Struktur Corporate Governance one-tier board system (Anglo

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Business Ethic
And Good
Governance
Directors : Monitoring
Fakultas
Program Studi
FEB
Magister
Manajemen
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
MK35040
Cecep Winata
Abstract
Kompetensi
Seorang director harus mampu
memonitor seluruh aktivitas
perusahaan
Mahasiswa diharapkan mampu
memahami peranan para direktur
di perusahaan
Pembahasan
Sejarah singkat Anglo American Boards
Sejarah mengenai directors : monitoring sudah ada sejak dulu. US boards melakukan
tradisi yang dimulai dengan bentuk paling awal dari organisasi perusahaan. Pada masa
British colonies , seperti
di Great Britain itu sendiri , ada kelompok orang yang
mengawasi perusahaan akan bertemu secara berkala . Pada masa itu ada kelompok yang
disebut dewan direksi dan chairman.
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada direktur Perseroan terbatas (PT). Di Indonesia Dewan
Komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari dewan komisaris
(Wikipedia)
Dewan komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam menyediakan laporan
keuangan perusahaan yang reliable. Keberadaan dewan komisaris mempunyai pengaruh
terhadap kualitas laporan keuangan dan dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang
dilakukan oleh manajer (Chtourou et al.,2001).
Menurut KNKG,2006 sesuai dengan tugasnya dewan komisaris harus
melakukan pengawasan, tetapi tidak boleh mengambil keputusan operasional.
Dalam hal ini dewan komisaris hanya mengambil keputusan dalam fungsinya
sebagai pengawas dan pemberi nasihat kepada direksi.
Keputusan kegiatan
operasional tetap menjadi tanggung jawab direksi. Dewan komisaris dapat
mengenakan sanksi kepada anggota direksi dalam bentuk pemberhentian
sementara,
dengan
ketentuan
harus
segera
ditindaklanjuti
dengan
penyelenggaraan RUPS. Jika terjadi kekosongan dalam direksi atau dalam
keadaaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar, untuk sementara dewan komisaris dapat melaksanakan
fungsi direksi. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota dewan komisaris
baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan
memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap .
Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dapat dirinci sebagai berikut:
•
Melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan Perseroan oleh Direksi
serta memberikan persetujuan dan pengesahan atas rencana kerja dan
anggaran tahunan Perseroan.
•
Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala untuk membahas
pengelolaan operasional Perseroan.
•
Mengawasi pengelolaan Perseroan atas kebijakan yang telah ditetapkan
oleh Direksi dan memberikan masukan jika diperlukan.
•
Menominasikan dan menunjuk calon anggota Dewan Komisaris dan
Direksi untuk diajukan dan disetujui dalam RUPS Tahunan
•
Menentukan jumlah remunerasi bagi anggota Dewan Komisaris dan
Direksi, berlandaskan pada wewenang yang diberikan dalam RUPS
Tahunan.
•
Menunjuk dan menetapkan anggota Komite Audit.
Dewan Komisaris juga terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Tndependen yaitu pihak yang tidak
mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham
pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006). Sedangkan menurut Peraturan BT No.
14 tahun 2006 menyatakan bahwa komisaris independen merupakan Pihak
diluar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan dewan Komisaris,
Direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan dengan Bank,
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Jadi
dapat disimpulkan bahwa komisaris independen ini memiliki peranan dalam
membatasi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan
manajemen dan
komisaris independen ini bertindak secara independen dan tidak melibatkan
pihak lain dalam penugasannya.
Komisaris independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik
terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan
dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer (Chtourou
et al.,2001) atau dengan kata lain, semakin kompeten komisaris independen
maka semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan
keuangan.
Jumlah komisaris independen ini harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar
belakang akuntansi atau keuangan. Anggota komisaris independen memiliki
proporsi 50% dari anggota dewan komisaris utama sesuai dengan PBI/14/2006
mengenai pelaksanaan corporate governance pada bank umum. Selain itu
pemilihan komisaris independen ini juga harus memperhatikan pendapat
pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui komite nominasi
dan remunerasi (PBI/8/14/2006 Pasal 6).
Ukuran Dewan Komisaris
Karakteristik pertama dari dewan komisaris adalah ukuran dewan
komisaris (board size). Penelitian ukuran dewan komisaris dan kinerja perusahaan
memiliki hasil yang beragam.
Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang
dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar
untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Beasly (2000). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Salah satu argumen menyatakan bahwa makin banyaknya personel yang
menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang
dimiliki perusahaan (Yermack 1996, Eisenberg, Sundgren, dan Wells 1998, dan
Jensen 1993). Hal tersebutdapat dijelaskan dengan adanya agency problems
(masalah keagenan), yaitu semakin banyak anggota dewan komisaris maka badan
ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan
dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan
itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan dari
manajemen, serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi
perusahaan (Yermack 1996, Jensen 1993)
Menurut
peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
8/4/PBI/2006
tentang
Pelaksanaan Corporate Governance bagi Bank Umum serta Surat Edaran Nomor
9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan Corporate Governance bagi
Bank Umum menjelaskan mengenai keanggotaan dewan komisaris itu adalah
sebagai berikut :
Komposisi Dewan Komisaris :
a) Dewan Komisaris terdiri dari Komisaris dan Komisaris Independen.
b) Paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah
anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen.
Kriteria Dewan Komisaris :
1. Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota dewan
Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham harus memperhatikan
rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
2. Anggota dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan telah lulus
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test).
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) juga menjelaskan
tentang Jumlah anggota Dewan Komisaris yang harus disesuaikan dengan
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam
pengambilan keputusan. Mengenai pemberhentian dewan komisaris juga
dijelaskan yaitu pemberhentian dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang
wajar dan setelah kepada anggota dewan komisaris tersebut diberi kesempatan
untuk membela diri.
Diversity
Branco dan Rodrigues (2008) menyatakan bahwa tema keragaman dewan komisaris
sesuai dengan struktur teori stakeholder. Carter, et al. (2003) mendukung adanya
keragaman dewan komisaris yaitu keragaman dewan komisaris dapat meningkatkan
independensi dewan komisaris dengan alasan bahwa adanya perbedaan gender, etnis, atau
latar belakang budaya dapat mengajukan pertanyaan yang tidak akan muncul dari dewan
komisaris dengan latar belakang yang lebih tradisional. Keberagaman dalam struktur
dewan dipercaya mampu meningkatkan competitive advantage dari sebuah perusahaan
jika dibandingkan dengan perusahaan dengan board governance yang cenderung
homogen (Fondas dan Sassalos, 2002).
Female Representation (Tingkat keterwakilan perempuan) dalam dewan perusahaan
dapat memberikan perspektif, pengalaman dan opini yang berbeda dalam praktik board
governance dewan perusahaan (Lukviarman, 2004). Serta Adams dan Ferreira (2004) juga
menyatakan bahwa kehadiran wanita sebagai dewan komisaris dapat memberikan pola
tersendiri pada komposisi board governance dan memiliki kecenderungan memberikan
hasil yang lebih sukses dibandingkan dengan komposisi dewan komisaris yang homogen,
selain itu wanita secara inheren dinilai lebih stabil dibandingkan pria.
Wanita memiliki sikap kehati-hatian yang tinggi, cenderung menghindari risiko,
dan lebih teliti dibandingkan pria. Sisi inilah yang membuat wanita tidak terburu-buru
dalam mengambil keputusan. Untuk itu dengan adanya wanita di dalam jajaran dewan
komisaris, dapat membantu mengambil keputusan yang lebih tepat dan berisiko lebih
rendah. Disamping itu Wanita memakai gaya kepemimpinan kolaboratif, yang
dapat memberikan keuntungan dinamis pada board governance dengan
peningkatan dalam intensitas mendengarkan inovasi dan keluhan karyawan,
dukungan sosial, dan penggunaan strategi win-win solution.
Frekuensi
Pertemuan
Dewan
Komisaris
(Board
Meeting
meeting
frequency)
Frequency)
Frekuensi
rapat
dewan
komisaris
(Board
digunakansebagai ukuran intensitas aktivitas dewan dan suatu atribut value
relevant dewan (Vafeas, 1999). Board meeting frequency membawa manfaat
seperti lebih banyak waktu direksi untuk membahas, mengatur strategi, dan
monitor manajemen, ada juga biaya yang berkaitan dengan rapat dewan yaitu
manajerial waktu, biaya perjalanan dan biaya direksi (Vafeas, 1999). Dengan
demikian,akan ada jumlah optimal untuk rapat dewan lebih besar daripada yang
terkait.
Frekuensi Pertemuan (Rapat) dewan komisaris berfungsi sebagai media
komunikasi formal anggota dewan komisaris dalam mengawasi proses corporate
governance,
memastikan
bahwa
manajemen
senior
membudayakan
corporate
governance, memonitor bahwa perusahaan patuh pada code of conduct, mengerti semua
pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau nonkeuangan perusahaan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-undang dan
peraturan yang berlaku, dan mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis
hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya (Vota, 2010).
