Tinjauan Yuridis Tentang Transaksi Elektronik di Internet di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ABSTRAKSI Desman V.E.N.S, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Tinjauan Yuridis Tentang Transaksi Elektronik di Internet di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dibimbing oleh Bapak Denny Slamet Pribadi, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing 1 dan Erna Susanti, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing 2. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tentang bertransaksi yang aman di internet dari pelaku usaha kepada konsumen mengingat kebutuhan akan barang yang terjangkau di internet sehingga konsumen memesan barang tanpa informasi yang jelas dari pelaku usaha sementara transfer sejumlah duit telah dilakukan namun barang yang tidak datang sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepastian hukum transaksi elektronik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Untuk mengetahui upaya hukum jika salah satu pihak (konsumen) ketika di rugikan dalam transaksi elektronik di internet Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat memaparkan dan menjelaskan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan atau menggambarkan secara sistematis, faktual, akurat dan lengkap tetang keadaan hukum yang berlaku di suatu tempat. Dengan menggunakan metode pendekatan normatif yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku bagi semua orang. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa kepastian hukum yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara pidana maupun perdata. Dan upaya hukum jika konsumen dirugikan dapat melalui cara litigasi dan non litigasi sesuai dengan tingkat kerugian yang dialami baik pelaku usaha maupun konsumen. Kata Kunci : Internet, Transaksi Elektronik, Transaksi, Kepastian Hukum, Upaya Hukum. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dan kemudahan bagi kehidupan umat manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup pesat saat ini adalah perkembangan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi yang telah membawa banyak perubahan terhadap pola kehidupan sebagian besar masyarakat, termasuk masyarakat Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat dunia. Perubahan pola kehidupan tersebut terjadi hampir pada setiap bidang, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun bidang lainnya. Perubahan tersebut antara lain di tandai dengan berkembangnya penggunaan teknologi internet yang merupakan salah satu bagian dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Internet merupakan suatu penemuan yang pada awalnya berfungsi sebagai alat pertukaran data ilmiah dan akademik, namun dalam perkembangannya kini telah berubah menjadi perlengkapan hidup sehari-hari yang dapat diakses oleh setiap orang dari berbagai belahan dunia.1 Dengan menggunakan jaringan internet setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk mendapatkan informasi dan berinteraksi secara global setiap saat, kapan pun dan di manapun. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di “dunia maya” yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktivitas kehidupan setiap harinya. Salah satu perubahan yang cukup penting akibat perkembangan teknologi informasi tersebut adalah perubahan dalam bidang ekonomi, khususnya perdagangan, 1 Hata, “Beberapa Aspek Pengaturan International e-Commerce serta Dampaknya Bagi Hukum Nasional”, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Cyberlaw, diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Bandung, 9 April 2001, hlm. 1. dimana saat ini telah berkembang era perekonomian baru yang dikenal dengan era e- commerce atau transaksi telematika.2 Konsep ini telah mengubah sistem ekonomi konvensional menjadi sistem ekonomi global yang terpadu melalui pemanfaatan kemajuan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihaknya juga mengalami perubahan. Dengan menggunakan sarana internet, mekanisme transaksi perdagangan tidak lagi, atau selalu membutuhkan pertemuan antara pelakunya karena segala tahap dalam transaksi tersebut, mulai dari pengenalan objek atau barang, penawaran, pemesanan, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang dilakukan melalui pemanfaatan media internet. Aktivitas transaksi bisnis yang biasa dilakukan adalah transaksi elektronika yakni perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya3. Mekanisme transaksi yang dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi internet ini memberikan berbagai kemudahan, baik bagi penjual, maupun pembeli, karena sistem ini memiliki keunggulan yang lebih menawarkan kemudahan, kecepatan, dan efisiensi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika saat ini pemanfaatan internet yang berbasis electronic commerce (atau disebut dengan istilah e-commerce), sebagainya berkembang dengan cepat, termasuk di Indonesia. Perkembangan ini semakin memudahkan orang maupun perusahaan untuk melakukan berbagai macam transaksi bisnis khususnya perdagangan. 