PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA Abstract The objectives of the research are to find out empirical evidence of the effect of ownership concentration, firms size, and corporate governance mechanisms on earnings management. The corporate governance mechanisms of this research are composition of board of commissioner and audit quality. Audit quality were measure by industry specialize audit firm. The target population was listed companies in the manufacturing sector at the Indonesia Stock Exchange. The sample determined based on purposive samping methode. There were 101 companies meeting the criteria. Data analysis was carried out in term cross section covering financial report during 2005. The research hyphotesis were tested using multiple regression analysis. The result of this research show that: (1) ownership concentration had significantly negative influence on earnings management (2) firms size had significantly negative influence on earnings management (3) composition of board of commissioner had no influence on earnings management. The additional result that earnings management of the firms which have competency independent commissioner are lower than earnings management of the firms which have uncompetency independent commissioner; (4) industry specialize audit firm had no influence on earnings management. Keywords : ownerships concentration, firms size, corporate governance mechanisms, earnings management 1. Pendahuluan Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya, tetapi dapat merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba perusahaan dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keinginannya. Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya tersebut dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management ). 1 U-Thai (2005) melakukan studi komparatif internasional tentang manajemen laba dan proteksi investor dengan sampel 33 negara, Indonesia termasuk sebagai sampel, periode pengamatan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003. Tujuan penelitiannya untuk memberikan bukti empirik adanya perbedaan kualitas laba di berbagai negara, perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan proteksi terhadap investor. U-Thai menggunakan manajemen laba sebagai salah satu proksi kualitas laba. Proteksi investor menggunakan tiga skor indikator yaitu: perlindungan terhadap pemegang saham minoritas; law enforcement; dan seberapa penting pasar modal. Berdasarkan hasil penelitian ini, Indonesia berada pada kelompok negara dengan rata-rata manajemen laba tinggi, dan tingkat proteksi investor di Indonesia dinilai relatif rendah. Manajemen laba timbul sebagai dampak persoalan keagenan yaitu adanya ketidak selarasan kepentingan antar pemilik dan manajemen (Beneish, 2001). Menurut teori keagenan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance=GCG). Corporate Governance (CG) merupakan suatu mekanisme yang digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004). Mekanisme tersebut dapat berupa mekanisme internal yaitu; struktur kepemilikan, struktur dewan komisaris, konpensasi eksekutif, struktur bisnis multidivisi, dan mekanisme eksternal yaitu; pengendalian oleh pasar, kepemilikan institusional, dan pelaksanaan audit oleh auditor eksternal (Babic 2001). Tindakan oportunis manajemen laba dapat merugikan pemegang saham, dan informasi laba yang disajikan dapat menyebabkan keputusan investasi yang salah. Karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Tujuan penelitian 2 ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Mekanisme corporate governance dalam hal ini adalah komposisi dewan komisaris dan kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri Kantor Akuntan Publik (KAP). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa hal : (1) penelitian ini menekankan pada konsentrasi kepemilikan oleh individu sebagai mekanisme corporate governance, untuk mengendalian manajemen laba perusahaan. Beberapa penelitian terdahulu di Indonesia lebih menekankan pengujian pada kepemilikan saham oleh kelompok tertentu sebagai suatu mekanisme corporate governance; dan (2) penelitian ini menggunakan spesialisasi industri KAP sebagai proksi kualitas audit. Penggunaan ukuran KAP sebagai proksi kualitas audit pada penelitian terdahulu, mendapat kritikan setelah merebaknya kasus Enron yang melibatkan KAP besar. Secara spesifik rumusan masalah penelitian ini yaitu: (1) apakah konsentrasi kepemilikan berpengaruh terhadap manajemen laba; (2) apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba; (3) apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba; dan (4) apakah spesialisasi industri KAP berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan model corporate governance , dan literatur manajemen laba. 3 2. