DIABETES MELLITUS SEMASA KEHAMILAN (GDM)

advertisement
DIABETES MELLITUS SEMASA KEHAMILAN
(GDM)
Diabetes militus merupakan penyakit metabolic dengan pnyebab yang beragam,
ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolism karbohdrat, lema, dan
protein akibat defek sekresi atau kerja insulin, atau keduanya.
Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru
ditemukan pada awal kehamilan.
Diagnosis GDM
Pada anamnesa penting untuk ditanyakan riwayat Diabetes Mellitus Tipe 1 atau
Tipe 2, pemakaian obat antidiabetes Insulin atau OAD dan diet DM sebelum terjadinya
kehamilan. (Kaaja,2008)
Terkait denga factor resiko berikut:
1. Glucosuria
2. usia diatas > 30 tahun
3. obesitas
4. riwayat keluarga diabetes
5. riwayat GDM atau intoleransi glukosa sebelumnya
6. riwayat memiliki bayi makrosomi atau bayi besar (Kaaja,2008)
Pada awal kehamilan (trimester pertama atau awal trimester kedua) gula darah puasa
dan gula darah posprandial biasanya lebih rendah daripada wanita normal yang tidak
hamil. Peningkatan kadar glukosa puasa atau postprandial selama kehamilan mungkin
mencerminkan adanya diabetes tes toleransi glukosa oral (OGTT). Namun demikian tes
toleransi yang normal pada awal kehamilan tidak sebelum kehamilan. Terjadinya
peningkatan kadar glukosa plasma yang tinggi menjadi indikasi untuk melakukan
menjadi patokan bahwa diabetes gestasional tidak akan terjadi atau berkembang
kemudian, terutama bagi wanita yang memiliki resiko tinggi (NIHCE,2008)
Pemeriksaan sistematik untuk gestasional diabetes biasanya dilakukan antara 24 dan
28 minggu kehamilan. Untuk mengetahua wanita hamil dengan diabetes gestasional, tes
tolerani glukosa oral harus dilakukan setelah berpuasa semalam (8-14 jam) dengan
memberikan 75 g glukosa anhidrat pada 250-300 ml air. Glukosa plasma diukur setelah
berpuasa dua jam. Wanita hamil memenuhi kriteria WHO untuk diabetes militus atau
gangguan toleransi glukosa (IGT) diklasifikasikan menjadi Gestasional Diabetes (GDM).
Nilai yang paling sering digunakan nilai patologis untuk diagnostik adalah konsentrasi
glukosa plasma ≥ 5,3 mmol / l setelah puasa, ≥ 10,0 mmol / l setelah 1 jam dan ≥ 8,6
mol/l setelah 2 jam dari awal tes. (Kaaja,2008)
Table: rekomendasi criteria diagnosis gestasional diabetes (WHO 2006)
Skema screening dan alur diagnosis GDM
Australasian Diabetes in Pregnancy Society (ADIPS) merekomendasikan bahwa
skrining untuk GDM harus dipertimbangkan dalam semua wanita hamil. Hanya ada
beberapa pengecualian tes toleransi glukosa oral (OGTT) tidak ditunjukkan. Ini adalah
pasien risiko sangat rendah, termasuk:
1. Nulipara wanita <25 tahun dan BMI <25 kg/m2
2. Multipara wanita <40 tahun dan BMI <25 kg/m2 dan yang tidak memiliki
makrosomia pada anak sebelumnya. (Kaaja,2008)
Penatalaksanaan Diabetes Gestasional
Mayoritas wanita dengan diabetes gestasional adalah mereka dengn berat badan
berlebih atau obesitas, dengan gaya hidup sedentary, kurangnya konsumsi sayur dan
buah. Pola hidup yang sangat dianjurkan untuk wanita dengan diabetes gestasional adalah
target BMI<25 kg/m2, aktifitas fisik dua setengah jam perhari atau lebih per minggu
(aktivitasnya berupa aerobik sedang atau aerobik yang intens 75 menit per minggu)
Manajemen diabetes gestasional terdiri dari : Manajemen prenatal, Manajemen
laboratorium, dan manajemen postpartum. Manajemen selama kehamilan antara lain
pemantauan kadar glukosa ibu dan terapi nutrisi medis yang terdiri dari restriksi kalori,
aktivitas fisik, dan farmakoterapi, jika tujuan dari terapi tidak tercapai maka harus
dibarengi dengan manajemen berat badan karena tingginya angka obesitas pada wanita
dengan diabetes gestasional. (Catherine, 2010).