2 Nindyo Pramono, “Revolusi Dunia Bisnis Indonesia Melalui E-Commerce dan EBusiness: Bagaimana Solusi Hukumnya” dalam Jurnal Hukum No.16 Vol.8, 2001, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm. 1 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor. 11 Tahun 2008 Bab 1 pasal 1 ayat 2 Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antar pihaknya dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian dalam e-commerce dengan perjanjian biasa tidaklah berbeda sangat jauh, yang membedakan hanya pada bentuk dan berlakunya. Media dalam perjanjian biasa yang digunakan adalah tinta dan kertas serta dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Setelah dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut mengikat setelah ditandatangani, sedangkan dalam e-commerce perjanjian menggunakan media elektronik yang ada hanya form atau blanko klausul perjanjian yang dibuat salah satu pihak yang ditulis dan ditampilkan dalam media elektronik (halaman web), kemudian pihak yang lain cukup menekan tombol yang disediakan untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai macam persoalan di dalam perjanjian secara elektronik mengenai sah tidaknya perjanjian tersebut.4 Dalam pandangan umum, transaksi jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) perjanjian ini termasuk salah satu perjanjian riil artinya perjanjian ini yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Menurut 4 http://kholil.staff.uns.ac.id/files/2009/03/kontrak-perdagangan-melalui-internet-electronic-commerce-ditinjau-darihukum-perjanjian.pdf, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 20.00 Wita Subekti,5 suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Pemenuhan atas syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang telah dibuat menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi. Hal ini kelak apabila dikemudian hari terjadi suatu permasalahan atau sengketa maka penyelesaiannya dapat didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.6 Beberapa contoh kasus yang terjadi antara lain menjual mobil, alat elektronik, kosmetik, handphone di dalam internet dalam hal ini bisa melalui facebook dengan gambar,kalimat yang menarik sehingga sangat di ragukan keabsahan dari penjualan tersebut karena keaslian produk yang ditawarkan bisa saja hanya karangan pelaku usaha saja untuk menarik pembeli di internet. Seperti yang dialami seorang mahasiswi yang beritanya dimuat di harian Sriwijaya Post, melakukan transaksi elektronik via media jejaring sosial, mendapatkan kronologisnya tawaran mahasiswi menggiurkan tersebut berupa hendak produk-produk berbelanja elektronik setelah yang mekanismenya produk-proudk tersebut ditawarkan dengan memberikan gambaran informasi berupa foto-foto yang kemudian dkirimkan ke akun korban dengan harga miring. Berbekal, kepercayaan diri mahasiswi tersebut kemudian berinsiatif untuk mencoba membeli produk yang diperkirakan distributor produk elektronik yakni berupa laptop dan handphone distributor tersebut berdomisili di Pulau Batam. 7 Konsumen yang tertarik dengan penawaran yang murah tentu saja akan membeli produk yang di tawarkan tanpa mempertimbangkan kejelasan dari pelaku usaha. 5 Subekti, R, Hukum Perjanjian, PT. Intermasas, Cetakan VII, 1987. http://kholil.staff.uns.ac.id/files/2009/03/kontrak-perdagangan-melalui-internet-electronic-commerce-ditinjau-darihukum-perjanjian.pdf, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 20.00 Wita 7 http://jurnalrendi.blogspot.com/2011/09/kajian-yuridis-telaah-kasus-penipuan-e.html, diakses tanggal 29 agustus 2012 Pukul 22.00 wita 6 Umumnya peristiwa yang terjadi dalam masyarakat mudah sekali tertarik dengan kemurahan suatu barang yang di inginkan lalu membeli barang dari pelaku usaha sehingga kerugian yang terjadi sangat besar. Seharusnya konsumen saat membeli barang atau produk melalui akun facebook terlebih dahulu mengecek kebenaran dari akun tersebut seperti alamat pelaku usaha, nomor yang bisa dihubungi jika terjadi keterlambatan barang dan cacatnya barang. Hal ini perlu di lakukan untuk meminimalisir kerugian dan bentuk penipuan yang dilakukan pelaku usaha yang diragukan kebenarannya. Dengan demikian dalam kegiatan transaksi perdagangan melaui internet, diperlukan adanya suatu kepastian hukum yang bisa menjamin transaksi jual beli terhadap pelaku usaha kepada pembeli sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dalam hal ini, pihak pelaku usaha menjelaskan terlebih dahulu akan barang atau produk yang akan dijual melalui internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 9 yang berbunyi pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Sehingga jelas pelaku usaha saat menawarkan produk yang ditawarkan untuk dibeli melalui internet harus menjelaskan usaha, alamat, dan informasi yang baik dan benar. Perumusan Masalah 1. Bagaimana kepastian hukum transaksi elektronik di internet berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ? 