Full board meeting sejak tahun 2000 meningkat dari 7 kali menjadi 9 kali, karena
meningkatnya juga jumlah komite yang kadang-kadang
meeting secara terpisah.
Kebanyakan perusahaan memiliki 4 atau 5 komite. Tiga diantaranya komite audit,
compensation,
dan
nominating.
Komite yang lain seperti finance dan executive
(Monks, 2011).
Di Indonesia sesuai dengan UU, rapat dewan Komisaris wajib diselenggarakan
secara berkala paling kurang 4 (empat) kali dalam setahun. Rapat dewan Komisaris
wajib dihadiri oleh seluruh anggota dewan Komisaris secara fisik paling kurang 2 (dua)
kali dalam setahun.
Communicating with shareholders
Hubungan dengan para pemegang saham sangat penting sebab besar kecilnya
modal menentukkan besar kecilnya perusahaan, sehingga hubungan dengan
stockholder ini tidak boleh dikesampingkan oleh pihak perusahaan. Usaha membina hubungan
dengan stockholder tidak lain adalah untuk tujuan memajukan perusahaan.
Tujuan hubungan pemegang saham adalah untuk membangkitkan perhatian pemilik
saham pada perusahaan; menciptakan suatu pengertian yang lebih baik antara
perusahaan dan para pemilik saham dengan komunitas finansial; membujuk para
pemegang saham untuk memakai dan menganjurkan pembelian produk perusahaan;
mengurangi pergantian para pemegang saham dan mempromosikan pemilikan
saham sebagai suatu investasi jangka panjang; mengurangi kritik pemegang saham
dan oposisi terhadap manajemen; memantapkan pasaran untuk jaminan perusahaan;
meningkatkan prestise atau gengsi sebuah perusahaan di antara para pemilik; mendapatkan
kesetiaan para pemegang saham untuk menjamin pengendalian operasi oleh manajemen;
memperoleh dukungan para pemegang saham sebagai suatu sumber modal baru; menciptakan
minat para investor baru dan meningkatkan modal tambahan; mendapat rekomendasi yang baik
dengan jaminan perusahaan dari para penasihat investasi dan analis jaminan; dan mendapat
dukungan pemegang saham untuk proyek-proyek PR (Moore, 2004 : 365).
Peranan Direktur Dalam Hubungan Pemegang Saham , para direktur yang dipilih untuk
menyampaikan kepentingan para pemegang saham merupakan faktor penting dalam hubungan
pemegang saham. Para direktur, yang biasanya adalah para pimpinan bisnis penting dalam
suatu kedudukan untuk mempengaruhi opini umum yang baik, diharuskan
mengahdiri rapat-rapat tahunan dan regional para pemegang saham dan tetap memberikan
laporan mengenai kemajauan perusahaan melalui laporan tahunan, laporan sementara, dan
majalah pemegang saham (Rofikoh,2010)
Special Obligation of Audit
Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan
publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk
oleh dewan komisaris. Oleh karena itu, semua perusahaan manufaktur publik
merupakan perusahaan milik masyarakat luas. Bahkan, perusahaan-perusahaan
yang terlibat dalam aktivitas sehari-hari di luar bursa efek juga terkena kewajiban
untuk membentuk komite audit yang salah satu tugasnya berkaitan dengan audit
eksternal berhubungan dengan audit internal dan pengendalian internal.
Peraturan No.IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004. Menurut
Hiro Tugiman (1995), pengertian komite audit adalah: “Komite audit adalah
sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau
sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab
untuk
membantu
auditor
dalam
mempertahankan
independensinya
dari
manajemen.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa komite audit dibentuk oleh
dewan komisaris dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris. Selain
itu, fungsi komite audit sendiri yaitu mambantu dewan komisaris dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut Arens at al (2010), menjelaskan pengertian komite audit adalah:
“Audit committees is a selected number of members of a company's board of
directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of
management. most audit committees are made up of three to five or sometimes as
many as seven directors who are not a part of company management.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umumnya komite audit itu terdiri dari tiga
atau lima kadang tujuh orang yang bukan bagian dari manajemen perusahaan.
Tujuan dibentuknya komite audit yaitu untuk menjadi penengah antara auditor dan
manajemen perusahaan apabila terjadi perselisihan.