Manajemen prenatal
Monitoring glukosa dan berat badan
Tujuan dari pengukuran berat badan adalah jika target dari pengobatan glukosa
tidak terpenuhi. Meskipun monitoring berat badan tidak menurunkan kadar gula secara
langsung. Naman sedikit pengurangan berat badan dapat meningkatkan kontrol glikemik.
Pemeriksaan urin tidak dianjurkan oleh ADA namun pemeriksaan tersebut sangat praktis.
Jika seorang wanita memiliki peningkatan glukosa darah puasa misalnya 95 mg/dl (5.3
mM/l), atau kelahiran lebih bulan maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan USG
untuk mendeteksi apakah ada asimetris abnormal pada fetus.
Asupan kalori
Bagi wanita obese (BMI >30kg) ADA menganjurkan untuk dilakukan
pembatasan asupan kalori sampai 30% karena pembatasan kalori lebih dari itu
berdampak buruk pada pertumbuhan janin. Pada suatu penelitian asupan rendah
karbohidrat dapat meningkatkan angka kejadian bayi makrosomia, operasi Caesar, dan
terapi farmako. Pada suatu penelitian juga bahwa konsumsi tinggi karbohidrat
menurunkan angka kejadian makrosomia. Namun penelitian ini belum terlalu kuat
sehingga disepakati karbohidrat yang diberikan sekitar 40-45% dari total kalori yang
dikonsumsi (Catherine, 2010).
Aktivitas fisik
Aktifitas fisik dapat meningkatkan toleransi glukosa dengan cara meningkatakan
sensitivitas insulin seperti ambilan glukosa otot dan sintesis glikogen maka dari itu
aktivitas fisik merupakan terapi tambahan untuk terapi diet. Aktivitas fisik dapat
meningkatkan sekresi insulin, asam lemak bebas, dan keton seiring dengan penurunan
level glukosa. Beberapa penelitian membuktikan paling tidak 30 menit dan beberapa hari
dalam seminggu (Catherine, 2010).
Farmakoterapi
Jika seorang wanita tidak bisa mencapai tujuan dari diet dan farmakoterapi maka
farmakoterapi dengan insulin dianjurkan. Terapi menggunakan insulin neutral protamine
Hagedron diberikan 2-4 kali perhari. Terapi lanjutan yang digunakan adalah rapid acting
insulin analaog seperti lispro dan aspart. Meskipun insulin analog ada kaitannya dengan
penurunan hiperglikemia dan adanya kepuasan pasien (Catherine, 2010).
Jika ada peningkatan kadar glukosa pusa pada pagi hari maka insulin neutral
protamine Hagedron bias diberikan dengan dosis 0,2 unit/kgBB. Jika glukosa
postprandial meningkat, short acting insulin bisa diberikan 1,5 unit per 10 g per
karbohidrat untuk makan pagi dan 1,0 unit per 10 g per karbohidart bisa diberikan untuk
makan siang dan makan malam. Jika kadar glukosa pre dan postprandial meningkat
diberikan 0,9-1,0 unit /kg sebanyak 4 injeksi per hari. Insulin yang diberikan bisa terdiri
dari 50% insulin neutral protamine Hagedron dan 50% sebagi tiga preprandial rapid
acting injection (Catherine, 2010).
Pemberian secara peroral lebih dianjurkan ketimbang pemberian subkutan.
Penggunaan sulfonylurea seperti glyburide maupun penggunaan insulin memberikan
hasil yang sama terhadap kontrol glikemik. Tidak ada perbedaan yang terlihat baik pada
bayi makrosomia dan neonates hipoglikemia (Catherine, 2010).
Monitoring fetus
Tes yang biasa digunakan adalah NST (nonstress test) sebanyak dua kali per
minggu yang terdiri dari pemeriksaan external denyut jantung janin dan evaluasi volume
cairan amnion. Jika hasil tes belum memuaskan maka bisa dilakukan pemeriksaan
lanjutan seperti profil biofisikal, contraction stress test, atau evaluasi arteri umbilical
Doppler untuk menentukan apakah ada hipoksia atau tidak (Catherine, 2010).