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan: kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan fenomena yang lazim ditemukan di negara dengan ekonomi sedang bertumbuh seperti Indonesia dan di negara-negara continenal Europe. Sebaliknya, di negara-negara Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat, struktur kepemilikan relatif sangat menyebar (La Porta dan Silanez, 1999). Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan lainnya (Dallas, 2004). Perbedaan pola kepemilikan ini memberi implikasi yang berbeda dalam penelitian. Demsetz dan Villalonga (2001) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan di Amerika Serikat dan Inggris tidak menemukan hubungan yang signifikan antar struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Chen (2001) dengan mengambil sampel perusahaan di negara berkembang menemukan hubungan positif antar struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Sedangkan Morck dan Shivdasani (1988) menghasilkan kesimpulan bahwa hubungan konsentrasi kepemilikan dengan kinerja bersifat nonmonotonic. 4 Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka tindakan moral hazard manajemen berupa manajemen laba dapat dikurangi (Hubert dan Langhe, 2002). Di negara-negara dengan derajat perlindungan terhadap investor rendah (seperti halnya Indonesia), pemegang saham merasa khawatir akan kemungkinan berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang diekspektasikan. Akibatnya, mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Mereka dapat mengendalikan perusahaan melalui voting power, atau representasi mereka di manajemen sehingga hak-hak mereka terlindungi (La Porta dan Silanez 1999). Musnadi (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan sebagai mekanisme corporate govenrnance, serta dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan, dengan menggunakan emiten non financial yang berkapitalisasi menengah besar yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang BEI). Hasilnya menunjukan bahwa kepemilikan terkonsentrasi terbesar memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini bermakna bahwa kepemilikan saham terkonsentrasi dapat berperan sebagai mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan, sebab konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi yang kuat untuk dapat mengendalikan manajemen secara efektip, sehingga mendorong manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. 5 Hipotesis penelitian kesatu : Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Moses (1997) mengemukakan bahwa perusahaan - perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar. Biaya politik muncul dikarenkan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Penelitian Marachi (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang 6 memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaanperusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredible. Veronica dan Siddharta (2005) meneliti di BEJ (BEI) pada periode pengamatan 1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif signifikan dengan manajemen laba. Namun, penelitian Halim dkk (2005) dengan data LQ 45 di BEJ (BEI) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Halim memiliki kelemahan pada jumlah sampel, yang hanya menggunakan 27 emiten sektor manufaktur. Hipotesis penelitian kedua: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Corporate governance merupakan mekanisme pengendalian untuk mengatur dan mengelola perusahaan dengan maksud untuk meningkatkan kemakmuran dan akuntabilitas perusahaan, yang tujuan akhirnya untuk mewujudkan shareholders value (Monk dan Minow, 2001). Pengendalian diarahkan pada pengawasan perilaku manajer, sehingga tindakan yang dilakukan manajer dapat bermanfaat bagi perusahaan dan pemilik. Fan dan Claessens (2002) mengemukakan terdapat beberapa mekanisme corporate governance untuk perusahaan dengan kepemilikan saham terkonsentrasi: (1) Menghadirkan outside directors dalam komposisi board of directors; dan (2) Audit oleh Auditor eksternal. Kao dan Chen (2004) melakukan penelitian di Taiwan. Mereka mengemukakan bahwa outside directors lebih independen terhadap manajemen dibandingkan dengan 7 inside directors, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap manajemen. Hasil penelitinnya menunjukan semakin besar proporsi outside directors semakin berkurang earnings management. Hasil penelitian Chen dkk (2005a) di China, menunjukkan bahwa proporsi outside directors, prekuensi pertemuan anggota dewan dalam setahun, lamanya top of director menduduki posisi tersebut, berpengaruh terhadap kecurangan dalam laporan keuangan. Sarkar dkk (2006) melakukan penelitian di India, hasil temuannya menunjukkan bahwa keberadaan board of director independence dapat membatasi earnings management, jika Board of director tersebut memiliki kompetensi dan tidak sibuk. Penelitian di BEJ (BEI) oleh Budiwitjaksono (2005) dengan data periode pengamatan Tahun 2003, menyimpulkan komposisi Dewan Komisaris berpengaruh yang sangat lemah terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica dan Siddharta (2005) di BEI dengan data periode pengamatan 1995-1996, 1999-2002, menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris tidak terbukti memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap manajemen laba. Kedua penelitian tersebut dilakukan saat aturan dari BEI tentang keharusan memiliki komisaris independen masih relatif baru, sehingga diduga emiten belum melaksanakannya secara optimal. Salah satu butir Keputusan Direksi PT.Bursa Efek Jakarta No.Kep-315/BEJ/06-2000, bahwa emiten sekurang-kurangnya harus memiliki 30% Komisaris independen dari seluruh jumlah anggota Komisaris (www.Bapepam.com, 2005). Hipotesis penelitian ketiga: Komposisi anggota Dewan Komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. 