BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan banyak wirausahawan untuk menjadikan negara ini pemimpin bagi negara-negara lain terutama dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015. Namun, pengangguran sarjana di Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat beberapa tahun belakangan ini. Hal ini merupakan suatu masalah yang perlu diperhatikan. Data terakhir dari BPS (2014) menunjukkan bahwa jumlah penganggur terdidik yang telah menamatkan pendidikan diploma dan sarjana sampai dengan Februari 2014 mencapai 593 ribu orang. Secara persentase, angka pengangguran di Indonesia memang turun tipis. Namun, jumlah tersebut akan selalu bertambah setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya lulusan perguruan tinggi yang tidak dapat tertampung di dunia kerja. Ironisnya, permasalahan pengangguran terdidik lebih kompleks dibandingkan dengan pengangguran non terdidik karena pengangguran terdidik lebih menginginkan bekerja di sektor formal dengan gaji tinggi dan prestise di masyarakat, sedangkan pengangguran non terdidik bersedia untuk bekerja di sektor non formal. Masalah ini sebenarnya dapat diperkecil dengan memperbanyak jumlah wirausaha sebagai alternatif pilihan yang tepat untuk mengatasi pengangguran. Hal ini sesuai dengan pendapat sosiolog David Mc Clelland (Sutrisno, 2002) bahwa suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur sedikitnya 2% dari jumlah penduduk. Indonesia hanya memiliki 0,18% atau sekitar 400.000-an wirausaha dari jumlah penduduknya. Senada 1 2 dengan yang dikemukakan untuk mengatasi permasalahan sosial ini terdapat tiga upaya yang dapat ditempuh, yaitu: (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang dilakukan dengan jalan pendekatan kerja secara profesional; (2) menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) menumbuh kembangkan kewirausahaan. Ciputra (2008) menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan yang sudah ada, dibutuhkan 4,4 juta wirausaha sejati untuk membantu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diungkap Menko Kesra Agung Laksono (Bisnis, November 2013), minat lulusan lembaga pendidikan untuk berwirausaha sangat rendah. Ada kecenderungan bagi para pemuda berpendidikan SLTA (61,88%) dan sarjana (83,20%), memilih jadi pekerja atau karyawan dibanding dengan menjadi wirausaha. Staf Ahli Bidang Kebijakan Perdagangan Luar Negeri dan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, Kemendag, Karyanto Suprih menyatakan bahwa perguruan tinggi harus menjadi pusat Entrepreneursip. Jadi, mahasiswa harus didorong agar memiliki jiwa wirausaha. Namun, sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih memiliki cita-cita untuk bekerja di instansi baik pemerintah maupun swasta. Rendahnya minat mahasiswa untuk berwirausaha menjadi pemikiran serius bagi berbagai pihak, baik pemerintah, dunia pendidikan, dunia industri, maupun masyarakat (Republika, November 2013). Penelitian yang dilakukan Eka A. (2012) menampilkan minat berwirausaha mahasiswa di Yogyakarta yang relatif rendah (48,67%). Tentu hal ini merupakan tantangan bagi pihak sekolah dan perguruan tinggi sebagai lembaga penghasil lulusan. Berbagai upaya dilakukan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan terutama membuka mindset mahasiswa yang selama ini hanya berminat sebagai pencari kerja (job seeker). Hal ini diakui pula oleh Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar (Tribunnews, November 2013) bahwa pengangguran terdidik bisa dikategorikan 3 sebagai darurat SDM (sumber daya manusia) karena mereka seharusnya berkarya untuk negeri. Robert T. Kiyosaki (2007) dalam buku “Rich Dad Poor Dad”, menjelaskan adanya suatu Quadrant: E adalah Employee (Karyawan) yang bekerja untuk orang lain, mengerahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk sebuah perusahaan milik orang lain atau negara. Sementara S = Self Employed mempekerjakan dirinya sendiri, mengerahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk profesi yang dikerjakan secara mandiri, sehingga menghasilkan uang hanya saat ia bekerja. Berbeda dengan B yang merupakan Business Owner (Pengusaha), memiliki usaha yang tersistem dan mempekerjakan orang lain, sehingga sistem yang akan bekerja dan menghasilkan rupiah bahkan ketika ia tidak sedang bekerja. Dan I adalah Investor yang berinvestasi