BAB I - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam
konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh
mikroba lain. Pada perkembangannya bahan yang dapat dikelompokkan sebagai
antibiotik bukan hanya hasil alamiah saja, akan tetapi bahan-bahan semisintetik
yang merupakan hasil modifikasi bahan kimia antibiotik alam (Sumadio dan
Harahap, 1994).
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya
infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat
ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu
ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasni
mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif.
Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel
bakteri dan manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel
manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri
mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995).
Sensitivitas
bakteri
terhadap
antibiotik
tergantung
kapada
kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena
permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi
suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit apabila mampu
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Gram
positif,
sedangkan
antibiotik
berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif
dapat dihambat oleh antibiotik tersebut(Sumadio dan Harahap, 1994).
.
Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik
dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu :
a. Antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba.
Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
dan vankomisin.
b. Antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba.
Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida,
makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin.
c. Antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan
kuinolon.
d. Antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba.
Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien.
e. Antibiotik penghambat metabolisme mikroba.
Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin
dan asam p-amino salisilat (PAS) (Ganiswarna, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Ampisilin
Struktur Kimia:
Ampisilin berupa serbuk hablur, putih dan tak berbau. Dalam air
kelarutannya 1g/ml, dalam etanol absolut 1g/250ml dan praktis tidak larut dalam
eter dan kloroform (Wattimena, 1987).
Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok
antibiotik β –laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Ampisilin
efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif. Ampisilin digunakan
untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh Escherichia coli dan juga
untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian tengah yang disebabkan
Streptococcus pneumoniae (Brooks, 2001; Wattimena, 1987)
Mekanisme kerja ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri
dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida, karena sintesis dinding sel
terganggu maka bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan tekanan
osmosa di luar dan di dalam sel yang mengakibatkan bakteri mati (Wattimena,
1987).
2.1.2 Gentamisin Sulfat
Struktur Kimia
:
. H2SO
Universitas Sumatera Utara
Gentamisin sulfat berupa serbuk, putih sampai putih kekuningan yang
mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%. Gentamisin aktif
terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Gentamisin sulfat merupakan kelompok antibiotik aminoglikosida yang
memiliki spektrum antimikroba yang luas. Gentamisin digunakan pada infeksi
infeksi intra-abdomen, luka, saluran kemih, pneumonia dan meningitis.
Mekanisme kerja antibiotik gentamisin sama seperti mekanisme kerja
antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu dengan menghambat sintesis
protein bakteri. Dalam hal ini, antibiotik golongan aminoglikosida terikat pada
sub unit 30 S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetika pada mRNA tidak
terbaca dengan baik sehingga tidak terbentuk sub unit 70 S, akibatnya biosintesis
protein bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi tidak hanya pada fase pertumbuhan
bakteri melainkan bila bakteri tidak membelah diri. Semua aminoglikosida terikat
pada sub unit 30 S dari ribosom secara selektif (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).
2.2 Penggunaan Antibiotik di Klinik
Penggunaan terapeutik antibiotik di klinik bertujuan untuk mengobati
berbagai jenis infeksi akibat mikroba atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya
pada pembedahan besar. Penggunaan antibiotik perlu mempertimbangkan faktorfaktor berikut:
a. Penyebab infeksi
Universitas Sumatera Utara
Proses pemberian antibiotik yang paling baik adalah dengan melakukan
pemeriksaan mikrobiologis atau uji kepekaan kuman penyebab infeksi. Setelah
itu, dilakukan pengobatan terhadap pasien yang bersangkutan.
b. Faktor pasien
Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah
fungsi organ tubuh pasien yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya
tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk
wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain.
c. Pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat merugikan pasien berupa efek
samping dan masalah resistensi. Pemberian antibiotik tepat jika uji sensitifitas
telah dilakukan.
Gejala klinik infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba. Bila
mekanisme pertahanan tubuh berhasil, mikroba dan zat toksik yang dihasilkannya
dapat disingkirkan tanpa pemberian antibiotik (Anonim b, 2007; Ganiswarna,
1995; Tjay, 2002).
2.3 Interaksi Obat
Interaksi obat terjadi jika obat-obat yang digunakan pada waktu bersamaan
dapat saling mempengaruhi kerja masing–masing obat. Kerja obat dapat menjadi
lebih atau kurang aktif. Interaksi obat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Interaksi Farmakodinamika
2. Interaksi Farmasetika
3. Interaksi Farmakokinetika (Harkness, 1984; Tjay, 2002).
2.3.1 Interaksi Farmakodinamika
Universitas Sumatera Utara
Interaksi ini terjadi apabila efek satu obat diubah akibat keberadaan obat
lain pada tempat aksinya atau sasarannya dalam tubuh.