8 Peran eksternal auditor yaitu memberikan penilaian secara independen dan profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan. Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar manajemen menyajikan informasi keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik kecurangan akuntansi. Peran ini dapat dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa audit yang berkualitas. Terdapat dua proksi diantaranya yang dapat digunakan untuk menggambarkan variable kualitas audit yaitu: ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), dan spesialisasi industri KAP. Zou dan Elder (2001) menyatakan bahwa spesialisasi industri KAP merupakan dimensi dari kualitas audit, sebab pengetahuan dan pengalaman auditor tentang industri merupakan salah satu elemen dari keahklian auditor. Penelitian mereka menggunakan data perusahaan antara Tahun 1996 sampai dengan 1998 di Amerika Serikat, menyimpulkan: (1) besaran manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh Big six audit firms lebih rendah dibandingkan dengan perusahaaan yang diaudit oleh non-Big six audit firm; (2) besaran manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh spesialis industri KAP lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh non-spesialis industri KAP. Penelitian Carcello dkk (2004) pada periode 1990 sampai dengan 2001 di Amerika Serikat, hasilnya menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antar spesialisasi industri KAP dengan kecurangan pada pelaporan keuangan, dan hubungan negatif tersebut lebih lemah untuk ukuran perusahaan yang semakin besar. Penelitian terdahulu di Indonesia tentang kualitas audit sebagai mekanisme corporate governance, memberikan hasil yang belum konsisten. Ardiati (2003) menyimpulkan ukuran KAP sebagai proksi kualitas audit dapat memoderasi hubungan 9 manajemen laba dengan return saham. Mayangsari (2003) meneliti pengaruh spesialisasi industri KAP terhadap integritas laporan keuangan. Integritas laporan keungan diukur dengan menggunakan indeks konservatisme, hasilnya menunjukkan spesialisasi industri KAP berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan. Sedangkan penelitian Veronica dan Siddharta (2005) pada periode pengamatan 1995-1996, dan 1999-2002, menyimpulkan bahwa ukuran KAP memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hipotesis penelitian keempat : Spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba 3. Metodologi Penelitian 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi sasaran penelitian ini adalah perusahaan publik sektor manufaktur yang aktif selama Tahun 2005, yaitu sebanyak 137 perusahaan (www.Bapepam.com). Dari Populasi tersebut sampel ditentukan yang memenuhi empat kriteria sebagai berikut: (1) Emiten mempunyai tahun buku yang berakhir 31 Desember 2005; (2) Emiten mempunyai nilai ekuitas positif untuk 2005; (3) Tersedia Laporan keuangan tahunan emiten 2005 di BEJ; dan (4) Terdapat minimal 30 perusahaan dalam setiap kelompok industri manufaktur. 10 3.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian 1) Konsentrasi Kepemilikan Saham Kepemilikan saham terkonsentasi (KS) adalah suatu kondisi di mana sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu/kelompok, sehingga individu atau kelompok tersebut memiliki jumlah saham relatif dominan dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Konsentrasi kepemilikan saham pada penelitian ini diproksi dengan jumlah kepemilikan terbesar oleh individu. 2) Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan (LOG PNJ) adalah besar kecilnya perusahaan. Pada penelitian ini ukuran perusahaan menggunakan nilai log total penjualan perusahaan pada akhir tahun. Penggunaan nilai log penjualan dimaksudkan untuk menghindari problem data natural yang tidak berdistribusi normal (Chen, 2005) 3)Komposisi Dewan Komisaris Komposisi Dewan Komisaris (BOD) adalah susunan keanggotaan yang terdiri dari komisaris dari luar perusahaan (komisaris independen) dan komisaris dari dalam perusahaan. Variabel ini dihitung dengan membagi jumlah komisaris independen terhadap jumlah total anggota komisaris. 