USG pada fetus secara umum diperlukan untuk mengamati pertumbuhan janin
dan untuk mendeteksi apakah ada anomaly pada janin. Pemeriksaan ini biasanya
digunakan ketika pertama kali didiagnosis diabetes gestasional. Untuk selanjutnya
biasanya USG bisa dilakukan sebanyak tiga kali per minggu. USG bisa menurunkan
angka kejadian diistosia bahu dengan menginduksi pertumbuhan janin pada persentil 90
di minggu ke 38 atau untuk memperkirakan estimasi berat bayi atau sekitar 4250 gram
(Catherine, 2010).
Manajemen Laboratorium
Wanita dengan diabetes gestasional dimonitoring secara ketat pada pertumbuhan
fetus yang berlebih. Dalam proses penginduksian kebutuhan insulin meningkat. Kadar
glukosa dimonitoring setiap 2 jam dan infuse insulin dimulai ketika wanita tersebut
mengalami hiperglikemia rendah atau sekitar 120 mg/dl. Injeksi insulin diperlukan jika
asupan oral tidak dapat diprediksikan. Infuse dextrose diberikan jika kadar gula turun
sampai 60 mg/dl (Catherine, 2010).
Manajemen Postpartum
Skrining postpartum untuk diabetes
Beberapa penelitian telah menyetujui penggunaan tes glukosa pada kunjungan
postpartum. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ada intoleransi glukosa atau
tidak. ADA telah menyetujui penggunaan HbA1C untuk skrining diabetes pada wanita
setelah melahirkan (Catherine, 2010).
HIPOTIROID PADA KEHAMILAN
Hipotiroid cukup umum terjadi pada kehamilan. Selama decade terakhir , sudah jelas
bahwa hipotiroid pada ibu dan hipotiroid subklinis pada kehamilan akan beresiko buruk
pada janin. Peristiwa termasuk abortus, anemia pada kehamilan, preeklampsia, kelahiran
premature, berat badan lahir rendah dan gangguan pernapasan akan meningkat pada pada
bayi yang lahir dari ibu dengan hipotiroid.
ketersediaan tiroksin ke neuron janin berkembang sangat penting untuk pematangan
mereka, entah karena kekurangan yodium atau tiroid autoimun penyakit kekurangan
tiroksin ibu telah terbukti menghasilkan IQ lebih rendah pada bayi dan anak-anak.
Hipotiroidisme pada kehamilan memeiliki tanda dan gejala yang tidak khas.
Awal Gejala termasuk kelelahan, sembelit, intoleransi dingin, dan otot kram. Ini dapat
berkembang menjadi insomnia, berat badan, carpal tunnel syndrome, rambut rontok,
perubahan suara, dan lambatnya intelektual. Wanita yang melaporkan bahwa gejala
tersebut telah memburuk selama tahun sebelumnya lebih cenderung untuk memiliki
penyakit tiroid.
Penyebab paling umum dari hipotiroidisme primer pada kehamilan adalah
tiroiditis autoimun kronis (Tiroiditis Hashimoto) Ini adalah reaksi inflamasi dengan
pembesaran progresif kelenjar tiroid ditandai dengan infiltrasi limfositik difus, fibrosis,
atrofi parenkim, dan eosinofilik berubah. Penting lainnya penyebab hipotiroidisme primer
termasuk kekurangan yodium endemik dan riwayat terapi radioiodine ablatif atau
tiroidektomi. Hipotiroidisme sekunder
yang berasa dari kelainan pada hipofisis,
misalnya, Sheehan sindrom ditandai dengan hipofisis iskemia dan nekrosis dengan diikuti
dengan menurunnya beberapa atau semua hormon hipofisis lain. Penyebab hipotiroidisme
sekunder meliputi limfositik hypophysitis dan riwayat hypophysectomy Hipotiroidisme
tersier atau hipotalamus sangat jarang terjadi.
Ada atau tidak adanya suatu patologis diperbesar kelenjar tiroid (yaitu, gondok)
tergantung pada penyebab hipotiroidisme. Perempuan di daerah yodium endemik
Kekurangan atau mereka dengan tiroiditis Hashimoto adalah jauh lebih mungkin untuk
memiliki gondok. Tanda lain dari hipotiroidisme termasuk edema periorbital, kulit
kering, dan fase relaksasi berkepanjangan refleks tendon. Diagnosis klinis hipotiroidisme
selama kehamilan sangat sulit karena banyak tanda-tanda atau gejala yang tercantum di
atas juga umum pada kehamilan. Pengujian tiroid harus dilakukan pada wanita gejala
hipotiroid atau mereka dengan personal riwayat penyakit tiroid.