2.3.1.1 Interaksi Antagonis
Antagonis
terjadi
jika
obat-obat
yang
diberikan
bersama-sama
menimbulkan efek yang berlawanan. Kegiatan kedua obat saling mengganggu
atau dapat juga kegiatan salah satu obat dikurangi atau ditiadakan sama sekali
oleh obat yang lain.
2.3.1.2 Interaksi Aditif
Aditif terjadi bila obat-obat yang diberikan bersama-sama menimbulkan
efek yang merupakan jumlah dari efek masing-masing obat secara terpisah
terhadap pasien. Contohnya secara matematis: 1+1=2
2.3.1.3 Interaksi Sinergis
Sinergis terjadi bila obat-obat yang diberikan bekerja sama menimbulkan
efek yang lebih besar daripada jumlah efek masing-masing obat secara terpisah.
Contohnya secara matematis: 1+1=lebih dari 2.
2.3.1.4 Interaksi Potensiasi
Potensiasi terjadi bila satu obat memperkuat efek obat lain dengan cara
meningkatkan kadar obat yang lain tersebut dalam darah. Contohnya secara
matematis: a+b=lebih banyak b daripada yang biasa (Anief, 2002; Ganiswarna,
1995; Tjay, 2002).
2.3.1.5 Augmentative interaction
Interaksi ini terjadi apabila satu obat memperlama atau memperpanjang
kerja dari obat yang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.6 Complementary interaction
Interaksi ini terjadi apabila kedua obat yang diberikan bersama-sama
tersebut saling melengkapi.
2.3.2 Interaksi Farmasetika
Interaksi ini terjadi di luar tubuh. Apabila obat-obat tersebut dicampur,
akan terjadi interaksi secara langsung, baik secara kimiawi maupun fisika.
Umumnya interaksi ini menjadikan obat tidak aktif lagi atau inaktivasi obat.
Contohnya obat suntik karbenisilin tidak boleh disuntikkan selagi pasien diinfus
gentamisin sulfat.
Antibiotik golongan penisilin berinteraksi secara kimia dengan antibiotik
golongan aminoglikosida menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologi melalui
suatu reaksi antara amino pada aminoglikosida dengan cincin beta laktam pada
antibiotik penisilin, sehingga kedua antibiotik tersebut menjadi tidak aktif.
Antibiotik golongan aminoglikosida khususnya gentamisin diinaktivasi oleh
antibiotik golongan penisilin (Ganiswarna, 1995; Stockley, 1994).
2.3.3 Interaksi Farmakokinetika
Interaksi ini terjadi karena obat yang satu menurunkan atau bahkan dapat
menaikkan kadar obat kedua dalam darah, dengan jalan mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresinya dari dalam tubuh. Akibatnya, obat kedua
tidak aktif atau justru menjadi lebih kuat kerjanya atau dapat lebih toksis
(Ganiswarna, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kombinasi Antibiotik
Antibiotik sering diberikan kepada pasien sebagai kombinasi untuk
mengatasi infeksi dan kombinasi antibiotik ini dapat bersifat sinergis atau
antagonis.
Kombinasi obat seringkali diberikan dengan maksud meningkatkan efek
terapeutisnya tanpa meningkatkan efek buruknya. Namun bukan hanya efek
kombinasi terhadap mikroba perlu diperhatikan, tetapi juga efek kombinasi
terhadap pasien (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).
Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran
sebagai berikut :
a. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi.
Sinergisme dapat terjadi bila kombinasi antibiotik menghasilkan efek yang
lebih besar daripada jumlah dari masing-masing antibiotik. Contoh kombinasi
antibiotik seperti penisilin yang aktif bekerja menghambat sintesis dinding sel
bakteri,
mempermudah
antibiotik
aminoglikosida
memasuki
sel
mikroorganisme, berinteraksi dengan ribosom dan menghambat sintesis
protein mikroorganisme tersebut.
b. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi berat yang etiologinya
belum jelas, misalnya pada meningitis.
c. Kombinasi mencegah terjadinya resistensi mikroba.
d. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani infeksi campuran, misalnya
paska bedah abdomen.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan lebih dari satu jenis mikroba yang
peka terhadap antibiotik yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan pemberian
kombinasi antibiotik sesuai dengan kepekaan mikroba-mikroba penyebab infeksi
campuran tersebut (Anonim b, 2007; Ganiswarna, 1995; Wattimena, 1987).
2.5 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ”bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau lubang. Sekarang nama ini dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan
diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop.
2.5.1 Klasifikasi Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan:
a. Golongan Basil
Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas :
-
Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang.
-
Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua
b. Golongan Kokus
Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat
dibedakan atas:
-
Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai.