Ownership compensation
Sesuai dengan ketentuan dalam perundangan yang berlaku (UndangUndang Perseroan Terbatas), penentuan besaran kompensasi Komisaris maupun
Direksi dilakukan oleh pemegang saham dalam RUPS. Jika sebagian besar
anggota Direksi & Komisaris adalah pihak yang tidak terkait dengan keluarga
sebagai pemilik, maka keluarga akan sangat berkepentingan untuk memastikan
bahwa pembayaran kompensasi terhadap mereka tidaklah berlebihan. Kontrol
pemilik terhadap penentuan besaran kompensasi akan semakin kuat dengan
meningkatnya proporsi kepemilikan mereka. Dengan demikian hubungan negatif
antara proporsi kepemilikan keluarga dan besaran kompensasi Direksi &
Komisaris akan sangat kuat jika sebagian besar anggota Direksi & Komisaris
adalah pihak yang tidak terkait dengan keluarga sebagai pemilik.
Board Structure
Struktur didefinisikan sebagai salah satu cara bagaimana aktivitas dalam organisasi
dibagi, diorganisir, dan dikoordinasikan (Stoner, Freeman, danGilbert, 1995).
Governance Structure atau biasa disebut sebagai Board structure merupakan suatu
kerangka yang harus ada dalam organisasi yang digunakanuntuk nenerapkan
berbagai prinsip governance sehingga prinsip tersebut dapat dibagi, dijalankan
serta dikendalikan (Arifin, 2005).
Board
Structure
atau
Governance
Structure
adalah
struktur
hubungan
pertanggungjawaban dan pembagian peran diantara berbagai organ utama
perusahaan yakni Pemilik / Pemegang Saham, Pengawas / Komisaris, dan
Pengelola / Direksi / Manajemen.Secara spesifik, board structure harus didesain
untuk mendukung jalannya aktivitas organisasi secara bertanggungjawab dan
terkendali (Kemalasari, 2009)
Pembahasan mengenai board structures ini penting karena board structures
memperlihatkan bagaimana peran dan fungsi didalam organisasi itusaling
berhubungan dan bekerja serta bagaimana berbagai kepentingan dari para
stakeholders itu bisa terlindungi. Lebih lanjut Tjager, dkk (2003) menjelaskan
secara umum board structures ini memiliki dua model atau sistem yang
berbedayaitu One-tier board system (unitary board) atau Two-board system (twotier board)
a. One-tier Board System (Unitary board)
Tjager, dkk (2003) menjelaskan bahwa One-tier board system merupakan model
Anglo-Saxon yang mengungkapkan bahwa board structure itu terdiri dari General Meeting
of Shareholders (RUPS), Board of Directors (representasi dari
para pemegang saham/pemilik), serta Executive managers (manajemen yang akan
menjalankan aktivitas). Anglo-Saxon one-tier board system merupakan struktur corporate
governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi.
Dalam sistem ini anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi dan
kedua dewan ini disebut sebagai board of directors. Perusahaan-perusahaan di Inggris dan
Amerika serta negara-negara lain umumnya berbasis one-tier board system yang
dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.
OECD (2008 :16) juga mengemukakan bahwa :
“Other
countries have a unitary boards, which bring together executive and non-executive
board member”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Anglo Saxon Model hanya memiliki satu dewan,
yaitu direksi (board of director) yang bertugas mengawasi jalanya pengelolaan
perusahaan oleh manajemen perusahaan dan dewan ini dipilih dan bertanggungjawab
kepada The Annual General Meeting (AGM) (Lukviarman, 2004).
Di bawah ini adalah skema yang menunjukkan struktur one-tier board system.
General Meetings of
Shareholders (RUPS)
Board of Directors
(Direksi)
Executive Managers
(Manajer Eksekutif)
Gambar 1.
Struktur Corporate Governance one-tier board system (Anglo-Saxon Model)
Sumber : Tjager, dkk (2003)
b. Two-tier Board System
Tjager, dkk (2003) menjelaskan bahwa Two-tier board system merupakan
Continental Europe model system yang menyebutkan bahwa board structure itu terdiri dari
RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, dan Manajer Eksekutif (manajemen). Struktur
semacam ini disebut two-tier board system, yaitu struktur corporate governance yang
dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yakni antara keanggotaan dewan
komisaris sebagai pengawas dan direksi sebagai eksekutif perusahaan.
OECD (2008:16) juga mengemukakan bahwa :
“Some countries have two-tier board that separate the supervisory function and the
management function into different bodies. Such systems typically have a “supervisory
board” composed of non-executif board members and a “management board” composed
entirely of executive”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa two-tier board system ini memiliki dua dewan, yaitu
direksi (management board) yang bertugas mengelola perusahaan, dan dewan komisaris
(supervisory board) yang menjalankan tugas pengawasan dan supervising terhadap
tindakan-tindakan dewan direksi (Lukviarman, 2004).