4) Spesialisasi Industri KAP Spesialisasi industri KAP (AUDIT) menggambarkan keahlian dan pengalaman audit KAP pada bidang industri tertentu, yang diproksi dengan konsentrasi jasa audit KAP pada bidang industri tertentu. Spesialisasi industri KAP pada penelitian ini adalah KAPi yang memiliki volume klien minimal 15 % dari jumlah klien pada kelompok industri tertentu (Craswell, 1995; Mayangsari, 2003; dan Chen, 2005b). Pengukuran variabel ini 11 yaitu beri nilai 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP spesialis, dan 0 jika lainnya (variabel dummy). Berdasarkan definisi Craswell (1995) industri manufaktur di BEJ (BEI) terklasifikasi dalam tiga kelompok yaitu industri: (1) dasar dan kimia; (2) aneka industri; dan (3) barang konsumai. Kemudian pada masing-masing kelompok tersebut, suatu KAP akan ditetapkan sebagai KAP spesialis jika KAP tersebut memiliki klien minimal 15% dari jumlah klien perusahaan pada masing-masing kelompok industri manufaktur. 5) Manajemen Laba Manajemen laba (ML) adalah suatu kondisi di mana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi fihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan, dan menurunkan pelaporan laba. Manajemen dapat menggunakan kelonggaran penggunaan metoda akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan (discreationary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan, agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan. Dechow dkk (1995) menyatakan bahwa model modified Jones memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mendeteksi manajemen laba dibandingkan model Healy, De Angelo, Jones, dan model Dechow and Sloan. Penelitian ini menggunakan model modified Jones untuk menentukan earnings management, dengan menggunakan pendekatan cross section yang dikembangkan oleh Peasnell dkk (2000). Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai abnormal accruals, dengan memfokuskan pada komponen working capital accruals . Abnormal akrual dihitung sebagai berikut : AA i = WC i – [ ŵ0 + ŵ1( Δ REV i - Δ REC i )] keterangan : AA ŵ0 , ŵ1 Δ REC i = akrual abnormal atau Akrual diskresi = estimasi regresi dari ŵ0, ŵ1 pada persamaan estimasi akrual modal kerja = Perubahan piutang dalam satu tahun 12 Δ REV i = Perubahan penjualan dalam satu tahun Estmasi parameter wo dan w1 diperoleh dari persamaan sebagai berikut : WC i = ŵ0 + ŵ1 Δ REV i + vi keterangan : WC i Δ REV i ŵ0 + ŵ1 vi = akrual modal kerja perusahaan , sebagai proksi dari total akrual = Perubahan penjualan = Koefisien regresi = Error (residual regression). Akrual modal kerja (WCi) didefinisikan sebagai perubahan non-cash current asset dikurangi perubahan current liabilities. Dengan demikian : WCi = (∆ AL - ∆ Kas) - ∆ HL keterangan : WCi = Modal kerja perusahaan , sebagai proksi total akrual pada periode t ∆ AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t ∆ HL = Perubahan hutang lancar pada periode t ∆ Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t Dikarena ukuran perusahaan di BEI bervariatif, maka nilai akrual diskresi (AA) dirasiokan terhadap nilai penjualan, model modifikasi Friedlan. Utami (2005) berdasarkan hasil penelitiannya, pengukuran manajemen laba di BEI disarankan menggunakan model modifikasi Friedlan, karena model ini memberikan explanatory power terbaik. Pengukuran variabel manajemen laba pada penelitian ini adalah : Manajemen laba = Rasio abnormal karual (AAi) dengan penjualan Mengingat penelitian ini tidak meneliti tipe manajemen laba (positif atau negatif) , maka nilai abnormal akrual yang digunakan adalah nilai absolute akrual diskresioner. 13 3.3. Metode Pengumpulan Data Data-data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal di BEI, berupa laporan keuangan dan laporan tahunan 2005 perusahaan industri sektor manufaktur yang tersedia. 3.4. Rancangan Model Analisis. MLi = a1 + b1 KSi + b2 LOG PNJ i + b3 BOD i + b4 AUDIT i + ε1.i keterangan : ML =Rasio nilai absolut residual error dengan penjualan. Digunakan nilai absolut karena yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah besaran dari manajemen laba , bukan arahnya (positif atau negatif) a1 = Konstanta b1,2,3,4 = Koefisien variabel KS = Persentase kepemilikan saham terbesar dari total saham beredar LOG PNJ = Log dari nilai total penjualan, yaitu proksi dari ukuran perusahaan BOD = Proporsi komisaris independen dari total anggota Dewan Komisaris AUDIT =1 jika perusahaan diaudit oleh KAP spesialis, yaitu KAPi yang memiliki minimal 15% dari total klien pada kelompok industri ke i, dan 0 jika lainnya. ε1 = residual of error i = perusahaan ke i 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Statistik Deskriptif Seperti disajikan pada Tabel 1, sampel penelitian ini berjumlah 101 perusahaan atau 73,7 % dari 137 emiten manufaktur populasi target penelitin ini. Jumlah ini ditentukan sesuai dengan laporan tahunan yang berhasil diperoleh penulis, serta memenuhi kriteria sampel seperti yang ditetapkan. Pada Tabel 2 terlihat bahwa konsentrasi kepemilikan saham di industri manufaktur relatif tinggi. Rata-rata konsentrasi kepemilikan saham sebesar 50,11 %, dengan standar deviasi 23,03 %. Statistik deskriptif ukuran perusahaan menunjukan log total penjualan sangat variatif dengan rata-rata 5,79 