dan memiliki aset barang atau modal yang menghasilkan uang berlipat di kemudian hari. Mahasiswa dalam pengertian ini diharapkan dapat memulai karirnya secara mandiri sebagai Self Employed sesuai dengan passion masing-masing, misalnya menjadi Dokter, MC, Presenter, Host Radio/TV, Pembicara Seminar, Freelance Graphic Designer, Freelance Model, Online Shop Owner dan sebagainya. Kemudian secara bertahap dapat mengembangkan sistem dan mempekerjakan karyawan sehingga memperoleh imbalan kewirausahaan. Senada dengan Longenecker (2001) yang menjabarkan imbalan 4 kewirausahaan berupa hasil finansial yang bebas dari batasan gaji standar, kebebasan dalam berkarir dan kepuasan menjalani hidup. Wirausaha mendapat hasil finansial yang tidak hanya mengganti modal berupa waktu dan dana yang diinvestasikan, namun juga memberikan imbalan yang pantas bagi risiko dan inisiatif yang diambil dalam mengoperasikan usahanya. Kebebasan dalam berkarir diartikan sebagai kebebasan untuk mengelola usahanya secara fleksibel, terlepas dari pengawasan dan aturan birokrasi organisasi atau perusahaan, dapat mengatur jadwal dan membuat keputusam sendiri, mengambil risiko dan memungut laba sendiri sehingga mencapai kepuasan dari keputusan yang dibuat berdasarkan faktor ekonomi dan lingkungan lainnya. Wirausaha juga memperoleh imbalan kepuasan dalam menjalani hidup, bebas dari rutinitas, kebosanan dan pekerjaan yang tidak menantang. Dapat menikmati pekerjaan sebagai suatu keceriaan bukan sebuah beban/rutinitas belaka (Longenecker, 2001). Seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang (Wikipedia, 2014). Peran keluarga terutama orang tua sangat penting bagi mahasiswa dalam menentukan karier masa depannya karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Kebutuhan fisik dan psikologi seseorang yang paling utama terpenuhi dari lingkungan keluarga sehingga dukungan sosial emosional yang berasal dari orang tua dapat berperan dan berpengaruh besar terhadap diri mahasiswa (Irwanto, 2002). 5 Hal ini senada dengan pendapat Schwarzer & Leppin (Smet, 1994) bahwa dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada seseorang (perceived support) dan sebagai kognisi seseorang yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support). Beberapa penelitian menunjukkan nilai individualisme lebih berpengaruh secara signifikan kepada intensi berwirausaha karena lebih menekankan pada nilai kebebasan, prestasi dan kebebasan (Mariano et al., dalam Leon et al., 2007). Nilai-nilai ini cenderung sulit dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya sehingga lebih dapat memunculkan minat kewirausahaan yang berasal dari diri sendiri. Meskipun begitu, sejumlah peneliti menggunakan lebih banyak variabel yang dinamis dan modelnya tidak hanya berkaitan dengan variabel personal tetapi juga aspek sosial untuk menjelaskan dan memprediksi entrepreneurial behaviour (Alexei et al., dalam Leon et al., 2007). Penelitian dalam skripsi ini lebih menekankan pada bagaimana dukungan sosial orang tua mempengaruhi keyakinan seseorang mengenai minatnya untuk berwirausaha, khususnya bagi mahasiswa. Penelitian perlu dilakukan karena dengan bekal pendidikan tinggi yang diperoleh di bangku kuliah dan idealisme yang terbentuk, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan diri menjadi seorang wirausahawan dan bukan sebaliknya seorang sarjana hanya bisa menunggu lowongan kerja bahkan menjadi pengangguran yang pada hakekatnya merupakan beban pembangunan (Alma, 2011). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas permasalahan dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi dengan judul: “Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Minat Berwirausaha pada Mahasiswa”. 6 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan minat berwirausaha pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Sosial, mengenai minat berwirausaha pada mahasiswa kaitannya dengan dukungan sosial. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya orang tua, terutama dalam hubungan antara dukungan sosial orang tua dalam mengembangkan minat berwirausaha dalam diri anaknya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk penyelenggaraan konseling atau penyuluhan bagi orang tua sehingga dapat memberikan dukungan sosial yang cukup untuk menumbuhkan minat berwirausaha pada mahasiswa.