2. Apa upaya hukum yang harus dilakukan oleh konsumen apabila di rugikan dalam transaksi elektronik di internet ? METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah normatif mengakaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku seseorang.8 Sifat penelitian yang penulis ambil adalah deskriptif, deskriptif yang bersumber dari kata deskripsi yaitu deskripsi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha untuk melukiskan atau menggambarkan dengan kata-kata, wujud atau sifat lahiriah dari suatu obyek. Waktu dan Jadwal Penelitian Rencana waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kurang lebih 4 (empat) bulan. Dilakukan pada bulan Februari tahun 2012 sampai dengan Mei tahun 2012, agar data yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan gambarangambaran dari masalah yang dikemukakan dalam kegiatan penelitian ini. Jenis Bahan Hukum Menurut Abdulkadir Muhammad, dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder dibedakan antara bahan hukum : a. Yang berasal dari hukum, yaitu perundang-undangan, dokumen hukum, putusan pengadilan, laporan hukum, dan catatan hukum. b. Yang berasal dari ilmu pengetahuan hukum, yaitu ajaran atau doktrin hukum, teori hukum, pendapat hukum, ulasan hukum.9 Penulis mengambil sumber data hukum ialah sekunder dengan mengkaji Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronnik No 11 Tahun 2008 Tentang 8 9 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung halaman 52 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., Halaman 82 Informasi dan Transaksi Elektronik , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan kasus yang terjadi pada masyarakat terutama dalam hal transaksi di internet yang bermasalah. Teknik Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi pustaka atau studi dokumen. a. Undang-Undang Informasi dan Teknologi Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata c. Artikel, kasus, atau buku yang berkaitan dengan transaksi di internet. Analisis Bahan Hukum Metode pengolahan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.10 Setelah analisis data selesai maka hasil akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.11 10 11 Ibid., Halaman 127 H.B. Sutopo,1998, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press, Surabaya, Halaman 37 PEMBAHASAN 1. Kepastian Hukum transaksi Elektronik di internet Berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.12 Transaksi secara elektronik, pada dasarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan dari sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau Internet.13 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.14 Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih. Pengaturan tentang perjanjian terutama di dalam KUH Perdata, tepatnya dalam buku III, disamping mengatur perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari undang-undang misalnya tentang perbuatan melawan hukum. Perlu adanya kepastian hukum dalam bertransaksi elektronik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai pedoman dalam bertransaksi di internet. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi merupakan asas yang terdapat dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini 12 Undang-Undang Informasi Dan Teknologi No. 11 Tahun 2008 pasal 1 angka 2 halaman 11 http://www.mti.ugm.ac.id/~slamet/kuliah/aspek_legal/uu/tugas%20elektronik20kelompok%206.ppt 14 Subekti (a), op.cit., halaman 1 13 bertujuan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik agar mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepastian hukum menjamin kepada konsumen dalam hal ini ketika adanya kekurangan dari perjanjian yang telah disepakati hal ini di pertegas dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terutama dalam asasnya yang mengatakan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Pelaku usaha yang menawarkan produknya kepada calon konsumen hendaknya membuat data-data atau informasi yang benar dan tepat dan selalu di perbaharui jika ada perubahan, sehingga konsumen mendapat kepastian lokasi, jenis, dan siapa pelaku usaha tersebut. Terutama dalam transaksi elektronik sehingga terciptanya kontrak elektronik yakni perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Seperti contoh kasus pembelian barang, alat kosmetik, baju, melalui facebook yang sangat sering terjadi luas dimasyarakat umumnya. Namun setelah dilakukan transfer sejumlah uang yang dikirim ke alamat tertentu yang terdapat dalam facebook barang yang telah dipesan ternyata tidak datang. Dengan demikian dalam kegiatan transaksi perdagangan melaui internet, diperlukan adanya suatu kepastian hukum yang bisa menjamin transaksi jual beli terhadap pelaku usaha kepada pembeli sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dalam hal ini, pihak pelaku usaha menjelaskan terlebih dahulu akan barang atau produk yang akan dijual melalui internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 9 yang berbunyi pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Sehingga jelas pelaku usaha saat menawarkan produk yang ditawarkan untuk dibeli melalui internet harus menjelaskan usaha, alamat, dan informasi yang baik dan benar. Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 butir ke 17 mengatakan bahwa kontrak elektronik itu sendiri adalah perjanjian para pihak yang dibuat melaui sistem elektronik. Dengan kata lain kita mengakses web usaha dan/atau yang bergerak dibidang lain tapi cara penyebarannya melalui internet lalu mengikuti instruksi yang ada untuk memesan barang dengan melengkapi persyaratan yang tertulis dalam web seperti yang terdapat dalam Toko Bagus.com, KasKus, Jual-Beli.com dan beberapa lainnya. Hal ini jauh berbeda dengan sistem kontrak atau perjanjian pada umumnya yang mana peneliti pernah lihat dalam kehidupan sehari-hari ialah dengan kesepakatan bersama lalu ditulis dalam bentuk perjanjian lalu di tanda tangani pihak yang bersangkutan. Didalam Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 butir ke 12 terdapat juga tanda tangan elektronik yakni tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang di lekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang di gunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi. Tanda tangan elektronik ini berlaku pada saat transaksi yang dilakukan perusahaan besar yang berizin resmi sehingga untuk menyetujui transaksi yang terjadi harus ada tanda tangan elektronik tesebut. Hal ini seharusnya dapat dijadikan contoh untuk pelaku usaha sehingga saat kita bertransaksi secara elektronik kita mendapat kepastian dari kejelasan dari pelaku usaha karena adanya kontrak atau perjanjian baik dari sebuah atau lebih usaha yang resmi dan hendaknya para konsumen menyadari hal ini, mencari dan memesan barang terlebih dahulu dilihat bentuk usaha, kejelasannya, bentuk kontrak/perjanjian yang ada. Kepastian hukum berdasarkan kasus di atas menurut penulis dapat ditempuh melalui jalur hukum menjadi 2 ( dua ) cara yakni secara litigasi atau non litigasi baik secara perdata atau pidana tergantung kepada konsumen jalur mana yang di pilih. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 1 yang berbunyi : “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi elektronik “ Dengan kata lain pelaku usaha sudah menyebarkan usaha atau berita bohong dan menyesatkan sehingga konsumen mengalami kerugian materil terhadap barang yang diinginkannya. Dan ketika di telusuri kepada nomor telepon, alamat, atau web pelaku usaha sudah tidak aktif dan susah untuk dilacak. Sudah seharusnya para konsumen agar lebih berhati- hati terhadap usaha yang penyebarannya melalui internet sehingga lebih selektif dalam memesan barang yang di inginkan. Dan banyak pelaku usaha yang lalai atau sengaja tidak mencantumkan alamat yang jelas untuk kepentingan bisnis semata yang bertujuan membodohi konsumen yang telah tertipu. Beberapa hal bisa terjadi dalam transaksi di internet diantaranya gangguan dari para hacker yang merusak kontrak elektronik sehingga data atau kerugian bisa menjadi tidak benar seperti penambahan uang yang tidak sesuai, data yang tiba-tiba berubah, tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh kepada transaksi yang berlaku atau sedang terjadi. Tentunya hal ini sangat jarang di ketahui oleh masyarakat luas hanya sebagian saja yang mengetahui seperti pebisnis yang memiliki bisnis yang potensial. Penulis sendiri masih sangat asing ketika mengetahui adanya tanda tangan elektronik ini, hal ini di karenakan tanda tangan elektronik belum terlalu sering terdengar untuk masyarakat pada umumnya. Kepastian hukum yang terdapat pada Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mengacu kepada hukum pidana dan perdata di Indonesia. Seperti yang tercantum pada pasal 38 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : “ Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “ Berdasarkan hal tersebut masyarakat yang mengalami kerugian dapat mengajukan gugatan sebagai bentuk penyelesaian sengketa tersebut. pelaku usaha menurut pengertian Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 butir ke 3 (tiga) adalah “ setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi. “ Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha pasal 8 ayat 1 butir ke 6 (enam) yang berbunyi : “ pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.” Ketentuan kepastian hukum bisa dilakukan secara perdata maupun pidana tinggal bagaimana konsumen memilih jalur yang ditempuh sesuai dengan tingkat kerugian yang diperoleh dalam bertransaksi secara elektronik di internet. 1. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatur juga tentang ketentuan pidana terutama pasal 45 ayat 2 yang berbunyi : “ Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). “ Sehingga pelaku usaha yang menyebarkan berita bohong, menyesatkan dan merugikan konsumen ketika bertransaksi di internet dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. 2. Ketentuan Perdata Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatur juga tentang ketentuan perdata terutama pada pasal 38 ayat 1 yang berbunyi : “ Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan system elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. “ Sehingga konsumen yang merasa di rugikan saat menyelenggarakan sistem elektronik atau pada saat menggunakan teknologi informasi dapat menempuh gugatan perdata. Yang dimaksud sistem elektronik disini berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik adalah serangkaian mempersiapkan, perangkat dan mengumpulkan, prosedur mengolah, elektronik yang menganalisis, berfungsi menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. 