dengan standar deviasi 0,61. Rata-rata komposisi dewan komisaris (BOD) sebesar 35,88 % dengan 14 standar deviasi 11,34 %. komposisi minimun 0 % dan komposisi maksimum 66,66 %. Penelitian Budiwijaksono (2005) melaporkan rata-rata komposisi dewan komisaris pada Tahun 2001 dan 2002 masing-masing 35,03 % dan 37,35 %. Jika komposisi tersebut diperbandingkan, nampak komposisi dewan komisaris pada emiten industri manufatur tidak mengalami perubahan signifikan. Tabel 3 menunjukkan terdapat 75 perusahaan (74,3%) diaudit oleh KAP non spesialis (dummy,audit=0), dan 26 perusahaan (25,7%) diaudit oleh KAP spesialis (dummy,audit=1). Tabel 2 menunjukan nilai rata-rata abnormal akrual (ML) sebesar 0, 1304 atau 13,04 % dari penjualan dengan nilai minimum 0, 00043 atau 1,0043 % dan nilai maksimum 1,67 atau 167% dari penjualan. Angka standar deviasi manajemen laba 21,9 %, angka ini relatif tinggi yang mencerminkan manajemen laba di perusahaan bervariatif. 4.2. Pengujian Hipotesis Untuk mendapatkan hasil regresi yang efisien dan akurat, data harus terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Berdasarkan pengujian data terhadap ketiga kaedah yang mendasari asumsi klasik diperoleh hasil sebagai berikut : (a) pada tabel 4 nampak nilai tolerance (TOL) lebih besar dari 0,10 (TOL > 0,10) dan nilai variance inflation factor (VIF) yang kurang dari 10 ( VIF < 10). Maka dapat disimpulkan model analisis tersebut tidak terjadi multikolinieritas; (b) Uji heteroskedatisitas menggunakan uji Glejser (Gujarati, 2003). Pada tabel 5 nampak bahwa seluruh koefisien regresi variabel independen tidak signifikan, karena nilai SIG > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas; (c) selanjutnya uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-Smirnov (Tabel 5). Pada bagian uji normalitas menunjukan nilai SIG > 15 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian relatif berdistribusi normal. Tabel 4 menunjukkan bahwa adjusted R square sebesar 0,048 artinya bahwa variable independen konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, komposisi dewan komisaris, dan variabel dummy spesialisasi indusri KAP mampu menjelaskan 4,80 % variasi dari manajemen laba. Jika dilihat F test-nya yang menunjukan tingkat signifikansi 0,067, atau signifikan pada tingkat 0,1 sehingga analisis dapat dilanjutkan. 1)Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap Manajemen Laba Dari Tabel 4 tersebut menunjukan bahwa koefisien regresi variabel konsentrasi kepemilikan adalah -0,002 dengan tingkat signifikansi 0,051. Koefisien tersebut bertanda negatif menunjukan arah hubungan negatif, sesuai dengan teori yang dihipotesiskan. Jika memperhatikan tingkat signifikansi maka hipotesis kesatu yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima pada tingkat signifikansi 0,051. Hasil penelitian ini bermakna bahwa konsentrasi kepemilikan saham dapat menjadi mekanisme corporate governance dalam rangka pengendalian terhadap tindakan manjemen laba di perusahaan. Kehadiran pemegang saham pengendali atau mayoritas dapat membatasi perilaku opotunis manajemen, manajemen laba. 2)Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba Koefisien regresi ukuran perusahaan (Tabel 4) menunjukan sebesar -0,074 dengan tingkat signifikansi 0,037. Dengan memperhatikan tingkat signifikansi, maka ukuran perusahaan berpengaruh kuat terhadap manajemen laba pada tingkat signifikansi 0,05. Koefisien bertanda negatif menunjukan semakin besar ukuran perusahaan, maka manajemen laba semakin menurun. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan 16 bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima. Hasil temuan penelitian ini konsisten dengan temuan Marrakchi ( 2001), serta temuan Veronica dan Siddarta (2005) yang menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan kecil cenderung melakuan manajemen laba dibandingkan perusahaan besar. Hasil penelitian ini tidak mendukung temuan Halim (2005) yang menyatakan ukuran perusahaan berhubungan positif dengan manajemen laba. 3)Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba Koefisien regresi komposisi dewan komisaris (Tabel 4) menunjukan sebesar 0,001 dengan tingkat signifikansi 0,695. Koefisien bertanda positif, menunjukkan variabel komposisi dewan komisaris mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba, tidak sesuai dengan teorinya. Jika memperhatikan tingkat signifikansi berarti komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1. Beberapa alasan mengapa komposisi dewan komisaris tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba adalah : (1) bukti empirik menunjukkan rata-rata komposisi dewan komisaris saat ini relatif rendah yaitu 35,88%, sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris, (2) Banyak perusahaan menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. Berdasarkan data 46 perusahaan yang melaporkan status latar belakang pendidikan dan pengalaman komisaris independen, diketahui terdapat 20 perusahaan atau 43,4 % (periksa Tabel 