Universitas Sumatera Utara
-
Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.
-
Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.
-
Stafilokokus, yaitu kokus yang mengelompok berupa suatu untaian.
-
Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus.
c. Golongan Spiril
Spiril adalah bakteri yang berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang
berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling
kecil dibandingkan golongan kokus dan basil (Dwidjoseputro, 1990).
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
a. Pengaruh suhu
Setiap bakteri mempunyai suhu optimum. Pada suhu optimum ini,
pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu
optimum, pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan
Lay,1994).
b. Pengaruh tekanan osmotik
Pengaruh tekanan osmotik pada pertumbuhan bakteri dapat diketahui
dengan menempatkan bakteri dalam larutan garam pada berbagai
konsentrasi (Lay, 1994; Dwidjoseputro, 1990).
Universitas Sumatera Utara
c. Pengaruh pH
Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7,
meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5-8 (Lay,1994).
d. Pengaruh oksigen
Mikroorganisme
sering
dibagi
menjadi
4
kelompok
berdasarkan
kebutuhannya akan oksigen, yaitu:
-
Aerob obligat , yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk
hidupnya.
-
Anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada
oksigen.
-
Anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam
lingkungan dengan atapun tanpa oksigen.
-
Mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun
hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau
kurang (Lay,1994).
2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri
2.5.3.1 Fase Penyesuaian Diri (lag phase)
Pada
fase
ini,
bakteri
belum berkembang
biak
tetapi
aktivitas
metabolismenya sangat tinggi. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung
Universitas Sumatera Utara
selama 2 jam. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Chatim,
1994).
2.5.3.2 Fase Logaritmik (exponential phase)
Pada fase ini, bakteri berkembang biak secara eksponensial. Untuk
kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung selama 18-24 jam. Pada pertengahan
fase ini, pertumbuhan bakteri sangat ideal, pembelahan terjadi sangat teratur
(Chatim, 1994).
2.5.3.3 Fase Stasioner (stationary phase)
Pada fase ini, peningkatan jumlah bakteri diikuti dengan peningkatan
jumlah hasil metabolisme yang toksis. Akibatnya, bakteri mulai ada yang mati
dan pembelahan terhambat. Fase stasioner terjadi pada saat dimana jumlah bakteri
yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mati (Chatim, 1994;
Dwidjoseputro, 1990).
2.5.3.4 Fase Kematian (period of decline)
Jumlah bakteri yang mati semakin banyak dan semakin melebihi jumlah
bakteri yang berkembang biak. Pada fase kematian ini, biasanya pembiakan
berhenti (Dwidjoseputro, 1990).
2.5.4 Uji Aktivitas Antimikroba
1. Metode dilusi
Universitas Sumatera Utara
Cara ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM) dari obat antimikroba.
Prinsip dari metode dilusi ini adalah sebagai berikut:
Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba yang diuji. Setelah itu, masing-masing tabung diuji dengan
obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi
pada suhu
36±10C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung.
Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan
yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari
obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak
adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji.
2. Metode difusi
Prinsip dari metode difusi ini adalah sebagai berikut:
Obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas
yang mengandung obat tertentu tersebut ditanam pada media pembenihan agar
padat yang telah dicampur dengan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu
36±10C selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya daerah jernih di sekitar
cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Brooks,
2001; Lay, 1994; Wattimena, 1987).
3. Metode turbidimetri
Universitas Sumatera Utara
Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan
mikroba dalam media cair yang mengandung obat antimikroba. Hambatan
pertumbuhan
mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen POM,
1995; Wattimena, 1987).
2.5.5 Uraian Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
2.5.5.1. Bakteri Escherichia coli
Divisi
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat
anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 80C-460C,
sedangkan tumbuh sangat baik pada suhu 370C (Chatim, 1994; Dwidjoseputro,
1990).
Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
saluran kemih, diare dan meningitis (radang membran pembungkus otak) (Brooks,
2001).
Universitas Sumatera Utara
2.5.5.2. Bakteri Staphylococcus aureus
Divisi
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
Bakteri ini termasuk bakteri Gram positif , berbentuk kokus, bersifat
anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C sampai
400C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 350C-370C (Chatim, 1994;
Dwidjoseputro, 1990).
Infeksi Staphylococcus aureus dapat berasal dari kontaminasi langsung
dari luka, misalnya pasca operasi infeksi Staphylococcus aureus atau infeksi
setelah patah tulang terbuka dan meningitis yang disertai patah tulang tengkorak.
Jika Staphylococcus aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka bisa terjadi
endokarditis (radang katup atau rongga jantung), meningitis (radang membran
pembungkus otak) ataupun infeksi paru-paru (Brooks, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Download