2. Upaya hukum jika salah satu pihak (konsumen) ketika dirugikan dalam transaksi elektronik di internet Pelaku usaha yang menawarkan produk yang dijual kepada konsumen harus menyediakan informasi yang lengkap, jelas, dan benar hal ini untuk mengantipasi ketika adanya kesalahan dalam bertransaksi sebagai bentuk upaya hukum dalam hal ini konsumen yang dirugikan dalam bertransaksi diinternet sehingga konsumen dapat menyelesaikan perkara yang ada melalui cara litigasi yaitu menyelesaikan suatu perkara hukum dengan melalui jalur hukum dan non litigasi yaitu menyelesaikan suatu perkara di luar jalur hukum biasanya yang sering digunakan adalah mediasi.15 Hal ini juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 1 dan 2 yakni : Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung-jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, mengkonsumsi barang dan/atau dan/atau kerugian jasa yang konsumen dihasilkan akibat atau diperdagangkan.” Ayat 2 :”Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ” Penyelesaian sengketa secara perdata diatur dalam pasal 38 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan secara pidana terdapat pada pasal 46 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 15 http://rudisantosoalfiqr.wordpress.com/2012/01/20/persamaan-dan-perbedaan-antara-mediasi-dan-advokasidibidang-litigasi-dan-non-litigasi-o/, diakses tanggal 24 mei 2012 pukul 22.00 wita Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Beberapa cara yang dapat di tempuh antara lain cara non litigasi sendiri adalah menyelesaikan suatu perkara di luar jalur hukum biasanya yang sering digunakan adalah mediasi. Terjadinya sengketa diantara pihak, memberikan pilihan kepada masing-masing pihak untuk memilih cara yang akan di gunakan untuk memecahkan masalah tersebut. dan mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan perantaraan pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka.16 Beberapa keuntungan non litigasi adalah a. dalam penyelesaian sengketa melalui non litigasi tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya sebab bergantung pada kehendak dan itikad baik para pelaku, b. penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi tidak mempunyai posedurprosedur atau persyaratan-persyaratan formal sebab bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak. c. Sifat rahasia dari penyelesaian sengketa melalui hanya pihak-pihak yang bersengketa yang non litigasi berarti dapat menghadiri persidangan dan bersifat tertutup untuk umum sehingga hal yang diungkap pada pemeriksaan, tidak dapat diketahui oleh khayalak ramai dengan maksud menjaga reputasi dari para pihak yang bersengketa. Non litigasi ini pada umumnya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat. Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu: 16 Jimmy Joses Sembiring, Op. Cit., Halaman 25 1. Negosiasi 2. Mediasi 3. Arbitrase Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi : 1. Negosiasi Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana antara dua orang atau lebih/para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan.17 Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik. Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator, sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi. Seorang negosiator harus mempunyai keahlian dalam menegosiasi hal yang disengketakan antara kedua pihak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan negosiasi, diantaranya: 1. Memahami tujuan yang ingin dicapai 2. Menguasai materi negosiasi 17 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit., Halaman 16 3. Mengetahui tujuan negosiasi 4. Menguasai keterampilan teknis negosiasi, didalamnya menyangkut keterampilan komunikasi. 2. Mediasi Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi.18 Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran yang bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan untuk mengakhiri sengketa adalah para pihak. Pihak ketiga tersebut juga harus netral sehingga dapat memberikan saran-saran yang objektif dan tidak terkesan memihak salah satu pihak. Mediasi merupakan prosedur wajib dalam proses pemeriksaan perkara perdata, bahkan dalam arbitrase sekalipun dimana hakim atau arbiter wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi dan jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaan perkara dilanjutkan. Tidak semua orang bisa menjadi mediator professional karena untuk dapat menjadi mediator dibutuhkan semacam sertifikasi khusus. 3. Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter.19 Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut 18 19 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit., Halaman 25 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit., Halaman 55 sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain: 1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut. 2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara. 3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter. Sedangkan kelemahannya antara lain: 1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah). 