Bagan dibawah ini adalah skema yang menunjukkan struktur Corporate Governance
Continental Europe model (Two-tier Board System).
General Meetings of
Shareholders (RUPS)
Board of Comissioners
Dewan Komisaris
Board of Directors
(Direksi)
Management
Gambar 2.
Struktur Corporate Governance Model Two-Board System (Continental Europe Model)
Sumber : Tjager dkk (2003)
Dalam model two-tier board system, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris
yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen.
Dewan komisaris membawahi langsung direksi yang memiliki wewenang untuk
mengangkat dan memberhentikan direksi serta melakukan tugas pengawasan terhadap
kegiatan direksi dalam menjalankan perusahaan. Posisi dewan komisaris dalam model ini
relatif kuat terhadap direksi sehingga fungsi pengendalian/kontrol terhadap kegiatan
manajemen dapat berjalan dengan efektif.
Jika dilihat dari kedua sistem yang ada, Indonesia menganut sistem yang kedua yaitu twotier board system karena Indonesia merupakan salah satu negara bekas jajahan Eropa
yaitu Belanda, dimana setiap perusahaan memiliki dua orang dewan didalam struktur
organisasinya. Namun didalam pelaksanaannya, penerapan two tier board system di
Indonesia berbeda atau memiliki keunikan tersendiri dengan negara-negara lain
khususnya Eropa (Lukviarman, 2004). Jika di negara lain yang menganut two tier board
system ini dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan selanjutnya, dewan komisarislah yang memilih direksi
(management board). Sedangkan di Indonesia menurut UU PT Tahun 2007, direksi
(management board) dan dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab kepada Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Selanjutnya, dewan komisaris ini yang mengawasi
direksi (Rose dalam Huang, 2010).
Berikut adalah skema struktur organ perusahaan di Indonesia:
General Meetings of Shareholders (RUPS)
Board of Comissioners
Dewan Komisaris
Board of Directors
Direksi
Gambar 3.
Struktur Corporate Governance Model Two-Board System di Indonesia
(Continental European Model)
Sumber : Lukviarman dan Novia (2006)
Contoh struktur organisasi di PT. Kalbe Farma
Gambar 4 (Kalbe, 2014 )
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Dewan komisaris sesuai dengan tugasnya yaitu
melakukan fungsi pengawasan tidak boleh ikut serta dalam mengambil keputusan operasional. Dewan
komisaris dalam hal ini hanya mengambil keputusan dalam fungsinya sebagai pengawas dan pemberi
nasihat kepada direksi (KNKG, 2006). Sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi
tanggung jawab direksi.
Daftar Pustaka
Arifin. 2005. Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance
(Tinjauan
Perspektif Agency Theory).
Bank Indonesia. 2006. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Beasley, Mark S.2001.“Relationships Between Board Characteristics and Voluntary
Improvement in Audit Committee Composition and Experience”,Contemporary
Accounting Research, Winter, Vol. 18 No. 4 : 545-570.
Chtourou, S. M., Bëdard, J., and Courteau, L. (2001). Corporate Governance and Earnings
Management. http://SSRN.com/abstract=275053, 5 January 2003
Herawati, Vinola. 2008. Peran Praktek Corporate GovernanceSebagai Moderating
Variabel Dari Pengukuran Earnings Management Terhadap Nilai
Perusahaan.SNA XI Pontianak.
Kemalasari, Endang. 2009. Tesis. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance
Terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan Yang Tedaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Univ. Sumatera Utara.
Komite Nasional Kebijakan Governance.2006. Pedoman Umum Corporate Governance
Indonesia. Jakarta : KNKG.
Lukviarman, Niki. 2004 .“Ownership Structure and Firm Performance: the Case of
Indonesia,” DBA Thesis, Curtin University of Technology.
Monks, A.G., Robert, Minow, Nell, 2011. Corporate Governance, John Willey &Sons,
Ltd. Fifth edition.
Novia, Inran dan Lukviarman, Niki. 2006.”Board Structure and firm Performance: The
Case of
Publicly-Listed Companies in Indonesia,” Simposium Nasional
Akuntansi ke-9, Universitas Padang, 23-26 Agustus.2006.
Stoner,JAF, R. Edward Freeman R.E,. Gilbert,DR. 1995 .Business & Economics. Prentice Hall.
Tjager, I Nyoman, F. Antonius Alijoyo, Humphery R., Djemat, dan Bambang Sembodo,
Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas
BisnisIndonesia, PT.Prenhalindo, Jakarta. 2003.
2012
15
Business Ethic and Good Governance
Cecep Winata
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download