6) tidak 17 memiliki komisaris independen yang kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. Analisis selanjutnya, penulis mengelompokkan besaran manajemen laba atas dasar perusahaan yang memiliki komisaris independen yang kompeten pada bidang akuntansi dan atau keuangan (variabel dummy BOD =1) dengan perusahaan yang tidak memiliki komisaris independen yang kompeten (dummy BOD=0). Berdasarkan data 46 perusahaan yang melaporkan latar belakang kompetensi komisaris independen, diketahui terdapat 26 emiten yang memiliki komisaris independen yang kompeten, dan 20 emiten sebaliknya. Tabel 6 menunjukan bahwa rata-rata manajemen laba perusahaan dengan komisaris independen dan kompeten adalah 6,33% dari penjualan, lebih rendah dibandingkan dengan besaran manajemen laba perusahaan dengan komisaris independen tidak kompetensi 15,89%. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan besaran manajemen laba kelompok emiten yang memiliki komisaris independen dan kompeten berbeda dengan kelompok emiten yang tidak memiliki komisaris independen dan kompeten pada tingkat signifikansi 5%. Ini mengindikasikan bahwa komisaris independen dan kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan dapat mengendalikan manajemen laba perusahaan. 4) Pengaruh Kualitas Audit dengan proksi Spesialisasi Industri KAP terhadap Manajemen Laba Koefisien regresi spesialisasi industri KAP (Tabel 4) menunjukkan sebesar -0.028 dengan tingkat signifikansi 0,572. Koefisien bertandan minus, menunjukkan bahwa spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sesuai dengan teori. Jika memperhatikan tingkat signifikansinya berarti spesialisasi industri KAP berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap 18 manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP tidak dapat membatasi besaran manajemen laba, ini menggambarkan bahwa audit oleh KAP besar atau KAP yang memiliki pangsa pasar yang besar tidak menjadikan jaminan memberikan kualitas audit lebih tinggi, sehingga tidak dapat menurunkan besaran manajemen laba secara signifikan. Beberapa alasan yang mungkin menyebabkan tidak terdapatnya pengaruh negatif spesialisasi industri KAP terhadap manajemen laba adalah: (1) Spesialisasi industri KAP mungkin bukan merupakan proksi yang baik untuk kualitas audit di Indonesia. (2) Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Departemen Keuangan (2005), berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap KAP dan Akuntan publik (AP) periode Tahun 2003 dan 2004 melaporkan bahwa masih sering ditemukan terdapatnya: (a) kelemahan pemahaman Akuntan Publik terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK); (b) kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan pengujian secara memadai terhadap transaksi maupun saldo; (c) kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan review kesesuaian laporan keuangan dengan PSAK. Kelemahan tersebut dapat menghambat KAP dalam mengungkap dan membatasi praktik manajemen laba di perusahaan. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 1) Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, Ini mengindikasikan bahwa konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme corporate governance bagi perusahaan, sehingga mampu membatasi manajemen laba di perusahaan. 19 2) Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar kecenderungan melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang ukurannya lebih kecil. 3) (i) Komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini dapat disebabkan oleh : (a) masih rendahnya komposisi dewan komisaris, sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk dapat mempengaruhi berbagai keputusan dewan komisaris, dan (b) masih banyak emiten menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. (ii) Temuan ikutan menunjukkan, manajemen laba perusahaan yang menempatkan komisaris independen yang kompeten pada bidang akuntansi dan atau keuangan lebih kecil dibandingkan dengan manajemen laba perusahaan yang menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. 4) Kualitas audit dengan proksi spesialisasi Industri Kantor Akuntan Publik (KAP) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Ini bermakna bahwa audit oleh KAP besar yaitu KAP yang memiliki pangsa pasar besar, ternyata tidak menjadikan jaminan memberikan audit yang kualitasnya lebih tinggi. Dalam konteks hubungan kualitas audit dengan manajemen laba, kualitas audit yang diproksi dengan menggunakan spesialisasi industri KAP mungkin bukan merupakan proksi yang baik untuk kualitas audit di Indonesia. 20 5.2. Saran 1) Untuk Peneliti yang akan datang 1) Peneliti selanjutnya disarankan menambah sampel penelitian dengan periode yang berbeda, atau jenis indiustri yang lain sehingga diharapkan jumlah data emiten dengan komposisi dewan komisaris yang dominan lebih banyak. 2) Peneliti yang akan datang disarankan menganalisis karakteristik lain komisaris independen selain karakteristik komposisi dewan, diantaranya kompetensi dewan komisaris dan atau tingkat kesibukan dewan komisaris. 