar apabila anak mengalami perkembangan yang sesuai
dengan usianya, karena memang seharusnya itulah yang terjadi.
Sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 7 orang (58,3%).
Perkembangan bayi dipengaruhi oleh faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain
pekerjaan atau pendapatan keluarga (Soetjiningsih, 2010). Hal ini menunjukkan
bahwa ibu lebih memiliki banyak waktu untuk bersama dengan anak sehingga
perkembangan anak dapat lebih diperhatikan. Dengan adanya rangsangan dari
lingkungan, dengan pengajaran yang baik dari orang tua terutama ibu, maka bayi
dapat berkembang sesuai dengan umurnya.
Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu
sebanyak 9 orang (75%). Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh faktor
keluarga dan adat istiadat, antara lain pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara
(Soetjiningsih, 2010). Pendidikan ibu yang tergolong menengah menunjukan
bahwa ibu memiliki pengetahuan yang cukup sehingga dapat digunakan untuk
memantau perkembangan anaknya. Pendidikan ibu sangat penting dalam
perkembangan anak, karena pendidikan ibu menyangkut tentang pengetahuan ibu
tentang kesehatan ibu dan anak, sehingga perkembangan anak juga dapat lebih
diperhatikan.
Sebagian kecil yaitu 3 anak (25%) yang perkembangannya meragukan.
Responden yang mengalami perkembangan meragukan disebabkan oleh beberapa
hal atau karena adanya faktor lain yang mempengaruhi yang tidak diteliti dalam
penelitian ini seperti genetik. Faktor lingkungan tidak kalah penting dalam
perkembangan bayi, karena stimulasi dari lingkungan sangat membantu
perkembangan bayi.
Hampir setengah dari ibu responden bekerja yaitu sebanyak 5 orang
(41,7%). Perkembangan bayi dipengaruhi oleh faktor keluarga dan adat istiadat,
antara lain pekerjaan atau pendapatan keluarga (Soetjiningsih, 2010). Bayi yang
perkembangannya meragukan disebabkan karena ibunya bekerja sehingga
perhatian pada anak berkurang. Ibu yang bekerja cenderung lebih memperhatikan
pertumbuhan bayi dibandingkan dengan perkembangannya, sehingga ibu
cenderung lebih memperhatikan kondisi anaknya secara fisik saja, hal inilah yang
dapat menyebabkan perkembangan anak jadi tidak sesuai dengan umurnya.
Sedangkan anak dari ibu yang tidak bekerja yang mengalami perkembangan
meragukan bisa disebabkan karena adanya faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini, seperti genetik atau jumlah anak yang lain.
Sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA/sederajat) yaitu
sebanyak 9 orang (75%).
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh
faktorkeluarga dan adatistiadat, antara lain pendidikan ayah atau ibu, jumlah
saudara (Soetjiningsih, 2010). Responden yang mengalami perkembangan
meragukan cenderung disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua pada
anak, karena kebanyakan orang tua, terutama yang berpendidikan menengah dan
tinggi yang bekerja, akan lebih mengutamakan kesehatan fisik anaknya, selama
tidak ada keluhan sakit pada anaknya, maka orang tua menganggapnya sehat.
Padahal perkembangan bayi tidak bisa diukur dari sehat atau sakitnya sang anak.
Sebagian besar bayi yang diberi ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan
mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya pada usia 9 bulan (73,3%).
Sebagian besar bayi yang diberi ASI dan diberi tambahan susu formula pada usia
0-6 bulan juga mengalami perkembangan yang sesuai dengan usianya pada usia 9
bulan (73,3%).
Berdasarkan hasil Spearman’s rank didapatkan hasil bahwa nilai ρ value
<α yaitu sebesar 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima, artinya tada
hubungan antara pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9
bulan.Hasil penelitian Lidya dan Rodiah tentang hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan tumbuh kembang anak pada usia 3 sampai 6 bulan di Puskesmas
Karanganyar tahun 2011 menunjukkan bahwa dari tabulasi silang didapat
mayoritas ibu dengan pemberian ASI Eksklusif dengan tumbuh kembang pada
anak yang sesuai sebanyak 25 (54,30%).
Antibodi (zat kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI akan
memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Anti bodi dalam ASI ini
belum bias ditiru pada formula. Daya ingat dan kemampuan bahasa bayi yang
mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.
Rasa hangat dan percaya bahwa ada seseorang yang selalu ada apabila dibutuhkan
lambat laun akan berkembang menjadi percaya pada diri sendiri (Saleha, 2009).
Pemberian ASI cenderung berhubungan dengan pertumbuhan fisik, karena
mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan untuk bayi, sehingga sangat
diperlukan bagi kesehatan bayi. Bayi yang tidak mendapatkan ASI cenderung
mudah sakit sehingga akan mempengaruhi perkembangannya
SIMPULAN
1. Pola pemberian ASI pada bayi di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong
Kabupaten Sidoarjosebagian besar dari responden diberikan dominan ASI
2. Perkembangan bayi usia 9 bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong
Kabupaten Sidoarjosebagian besar mengalami perkembangan yang sesuai
dengan usianya.
3. Ada hubungan antara pemberian ASI dengan perkembangan bayi usia 9
bulan di Desa Kedung Solo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
REKOMENDASI
Diharapkan untuk menerapkan asuhan secara tepat sehingga gangguan
perkembangan bayi dapat segera diketahui dan dapat ditangani dengan tepat
dan optimal untuk mencegah morbiditas bayi dengan cara melakukan SDIDTK
(Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh kembang) secara teratur setiap
bulan.
Diharapkan untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi guna kesehatan
bayi sehingga tumbuh kembang bayi lebih optimal.
Diharapkan untuk membekali anak didik untuk mendeteksi
perkembangan bayi dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengadakan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan bayi
sehingga hasilnya dapat dijadikan evidence based.
Diharapkan untuk melakukan pengembangan penelitian yang
selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tumbuh
kembang bayi.
Correspondensi : E-Mail : [email protected]
Alamat : Kedung Solo RT 02 RW 01 Kecamatan Porong
Sidoarjo
No. Hp : 089685614124
Download