2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri. 3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya) Litigasi adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan melalui pengadilan.20 Penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan perantaraan pengadilan. Terdapat juga keunggulan dari litigasi antara lain : a) Penyelesaian sengketa melalui litigasi memiliki sifat eksekutorial dalam arti pelaksanaan terhadap putusan dapat dipaksakan oleh lembaga yang berwenang. b) Sedangkan Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya dilakukan dengan menyewa jasa dari advokat/pengacara sehingga biaya yang harus dikeluarkan tentunya besar. c) Penyelesaian sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan dan prosedur-prosedur formal di pengadilan 20 Jimmy Joses Sembiring, Op.Cit., Halaman 9 dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama. A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pembahasan mengenai kepastian hukum transaksi elektronik di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan upaya hukum jika salah satu pihak yakni konsumen ketika dirugikan dalam transaksi elektronik di internet diperoleh kesimpulan hendaknya pelaku usaha ketika menawarkan produk usahanya melalui media maya atau internet memberikan informasi yang baik dan benar sehingga memberikan kepastian hukum kepada konsumen dikemudian hari apabila terjadinya sengketa atas barang yang tidak kunjung datang, cacat, maupun hilang. Hal ini sangat diperlukan mengingat konsumen yang sudah mentransferkan uang namun barang tidak datang sehingga upaya hukum yang bisa dilakukan konsumen dapat dipilih melalui jalur litigasi atau non litigasi yang akan ditempuh baik secara perdata maupun pidana sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berlaku. B. Saran 1. Hendaknya pemerintah memberikan penyuluhan ke desa-desa maupun di kota tentang cara bertransaksi yang baik dan benar sesuai perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan kepastian hukum ketika diperkarakan dalam persidangan. 2. Hendaknya konsumen yang ketika bertransaksi mengalamai kerugian menempuh jalur hukum jika tidak ada ikhtikad baik dari produsen itu sendiri baik secara litigasi dan non litigasi. 3. Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan dan penyelenggaraan system elektronik dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. DAFTAR PUSTAKA Literatur Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. C.S.T. Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Cetakan kedelapan. Balai Pustaka Indonesia. Jakarta. H.B. Sutopo, 1998, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif. Bagian II. Surabaya. UNS Press Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 1: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta HMN. Purwosutjipto, 1998, Hata, “Beberapa Aspek Pengaturan International e-Commerce serta Dampaknya Bagi Hukum Nasional”, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Cyberlaw, diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Bandung, 9 April 2001, hlm. 1. Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, visi media New Merah Putih. 2009. Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). New Merah Putih Niniek Suparni, 2009. Cyberspace Problematika dan Antisipasi Pengaturannya. Jakarta. Sinar Grafika Nindyo Pramono, “Revolusi Dunia Bisnis Indonesia Melalui E-Commerce dan EBusiness: Bagaimana Solusi Hukumnya” dalam Jurnal Hukum No.16 Vol.8, 2001, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm. 1 Richard Burton Simatupang,1996, hukum bisnis, Jakarta Soerjono Soekantodan Alumni,Jakarta Purnadi Purbacaraka, 1978, Tentang metode hukum Subekti, R, Hukum Perjanjian, PT. Intermasas, Cetakan VII, 1987. Widyopramono, 1994, Kejahatan di bidang Komputer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Halaman 50 Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang Hukum Perdata Kitab Undang Hukum Pidana Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen Perlindungan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Beserta Penjelasannya Artikel Koran dan Internet http://kholil.staff.uns.ac.id/files/2009/03/kontrak-perdagangan-melalui-internetelectronic-commerce-ditinjau-dari-hukum-perjanjian.pdf, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 20.00 Wita http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2200337-pengertiandeskripsi/#ixzz1nsGmj81P, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 22.20 Wita http://belajar-komputer-mu.com/pengertian-internet/, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 22.10 Wita http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/bab9manusia_dan_tanggung_jawab.pdf, diakses tanggal 1 maret 2012 Pukul 20.00 Wita http://tipon.tripod.com/dai071.htm, diakses tanggal 9 febuari 2012 Pukul 23.00 Wita http://www.irhamhizrata.com/penipuan-jual-beli-hp-lewat-internet-makin-marak.html, diakses tanggal 13 febuari 2012 Pukul 11.49 Wita http://rudisantosoalfiqr.wordpress.com/2012/01/20/persamaan-dan-perbedaan-antaramediasi-dan-advokasi-dibidang-litigasi-dan-non-litigasi-o/, diakses tanggal 20 mei 2012 pukul 12.00 Wita http://androwicaksono.blogspot.com/2012/05/pengertian-konsumen.html, tanggal 20 agustus 2012 pukul 22.00 wita diakses http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/e-commerse-definisi-jenis-tujuan.html, diakses tanggal 29 agustus Pukul 22.00 wita