3) Untuk menguji hubungan kualitas audit dengan manajemen laba, peneliti yang akan datang disarankan menggunakan proksi lain dari kualitas audit, misalnya dengan proksi kegagalan audit. 2) Untuk Kepentingan Operasional 1) Konsentrasi kepemilikan saham oleh pemegang saham mayoritas dapat dijadikan mekanisme corporate governance terhadap praktik manajemen laba. 2) Untuk mendukung efektivitas peran Dewan Komisaris, diperlukan Dewan Komisaris yang memiliki karakteristik independen, dan kompeten dalam bidang akuntansi dan atau keuangan. 3) Kepada para akuntan praktisi atau Kantor Akuntan Publik disarankan untuk dapat meningkatkan kompetensi, melalui penyelenggaraan berbagai pelatihan terhadap auditor atau memberikan tambahan pengalaman di lapangan, termasuk di antaranya peningkatan kompetensi dan pemahaman atas PSAK. 21 Daftar Pustaka Ardiati, Aloysia,Y. 2003. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return saham dengan kualitas audit sebagai variabel moderating. Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Babic, Verica. 2001. The Key Aspects of the Corporate Governance Restructuring in the Transition Process”. Ekonomist, Vol.33.No.2. Beneish, M.D. 2001. Earnings Management. A Perspective Management Finance, vol.27. Number 12. Budiwitjaksono, Gideon,S.2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan dampak manajemen laba dengan menggunakan analisis jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII.,Solo. Badan Pengawas Pasar Modal.2005.Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-315/BEJ/06/2000.Tertanggal 30 Juni 2000. www.Bapepam.com Carcello, Joseph V. and Albert L.Nagy. 2004. Client size, Auditor Specialization and Fraudulent Financial Reporting. Managerial Auditing journal Vol.19 No.5. pp 651658 Chen, J (2001). Ownership Structure as Corporate Governance Mechanism: Evidance from Chinese Listed Companies. Economic of Planning 34, pg 53-72. Chen, Gongmeng, Michael Firth, Daniel N.Gao and Oliver M.Rui. 2005a. Ownership structure, Corporate Governance, and Fraud: Evidence from China. Journal of Corporate finance , XX (2005) , XXX-XXX Chen, Key,Y, Kuen Lin Lin, Jian Zhou. 2005b. Audit Quality and Earnings Management for Taiwan IPO Firms. Managerial Auditing Journal, Vol 20.1.pp.86-104. Craswell, Allen T., Jere R. Francis dan Stephen L. Taylor. 1995. Auditor Brand Name and Reputations and Industry Specialization. Journal of Accounting and Economics (20). 297-322. Dallas, George .2004. Governance and Risk. Analytical Hand books for Investors, Managers, Directors and Stakeholders, p.21. Standard and Poor. Governance Services, MC. Graw Hill. New York Dechow, R.G.Sloan and A.P Sweeney.1995. Detecting Earnings Management, The Accounting Review, Vol 70, No.2, hal 193-225. 22 Demsetz, H. and B.Villalonga.2001. Ownership Structur and Corporate Performance. Journal of Corporate Finance 7, pg.209-233 Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (DPAJP), Evaluasi Kinerja Akuntan Publik. Media Akuntansi, Edisi 49/Tahun XII/ September 2005. Fan, Joseph.P.H and Stijin Claessens. 2002. Corporate Governance in Asia: A Survey. International Review of Finance, 3:2, 2002:pp71-103. Gujarati, Damodar dan Sumarno Zain. 1993. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga Jakarta. Halim, Julia, Carmel Meiden, Rudolf Lumban Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk pada LQ-45. SNA VIII Solo. Ikatan Akuntan Indonesia. Hubert Ooghe and Tine De Langhe. 2002. The Anglo-American Versus The Continental European Corporate Governance Model: Empirical Evidance of Board Composition in Belgium. Europen Business Review, volume 14, number 6-2002pp.437-449 Kao, Lanfeng and Anlin Chen. 2004. The Effects of Board Characteristics on Earnings Management. Corporate Ownership and Control, Volume 1,Issue 3, Spring. La Porta R,.F. and Lopez-De Silanez. 1999. Corporate Ownership around the word. Journal of Finance 54, 471-518. Marrakchi S., Chtourou. Corporate Governance and Earning Management . 2001. Social Science Research Network (SSRN). http://paper.ssrn.com/abstract=275053 Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya. Monks, R.A.G and N.Minow. 2001. Corporate Governance, 2nd ed, Blackwell Publishing Morck, R,.M. Nakamura and A.Shivdasani.1988. Management Ownership and Market Valuation : An empirical analysis. Journal of Financial Economics 20.293-315 Moses, Douglas O, 1997, Income Smooting and Incentives: Empirical Using Accounting Changes, The Accounting Review, Vol.LXII,No.2, April,pp. 259-377) 23 Musnadi, Said. 2006. Kajian tentang Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi,Tipe Kepemilikan dan Tipe Pengendalian sebagai Mekanisme Corporate Governance, serta Dampaknya terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Disertasi. Universitas Padjadjaran Bandung. Peasnell, Ken, Peter Pope, Steve Young. 