Diagnosis Hipotiroid pada Kehamilan
Diagnosis penyakit tiroid adalah pengukuran TSH serum. Serum TSH adalah
lebih
sensitif
dibandingkan
T4
bebas
untuk
mendeteksi
hipotiroidisme
dan
hipertiroidisme. Jika TSH tidak normal, maka evaluasi T4 bebas dianjurkan. Kisaran
referensi untuk konsentrasi TSH serum pada individu hamil adalah 0,45-4,5 miliunit /L.
Namun, data terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 95% dari orang normal memiliki
tingkat TSH bawah 2,5 miliunit / L dan bahwa mereka dengan TSH yang antara 2,5 dan
4,5 miliunit / L telah mengalami kenaikan risiko pengembangan penyakit, menyebabkan
beberapa untuk merekomendasikan penurunan dalam batas atas kisaran TSH referensi
untuk 2,5 mili-internasional units/L19, sedangkan yang lain menunjukkan bahwa
perubahan
ini
hanya
akan
meningkatkan
diagnosis
hipotiroidisme
subklinis
tanpa bukti yang jelas tentang manfaat dari treatment.
Selama kehamilan awal ada penurunan dalam serum TSH dan peningkatan dalam tiroksin
bebas karena dari aktivitas thyroid-stimulating struktural terkait dari hCG. Batas kisaran
normal statistik didefinisikan untuk TSH (97.5th persentil) pada semester pertama
kehamilan adalah 3,0 milliunits/L.21 Apalagi, jika populationspecific median untuk TSH
ditentukan untuk masing-masing
trimester di laboratorium tertentu, data ini
menunjukkan batas atas TSH selama trimester pertama harus 4,0 kelipatan median dan
2,5 kelipatan dari median untuk trimester kedua dan ketiga pada kehamilan tunggal.
Batas atas untuk kehamilan kembar harus 3,5 kelipatan median dalam trimester pertama
dan 2,5 kelipatan median dalam trimester kedua dan ketiga.
Pentalaksanaan Hipotiroid pada Kehamilan
P ujuan pengobatan pada wanita hamil dengan hipotiroidisme adalah euthyroidism klinis
dan biokimia. Natrium levothyroxine adalah pengobatan pilihan untuk manajemen rutin
hipotiroidisme. Dosis awal biasanya berkisar dari 1,0 -2.0 g /kg /hari atau sekitar 100 g
/hari. Thyroid-stimulating hormon (TSH) kemudian diukur pada interval 6-8 minggu, dan
dosis levothyroxine disesuaikan dalam 25 - 50g bertahap. Target terapi adalah TSH
antara 0,5 dan 2,5 milliunits/L. Nilai serum TSH dapat menyesatkan selama terapi awal
untuk hipotiroidisme, ini karena dibutuhkan 6 minggu atau lebih untuk hipofisis
mensekresi TSH untuk reequilibrate ke hormon tiroid baru. Penilaian T4 bebas dapat
membantu ketika memantau respon terhadap pengobatan. Beberapa obat dapat
mengganggu penyerapan levothyroxine, misalnya: cholestyramine, sulfat besi, aluminium
hidroksida antasida, atau metabolisme misalnya: phenytoin, carbamazepine, dan
rifampisin
Wanita dengan riwayat hipotiroidisme sebelum konsepsi seharusnya serum TSH mereka
harus dievaluasi pada kunjungan pertama prenatal. Hampir setengah dari perempuan
akan memerlukan peningkatan pengganti tiroid selama kehamilan, karena terjadi
kemungkinan peningkatan biokimia hypothyroidism selama awal kehamilan. Pada wanita
dengan tiroid terkontrol baik, dianjurkan agar tes fungsi tiroid diulang selama trimester
masing-masing.
HIPERTIROID PADA KEHAMILAN
Diagnosis Hipertiroid
Manifestasi klinis hipertiroidisme tidak jelas, gejala takikardi, berkeringat, sesak
napas, gugup serta murmur mungkin juga terlihat pada kehamilan normal atau
hipertiroid. Diagnosis hipertiroid pada kehamilan ditegakan dengan mengkur hormone
tiroid dan TSH, yang sering diukur adalah T4 dan T3 bebas. TSH tidak cukup untuk
menilai status tiroid pada awal kehamilan
tapi memiliki spesifisitas tinggi pada
kehamilan lanjut. Diagnosis penyakit graves dibuat dengan mengetahui riwayat keluarga
yang positif atau memiliki penyakit autoimun tiroid dan/atau denagn ditemukannya difus
goiter (gondok).
Karena perubahan kekebalan tubuh titer antibody (TSHAb) menurun selama
kehamilan bersamaan dengan antibody anti-tiroid peroksidase (TPO Ab). Dengan
demikian pada minggu 36 kehamilan, TSHRAb mungkin negative, jika didapatkan masih
psitif, maka menjadi resiko hipertiroid neonatal. Pengukuran TSHAb sangat penting pada
wanita yang sebelumnya dirawat karena hipertiroid dengan terapi destruktif dan diketahui
eutiroid selama kehamilan, dalam kasus ini situasi rasa aman palsu dalam kaitannya
dengan pengembanagn hipertiroid neonatal dapat ditimbulkan jika TSHArb tidak diukur
pada kehamilan 36 minggu. (Lazarus,2005)
Penatalaksanaan Hipertiroid
Pada pasien hipertiroid yang berencana untuk hamil, pertama ibu perlu diedukasi
tentang dampak penyakit pada kesehatan ibu dan kesejahteraan janin. Pasien dengan
status tiroid harus sering diperiksa untuk meminimalisir resiko abortus. Jika pengobatatan
telah digunakan methimazole atau carbimazole
maka harus diganti dengan
propylthiurasil (PTU), obat ini dianjurkan untuk wanita yang berencana untuk hamil.
Pasien-pasien mungkin telah menerima obat-obatan anti-tiroid, pembedahan atau terapi
radioiodine dan menjadi eutiroid, penting di sini adalah bahwa janin dan neonatal
hipertiroidisme masih mungkin terjadi walaupun sebelumnya status ibu sudah eutiroid.
Pedoman terakhir menyatakan bahwa jika obat antithyoid sebelumnya telah
digunakan ada tidak perlu untuk mengukur TSHRAbs, karena risiko hipertiroidisme
neonatal sangat rendah. Pendapat lain mengatakan TSHRAbs harus diukur pada wanita
hamil eutiroid yang sebelumnya dirawat oleh salah satu modalitas lain di masa awal
kehamilan. Jika level tinggi maka janin harus dievaluasi dengan hati-hati selama
kehamilan dan antibody diukur kembali pada trimester terakhir. (lazarus,2005)
Tatalaksana
hipertiroid
kehamilan
pada
awal
dikontraindikasikan
mengguanakan
radioiodine
karena
janian bersifat radio-sensitif. Tindakan
bedah
juga
dipertimbangkan,
masih
hanyaa
perlu
dilakukan
apabila ada indikasi. Pasien cukup
dipertahankan
eutiroid
dengang
memberikan propylthiurasil (PTU)
PTU diberikan dalam dosis 100-150
mg tiga kali setiap hari sampai pasien
menjadi eutiroid, selanjutnya dosis
dikurangi dan diupayakan untuk dapat
mempertahankan keadaan eutiroid.
Tindakan
bedah
atau
tiroidektomi
subtotal diindikasikan jika control hipertiroidisme sangat buruk karena kepatuhan pasien
yang kurang atau ketidakmampuan untuk mengambil obat atau pasien dengan gondok
yang sangat besar juga mungkin memerlukan operasi karena gejala tekanan. Operasi
dilakukan pada trimester kedua karena pada awal kehamilan resiko abortus lebih tinggi.
Secara umum, operasi harus dihindari jika dianggap bahwa terapi medis memiliki
peluang yang cukup sukses. (lazarus,2005)
Kaaja risto, Tapani. 2008. Gestational Diabetes:Pathogenesis and Consequences to
Mother and Offspring. Vol. 5 . No. 4
Lazarus, jhon. 2005. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and
management. Vol. 97-104. Women's Health
National Instititu for Healt and Clinical Excellence. 2008. Diabetes in pregnancy.
Management of diabetes and its complications from pre-conception to the
postnatal period.
Download