2001. Board Monitoring and Earnings Management: Do Outside Directors Influence Abnormal Accruals ?. Working Paper. The Department of Accounting and Finance Lancaster University Management Scholl, Lancaster, UK. http://www.lums.co.uk/publications Sarkar et al .2006. Board of Directors and Opportunistic Earnings Management : Evidence from India. Indira Gandhi Institute of Development Research and Lubin Scholl of Business Pace University,USA. [email protected], [email protected], [email protected] Utami, Wiwik. 2005. Dampak Pengungkapan Sukarela dan Manajemen laba terhadap Biaya Modal Ekuitas dengan Asimetri Informasi sebagai Variabel Intervening, Disertasi, Universitas Padjadjaran, Bandung U-Thai, Kriengkrai Boonlert. 2005. Earning Attributes and Investor Protection :International Evidance, Working paper , http:// papers.ssrn.com Schol of Accounting Oklahoma State Veronica N.P Siregar, Sylvia dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba. Simpsium Nasional Akuntansi VIII. Ikatan Akuntan Indonesia. Zou, Jian and Elder, Randal. 2001. Audit Firm Size, Industry Specialization and Earnings Management by Initial Public Offering Firms. Working paper. School of Management, State University of New York at Bringhamtom, [email protected] 24 Lampiran-Lampiran Tabel 1. :Presentase Perusahaan Sampel Menurut Jenis Industri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Kelompok & Sub Industri Manufaktur Kel. Industri Dasar dan Kimia Semen Keramik dan Porselin Logam dan Sejenisnya Kimia Plastik dan kemasan Pakan ternak Kayu & pengolahannya Pulp & kertas Kel. Aneka Industri Otomotif & komponennya Tekstil dan garmen Alas kaki Kabel Kel. Barang Konsumsi Makanan & minuman Rokok Farmasi Kosmetik dan Keperluan rumah tangga Peralatan rumah tangga Jumlah Total Jumlah Perusahaan Jumlah Sampel Persentase Sampel 3 5 10 10 11 4 5 5 2 4 9 10 8 3 4 3 66, 70 80 90 100 72,73 75 80 60 15 21 3 6 11 9 1 4 80 42,86 33,33 66,67 17 4 10 3 14 3 8 3 82,35 75 80 100 5 137 5 101 100 73,7 % 25 Tabel 2 : Statistik Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Komposisi Dewan Komisaris, dan Manajemen Laba. De scri ptive Statistics N KS LOG.PNJ BOD ML Valid N (lis twis e) 101 101 101 101 101 Minimum 3.14 4.25 .00 .00 Maximum 99.50 7.79 66.66 1.67 Mean 50.1070 5.7913 35.8843 .1304 St d. Deviat ion 23.02721 .61267 11.34982 .21974 Tabel 3 : Statistik Deskriptif Spesialisasi Industri Kantor Akuntan Publik. Firm Frequency Percent Non Spesialis KAP Spesialis KAP Total Missing Total System Valid Percent 75 73.5 Cumulative Percent 74.3 74.3 100.0 26 25.5 25.7 101 99.0 100.0 1 1.0 102 100.0 26 Tebel 4 : Hasil Regresi Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Komposisi Dewan Komisaris, Spesialisasi industri KAP terhadap Manajemen Laba Model Summary Model 1 R .294a R Square .086 Adjusted R Square .048 Std. Error of the Estimate .21437 a. Predictors: (Constant), AUDIT, LOG.PNJ, BOD, KS ANOVAb Model 1 Regres sion Residual Total Sum of Squares .417 4.412 4.829 df 4 96 100 Mean Square .104 .046 F 2.268 Sig. .067a a. Predic tors: (Constant), AUDIT, LOG.PNJ, BOD, KS b. Dependent Variable: ML 27 Coefficientsa Model 1 Unstandardized Coefficients B Std. Error .636 .211 -.002 .001 -.074 .035 .001 .002 -.028 .049 (Constant) KS LOG.PNJ BOD AUDIT Standardized Coefficients Beta t 3.019 -1.975 -2.111 .393 -.567 -.200 -.207 .040 -.056 Collinearity Statistics Tolerance VIF Sig. .003 .051 .037 .695 .572 .931 .987 .938 .979 1.075 1.013 1.067 1.022 a. Dependent Variable: ML b. KS = Konsentrasi Kepemilikan, LOG.PNJ = Ukuran Perusahaan, BOD=Komposisi Dewan Komisaris, Audit= Kualitas Audit, ML = Manajemen Laba. Tabel 5 : Uji Heterokedastisitas dan Normalitas Coefficientsa Model 1 Unstandardized Coefficients B Std. Error .448 .235 .000 .001 -.016 .039 -.003 .002 .014 .055 (Constant) KS LOG.PNJ BOD AUDIT Standardized Coefficients Beta t 1.908 -.299 -.417 -1.477 .256 -.031 -.042 -.153 .026 Sig. .059 .765 .678 .143 .799 a. Dependent Vari able: EROR.ML Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic df ERRORML .036 a Lilliefors Significance Correction Shapiro-Wilk Sig. 101 Statistic .352 df .264 Sig. 101 .257 Tabel 6 : Statistik Deskriptif dan Hasil uji beda Manajemen laba menurut Kelompok Kompetensi Komisaris independen Statistik Deskriptif Manajemen laba menurut Kompetensi Komisaris Independen KOM.BOD 0 N 20 Minimum .01 Maximum .91 Mean .1589 Std. Deviation .20827 KOMM.BOD 1 26 .00 .26 .0633 .06477 Valid N (listwise) 20 28 Hasil Uji Mann-Whiteny perbedaan besaran manajemen laba menurut kompetensi komisaris independen. KOMPTNSI KELOMPOK KOM.BOD 0 N 20 28.90 578.00 KOM.BOD 1 26 19.35 503.00 Total 46 Test Statistik Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Mean Rank Sum of Ranks KOMPTNSI 152.000 503.000 -2.393 .017 Keterangan : a) Tabel ini adalah hasil pengolahan data manajemen laba menurut kompetensi komisaris independen. b) KOM.BOD 1 = Emiten dengan komisaris independen yang memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. c) KOM.BOD 0 = Emiten dengan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. 29